Peranan Kelapa Sawit terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Barat (Pendekatan Analisis Input-Output)

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya, pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro dan Smith, 2006).

Kinerja perekonomian dapat dilihat dari sektor-sektor yang menjadi andalan dalam mendukung peningkatan perekonomian Indonesia yang dibuktikan dengan adanya kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu sektor yang dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sektor pertanian yang mencakup pertanian, kehutanan dan perikanan. Pertanian dalam arti sempit dibagi ke dalam tiga subsektor, yaitu tanaman bahan makanan (Tabama), tanaman perkebunan dan peternakan serta hasil-hasilnya.

Menurut Gillis et.al. (1992) dalam Rifin dan Anggraeni (2010), ada beberapa peranan dari pertanian dalam pembangunan ekonomi. Pertama, pertanian menyediakan makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Para petani harus memproduksi makanan yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan mereka maupun populasi manusia secara keseluruhan. Suatu negara tidak ingin


(2)

bergantung pada negara lain dalam hal makanan. Kedua, pertanian penting sebagai lapangan pekerjaan untuk industri-industri lain. Pada negara berkembang, kebanyakan orang tinggal di daerah perkotaan sehingga akan meningkatkan permintaan tenaga kerja yang datang dari daerah perdesaan. Ketiga, sektor pertanian dapat menjadi sumber modal untuk pertumbuhan ekonomi modern . Keempat, pertanian dapat menjadi sumber mata uang luar negeri. Banyak negara berkembang bergantung pada ekspor komoditi pertanian untuk menghasilkan mata uang luar negeri yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi negara. Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 2005- 2009 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008* 2009**

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan 253.881,7 262.402,8 271.509,3 284.620,7 296.369,3

2. Pertambangan dan

Penggalian 165.222,6 168.031,7 171.278,4 172.442,7 179.974,9

3. Industri

Pengolahan 491.561,4 514.100,3 538.084,6 557.764,4 569.550,8

4. Listrik, Gas

dan Air Bersih 11.584,1 12.251,0 13.517,0 14.993,6 17.059,8

5. Konstruksi 103.598,4 112.233,6 121.808,9 130.951,6 140.184,2

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 293.654,0 312.518,7 340.437,1 363.813,5 367.958,8

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

109.261,5 124.808,9 142.326,7 165.905,5 191.674,0

8. Keuangan, Real Estate dan Jasa

Perusahaan 161.252,2 170.074,3 183.659,3 198.799,6 208.832,2

9. Jasa-jasa 160.799,3 170.705,4 181.706,0 193.024,3 205.371,5

TOTAL 1.750.815,2 1.847.126,7 1.964.327,3 2.082.315,9 2.176.975,5

*)Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS, 2009 (Data Diolah)


(3)

Dari nilai Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) dapat dilihat produktivitas ekonomi nasional secara riil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai tahun 2005-2009 terus mengalami peningkatan yang signifikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6 persen. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional berada pada peringkat ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3,95 persen.

Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Berlaku 2005- 2009 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008 2009*

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.656,2 857.241,4

2. Pertambangan dan

Penggalian 309.014,1 366.520,8 440.609,6 541.334,3 591.912,7

3. Industri

Pengolahan 760.361,3 919.539,3 1.068.653,9 1.376.441,7 1.447.674,3 4. Listrik, Gas

dan Air Bersih 26.693,8 30.354,8 34.723,8 40.888,6 41.165,9

5. Konstruksi 195.110,6 251.132,3 304.996,8 419.711,9 555.201,4

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 431.620,2 501.542,4 592.304,1 691.485,5 744.122,2

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

180.584,9 231.523,5 264.263,3 312.190,2 352.423,4

8. Keuangan, Real Estate dan Jasa

Perusahaan 230.552,7 269.121,4 305.213,5 368.129,7 404.013,4

9. Jasa-jasa 276.204,2 336.258,9 398.196,7 481.848,3 574.116,5

TOTAL 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.948.688,2 5.603.871,2

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara


(4)

Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat dijelaskan bahwa struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB Nasional dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 17,78 persen. Sektor pertanian menempati peringkat kedua penyumbang PDB Nasional dalam struktur perekonomian dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 23,98 persen. Pertumbuhan rata-rata sektor pertanian terhadap PDB Nasional mempunyai nilai yang tinggi kepada peningkatan struktur perekonomian Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa sektor pertanian sangat berperan sebagai salah satu penyokong perekonomian Indonesia.

Sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia baik yang berada di subsektor perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilakukan oleh BPS tercatat pada Agustus 2011 penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar 39.328.915 orang dari 109.670.399 orang pada sembilan sektor penyumbang PDB Indonesia. Hal ini berarti sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, yakni sebesar 35,86 persen dan menempati peringkat pertama (tahun 2011) dari sembilan sektor penyumbang PDB Indonesia.

Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan dan dapat dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia adalah subsektor perkebunan. Pembangunan perkebunan merupakan bagian integral dari pembangunan, karena pembangunan perkebunan menyentuh langsung pada masyarakat dan mampu menjadi penyokong bagi perekonomian nasional. Pembangunan perkebunan


(5)

ditekankan kepada usaha peningkatan produksi hasil dari perkebunan dan produktivitas dari pengelola perkebunan. Sehingga pembangunan perkebunan dapat berpengaruh pada perubahan pengembangan tingkat perekonomian masyarakat.

Kontribusi subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian menempati peringkat kedua berdasarkan ADHK 2000. Sumbangan subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian tahun 2009 sebesar Rp 45.887,1 milyar yang meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp 44.785,5 milyar, sehingga dapat dikatakan subsektor perkebunan secara rill meningkat sebesar 2,46 persen (BPS, 2009).

Salah satu subsektor perkebunan andalan ekspor adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dibudidayakan hampir di seluruh wilayah atau provinsi di Indonesia, karena karakteristik tanaman kelapa sawit yang cocok dengan kondisi tanah wilayah Indonesia. Kelapa sawit mempunyai peluang besar untuk dikembangkan mulai dari industri hulu sampai industri hilir yang akan berdampak pada pembangunan ekonomi wilayah dan memberikan sumbangsih terhadap distribusi pendapatan menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat (welfare enhancing).

Menurut Syahza (2005), pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya.

Luas perkebunan rakyat meningkat dari sekitar 1,1 juta hektar tahun 2000 menjadi 3,6 juta hektar tahun 2011 (angka sementara). Perkebunan negara juga masih meningkat dari 588 ribu hektar tahun 2000 menjadi 636 ribu hektar tahun


(6)

2011. Demikian juga perkebunan swasta meningkat dari 2,4 juta hektar tahun 2000 menjadi 3,6 juta hektar tahun 2011. Sehingga secara total, perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari 4,1 juta hektar tahun 2000 menjadi 8,9 juta hektar tahun 2011 (angka sementara) atau dua kali lipat dalam 10 tahun. Peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO) lebih fantastis lagi yakni meningkat hampir tiga kali lipat dalam 10 tahun yakni dari 7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 22 juta ton untuk tahun 2011 (angka sementara).

Tabel 1.3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia menurut Pengusahaan Tahun 2000-2011

*) Angka Sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011

Sentra produksi minyak sawit Indonesia berasal dari tujuh Provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,82 persen terhadap produksi minyak sawit Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan Provinsi dengan sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52 persen dan

Tahun Rakyat (Ha)

Negara (Ha)

Swasta (Ha)

Total (Ha)

Produksi CPO (Ton) 2000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.077 7.000.508 2001 1.561.031 609.947 2.542.457 4.713.435 8.396.472 2002 1.808.424 631.566 2.627.068 5.067.058 9.622.345 2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557 10.440.834 2004 2.220.338 605.865 2.458.520 5.284.723 10.830.389 2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817 11.861.615 2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914 17.350.848 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 17.664.725 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 17.539.788 2009 3.061.413 630.512 4.181.369 7.873.294 19.324.293 2010 3.387.257 631.520 4.366.617 8.385.394 21.958.120 2011* 3.620.096 636.713 4.651.590 8.908.399 22.508.011


(7)

17,77 persen. Dengan luas areal sebesar 1.522.308 Ha dan 1.190.977 Ha dengan produksi minyak sawit sebesar 4.956.458 ton/tahun dan 3.996.465 ton/tahun (Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2009)

Tabel 1.4 Luas Areal dan Produksi Total Perkebunan Kelapa Sawit Sentra Pulau Sumatera Tahun 2009-2011

Provinsi

Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit (Ha)

Pertum-buhan (% / tahun)

Jumlah Produksi (Ton) Pertum-buhan

(% / tahun)

2009 2010 2011* 2009 2010 2011*

Sumatera Utara

850.753 843.351 879.804 1,73 3.158.144 3.113.006 3.179.957 1,79

Sumatera Barat

276.357 290.722 312.178 6,29 833.476 962.782 987.251 9,03

Riau 1.462.693 1.636.299 1.752.665 9,49 5.932.310 6.358.703 6.518.290 4,85 Jambi 371.808 384.571 410.360 5,07 1.265.788 1.509.560 1.545.240 10,81 Sumatera

Selatan

561.399 568.023 608.204 4,13 2.036.553 2.227.363 2.283.971 5,96

*Angka sementara

Sumber: Statistik Perkebunan Kelapa Sawit 2009-2011, 2010-2012 (Data diolah)

Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan baik dari sisi luas areal perkebunan kelapa sawit maupun produksi minyak sawit yang ada di sentra Pulau Sumatera. Hal ini membuktikan Pulau Sumatera mempunyai potensi lahan untuk dikembangkan lagi melalui perkebunan kelapa sawit terutama di daerah selain Riau dan Sumatera Utara. Selain itu, subsektor perkebunan kelapa sawit Pulau Sumatera dapat dijadikan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai tambah di sektor pertanian setiap provinsi yang berada di Pulau Sumatera serta memberikan pengaruh positif pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk setiap kabupaten/kota yang ada di Pulau Sumatera.

