Fraksi Aktif Antioksidan dari Ekstrak Kulit Kayu Sungkai (Peronema canescens Jack.)

FRAKSI AKTIF ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK KULIT
KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack.)

NURSINTA ARIFIANI ROSDIANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Fraksi Aktif
Antioksidan dari Ekstrak Kulit Kayu Sungkai (Peronema canescens Jack.)” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Nursinta Arifiani Rosdiana
NIM E24100013

ABSTRAK
NURSINTA ARIFIANI ROSDIANA. Fraksi Aktif Antioksidan dari Ekstrak Kulit
Kayu Sungkai (Peronema canescens Jack.). Dibimbing oleh RITA KARTIKA
SARI.
Ekstrak kulit sungkai (Peronema canescens Jack.) berpotensi mengandung
zat ekstraktif yang bersifat antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah
memfraksinasi ekstrak etanol 70% kulit sungkai, menghidrolisis residu n-heksana,
menentukan kadar fraksi dan aktivitas antioksidannya serta menganalisis
komponen kimia tiga fraksi teraktif. Fraksinasi dilakukan dengan metode solventsolvent extraction dengan pelarut n heksana dan etil asetat. Aktivitas antioksidan
diuji dengan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) secara in vitro. Tiga fraksi
teraktif dianalisis komponen kimianya dengan kromatografi gas spektrometer
massa (GC-MS). Fraksi n-heksana memiliki nilai kadar ekstrak yang paling tinggi.
Tiga fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan terkuat adalah fraksi etil asetat non
hidrolisis, fraksi n-heksana, dan fraksi etil asetat hidrolisis (IC50 43,67; 44,55; dan
53,34 µg/mL). Hasil identifikasi komponen kimia menunjukkan terdapat senyawa

dominan yaitu asam kuinat, guaiakol, hidrokuinon, asam isovanilat, genkwanin,
katekol, dan asam benzoat. Senyawa-senyawa tersebut merupakan golongan fenol
yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat.
Kata kunci: antioksidan, sungkai, fenol.

ABSTRACT
NURSINTA ARIFIANI. Active Fraction of Antioxidant from Sungkai
(Peronema canescens Jack) Bark Extract. Advised by RITA KARTIKA SARI
Sungkai (Peronema canescens Jack.) bark extract is potentially containing
extractive materials with antioxidant properties. The objective of this research was
to fractionate 70% of ethanol extract of sungkai bark, hydrolize the n-hexane
residue, determine fraction content and antioxidant activity using in vitro testing,
and analyze chemical compounds found in three of the most active fraction.
Fractionation was conducted using solvent-solvent extraction with n-hexane and
ethyl acetate. Antioxidant activity was examined using 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH) method. The chemical components of three most active fraction were
analyzed by gas chromatography mass spectrometry (GC-MS). Extract value of nhexane fraction was the highest levels.. The three most active fractions with
antioxidant properties are non-hydrolized etil acetate, n-hexane, and hydrolized
ethyl acetate (IC50 43.67, 44.55, and 53.34 µg/mL). Phenolic compound
identification shows several dominant compounds: quinic acid, guaiacol,

hydroquinone, isovanillic acid, genkwanin, catechol, and benzoic acid. Those
compounds are categorized as phenol and own strong antioxidant activity.
Keywords: antioxidant, sungkai, phenol

FRAKSI AKTIF ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK KULIT
KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack.)

NURSINTA ARIFIANI ROSDIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Fraksi Aktif Antioksidan dari Ekstrak Kulit Kayu Sungkai
(Peronema canescens Jack.)
Nama
: Nursinta Arifiani Rosdiana
NIM
: E24100013

Disetujui oleh

Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena atas segala
karunia-Nya karya ilmiah ini dapat selesai. Karya ilmiah ini berjudul “Fraksi Aktif
Antioksidan dari Ekstrak kulit Sungkai (Peronema canescens Jack.)” yang
dilaksanakan sejak bulan Febuari 2014 sampai dengan April 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir Rita Kartika Sari, M.Si selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua atas kasih sayang, dukungan, dan
doa selama ini.
Penghargaan turut penulis sampaikan kepada Bapak Supriatin dan Gunawan
selaku Laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan (KHH), teknisi di Biofarmaka,
dan teknisi di Laboratorium Forensik atas bantuan selama ini. Ungkapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Vini Alvionita Sihombing, Gisella Indira
Maharani, rekan-rekan THH 47 lainnya khususnya rekan peneliti di Laboratorium
KHH (Rizky Rosilia, Faitha Hanun, Dwi Erikan Rizanti, Faiza Nur Ilmi, Novi
Handayani, Arif Rahmatullah, Indra Tri Putra, Fauzi Syukrillah, Catur Wulandari,
Alfi Naelufar, dll) dan anggota RIMPALA khususnya RXV (Mentari Purwakasiwi,
Galuh Ajeng Septaria, Fajar Alif Sampangestu, Anxious Yoga Perdana, Puspa Diva
Nur Aqmarina, Nurani Hardikananda, Mentari Medinawati, Iqbal Nizar Arafat,
Fitri Maharani, dan Anggi Gustiani) atas motivasi dan kebersamaan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Nursinta Arifiani Rosdiana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Persiapan Bahan Baku
Proses Ekstraksi dan Fraksinasi
Uji Antioksidan
Analisis Komponen Kimia

1
2
2
2
2
2
3

3
4
5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Identifikasi Jenis Pohon
Kadar Ekstrak dan Fraksi
Aktivitas Antioksidan
Analisis Komponen Kimia

5
5
7
9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran

11
11
12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

15
22

DAFTAR TABEL
1 Kadar zat ekstraktif dan hasil fraksinasi ekstrak etanol 70% kulit kayu
sungkai (P. canescens) (% berdasarkan BKT)
6

2 Hasil perhitungan nilai IC50 pada pengujian antioksidan ekstrak dan
fraksi kulit sungkai
8
3 Senyawa dominan dalam fraksi teraktif kulit sungkai
11

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses ekstraksi dan fraksinasi
4
2 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kulit sungkai dengan persen
inhibisi
7
3 Kromatogram senyawa pada tiga fraksi teraktif
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5
6

