Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara.

PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH SUMATERA
UTARA

SHINTIA ARYANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Perkebunan
Kelapa Sawit dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Shintia Aryani
H14100062

ABSTRAK
SHINTIA ARYANI. Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan
Ekonomi Wilayah Sumatera Utara. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI.
Perekonomian wilayah Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir relatif
kurang baik. Pertumbuhan ekonomi cenderung menurun dan lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja cukup
tinggi, namun tingkat penggangguran juga masih cukup tinggi. Perkebunan kelapa
sawit merupakan sektor basis di daerah Sumatera Utara dan dalam kurun waktu yang
sama, luas perkebunan dan produksi kelapa sawit cenderung meningkat. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit
terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja Sumatera Utara dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan
perkebunan kelapa sawit mempunyai peranan yang signifikan terhadap perekonomian
wilayah Sumatera Utara. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) di perkebunan kelapa sawit serta ekspor CPO berpengaruh

signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara, penyerapan tenaga
kerja tidak hanya dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh PMA dan PMDN di
perkebunan kelapa sawit tetapi juga oleh luas perkebunan kelapa sawit rakyat, serta
luas perkebunan kelapa sawit besar.
Kata Kunci: Perkebunan kelapa sawit, Pertumbuhan ekonomi, Penyerapan Tenaga
kerja, Ordinary Least Square
ABSTRACT
SHINTIA ARYANI. The Role of Oil Palm Plantations on Regional Economic in
North Sumatra. Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI.

The economy of North Sumatra in the past five years was not good. The
economic growth tended to decrease and was lower than the national economic
growth. The population and labor growth were quite high, but the unemployment
rate was still quite high. Oil palm plantation is a sector basis in North Sumatra and
in the same time period , plantations area and palm oil production are likely to
increase. The purpose of this study is to analyze effects of the oil palm
development on the economic growth and employment in North Sumatra with
Ordinary Least Square method. The results showed that FDI of oil palm
plantations, domestic investment of oil palm plantations, and exports of CPO
influence North Sumatera’s economic growth. Employment absorbtion’s affected

by FDI of oil palm plantations, domestic investment of oil plam plantations, oil
palm area of smallholder estate, and oil palm area of private and goverment estate.
Keywords: Palm Oil plantation, economic growth, labor absorption, Ordinary Least
Square

PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH SUMATERA
UTARA

SHINTIA ARYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Ekonomi
Wilayah Sumatera Utara”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M. Sc.
Agr. selaku dosen pembimbing, Dr. Lukytawati Anggraini sebagai dosen penguji
utama, dan Dr. Eka Puspitawati sebagai dosen dari komisi pendidikan. Terima
kasih penulis ucapkan kepada BPS RI, BPS Provinsi Sumatera Utara, Pusdatin
Kementerian Pertanian, serta BKPM Pusat yang telah membantu penulis dalam
proses pengumpulan data. Terima kasih kepada orang tua tercinta, ayahanda Ari
Sanjaya dan ibunda Nuraeni serta adik saya tersayang yaitu Kevin Arian Sanjaya
atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Dimas, Asti, Zahra, Ilmi, Aci, Uni, Nisa, dan Capon
atas bantuan, doa, motivasi, serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis.
Terima kasih kepada teman satu bimbingan yaitu Vina, Ria, Intan, Emma, Sissy,
dan Fakhri atas bantuannya selama proses penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Shintia Aryani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL


ix

PENDAHULUAN

11

Latar Belakang

11

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian


7

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi

8
8

Teori Permintaan Tenaga Kerja

11

Penelitian Terdahulu

13


Kerangka Penelitian

14

Hipotesis Penelitian

15

METODE PENELITIAN

15

Jenis dan Sumber Data

15

Metode Analisis dan Pengolahan Data

16


Definisi Operasional

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Struktur dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara
21
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera
Utara
27
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Sumatera
Utara
30
SIMPULAN DAN SARAN

34


Simpulan

34

Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

41


DAFTAR TABEL

1 Peranan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun
2009-2013 (Persen)
2 PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut sektor/subsektor
pertanian Sumatera Utara (miliar rupiah)
3 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia dan Tingkat Pengangguran
Terbuka Provinsi Sumatera Utara 2008-2012
4 Persentase Penduduk yang Berusia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2009-2013
5 Volume Ekspor Komoditas Perkebunan 2008-2012 (ton)
6 Luas area perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (hektar)
7 Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (ton)
8 Jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan (jiwa)
9 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara
10 Produktivitas CPO Sumatera Utara
11 Kebutuhan investasi perluasan perkebunan kelapa sawit
12 Kebutuhan investasi peremajaan perkebunan kelapa sawit
13 Matriks korelasi
14 Hasil regresi persamaan pertumbuhan ekonomi
15 Matriks korelasi model pertumbuhan ekonomi
16 Hasil regresi persamaan penyerapan tenaga kerja

11
2
3
3
4
5
5
6
6
23
27
27
28
29
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Provinsi sentra minyak sawit 2012
Kurva fungsi produksi
Kerangka Penelitian
Luas area perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara 1984-2013
Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara
PMA dan PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil
minyak Sumatera Utara
7 Ekspor CPO Sumatera Utara
8 Plot data variabel model pertumbuhan ekonomi
9 Plot data variabel pada model penyerapan tenaga kerja