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra pengembangan areal perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit baik di Pulau Sumatera maupun Indonesia. Perkebunan kelapa sawit tersebar di 11


(8)

kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Empat kabupaten perkebunan kelapa sawit rakyat adalah Pasaman Barat, Dharmas Raya, Agam dan Pesisir Selatan.

Kelapa sawit menjadi komoditas hasil perkebunan terbesar Sumatera Barat dengan produksi selama tahun 2009 mencapai 1.016.836 ton. Produksi kelapa sawit Sumatera Barat (Sumbar) juga terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir, serta menjadi komoditas unggulan ekspor utama daerah. Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dijelaskan bahwa Sumatera Barat mulai tahun 2009-2011 baik luas lahan perkebunan kelapa sawit maupun jumlah produksi per tahunnya mengalami peningkatan. Luas lahan perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,29 persen, sedangkan jumlah produksi per tahun mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 9,03 persen.

Perbandingan pertumbuhan rata-rata luas lahan produksi perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Barat jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya yang ada di sentra Pulau Sumatera memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tertinggi. Pertumbuhan rata-rata tertinggi ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat baik perkebunan rakyat, perkebunan besar negara maupun perkebunan besar swasta.

Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2009-2011, potensi kelapa sawit tahun 2009 sebesar 833.476 ton dengan rincian, yaitu jumlah produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 377.864 ton, Perkebunan Negara 2009 sebesar 18.904 ton dan Perkebunan Swasta 2009 sebesar 470.970 ton. Jumlah produksi kelapa sawit meningkat pada tahun 2010 (angka sementara), yaitu sebesar


(9)

852.042. Produksi kelapa sawit Sumatera Barat pada tahun 2009 (angka sementara) memberikan kontribusi terhadap produksi kelapa sawit Indonesia sebesar 1.016.836 ton dari 20.202.641 ton hasil produksi kelapa sawit Indonesia atau sekitar 5,03 persen.

Oleh karena itu, Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi untuk lebih mengembangkan jumlah produksi kelapa sawit yang membawa perpindahan dari hanya sekedar bahan baku berupa buah kelapa sawit yang selanjutnya dapat diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi sebagai komoditas ekspor dan dapat menjadi sektor perkebunan unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan daerah serta mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang yang dapat diusahakan dengan memperluas lahan perkebunan rakyat.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam membangun perekonomian, tidak mungkin memprioritaskan seluruh sektor yang begitu banyak dalam perekonomian sekaligus. Selain keterbatasan sumberdaya, juga tidak efisien dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, biasanya (khususnya dalam strategi dan kebijakan pembangunan) dipilih sektor-sektor ekonomi tertentu sebagai fokus yang secara empiris memiliki dampak luas dan sebagai penggerak utama perekonomian atau yang disebut dengan lokomotif perekonomian. Jika sektor yang menjadi lokomotif perekonomian bertumbuh, maka akan menarik perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit selama periode 2000-2010 yang mencapai 367 ribu hektar setiap tahun akan mendorong terjadinya


(10)

peningkatan baik dari sisi output yang dihasilkan maupun dari sisi penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat mendorong berkembangnya industri hulu sampai hilir dalam peningkatan produksi utama maupun sampingan kelapa sawit.

Menurut Saragih (2001), pembangunan perkebunan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang berorientasi perdesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan. Dengan demikian jumlah masyarakat miskin terutama di perdesaan dapat dikurangi. Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit berpotensi sebagai penyumbang terbesar dalam peningkatan pembangunan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang yang akan berpengaruh positif terhadap PDRB suatu kabupaten/kota.

Menurut Hukum Say dalam Sipayung (2011), sekali proses produksi perkebunan kelapa sawit berlangsung maka potensi sumberdaya yang tersebar di setiap daerah akan termanfaatkan, yaitu kesempatan kerja tercipta, goods foods, jasa lingkungan dihasilkan serta penciptaan pendapatan terjadi. Semakin besar usaha perkebunan kelapa sawit maka semakin besar kesempatan kerja yang terbuka, semakin banyak produk yang dihasilkan dan semakin besar pendapatan yang tercipta baik bagi mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada proses produksi perkebunan kelapa sawit.

Dari uraian perumusan masalah di atas, maka ada ada tiga aspek masalah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini:

1. Bagaimana peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat?


(11)

2. Bagaimana keterkaitan sektor kelapa sawit terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Sumatera Barat?

3. Bagaimana efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat?

4. Bagaimana pengelompokkan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak multiplier?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat.

2. Menganalisis keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor kelapa sawit terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Sumatera Barat.

3. Menganalisis efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat.

4. Menganalisis pengelompokkan sektor-sektor di Provinsi Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak multiplier.


(12)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai peranan produksi kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Input-Output dan analisis Biplot. Data yang digunakan berupa data Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Barat tahun 1999 dan 2007 dengan klasifikasi 70 dan 75 sektor yang kemudian masing-masing diagregasikan menjadi 20 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel data transaksi domestik atas harga produsen yang mana hubungan antarsektor tidak dipengaruhi oleh marjin perdagangan dan biaya pengangkutan. Pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minitab 14 dan Microsoft Excel 2007.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pembangunan Ekonomi

2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Menurut Todaro dan Smith (2006), istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau Gross National Income (GNI).

Proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut (Todaro dan Smith, 2006):

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan serta peningkatan perhatian atas-atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang semuanya tidak hanya memperbaiki kesejahteraan materil, tetapi juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara


(14)

bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Pada pembangunan ekonomi keberhasilan pembangunan diukur dalam perspektif waktu (mempertimbangkan kepentingan antar generasi) yang dikenal dengan model pembangunan ekonomi berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akhirnya dapat menjadi bumerang jika biaya harus dibayar mahal oleh generasi mendatang karena rusaknya lingkungan. Generasi mendatang juga memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti generasi sekarang. Tujuan pembangunan ekonomi harus diupayakan dengan keberlanjutan, sehingga dapat menimbulkan transformasi progresif pada ekonomi dan masyarakat.

Pembangunan ekonomi mempunyai makna yang berbeda dengan pertumbuhan ekonomi, karena pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Menurut Sukirno (1985), pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi perlu juga diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.


(15)

Oleh karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka sampai di mana taraf pembangunan ekonomi yang dicapai suatu negara telah meningkat, tidak mudah diukur secara kuantitatif. Berbagai jenis data perlu dikemukakan untuk menujukkan prestasi pembangunan yang dicapai suatu negara (Sukirno, 2010).

Menurut Prayitno dan Santoso (1996), pembangunan ekonomi mengandung pengertian sebuah upaya yang dilakukan oleh suatu negara dengan tujuan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi. Secara umum, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang mendorong GNP per kapita atau pendapatan masyarakat naik dalam periode waktu yang panjang. Satu hal penting yang perlu diperhatikan dari pembangunan ekonomi adalah unsur masyarakat. Masyarakat harus dilihat sebagai unsur yang terpenting dalam pembangunan ekonomi. Di satu sisi masyarakat bertindak sebagai pelaku utama/ subjek dari aktivitas pembangunan ekonomi, di sisi yang lain merupakan tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri.

Dari definisi ini terkandung tiga unsur penting dari pembangunan ekonomi, yaitu sebagai berikut:

a. Pembangunan ekonomi mengandung suatu proses perubahan terus-menerus. b. Pembangunan ekonomi berupaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita

atau GNP per kapita masyarakat.

c. Upaya untuk menaikkan pendapatan per kapita tersebut harus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses saling berkaitan dan saling memengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan


(16)

pembangunan ekonomi. Dengan demikian pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita, karena kenaikan tersebut merupakan penerimaan dan timbulnya perbaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang digambarkan dengan tingkat pertambahan GDP/ GNP. Subandi dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Pembangunan (2011) memberikan istilah pembangunan ekonomi sebagai:

1. Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan GDP/GNP pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk, atau

2. Perkembangan GDP/GNP yang terjadi dalam suatu negara bersamaan dengan perombakan dan modernisasi struktur ekonominya (transformasi struktural).

