Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi

MODEL SISTEM PREDIKSI GABUNGAN DENGAN NILAI
PEMBOBOT UNTUK TOTAL HUJAN BULANAN GUNA
MENDUGA NILAI KANDUNGAN AIR TANAH
PADA PERTANAMAN PADI

YUNUS SUBAGYO SWARINOTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

MODEL SISTEM PREDIKSI GABUNGAN DENGAN NILAI
PEMBOBOT UNTUK TOTAL HUJAN BULANAN GUNA
MENDUGA NILAI KANDUNGAN AIR TANAH
PADA PERTANAMAN PADI

YUNUS SUBAGYO SWARINOTO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor
pada
Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Sistem
Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna
Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor,

April 2014

Yunus Subagyo Swarinoto
NIM G261090011

RINGKASAN
YUNUS SUBAGYO SWARINOTO. Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan
Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan
Air Tanah Pada Pertanaman Padi. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO,
EDVIN ALDRIAN, dan AJI HAMIM WIGENA.
Banyak lokasi di wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi
hujan. Kondisi hujan di atas normal dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor.
Kondisi hujan di bawah normal dapat menyebabkan kekeringan. Kekeringan
berkepanjangan bahkan dapat mengakibatkan kebakaran hutan/lahan. Berkaitan
dengan kondisi hujan ini, maka manajemen air menjadi penting. Utamanya bagi
lokasi-lokasi yang tidak/minim memiliki sarana irigasi teknis. Berkaitan dengan

manajemen air ini maka prediksi hujan menjadi amat perlu disiapkan dan
dilakukan. Dalam hal ini prediksi hujan dapat digunakan untuk mengantisipasi
nilai Kandungan Air Tanah (KAT) khususnya untuk mendukung program
ketahanan pangan.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk (1) merancang,
mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model Sistem Prediksi Gabungan dengan
nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di wilayah Kabupaten
Indramayu guna dapat mengatasi ketidakkonsistenan kemampuan luaran model
Sistem Prediksi Tunggal (SPT) di lapangan; (2) mengevaluasi keandalan luaran
model SPGP total hujan bulanan untuk wilayah Kabupaten Indramayu secara
spasial; (3) mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan ReAnalysis 25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu ke dalam
proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR untuk memahami peranan
time lag data SML JRA-25 tersebut terhadap luaran model SPGP; dan (4)
menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP maupun
SPGP-PLSR untuk memprediksi besarnya nilai produksi padi dalam beberapa
bulan ke depan.
Dalam penelitian ini dilakukan prediksi hujan bulanan di wilayah
Kabupaten Indramayu dengan menggunakan model SPGP. Model SPGP dibentuk
berdasarkan pada nilai koefisien korelasi Pearson (r) sebagai hasil yang didapat
dari luaran model SPT terhadap series data total hujan bulanan 1991-2000. Dalam

penelitian ini digunakan luaran model SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT
Waveket-ARIMA, dan SPT ARIMA. Persamaan model SPGP dibentuk berbasis
pada nilai koefisien korelasi Pearson (r) yang diperoleh dari luaran SPT dimaksud
dalam masa pelatihan. Persamaan SPGP kemudian diaplikasikan untuk
memperoleh nilai prediksi total hujan bulanan dengan series 2001-2009. Hasil
pediksi hujan bulanan luaran model SPGP ini selanjutnya diregresikan terhadap
data Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) dengan
resolusi 1° x 1° yang berada di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu dengan
menggunakan series data 2006-2009 dengan pergeseran waktu (time lag) 1 dan 2
bulan. Teknik yang dimanfaatkan adalah Partial Least Square Regression
(PLSR). Hasilnya disebut sebagai SPGP-PLSR. Berbasis pada luaran SPGP-PLSR
inilah maka dapat dilakukan pendugaan nilai KAT. Hasilnya disebut sebagai
KAT(SPGP-PLSR).

Prediksi hujan bulanan luaran model SPT di wilayah Kabupaten Indramayu
menghasilkan nilai r yang tidak konsisten dengan kisaran r = 0,45 - 0,83 dan
rerata r = 0,63 untuk luaran SPT ANFIS; kisaran r = 0,20 - 0,53 dan rerata r = 0,37
untuk luaran SPT Wavelet-ANFIS; kisaran r = 0,50 - 0,95 dan rerata r = 0,68
untuk luaran SPT Wavelet-ARIMA, dan kisaran r = 0,14 - 0,66 dan rerata r = 0,43
untuk luaran SPT ARIMA. Sementara itu luaran model SPGP menghasilkan nilai

r dengan kisaran r = 0,58 - 0,94 dengan rerata r = 0,72. Selanjutnya luaran model
SPT-PLSR menghasilkan nilai r dengan kisaran r = 0,64 - 0,90 dan rerata r = 0,75.
Hasil perhitungan nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (Root Mean Square
Error, RMSE) luaran model SPGP memiliki kisaran 32-181 mm/bulan dengan
rerata RMSE = 108 mm/bulan, sedangkan luaran model SPGP-PLSR
menghasilkan kisaran RMSE = 37-142 dengan rerata RMSE = 92 mm/bulan.
Hasil perhitungan nilai KAT(SPGP) menunjukkan nilai r dengan kisaran r =
0,41 - 0,84 dengan rerata r = 0,66. Sementara itu nilai r untuk nilai KAT(SPGPPLSR) menghasilkan kisaran r = 0,57 - 0,93 dengan rerata r = 0,76. Selanjutnya
hasil pengolahan data menunjukkan bahwa secara umum puncak hasil produksi
padi di beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Indramayu menghasilkan nilai
tertinggi saat hasil pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) menunjukkan nilai yang
signifikan untuk beberapa bulan mendahului puncak produksi padi tersebut.
Berdasarkan pada hasil-hasil tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa
simpulan:
(1) Model SPGP telah dirancang, dikonstruksi, dan diaplikasikan untuk
melakukan prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu;
(2) Luaran model SPGP memiliki keandalan spasial yang lebih baik
daripada luaran model SPT pembentuknya dimana luaran model SPGP ini dapat
menghasilkan nilai r yang lebih konsisten (kisaran nilai r lebih kecil, minimal nilai
r lebih besar, maksimal nilai r lebih tinggi, rerata nilai r lebih besar) daripada

luaran model SPT masing-masing pembentuk model SPGP tersebut.
(3) Selanjutnya luaran model SPGP-PLSR memiliki keandalan yang lebih
baik daripada luaran model SPGP dimana luaran model SPGP-PLSR dengan
waktu tunda selama 2 bulan di depan untuk data SML JRA-25 sebagai nilai
prediktor dapat menghasilkan nilai r dengan kisaran yang lebih baik (minimum
nilai r lebih besar, maksimum nilai r relatif sama, rerata nilai r lebih tinggi)
daripada luaran model SPGP dengan nilai RMSE yang lebih rendah. Pendugaan
nilai KAT(SPGP-PLSR) menghasilkan nilai kisaran r yang lebih baik (minimum
nilai r lebih tinggi, maksimum nilai r lebih tinggi, rerata nilai r lebih tinggi)
daripada hasil pendugaan nilai KAT(SPGP).
(4) Luaran model SPGP-PLSR bermanfaat untuk melakukan pendugaan
nilai KAT(SPGP-PLSR) yang lebih lanjut dapat digunakan untuk memprediksi
kondisi KAT beberapa bulan ke depan. Informasi KAT(SPGP-PLSR) ini berguna
untuk memprediksi puncak produksi padi dalam beberapa bulan ke depan guna
mendukung ketahan pangan di wilayah Kabupaten Indramayu.
Kata kunci: hujan bulanan, model SPT, model SPGP, PLSR, KAT