Hasil identifikasi daun sungkai
15
Absorbansi dan inhibisi ekstrak dan fraksi kulit sungkai
16
Daftar nama senyawa dominan fraksi n-heksana
18
Daftar nama senyawa dominan fraksi etil asetat non hidrolisis
19
Daftar nama senyawa dominan fraksi etil asetat hidrolisis
20
Perhitungan kadar ekstraktif dan hasil fraksinasi ekstrak etanol 70% kulit
kayu sungkai
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan nilai tambah hasil hutan dapat dilakukan melalui pemanfaatan
zat ekstraktif dari limbah industri perkayuan seperti kulit kayu sebagai bahan obat.
Limbah kulit dari industri perkayuan di Indonesia sekitar 12-17% (Pari et al. 2000).
Limbah kulit kayu sampai sekarang pemanfaatannya difokuskan sebagai sumber
energi untuk bahan bakar boiler (Purwati 2007). Akan tetapi kulit kayu juga
berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber bahan obat. Beberapa penelitian
membuktikan zat ekstraktif kulit pohon memiliki bioaktivitas alami, seperti ekstrak
kulit kayu mangga (Mangifera indica) dan kayu manis (Cinnamomum zeylanicum)
sebagai antiinflamasi (Garrido 2004, Vetal 2013), ekstrak kulit kayu jambu mete
(Anacardium occidentale) sebagai antidiabetes (Ojewole 2003), ekstrak kulit kayu
Acacia nilotica dan kenanga (Cananga odorata) sebagai antibakteri (Banso 2009;
Rahman et al. 2005). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ekstrak metanol dari
kulit kayu sungkai (Peronema canescens), mangium (Acacia mangium), dan akasia
auri (Acacia auriculiformis) bersifat antioksidan (Sari et al. 2013).
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara tropis mendapatkan paparan sinar
matahari yang intensif dan salah satunya adalah sinar ultra violet yang tinggi. Selain
itu, populasi penduduk Indonesia yang semakin banyak secara tidak langsung
menyebabkan semakin banyaknya jumlah kendaraan bermotor dan menghasilkan
polutan yang semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia
rawan terkena radikal bebas yang didukung oleh perubahan gaya hidup. Radikal
bebas adalah senyawa kimia yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan sehingga tidak stabil dan sangat reaktif. Radikal bebas dapat
mengambil elektron dari jaringan tubuh sehingga terjadi kerusakan sel yang
menimbulkan berbagai penyakit seperti jantung koroner (PJK), kanker, katarak, dan
penyakit degeneratif lainnya (Kumalaningsih 2006). Senyawa radikal bebas juga
dapat menimbulkan penyakit autoimun (Muchtadi 2000). Sediaan antioksidan
dapat digunakan untuk menangkal radikal bebas. Namun, antioksidan yang banyak
beredar di pasaran adalah antioksidan sintetis. Antioksidan sintetis memberikan
efek samping yang cukup berbahaya bagi kesehatan, terutama menyebabkan
penyakit kanker (Hernani 2006). Antioksidan sintetis akan bersifat radikal ketika
menyumbangkan elektronnya untuk radikal bebas dan terdapat bahan sisa bersifat
toksik yang tertinggal saat pembuatan antioksidan sintetis. Oleh sebab itu
pengembangan antioksidan alami gencar dilakukan, karena antioksidan alami
adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan dengan struktur molekul yang dapat
memberikan elektron kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali
fungsinya dan dapat memutus rantai berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih
2006).
Kulit sungkai berpotensi sebagai senyawa antioksidan alami. Ekstrak
metanol kulit sungkai memiliki aktivitas antioksidan yang kuat karena memiliki
nilai Inhibition Concentration (IC50) sebesar 87 µg/mL dan terdeteksi banyak
mengandung senyawa fenolik, baik fenolik sederhana, flavonoid, dan tanin (Sari et
al. 2013). Senyawa fenolik adalah senyawa yang berperan terhadap antioksidan
alami (Markham 1988).

2
Senyawa fenol yang dapat larut dalam metanol dan etanol adalah tanin
terkondensasi, tanin terhidrolisis, polifenol, flavonoid, dan antrakuinon (Windarini
2013, Sundari 2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan Sari et al. (2013)
menunjukkan ekstrak metanol kulit sungkai bersifat antioksidan, tetapi pada
aplikasinya badan POM hanya memperbolehkan ekstraksi dengan etanol, air, atau
etanol dalam berbagai konsentrasi (BPOM 2004). Etanol 70% digunakan karena
polaritas yang lebih tinggi dari etanol murni dan dapat mendeteksi senyawa
flavonoid dengan konsentrasi yang lebih tinggi (Tiwari et al. 2011 dalam Priyanto
2013). Fraksinasi dari ekstrak etanol diperlukan untuk memisahkan senyawa
fenolik dengan kepolaran yang berbeda, sehingga dapat diketahui senyawa yang
paling berpengaruh pada aktivitas senyawa antioksidan. Selain itu, fraksinasi
dilakukan agar dapat diketahui pelarut yang tepat digunakan untuk mendapatkan
senyawa target antioksidan untuk pemanfaatan zat ekstraktif kulit sungkai
selanjutnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memfraksinasi ekstrak etanol 70% kulit sungkai
secara bertingkat dengan n-heksana dan etil asetat, menghidrolisis residu n-heksana
sebelum difraksinasi dengan etil asetat, dan menentukan kadar fraksi yang
dihasilkan serta aktivitas antioksidannya berdasarkan uji secara in vitro terhadap
radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Tiga fraksi teraktif kemudian
dianalisis senyawa kimianya.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Febuari 2014 hingga April 2014.
Persiapan bahan baku, ekstraksi, dan fraksinasi dilakukan di Laboratorium Kimia
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, pengujian determinasi jenis pohon di
Herbarium Bogoriense LIPI, pengujian aktivitas antioksidan di Pusat Studi
Biofarmaka IPB Bogor, dan analisis komponen kimia di Pusat Laboratorium
Forensik Mabes Polri Jakarta.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kayu sungkai
dari batang pohon berdiameter 30 cm yang berasal dari kebun masyarakat di
Ciampea Bogor. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%, n-heksana, etil asetat
teknis dengan kualifikasi bahan teknis yang telah dimurnikan, HCl 2 N, air destilata,
dimetil dulfoksida (DMSO), DPPH, dan vitamin C.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah willey mill, mesh screen
ukuran 40-60 mesh, labu florentina, penguap putar, elisa reader, microplate, pipet

3
mikroliter, inkubator, oven, erlenmeyer, gelas piala, spatula, cawan petri,
timbangan 4 desimal, desikator, kertas saring, botol ukuran 5 mL, dan botol
ekstraksi maserasi, kromatografi gas-spektrofotometri massa (GC-MS).