Mellor (1966) dalam “The Economics of Agriculture Development” menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah proses yang dilakukan oleh suatu populasi penduduk untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan barang-barang dan pelayanan yang diinginkan, dengan cara meningkatkan tingkat pendapatan per kapita untuk hidup dan kesejahteraan secara umum.

Menurut Haan (2006), ada beberapa cara yang harus dimplementasikan suatu negara agar dapat mencapai pembangunan ekonomi: (1) Berinvestasi dalam kapasitas teknis dan intelektual seseorang, (2) Menyingkirkan birokrasi dan menegakkan hak-hak kekayaan, (3) Memanfaatkan keunggulan ekonomi komparatif negara, (4) membentuk integrasi ekonomi regional dan perjanjian perdagangan yang menguntungkan, (5) Membuat sektor publik lebih efisien, (6) Memerangi korupsi, (7) Membuat bantuan pembangunan yang lebih efektif, (8) Nilai kewirausahaan, disiplin dan kesempurnaan.


(17)

2.1.2. Pendekatan Pembangunan Sektoral dan Pembangunan Wilayah Menurut Tarigan (2006), untuk mewujudkan pembangunan ekonomi baik pembangunan nasional maupun pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah.

a. Pendekatan Pembangunan Sektoral

Pendekatan pembangunan sektoral adalah pencapaian sasaran pembangunan suatu wilayah yang meliputi seluruh kegiatan dikelompokkan atas sektor-sektornya, seperti pertanian, industri, pariwisata dan jasa. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Pembangunan sektoral ini dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut.

Hal tersebut dilakukan dengan mengelompokkan masing-masing sektor yang bersifat homogen, dan selanjutnya digunakan peralatan analisis untuk menganalisis kelompok sektor tersebut. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pembangunan sektoral ialah analisis Input-Output yang melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya.

b. Pendekatan Pembangunan Wilayah

Pendekatan wilayah merupakan pendekatan ekonomi dan pendekatan ruang. Dimana pada pendekatan wilayah ini selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi atau jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien. Pembangunan wilayah ini meliputi


(18)

perkotaan dan perdesaan yang menjadi pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Pembangunan yang berbasis pengembangan wilayah ini memandang pentingnya keterpaduan antarsektoral, spasial serta pelaku pembangunan di dalam maupun antardaerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antarsektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan nasional (Rustiadi et. al., 2009).

Paradigma baru pembangunan pada saat ini mengarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan (efficiency) dan berkelanjutan (sustainability). Dalam hal ini, perkembangan wilayah yang baik ditunjukkan oleh keterkaitan antarsektor ekonomi wilayah, dimana terjadinya transfer input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis dengan keragaman potensi sumberdaya alam serta aktivitas-aktivitas sosial ekonomi yang tersebar secara tidak merata membutuhkan interaksi spasial yang maksimal dalam arti terjadi keterkaitan antar wilayah yang berlangsung secara dinamis (Rustiadi et. al., 2009)

Pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009), adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah maka setiap daerah tersebut perlu menetapkan skala prioritas dalam melakukan perencanaan pembangunan. Hal ini dikarenakan oleh: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dan sebagainya); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; (3) aktivitas sektoral tersebar tidak merata dan bersifat


(19)

spesifik, sehingga beberapa sektor cenderung terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya alam, sumberdaya buatan (infrastruktur) dan sumberdaya sosial (adat istiadat) yang ada.

Oleh karena itu, di setiap wilayah terdapat beberapa sektor yang sifatnya strategis akibat dari besarnya kontribusi yang diberikan sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah serta memiliki keterkaitan sektoral dan spasial yang cukup tinggi.

2.2. Keterkaitan Pembangunan Sektor Pertanian dengan Pembangunan

Ekonomi

Upaya pembangunan ekonomi ditempuh melalui pendayagunaan berbagai sumberdaya pembangunan yang tersedia di setiap daerah. Negara berkembang seperti Indonesia fokus kepada peningkatan sektor pertanian (dalam arti luas meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) yang merupakan sektor utama dalam pembangunan ekonomi dan sektor ekonomi lainnya hanya memberikan sumbangan yang relatif kecil terhadap peningkatan produksi, pendapatan dan kesempatan kerja. Sehingga sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan mempunyai pengaruh penting terhadap kemajuan sektor-sektor ekonomi lain.

Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa faktor, diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha,


(20)

sarana prasarana produksi dan lain-lain. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal: (1) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang semakin meningkat; (2) meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier; (3) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus-menerus; (4) meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah dan (5) memperbaiki kesejahteraan rakyat perdesaan (Jhingan, 1994).

Kontribusi yang penting dari sektor pertanian dalam arti luas oleh Johnston dan Mellor (1961) serta Jhingan (1983) dalam Saputra (1999) menjelaskan bahwa peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi adalah: (1) meningkatkan ketersediaan pangan atau surplus pangan bagi konsumsi domestik, (2) melepaskan kelebihan tenaga kerjanya ke sektor industri, (3) merupakan pasar bagi produk industri, (4) meningkatkan tabungan dalam negeri, (5) meningkatkan perdagangan (sumber devisa), (6) memperbaiki kesejahteraan rakyat perdesaan.

Pada permulaan perkembangan ekonomi, pertumbuhan sektor pertanian akan sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini erat kaitannya dengan persentase penduduk yang bekerja di sektor ini yang cukup dominan, sehingga tidak mengherankan pada kebanyakan negara berkembang prioritas pembangunan selalu diarahkan pada sektor pertanian untuk memacu


(21)

pertumbuhan ekonomi sehingga terbentuk suatu pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development).

2.3. Model Input-Output

2.3.1. Teori Input-Output

Menurut Leontief dalam Daryanto (2010) analisis I-O merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks. Analisis I-O juga memfokuskan perhatian terhadap hubungan antarsektor di dalam suatu wilayah dan mendasarkan analisisnya terhadap keseimbangan. Model I-O ini juga dianggap sebagai kemajuan penting di dalam pengembangan teori keseimbangan umum.

Dalam model I-O pengaruh interaksi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu: (1) pengaruh langsung, (2) pengaruh tidak langsung dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung atau direct effect merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Sementara pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dari sektor yang bersangkutan.

Dalam BPS (2009), tabel I-O sebagai suatu metode kuantitatif yang memberikan gambaran menyeluruh tentang:

1. Struktur perekonomian negara atau wilayah yang mencakup output, input dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan berbagai barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.


(22)

3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari negara/wilayah lain.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor-sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor.

Priyarsono, et. al. (2007) menyatakan tentang beberapa kegunaan dari analisis I-O adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor.

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.3.2. Asumsi-asumsi, Kelebihan dan Kelemahan Model Input-Output

Dalam suatu model Input-Output yang bersifat terbuka dan statis (static model), menurut Badan Pusat Statistik (2008), transaksi-transaksi yang digunakan harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu:


(23)

1. Asumsi Keseragaman (homogenitas), yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal, dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.

2. Asumsi Kesebandingan (proporsionalitas), yang mensyaratkan dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun, sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.

3. Asumsi Penjumlahan (aditivitas), yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing. Ini berarti bahwa di luar sistem input-output semua pengaruh luar diabaikan.

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan tabel I-O antara lain:

1. Tabel I-O dapat digunakan untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, penerimaan pajak, impor dan penyerapan tenaga kerja dalam berbagai sektor produksi.

2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Memberikan deskripsi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.


(24)

5. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.

6. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah.

Adapun kelemahan-kelemahan dalam penggunaan tabel I-O adalah: (1) asumsi yang sedikit restriktif; (2) biaya pengumpulan data yang besar dan (3) hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik.

2.3.3. Konsep dan Definisi

Dalam membaca tabel I-O diperlukan pengetahuan-pengetahuan tambahan agar dapat memahami keseluruhan isinya, berikut diuraikan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan pokok bahasan yang terdapat dalam tabel I-O (BPS, 2008): a) Output

Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya.

b) Input Antara

Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama adalah barang yang habis dalam sekali pakai atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari setahun. Contoh dari input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya.


(25)

c) Input Primer

Input primer adalah balas jasa yang diciptakan atau diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Faktor-faktor produksi antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Balas jasa tersebut berupa upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto. Nilai input primer dari suatu sektor akan sama dengan output dikurangi input antara pada sektor tersebut.

d) Permintaan Antara

Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi.

e) Permintaan Akhir

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak mencakup barang dan jasa yang digunakan untuk kegiatan produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukkan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.