SUMMARY
YUNUS SUBAGYO SWARINOTO. The Weighted Ensemble Prediction System
Model for Monthly Rainfall Total to Guess the Value of Soil Water Content for

Paddy Crops. Supervised by YONNY KOESMARYONO, EDVIN ALDRIAN,
and AJI HAMIM WIGENA.
Lots of locations within Indonesian region such as Indramayu District, have
susceptibility to the rainfall conditions. Above normal rainfall condition has
relationship with flood and landslide occurrences. Below normal rainfall condition
is able to cause drought. Longer drought tends to trigger the forest fire even. In
relation to the rainfall condition, water management becomes very important.
Especially for locations where have no (not enough) technical irrigation facilities.
In line with this water management so consequently that the rainfall prediction
becomes very necessary to be prepared and done. Remembering that the rainfall
prediction output can be used to forecast the Soil Water Content (SWC),
especially to support the food sustainability program.
The goals of this disertation research are as follow: (1) developing
constructing, and applicating the Weighted Ensemble Prediction System (WEPS)
model of monthly rainfall total within Indramayu District area to cope with the
inconsistency output of Single Prediction System (SPS) model in the fields; (2)
evaluating the WEPS model output capability of monthly rainfall total within
Indramayu District area spatially. (3) evaluating Sea Surface Temperature (SST)
dynamic of Japan Re-Analysis 25 years (JRA-25) surrounding Indramayu District
area in data processing using Partial Least Square Regression (PLSR) technique in

order to understand the play role of JRA-25 SST data time lag to the WEPS model
output; and (4) quessing the value of SWC based on WEPS and WEPS-PLSR
models output to predict the peak of paddy production within several months
ahead in Indramayu District territory.
In this research, the monthly rainfall prediction within Indramayu District
was processed based on WEPS model. WEPS model was developed based on the
output of Single Prediction System (SPS) models using 1991-2000 data series
during certain period. The SPS models used here are ANFIS, Wavelet-ANFIS,
Wavelet-ARIMA, and ARIMA. The equations of WEPS model was developed
based on Pearson correlation coeficient (r) which has been gotten using SPS
model outputs during the certain period. The WEPS model equations were applied
in order to get the values of monthly rainfall prediction of 2001-2009 series.
Further, output of the WEPS model are regressed to SST JRA-25 data around the
domain of research based on 2006-2009 data series with 1 and 2 months lead time
lag using the Partial Least Square Regression (PLSR) technique. The output of
this model is so called the WEPS-PLSR. Based on these WEPS-PLSR results, the
SWC(WEPS-PLSR) can be guessed.
Monthly rainfall prediction output of
SPS models are producing
inconsistency range and mean of Pearson correlation coeficient values as follow:

r = 0,45 - 0,83 with r m = 0,63 for ANFIS SPS model output; r = 0,20 - 0,53 with
r m = 0,37 for Wavelet-ANFIS SPS model output; r = 0,50 - 0,95 with r m = 0,68
for Wavelet-ARIMA SPS model output, then r = 0,14 - 0,66 with r m = 0,43 for
ARIMA SPS model output. Meanwhile, the Pearson correlation coeficient result

of WEPS model output shows r = 0,58 - 0,94 with r m = 0,72. Further, the WEPSPLSR model output shows r = 0,64 - 0,90 with r m = 0,75. The range and mean of
Pearson correlation coeficent values are getting better as shown by WEPS-PLSR
model output.
Computation of Root Mean Square Error (RMSE) values show as follow:
RMSE = 32-181 mm/month with RMSE m = 108 mm/month for WEPS model
output and RMSE = 37-142 mm/month with RMSE m = 92 mm/month for WEPSPLSR model output. The range and mean of RMSE values are getting better as
shown by WEPS-PLSR model output.
Results computation of SWC(WEPS) model output shows the range of
Pearson correlation coeficient r = 0,41 - 0,84 with r m = 0,66. Meanwhile,
SWC(WEPS-PLSR) shows r = 0,57 - 0,93 with r m = 0,76. The range and mean of
values are getting better as shown by SWC(WEPS-PLSR) model output. Mostly,
paddy production at some locations within Indramayu District show its peak
coinciding with the highest values of SWC(WEPS-PLSR) for several months
preceeding.
The conclussions can be derived based on the results as mentioned above,

such as follow:
(1) The WEPS model has been developed, contructed, and also applied to
predict the monthly rainfall total within Indramayu District territory.
(2) The WEPS model output has a better accuracy spatially comparing to its
SPS model output which has formed this WEPS. The output of WEPS model
shows more consistent and better of the Pearson correlation coeficient values
(narrowing of r range value, higher of r minimum value, higher of r maximum
valus, higher of r mean value) than its SPS forming this WEPS.
(3) The WEPS-PLSR model output has a better results than WEPS model
output using 2 months ahead time lag of SST JRA-25 data as predictors to show
the play role of JRA-25 SST data dynamic. Result of Pearson correlation
coeficient computation shows a better values (higher of r minimum value,
relatively the same value of r maximum, higher of r mean). RMSE value also
decreases as shown by the WEPS-PLSR model output comparing to the WEPS
model output.
(4) Based on the WEPS-PLSR model output, the guessing of SWC(WEPSPLSR) value has a better Pearson correlation coeficient range (higher of r
mimimum value, higher of r maximum value, higher of r mean value) than the
result of SWC(WEPS) model output. The WEPS-PLSR output is very useful and
able to guess better the SWC(WEPS-PLSR) values and can be used further to
predict the values of SWC for several months ahead in order to predict the peak of

paddy production to support the food sustainability program within Indramayu
District territory.
Keywords: monthly rainfall, SPS model, EPS model, PLSR, Soil Water Content

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Ujian Sidang Tertutup

: Senin, 24 April 2014

Penguji pada Ujian Tertutup : (1) Prof Dr Ir Irsal Las, MS
(2) Dr Widada Sulistya, DEA
Ujian Sidang terbuka

: Rabu, 16 Juli 2014

Penguji pada Ujian Terbuka : (1) Dr Andi Eka Sakya, MEng
(2) Prof Dr Ir Irsal Las, MS

Judul Disertasi: Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk
Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah
Pada Pertanaman Padi
Nama
: Yunus Subagyo Swarinoto
NIM
: G261090011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Edvin Aldrian, MSc
Anggota

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Klimatologi Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Impron, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
24 April 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas segala berkat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian disertasi dan menyusun Disertasi Program
Doktor pada program studi Klimatologi Terapan (KLI), Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini ialah model prediksi, dengan judul
Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan
Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memfasilitasi, mendukung,
membantu, dan bekerjasama dalam penyelesaian penelitian disertasi ini. Untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1.