Prosedur dan Analisis Data
Persiapan Bahan Baku
Kulit kayu sungkai dipotong-potong menjadi serpihan tipis dan panjang
seperti ukuran korek api lalu dikeringudarakan hingga kadar air ±10%. Serpihan
yang telah kering digiling dengan willey mill kemudian disaring dengan mesh
screen, serbuk yang lolos saringan 40 mesh dan tertahan di saringan 60 mesh
digunakan sebagai bahan penelitian. Kadar air serbuk diukur dengan mengambil
sampel sebanyak 2 g lalu dioven hingga bobot kering tanur (BKT).
Proses Ekstraksi dan Fraksinasi
Serbuk kulit sungkai sebanyak ± 500 g yang telah diketahui kadar airnya
diekstraki dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70% dalam toples
besar yang gelap dan ditutup rapat. Pelarut etanol ditambahkan hingga
perbandingan serbuk dan pelarut etanol 1:3. Serbuk yang telah terendam diaduk
dengan spatula dan disimpan selama 24 jam, kemudian larutan ekstrak disaring
dengan kertas saring dan ampasnya direndam kembali dengan etanol. Ekstraksi
dilakukan 18 kali hingga larutan ekstrak berwarna bening. Filtrat ekstrak tersebut
dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 70 oC dengan tekanan 400 mmHg
untuk memisahkan pelarut etanol dengan ekstrak kulit sungkai hingga mencapai
larutan pekat sebanyak 300 mL.
Larutan ekstrak sebanyak 5 mL diambil dari larutan pekat 300 mL lalu
ditaruh pada cawan petri yang telah diketahui BKT-nya, kemudian larutan ekstrak
dioven pada suhu 103 oC hingga bobotnya konstan, lalu ekstrak dimasukkan dalam
desikator dan ditimbang untuk mengetahui BKT ekstrak.
Fraksinasi ekstrak etanol 70% menggunakan metode solvent-solvent
extraction yaitu menggunakan dua pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda.
Sebanyak 200 mL ekstrak etanol kulit sungkai difraksinasi dengan n-heksana
hingga jernih (2 kali). Ekstrak dimasukkan ke dalam labu florentina dengan 150 mL
n-heksana. Labu dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan antara n-heksana dan
ekstrak etanol. Residu dari fraksinasi ekstrak etanol 70% dengan n-heksana
kemudian difraksinasi dengan dua cara, yaitu residu langsung difraksinasi dengan
etil asetat dan residu yang dihidrolisis dengan HCl terlebih dahulu baru kemudian
difraksinasi dengan etil asetat. Hidrolisis dengan asam dilakukan agar gula yang
terdapat dalam ekstrak dapat diputus. Sebagian besar senyawa flavonoid
merupakan struktur glikosida yaitu unit flavonoid yang terikat dengan gula tetapi
ada juga yang ditemukan dalam bentuk aglikon (bebas gula). Jika flavonoid tersebut
termasuk senyawa glikosida, maka perlu dihidrolisis karena gula dapat
mengganggu dalam pengujian aktivitas antioksidan (Markham 1988). Residu
difraksinasi dengan etil asetat (4 kali) dan ekstrak kedua dihidrolisis dengan HCl

4
2N pada suhu 100 oC lalu ekstrak terhidrolisis difraksinasi dengan etil asetat (8 kali).
Fraksi n-heksana, etil asetat, residu etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan.
Fraksinasi ekstrak etanol 70% secara singkat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir proses ekstraksi dan fraksinasi.
Uji Antioksidan
Uji antioksidan menggunakan metode DPPH (Leu et al. 2006). Sebanyak
1.6 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 mL etanol dan larutan dijadikan larutan induk
(konsentrasi 1600 µg/mL), lalu larutan induk diencerkan hingga konsentrasi 200
µg/mL. Larutan ekstrak dibuat dengan mengencerkan larutan induk dengan etanol
dengan nisbah 1:1. Larutan ekstrak dibuat dengan konsentrasi 100, 50, 25, 12.5,
6.25, 3.125, dan 1.562 µg/mL.
Total larutan dalam setiap lubang micro plate adalah 200 µL yang terdiri
atas larutan ekstrak sebanyak 100 µL dan 100 µL larutan DPPH (125 µM dalam
etanol). Pemberian larutan ekstrak 200 µg/mL menghasilkan konsentrasi ekstrak
sebesar 100 µg/mL. Kontrol negatif dibuat dengan mencampurkan 100 µL etanol
dengan 100 µL larutan DPPH. Asam askorbat (vitamin C) digunakan sebagai
kontrol positif antioksidan dengan konsentrasi 200; 100; 50; 25; 12.5; 6.25; dan
3.125 µg/mL. Setelah homogen, microplate diinkubasi dalam inkubator suhu 37 oC
selama 30 menit lalu diukur serapan cahayanya dengan elisa reader pada λmaks 517
nm. Radikal bebas DPPH memiliki elektron tidak berpasangan sehingga berwarna
ungu dan ketika DPPH bercampur dengan senyawa yang mendonorkan atom
hidrogen maka warna DPPH akan semakin memudar menjadi kuning. Pengurangan
intensitas warna dari ungu menjadi kuning disebabkan jumlah elektron DPPH yang
menangkap atom hidrogen. Besar absorbansi yang menunjukkan aktivitas
antioksidan ditentukan dengan menghitung persen penghambatan radikal bebas
oleh ekstrak dengan rumus sebagai berikut (Molyneux 2003):

5
% Inhibisi =
Keterangan :



x 100%

A : serapan kontrol negatif (DPPH + etanol)
B : serapan ekstrak uji (DPPH +etanol+ ekstrak uji).