2.3.4. Struktur Tabel Input-Output

Bentuk Tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks yang berukuran i x j dimensi yang terbagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Isian sepanjang baris pada Tabel Input-Output ini menunjukkan pengalokasian output dari satu sektor,


(26)

sedangkan untuk isian sepanjang kolom menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.

Tabel 2.1. Format Tabel Input-Output

Sumber: Miller dan Blair, 1985 (dimodifikasi)

Jika tabel dilihat menurut baris (horizontal), maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

x11+x12+…+x1n+F1 = X1 x21+x22+…+x2n+F2 = X2

xn1+xn2+…+xnn+Fn =

Xn………...(2.1)

Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai berikut:

1 n

ij i i

j

x F X

=

+ =

; untuk i= 1,2,3 dan seterusnya………...(2.2) Keterangan:

Alokasi

Output Permintaan Antara

Permintaan Akhir

Total Output

Sektor Produksi

Susunan Input 1 2 … N

Input Antara Sektor Produksi

1 X11 X12 … X1n F1 X1

2 X21 X22 … X2n F2 X2

. . . … . . .

. . . … . . .

N Xn1 Xn2 … Xnn Fn Xn

Jumlah Input Primer V1 V2 … Vn


(27)

xij = Banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j Fi = Permintaan akhir terhadap sektor i

Xi = Jumlah output sektor

Sedangkan bila tabel dilihat menurut kolom (vertikal), maka input yang digunakan oleh setiap sektor ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut: x11+x21+…+xn1+V1 = X1

x12+x22+…+xn2+V2 = X2

x1n+x2n+…+xnn+Vn =

Xn………....(2.3)

Pada transaksi antara, angka-angka menunjukkan susunan input suatu sektor yang digunakan dalam proses produksi pada faktor tersebut. Persamaan lain dapat dituliskan sebagai berikut:

1 n

ij j j

i

x V X

=

+ =

; untuk j = 1,2,3 dan seterusnya………(2.4) Keterangan:

Vj = Input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j

Rasio antara xij dengan Xj dinotasikan dengan aij sehingga dapat ditulis: aij = xij/Xj

Persamaan baru yang dihasilkan adalah: a11Xi-a12X2-…-a1nXn+F1 = X1

a21X1-a22X2-…-a2nXn+F2 = X2

an1X1-an2X2-…-annXn+Fn =

Xn………..(2.5)

Secara umum matriks dalam Tabel Input-Output terbagi menjadi empat kuadran,yaitu kuadran I, II, III dan IV (Miller dan Blair, 1985). Keempat kuadran


(28)

tersebut menunjukkan transaksi yang berbeda. Isi dari masing-masing kuadran adalah sebagai berikut:

a. Kuadran I (Intermediate Quadrant)

Kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu sektor untuk digunakan dalam proses produksi pada sektor lain. Kuadran ini memberikan informasi mengenai adanya hubungan saling ketergantungan antarsektor dalam suatu perekonomian dan memiliki peran yang penting untuk menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksi.

b. Kuadran II (Final Demand Quadrant)

Kuadran II merupakan transaksi penjualan barang dan jasa di dalam sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output akhir yang dihasilkan oleh suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah pembentukkan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.

c. Kuadran III (Primary Input Quadrant)

Kuadran III merupakan transaksi pembelian input yang dihasilkan dari luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga, pajak tidak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah seluruh nilai tambah ini akan menghasilkan nilai PDB dari wilayah tersebut.

d. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)

Kuadran IV merupakan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.


(29)

2.3.5. Analisis Keterkaitan Sektor (Linkage Analysis Sector)

Analisis keterkaitan digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat adanya keterkaitan yang terdapat antarsektor dalam suatu perekonomian. Konsep keterkaitan ini terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward lingkage). Keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan antarsektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan dalam proses produksi.

Dalam analisis keterkaitan, terdapat dua indikator koefisien, yaitu koefisien teknis dan matriks kebalikan koefisien input. Koefisien teknis menunjukkan keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara, sedangkan matriks kebalikan koefisien input (matriks kebalikan Leontief) selain menunjukkan keterkaitan langsung antarsektor perekonomian, tetapi juga menunjukkan nilai keterkaitan tidak langsung yang mengandung informasi penting mengenai tingkat pertumbuhan suatu sektor. Sehingga matriks kebalikan Leontief ini dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya.

Keterkaitan yang terjadi antarsektor dalam perekonomian ini diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:

1. Keterkaitan Langsung ke Depan (Forward Linkage)

Keterkaitan langsung ke depan ini menunjukkan pengaruh suatu sektor yang secara langsung pada tiap unit kenaikan permintaan total.

2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (Direct-Indirect Forward Linkage)


(30)

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan ini menunjukkan pengaruh suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung pada tiap unit kenaikan permintaan total.

3. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Backward Linkage)

Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan pengaruh suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung pada tiap unit kenaikan permintaan total.

4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (Direct-Indiirect Backward Linkage)

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan pengaruh suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung pada tiap unit kenaikan permintaan total.

2.3.6. Analisis Efek Pengganda (Multiplier Effect Analysis)

Salah satu jenis analisis yang digunakan di dalam kerangka Analisis Input- Output adalah analisis angka pengganda (multiplier analysis). Analisis Pengganda merupakan bagian dari Analisis Input-Output yang digunakan untuk melihat dampak yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen (output sektoral) akibat adanya perubahan yang terjadi pada variabel-variabel eksogen (permintaan akhir dan lainnya). Analisis Multiplier terbagi menjadi tiga macam, yaitu multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Pada setiap analisis multiplier tersebut terdapat dua tipe model, yaitu tipe I yang merupakan tipe model terbuka dengan faktor rumah tangga dijadikan sebagai faktor eksogen dan


(31)

tipe II yang merupakan tipe model tertutup dengan faktor rumah tangga dijadikan sebagai faktor endogen.

a. Multiplier Output

Multiplier output suatu sektor adalah nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh perekonomian untuk memenuhi perubahan satu unit permintaan akhir dalam sektor tersebut. Permintaan akhir suatu sektor tidak hanya akan meningkatkan output produksi sektor tersebut, tetapi juga akan meningkatkan output pada sektor-sektor lain dalam perekonomian. Hal ini terjadi akibat adanya efek langsung dan tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir sektor tersebut.

Multiplier output pada tipe I digunakan untuk menganalisis adanya perubahan output yang terjadi akibat perubahan permintaan akhir baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan multiplier output pada tipe II digunakan untuk menganalisis perubahan output yang terjadi akibat adanya perubahan permintaan akhir baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menambahkan efek induksi konsumsi.

b. Multiplier Pendapatan

Multiplier pendapatan suatu sektor menunjukkan jumlah pendapatan total yang tercipta karena adanya tambahan satu unit permintaan akhir pada sektor tersebut. Analisis pengganda pendapatan ini digunakan untuk memasukkan peningkatan permintaan akhir ke dalam bentuk pendapatan. Berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia 2005, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga, sehingga pendapatan lainnya seperti


(32)

deviden, bunga bank dan sebagainya tidak termasuk ke dalam multiplier pendapatan.

Multiplier pendapatan pada tipe I untuk menunjukkan pengaruh perubahan pendapatan rumah tangga sebesar nilai multiplier totalnya akibat adanya perubahan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu unit baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan multiplier pada tipe II digunakan untuk menunjukkan pengaruh perubahan pendapatan rumah tangga sebesar nilai multiplier totalnya akibat perubahan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu unit baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memperhitungkan efek induksi konsumsi.

2.4. Analisis Biplot

Biplot pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel K.R. (1971) dalam sebuah jurnal biometrik yang berjudul “The Biplot Graphic Display of Matrices with Application to Principal Component Analysis”. Metode ini berdasarkan pada dekomposisi nilai singular suatu matriks. Pada dasarnya analisis ini bertujuan untuk memperagakan secara grafik dari suatu matriks dalam sebuah plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor yang merepresentasikan vektor-vektor kolom matriks tersebut.

Biplot membentuk suatu plot yang secara simultan dapat menggambarkan data yang terdiri dari pengelompokkan sektor-sektor dalam dua dimensi. Ide utama dalam analisis ini adalah menambahkan informasi mengenai kelompok sektor-sektor yang berkaitan dengan menggunakan grafik.

Analisis Biplot dapat memberikan informasi mengenai: 1. Kedekatan antar objek yang diamati


(33)

Informasi ini dapat dijadikan panduan untuk mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain. Penafsiran ini mungkin akan berbeda untuk setiap bidang terapan, namun inti dari penafsiran ini adalah bahwa dua objek yang memiliki karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua titik dengan posisi yang berdekatan.