Ibu Dr Ir Sri Woro B. Harijono, MSc atas segala kesempatan, dorongan,
dukungan, bantuan, dan fasilitas untuk melanjutkan studi di Jurusan
Klimatologi Terapan IPB dan melaksanakan penelitian disertasi ini.
2. Bapak Dr Andi Eka Sakya, MEng selaku Kepala Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas segala dorongan, bantuan, izin, dan
masukan atas penyelesaian penelitian disertasi ini dan selaku Dosen Penguji
Luar Komisi dalam Ujian Sidang Terbuka.
3. Bapak Dr P.J. Prih Harjadi atas segala bantuan, dorongan, fasilitas, dan
dukungan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.
4. Bapak Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono, MSc atas kesediaannya menjadi
Ketua Komisi Pembimbing dan atas segala kesabaran, arahan, saran, kritik,
dorongan, dan masukan sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian
dan penulisan disertasi ini.
5. Bapak Prof Dr Ir Edvin Aldrian, MSc atas kesediaanya menjadi anggota
komisi pembimbing dan atas segala kesabaran memberikan masukan dalam
penyelesaian penelitian disertasi ini.
6. Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc atas kesediaannya selaku anggota
komisi pembimbing dan masukan untuk penyelesaian penelitian disertasi ini.
7. Bapak Prof Dr Ir Irsal Las, MS dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pertanian sebagai Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian
Sidang Tertutup dan Ujian Sidang Terbuka.
8. Bapak Dr Widada Sulistya, DEA dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika sebagai Dosen Penguji Luar Komisi dalam Ujian Sidang Tertutup.
9. Bapak Dr Ir Impron, MSc sebagai Ketua Program Studi GeofisikaMeteorologi IPB dalam ujian sidang tertutup.
10. Ibu Rahayu Sapta Sri Sudewi, SSi dan Ibu Tri Astuti Anggraeni, MSi dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG atas bantuan dalam pengolahan
data untuk modeling dan GIS yang digunakan dalam penyelesaian penelitian
disertasi ini.

11. Ibu Eva Suiver, SSi dari Pusat Iklim Agroklimat dan Iklim Maritim BMKG
untuk pengolahan data neraca air lahan dan penghitungan nilai Kandungan
Air Tanah yang digunakan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.
12. Bapak Novia Ardhy, SKom dari Pusat Database BMKG atas segala bantuan
dalam menyiapkan alur-alur diagram yang digunakan dalam penyelesaian
naskah disertasi ini.
13. Ibu Tri Nurmayati, SSi dari Pusat Database BMKG atas semua bantuan untuk
pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini.
14. Istriku Maria Widiastuti, SPd dan anak-anakku Praditya Megananda
Swarinoto, SKom, Dhioatmaja Megafajari Swarinoto, serta Cahyaningwidya
Megaratrie Swarinoto atas kasih sayang, doa, kesabaran, pengertian, dan
dukungan penuh dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.
15. Ayahanda Nicolaas Swarinoto (almarhum), Ibunda Soeminem, Adik-Adikku,
serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
16. Rekan-rekan satu angkatan di program studi KLI GeoMet IPB Bogor tahun
2009, Dr Ir Salwati, MS; Ir Urip Haryoko, MSi; dan Erwin Eka Syahputra,
SSi, MSi atas kebersamaan, kekompakan, dorongan, dan suka duka dalam
menempuh pendidikan di program studi KLI GeoMet IPB Bogor dan
kerjasamanya dalam penelitian maupun dalam penyelesaian disertasi ini.
17. Bapak Djunaedi O'ing dan kawan-kawan dari Sekretariat Jurusan Departemen
Geofisika dan Meteorologi IPB Bogor atas segala bantuan pengurusan
administrasi dan lain sebagainya.
18. Ibu Ressa Mahardhika, SSi, MSi selaku Kepala Tata Usaha Kedeputian
Bidang Meteorologi BMKG, Ibu Yaumi Izzati, ST dan Bapak Rifal Fatoni
sebagai staf administrasi Kedeputian Bidang Meteorologi BMKG atas semua
bantuan dalam penyiapan penyelesaian naskah disertasi ini.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu, bekerjasama, dan berpartisipasi untuk mendukung penelitian dan
penyelesaian disertasi ini.
Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor,

April 2014

Yunus Subagyo Swarinoto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xviii

DAFTAR GAMBAR

xviii

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kebaruan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

xix
1
1
5
5
6
6
7

2 TINJAUAN PUSTAKA

11

3 METODE
Daerah Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data

19
19
22
22
22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total
Hujan Bulanan
Peranan SML Dalam Meningkatkan Keandalan Luaran Model SPGP
Untuk Total Hujan Bulanan
Pendugaan Nilai KAT Berbasis Luaran Model SPGP dan SPGP-PLSR

25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

49
49
49

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

65

25
34
41

DAFTAR TABEL
1 Hasil penelitian tentang model Sistem Prediksi Gabungan yang telah
dipublikasikan secara internasional
2 Daftar lokasi pos penakar hujan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu
yang digunakan dalam penelitian disertasi
3 Nilai r luaran masing-masing model SPT untuk prediksi total hujan bulanan
1991-2000 di wilayah Kabupaten Indramayu
4 Nilai pembobot (1991-2000) untuk membentuk persamaan model SPGP
total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu
5 Persamaan Gabungan untuk membentuk model SPGP total hujan
bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu
6 Nilai r (2001-2009) luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di
wilayah Kabupaten Indramayu beserta luaran model SPT pembentuknya

4
21
25
26
27
30

DAFTAR GAMBAR
1 Alur kerangka pemikiran untuk penyiapan model SPGP total hujan bulanan di
wilayah Kabupaten Indramayu, memasukkan peranan SML JRA-25 untuk
meningkatan luaran model SPGP-PLSR, dan hasil pendugaan nilai KAT untuk
mendukung program ketahanan pangan
2 Wilayah administrasi Kabupaten Indramayu, topografi, dan lokasi penakar
hujan yang digunakan dalam penelitian disertasi
3 Total hujan bulanan normal 1981-2010 untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan
lokasi Juntinyuat (JUN) di wilayah Kabupaten Indramayu
4 Hasil prediksi total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu
menggunakan model Sistem Prediksi Tunggal (SPT) dan model Sistem Prediksi
Gabungan dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk lokasi-lokasi (a) Anjatan
dan (b) Juntinyuat
5 Medan nilai r luaran model SPT ANFIS untuk total hujan bulanan di wilayah
Kabupaten Indramayu
6 Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ANFIS untuk total hujan bulanan di
wilayah Kabupaten Indramayu
7 Medan nilai r luaran model SPT Wavelet-ARIMA untuk total hujan bulanan
di wilayah Kabupaten Indramayu
8 Medan nilai r luaran model SPT ARIMA untuk total hujan bulanan di wilayah
Kabupaten Indramayu
9 Medan nilai r luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah
Kabupaten Indramayu
10 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di wilayah
Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML JRA-25 time lag 1
bulan