Korelasi antara persen inhibisi dan konsentrasi ekstrak diplotkan dan nilai
IC50 dihitung melalui persamaan regresi hasil interpolasinya. IC50 adalah
konsentrasi efektif ekstrak kulit sungkai yang mampu menangkap radikal bebas
DPPH sebesar 50%, sehingga nilai IC50 yang semakin rendah berarti aktivitas
antioksidan ekstrak semakin tinggi.
Menurut Blois (1958) dalam Priyanto (2013), suatu senyawa dikatakan
sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 < 50 µg/mL, kuat untuk IC50 antara
50-100 µg/mL, sedang jika IC50 bernilai 101–150 µg/mL dan lemah jika IC50
bernilai 151 – 200 µg/mL.
Analisis Komponen Kimia
Analisis komponen kimia tiga fraksi teraktif menggunakan alat GC-MS
merek Agilent Technologies 6890N series. Sampel diambil sebanyak 6 µL dan
dimasukkan pada inlet. Pengolahan data menggunakan software GC-MS data
analysis. Pemisahan senyawa dan analisis kuantitatif komponen dilakukan pada GC
oleh kolom kapiler dengan diameter 0.25 mm dan panjang 60 m dengan suhu awal
70 oC, kenaikan suhu 15 oC/menit hingga suhu 290 oC dan waktu akhir 20 menit.
Identifikasi komponen dilakukan pada MS. Identifikasi senyawa dilakukan dengan
mencocokkan data pada spektrum massa dengan data yang ada dalam WILEY 9th
library.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis Pohon
Identifikasi daun dari pohon yang digunakan dalam penelitian ini oleh
Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong menunjukkan bahwa spesies pohon tersebut
adalah Peronema canescens Jack. Hasil tersebut telah memastikan kebenaran jenis
pohon yang digunakan.
Kadar Ekstrak dan Fraksi
Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa kadar ekstrak etanol 70% (8.31%) lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar ekstrak metanol kulit sungkai yang dilaporkan
oleh Sari et al. (2013) yaitu 2.4%. Perbedaan kadar ekstrak ini disebabkan oleh
perbedaan teknik ekstraksi dan pelarut. Teknik ekstraksi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah maserasi yang dilakukan 18 kali hingga pelarut jernih agar
seluruh zat ekstraktif yang terlarut dalam etanol 70% terekstrak semua (Harborne
1987), sedangkan teknik ekstraksi dari ekstrak metanol pada penelitian Sari et al.
(2013) adalah sokletasi selama 12 jam. Selain itu, etanol 70% tingkat kepolarannya
lebih rendah dibandingkan dengan metanol sehingga etanol 70% dapat melarutkan

6
senyawa yang kepolarannya lebih rendah. Kulit kayu mengandung senyawa yang
beragam dari nonpolar seperti lemak dan minyak (Sjostrom 1995).
Hasil fraksinasi menunjukkan bahwa fraksinasi dengan tingkat kepolaran
berbeda menghasilkan kadar fraksi yang berbeda. Fraksi nonpolar dalam ekstrak
kulit sungkai lebih tinggi dibandingkan dengan residunya. Fraksi nonpolar
memiliki kandungan ekstrak yang paling banyak dan menunjukkan bahwa sebagian
besar ekstrak kulit sungkai mengandung senyawa nonpolar. Senyawa ekstrak kulit
kayu yang dapat terlarut dalam pelarut etanol maupun n-heksana adalah lemak dan
minyak (Aziz et al. 2009). Selain itu, fraksi nonpolar berpeluang mengandung
karotenoid. Karotenoid merupakan senyawa antioksidan yang terlarut dalam
ekstrak kulit pinus dan dapat larut dalam pelarut nonpolar (Renaud 2013; Russel
2006). Kadar zat ekstraktif kulit sungkai yang diperoleh dari ekstrak etanol 70%
dan hasil fraksinasi bertingkat dengan pelarut n-heksana dan etil asetat tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1 Kadar zat ekstraktif dan hasil fraksinasi ekstrak etanol 70% kulit kayu
sungkai (P. canescens) (% berdasarkan BKT)
Kadar
Kadar
Wujud
Bobot
dalam
dalam
fisik
No
Jenis ekstrak/ fraksi
(g) 1)
ekstrak
serbuk
etanol (%) 2) kulit (%) 3)
1
Ekstrak etanol (SA)
38.16
8.31
Coklat
kehitaman
2
Fraksinasi ekstrak etanol 25.44
70%
a. Fraksi n-heksana (SB)
13.15
51.69
4.29
Coklat
susu
b. Residu n-heksana (SC) 12.29
48.31
4.01
3
Fraksinasi residu nheksana non hidrolisis
a. Fraksi etil asetat non
3.10
33.66
1.97
Coklat tua
hidrolisis (SD)
b. Residu etil asetat non
3.23
24.65
2.05
Coklat
hidrolisis (SE)
terang
4
Fraksinasi residu nheksana dihidrolisis
a. Fraksi etil asetat
4.52
36.64
3.04
Coklat tua
hidrolisis (SF)
b. Residu etil asetat
1.44
11.67
0.96
Coklat
hidrolisis (SG)
terang
Keterangan :

1)

bobot kering tanur (BKT)
% BKT (bobot fraksi terhadap bobot ekstrak etanol)
3)
% BKT (bobot fraksi terhadap awal serbuk kulit sungkai)
2)

Kadar ekstrak fraksi etil asetat hidrolisis lebih besar dibandingkan dengan
fraksi etil asetat non hidrolisis. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa flavonoid
yang sudah terputus dengan gula setelah proses hidrolisis sehingga lebih banyak

