Keawetan papan partikel berkerapatan sedang dari kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), sungkai (Peronema canescens Jack.) dan mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren)

(1)

(Peronema canescens Jack.) DAN MANGIUM (Acacia mangium

Willd.) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes

curvignathus Holmgren)

ESI FAJRIANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Dibimbing Oleh :

Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.

Perubahan pasokan kayu dari hutan alam ke hutan tanaman memberikan perubahan pula terhadap karakteristik kayu yang dihasilkan. Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman memiliki karakteristik yang berbeda dengan kayu dari hutan alam, yaitu cepat tumbuh (fast growing), rotasi pendek, berdiameter kecil, memiliki sifat fisis mekanis yang rendah dan memiliki keawetan yang rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi yang dapat memanfaatkan kayu yang dihasilkan hutan tanaman ini.

Papan partikel merupakan salah satu produk yang dapa tmemanfaatkan limbah industri perkayuan, limbah eksploitasi, kayu bengkok, kayu berdiameter kecil, kayu berkualitas rendah dan kayu yang tidak laku dipasaran. Namun demikian, produk papan partikel yang terbuat dari kayu tidak terlepas dari sasaran bagi organisme perusak kayu, khususnya rayap.

Sehubungan dengan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan pengujian keawetan papan partikel berkerapatan sedang (0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3) yang terbuat dari kayu jabon, sungkai dan mangium terhadap serangan rayap tanah. Pengujian ini dilakukan dengan dua metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006 dan JIS K 1571-2004. Pengujian dengan kedua metode ini dilakukan dengan cara mengumpankan contoh uji kepada rayap selama waktu yang ditentukan oleh masing-masing standar pengujian. Dari pengujian ini, keawetan kayu dapat dilihat dari kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kayu dan kerapatan papan partikel memberikan pengaruh terhadap kehilangan berat papan partikel. Papan partikel dari kayu mangium dengan kerapatan 0,8 g/cm3 memiliki keawetan yang lebih tinggi dari jenis kayu yang diujikan lainnya. Papan partikel dari kayu jabon, sungkai dan mangium memiliki kelas awet yang lebih tinggi yaitu kelas awet II dari pada kayu solidnya yaitu kayu jabon dengan kelas awet V, sungkai dengan kelas awet III dan mangium dengan kelas awet III. Selain itu, mortalitas rayap pada pengujian papan partikel yang mencapai 100% akibat penggunaan perekat Urea Formaldehida (UF) dengan kadar 12%.

Kata Kunci: Keawetan Papan Partikel, Rayap Tanah, Kehilangan Berat, Mortalitas Rayap, Jabon, Sungkai, Mangium


(3)

By : 1)

Esi Fajriani, 2) Yusuf Sudo Hadi, 2) Dede Hermawan

INTRODUCTION : Changes in timber supply, from natural forest to plantation forest take a turn to the characteristics of the wood produced. Timber produced from plantation forest has different characteristics from the timber from natural forest, that are fast growing, short rotation, small diameter, has a low mechanical physical properties, and low durability. Particleboard can be produced from waste timber industry, waste exploitation, bent wood, small-diameter wood, low-quality wood, or wood that is not sold in the market. Particleboard that made of wood can be attacked by destroying organism, especially termite.

MATERIAL AND METHODS : This study used particleboard made from woods (jabon, sungkai and mangium) with two particleboard densities (0.6 g/cm3 and 0.8 g/cm3). Particleboard made with urea formaldehyde (UF) 12% and paraffin 2%. Durability test against subterranean termite attack is using two methods based on SNI 01.7207-2006 and JIS K 1571-2004. Testing with these method was determining the durability of particleboard based on the value of particleboard weight loss and termite mortality during the test period.

RESULT AND DISCUSSION: The results showed that the type of wood and particleboard density gave influence on particleboard weight loss. Particleboard made from mangium with 0.8 g/cm3 density has higher durability than others. Particleboard made from jabon, sungkai and mangium have higher durability against Coptotermes curvignathus than solid wood, because particleboard contained formaldehyde from adhesive that have durability due to biodeterioration. In addition, termite mortality are high on the test particleboard due to the use of high levels of adhesive that are toxic to termites.

KEYWORDS: Durability against Termite, Subterranean Termite, Weight Loss, Termite Mortality, Jabon, Sungkai, Mangium

1)

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB 2)

Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB and Mangium (Acacia mangium Willd.) against Subterranean Termite (Coptotermes


(4)

(Peronema canescens Jack.) DAN MANGIUM (Acacia mangium

Willd.) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes

curvignathus Holmgren)

ESI FAJRIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), Sungkai (Peronema canescens Jack.) dan Mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Esi Fajriani NRP E24070065


(6)

Judul Penelitian : Keawetan Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), Sungkai (Peronema canescens Jack.) dan Mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Nama Mahasiswa : Esi Fajriani

NRP : E24070065

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Prof.Dr.Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr Dr.Ir.Dede Hermawan,M.Sc NIP. 19521113 197803 1 002 NIP. 19630711 199103 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP: 1966 0212 199103 1 002


(7)

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 09 September 1989 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Amlis dan Ibu Nurhayati.

Penulis memperoleh pendidikan yang dimulai dari SD 171/IV Kota Jambi yang diselesaikan pada tahun 2001 dan melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Kota Jambi dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan Menengah Atas (SMA) penulis di SMA N 1 Kota Jambi pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Provinsi Jambi. Penulis memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan sebagai major dan Supporting Course (SC) sebagai kuliah penunjang. Pada tahun 2010 penulis memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kepengurusan organisasi diantaranya adalah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan tahun 2009-2010 sebagai staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penulis menjadi Asisten Mata Kuliah Fisika pada tahun 2008-2010 dan Asisten Mata Kuliah Statistika pada tahun 2010. Penulis juga aktif pada Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA), Himpunan Mahasiswa Jambi (Himaja). Pada tahun 2009 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang-Kamojang, Garut. Pada tahun 2010, penulis juga melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Industri Kayu Brumbung, Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian

dalam bidang Biokomposit dengan judul “Keawetan Papan Partikel Berkerapatan

Sedang dari Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), Sungkai (Peronema canescens Jack.) dan Mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Keawetan Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), Sungkai (Peronema canescens Jack.) dan Mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)”.

Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta senantiasa memberikan bimbingan, saran dan koreksi kepada penulis sejak perencanaan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen penguji pada ujian komprehensif dan Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc selaku ketua sidang ujian komprehensif.

3. Bapak dan Mama tercinta atas seluruh kasih sayang, cinta, doa dan semangat yang selalu mengalir tanpa henti. Kakak-kakakku tersayang (Efi, Efa dan Esa) serta adikku Eka atas semangat, dukungan, doa dan perbincangan ringan yang membuat percaya diri.