9
20
21

29
31
31
32
33
33

36

11 Medan nilai r luaran (a) model SPGP dan (b) model SPGP-PLSR di
wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data SML
JRA-25 time lag 2 bulan
12 Medan nilai RMSE (a) luaran model SPGP dan (b) model
SPGP-PLSR di Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor
data SML JRA-25 time lag 1 bulan
13 Medan nilai RMSE (a) luaran model SPGP dan (b) model SPGPPLSR di wilayah Kabupaten Indramayu menggunakan prediktor data
SML JRA-25 time lag 2 bulan
14 Pendugaan nilai KAT(SPGP) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan (b)
lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP
15 Pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) bulanan di (a) lokasi Anjatan dan
(b) lokasi Juntinyuat berbasis luaran model SPGP-PLSR
16 Medan nilai koefisien korelasi Pearson r (2006-2009) dari pendugaan (a)
nilai KAT(SPGP) dan (b) nilai KAT(SPGP-PLSR) di wilayah Kabupaten
Indramayu
17 Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi
padi di (a) lokasi Anjatan dan (b) lokasi Juntinyuat

37

39

40
42
44

45
46

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

3

4

5
6

Data grid SML JRA-25 dengan resolusi 1° x 1° di sekitar wilayah
Kabupaten Indramayu (106° - 111° BT, 4° - 10° LS) yang digunakan
dalam pengolahan data penelitian ini
Hasil prediksi total hujan bulanan di beberapa lokasi dalam wilayah
Kabupaten Indramayu menggunakan model SPT dan SPGP (warna
hitam untuk data observasi, warna orange untuk SPGP, dan warna
putus-putus untuk SPT)
Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran
model SPGP, warna merah nilai KAT(SPGP) dan warna biru nilai
KAT(OBS)
Pendugaan nilai KAT bulanan di beberapa lokasi berbasis luaran model
(SPGP-PLSR), warna merah nilai KAT(SPGP-PLSR) dan warna biru
nilai KAT(OBS)
Kaitan antara pendugaan nilai KAT(SPGP-PLSR) dengan total produksi
padi di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Indramayu
Total hujan bulanan rerata untuk lokasi Anjatan (ANJ) dan lokasi
Juntinyuat (JUN) tahun 1990, 2000, dan 2010

55

56

58

60
62
64

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bentuk presipitasi (precipitation) yang paling umum terbentuk di
permukaan bumi adalah hujan dan salju (Spiridonov dan Curic 2010). Untuk
wilayah tropis, bentuk presipitasi umumnya adalah hujan. Hujan merupakan
contoh endapan yang berbentuk tetes air yang jatuh dan mencapai permukaan
bumi (Barry dan Chorley 1998; Tjasyono dan Harijono 2006). Jenis endapan lain
berbentuk tetes air yang langsung menguap ke dalam atmosfer dan tidak sampai di
permukaan bumi disebut sebagai virga. Hal ini disebabkan antara lain karena
diameter ukuran butiran tetes air dimaksud tidak cukup besar, yakni berukuran
kurang dari 200 mikron (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007).
Hujan sebagai salah satu unsur iklim memiliki peranan yang sangat
penting di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia (Nieuwolt 1978). Di mana
pada wilayah tropis relatif lebih banyak ditemui pemukiman penduduk yang lebih
padat dibandingkan dengan wilayah sub tropis ataupun wilayah polar (McGregor
dan Nieuwolt 1998). Penduduk beserta lingkungannya sangat memerlukan
keberadaan dan ketersediaan air untuk dapat melangsungkan kehidupannya secara
berkesinambungan.
Indonesia dipandang sebagai wilayah benua-maritim (Ramage 1971)
dengan kondisi wilayah dikelilingi oleh permukaan air yang lebih banyak
dibandingkan dengan permukaan daratan. Sekitar 70% dari wilayah ini
merupakan permukaan air. Bagian daratan wilayah Indonesia memiliki topografi
yang kompleks berupa pegunungan dan lembah (Qian 2008). Wilayah Indonesia
yang berada di sekitar khatulistiwa juga memiliki variabilitas hujan yang tinggi
(Swarinoto et al. 2008; Gunawan dan Gravenhorst 2005; Gunawan 2006). Unsur
iklim terutama curah hujan sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor
(Swarinoto dan Basuki 2004) seperti pertanian, kehutanan, perkebunan,
pengairan, kelautan, infrastruktur, dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa lokasi di Indonesia yang sangat rentan terhadap kondisi
hujan (BMG 2003; Swarinoto 2006). Kondisi hujan di atas normal bisa
mengakibatkan banjir maupun tanah longsor. Sebaliknya kondisi hujan di bawah
normal bisa mengakibatkan kekeringan. Lebih jauh kekeringan hebat
berkepanjangan memiliki kaitan erat dengan kebakaran hutan dan lahan yang
berdampak kepada polusi udara. Untuk itu manajemen air menjadi amat penting
dilakukan pada lokasi tertentu (BMG 2003), apalagi jika lokasi tersebut tidak
memiliki atau minim sarana irigasi teknis, sehingga lokasi tersebut hanya
bergantung terutama pada curah hujan alami. Adapun parameter yang amat
penting dari unsur hujan ini antara lain adalah intensitas hujan, total hujan, dan
hari hujan atau keseringan terjadi hujan (Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007).
Berkaitan erat dengan masalah manajemen air ini, maka prediksi hujan
menjadi informasi yang penting pada aktifitas berbagai sektor (Swarinoto 2006).
Utamanya diperlukan untuk keperluan operasional guna perencanaan ke depan
dari berbagai macam sektor. Prediksi hujan dapat digunakan sebagai salah satu
cara untuk mengantisipasi keberadaan air yang diperlukan ataupun tidak
diperlukan oleh banyak sektor. Sebagai contoh, dalam sektor pertanian, prakiraan