7
senyawa yang terlarut dalam etil asetat. Setelah proses hidrolisis, senyawa
flavonoid akan terlarut pada etil asetat sedangkan gula terlarut pada air (Andersen
& Markham 2006). Kandungan air yang lebih sedikit akan menyebabkan residu etil
asetat non hidrolisis paling sedikit kandungan ekstraktifnya karena sudah banyak
senyawa yang terlarut dalam fraksi etil asetat hidrolisis.
Warna ekstrak dari setiap fraksi ekstrak kulit sungkai berbeda secara visual
seperti pada Tabel 1. Warna yang berbeda disebabkan oleh senyawa yang terlarut
dalam masing-masing pelarut menurut tingkat kepolaran yang berbeda. Menurut
Rein (2005), senyawa karoten dan antosianin yang terlarut pada pelarut dengan
kepolaran berbeda menghasilkan warna pelarut yang berbeda. Selain itu kadar
senyawa yang berbeda juga menyebabkan warna ekstrak berbeda. Menurut Winarti
(2008) kadar pH, kadar gula, dan suhu pemanasan dapat mempengaruhi warna
ekstrak.
Aktivitas Antioksidan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara konsentrasi
ekstrak dengan persentase inhibisi (Gambar 2). Hal ini mengindikasikan bahwa
ekstrak dan fraksi kulit sungkai mengandung senyawa antioksidan karena
meningkatnya konsentrasi ekstrak mengakibatkan peningkatan aktivitas
penangkapan radikal.

Persentase inhibisi (%)

40
35
30
SA
SB
SD
SE
SF
SG

25
20
15
10
5
0
0

5

10

15

20

25

30

Konsentrasi ekstrak (µg/mL)
Gambar 2 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kulit sungkai dengan persen
inhibisi (SA= Ekstrak etanol 70%; SB= Fraksi n-heksana; SD= Fraksi
etil non hidrolisis; SE= Residu etil non hidrolisis; SF= Fraksi etil
hidrolisis; SG= Residu etil hidrolisis)
Interpolasi antara konsentrasi ekstrak dan fraksi kulit sungkai dengan persen
inhibisi menghasilkan persamaan regresi yang berbeda sehingga menghasilkan nilai
IC50 yang berbeda. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 2), IC50 fraksi terlarut etil
asetat non hidrolisis dan fraksi n-heksana memiliki aktivitas antioksidan yang
sangat kuat, ekstrak etanol dan fraksi lainnya memiliki aktivitas antioksidan yang
kuat.

8
Tabel 2 Hasil perhitungan nilai IC50 pada pengujian antioksidan ekstrak dan fraksi
kulit sungkai
No Ekstrak
Persamaan linier
IC50
Aktivitas antioksidan *)
sungkai
(µg/mL)
1
SA
y = 0.7394x+9.0934
55.32
Kuat
2
SB
y = 0.7401x+17.026
44.55
Sangat kuat
3
SD
y = 0.6962x+19.594
43.67
Sangat kuat
4
SE
y = 0.6158+13.79
58.80
Kuat
5
SF
y = 0.7355x+10.768
53.34
Kuat
6
SG
y = 0.5612x+7.5533
75.64
Kuat
Keterangan:
SA: Ekstrak etanol 70%
SB: Fraksi n-heksana
SE: Residu etil non hidrolisis
SF: Fraksi etil hidrolisis
*)
Menurut Blois (1958) dalam Priyanto (2013)

SD: Fraksi etil non hidrolisis
SG: Residu etil hidrolisis

Ekstrak etanol dan setiap fraksinya memiliki aktivitas antioksidan yang
berbeda. Nilai IC50 yang paling rendah menunjukkan aktivitas antioksidan paling
tinggi. Berdasarkan nilai IC50 (Tabel 2), aktivitas antioksidan dari yang tertinggi
hingga terendah berturut-turut adalah fraksi etil asetat non hidrolisis, fraksi nheksana, fraksi etil asetat hidrolisis, ekstrak etanol 70%, residu etil asetat non
hidrolisis, dan residu etil asetat hidrolisis.
Fraksi etil asetat non hidrolisis memiliki aktivitas antioksidan yang paling
tinggi dan tergolong sangat kuat (IC50 43.67 µg/mL). Menurut Jang et al. (2007),
aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang
digunakan. Aktivitas antioksidan yang tinggi diakibatkan banyak senyawa
antioksidan yang terlarut dalam pelarut tersebut. Hernani (2006) menegaskan
bahwa senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan adalah polifenol, bioflavonoid,
vitamin C, vitamin E, beta-karoten, dan katekin. Senyawa antioksidan yang dapat
larut dalam etil asetat adalah flavonoid dan pirokatekol (Andersen & Markham
2006, Gani et al. 2013). Fraksi etil asetat non hidrolisis diduga didominasi oleh
flavonoid aglikon bersifat aktivitas antioksidan tinggi walaupun tanpa hidrolisis
dengan asam untuk pemutusan gula (Markham 1988).
Fraksi n-heksana memiliki aktivitas antioksidan tertinggi kedua dan
tergolong sangat kuat (IC50 44.55 µg/mL). Terdapat senyawa terlarut n-heksana
yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Senyawa flavonoid berupa
aglikon dapat terlarut oleh n-heksana, karena menurut Markham (1988), senyawa
aglikon cenderung kurang polar. Selain itu, pelarut nonpolar dapat melarutkan
senyawa antioksidan seperti karotenoid. Berdasarkan penelitian Triyem (2010) dan
Masrukhan (2010), ekstrak n-heksana kulit batang manggis hutan (Garcinia
bancana Miq.) memiliki aktivitas antioksidan kuat.
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% kulit sungkai memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan fraksi nonpolar (n-heksana)
dan semipolar (etil asetat). Hal ini dikarenakan dalam etanol 70% terlarut campuran
dari senyawa nonpolar hingga polar sehingga mengandung senyawa yang paling
tinggi aktivitas antioksidannya hingga yang paling rendah. Residu etil asetat lebih
rendah dibandingkan dengan fraksi etil asetat karena residu tersebut mengandung
sisa senyawa flavonoid yang telah terlarut oleh etil asetat. Residu terlarut etil
hidrolisis menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling rendah, hal ini