4. Pemerintah Provinsi Jambi yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.

5. Dosen-dosen dan staf Fakultas Kehutanan atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

6. Heru Septiawan yang selalu memotivasi, memberi semangat, dukungan dan doa.

7. Teman-teman satu bimbingan yang selalu berbagi semangat, bantuan serta

dukungan : Reza „cupi‟ Ramadhan, Inggit Tutirin dan Nia Widyastuti.

8. Teman-teman (Fetri, Arvita, Dina, Ana, Wina, Rima, Ivana, Diah, Mukhlas

„tupil‟, Metya, Yanta, Dendi, Jala, Jauhar dan lainnya) dan Pak Atin untuk segala bantuan selama ini.


(9)

10. Teman-teman BUD Jambi dan Himpunan Mahasiswa Jambi, teman-teman

“Wisma Lestari dan Wisma Asri” untuk semangat dan kekeluargaan.

11. Rizky Amriansyah STK 44 untuk ilmu statistik dadakan.

12. Teman-teman THH 43, 45 dan 46, serta teman-teman Fahutan 44 atas kebersamaan selama ini.

13. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan dukungan dicatat sebagai pahala oleh Allah SWT.

Bogor, Juli 2011


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Keawetan Papan Partikel Berkerapatan Sedang dari Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), Sungkai (Peronema canescens Jack.) dan Mangium (Acacia mangium Willd.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)” yang bertujuan untuk mengetahui keawetan papan partikel berkerapatan sedang yang terbuat dari kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), sungkai (Peronema canescens Jack.), mangium (Acacia mangium Willd.) dan campuran dari ketiga jenis kayu tersebut terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memenuhi tujuan penyusunan serta memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Bogor, Juli 2011

Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Partikel... 3

2.2 Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)... 5

2.3 Sungkai (Peronema canescens Jack.)... 8

2.4 Mangium (Acacia mangium Willd.)... 10

2.5 Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)... 13

2.6 Rayap... 14

2.7 Keawetan Alami Kayu... 16

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat... 18

3.2 Alat dan Bahan... 18

3.3 Metode... 19

3.3.1 Metode SNI 01.7207-2006... 19

3.3.2 Metode JIS K 1571-2004... 20

3.3.3 Pengujian Lainnya... 22

3.3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ketahanan Papan Partikel terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)... 25


(12)

4.1.2 Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)... 35 4.2 Bentuk Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus

Holmgren) terhadap Contoh Uji... 37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 40 5.2 Saran... 40 DAFTAR PUSTAKA... 41


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Sifat fisis dan mekanis papan partikel ... 5

2. Dimensi serat kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)... 7

3. Komposisi kimia kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)... 7

4. Dimensi serat kayu sungkai (Peronema canescens Jack.)... 9

5. Komposisi kimia kayu sungkai (Peronema canescens Jack.)... 10

6. Dimensi serat kayu mangium (Acacia mangium Willd.)... 12

7. Komposisi kimia kayu mangium (Acacia mangium Willd.)... 12

8. Komposisi kimia kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)... 14

9. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan berat SNI 01.7207-2006... 20

10. Klasifikasi ketahanan kayu berdasarkan persentase kehilangan berat... 33

11. Perbandingan ketahanan produk dari serangan C. curvignathus berdasarkan SNI 01.7207-2006... 34


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Botol uji metode SNI... 19

2. Botol uji metode JIS... 21

3. Persentase kehilangan berat papan partikel dengan metode SNI 01. 7207-2006... 26

4. Persentase kehilangan berat papan partikel dengan metode JIS K 1571-2004... 27

5. Nilai kehilangan berat kayu solid dengan metode SNI 01. 7207-2006... 32

6. Persentase kehilangan berat kayu solid dengan metode JIS K 1571-2004... 34

7. Persentase mortalitas rayap C. curvignathus... 35

8. Contoh uji kayu solid dan papan partikel sebelum pengujian... 38

9. Contoh uji kayu solid dan papan partikel setelah pengujian... 39


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Nilai kerapatan contoh uji... 45

2. Nilai kehilangan berat (weight loss) contoh uji dengan metode SNI 01.7207-2006... 47

3. Nilai kehilangan berat (weight loss) contoh uji dengan metode JIS K 1571-2004... 49

4. Nilai kehilangan berat contoh uji kayu solid... 51

5. Mortalitas rayap... 52

6. Hasil pengujian kenormalan data... 53

7. Hasil pengujian keragaman... 54

8. Hasil uji lanjut (Uji Duncan) untuk jenis kayu... 56

9. Hasil Uji-T kehilangan berat contoh uji papan partikel 0,6 g/cm3 dengan kayu solid... 57

10. Hasil Uji-T kehilangan berat contoh uji papan partikel 0,8 g/cm3 dengan kayu solid... 58


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan kayu selama ini dipenuhi baik dari kayu solid dengan berbagai macam penggunaannya maupun panel-panel kayu yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penggunaan produk kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tidak diiringi dengan pasokan kayu yang diterima dari hutan. Pemerintah telah memberikan kebijakan untuk membangun hutan tanaman yang menyebabkan perubahan pasokan kayu dari hutan alam ke hutan tanaman. Berdasarkan data statistik Departemen Kehutanan tahun 2008, dari 31,98 juta m3 produksi kayu di Indonesia, sebanyak 22,32 juta m3 diantaranya merupakan hasil hutan tanaman.

Perubahan ini memberikan perubahan pula terhadap karakteristik kayu yang dihasilkan. Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman memiliki karakteristik yang berbeda dengan kayu dari hutan alam, yaitu cepat tumbuh (fast growing), rotasi pendek, berdiameter kecil, memiliki sifat fisis mekanis yang rendah dan memiliki keawetan yang rendah. Untuk mengatasi kondisi tersebut, salah satu upaya yang dilakukan adalah peningkatan efisiensi kayu. Peningkatan efisiensi kayu dilakukan dengan cara peningkatan kualitas kayu, peningkatan masa pakai kayu, pemanfaatan limbah, pemanfaatan kayu berdiameter kecil dan lain sebagainya (Syafii 1999). Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi yang dapat memanfaatkan kayu yang dihasilkan hutan tanaman ini.

Industri papan partikel merupakan salah satu industri kayu yang dalam memproduksi produknya dapat memanfaatkan limbah industri perkayuan, limbah eksploitasi, kayu bengkok, kayu berdiameter kecil, kayu berkualitas rendah maupun kayu yang tidak laku di pasaran. Hal ini disebabkan karena papan partikel merupakan produk komposit kayu yang dapat dibuat dengan menggunakan kayu berdiameter kecil dan dapat pula dibuat dari kayu yang memiliki sifat fisis dan mekanis yang rendah karena dalam pembuatannya kayu akan dibentuk menjadi partikel-partikel yang selanjutnya akan dibentuk dan dikempa.