2

awal musim hujan berkaitan dengan awal tanam, pola tanam, dan bahkan jenis
tanaman. Dalam sektor pengairan, prakiraan hujan berkaitan dengan pengaturan
pengeluaran air dari suatu waduk, prediksi banjir harian, dan lain-lain.
Prakiraan hujan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik
dengan cara statistik maupun cara dinamik (Swarinoto 2001). Bahkan telah
dikembangkan pula prediksi hujan dengan cara gabungan. Di mana prediksi hujan
secara statistik dan dinamik dilakukan sekaligus. Prediksi hujan dengan cara
statistik mengandalkan pengolahan data statistik berdasarkan data series cukup
panjang yang tersedia (Robertson et al. 2009). Sementara itu prediksi hujan
dengan cara dinamik mengandalkan perkembangan antara lain kondisi dinamika
atmosfer, dinamika suhu permukaan laut, dinamika posisi matahari, dan lain-lain
yang sudah maupun sedang berlangsung.
Dalam penelitian disertasi ini digunakan pemodelan sistem prediksi total
hujan bulanan di wilayah yang relatif sempit dalam skala wilayah kabupaten
dengan cara statistik yang lazim disebut sebagai”sistem prediksi statis/ empiris".
Berbagai teknik atau metode secara empiris dapat digabungkan menjadi satu
keluaran dari hasil penggabungan berbagai metode tersebut yang dikenal dengan
nama Sistem Prediksi Gabungan (SPG) atau Ensemble Prediction System (EPS).
Model SPG (Park 2006) memiliki pengertian sebagai suatu model yang terdiri
atas kumpulan dari dua atau lebih model sistem prediksi tunggal yang diverifikasi
(Jolliffe dan Stephenson 2010) dalam waktu yang bersamaan.
Terkait dengan model SPG ini dapat diketengahkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Model SPG untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 (Froude 2011)
oleh European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) di
Eropa dan National Centers for Environmental Prediction (NCEP) di Amerika
Serikat. Kini model SPG ini telah banyak diadopsi oleh banyak pusat
operasional cuaca/ iklim di seluruh dunia.
b. Model SPG dibentuk dengan mengkombinasikan model Sistem Prediksi
Tunggal (SPT) (Park 2006). Luaran model SPG bersifat lebih konsisten dan
lebih dapat dipercaya keandalannya dalam sistem prediksi (Hagedorn, et al.
2005).
c. Model SPG ini sudah sering digunakan dalam bidang iklim dan sains atmosfer
(Viney et al. 2005), dimana hasil luaran model ini secara operasional memiliki
kualitas yang baik. Model SPG ini dikonstruksi dengan berbagai cara yang
unik.
Di antaranya disiapkan dengan penggunaan model-model yang
berlainan, penggunaan berbagai macam resolusi, penggunaan bermacammacam syarat awal (initial condition) perturbasi, penggunaan berbagai macam
model perturbasi, dan bahkan terdiri atas beberapa ensemble members.
d. Tujuan utama dari penggunaan model SPG ini adalah untuk mengatasi
kelemahan akurasi dari luaran model SPT (Wilks 1995). Kebanyakan studi
tentang akurasi model SPG dalam prakiraan cuaca/iklim menunjukkan bahwa
luaran model SPG ini mampu menghasilkan performa yang lebih baik daripada
luaran model SPT pembentuknya (Viney et al. 2005).
e. Keluaran dari model SPG dapat menghasilkan prediksi yang bersifat
probabilistik, sedangkan model SPT menghasilkan keluaran model yang
bersifat deterministik (Demeritt et al. 20007).

3

Terdapat 3 (tiga) cara yang dapat digunakan untuk melakukan konstruksi
dari model SPG (Viney et al. 2005) ini, yakni:
a. Menggunakan nilai rerata kasar (raw mean) atau lebih lazim disebut sebagai
ensemble mean;
b. Mengadopsi nilai median harian dari semua ensemble members;
c. Menggunakan multi variabel linear regresi dalam periode kalibrasi dan
mengaplikasikan selama masa validasi.
Model SPG dengan nilai Pembobot (SPGP) untuk total hujan bulanan di
wilayah kabupaten dalam penelitian ini disiapkan dengan cara memanfaatkan
beberapa luaran dari model SPT yang telah tersedia (Yun et al. 2003). Ada 4
(empat) model SPT yang akan digunakan dalam penelitian ini, yakni: SPT
Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS), SPT Wavelet-ANFIS, SPT
Wavelet-ARIMA, dan SPT Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA).
Sementara itu Wavelet digunakan untuk melakukan analisis kekuatan variasi
terlokalisasi dalam data deret waktu. Dengan melakukan dekomposisi deret waktu
ke dalam time-frequency space maka dapat ditentukan modus dominan variabilitas
dan bagaimana modus tersebut bervariasi terhadap waktu (Torrence dan Compo
1998).
Keempat model SPT tersebut telah tersedia untuk keperluan penelitian di
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang), Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG), Jakarta. Keempat model SPT dimaksud juga belum
dioperasionalkan di lapangan untuk melakukan prediksi iklim secara nasional oleh
BMKG.
Setiap model SPT memiliki tingkat keandalan yang berbeda, maka untuk
dapat memperhitungkan tingkat keandalan masing-masing model SPT ke dalam
model SPGP digunakan nilai koefisien korelasi Pearson (r) dalam periode tertentu
sebagai nilai pembobot. Nilai r (Conrad dan Pollak 1950; Usman dan Akbar 2000;
Nazir 2003) ini didapat dari setiap luaran model SPT. Luaran dari model SPT ini
lebih lanjut dibandingkan dengan data observasi lapangnya. Hasil nilai r yang
diperoleh digunakan untuk menentukan besarnya nilai pembobot. Kemudian nilai
pembobot yang diperoleh digunakan untuk membentuk persamaan regresi linear
berganda dalam menyiapkan model SPGP.
Beberapa hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan
secara internasional dan mendasari pelaksanaan penelitian disertasi ini disajikan
dalam Tabel 1.1 Berdasarkan pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan
antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini adalah
berbasis pada data hasil observasi yang memiliki resolusi tinggi (skala lokal),
domain daerah penelitian relatif sempit yakni wilayah kabupaten, dan metode
pembobotan yang digunakan berbasis pada nilai r yang diperoleh selama periode
tertentu.

4

Tabel 1.1 Hasil penelitian tentang model SPG yang telah dipublikasikan secara
internasional
Referensi

Data Digunakan

Hasil Prediksi

Yun et al. 2005
Tellus, 57A, 280289

DEMETER (CERFAC,
CNRM, ECMWF,
INGV, LODYC, MPI,
UKMO)

Curah hujan bulanan
global

Hagedorn et al. 2005
Tellus, 57A, 219-233

DEMETER

Suhu udara permukaan dan tekanan udara
permukaan laut global

Qian et al. 2010
Mon. Wea. Rev. 138,
2780-2802

ECHAM4.5
TRMM

Curah hujan bulanan
dan kecepatan angin
850 hPa di SriLanka

Berner et al. 2011
Mon. Wea. Rev. 139,
1972-1995

NCEP, GEFS, GFS

Suhu udara dan kecepatan angin harian di
Amerika Serikat

Yun et al. 2003
J. of Climatol., 16,
3834-3840

AMIP, ECMWF

Suhu udara 850 hPa
dan curah hujan bulanan di India hingga
Papua New Guinea

Froude, 2011
Wea. and For., 26,
388-398

EPS (BoM, CMA, CMC,
ECMWF, JMA, KMA,
NCEP, UKMO, CPTEC)

Siklon Ekstratropis
Belahan Bumi Selatan (error, posisi,
intensitas, kecepatan)