4
11
14
22
23
24
25
30
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil uji normalitas pada model penyerapan tenaga kerja
Hasil uji autokorelasi pada model penyerapan tenaga kerja
Hasil uji heteroskedastisitas pada model penyerapan tenaga kerja
Hasil uji multikolinearitas pada model penyerapan tenaga kerja

37
37
37
37

5 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan
tenaga kerja
6 Hasil uji normalitas pada model pertumbuhan ekonomi
7 Hasil uji autokorelasi pada model pertumbuhan ekonomi
8 Hasil uji heteroskedastisitas pada model pertumbuhan ekonomi
9 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi

38
39
39
39
40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
perekonomian wilayahnya masih bergantung pada sektor pertanian. Pertanian
merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertinggi kedua setelah industri
pengolahan dengan peresentase yang tidak jauh berbeda terhadap pembentukan
PDRB Provinsi Sumatera Utara. Kontribusi sektor pertanian terhadap
pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 sampai dengan
2013 berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan, dan tetap berada pada
urutan kedua dalam peranannya terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sumatera
Utara (Tabel 1).
Tabel 1 Peranan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 20092013 (Persen)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.

9.

Sektor
Pertanian
Pertambangan
dan Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Air, dan
Gas
Bangunan
Perdagangan,
Hotel, dan
Restauran
Pengangkutan
dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
PDRB

2009
23.03

2010
22.92

2011
22.48

2012*)
21.88

2013**)
21.89

1.37

1.37

1.38

1.32

1.33

23.29

22.96

22.48

22.07

21.54

0.98

0.9

0.94

0.91

0.89

6.30

6.35

6.42

6.72

6.85

19.01

19.00

19.21

19.09

21.89

8.90

9.03

9.21

9.36

9.35

6.65

6.60

6.96

7.53

7.46

10.45
100.00

10.81
100.00

10.92
100.00

11.12
100.00

11.41
100.00

Sumber : BPS Sumatera Utara 2013 (diolah)

Keterangan : *) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Di Provinsi Sumatera Utara, subsektor perkebunan memberikan kontribusi
paling tinggi terhadap pembentukan PDRB sektor pertanian dibandingkan dengan
subsektor lainnya. Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan,
subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan, serta subsektor
kehutanan. Selama lima tahun terakhir subsektor perkebunan berada pada
peringkat pertama dalam pembentukan PDRB sektor pertanian dan terus

2
mengalami peningkatan. Sebesar 40 persen PDRB sektor pertanian disumbang
oleh subsektor perkebunan. Selama lima tahun terakhir subsektor tanaman
perkebunan tumbuh sebesar 2.7 persen dan merupakan subsektor yang memiliki
pertumbuhan paling tinggi diantara subsektor perkebunan lainnya. Fenomena
tersebut menunjukkan bahwa subsektor perkebunan merupakan subsektor yang
dapat diandalkan dalam membentuk PDRB khususnya PDRB sektor pertanian
(Tabel 2).
Tabel 2 PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut sektor/subsektor pertanian
Sumatera Utara (miliar rupiah)
Sektor
Pertanian

2009
26 526.92
(100)

2010
28 040.20
(100)

2011
29 390.58
(100)

2012
30 778.67
(100)

2013*)
32 397.74
(100)

8 753.41
(33)

9 202.51
(32.8)

9 388.64
(31.9)

9 598.78
(31.2)

9 940.754
(30.7)

Tanaman Perkebunan

10 813.81
(40.8)

11 475.70
(40.9)

12 335.04
(42)

13 186.59
(42.8)

14 083.47
(43.5)

Peternakan dan Hasilnya

2 730.80
(10.3)

2 851.98
(10.2)

3 007.16
(10.2)

3 121.21
(10.1)

3 275.31
(10.1)

Kehutanan

1 460.01
(5.5)

1 442.25
(5.1)

1 451.32
(4.9)

1 503.86
(4.9)

1 499.38
(4.6)

2 768.86
3 067.73
(10.4)
(10.9)
Sumber : Indikator Pertanian Sumatera Utara 2013

3 208.42
(10.9)

3 368.22
(10.9)

3 625.69
(11.2)

Tanaman Makanan

Perikanan

Keterangan : *) Angka sementara
Perekonomian wilayah juga dapat dilihat dari sisi tenaga kerjanya. Tingkat
pengangguran terbuka di suatu daerah dapat menggambarkan bagaimana keadaan
tenaga kerja di daerah tersebut. Di negara berkembang yang memiliki jumlah
penduduk yang tinggi, pembangunan ekonomi yang baik tidak hanya diikuti oleh
tingginya angka pertumbuhan ekonomi akan tetapi diikuti juga oleh semakin
berkurangnya tingkat pengangguran di negara tersebut. Persentase jumlah
pengangguran di Provinsi Sumatera Utara selama lima tahun terakhir yaitu dari
tahun 2009 sampai dengan 2013 terus mengalami penurunan. Di sisi lain,
meskipun persentase pengangguran di Provinsi Sumatera Utara mengalami
penurunan setiap tahunnya, namun persentase tingkat pengangguran tersebut
cenderung masih berada di atas tingkat pengangguran nasional (Tabel 3).