(17)

Produk papan partikel yang terbuat dari kayu tidak terlepas dari sasaran bagi organisme perusak kayu, khususnya rayap. Rayap membutuhkan selulosa yang terdapat dalam kayu sebagai makanannya. Selain itu, kayu dari hutan tanaman yang cepat tumbuh dan berdiameter kecil biasanya keawetan alami yang dimiliki sangat rendah.

Penelitian mengenai keawetan papan partikel telah banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya Hadi dan Febrianto (1992) yang meneliti pengaruh kadar perekat terhadap daya tahan papan partikel dari serangan rayap kayu kering. Hadi

et al. (1994) meneliti tentang asetilasi selumbar sebagai usaha peningkatan ketahanan papan partikel dari serangan rayap tanah dan organisme perusak kayu lainnya. Jasni dan Sulastiningsih (2004) juga meneliti tentang ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap. Selanjutnya Ria (2009) meneliti pula mengenai ketahanan papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu terhadap serangan rayap tanah. Oleh karena itu, penelitian mengenai keawetan papan partikel yang terbuat dari jenis kayu cepat tumbuh dan berdiameter kecil perlu dilakukan agar diperoleh cara pengendalian yang terbaik.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan papan partikel berkerapatan sedang yang terbuat dari kayu jabon (Anthocephalus cadamba

Miq.), sungkai (Peronema canescens Jack.), mangium (Acacia mangium Willd.) dan campuran dari ketiga jenis kayu tersebut terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaaan log berdiameter kecil dan memberikan referensi mengenai keawetan papan partikel yang terbuat dari kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), sungkai (Peronema canescens Jack.) dan mangium (Acacia mangium Willd.) sehingga dapat dilakukan pengendalian yang tepat terhadap organisme perusak kayu, khususnya rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Papan Partikel

Papan partikel adalah produk panel yang dibuat dengan memampatkan partikel-partikel kayu dan berikatan satu sama lain dengan suatu perekat. Berbagai jenis papan partikel yang dibuat dapat dibedakan dari ukuran dan bentuk partikel, jumlah perekat yang digunakan dan kerapatan papan partikel (Bowyer et al.

2003). Berdasarkan kerapatannya, papan partikel terbagi menjadi tiga golongan (Maloney 1993), yaitu :

a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low density particleboard).

Kerapatan papan berkisar antara 0,24-0,59 g/cm3. Papan partikel ini memiliki sifat sebagai isolator terhadap panas dan suara serta dapat digunakan untuk pembuatan mebel yang tidak membutuhkan kekuatan yang tinggi.

b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium density particleboard). Kerapatan papan berkisar antara 0,59-0,80 g/cm3. Papan ini biasanya digunakan untuk bagian atas meja, lemari, peti, tempat tidur, rak buku, kotak radio, kotak mesin jahit dan lain-lain.

c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High density particleboard).

Kerapatan papan lebih besar dari 0,80 g/cm3. Papan ini digunakan untuk

dinding pemisah, langit-langit, lantai dan pintu yang biasanya memerlukan kekuatan yang lebih tinggi.

Menurut Rivai (1977) dalam Sinaga (1992) berdasarkan jenis perekat yang digunakan, papan partikel diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu :

a. Papan partikel mutu interior dengan tujuan pemakaian terlindung dari pengaruh cuaca. Tipe ini menggunakan perekat Urea Formaldehida (UF). b. Papan partikel mutu eksterior, dibuat dengan menggunakan bahan perekat

yang tahan terhadap pengaruh lembab dan panas sehingga sesuai dengan penggunaan di luar ruangan.

Apabila dibandingkan dengan kayu asalnya papan partikel mempunyai beberapa kelebihan seperti papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak,


(19)

ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, memiliki sifat isotropis dan kualitasnya mudah diatur (Maloney 1993). Bowyer et al. (2003) menerangkan bahwa salah satu kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensinya yang rendah sehingga kebanyakan papan partikel hanya digunakan untuk keperluan interior.

Menurut Maloney (1993) tahapan-tahapan dalam proses pembuatan papan partikel secara berturut-turut adalah penyiapan partikel, pengeringan, klasifikasi, pencampuran perekat, pembentukan lembaran, kempa pendahuluan, kempa panas, pendinginan (hotstacking), edge trimming dan sanding. Parameter atau faktor utama yang mempengaruhi sifat akhir papan partikel adalah jenis kayu, jenis partikel, zat tambahan yang digunakan, tingkat penyebaran kelembaban lembaran, jenis pelapisan, berat jenis papan yang dibuat dan orientasi partikel-partikel pada lembaran.

Penggunaan perekat pada pembuatan papan partikel memiliki peran pula terhadap sifat akhir papan. Perekat yang banyak digunakan dalam pembuatan papan partikel adalah Urea Formaldehida (UF). Perekat UF merupakan perekat

thermosetting, yaitu perekat yang mengalami atau telah mengalami reaksi kimia dari pemanasan, katalis, sinar ultraviolet dan sebagainya serta tidak kembali ke bentuk semula (Ruhendi et al. 2007). Perekat UF bersifat relatif tahan disimpan lama, tidak berwarna, harga relatif murah, waktu pengempaan relatif pendek, suhu kempa relatif rendah dan baik untuk pembuatan papan partikel jenis interior (Sinaga 1992).

Kelebihan UF yaitu warnanya putih sehingga tidak memberikan warna gelap pada waktu penggunaanya, harga lebih murah dibanding perekat sintetis lainnya serta tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin. Kekurangan UF yaitu kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa serta penggunaannya terbatas untuk interior saja (Ruhendi et al. 2007).

Papan partikel memiliki sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis papan partikel antara lain kerapatan papan partikel, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sedangkan sifat mekanis papan partikel antara lain Modulus of Elasticity


(20)

Nilai dari berbagai sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan JIS A 5908 (2003) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat fisis dan mekanis papan partikel

No. Parameter sifat fisis mekanis Standar JIS A 5908 (2003)

1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9

2 Kadar air (%) 5 –13

3 Daya serap air (%) -

4 Pengembangan tebal (%) maks 12

5 MOR (kg/cm2) min 82

6 MOE (kg/cm2) min 20400

7 Internal bond (kg/cm2) min 1,5

8 Kuat pegang sekrup (kg) min 31

Sumber : JIS A 5908 (2003)

2.2 Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

Kayu jabon memiliki banyak nama daerah yang beragam, diantaranya jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jawa), galupai, galupai bengkal, harapean, johan, kalampaian, kelampai, kelempi, kiuna, lampaian, pelapaian, selapaian, serebunak (Sumatera), ilan, kelampayan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan), bance, pute, loeraa, pontua, suge mania, sugi mania, pekaung, toa (Sulawesi), gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (NTB), aparabire, masarambi (Irian Jaya) (Martawijaya et al. 1989). Sedangkan di beberapa negara jabon dikenal dengan nama bangkal, kaatoan bangkal (Brunei), labula (Papua Nugini),

thkoow (Kamboja), koo-somz, sako (Laos), krathum (Thailand), mau-lettan-she, maukadon, yemau (Burma), c[aa]y g[as]o, c[af] tom, g[as]o tr[aws]ng (Vietnam) (Soerianegara & Lemmens 1994). Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) berdasarkan taksonominya, jabon digolongkan sebagai berikut :


(21)

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Dicotyledoneae (magnoliopsida) Sub-kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales Familia : Rubiaceae Genus : Anthocephalus

Spesies : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.

Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) merupakan salah satu jenis pohon yang ketinggiannya dapat mencapai 45 m, berdiameter hingga 160 cm, berbatang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar dan berbanir hingga ketinggian 1,50 m (Martawijaya et al. 1989). Jabon merupakan jenis tanaman yang sedang dikembangkan karena jenis ini termasuk jenis cepat tumbuh dengan daur yang relatif singkat dengan riap tahunan yang relatif tinggi sebesar 7 cm/tahun sampai tanaman berumur 6-8 tahun dan akan menurun menjadi 3 cm/tahun sampai tanaman berumur 20 tahun. Rata-rata riap volume/tahun adalah 10-26 m³/tahun (Pratiwi 2003).

Kayu jabon memiliki warna kayu teras berwarna putih sampai kekuning-kuningan, batas teras dengan gubal tidak jelas terlihat dengan corak kayu polos. Tekstur kayu agak halus dan rata, arah serat lurus dan kadang-kadang berpadu. Kayu jabon memiliki permukaan agak mengkilap hingga mengkilap, permukaan pun agak licin hingga licin dengan kekerasan kayu yang agak lunak hingga agak keras (Prosea 1997).

Kayu jabon memiliki pori baur yang hampir seluruhnya berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, kadang-kadang lebih atau bergerombol dengan diameter agak kecil. Frekuensi pori jarang hingga agak banyak dan bidang perforasi sederhana. Parenkima bertipe apotrakea kelompok baur berupa garis-garis tangensial pendek di antara jari-jari. Jari-jarinya sendiri sempit dan agak lebar


(22)

dengan jumlah banyak dan ukurannya agak tinggi (Prosea 1997). Dimensi serat kayu jabon dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2 Dimensi serat kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Dimensi Nilai (μ)

Panjang serat 1979

Diameter serat 54

Diameter lumen 47,6

Tebal dinding serat 3,2 Sumber : Martawijaya et al. (1989)

Menurut Martawijaya et al. (1989), kayu jabon memiliki berat jenis 0,42 (0,29-0,56) dan masuk ke dalam kelas kuat III-IV. Kayu jabon dimasukkan ke dalam kelas awet V. Selain itu, komposisi kimia kayu jabon dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Komponen kimia Nilai (%)

Selulosa 52,4

Lignin 25,4

Pentosan 16,2

Abu 0,8

Silika 0,1

Kelarutan :

a. Alkohol-benzena 4,7

b. Air dingin 1,6

c. Air panas 3,1

d. NaOH 18,4

Sumber : Martawijaya et al. (1989)

Dari segi ekologi, jabon merupakan salah satu jenis tumbuhan pionir dan sering dijumpai pada secondary forest dan beberapa juga ditemukan pada primary forest. Kondisi yang sangat penting untuk pertumbuhan jabon adalah kebutuhan


(23)

akan cahaya dan tidak toleran terhadap naungan. Asal dan penyebaran geografis jabon secara alami dari Sri Lanka, India, Nepal dan Bangladesh bagian timur melewati Malesia hingga New Guinea (Soerianegara & Lemmens 1994).

Kayu jabon biasanya digunakan sebagai bahan bangunan sementara, daun jendela, langit-langit, kotak, peti teh, pembungkus, kelom, barang kerajinan (termasuk mainan anak), korek api dan sumpit makan (Prosea 1997). Kayunya mudah dibuat vinir tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92º untuk tebal 1,5 mm. Perekatan vinir kayu jabon dengan urea formaldehida menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, Jepang dan Jerman (Martawijaya et al. 2005).

2.3 Kayu Sungkai (Peronema canescens Jack.)

Kayu sungkai memiliki nama lain diantaranya sekai, sungkih (Sumatera), longkai, lurus, jati sabrang, sungke (Jawa) (Martawijaya et al. 1981). Di beberapa negara sungkai dikenal dengan nama sukai, cherek (Malaysia, Peninsular),

sangkae (Thailand, Surat Thani) (Soerianegara & Lemmens 1994). Taksonomi sungkai adalah (Welly 2009):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua/dikotil)

Ordo : Lamiales

Familia : Verbenaceae Genus : Peronema

Spesies : Peronema canescens Jack.

Kayu sungkai merupakan jenis kayu yang warna teras dan gubalnya sulit dibedakan. Kayu berwarna krem kuning kecoklatan atau coklat muda sampai kemerahan, empulur berbentuk segi empat dan berwarna putih. Kayu sungkai memiliki corak riap tumbuh yang jelas pada bidang melintang, berbentuk seperti lingkaran-lingkaran yang memusat, pada bidang radial berupa garis-garis sejajar, pada bidang tangensial tampak seperti parabola-parabola (Prosea 1997).


(24)

Kayu sungkai memiliki pori yang tersusun dalam tata lingkar dengan batas kayu awal dan kayu akhir yang tampak jelas. Bentuk pori bundar, jarang berbentuk lonjong, hampir seluruhnya soliter dan sebagian kecil berpasangan. Parenkim pada umumnya paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap dan pada batas lingkaran tumbuh terdapat parenkim terminal (Martawijaya et al.1981). Menurut Prosea (1997), jari-jari kayu sungkai agak sempit terdiri atas 2-3 seri, jumlahnya sekitar 4-8 per mm arah tangensial, tingginya sekitar 200-800 mikron dengan komposisi selnya heteroseluler. Dimensi serat kayu sungkai dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4 Dimensi serat kayu sungkai (Peronema canescens Jack.) Dimensi Nilai (μ)

Panjang serat 1093

Diameter serat 19

Diameter lumen 12

Tebal dinding serat 3,5 Sumber : Martawijaya et al. (1981)

Kayu sungkai merupakan kayu yang agak berat dengan berat jenis rata-rata 0,63 (0,52-0,73), kelas awet III dan kelas kuat II-III (Prosea 1997). Komposisi kimia kayu sungkai dapat dilihat pada Tabel 5.