Demeritt et al., 2007
Environ. Hazard, 7,
115-127

EFAS, JRC, ECMWF

Early Warning System untuk prediksi
banjir dan curah hujan

Taylor et al., 2002
IEEE Trans. on Power
System, 17, 626-632

NCEP, ECMWF

Prediksi unsur cuaca
1-10 hari ke depan
berbasis data global

Mallet, 2010,
Amer. Geophys. Union,
1-10

Data asimilasi antara
model dan observasi
Eropa

Prediksi unsur Ozon
di daratan Eropa

Frederiksen et al., 2004
Tellus, 56A, 485-500

CSIRO-BMRC GCM,
CCAM

Ketinggian geopotensial 500 hPa di Belahan Bumi Utara

5

Perumusan Masalah
Model SPG lazim diterapkan pada data grid yang berbasis skala global
(model global) hingga regional (model regional) dengan resolusi spasial rendah.
Hasilnya menunjukkan bahwa luaran model global sering tidak mampu
menunjukkan kompleksitas proses atmosfer dalam skala meso hingga lokal (Qian
2008). Akibatnya hasil prediksi menjadi tidak sesuai dengan kondisi lapang.
Untuk itu penyiapan model SPGP yang berbasis pada data observasi stasiun
dalam skala meso hingga lokal dengan resolusi spasial tinggi menjadi suatu
tantangan yang sangat perlu dilakukan.
Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten di Indonesia
belum pernah dilakukan untuk memenuhi keperluan operasional oleh BMKG
(BMG 2004; BMG 2005; BMG 2006; BMKG 2011). Berbagai model SPG telah
banyak dilakukan di beberapa pusat prediksi cuaca/iklim dunia dengan luaran
yang dapat memperbaiki luaran model SPT sehingga model SPGP yang dilakukan
dalam penelitian ini perlu diaplikasikan untuk wilayah tropis Indonesia dengan
basis wilayah kabupaten seperti wilayah Kabupaten Indramayu.
Setiap luaran dari model SPT unsur iklim hujan bulanan akan memiliki
tingkat keandalan yang berbeda-beda (Wiryajaya et al. 2009). Hal ini tercermin
dari besar-kecilnya nilai r dari masing-masing luaran model SPT terhadap data
observasi lapangnya. Hasilnya sangat bervariasi seperti yang diperoleh dalam
kajian di beberapa lokasi di wilayah Indonesia (BMKG 2011). Semakin tinggi
nilai r semakin dekat kesesuaian pola distribusi hujan antara nilai prediksi dengan
nilai observasinya. Untuk itu penggunaan model SPGP untuk memprediksi total
hujan bulanan di wilayah kabupaten sangat diperlukan untuk mengatasi variasi
tingkat keandalan luaran model SPT. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mendapatkan konsistensi keandalan luaran model dalam melakukan prediksi total
hujan bulanan di wilayah kabupaten.
Dalam penelitian ini tidak dibedakan antara lokasi-lokasi yang memiliki
sarana irigasi teknis maupun tidak atau bahkan lokasi-lokasi dengan sarana irigasi
teknis dengan distribusi yang tidak merata. Walaupun lokasi-lokasi di wilayah
penelitian memiliki sarana irigasi teknis, namun beberapa di antaranya masih
memiliki sawah lahan kering atau sawah tadah hujan yang masih cukup luas.

Kebaruan
Digunakannya data observasi stasiun (bukan merupakan data grid maupun
data reanalisis) dalam skala lokal hingga meso dengan kerapatan tinggi
merupakan kebaruan pertama dari penelitian ini.
Perancangan dan aplikasi penggunaan model SPGP yang belum pernah
diaplikasikan secara operasional dan berbasis data observasi pada wilayah
kabupaten merupakan kebaruan kedua dari penelitian ini.
Kemampuan meminimalisasi kelemahan yang dihasilkan oleh luaran
model SPT dengan mengaplikasikan model SPGP sehingga mampu
mempertahankan konsistensi kesesuaian luarannya dengan kondisi lapang
merupakan kebaruan ketiga dari penelitian ini.

6

Penggunaan wilayah kajian yang lebih sempit berbasis pada wilayah
kabupaten (bukan regional maupun global) dengan kondisi iklim tropis (bukan
sub tropis maupun polar) untuk aplikasi model SPGP merupakan kebaruan
keempat dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

(1)

(2)
(3)

(4)

Penelitian ini dilakukan untuk:
merancang, mengkonstruksi, dan mengaplikasikan model SPGP untuk total
hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu untuk mengatasi
ketidakkonsistenan kemampuan luaran model SPT pembentuknya dalam
mengantisipasi kondisi lapang;
mengevaluasi keandalan luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di
wilayah Kabupaten Indramayu secara spasial;
mengevaluasi peranan dinamika Suhu Muka Laut (SML) Japan Re-Analysis
25 years (JRA-25) di sekitar wilayah Kabupaten Indramayu yang dimasukkan
ke dalam proses pengolahan data menggunakan teknik PLSR guna
memahami peranan time lag data SML JRA-25 terhadap luaran model SPGP;
dan
menduga nilai Kandungan Air Tanah (KAT) berbasis luaran model SPGP
maupun SPGP-PLSR untuk memprediksi puncak produksi padi dalam
beberapa bulan ke depan.

Manfaat Penelitian
Ketersediaan model SPT ANFIS, model SPT Wavelet-ANFIS, model SPT
Wavelet-ARIMA, dan model SPT ARIMA yang dimiliki oleh Puslitbang BMKG
belum digunakan secara operasional. Model SPGP ini digunakan untuk
memperbaiki kelemahan dari luaran keempat model SPT pembentuknya (Wilks
1995; Yun et al. 2003). Kegunaannya adalah agar luaran model SPGP menjadi
lebih bermanfaat untuk keperluan operasional ketimbang masing-masing luaran
model SPT pembentuknya karena SPT ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT
Wavelet ARIMA, dan SPT ARIMA memiliki akurasi yang tidak konsisten dilihat
dari hasil aplikasikan di beberapa tempat yang berbeda di wilayah Indonesia
antara lain: di Balikpapan (Sonjaya et al. 2009), di Bali (Wiryajaya et al. 2009),
dan di beberapa lokasi yang telah dikaji oleh Pusat Penelitian Pengembangan
BMKG terkini (BMKG 2011). Model SPGP untuk total hujan bulanan guna
keperluan operasional skala meso-lokal di wilayah Kabupaten Indramayu dapat
diperoleh. Setiap luaran model SPT pembentuk model SPGP diperhitungkan
tingkat keandalannya dengan nilai r masing-masing yang dimasukkan ke dalam
nilai pembobot dari persamaan pembentuk model SPGP.
Hasil pengujian luaran model SPGP di wilayah Kabupaten Indramayu,
dimana wilayah kabupaten ini mudah mengalami kondisi ekstrim terkait
ketersediaan air sehingga pemahaman akan kualitas luaran model SPGP untuk
total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu guna memperoleh informasi
keandalan secara spasial dapat diperoleh.