3
Tabel 3 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia dan Tingkat Pengangguran
Terbuka Provinsi Sumatera Utara 2008-2012
Tahun
Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat Pengangguran
Indonesia
Terbuka Sumatera Utara
2009
7.87
8.45
2010
7.14
7.43
2011
6.56
6.37
2012
6.14
6.20
2013
5.92
5.72
Sumber : BPS 2013 (diolah)

Selama lima tahun terakhir penduduk yang bekerja di sektor pertanian,
kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan menduduki peringkat pertama
dengan persentase sekitar 43 persen dan merupakan persentase terbesar
dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Data tersebut juga menunjukkan bahwa
sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan merupakan sektor
ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara.
Tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, kehutanan, perkebunan,
perikanan, peternakan selama lima tahun terakhir berfluktuasi dan cenderung
mengalami penurunan. Meskipun cenderung mengalami penurunan, namun sektor
pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan tetap memiliki
persentase tertinggi dibandingkan sektor lainnya (Tabel 4).
Tabel 4 Persentase Penduduk yang Berusia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2009-2013
Lapangan Pekerjaan Utama
1. Pertanian,
kehutanan,
perkebunan,
perikanan,
peternakan
2. Pertambangan dan
Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, gas dan air
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel,
dan restoran
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
8. Bank dan Lembaga
Keuangan lainnya
9. Jasa
Kemasyarakatan
Jumlah

2009

2010

2011

2012

2013

44.1

44.3

43.90

43.40

43.3

0.5

0.4

0.51

0.71

0.8

8.6
0.2
5.1

8.4
0.1
5.4

8.19
0.19
5.63

7.68
0.32
6.33

7.6
0.4
6.5

21.4

20.8

20.45

19.42

19.3

3.7

4.0

4.18

4.80

4.9

2.2

2.1

2.00

1.79

1.8

14.5

14.8

14.96

15.56

15.7

100.00

100.0

100.00

100.00

100.0

Sumber : BPS Sumatera Utara 2013

Perkebunan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian.
Subsektor perkebunan terdiri dari komoditi kelapa, karet, kelapa sawit, kopi, teh,
lada, tembakau, kakao, cengkeh, kapas, tebu, pinang, dan komoditi yang

4
diklasifikan menjadi kategori lainnya. Dalam kurun waktu 2008 sampai dengan
2013 komoditas kelapa sawit selalu memberikan volume ekspor paling tinggi
dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Perkembangan ekspor kelapa sawit
selama lima tahun cenderung mengalami peningkatan.
Tabel 5 Volume Ekspor Komoditas Perkebunan 2008-2012 (ton)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Komoditas
Kelapa
Karet
Kelapa
Sawit
Kopi
Teh
Lada
Tembakau
Kakao
Cengkeh
Kapas
Tebu
Pinang
Lainnya
Total

2008
1 269 969
2 488 585
15 200 733

2009
1 080 981
2 345 457
18 141 004

Tahun
2010
957 517
2 067 312
21 669 489

2011
1 045 960
2 420 716
20 394 174

2012
1 200 206
2 638 382
20 972 382

321 006
83 563
38 422
95 845
503 547
13 970
63 151
405 804
177 135
1 444 042
22 105 773

468 750
96 210
52 407
111 617
515 576
4 251
33 132
957 324
183 972
1 091 998
25 182 681

507 968
91 929
45 293
110 107
559 799
4 994
27 061
599 690
194 967
1 028 684
27 864 811

433 595
87 101
62 599
117 158
552 892
6 008
36 584
485 031
213 601
1 161 888
27 071 306

346 493
75 450
36 487
99 485
410 257
5 397
25 361
544 297
187 109
1 322 441
27 863 746

Sumber : BPS 2013 diolah Pusdatin Pertanian

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi sentra penghasil kelapa
sawit di Indonesia. Pada tahun 2012, provinsi urutan pertama dengan jumlah
produksi kelapa sawit dalam bentuk minyak kelapa sawit ditempati oleh Riau dan
selanjutnya ditempati oleh Sumatera Utara. Berada pada posisi kedua sebagai
sentra kelapa sawit Indonesia menunjukkan Smatera Utara sangat potensial untuk
mengembangkan perkebunan kelapa sawit.

Sumatera
Utara; 14.13

Jambi; 6.78

Lainnya;
29.61

Sumatera
Selatan;
10.15
Kalimantan
Tengah;
10.29

Riau; 28.96

Gambar 1 Provinsi sentra minyak sawit 2012
Sumber : Pusdatin Pertanian 2013

Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara terdiri perkebunan rakyat serta
perkebunan besar. Perkebunan besar merupakan jumlah dari perkebunan swasta
dan perkebunan negara. Luas area perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara

5
baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar cenderung mengalami
peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 yang artinya selama enam
tahun terakhir terjadi perluasan perkebunan kelapa sawit (Tabel 6)
Tabel 6 Luas area perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (hektar)
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Perkebunan Rakyat

Perkebunan Besar

372 153
379 853
392 722
394 657
405 799
410 400
408 708

735 867
765 352
734 349
744 940
758 183
772 219
793 375

Jumlah
1 108 020
1 145 205
1 127 071
1 139 597
1 163 982
1 182 619
1 202 083

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2013

Perluasan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebut diiringi
oleh kenaikan jumlah produksi kelapa sawit. Produksi kelapa sawit di Sumatera
Utara selama enam tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan baik dari
perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Kenaikan luas area serta jumlah
produksi yang bersamaan mengindikasikan bahwa perluasan luas area perkebunan
kelapa sawit menyebabkan jumlah produksi kelapa sawit meningkat.
Tabel 7 Produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara (ton)
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Perkebunan Rakyat
1 022 472
1 115 699
1 119 492
1 141 880
1 611 087
1 843 084
2 108 488