(25)

Tabel 5 Komposisi kimia kayu sungkai (Peronema canescens Jack.) Komponen kimia Nilai (%)

Selulosa 48,6

Pentosan 16,5

Abu 1,6

Silika 0,4

Kelarutan :

a. Alkohol-benzena 4,0

b. Air dingin 1,1

c. Air panas 5,3

d. NaOH 11,3

Sumber : Martawijaya et al. (1981)

Kayu sungkai biasanya tumbuh di daerah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat dan seluruh Kalimantan. Sungkai merupakan monotypic genus dan berasal dari Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kepulauan Riau, Jawa Barat dan Kalimantan (khususnya bagian tengah) (Soerianegara & Lemmens 1994).

Menurut Prosea (1997), kayu sungkai biasanya digunakan untuk perabot rumah tangga, vinir indah, dinding dekoratif dan cabinet, rangka pintu dan jendela.

2.4 Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)

Kayu mangium memiliki nama lain yaitu kasia, kihia (Sunda), akasia (berlaku umum) (Pandit & Kurniawan 2008). Menurut Mul (2008) taksonomi mangium adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Dicotyledoneae (magnoliopsida) Sub-kelas : Rosidae


(26)

Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Acacia

Spesies : Acacia mangium Willd.

Kayu mangium memiliki kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, ada pula coklat zaitun sampai coklat kelabu dan memiliki batas yang tegas antara gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami (Prosea 1997). Menurut Ginoga (1997) dalam Malik et al. (2000), kayu mangium termasuk jenis kayu cepat tumbuh (fast growing spesies) yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1-2 cm.

Kayu mangium memiliki corak kayu yang polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial dan tekstur kayu yang halus hingga agak kasar merata. Arah serat kayu mangium biasanya lurus dan berpadu dengan permukaan agak mengkilap dan kekerasan kayu yang agak keras hingga keras (Pandit & Kurniawan 2008). Ciri utama dari kayu mangium antara lain berwarna coklat, pori soliter dan berganda radial, terdiri atas 2-3 pori, parenkima selubung, kadang berbentuk sayap pada pori berukuran kecil, jari-jari sempit, pendek dan agak jarang (Prosea 1997).

Sifat dasar kayu mangium memiliki berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66), kelas awet III dan kelas kuat II-III. Biasa digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas, dan baik juga untuk kayu bakar dan arang (Prosea 1997). Dimensi serat kayu mangium dapat dilihat pada Tabel 6.


(27)

Tabel 6 Dimensi serat kayu mangium (Acacia mangium Willd.)

Dimensi Serat

Asal Kayu

Hutan alam Hutan tanaman

Panjang, μ 950,00 934,10

Diameter, μ 16,36 16,00

Tebal dinding, μ 3,20 2,30

Lebar lumen, μ 9,92 11,41

Sumber : Pasaribu dan Roliadi (1990) dalam Malik et al. (2000)

Menurut klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (Deptan 1976) dalam Malik et al. (2000), kayu mangium termasuk kelompok sedang (40-44%) dalam hal kandungan selulosa, kadar lignin sedang (18-32%), kadar pentosan, silika dan abu termasuk rendah dan zat ekstraktif yang termasuk tinggi. Komposisi kimia dalam kayu mangium dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi kimia kayu mangium (Acacia mangium Willd.)

Komponen kimia (%) Asal Kayu

Hutan alam Hutan tanaman

Lignin 24.00 24,89

Selulosa 46,39 43,85

Silika 0,24 0,99

Pentosan 16,83 17,87

Abu 0,99 0,25

Kelarutan dalam :

a. Air dingin 3,65 5,75

b. Air panas 7,64 7,28

c. NaOH 1% 24,59 20,17

Sumber : Pasaribu dan Roliadi (1990) dalam Malik et al.(2000)

Menurut Lemmens et al. (1995), kayu mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Kepulauan Sula, Kepulauan Aru, Irian Jaya, Provinsi bagian barat Papua Nugini dan timur laut Queensland. Di


(28)

Indonesia sendiri, mangium telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI sejak tahun 1984. Pemanfaatan kayu mangium saat ini mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pemanfaatan ini berhubungan dengan teknologi yang makin berkembang tentang penelitian mangium.

2.5 Kayu Karet

Nama lain dari kayu karet adalah balam perak (Palembang), para rubber

(Belanda) (Heyne 1987). Adapula yang menyebutnya kayu getah dan poko getah para. Kayu karet memiliki pori baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 pori, kadang-kadang 5-8 pori, beberapa bergerombol, memiliki bidang perforasi sederhana dan tilosis yang jarang hingga banyak (Prosea 1997). Menurut Tim Penulis PS (2006) dalam Andaeni (2011) klasifikasi tanaman karet adalah :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) memiliki ciri umum yaitu kayu teras berwarna putih kekuning-kuningan pucat, terkadang warna merah jambu jika masih segar, lambat laun berubah menjadi kuning jerami atau coklat pucat, tidak tegas batasnya dengan gubal. Kayu karet juga memiliki corak kayu yang polos dengan tekstur yang agak kasar tetapi rata. Arah serat lurus sampai berpadu dan permukaannya agak kusam sering tampak adanya garis kehitaman akibat adanya lapisan tipis kulit yang tersisip (Prosea 1997). Kayu karet memiliki berat jenis 0,61 (0,55-0,70), kelas awet V dan kelas kuat II-III.

Analisis kimia kayu karet menunjukkan kadar pentosan yang tinggi (20%), sedangkan kadar lignin relatif rendah jika dibandingkan dengan kayu-kayu tropis lainnya. Komposisi kimia kayu karet dapat dilihat pada Tabel 8.


(29)

Tabel 8 Komposisi kimia kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Jenis Analisis Kadar (%)

Selulosa total 60-66

Selulosa alpha 39-45

Pentosan 19-22

Lignin 19-24

Ekstrak alkohol-benzena 1,2-5,0

Air panas 2,6-7,7

Air dingin 1,6-4,9

1% NaOH 14,7-22

Abu 0,65-1,33

Sumber: Alaudin et al. (1973)

Menurut Lemmens et al. (1995), asal dan persebaran tanaman karet secara alami berasal dari Brazil hingga Venezuela dan dari Columbia hingga Peru dan Bolivia. Produk penting yang dihasilkan oleh tanaman karet adalah lateks yang diproduksi dari kulit kayu dan dibuat menjadi karet alami. Kayu karet sendiri diperoleh dari produk ikutan (by-product) dari penanaman karet yang biasanya digunakan untuk memproduksi arang atau sebagai kayu bakar. Di Malaysia, hasil tebangan dan limbah kayu karet lainnya berhasil digunakan untuk memproduksi papan partikel, papan semen dan MDF. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu karet biasanya dibuat perabot rumah tangga, panel dinding, bingkai gambar atau lukisan, lantai parket, inti papan blok, palet, peti wadah, peti jenazah, vinir, kayu lamina untuk rumah tangga, kerangka pintu dan jendela.