2. Keragaman variabel

Informasi ini digunakan untuk melihat apakah ada variabel yang mempunyai nilai keragaman yang hampir sama untuk setiap objek. Dengan informasi ini, biasanya diperkirakan pada variabel mana strategi tertentu harus ditingkatkan dan juga sebaliknya. Dalam Biplot, variabel yang mempunyai nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vector pendek sedangkan variabel dengan nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. 3. Hubungan atau korelasi antarvariabel

Dari informasi ini bisa diketahui bagaimana suatu variabel memengaruhi ataupun dipengaruhi variabel yang lain. Pada Biplot, variabel akan digambarkan sebagai garis berarah. Dua variabel yang memiliki nilai korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, dua variabel yang memiliki nilai korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (tumpul). Sedangkan dua variabel yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut yang yang mendekati 90 (siku-siku).


(34)

Dalam informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah vektor variabel dikatakan bahwa objek tersebut mempunyai nilai di atas rata-rata. Namun, jika objek terletak berlawanan dengan arah dari vektor variabel tersebut, maka objek tersebut memiliki nilai di awah rata-rata. Sedangkan objek yang hampir berada di tengah menunjukkan objek tersebut memiliki nilai dekat dengan rata-rata.

Kedekatan antarobjek dalam Biplot dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelompokkan, sedangkan variabel digambarkan dalam bentuk vektor yang mempunyai panjang dan arah tertentu. Tingkat keragaman variabel ditunjukkan pada panjang vektor dan korelasi antarvariabel berkaitan dengan sudut yang dibentuk oleh vektor-vektor tersebut.

2.5. Penelitian Terdahulu

Strategi keunggulan kompetitif subsektor perkebunan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena memanfaatkan keunggulan tenaga kerja. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per Ha yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.

Indonesia memiliki 8,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan 22,5 juta ton CPO tahun 2011 dan diprediksi memproduksi 25,9 juta ton tahun 2012. Sehingga hal ini semakin menguatkan bahwa Indonesia


(35)

mempunyai potensi yang besar dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit di berbagai provinsi.

Eka Pria Saputra (1999) menganalisis tentang dampak pengembangan komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah Provinsi Kalimantan Barat dengan pendekatan Analisis Input-Output. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kontribusi sektor komoditas kelapa sawit terhadap pembentukkan output Kalimantan Barat tahun 1994 masih rendah, yaitu 0,7 persen. Demikian pula dengan kontribusinya terhadap pembentukkan nilai tambah bruto, yaitu sekitar 1,3 persen dan terhadap ekspor sebesar 3,4 persen.

Dilihat dari efek penggandanya, komoditas kelapa sawit memiliki nilai multiplier output total sebesar 8,8234, multiplier pendapatan total komoditas kelapa sawit memiliki nilai sebesar 0,0002 dan multiplier tenaga kerja memiliki nilai sebesar 0,0013. Nilai pengganda output dari sektor kelapa sawit mempunyai nilai yang cukup tinggi yang berimplikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir terhadap output sektor ini maka akan menyebabkan peningkatan terhadap output sektor ini lebih tinggi. Sebaliknya nilai pengganda pendapatan cukup rendah dan ini berimplikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir terhadap output sektor ini maka pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja masih rendah.

Dilihat dari nilai keterkaitan ke depan, sektor kelapa sawit memiliki nilai sebesar 0,2354 (output), 0,3815 (pendapatan) dan 0,5983 (tenaga kerja). Sedangkan apabila dilihat dari nilai keterkaitan ke belakang memiliki nilai sebesar 0,8900 (output), 0,5435 (pendapatan) dan 0,9263 (tenaga kerja). Hasil analisis ini


(36)

menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan yang relatif rendah/kecil dan berada di bawah angka rata-rata tiap sektor.

Dampak subsektor perkebunan khususnya komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah Kalimantan Barat ternyata relatif rendah apabila dilihat dari nilai multipliernya dan keterkaitannya terhadap output dan pendapatan tenaga kerja wilayah. Dengan demikian selama tahun 1994 komoditas kelapa sawit belum dapat dijadikan sebagai sektor andalan (leading sector) bagi perekonomian wilayah Kalimantan Barat.

Almasdi Syahza (2005) menganalisis dampak pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap multiplier effect ekonomi perdesaan di daerah Riau dengan melakukan penelitian melalui survey dengan metode Case Study and Field Research (penelitian kasus dan penelitian lapangan). Kegiatan perkebunan kelapa sawit di perdesaan menciptakan angka multiplier effect sebesar 2,48, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha. Tingkat pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit di Riau pada tahun 1995 sebesar 0,49 yang berarti tingkat pertumbuhan kesejahteraan hanya meningkat sebesar 0,49 persen. Tahun 2003 indeks pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit meningkat menjadi 1,72. Berarti pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit mengalami kemajuan sebesar 1,72 persen. Sehingga pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan perekonomian perdesaan.

Annisa Kurniawati (2008) menganalisis peran perkebunan dan industri minyak kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan perkebunan kelapa sawit terbilang pesat dan rata-rata pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit milik


(37)

Perkebunan Rakyat (PR) adalah yang paling tinggi, begitu juga dengan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dan CPO yang diproduksinya memiliki rata-rata pertumbuhan yang paling tinggi.

Keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke depan perkebunan kelapa sawit berada pada urutan pertama dalam tanaman perkebunan dan menempati urutan ketiga dalam sektor pertanian. Nilai dari keterkaitan langsung ke depan perkebunan kelapa sawit sebesar 0,203. Sedangkan keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke belakang perkebunan kelapa sawit berada pada urutan ketiga dalam tanaman perkebunan dan urutan keempat dalam sektor pertanian. Nilai dari keterkaitan langsung ke belakang perkebunan kelapa sawit sebesar 0,327. Perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai keterkaitan kebelakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya.

Sektor perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kepekaan penyebaran untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Analisis multiplier untuk sektor perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan multiplier output dan multiplier tenaga kerja. Nilai untuk multiplier output perkebunan kelapa sawit sebesar 1,525, multiplier pendapatan sebesar 10,066 dan multiplier tenaga kerja sebesar 1,100. Sektor perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan multiplier output dan multiplier tenaga kerja.

Dalam penelitian ini juga diperoleh sektor prioritas berdasarkan nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang berdasarkan nilai terbesar, kombinasi


(38)

koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran berdasarkan tinggi rendahnya keterkaitan urutan yang dimiliki, serta multiplier yang telah distandarisasi berdasarkan nilai tertinggi penjumlahan multiplier ouput, pendapatan dan tenaga kerja masing-masing tipe. Perkebunan kelapa sawit menempati rangking keempat dan industri minyak kelapa sawit menempati rangking pertama dalam perekonomian Indonesia.

Penelitian yang dilakukan penulis ini menjelaskan bagaimana peranan sektor perkebunan kelapa sawit terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya serta dampaknya terhadap perekonomian regional Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan pendekatan Analisis Input-Output menggunakan dua titik (tahun) yang dibandingkan agar dapat melihat perbandingan perkembangan sektor perkebunan kelapa sawit yang dilihat dari efek pengganda (multiplier effect) output dan pendapatan serta melihat keterkaitan langsung maupun langsung dan tidak langsung ke depan serta keterkaitan langsung maupun langsung dan tidak langsung ke belakang.

Disamping itu, belum adanya penelitian yang menganalisis mengenai sektor perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan tabel Input-Output sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut.

2.6. Kerangka Pemikiran Operasional

Perekonomian suatu wilayah ditentukan oleh sektor-sektor produksi yang berkembang dan memberikan kontribusi terhadap kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Sektor-sektor produksi yang mempunyai potensi hendaknya menjadi perhatian untuk dimanfaatkan secara optimal agar dapat menghasilkan produk-produk yang mempunyai daya saing atau keunggulan komparatif (comparative


(39)

advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) baik di pasar domestik maupun internasional.

Sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi andalan pembangunan ekonomi nasional yang diharapkan mampu menjadi mesin penggerak utama pembangunan ekonomi (engine of development) dalam rangka mewujudkan tujuan nasional secara berkelanjutan. Hal ini terbukti karena sektor pertanian dapat dipertimbangkan sebagai alternatif andalan pembangunan ekonomi nasional.

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk peningkatan produksi kelapa sawit. Hal ini tampak dari wilayahnya yang luas, yang dapat dijadikan areal yang cocok untuk perkebunan kelapa sawit serta didukung dengan kondisi tanah dan faktor lingkungan lainnya. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang termasuk ke dalam sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia serta berperan sebagai penyumbang PDRB daerah. Keberadaan perkebunan kelapa sawit diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya, sehingga berdampak positif bagi perekonomian Provinsi Sumatera Barat dan berkembangnya industri hulu (upstream) sampai industri hilir (downstream) kelapa sawit.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode I-O. Melalui metode deskriptif dapat mengetahui perkembangan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat. Sedangkan metode I-O dipakai dengan menggunakan Tabel Input Output Sumatera Barat tahun 1993,1999 dan 2007. Pengolahan data analisis Input-Output dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 serta menggunakan asumsi dan keterbatasan model Input-Output. Peranan sektor


(40)

perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Barat akan dianalisis dengan metode Input-Output yang terdiri dari analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, dan analisis multiplier.