9
dikarenakan residu terlarut etil mengandung sisa-sisa gula yang telah diputus pada
proses hidrolisis.
Vitamin C (asam askorbat) yang digunakan sebagai kontrol positif memiliki
IC50 sebesar 5,37 µg/mL. Jika dibandingkan, aktivitas antioksidan vitamin C 8,13
kali lebih besar daripada fraksi etil asetat non hidrolisis sebagai senyawa yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi.
Analisis Komponen Kimia
Hasil analisis kimia menunjukkan kromatograf dengan puncak area yang
berbeda diantara fraksi n-heksana, fraksi etil asetat non hidrolisis, dan fraksi etil
asetat hidrolisis. Berdasarkan kromatograf pada Gambar 3 teridentifikasi beberapa
senyawa yang berdasarkan studi literatur memiliki aktivitas antioksidan (Tabel 3).
Analisis kimia terhadap tiga fraksi tersebut menunjukkan bahwa asam kuinat,
guaiakol, hidrokuinon, dan katekol terdapat pada ketiga fraksi teraktif (Tabel 3).
Hal ini menunjukkan bahwa fraksinasi yang digunakan dalam penelitian ini belum
dapat memisahkan senyawa tersebut dengan baik. Menurut Harborne (1987),
kandungan ekstrak yang difraksinasi dengan metode solvent-solvent extraction
belum tentu mencapai pemisahan yang sempurna, dan senyawa yang sama mungkin
saja terdapat dalam beberapa fraksi dalam perbandingan yang berbeda. Fraksinasi
dengan n-heksana 2 kali sudah jernih tapi ternyata belum melarutkan seluruh
senyawanya dan sudah dianggap telah melarutkan semua ekstrak.
Hasil analisis kimia pada fraksi n-heksana (Lampiran 3) membuktikan
keberadaan lemak yang merupakan salah satu senyawa nonpolar (Sjostrom 1995).
Senyawa kimia berupa lemak yang terdapat pada fraksi n-heksana adalah metil
palmitat dan asam dekanoat. Metil palmitat dan asam dekanoat merupakan salah
satu jenis asam lemak yang dapat larut dalam etanol maupun pelarut nonpolar
seperti n-heksana (Wang et al. 2009; Sumardjo 2009; Hill 2003). Senyawa tersebut
hanya terdapat pada fraksi nonpolar dengan pelarut n-heksana dan tidak terdapat
pada fraksi etil asetat.
Fraksi etil asetat non hidrolisis lebih kuat aktivitas antioksidannya
dibandingkan dengan fraksi n-heksana. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi
relatif guaiakol dan hidrokuinon pada fraksi etil asetat non hidrolisis lebih tinggi
daripada fraksi n-heksana. Hidrokuinon dan guaiakol memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat kuat karena memiliki nilai IC50 sebesar 17.16 µg/mL dan
63.24 µg/mL (Arts 2007; Murakami et al. 2007). Selain itu, asam isovanilat dan
genkwanin pada fraksi etil asetat terlarut asam tidak ada pada fraksi n-heksana
(Tabel 3). Asam isovanilat memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai
IC50 sebesar 85.1 µg/mL (Tung et al. 2008). Asam benzoat yang terdapat pada
fraksi n-heksana tidak ada pada fraksi etil asetat non hidrolisis, namun aktivitas
antioksidan asam benzoat lebih lemah dibandingkan dengan asam isovanilat (Tung
et al. 2006). Hal tersebut menyebabkan ketidakhadiran asam benzoat pada fraksi
etil asetat non hidrolisis tidak menjadikan aktivitas antioksidan pada fraksi tersebut
lebih lemah.
Fraksi n-heksana lebih kuat aktivitas antioksidannya dibandingkan fraksi etil
asetat hidrolisis. Asam benzoat terdapat pada fraksi n-heksana namun senyawa
tersebut tidak terdapat pada fraksi etil asetat hidrolisis. Asam benzoat merupakan

10
senyawa antioksidan yang sangat kuat karena memiliki nilai IC50 22.5 µg/mL (Tung
et al. 2008).
abundance

time

(a)
abundance

time

(b)

abundance

time

(c)
Gambar 3 Kromatogram senyawa pada tiga fraksi teraktif (a) fraksi n-heksana, (b)
fraksi etil asetat non hidrolisis, (c) fraksi etil asetat hidrolisis (1= Asam
kuinat; 2= Guaiakol; 3= Asam isovanilat; 4= Genkwanin; 5=
Hidrokuinon; 6= Katekol; 7= Asam benzoat)
Perlakuan hidrolisis pada residu n-heksana sebelum difraksinasi dengan etil
asetat bertujuan untuk mengurangi flavonoid glikosida. Hal ini dilakukan agar
flavonoid aktivitas antioksidannya meningkat. Aktivitas antioksidan fraksi etil
asetat non hidrolisis lebih kuat daripada fraksi etil asetat hidrolisis. Tabel 3
menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis hanya meningkatkan kadar asam isovanilat

11
saja namun reaksi tersebut menurunkan asam kuinat, hidrokuinon, katekol, dan
genkwanin. Beberapa senyawa fenolik bersifat tidak tahan terhadap panas
(Markham 1988). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hidrolisis yang
dilakukan untuk memecah glikosida tidak tercapai.
Tabel 3 Senyawa dominan dalam fraksi teraktif kulit sungkai
No
Nama senyawa
Konsentrasi relatif *)
Bioaktivitas
(%)
SB
SD
SF
1
Asam kuinat
36.81 30.98 26.93 Antioksidan (Xu et al.
2008)
2
Guaiakol
5.15 10.73
7.77 Antioksidan (Dizhbite et
al. 2004)
3
Asam isovanilat
6.67
7.23 Antioksidan (Tung et al.
2006)
4
Genkwanin
6.46
Antioksidan (Kgatle
2007)
5
Hidrokuinon
5.11
5.44
4.00 Antioksidan (Eastman
2009)
6
Katekol
6.00
4.56
3.79 Antioksidan (Lu & Foo
2001)
7
Asam benzoat
2.98
Antioksidan (Yamaguchi
et al. 2006)
Keterangan:
SB: Fraksi n-heksana
SD: Fraksi etil non hidrolisis
*)
Konsentrasi relatif terhadap 25 senyawa terdeteksi