Perkebunan Besar
2 689 580
2 766 702
2 742 907
2 757 743
2 303 087
2 338 968
2 737 716

Jumlah
3 712 052
3 882 401
3 862 399
3 899 623
3 914 174
4 182 052
5 357 035

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2013

Hendayana (2013) menjelaskan bahwa nilai Location Quotient (LQ) untuk
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara Utara sebesar 1.99. Nilai LQ tersebut
merupakan nilai LQ terbesar se-Indonesia untuk komoditi perkebunan kelapa
sawit. Tingginya nilai LQ tersebut menggambarkan perkebunan kelapa sawit
merupakan sektor basis di daerah Sumatera Utara dan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Dengan demikian, menjadi penting
untuk menganalisis peranan perkebunan kelapa sawit baik terhadap pertumbuhan
ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja provinsi tersebut.

Perumusan Masalah
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu subsektor andalan Provinsi
Sumatera Utara. Febrina (2012) menjelaskan bahwa sektor perkebunan kelapa

6
sawit dan sektor industri minyak kelapa sawit memiliki nilai pengganda yang
cukup tinggi baik dilihat dari segi output maupun pendapatan. Hal ini
menunjukkan bahwa perkebunan dan industri minyak kelapa sawit mampu
meningkatkan output dan pendapatan di sektor-sektor lainnya, serta dberpotensi
mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit
di Sumatera Utara merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan
pengembangan subsektor perkebunan di Sumatera Utara. Luas areal perkebunan
kelapa sawit di Sumatera Utara selama lima tahun terakhir meningkat yang
terlihat pada Tabel 6, produksi kelapa sawit provinsi tersebutpun cenderung
meningkat. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja sektor perkebunan di Sumatera Utara
selama tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan. Sektor perkebunan
merupakan bagian dari subsektor pertanian yang merupakan sektor ekonomi
nomor satu dalam penyerapan tenga kerja. Namun fakta yang terjadi adalah
jumlah tenaga kerja di sektor perkebunan terus mengalami penurunan selama tiga
tahun terakhir padahal seharusnya dengan bertambahnya luas areal perkebunan
dapat menyerap tenaga kerja yang lebih tinggi. Tahun 2010 jumlah tenaga kerja di
subsektor perkebunan sebanyak 1.433.388 orang, tahun 2009 turun menjadi
1.423.447 orang, dan tahun 2012 kembali turun menjadi 1.389.110 orang (Tabel
8).
Tabel 8 Jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan (jiwa)
Tahun
Jumlah Tenaga Kerja
2008
1 209 886
2009
1 250 003
2010
1 433 388
2011
1 423 447
2012
1 389 110
Sumber: BPS 2013 diolah oleh Pusdatin Kementan

Dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, meskipun peningkatan luas areal
perkebunan kelapa sawit dan produksinya di Sumatera Utara terjadi secara
kontinu namun hal tersebut tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang
meningkat. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara masih berfluktuasi
meskipun perkebunan kelapa sawit yang merupakan sektor basis provinsi tersebut
terus mengalami pertumbuhan baik dari luas lahannya maupun produksinya
Tabel 9 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
2008
6.39
2009
5.07
2010
6.42
2011
6.63
2012
6.22
2013
6.18
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2013

7
Sebagai sektor basis, perkebunan kelapa sawit seharusnya dapat berperan
dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mendorong pertumbuhan
ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Fakta yang ada adalah jumlah tenaga kerja
subsektor perkebunan selama lima tahun terakhir cenderung mengalami
penurunan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara selama enam
tahun terakhir pun cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan penjelasan
fakta-fakta di atas maka timbul pertanyaan:
1. Bagaimana pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi
Sumatera Utara?
2. Bagaimana pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara?
3. Bagaimana pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap
penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji struktur dan perkembangan perkebunan kelapa sawit di
Sumatera Utara.
2. Menganalisis pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara.
3. Menganalisis pengaruh pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap
penyerapan tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan masukan bagi pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam
merumuskan kebijakan, khususnya dalam sektor pertanian dan subsektor
perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.
2. Memberikan referensi serta sebagai bahan acuan untuk peneliti lain yang
melakukan penelitian di bidang ekonomi tentang sektor pertanian dan
subsektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai potensi
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara serta pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja provinsi tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pembangunan
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara terhadap perekonomian provinsi
tersebut serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan
provinsi tersebut. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Provinsi Sumatera
Utara dengan kurun waktu tahun 1984 sampai dengan 2013 dengan data sekunder
yang diperoleh dari BPS Republik Indonesia, BPS Provinsi Sumatera Utara,