Diagram alir kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Barat

Sektor Pertanian (Tabama, Perkebunan, Perikanan, Peternakan dan Kehutanan)

PDRB Provinsi Sumatera Barat

Penyerapan Tenaga Kerja

Pembangunan Industri Berkelanjutan

Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Analisis Deskriptif

Perkebunan Kelapa Sawit

Analisis Input-Output Provinsi Sumatera Barat (Data I-O

tahun 1999 dan 2007)

- Perkembangan Luas Areal Perkebunan Rakyat, Negara dan Swasta.

- Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja

- Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat (PDRB) - Kebijakan pemerintah daerah

Provinsi Sumatera Barat

- Analisis Peran Perkebunan Kelapa Sawit

- Analisis Keterkaitan - Analisis Multiplier Effect

Microsoft Excel 2007 - Analisis Biplot Minitab 14


(41)

: Bagian yang dianalisis

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Pembangunan ekonomi daerah Sumatera Barat dipengaruhi oleh beberapa sektor yang menjadi penyumbang dalam PDRB. Salah satu sektor yang berpengaruh memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB, yaitu sektor pertanian. Karena sektor pertanian selain memberikan kontribusi terhadap PDRB, juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan pembangunan industri berkelanjutan. Subsektor dalam sektor pertanian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah subsektor perkebunan, yaitu perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan metode Input-Ouput berdasarkan Tabel I-O Provinsi Sumatera Barat tahun 1993 dan 2007.

Metode deskriptif akan menganalisis gambaran perkebunan kelapa sawit dalam mempengaruhi perkembangan luas areal, penyerapan tenaga kerja, pengaruh produksi kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari PDRB Sumatera Barat serta kebijakan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat terkait sektor kelapa sawit.

Metode Input-Output akan menganalisis dampak perkebunan kelapa sawit terhadap Provinsi Sumatera Barat, keterkaitan sektor perkebunan kelapa sawit dengan sektor-sektor lainnya, efek multiplier dan dampak penyebaran perkebunan kelapa sawit yang dianalisis dengan Microsoft Excel 2007. Sedangkan analisis Biplot menggambarkan beberapa kelompok sektor yang berpengaruh terhadap perekonomian Sumatera Barat berdasarkan hasil analisis Input-Output. Sehingga

Peranan Kelapa Sawit terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Barat


(42)

penelitian ini akan menghasilkan “ Peranan Kelapa Sawit terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Barat (Pendekatan Analisis Input-Output) ”.


(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Barat yang terhitung mulai minggu ketiga bulan April 2012 hingga minggu pertama bulan Mei 2012. Provinsi Sumatera Barat dipilih sebagai lokasi penelitian, karena: (1) Sumatera Barat termasuk salah satu provinsi yang termasuk dalam tujuh provinsi penghasil produksi minyak sawit terbesar untuk Indonesia (Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2009) dan termasuk dalam sentra perkebunan kelapa sawit Pulau Sumatera , (2) beberapa kabupaten memiliki lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan kelapa sawit dan berstatus perkebunan rakyat serta menjadi sentra produksi kelapa sawit wilayah Provinsi Sumatera Barat, (3) ketersediaan data-data pendukung penelitian dan (4) belum ada penelitian mengenai peranan sektor perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah Provinsi Sumatera Barat.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang sebagian besar merupakan Tabel I-O Provinsi Sumatera Barat tahun 1999 dan 2007 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. Data primer diperoleh berdasarkan wawancara dengan asisten kepala perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VI Kabupaten Pasaman Barat dan staf bidang ekonomi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan data sekunder lainnya diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pusat, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Sumatera Barat, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, Direktorat Jenderal Perkebunan Republik Indonesia


(44)

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat serta berbagai sumber pendukung lainnya seperti buku, jurnal, artikel ilmiah, skripsi, tesis dan media elektronik.

Pada penelitian ini terdapat keterbatasan dalam memperoleh data untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan subsektor-subsektor perekonomian Provinsi Sumatera Barat yang telah diklasifikasikan sebelumnya, sehingga tidak dilakukan analisis data untuk memperoleh nilai multiplier tenaga kerja sektor-sektor perekonomian yang ada di Provinsi Sumatera Barat terutama sektor-sektor perkebunan kelapa sawit.

3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui dampak produksi kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat adalah metode deskriptif dan metode analisis Input-Output (I-O) yang disertai dengan analisis Biplot (suatu analisis untuk mengelompokkan sektor-sektor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi). Pengolahan data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14.

Tabel I-O yang digunakan adalah Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen, karena penelitian ini tidak mempunyai hubungan dengan jumlah ekspor dan impor serta tabel atas dasar harga produsen juga dipandang lebih stabil. Dari tabel tersebut dapat diketahui peranan dari sektor perkebunan kelapa sawit terhadap pembentukan output, nilai tambah bruto, dan permintaan akhir. Untuk mengetahui peranan dari sektor perkebunan kelapa sawit sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta mengetahui dampak yang ditimbulkan sektor perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian Provinsi


(45)

Sumatera Barat maka dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan (forward dan backward linkage) dan multiplier (output dan pendapatan).

3.3.1. Analisis Peran Produksi Kelapa Sawit

Isian sepanjang baris pada Tabel Input-Output memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan bagian lainnya digunakan untuk memenuhi permintaan akhir. Sebaliknya isian sepanjang kolom menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain bagi kegiatan produksi suatu sektor (Priyarsono et. al, 2007).

Keseimbangan alokasi output dapat dituliskan sebagai berikut:

1 ij n

i i

j

x Y X

= + =

………(3.1) 1 ij n j j i

x Z X

=

+ =

………(3.2)

Keterangan:

ij

x = Banyaknya output sektor iyang digunakan sebagai input sektor j

i

X = Jumlah output sektor i

j

X = Jumlah output sektor j

i

Y = Permintaan akhir terhadap sektor i

j

Z = Input Primer dari sektor j

Apabila teknologi dalam suatu fungsi produksi dapat digambarkan dalam suatu koefisien yang mengasumsikan fungsi produksi adalah linier, koefisien inputnya adalah:


(46)

j ij ij

X x

a = ... (3.3) Keterangan:

= Koefisien input sektor ke-i oleh sektor ke-j

ij

x = Penggunaan input sektor ke-i oleh sektor ke-j

ij

X = Total input sektor ke-i oleh sektor ke-j

Apabila persamaan (3.3) disubstitusikan, maka:

1 n

ij j i i

j

a X Y X

=

+ =

………..(3.4)

Jika dituliskan dalam bentuk matriks, maka didapatkan: + ………. + + =

+ ………. + + =

+ ………. + + = ...(3.5.i) atau :

… … + =

… ... (3.5.ii)

A X + F = X AX + F = X, maka


(47)

F = (I-A) X, atau ………...(3.5.iii)

X = (I-A)-1 F ………...(3.5.iv)

Keterangan: I = Matriks identitas F = Permintaan akhir X = Jumlah output (I-A) = Matriks Leontief

(I-A)-1 = Matriks kebalikan Leontief

Matriks kebalikan dapat menganalisis beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang antarsektor.