2.6 Rayap

Rayap merupakan serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Rayap tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya (Nandika et al. 2003). Rayap temasuk dalam ordo Isopter adalah serangga yang berukuran kecil sampai sedang, hidup


(30)

dalam kelompok-kelompok sosial dengan sistem kasta yang telah berkembang Borror dan De Long (1945) dalam Nandika (1986).

Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai fungsinya masing-masing, yaitu kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif. Kasta prajurit mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta pekerja merupakan anggota yang memiliki populasi terbanyak dalam koloni rayap tidak kurang dari 80-90%. Kasta pekerja umumnya berwarna putih pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makan, memelihara telur dan rayap muda, membuat serambi sarang, liang-liang kembara, merawat sarang dan memperbaikinya bila terjadi kerusakan. Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang bertugas membuahi betina (Nandika et al. 2003).

Menurut Yusuf dan Utomo (2006), secara umum rayap tanah dapat memakan kayu kira-kira sebanyak 2-3% dari berat badannya setiap hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsinya adalah keadaan lingkungan, ukuran badan dan besar-kecilnya koloni. Menurut Nandika et al. (2003), dalam keadaan yang luar biasa, rayap juga besifat kanibal di dalam koloninya, tetapi rayap bukan predator. Sumber makanan rayap dibedakan ke dalam dua tipe yaitu sumber makanan mentah dan sumber makanan yang berasal dari kasta pekerja. Sumber makanan mentah berupa tanaman dan pohon hidup, kayu atau tanaman yang sudah mati dan bahan makanan lain. Sumber makanan untuk kasta lain selain kasta pekerja diperoleh dari kasta pekerja. Sumber makanan tersebut berupa makanan yang diberikan kasta pekerja melalui mulut (stomodeal feeding) atau melalui anus (proctodeal feeding).

Menurut Nandika et al. (2003), perilaku trofalaksis merupakan ciri khas individu-individu rayap dalam koloni rayap, masing-masing individu sekali-kali mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan anggota tubuhnya satu dengan yang lain. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk menyampaikan makanan dari kasta pekerja ke anggota koloni lainnya dan


(31)

protozoa flagelata bagi individu yang baru saja ganti kulit (eksidis). Trofalaksis dapat berlangsung bila ada pihak pemberi (donor) dan pihak penerima (solicitor).

Rayap tanah Coptotermes curvignathus dikenal sebagai hama tanaman yang utama. Beberapa jenis tanaman perkebunan dan kehutanan diserang hama tersebut. Seperti rayap lainnya, Coptotermes curvignathus juga tidak suka cahaya. Untuk menghindar dari cahaya, rayap membuat lubang kembara agar bebas dari cahaya (Nandika et al.2003). Menurut Yusuf dan Utomo (2006), pada umumnya arsip, buku dan dokumen lainnya dapat diserang oleh rayap. Beberapa jenis rayap perusak tersebut antara lain Coptotermes curvignathus, Coptotermes gestroi dan

Microtermes inspiratus.

2.7 Keawetan Alami Kayu

Keawetan alami kayu merupakan ketahanan alami yang dimiliki kayu terhadap serangan organisme perusak yang berasal dari luar, seperti jamur, serangga, marine borer dan lain-lain. Karena sifat kayu yang sangat beragam, ketahanan alami kayu pun beragam pula. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan (Syafii 1996).

Pada kondisi lingkungan yang menguntungkan organisme tertentu akan cepat berkembang di dalam kayu. Menurut Syafii (1996), peranan komponen kimia kayu juga merupakan faktor yang sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap ketahanan kayu dari serangan organisme. Komponen kimia yaitu zat ekstraktif dan lignin.

Zat ekstraktif dapat bersifat racun bagi organisme, oleh karena itu zat ekstraktif inilah yang dapat dikaitkan dengan keawetan alami kayu. Menurut Hawley (1966) dalam Syafii (1996), daya racun zat ekstraktif dari kayu teras lebih tinggi dibandingkan daya racun zat ekstraktif kayu gubal pada jenis kayu yang sama, keawetan kayu teras akan turun secara drastis apabila kayu tersebut diekstraksi dengan air panas, pelarut organik atau keduanya dan penurunan keawetan tersebut tergantung jenis kayu dan jenis komponen kimia yang


(32)

dikandungnya, daya racun zat ekstraktif yang diperoleh dari kayu teras berbagai jenis tersebut sangat berkaitan erat dengan keawetan alami jenis kayu yang bersangkutan.

Menurut Syafii (1996), lignin juga merupakan salah satu komponen dinding sel kayu, diperkirakan berpengaruh terhadap ketahanan alami kayu. Perkiraan ini didasarkan dari pengetahuan bahwa proses lignifikasi pada dinding sel tanaman berfungsi untuk melindungi tanaman tersebut terhadap serangan jamur. Oleh karena itu, lignin dipercaya merupakan faktor yang bersifat nontoxic

atau physical barrier yang memberikan kontribusi terhadap ketahanan kayu dari serangan organisme perusak kayu.


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan elektrik, oven, desikator, bejana, jampot/botol kaca, aluminum foil, paralon putih (diameter 8 cm dan tinggi 6 cm), jaring plastik, penjepit, kaliper, gelas ukur, kapas, gergaji, plastik pembungkus dan alat tulis.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain papan partikel berkerapatan sedang dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3. Bahan baku pembuatan papan partikel untuk contoh uji ini adalah kayu jabon (Anthocephalus cadamba), kayu sungkai (Peronema canescens), kayu mangium (Acacia mangium) dan papan partikel campuran dari ketiga jenis dengan menggunakan perekat Urea Formaldehida (UF) 12% dan tambahan parafin 2%.

Bahan lain yang digunakan yaitu kayu solid jabon berumur 5-10 tahun yang diperoleh dari Fakultas Kehutanan IPB, kayu solid sungkai berumur 5-15 tahun yang diperoleh dari Litbang Kehutanan, kayu solid mangium berumur 10-15 tahun yang diperoleh dari Fakultas Kehutanan IPB, rayap tanah (Coptotermes curvignathus), pasir steril, dental cement, alkohol dan air mineral.

Dalam pengujian ini juga menggunakan kayu solid karet (Hevea brasiliensis) berumur 5-10 tahun yang diperoleh dari Fakultas Kehutanan IPB. Kayu solid karet dalam pengujian ini digunakan sebagai kayu kontrol dalam pengujian yang dilakukan, hal ini sesuai dengan metode yang telah dilakukan sebelumnya dalam penelitian Simamora (2010) yang menggunakan kayu karet sebagai kayu kontrol dalam pengujian dengan metode berdasarkan SNI 01.


(34)

7207-2006. Untuk metode JIS K 1571-2004 yang juga digunakan dalam penelitian ini digunakan pendekatan kayu karet sebagai kontrol untuk menggantikan kayu sugi.