8
Pusdatin Kementerian Pertanian, dan BKPM Jakarta. Analisis yang digunakan
adalah dengan analisis OLS (Ordinary Least Square)menggunakan software Eviews dengan data PDRB Sumatera Utara, tenaga kerja Sumatera Utara, ekspor
CPO Sumatera Utara, UMP Sumatera Utara,realisasi PMA perkebunan kelapa
sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara, PMDN perkebunan
kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara, luas lahan
perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Sumatera Utara, luas lahan perkebunan
kelapa sawit besar Provinsi Sumatera Utara. Ekonomi wilayah yang dikaji dalam
penelitian ini hanya mencakup PDRB serta penyerapan tenaga kerja.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro dan Smith (2006) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus
menerus atau berkesinambungansepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat
pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Indikator yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi menurut Mankiw (2007)
adalah pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan Domestik Regional
Bruto (PDRB). Ada dua cara melihat statistik ini yaitu PDRB sebagai pendapatan
total dan PDRB sebagai pengeluaran total atas output. Alasannya adalah bahwa
jumlah keduanya benar-benar sama; untuk perekonomian secara keseluruhan,
pendapatan harus sama dengan pengeluaran. PDB dapat dibagi menjadi empat
kelompok pengeluaran yaitu: jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah,
dan ekspor bersih. Jadi dengan menggunakan symbol Y untuk PDRB, diperoleh
persamaan:
Y=C+I+G+NX
Model pertumbuhan neo-klasik Solow memberikan pilar yang sangat
memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neo-klasik. Pada intinya, model
ini merupakan pengembangan dari model pertumbuhan Harrod-Domar dengan
menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan
pertumbuhan (growth equation). Namun, berbeda dari model Harrod-Domar yang
mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale), model pertumbuhan
neo-klasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang
(diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis
secara terpisah. Jika keduanya dianalisis secara bersamaan atau sekaligus, Solow
juga memakai asumsi skala hasil tetap tersebut (Todaro dan Smith). Model
pertumbuhan Solow yaitu:
Y= f(K,L)
Dimana:
Y: Produk Domestik Bruto (PDB)
K: Stok modal fisik dan modal manusia
L: Tenaga Kerja

9
dimana k semakin tinggi persediaan modal semakin besar jumlah output dan
investasi, namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula jumlah
depresiasinya. Semakin tinggi jumlah persediaan modal, semakin besar jumlah
output dan investasi, namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula
jumlah depresiasinya.
Solow menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan
angkatan kerja:
Y = F(K,L)
Model Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala
pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constan return to scale). Fungsi
produksi memiliki skala pengembalian yang konstan jika:
zY = F(zK, zL)
dengan z bernilai positif. Jika modal dan tenaga kerja dikalikan dengan z
maka output yang dihasilkan juga dikalikan dengan z. Fungsi produksi dengan
pengembalian konstan digunakan untuk menganalisis seluruh variabel dalam
perekonomian dengan dibandingkan jumlah tenaga kerja. Kemudian z = 1/L
dimasukkan dalam persamaan di atas untuk mendapatkan:
Y/L = F(K/L, 1)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah
fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L. Asumsi skala pengembalian konstan
menunjukkan bahwa besarnya perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah
pekerja tidak memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per
pekerja. Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup
beralasan untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Jika
seluruh variabel dilambangkan dengan huruf kecil dimana y = Y/L adalah output
per pekerja dan k = K/L adalah modal per pekerja maka akan didapatkan fungsi
produksi sebagai berikut:
y = f(k)
dimana f(k) didefinisikan sebagai F(k,1). Kemiringan dari fungsi produksi
ini menunjukkan berapa banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang
pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan. Angka yang diperoleh
merupakan produk marjinal modal MPK, secara sistematis dapat ditulis sebagai
berikut:
MPK = f(k + 1) – f(k)
Gambar 2 memperlihatkan ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi
produksi menjadi lebih datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi
mencerminkan produk marjinal modal yang kian menurun. Ketika k rendah, ratarata pekerja hanya memiliki sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal

10
tambahan begitu berguna dan dapat memproduksi banyak output tambahan.
Ketika k tinggi, rata-rata pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit
modal tambahan hanya sedikit meningkatkan produksi. Permintaan terhadap
barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi, dengan kata lain
output per pekerja merupakan konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja
(i):
y=c+i
Persamaan ini adalah versi per pekerja dari identitas perhitungan pendapatan
nasional untuk suatu perekonomian tanpa memasukan belanja pemerintah dan
ekspor bersih karena diasumsikan perekonomian tertutup. Model Solow
mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan
mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s) yang dinyatakan dalam fungsi
konsumsi sederhana:
c = (1-s)y
di mana s tingkat tabungan yang bernilai antara nol dan satu. Kebijakan
pemerintah secara potensial dapat memengaruhi tingkat tabungan nasional,
sehingga salah satu tujuan disini adalah mencari berapa tingkat tabungan yang
diinginkan. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap
investasi, substitusikan (1-s)y kepada c dalam identitas perhitungan pendapatan
nasional:
y = (1-s)y + i
kemudian diubah lagi menjadi
i = sy
persamaan ini menunjukan bahwa investasi sama dengan tabungan dan
tingkat tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukan investasi.
Jadi Model Solow memperkenalkan dua muatan utama yaitu fungsi produksi dan
fungsi konsumsi, di mana fungsi produksi y = f(k) menentukan berapa produksi
yang diproduksi perekonomian dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output
itu di antara konsumsi dan investasi.
Untuk memasukan depresiasi ke dalam model, maka diasumsikan bahwa
sebagian tertentu dari persediaan modal menyusut setiap tahun. Dampak investasi
dan depresiasi terhadap persediaan modal dapat dinyatakan sebagai berikut:
∆k = i – k
di mana k adalah perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu
dengan tahun berikutnya. Karena investasi sama dengan sf(k), maka persamaan
menjadi:
∆k = sf(k) – k
semakin tinggi persediaan modal semakin besar jumlah output dan investasi,
namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula jumlah depresiasinya.