2. Multiplier output dan pendapatan.

3.3.2. Analisis Keterkaitan

Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dalam perekonomian untuk mencapai pembangunan. Berdasarkan dampak output yang ditimbulkan, maka sektor-sektor dalam perekonomian saling berpengaruh sehingga koefisien keterkaitan yang digunakan adalah:

a. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage)

Peningkatan output produksi sektor i akibat peningkatan permintaan akhir sektor j. Peningkatan output tersebut akan didistribusikan ke sektor-sektor perekonomian lainnya. Oleh karena itu, keterkaitan langsung ke depan dapat dinotasikan dalam bentuk:

= = n

j ij

i a

KD

1


(48)

Keterangan:

KDi = Keterkaitan langsung ke depan sektor i aij = Matriks koefisien input

b. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (Direct-Indirect Forward Linkage)

Keterkaitan ini dapat dinotasikan dalam bentuk matriks kebalikan koefisien input atau output (I-A)-1 yang menunjukkan bahwa keterkaitan langsung ke depan merupakan penjumlahan keterkaitan langsung ke depan dengan keterkaitan tidak langsung ke depan. Oleh karena itu, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dapat dinotasikan dalam bentuk:

= = n

j ij i

KDLT

1

α ……….(3.7)

Keterangan:

KDLTi = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

αij = Matriks kebalikan koefisien input model terbuka c. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Backward Linkage)

Peningkatan output produksi sektor i akibat peningkatan permintaan akhir sektor i, akan meningkatkan penggunaan input produksi sektor i tersebut secara langsung. Peningkatan penggunaan input tersebut karena peningkatan output. Oleh karena itu, keterkaitan langsung ke belakang dapat dinotasikan dalam bentuk:

= = n

i ij

j a

KB

1

……...………...(3.8) Keterangan:


(49)

aij = Matriks koefisien input

d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (Direct-Indirect Backward Linkage)

Peningkatan output suatu sektor dapat menimbulkan pengaruh langsung dan tidak langsung. Total pengaruh satu unit moneter permintaan akhir terhadap seluruh sektor produksi ditunjukkan dengan matriks kebalikan koefisien input (I-A)-1. Oleh karena itu, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dapat dinotasikan dalam bentuk:

= = n

i ij j

KBLT

1

α ………(3.9)

Keterangan:

KBLTj = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor j

αij = Matriks kebalikan koefisien input model terbuka

3.3.3. Analisis Multiplier

Multiplier dalam Tabel Input-Output menjelaskan perubahan yang terjadi pada peubah endogen sebagai akibat perubahan dari satu atau sekelompok peubah eksogen. Multiplier ditandai dengan sekelompok besaran yang dinyatakan dalam bentuk matriks. Matriks multiplier dalam Tabel Input-Output digunakan untuk melakukan analisis dampak, seperti analisis dampak output dan dampak pendapatan.

1. Multiplier Output

Multiplier output mencerminkan dampak dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap total output di seluruh wilayah. Besarnya multiplier output untuk sektor ke-n dalam perekonomian berasal dari penjumlahan kolom


(50)

ke-n dari matriks koefisien teknis untuk perekonomian yang bersangkutan. Multiplier dapat dinotasikan (Nazara, 2008).

1 n j ij i O α =

=

………...(3.10)

Keterangan:

j

O = Multiplier output

ij

α = Matriks kebalikan Leontief 2. Multiplier Pendapatan

Multiplier pendapatan menjelaskan dampak dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. Analisis multiplier pendapatan mengukur perubahan permintaan akhir sebesar satu satuan yang memengaruhi perubahan total pendapatan rumah tangga sektor-sektor dalam perekonomian sebesar nilai multiplier pendapatan sektor tersebut. Oleh karena itu, multiplier pendapatan dinotasikan (Nazara, 2008).

1 1

,

n

j n i ij

i

H a α

=

=

+ ……….(3.11)

Keterangan:

j

H = Multiplier pendapatan

i

a = Koefisien output

ij

α = Matriks kebalikan Leontief

3.4. Analisis Biplot

Analisis Biplot didasarkan pada penguraian nilai singular. Misalkan suatu matriks data X yang berukuran (n x p) yang berisi n pengamatan dan p peubah yang dikoreksi terhadap nilai rata-ratanya dan berpangkat r, dapat dituliskan:


(51)

X = U L A’………(3.12) Dengan matriks U dan A masing-masing berukuran (n x r) dan (p x r) sehingga U’U = A’A =Ir ( matriks berdimensi r). Sedangkan L adalah matriks diagonal berukuran (r x r) dengan unsur-unsur diagonal disebut nilai singular dari matriks X .

Kolom-kolom matriks A adalah vektor ciri dari X’X. Persamaan (1) menjadi: X = U Lα L 1-α A’………(3.13) Untuk 0 ≤ α ≤ 1 (Jollife, 1986).

Jika dimisalkan G = U Lα serta H’ = L 1-α A’, maka unsur ke i, j matriks X dapat dituliskan,

Xij = gi’ hj……….(3.14) Dimana: i = 1,2,3,………….,n.

j = 1,2,3,…………,p.

Nilai α yang digunakan dapat merupakan nilai sembarang (0 ≤ α ≤ 1) akan tetapi pengambilan nilai-nilai ekstrim α = 0 dan α = 1 akan berguna dalam

interpretasi biplot. Jika α = 0, maka nilai G = U dan H = AL, sehingga diperoleh:

X’X = ( GH’)’(GH) = HG’GH’ = HU’UH’

= H H’………..(3.15) X’X = H H’ = (n – 1) S, maka hasil kali hj ‘ hk akan sama dengan (n-1) kali peragam Sjk dan hk ‘hk yang menggambarkan keragaman peubah ke-k. Oleh karena itu, korelasi antara peubah ke-j dan ke-k ditunjukkan oleh nilai kosinus sudut antara vektor hj dan hk.


(52)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera

Barat

Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota Padang. Provinsi ini terletak antara 0o 54’ Lintang Utara - 3o 30’ Lintang Selatan serta 98o 36’-101o 53’ Bujur Timur. Dengan luas wilayah mencapai 42.297,30 km2 (2,21 persen dari luas wilayah Republik Indonesia). Provinsi Sumatera Barat secara administratif terdiri dari 12 kabupaten dan tujuh kota. Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas, yaitu 6,01 ribu Km2 atau sekitar 14,21 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Kota Padang Panjang memiliki luas daerah terkecil, yakni 23 Km2 (0,05 persen).

Sumber: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, 2009


(1)

204 0,009 0,005 0,012 0,003 0,007 0,011 0,019 0,017 0,007 0,063 0,006 0,012 0,013 0,022 0,019 0,018 0,021 0,010 0,007 0,007 0,013 209 0,901 0,823 0,764 0,859 0,540 0,833 0,641 0,869 0,865 0,866 0,282 0,536 0,653 0,623 0,560 0,515 0,584 0,577 0,740 0,758 0,622 210 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

301 302 303 304 305 309 310 409 509 600 700

0,000 0,000 0,000 -0,300 0,018 0,007 0,048 0,000 0,000 0,048 0,048 0,017 0,000 0,000 0,090 0,006 0,009 0,008 0,000 0,000 0,008 0,008 0,000 0,000 0,022 -0,067 0,024 0,010 0,008 0,000 0,000 0,008 0,008 0,005 0,000 0,003 0,037 0,001 0,003 0,002 0,000 0,000 0,002 0,002 0,000 0,000 0,042 0,374 0,055 0,016 0,027 0,000 0,000 0,027 0,027 0,073 0,000 0,044 0,162 0,073 0,060 0,047 0,000 0,000 0,047 0,047 0,030 0,000 0,022 0,125 0,001 0,018 0,019 0,000 0,000 0,019 0,019 0,013 0,000 0,000 -0,045 0,021 0,012 0,011 0,000 0,000 0,011 0,011 0,055 0,000 0,000 0,304 0,004 0,027 0,020 0,000 0,000 0,020 0,020 0,020 0,000 0,000 -0,131 0,084 0,031 0,023 0,000 0,000 0,023 0,023 0,182 0,000 0,000 0,953 0,211 0,134 0,096 0,000 0,000 0,096 0,096 0,071 0,000 0,147 0,351 0,067 0,072 0,070 0,000 0,000 0,070 0,070 0,000 0,000 0,000 0,009 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 -0,123 0,063 0,016 0,018 0,000 0,000 0,018 0,018 0,017 0,000 0,000 0,000 0,000 0,009 0,018 0,000 0,000 0,018 0,018 0,224 0,000 0,088 -0,423 0,170 0,172 0,174 0,000 0,000 0,174 0,174 0,207 0,000 0,085 -0,317 0,109 0,148 0,176 0,000 0,000 0,176 0,176 0,207 0,000 0,085 -0,317 0,109 0,148 0,176 0,000 0,000 0,176 0,176 0,003 0,000 0,000 0,000 0,001 0,002 0,022 0,000 0,000 0,022 0,022 0,083 1,000 0,008 0,000 0,092 0,169 0,148 0,000 0,000 0,148 0,148 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,000 0,000 1,000 1,000


(2)

Lampiran 8. Matriks Kebalikan Leontief Terbuka Tahun 2007

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 1,072 0,005 0,005 0,003 0,011 -0,106 0,085 0,005 0,005 0,004 0,323 0,019 0,019 0,011 0,020

2 0,000 1,100 0,000 0,000 0,001 -0,007 0,061 0,002 0,000 0,000 0,007 0,004 0,000 0,000 0,001

3 0,000 0,000 1,168 0,000 0,001 -0,004 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,016 0,001 0,000 0,000

4 0,000 0,000 0,000 1,002 0,000 -0,017 -0,001 0,000 0,000 0,000 0,003 0,000 0,001 0,000 0,000

5 0,000 0,000 0,000 0,000 1,095 -0,024 0,005 0,000 0,000 0,000 0,174 0,004 0,000 0,001 0,001

6 -0,024 -0,023 -0,017 -0,307 -0,051 -16,790 -0,733 -0,032 -0,016 -0,022 -0,493 -0,154 -0,189 -0,041 -0,067