SF: Fraksi etil hidrolisis

Fraksi etil asetat non hidrolisis merupakan fraksi yang paling kuat aktivitas
antioksidannya. Asam kuinat merupakan senyawa dengan konsentrasi relatif
terbesar yang terdapat pada fraksi etil asetat non hidrolisis. Fraksi etil asetat non
hidrolisis memiliki enam senyawa dominan yaitu asam kuinat, guaiakol, asam
isovanilat, genkwanin, hidrokuinon dan katekol, sedangkan fraksi lain hanya
memiliki lima senyawa dominan. Konsentrasi relatif guaiakol, genkwanin, dan
hidrokuinon pada fraksi etil asetat non hidrolisis lebih tinggi dibandingkan fraksi
lainnya. Gambar 3 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat non hidrolisis memiliki
banyak senyawa dominan dengan konsentrasi relatif yang tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil ekstraksi dan fraksinasi kulit kayu sungkai menghasilkan ekstrak dan
fraksinya dengan kadar terhadap bobot serbuk kulit kayu sungkai yang beragam.
Kadar ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat non hidrolisis, residu
etil asetat non hidrolisis, fraksi etil asetat hidrolisis, residu etil asetat hidrolisis
dengan kadarnya berturut-turut adalah 8.31, 4.29, 1.97, 2.05, 3.04, dan 0.96%.
Fraksi etil asetat non hidrolisis dan fraksi n-heksana tergolong sangat kuat bersifat

12
antioksidan dengan nilai IC50 43.67 dan 44.55 µg/mL, sedangkan fraksi etil asetat
hidrolisis, ekstrak etanol, residu etil asetat non hidrolisis, dan residu etil asetat
hidrolisis tergolong kuat dengan nilai IC50 berturut-turut 53.34, 55.32, 58.80, dan
75.64 µg/mL. Reaksi hidrolisis menghasilkan fraksi etil asetat dengan kadar yang
lebih tinggi dari fraksi etil asetat non hidrolisis. Akan tetapi, aktivitas antioksidan
fraksi hasil hidrolisis lebih rendah. Hidrolisis meningkatkan konsentrasi asam
isovanilat tetapi menurunkan konsentrasi asam kuinat, guaiakol, genkwanin,
hidrokuinon, katekol, dan asam benzoat. Hasil fraksinasi belum memisahkan
senyawa dengan sempurna karena asam kuinat, guaiakol, hidrokuinon, dan katekol
masih di dalam ketiga fraksi teraktif.
Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai pengujian antioksidan ekstrak dari kulit
dalam dan kulit luar Sungkai dan penelitian lebih lanjut mengenai fraksinasi dengan
kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) atau kromatografi kolom dari ekstrak
teraktif.

DAFTAR PUSTAKA
Andersen OM, Markham KR. 2006. Flavonoids: Chemistry, Biochemistry, and
Applications. New York (US): Taylor & Francis.
Arts MJTJ. 2007. Assessing antioxidant activity [tesis]. Deurne (BE): Universitaire
Pers Maastricht.
Aziz T, Cindo R, Fresca A. 2009. Pengaruh pelarut heksana dan etanol, volume
pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap hasil ekstraksi minyak kopi. J Teknik
Kimia. 1(16).
Banso A. 2009. Phytochemical and antibacterial investigation of bark extracts of
Acacia nilotica. Med. Plants Rech. 3:82-85.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan
Indonesia Vol 1. Jakarta (ID): BPOM RI.
Dizhbite T, Telysheva G, Jurkjane V, Viesturs U. 2004. Characterization of the
radical scavenging activity of lignins––natural antioxidants. Biores. Technol.
95:309–317.
Eastman. 2009. Hydroquinone and Hidroquinone Derivatives. Miami (US):
Eastman Chemical Comp.
Gani M, Cuaca Y, Ayucitra A, Indraswati N. 2013. Ekstraksi senyawa fenolik
antioksidan dari daun dan tangkai gambir. J Teknik Kimia Indones. 11(5):250256.
Garrido G, Gonzales D, Lemus Y, Garcia D, Lodeiro L, Quintero G, Delporte C,
Nunez-Selles AJ, Delgado R. 2004. In vivo and in vitro anti-inflammatory of
Mangifera indica L. Extract (VIMANG). Pharmacol Rech. 50:143-149.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;
Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Methods.

13
Hernani, Rahardjo M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Hill M. 2003. Dictionary of Chemistry Second Edition. New York (US): The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Jang HD, Chang KS, Huang CL, Lee SH, Su MS. 2007. Principal phenolic
phytochemicals and antioxidant activities of three chinese medicinal plants.
Food Chem. 103:749-756.
Kgatle DT. 2007. Isolation and characterization of antioxidant compounds from
Combretum apiculatum (Sond.) subsp apiculatum leaf extracts [disertasi].
Pretoria (tZA): University of Pretoria.
Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya (ID): Trubus Agrisarana.
Leu SJ, Lin YP, Lin RD. 2006. Phenolic constituents of Malus doumeri var.
formosana in the field of skin care. Biol. Pharma. Bull. 29(4):740–745.
Lu Y, Foo LY. 2001.Antioxidant activities of polyphenols from sage (Salvia
officinalis). Food Chem. 75:197–202.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasikan Flavonoid. Padmawinata K,
penerjemah; Niksolihin s, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari:
Techniques of Flavonoid Idenctification.
Masrukhan. 2010. Isolasi dan penelitian struktur kimia serta uji aktivitas
antioksidan dari ekstrak n-heksana kulit batang Garcinia bancana Miq [tesis].
Depok (ID): Universitas Indonesia.
Molyneux P. 2004. Use of DPPH to estimate antioxidant activity. Songklanakarin
J Sci. Tecnol. 26:2.
Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan: Mencegah
Penyakit Degeneratif. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Murakami Y, Hirata A, Ito S, Shoji M, Tanaka S, Yasui T, Machino M, Fujisawa
S. 2007. Re-evaluation of cyclooxygenase-2-inhibiting activity of vanillin and
guaiacol in macrophages stimulated with lipopolysaccharide. Anticancer Rech.
27:801-808.
Ojewole JA. 2003. Laboratory evaluation of the hypoglycemic effect of
Anacardium occidentale Linn (Anacardiaceae) stem-bark extracts in rats.
J.prous.com. 25(3):199.
Pari G, Tjutju N, dan Hartoyo. 2000. Kemungkinan pemanfaatan arang kulit kayu
Acacia mangium Willd. untuk pemurnian minyak kelapa sawit. Bul Penelitian
Hasil Hutan. 18(1):40-53.
Priyanto A. 2013. Isolasi senyawa aktif antioksidan dari fraksi etil asetat tumbuhan
paku Nephrolepis falcata (cav.) [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Purwati S, Soetopo R, Setiawan Y. 2007. Potensi penggunaan abu boiler industri
pulp dan kertas sebagai bahan pengkondisi tanah gambut. Berita Selulosa. 42
(1):8-17.
Rahman MM, Lopa SS, Sadik G, Rashid H, Islam R, Khondkar P, Alam AHMK,
Rashid MA. 2005. Antibacterial and cytotoxic compounds from the bark of
Cananga odorata. Fitoterapia 76:758-761.
Rein MJ. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry anthocyanins
[disertasi]. Helsinki (FI): University of Helsinki.
Renaud J.2013. Western researchers confirm pine bark extract could reduce cataract
risk
[internet].
[diacu
2014
Mei
13].
Tersedia
dari:

14
http://communications.uwo.ca/com/media_newsroom/media_newsroom_stori
es.
Russell RM. 2006. The multifuctional carotenoids: insights into their behaviour. J
Nutr. 136:2690S -2692S.
Sari RK, Nawawi DS, Darmawan W. 2013. Eksplorasi Senyawa Antikanker dari
Limbah Industri Kayu Rakyat. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu: Dasar-Dasar dan Penggunaan. Sastrohamidjojo H,
penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry Fundamental and
Application. Ed ke-2.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sundari I. 2010. Identifikasi senyawa dalam ekstrak etanol biji buah merah
(Pandanus conoideus Lamk.) [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas
Maret.
Triyem. 2010. Aktivitas antioksidan dari kulit batang manggis hutan (Garcinia cf.
Bancana Miq) [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Tung YT, Wu JH, Kuo YH, Chang ST. 2006. Antioxidant activities of natural
phenolic compounds from Acacia confusa bark. Food Chem. 111:92–97.
Tung YT, Wu JH, Huang CY, Kuo YH, Chang ST. 2009. Antioxidant activities and
phytochemical characteristics of extracts from Acacia confusa bark. Biores.
Technol. 100:509–514
Vetal S, Bodhankar SL, Mohan V, Tharkudesal AT. Antiinflamatory and anti
arthritic activity of type A procyanidine polyphenol from bark of Cinnamomum
zeylanicum in rats. Food Sci. Human Wellness. 2:59-67.
Wang YN, Wang HX, Shen ZJ, Zhao LL, Clarke SR, Sun JH, Du YY, Shi GL.
2009. Methyl palmitate, an acaridical compound occurring in green walnut
husks. J of Economic Entomol. 102(1):196-202.
Winarti S, Sarofa U, Anggrahini D. 2008. Ekstraksi dan stabilitas warna uni jalar
ungu (Ipomoean-heksana batatas L.) sebagai pewarna alami. J Teknik Kimia.
3(1):207-214.
Windarini LGE, Astuti KW, Wardiatiani NK. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Bali (ID): Universitas
Udayana.
Xu YJ, Sun SB, Sun LM, Qiu DF, Liu XJ, Jiang ZB, Yuan SC. 2008. Quinic acid
esters and sesquiterpenes from Sonchus arvensis. Food Chem. 111:92–97.
Yamaguchi LF, Lago JHG, Tanizaki TM, Di Mascio P, Kato MJ. 2006. Antioxidant
activity of prenylated hydroquinone and benzoic acid derivatives from Piper
crassinervium Kunth. Phytochemistry. 67:1838–1843.

21
22
15

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang lahir di Jakarta
pada tanggal 21 Agustus 1992 dari pasangan Bapak Rasna Ibnu Andi dan Ibu
Ghosriyani. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di SMAN 6 Bogor dan
diterima di Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah
mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Baturraden dan Cilacap
pada tahun 2012, Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat pada tahun 2013, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Sari Bumi Kusuma
di Kumpai, Kalimantan Barat. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum
Kimia Kayu pada tahun 2014.
Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus, antara lain panitia
Forester Cup tahun 2012 dan 2013, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2012 dan
2013, anggota divisi TPMK Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan tahun 2011-2012,
anggota divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan tahun 2012-2013,
anggota Rimbawan Pecinta Alam sejak tahun 2011, dan ketua divisi Gunung Hutan
Rimbawan Pecinta Alam tahun 2011-2012.

Dokumen yang terkait

RESPON PERTUMBUHAN STEK SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KONSENTRASI LARUTAN GIBBERELLIN ACID (GA3) DAN KOMPOSISI MEDIA TUMBUH

0 8 1

PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL PEMBERIAN ABITONIK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG SUNGKAI( Peronema canescens Jack )

0 5 1

Propagation of Sungkai (Peronema canescens Jack) by Tissue Culture Technique

0 6 12

Perbanyakan Tanaman Sungkai (Peronema canescens JACK) dengan Teknik Kultur Jaringan

1 5 12

Keawetan papan partikel berkerapatan sedang dari kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), sungkai (Peronema canescens Jack.) dan mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren)

6 26 137

Identifikasi Struktur Sekretori, Histokimia, Dan Potensi Antibakteri Daun Dan Kulit Batang Sungkai (Peronema Canescens Jack)

1 19 26

Kata Kunci: Peronema canesens Jack, Artemia salina Leach, BSLT PENDAHULUAN - View of Bioaktivitas Ekstrak Metanol dan Fraksi n-Heksana Daun Sungkai (Peronema canescens JACK) terhadap Larva Udang (Artemia salina Leach)

0 1 6

IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SUNGKAI (Peronema canescens JACK.) TERHADAP BEBERAPA BAKTERI PATOGEN

0 1 11

EFEK ANTIMIKROBA SEDIAAN SALEP KULIT BERBAHAN AKTIF EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUNGKAI (Peronema Canencens Jack.) TERHADAP BAKTERI PATOGEN PENGINFEKSI LUKA BAKAR

0 0 7

PENGARUH RASIO CAIRAN PEMASAK AA CHARGE PADA PROSES PEMBUATAN PULP DARI KAYU SUNGKAI (Peronema Canescens) TERHADAP KUALITAS PULP YANG BELUM DIPUTIHKAN

0 0 12