11

Gambar 2 Kurva fungsi produksi
Sumber : Mankiw 2006

Di dalam penelitian ini, model yang digunakan mengacu pada teori Solow
dimana yang memengaruhi pembentukan PDB adalah modal dan tenaga kerja.
PDB dalam penelitian ini diwakili oleh PDRB Provinsi Sumatera Utara, modal
diwakili oleh PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak dan
PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak, tenaga kerja
diwakili oleh variabel tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara.

Teori Permintaan Tenaga Kerja
Menurut konsep International Labor Organization (ILO), penduduk dibagi
menjadi dua yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk
usia kerja dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia
kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja dan pengangguran. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu
yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang
membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.
Permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga
kerjayang dipekerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungkinan tingkat
upahdalam jangka waktu tertentu. Fungsi permintaan tenaga kerja
merupakanpermintaan turunan (derived demand) dari jumlah dan harga output.
Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15–64 tahun. Dalam
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa semua penduduk yang telah berumur 15 tahun keatas dapat digolongkan
sebagai tenagakerja.Teori Produksi Cobb-Douglas mengasumsikan bahwa suatu
proses produksimenggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan
modal (K),dengan fungsi produksi adalah:
Qt = f (Lt, Kt)

12
Persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang terdapat pada
teori neoklasik adalah:
П = TR – TC dimana TR = Pt.Qt
Penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada duainput
yang digunakan, yaitu kapital (K) dan tenaga kerja (L). Bellante
(1990)mengasumsikan tenaga kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang
diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk kapital diukur dengan tingkat suku
bunga (r).
TC = rtKt + wtLt
Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan di atas ke persamaan
keuntunganperusahaan maka diperoleh:
Πt = Pt.Qt-rt.Kt-wtLt
Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama
fungsi keuntungan diatas harus sama dengan nol (π’=0), sehingga didapatkan :
Wt Lt = Pt . f(Lt,Kt)-r1Kt
Lt = Pt Qt . -r1Kt/wt
Dimana:
Lt
= Permintaan Tenaga Kerja
wt
= Upah Tenaga Kerja
Pt
= Harga Jual Barang per unit
Kt
= Kapital (Investasi)
rt
= Tingkat Suku Bunga
Qt
= Output (PDB)
Berdasarkan persamaan di atas, dapat diketahui bahwa permintaan tenaga
kerja (Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat
suku bunga (r) dan tingkat upah (w). Model tenaga kerja yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada fungsi permintaan tenaga kerja serta mengacu pada
model penyerapan tenaga kerja Meiska (2013) dimana permintaan tenaga kerja
diwakili oleh variabel jumlah tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara, upah tenaga
kerja diwakili oleh Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, Kapital diwakili
oleh PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak, PMDN
perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak, luas lahan perkebunan
kelapa sawit rakyat, dan luas lahan perkebunan kelapa sawit besar, output diwakili
oleh variabel PDRB Provinsi Sumatera Utara.

13
Penelitian Terdahulu
Syahza (2008) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Ekonomi Regional daerah Riau” meneliti
pengaruh perkebunan kelapa sawit terhadap PDRB serta menghitung disparitas
sosial dengan menggunakan perhitungan Indek Williamson. Penelitian tersebut
menggunakan data sekunder dengan variabel pendapatan perkapita masingmasing kabupaten, investasi, luas lahan perkebunan, produksi kelapa sawit, serta
ekspor kelapa sawit. Kesimpulan penelitian tersebut adalah subsektor perkebunan
memberikan kontribusi pembangunan di pedesaan, sehingga dapat menekan
ketimpangan ekonomi antar wilayah.
Syahza (2008) dalam penelitian yang berjudul “Kelapa Sawit: Pengaruhnya
terhadap Ekonomi Regional Daerah Riau” meneliti pengaruh perkebunan kelapa
sawit terhadap ekonomi regional Riau. Kesimpulan penelitian tersebut adalah
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di dearah Riau berdampak terhadap
ekonomi regional, antara lain: dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar
golongan masyarakat pedesaan; dapat menekan tingkat ketimpangan antar daerah
kabupaten/kota di Riau; meningkatkan ekspor nonmigas daerah, yaitu ekspor
produk dari kelapa sawit (CPO). Eskpor CPO sangat mempengaruhi PDRB
daerah Riau secara signifikan pada tingkat keyakinan 5% (thitung=2,776>t
5%=2,306).
Kurniawati (2008) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Peran
Perkebunan dan Industri Minyak Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Indonesia
Tahun 2005” menggunakan tabel IO dengan hasil penelitian tersebut adalah
perkebunan dan industri kelapa sawit memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih
besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan ke depan.
Rustiono (2008) dalam penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Investasi,
Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Jawa Tengah” menggunakan analisis OδS dengan hasil penelitian
tersebut adalah angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja
pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB
Propinsi Jawa Tengah.
Goenadi (2010) dalam penelitian berjudul “Perkembangan, Prospek, dan
Kebijakan Penanaman Modal di sektor Pertanian” meneliti keragaan penanaman
modal di Indonesia dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian
tersebut adalah subsektor tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi dalam
aspek penciptaan lapangan kerja. Investasi PMDN lebih tinggi dibandingkan
investasi PMA di bidang agribisnis. Komoditas yang menjadi unggulan
penanaman modal di bidang hilir adalah kelapa sawit, kakao, dan tebu.
Febrina (2013) dalam penelitian berjudul “Peran Perkebunan dan Industri
Minyak Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan”
menggunakan tabel IO dengan hasil penelitian sektor perkebunan kelapa sawit
memiliki nilai permintaan antara yang lebih besar dibandingkan permintaan
akhirnya, nilai keterkaitan ke depan langsung maupun tidak langsung lebih besar
dibandingkan nilai keterkaitan ke belakang langsung maupun tidak langsungnya,
serta berpotensi untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.
εeiska (2013) dalam penelitian berjudul “Analisis Leading Sector terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja di Kalimantan Timur dan Faktor-faktor yang