7 0,005 0,006 0,001 0,002 0,018 -0,072 1,078 0,027 0,001 0,001 0,012 0,066 0,003 0,002 0,002

8 0,001 0,001 0,001 0,004 0,002 -0,023 0,000 1,015 0,000 0,001 0,001 0,008 0,008 0,001 0,002

9 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 -0,005 0,000 0,000 1,057 0,001 0,009 0,001 0,001 0,001 0,001

10 0,000 0,001 0,001 0,001 0,003 -0,014 0,000 0,002 0,000 1,002 0,001 0,041 0,002 0,034 0,003

11 0,000 0,001 0,001 -0,001 0,005 -0,140 0,031 0,002 0,002 0,002 1,048 0,007 0,002 0,004 0,005

12 0,002 0,011 0,008 0,020 0,065 -0,280 0,005 0,040 0,008 0,006 0,013 1,176 0,059 0,034 0,025

13 0,000 0,007 0,003 0,002 0,002 -0,067 -0,002 0,000 0,001 0,000 -0,001 0,000 1,028 0,000 0,001

14 0,000 0,001 0,003 0,003 0,004 -0,029 0,001 0,001 0,001 0,002 0,001 0,002 0,001 1,002 0,007

15 0,001 0,003 0,003 0,005 0,033 -0,085 0,003 0,004 0,006 0,008 0,011 0,026 0,130 0,123 1,098

16 0,003 0,005 0,023 0,024 0,028 -0,229 0,009 0,008 0,004 0,012 0,009 0,018 0,011 0,017 0,053

17 0,020 0,049 0,058 0,041 0,107 -0,757 0,045 0,031 0,058 0,044 0,165 0,137 0,086 0,119 0,244

18 0,009 0,043 0,033 0,017 0,247 -0,723 0,006 0,022 0,029 0,052 0,103 0,109 0,091 0,156 0,186

19 0,002 0,006 0,014 0,007 0,079 -0,162 0,004 0,012 0,010 0,010 0,025 0,036 0,020 0,036 0,022

20 0,005 0,010 0,016 0,016 0,047 -0,248 0,010 0,025 0,010 0,058 0,027 0,036 0,049 0,055 0,046 KBLTi 1,097 1,225 1,321 0,838 1,697 -19,780 0,608 1,163 1,177 1,182 1,437 1,550 1,325 1,556 1,651


(3)

16 17 18 19 20 KDLTi

0,017 0,086 0,013 0,005 0,016 1,619 0,001 0,002 0,001 0,000 0,001 1,177 0,001 0,000 0,001 0,000 0,000 1,185 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,990 0,001 0,003 0,002 0,001 0,005 1,269 -0,060 -0,252 -0,071 -0,029 -0,213 -19,585 0,004 0,003 0,004 0,001 0,006 1,168 0,043 0,001 0,002 0,000 0,000 1,068 0,001 0,002 0,002 0,001 0,011 1,084 0,019 0,002 0,002 0,000 0,001 1,101 0,005 0,017 0,013 0,004 0,028 1,037 0,047 0,019 0,047 0,008 0,023 1,336 0,000 -0,001 0,000 0,000 0,000 0,975 0,128 0,002 0,004 0,001 0,000 1,134 0,026 0,029 0,018 0,021 0,010 1,473 1,014 0,015 0,031 0,005 0,002 1,063 0,205 1,056 0,113 0,041 0,054 1,915 0,145 0,170 1,231 0,088 0,082 2,097 0,049 0,065 0,020 1,109 0,023 1,387 0,042 0,090 0,154 0,096 1,065 1,610 1,689 1,310 1,587 1,353 1,116


(4)

121

Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan


(5)

RINGKASAN

CHRISGERSON RUDOR. Peranan Kelapa Sawit terhadap Pembangunan

Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Barat (Pendekatan Analisis Input-Output). (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI).

Pembangunan ekonomi daerah mencerminkan tingkat perekonomian daerah yang didukung dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Salah satu sektor yang menjadi penyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB suatu daerah adalah sektor pertanian. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadikan sektor pertanian menjadi sektor yang paling berkontribusi terhadap PDRB (RPJM Provinsi Sumatera Barat 2010-2015). Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak produksi sektor kelapa sawit dalam pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat.

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra pengembangan areal perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit baik di Pulau Sumatera maupun Indonesia. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2009-2011, potensi produksi kelapa sawit tahun 2009 sebesar 833.476 ton dengan rincian, yaitu jumlah produksi Perkebunan Rakyat 2009 sebesar 377.864 ton, Perkebunan Negara 2009 sebesar 18.904 ton dan Perkebunan Swasta 2009 sebesar 470.970 ton. Jumlah produksi kelapa sawit meningkat sampai tahun 2011 (angka sementara), yaitu sebesar 987.251 ton dan mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 9.03 persen selama tahun 2009-2011.

Oleh karena itu, Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi untuk lebih mengembangkan jumlah produksi kelapa sawit dengan meningkatkan luas lahan dan produktivitas perkebunan terutama perkebunan rakyat. Dengan demikian, sektor kelapa sawit dapat menjadi sektor perkebunan unggulan (leading sector) yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan multiplier effect di berbagai kegiatan ekonomi serta mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang dan berkelanjutan (sustainable economics development).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat, menganalisis keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward

linkage) sektor kelapa sawit terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya,

menganalisis efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah dan menganalisis pengelompokkan sektor-sektor di Provinsi Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak multiplier.

Pada penelitian ini, menganalisis peranan sektor kelapa sawit dalam pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat dengan metode analisis deskriptif dan analisis Input-Output. Analisis Input-Output dilakukan dengan menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Barat Tahun 1999 dan 2007 dengan klasifikasi masing-masing 70 dan 75 sektor yang diagregasikan menjadi 20 sektor. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan bantuan software


(6)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit selama periode tahun 1999 dan 2007 memiliki nilai keterkaitan output langsung ke belakang yang lebih besar dibandingkan nilai keterkaitan langsung ke depannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor kelapa sawit di Provinsi Sumatera Barat lebih mampu mendorong sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Produksi kelapa sawit mampu mendorong industri hulu, seperti industri pupuk, industri pestisida dan industri alat serta mesin perkebunan (agrootomotif) yang berperan dalam peningkatan produktivitas dan sumber inovasi teknologi. Produktivitas land

clearing, produktivitas pemanenan TBS, produktivitas dan efisiensi pabrik serta

pengangkutan TBS dan CPO merupakan sumbangan industri agrootomotif. Selain itu, produksi kelapa sawit juga dapat mendorong industri hilirnya, seperti industri makanan dan minuman serta tembakau, industri barang karet dan plastik, industri pemintalan melalui serat alam (natural fiber), industri pakan untuk ternak serta pengangkutan dan komunikasi.

Hasil analisis multiplier menjelaskan bahwa sektor kelapa sawit memiliki nilai multiplier output yang cukup tinggi dibandingkan dengan multiplier pendapatan. Nilai multiplier output sektor kelapa sawit untuk tahun 1999 menempati urutan ke-15 dari 20 sektor dengan nilai 1,100. Sedangkan nilai

multiplier output untuk tahun 2007 berada pada urutan pertama dengan nilai 1,697

dan mempunyai perubahan nilai multiplier output terbesar. Jika dilihat dari nilai

multiplier pendapatan, sektor kelapa sawit masih tetap menempati urutan ke-15

dari 20 sektor pada tahun 1999 dengan nilai sebesar 0,127 dan tahun 2007 nilai

multiplier pendapatan mengalami penurunan menjadi 0,117 serta berada pada

urutan ke-19 dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Dengan demikian secara keseluruhan sektor kelapa sawit memiliki total nilai multiplier yang cukup tinggi yang diukur berdasarkan peringkat dari kombinasi indeks total nilai

multiplier (output dan pendapatan).

Analisis Biplot menunjukkan bahwa terjadi perubahan dari periode tahun 1999 ke periode tahun 2007, sektor kelapa sawit menjadi salah satu komoditas utama perkebunan Provinsi Sumatera Barat karena mampu menggerakkan sektor industri hulu dan industri hilirnya. Hal ini dilihat dari nilai keterkaitan sektor kelapa sawit yang tinggi baik ke belakang maupun ke depan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, jika pemerintah ingin meningkatkan peranan sektor kelapa sawit yang dilihat dari kontribusi terhadap struktur perekonomian Provinsi Sumatera Barat hendaknya pemerintah meningkatkan perluasan perkebunan kelapa sawit (terutama perkebunan rakyat) untuk menunjang pembangunan industri minyak kelapa sawit atau industri pengolahan lain (industri hilir) yang dapat memasok bahan baku atau input bagi industri tersebut, sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa sawit sekaligus juga dapat menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah banyak yang akhirnya dapat mengurangi jumlah pengangguran di Provinsi Sumatera Barat