7

Diperoleh pemahaman terhadap peranan data SML JRA-25 dengan time lag
1 dan 2 bulan dalam pengolahan data dengan menggunakan teknik PLSR untuk
meningkatkan keandalan luaran model SPGP dalam melakukan prediksi total
hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu.
Memperoleh dugaan nilai KAT di wilayah Kabupaten Inramayu untuk
beberapa bulan ke depan berbasis pada luaran model SPGP maupun SPGP-PLSR
untuk total hujan bulanan yang telah disiapkan. Dugaan nilai KAT ini dapat
digunakan dalam memprediksi puncak produksi padi di wilayah ini. Artinya
kemungkinan besar-kecilnya hasil produksi padi dapat diprediksi menggunakan
dugaan nilai KAT yang diperoleh mendahului puncak produksi padi dalam
beberapa bulan sebelumnya. Untuk itu informasi KAT ini menjadi sangat
bermanfaat guna mendukung ketahanan pangan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dituangkan dalam bentuk kerangka pemikiran
penelitian yang disajikan dalam Gambar 1. Tahap pertama, adalah pembentukan
persamaan untuk model SPGP. Model SPT yang telah dimiliki oleh BMKG (SPT
ANFIS, SPT Wavelet-ANFIS, SPT Wavelet-ARIMA, dan SPT ARIMA),
diaplikasikan terhadap series data total hujan bulanan 1981-1990 untuk prediksi
total hujan bulanan periode 1991-2000. Selanjutnya dihitung nilai r dari setiap
luaran model SPT berdasarkan pada series data 1991-2000 tersebut. Berbasis pada
nilai r, dihitung besarnya masing-masing nilai Pembobot. Caranya adalah dengan
menjumlahkan semua nilai r dari model SPT sebagai nilai penyebut dan masingmasing nilai r dari setiap model SPT sebagai nilai pembilang. Ratio antara nilai
pembilang dengan nilai penyebut dinamakan sebagai nilai Pembobot. Nilai
Pembobot masing-masing model SPT digunakan untuk membentuk persamaan
regresi linier berganda sebagai model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah
Kabupaten Indramayu.
Selanjutnya persamaan model SPGP selanjutnya diaplikasikan pada series
data total hujan bulanan observasi 1991-2000 untuk memperoleh nilai model
SPGP dalam series 2001-2009. Hasil luaran model SPGP ini kemudian
diregresikan dengan data SML JRA-25 yang ada di sekitar wilayah Kabupaten
Indramayu dengan time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b;
Tresnawati dan Komalasari 2011) menggunakan teknik Partial Least Square
Regression (PLSR). Prediksi luaran model SPGP-PLSR ini berkaitan dengan
pengaruh (forcing) data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian terhadap kondisi
total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu sebagai daerah penelitian
(Swarinoto 2004b; Estiningtyas 2007; Tresnawati dan Komalasari 2011).
Penggunaan teknik PLSR untuk skala wilayah yang lebih sempit memberikan
kontribusi kepada perbaikan hasil prediksi curah hujan bulanan tersebut
(Swarinoto dan Wigena 2011) yaitu peningkatan nilai r.
Setelah didapat luaran model SPGP dan pasca proses statistical
downscaling dengan teknik PLSR, maka didapat luaran model SPGP-PLSR.
Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap luaran model SPGP-PLSR dimaksud
dengan menggunakan series data observasi 2001-2009 sehingga dapat diperoleh
nilai akurasi luaran model SPGP-PLSR yang bersangkutan pada wilayah

8

Kabupaten Indramayu. Untuk itu dihitung dan disiapkan medan nilai r dan medan
nilai Kesalahan Akar Kuadrat Rerata (RMSE).
Berdasarkan pada luaran model SPGP untuk total hujan bulanan di
wilayah Kabupaten Indramayu ini lebih lanjut dapat disiapkan neraca air tanah
untuk dapat melakukan pendugaan nilai Kandungan Air Tanah (KAT) beberapa
bulan ke depan. Mengingat dengan diperolehnya informasi bulanan nilai KAT ini,
maka selanjutnya dapat dilakukan prediksi waktu diperoleh jumlah produksi padi
maksimum berikutnya sehingga informasi bulanan nilai KAT ini dapat digunakan
untuk mendukung ketahanan pangan

Gambar 1 Alur kerangka pemikiran untuk penyiapan model SPGP total hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu, memasukkan
peranan SML JRA-25 untuk meningkatan luaran model SPGP-PLSR, dan hasil pendugaan nilai KAT untuk mendukung program
ketahanan pangan

9

10

11

2 TINJAUAN PUSTAKA
Prediksi unsur iklim curah hujan dengan akurasi tinggi di wilayah tropis
dapat dikategorikan sulit dilakukan. Apalagi jika prediksi tersebut diarahkan pada
luaran yang bersifat kuantitatif (Hadi 1987). Selain variabilitas dan perubahan
sinyal iklim sangat beragam disebabkan oleh berbagai macam variasi spasial bagi
wilayah dengan topografi yang kompleks (Qian et al. 2010), kondisi ini berkaitan
dengan kejadian unsur iklim curah hujan yang bersifat random (Swarinoto dan
Suyono 2001).
Namun demikian, untuk keperluan operasional yang
bersifat perencanaan ke depan, kegiatan prediksi dalam waktu yang terbatas perlu
tetap disiapkan dan dilakukan sehingga diperlukan model sistem prediksi. Model
sistem prediksi terdiri atas: model SPT dan model SPG. Prediksi total hujan
bulanan dalam penelitian ini menggunakan model SPGP yang dibentuk berbasis
pada luaran beberapa luaran model SPT.

Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot
Model SPGP untuk total hujan bulanan di wilayah kabupaten yang
dibentuk menggunakan nilai koefisien korelasi Pearson dilakukan dengan
menggunakan persamaan (2.1) mengadopsi apa yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya (Yun, et al. 2005) dengan persamaan seperti berikut:
=
= ∑ =1


(2.1)

dengan: F e = total hujan bulanan luaran model SPG (mm); N = banyaknya model
SPT yang digunakan; r i = nilai koefisien korelasi Pearson dari setiap model SPT
ke-i; dan F i = total hujan bulanan luaran model SPT masing-masing ke-i (mm).
Hasil penjumlahan nilai koefisien korelasi Pearson yang diperoleh dari
setiap model SPT dapat ditulis sebagai berikut:
=
1 ≠ ∑ =1


(2.2)

1 ≠ r 1 + r 2 + ... + r N

(2.3)

Persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi sebagai berikut:

dengan: r 1 = nilai r dari luaran model SPT pertama; r 2 = nilai r dari luaran model
SPT kedua; dan r N = nilai r dari luaran model SPT ke-N.
Agar setiap nilai r yang didapat dari setiap luaran model SPT pembentuk
model SPG dapat diperhitungkan secara proporsional, maka dalam persamaan
(2.1) harus dapat dikondisikan bahwa jumlah nilai r pembentuk persamaan regresi
multi linear tersebut mempunyai nilai maksimum adalah 1. Jika jumlah nilai r
yang didapat dari masing-masing model SPT dalam persamaan (2.3) tidak atau
belum sama dengan 1, maka digunakan manipulasi matematik untuk menghitung
nilai w i sebagai Pembobot berdasarkan pada nilai r dalam persamaan (2.4) untuk
membentuk persamaan model SPGP sebagai berikut:

12

1

=

2

=
=

�1

�1 +�2 + … +�
�2

�1 +�2 + … +�


(2.4)

�1 + �2 + … + �

Akibatnya hasil penjumlahan nilai pembobot w i dalam persamaan (2.4)
dapat ditulis menjadi seperti berikut:
=
∑ =1

=1

(2.5)

dengan: N = banyaknya model SPT yang digunakan untuk membentuk model
SPG; dan w i = nilai pembobot berdasarkan nilai r dari masing-masing luaran
model SPT ke-i.
Selanjutnya berdasarkan pada persamaan (2.1), maka persamaan untuk
model SPGP dapat ditulis sebagai berikut:
()= ∑

=
=1

()

(2.6)

dengan: F e (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPGP berdasarkan
pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT yang digunakan untuk
membentuk model SPGP (mm); w j = nilai pembobot ke-j berdasarkan pada nilai r
dari masing-masing luaran model SPT; dan F j (i) = total hujan bulanan ke-i luaran
dari model SPT ke-j.
Model SPT yang digunakan dalam membentuk persamaan model SPGP
untuk total hujan bulanan dalam persamaan (2.6) terdiri atas 4 (empat) model
sehingga persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi seperti berikut:
F e (i)

=

w 1 F 1 (i)

+

w 2 F 2 (i)

+

w 3 F 3 (i)

+

w 4 F 4 (i)

(2.7)
dengan: F e (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran model SPGP berdasarkan
pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT yang digunakan untuk
membentuk model SPGP (mm); w 1 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari
luaran model SPT ANFIS; w 2 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r dari
luaran model SPT Wavelet-ANFIS; w 3 = nilai pembobot berdasarkan pada nilai r
dari luaran model SPT Wavelet-ARIMA; w 4 = nilai pembobot berdasarkan pada
nilai r dari luaran model SPT ARIMA; F 1 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i
luaran model SPT ANFIS (mm); F 2 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran
model SPT Wavelet-ANFIS (mm); F 3 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i luaran
model SPT Wavelet-ARIMA (mm); dan F 4 (i) = total hujan bulanan tahun ke-i
luaran model SPT ARIMA (mm).

13

Regresi Kuadrat Terkecil Parsial
Luaran dari model SPGP untuk total hujan bulanan yang dibentuk
berdasarkan pada nilai r dari masing-masing luaran model SPT pembentuknya
lebih lanjut dihilangkan sifat multi-kolinieritasnya dengan menggunakan teknik
Partial Least Square Regression (PLSR) atau Regresi Kuadrat Terkecil Parsial
terhadap data SML JRA-25 di sekitar daerah penelitian (Swarinoto dan Wigena
2011). Teknik yang digunakan ini disebut juga sebagai teknik statistical
downscaling. Data SML JRA-25 yang digunakan dalam pengolahan data ini
mempunyai time lag 1 (satu) dan 2 (dua) bulan (Swarinoto 2004b).
Teknik PLSR digunakan untuk melakukan ekstraksi atas sejumlah
komponen (Wigena 2010). Komponen tersebut disebut sebagai peubah laten, di
mana dari peubah prediktor (X) dipilih sejumlah komponen yang relevan dengan
sejumlah peubah respon (Y). Caranya dengan proses dekomposisi peubah X dan
peubah Y secara simultan dengan batasan bahwa komponen-komponen tersebut
dapat menjelaskan sebanyak mungkin keragaman antara peubah prediktor X dan
peubah respon Y. Proses dekomposisi dimaksud selanjutnya diikuti dengan
tahapan regresi. Dalam hal ini hasil dekomposisi peubah prediktor X digunakan
untuk melakukan prediksi peubah respon Y. Akibatnya dalam melakukan proses
pengolahan data dengan teknik PLSR ini telah mencakup teknik Principal
Component Analysis (PCA) dan Regresi Berganda.
Dalam pengolahan data, peubah prediktor X memiliki ukuran N*K. Dalam
hal ini N = jumlah data dan K = jumlah peubah prediktor, maka peubah prediktor
X dapat ditulis sebagai X k di mana k = 1, 2, 3,…, K. Sementara itu peubah respon
Y me

Dokumen yang terkait

Model Sistem Prediksi Gabungan Dengan Nilai Pembobot Untuk Total Hujan Bulanan Guna Menduga Nilai Kandungan Air Tanah Pada Pertanaman Padi

0 24 82

Statistical Downscaling Suhu Muka Laut Global Untuk Prediksi Total Hujan Bulanan Menggunakan Teknik Pls

0 5 12

MODEL SISTEM PREDIKSI ENSEMBLE TOTAL BUJAN BULANAN DENGAN NILAI PEMBOBOT (KASUS WILAYAH KABUPATEN INDRAMAYU)

0 5 12

Pemodelan Nilai Tingkat Pengembalian Untuk Menduga Curah Hujan Ekstrim Di Kabupaten Indramayu

1 11 46

PREDIKSI NILAI TANAH BERDASARKAN NILAI INDIKASI RATA-RATA ( NIR ) TANAH PADA ZONA NILAI TANAH ( ZNT ) DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINIER DAN NON LINIER PADA KECAMATAN RUNGKUT.

0 14 50

PREDIKSI SPASIAL BERDASARKAN CLUSTERING NILAI INDIKASI TANAH PADA ZONA NILAI TANAH DI KECAMATAN SAMBIKEREP.

0 0 66

PREDIKSI NILAI TANAH BERDASARKAN NILAI INDIKASI RATA-RATA (NIR) TANAH PADA ZONA NILAI TANAH (ZNT) DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINIER DAN NON LINIER PADA KECAMATAN SAMBIKEREP.

1 6 48

PERUBAHAN KANDUNGAN AIR TERHADAP NILAI PENGEMBANGAN PADA TANAH DASAR JALAN PENAWANGAN-PURWODADI.

0 2 76

PREDIKSI SPASIAL BERDASARKAN CLUSTERING NILAI INDIKASI TANAH PADA ZONA NILAI TANAH DI KECAMATAN SAMBIKEREP TUGAS AKHIR - PREDIKSI SPASIAL BERDASARKAN CLUSTERING NILAI INDIKASI TANAH PADA ZONA NILAI TANAH DI KECAMATAN SAMBIKEREP

0 0 19

PREDIKSI NILAI TANAH BERDASARKAN NILAI INDIKASI RATA-RATA ( NIR ) TANAH PADA ZONA NILAI TANAH ( ZNT ) DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINIER DAN NON LINIER PADA KECAMATAN RUNGKUT TUGAS AKHIR - PREDIKSI NILAI TANAH BERDASARKAN NILAI INDIKASI RATA-RATA ( NIR ) TA

0 0 10