14
εemengaruhinya” menggunakan analisis IO dan OLS dengan hasil penelitian
sektor pertanian merupakan leading sector dalam penyerapan tenaga kerja, tetapi
kurang mampu dalam meningkatkan output dan pendapatan di Kalimantan Timur.
Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Regional
(UMR) signifikan dan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja,
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA)
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di
Kalimantan Timur.
Kerangka Penelitian
Perekonomian

Sektor Basis

Sektor Non Basis

Perkebunan Kelapa
Sawit

Pertumbuhan
Ekonomi

Tenaga Kerja

PDRB

Model Regresi Berganda

Faktor-faktor yang
Memengaruhi

Implikasi Kebijakan
Gambar 3 Kerangka Penelitian

15
Keterangan:

tidak diteliti dalam penelitian
diteliti dalam penelitian

Perekonomian terdiri dari sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis
suatu wilayah penting untuk diketahui agar rumusan kebijakan pemerintah
terfokus pada sektor tersebut karena anggaran yang disediakan terbatas. Sektor
basis Provinsi Sumatera Utara adalah perkebunan kelapa sawit. Perkebunan
memberikan kontribusi pembentukan PDRB yang tinggi serta penyerapan tenaga
kerja yang tinggi. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
PDRB dan jumlah tenaga kerja. Analisis yang digunakan adalah model regresi
berganda sehingga dapat dilihat faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara serta faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi penyerapan tenaga kerja provinsi tersebut.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya,
maka dapat diberikan jawaban sementara (hipotesis) atas permasalahan yang
tersebut. Hipotesisnya antara lain:
1. Realisasi PMDN, realisasi PMA, ekspor CPO, luas lahan perkebunan
kelapa sawit, dan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2. Realisasi PMA, PMDN, luas areal perkebunan besar, luas areal
perkebunan rakyat, serta PDRB berpengaruh positif terhadap tenaga kerja.
3. UMR memiliki pengaruh negatif terhadap tenaga kerja.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data deret waktu
(time series) periode tahun 1984 sampai dengan. Data yang dikumpulkan berasal
dari dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS-RI), BPS Provinsi
Sumatera Utara, Kementerian Pertanian, Badan Koordinasi Penanaman Modal
Pusat serta literatur dari buku, media massa, media elektronik, dan jurnal yang
mendukung penulisan penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa data PDRB Provinsi Sumatera Utara, jumlah tenaga kerja Provinsi
Sumatera Utara, luas lahan perkebunan rakyatkomoditas kelapa sawit Provinsi
Sumatera Utara, luas lahan perkebunan besar komoditas kelapa sawit Provinsi
Sumatera Utara produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara dalam bentuk
CPO, realisasi PMA dan PMDN, serta ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara.

16
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalan analisis deskriptif dan
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengkaji struktur dan
pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara. Metode
analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis pengaruh pembangunan
kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Sumatera Utara. Model analisis data yang digunakan untuk menganalisis
pengaruh tersebut adalah model regresi berganda (Ordinary Least Square).
Ordinary Least Square
Model Regresi Linear Berganda adalah persamaan regresi yang
menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas (X, independent
variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana dugaan
hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Untuk
menjawab permasalahan mengenai pengaruh pembangunan perkebunan kelapa
sawit terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dirumuskan
model sebagai berikut:
Model Pertumbuhan Ekonomi
Model pertumbuhan ekonomi menggunakan peubah tak bebas yaitu Produk
Domestik Regional Provinsi Sumatera Utara (PDRB) yang diduga dipengaruhi
oleh realisasi Penanaman Modal Asing perkebunan kelapa sawit dan industri
penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara (PMA), realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi
Sumatera Utara (PMDN), jumlah tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara, ekspor
kelapa sawit dalam bentuk CPO (X), serta dummy krisis (Dummy). Model
tersebut belum linear sehingga semua variabelnya diubah menjadi bentuk Ln agar
model tersebut linear. Persamaan pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
LnPDRB = β0 + β1δnPεAKS + β2δnPεDNKS + β3δnTK + β4δnX +
β5Dummy +
dimana:
LnPDRB
LnPMAKS

= Produk Domestik Regional Provinsi Sumatera Utara
= Realisasi PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil
minyak Provinsi Sumatera Utara
LnPMDNKS = Realisasi PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil
minyak Provinsi Sumatera Utara
LnX
= Ekspor CPO Provinsi Sumatera Utara
LnTK
= Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara
Dummy
= 0 untuk sebelum krisis 1997 dan 1 untuk setelah krisis 1997
= Error

17
Model Penyerapan Tenaga Kerja
Tenaga kerja diduga dipengaruhi oleh realisasi Penanaman Modal Asing
perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara
(PMA), realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri perkebunan kelapa sawit dan
industri penghasil minyak Provinsi Sumatera Utara (PMDN), luas lahan
perkebunan kelapa sawit rakyat Provinsi Sumatera Utara (LPKR), luas lahan
perkebunan kelapa sawit besar Provinsi Sumatera Utara (LPKB), PDRB Provinsi
Sumatera Utara, serta upah minimum Provinsi Sumatera Utara (UMR). Model
tersebut belum linear sehingga semua variabelnya diubah menjadi bentuk Ln agar
model tersebut linear.Perumusan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini
dirumuskan sebegai berikut:
LnTK = β 0+ β1LnPMAKS + β2LnPMDNKS + β3LnUεR + β4LnLPKR +
β5LnδPKB + β6LnPDRB + β7Dummy +
dimana:
LnTK
LnPMAK

= Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara
= Realisasi PMA perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil
minyak Provinsi Sumatera Utara
LnPMDNKS = Realisasi PMDN perkebunan kelapa sawit dan industri penghasil
minyak Provinsi Sumatera Utara
LnUMR
= Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara
LnLPKR
= Luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara
LnLPKB
= Luas lahan perkebunan kelapa sawit besar Sumatera Utara
LnPDRB
= Produk Domestik Regional Provinsi Sumatera Utara
Dummy
= 0 untuk sebelum krisis 1997 dan 1 untuk setelah krisis 1997
= Error

Uji Koefisien Determinan R2
Nilai koefisien determinan (R2) digunakan untuk melihat seberapa
besarkeragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas yang terpilih terhadap
variabel tidak bebas. Sifat dari R2 adalah besarannya yang selalu bernilai positif
namun lebih kecil dari satu (0 < R2< 1). Jika R2 bernilai satu maka terjadi
kecocokan sempurna dimana variabel tidak bebas dapat dijelaskan oleh garis
regresi, sedangkan jika nilainya nol itu berarti tidak ada varians variabel tak bebas
dapat diterangkan oleh variabel bebas. Oleh karena itu, semakin dekat nilai
R2 dengan satu model tersebut semakin dekat hubungan antara variabel bebas
dengan variabel tak bebas, demikian juga sebaliknya.
Uji t-Statistik
Uji-t digunakan untuk melihat pengaruh dari setiap variabel bebas terhadap
variabel tak bebas. Selain itu, pengujian ini juga dilakukan untuk melihat secara
statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel dalam suatu model
bersifat signifikan atau tidak.

18
Hipotesis :
H0 : a1=0 i=1,2,3,…….k
H1 : a1≠0
t-hitung = ai
S(a)
t-tabel = t α/2(n-k)
dimana :
S(a) = Simpangan baku koefisien dugaan
Kriteria Uji :
t-hitung > t α/2(n-k) , maka tolak H0
t-hitung < t α/2(n-k) , maka terima H0
Jika H0 ditolak dalam kriteria uji-t berarti variabel bebas berpengaruh nyata
terhadap variabel tak bebas dan sebaliknya jika H0 diterima berarti variabel bebas
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai t-hitung
maka akan semakin kuat bukti bahwa variabel tersebut signifikan secara statistik.
Uji F- Statistik
Uji signifikan serentak yaitu uji F-stat, Uji ini digunakan untuk mengetahui
tingkat signifikan dari pergerakan seluruh variabel bebas secara bersama-sama
terhadap pergerakan dari variabel tak bebasnya dalam suatu persamaan. Hipotesis
yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas. Hal ini disebut hipotesis nol. Jika H0 ditolak
berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel
tak bebas, dan sebaliknya jika H0 diterima berarti tidak ada satupun variabel
bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai Fhit maka akan semakin kuat bukti bahwa terdapat minimal salah satu variabel
bebas yang berpengaruh nyata terhadap keragaman dari variabel tak bebas.
Uji Pelanggaran Asumsi
Uji pelanggaran asumsi klasik terdiri atas:
Multikoliniearitas
Multikolinearitas adalah tidak adanya hubungan linier sempurna antara
peubah bebas. Multikolinearitas muncul jika ada dua atau lebih peubah (atau
kombinasi peubah) babas berkolerasi tinggi antara peubah yang satu dengan yang
lainnya. Multikoliniearitas terdiri atas dua jenis. Pertama, multikolinearitas tidak
sempurna terjadi jika korelasi antar variabel Xi tidak sempurna (|r| dU maka tidak terdapat autokorelasi
positif. Jika nila (4-d) > dU maka tidak ada autokorelasi negatif.
Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data berdistribusi normal.
Salah satu cara untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan histogram
dan melihat nilai dari Jarque-Bera serta nilai probabilitasnya. Kriteria untuk
melihat normalitas, yaitu:
1. Jika nilai Jarque-Bera tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data
berdistribusi normal.
2. Jika probabilitasnya lebih besar dari tingkat signifikansi, maka data
berdistribusi normal.

20

Uji Kriteria Statistik
Untuk mengevaluasi model berdasarkan kriteria statistik dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa pengujian di bawah ini:
Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Gujarati (1999), Nilai koefisien determinasi (R2) dapat mengukur
ukuran kesesuaian (goodness of fit) secara keseluruhan dari suatu model, yang
menunjukkan seberapa cocok garis regresi yang ditaksir ter