3.3. Metode

Pengujian keawetan kayu dilakukan dengan menggunakan dua metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006 dan metode berdasarkan JIS K 1571-2004.

3.3.1. Metode SNI 01. 7207-2006

Contoh uji kayu solid (jabon, sungkai, mangium dan karet) dipilih secara acak tanpa memperhatikan perbedaan gubal dan teras masing-masing berukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm dengan ulangan pengujian sebanyak 3 kali. Contoh uji papan partikel juga dipilih secara acak dari masing-masing jenis dan kerapatan, berukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 1,0 cm dengan ulangan pengujian sebanyak 3 kali. Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2°C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1), serta dilakukan sterilisasi pada botol uji dan pasir yang akan digunakan.

Contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji kaca dengan posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji. Ke dalam botol uji dimasukkan 200 gram pasir dan ditambahkan air sebanyak 50 ml. Selanjutnya ke dalam contoh uji dimasukkan 200 ekor rayap tanah (Coptotermes curvignathus) dari kasta pekerja, kemudian botol uji ditutup dengan aluminum foil

dan diletakkan di tempat gelap selama 4 minggu.


(35)

Setiap minggu aktivitas rayap dalam botol uji diamati. Setelah 4 minggu pengujian, dilakukan pembongkaran botol uji. Contoh uji kayu dicuci dan dibersihkan dengan menggunakan sikat halus dan dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2°C dan ditimbang (W2). Hasil pengujian merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan contoh uji dan dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:

W % = (W1-W2) W1

×100

Dengan keterangan :

W = Kehilangan berat contoh uji kayu / weight loss (%)

W1 = Berat kering oven contoh uji kayu sebelum pengujian (gram) W2 = Berat kering oven contoh uji kayu setelah pengujian (gram)

Selanjutnya, penentuan ketahanan kayu berdasarkan tabel klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat seperti di bawah ini.

Tabel 9 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat SNI 01. 7202-2006

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3,52

II Tahan 3,52 – 7,50

III Sedang 7,50 – 10,96

IV Buruk 10,96 – 18,94

V Sangat Buruk 18,94 – 31,89

3.3.2. Metode JIS K 1571-2004

Contoh uji kayu solid (jabon, sungkai, mangium dan karet) dipilih secara acak tanpa memperhatikan perbedaan gubal dan teras masing-masing berukuran 2,0 cm x 2,0 cm x 1,0 cm dengan ulangan pengujian sebanyak 3 kali. Contoh uji papan partikel juga dipilih secara acak dari masing-masing jenis dan kerapatan


(36)

berukuran 2,0 cm x 2,0 cm x 1,0 cm dengan ulangan pengujian sebanyak 3 kali. Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2°C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1).

Botol uji dibuat menggunakan paralon dengan dasar berupa dental cement

dan disterilisasi dengan mengunakan alkohol. Contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji diatas permukaan dental cement yang telah diberi jaring plastik.

Gambar 2 Botol uji metode JIS.

Sebanyak 150 ekor rayap tanah dari kasta pekerja dan 15 ekor rayap kasta prajurit ditambahkan ke dalam botol uji. Selanjutnya botol uji ditutup dengan menggunakan aluminum foil, diletakkan dalam wadah yang telah diberi kapas basah dan ditempatkan di ruangan gelap selama 3 minggu. Selama pengujian diusahakan agar kelembaban botol uji tetap terjaga dan rayap yang mati dikeluarkan dari botol uji. Setelah 3 minggu botol uji dibongkar, dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup untuk mengetahui nilai mortalitas rayap uji. Contoh uji kayu dicuci, dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2°C dan ditimbang (W2).

Hasil pengujian merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan contoh uji dan dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:

W % =(W1-W2) W1 ×100


(37)

Dengan keterangan :

W = Kehilangan berat contoh uji kayu / weight loss (%)

W1 = Berat kering oven contoh uji kayu sebelum pengujian (gram) W2 = Berat kering oven contoh uji kayu setelah pengujian (gram)

Mortalitas rayap yang diamati dalam standar ini hanya mortalitas rayap kasta pekerja. Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan persamaan :

Mortalitas (%) = D

150 x 100

Dengan keterangan:

D = Jumlah rayap yang mati (ekor)

150 = Jumlah rayap pekerja pada awal pengujian (ekor)

3.3.3. Pengujian lainnya

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kerapatan contoh uji yang digunakan. Kerapatan contoh uji diukur dengan menggunakan persamaan:

ρ= B awal V

Dengan keterangan:

ρ = Kerapatan contoh uji (g/cm3) B awal = Berat awal contoh uji (gram) V = Volume contoh uji (cm3)

3.3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Analisis data hasil pengujian dilakukan dengan mengukur rata-rata dari seluruh data yang terkumpul dari setiap parameter. Nilai rata-rata parameter tersebut dibandingkan dengan nilai rata-rata parameter yang lain pada variabel terikat (dependent variable) yang sama. Selain itu, nilai-nilai yang diperoleh juga


(38)

dibandingkan dengan standar yang digunakan sehingga diketahui parameter yang memenuhi standar.

Untuk melihat pengaruh jenis kayu, kerapatan dan metode berdasarkan standar pengujian terhadap kehilangan berat contoh uji, dilakukan analisis statistik dengan rancangan acak lengkap faktorial tiga faktor. Faktor α bertaraf 4, yaitu jenis kayu jabon, sungkai, mangium dan campuran dari ketiga jenis kayu. Faktor bertaraf 2, yaitu kerapatan kayu 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3. Faktor bertaraf β, yaitu metode berdasarkan standar pengujian SNI 01. 7207-2006 dan JIS K 1571-2004. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Model rancangan percobaan dibuat untuk mengetahui pengaruh jenis kayu, kerapatan dan metode berdasarkan standar terhadap kehilangan berat contoh uji tersebut adalah :

Y

ijkl

= µ +α

i

+

j

+

k

+ (α )

ij

+ (α )

ik

+ ( )

jk

+ (α )

ijk

+ ε

ijkl

Dimana :

Y

ijk = Kehilangan berat contoh uji pada jenis kayu ke-i, kerapatan

ke-j, metode berdasarkan standar ke-k dan ulangan ke-l

µ

= Rataan umum

α

i = Pengaruh jenis kayu taraf ke-i

j = Pengaruh kerapatan papan partikel taraf ke-j

k = Pengaruh metode berdasarkan standar pengujian taraf ke-k

(α )

ij = Pengaruh interaksi antara jenis kayu taraf ke-i dan kerapatan

papan partikel taraf ke-j

(α )

ik = Pengaruh interaksi antara jenis kayu taraf ke-i dan metode

berdasarkan standar pengujian taraf ke-k

( )

jk = Pengaruh interaksi antara kerapatan papan partikel taraf ke-j

dan metode berdasarkan standar pengujian taraf ke-k

(α )

ijk = Pengaruh interaksi antara jenis kayu taraf ke-i, kerapatan

papan partikel taraf ke-j dan metode berdasarkan standar pengujian taraf ke-k


(39)

ε

ijkl = Pengaruh acak dari jenis kayu taraf ke-i, kerapatan papan

partikel taraf ke-j, metode berdasarkan standar pengujian taraf ke-k serta ulangan ke-l

Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows. Jika berdasarkan hasil analisis ragam ditemukan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji papan partikel, maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan.

Tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 5%. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis didasarkan pada signifikansi 0,05, yaitu dengan melihat nilai signifikansi pada pengujian. Apabila nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak dan jika signifikansi kurang dari 0,05 maka hipotesis diterima.


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian papan partikel yang digunakan pada penelitian ini merupakan penelitian lanjutan terhadap sifat keawetan papan partikel yang terbuat dari kayu jabon, sungkai, mangium dan campuran ketiga jenis kayu. Penelitian sebelumnya dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan partikel. Sifat fisis papan partikel yang diuji antara lain adalah kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal papan partikel. Sedangkan sifat mekanis yang diuji antara lain adalah Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR),

Internal Bond (IB) dan kuat pegang sekrup. Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian Siringoringo (2011).

4.1 Ketahanan Papan Partikel Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Pengujian keawetan papan partikel berkerapatan sedang (0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3) dari kayu jabon, sungkai dan mangium dilakukan dengan uji laboratoris menggunakan dua metode pengujian yaitu metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006 dan metode berdasarkan JIS K 1571-2004. Pengujian dari masing-masing standar memiliki perbedaan dalam peralatan uji, ukuran contoh uji dan lamanya waktu pengujian. Hasil pengujian ini dapat digunakan untuk melihat keawetan papan partikel terhadap serangan Coptotermes curvignathus berdasarkan pengaruh jenis kayu, kerapatan papan partikel dan metode pengujian yang digunakan. Keawetan papan partikel dapat dilihat dari persentase kehilangan berat dan mortalitas C. curvignathus selama masa pengujian.

4.1.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji

Aktivitas makan rayap C. curvignathus pada contoh uji diantaranya ditunjukkan dari kehilangan berat contoh uji yang diumpankan kepada

C. curvignathus. Sesuai dengan metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006, lamanya masa pengumpanan adalah 28 hari sedangkan lamanya masa pengumpanan pada


(41)

metode berdasarkan JIS K 1571-2004 adalah 21 hari. Pengumpanan yang dilakukan dengan kedua metode ini menghasilkan penurunan berat yang bervariasi bagi jenis dan kerapatan papan partikel yang diuji. Rata-rata persentase kehilangan berat papan partikel dari keempat jenis pada masing-masing kerapatan berkisar antara 3,56-6,86%. Dengan menggunakan metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006, rata-rata persentase kehilangan berat yang dicapai masing-masing contoh uji pada papan partikel yang diumpankan pada C. curvignathus

selengkapnya disajikan pada Lampiran 2, dan hubungan secara skematis data kehilangan berat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase kehilangan berat papan partikel dengan metode SNI 01. 7207-2006.

Pengujian dengan metode berdasarkan JIS K 1571-2004 juga menghasilkan nilai kehilangan berat bagi contoh uji. Rata-rata persentase kehilangan berat papan partikel dari keempat jenis pada masing-masing kerapatan berkisar antara 3,68-7,31%. Rata-rata persentase kehilangan berat yang dicapai masing-masing contoh uji pada papan partikel yang diumpankan pada

C. curvignathus dengan menggunakan metode JIS K 1571-2004 selengkapnya disajikan pada Lampiran 3 dan hubungan secara skematis data kehilangan berat dapat dilihat pada Gambar 4.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Jabon Sungkai Mangium Mixed

K ehila ng a n B er a t (%)

Jenis Papan Partikel

0,6 0,8


(42)

Gambar 4 Persentase kehilangan berat papan partikel dengan metode JIS K 1571- 2004.

Pengujian kayu dengan kedua metode yang berbeda yaitu SNI 01. 7207-2006 dan JIS K 1571-2004 memang menghasilkan nilai yang bervariasi terhadap kehilangan berat papan partikel yang diuji, tetapi nilai yang bervariasi tersebut tidak terlalu berbeda bagi kedua metode yang digunakan. Nilai persentase tiap jenis kayu dan kerapatan yang bervariasi ini diduga karena masing-masing metode memiliki perbedaan dalam prosedur pengujian, banyaknya jumlah rayap yang digunakan, ukuran contoh uji dan media pengumpanan sehingga hasil pengujian yang dilakukan bervariasi. Pengujian secara statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kehilangan berat dan standar pengujian yang digunakan menghasilkan kesimpulan yang tidak signifikan. Dalam hal ini berarti penggunaan metode pengujian SNI 01. 7207-2006 maupun JIS K 1571-2004 tidak menghasilkan perbedaan berat yang signifikan terhadap kehilangan berat contoh uji. Artinya, pengujian kehilangan berat contoh uji yang dilakukan sesuai metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006 akan menghasilkan nilai kehilangan berat yang tidak berbeda dengan pengujian kehilangan berat berdasarkan JIS K 1571-2004. Pengujian dengan menggunakan metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006 dan JIS K 1571-2004 merupakan bentuk pengujian keawetan kayu yang tidak memberikan pilihan makanan kepada rayap (force feeding test), dimana tidak terdapat pilihan makanan lain selain contoh uji yang diberikan kepada rayap.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Jabon Sungkai Mangium Mixed

K ehila ng a n B er a t (%)

Jenis Papan Partikel

0,6 0,8


(43)

Perbedaan persentase kehilangan berat yang terjadi pada masing-masing jenis dan kerapatan papan partikel juga bervariasi. Papan partikel yang diuji antara lain papan partikel dari bahan baku kayu jabon, sungkai, mangium dan campuran dari ketiga jenis kayu tersebut dengan kerapatan papan partikel 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006 (Gambar 3), nilai kehilangan berat tertinggi dimiliki oleh papan partikel jenis jabon dengan kerapatan papan 0,6 g/cm3 yaitu sebesar 6,86%, diikuti dengan papan partikel campuran berkerapatan 0,6 g/cm3 (6,22%), papan partikel jabon berkerapatan 0,8 g/cm3 (5,06%), papan partikel mangium berkerapatan 0,6 g/cm3 (4,49%), papan partikel sungkai berkerapatan 0,6 g/cm3 (4,46%), papan partikel sungkai berkerapatan 0,8 g/cm3 (4,28%), papan partikel campuran berkerapatan 0,8 g/cm3 (3,77%) dan papan partikel mangium berkerapatan 0,8 g/cm3 (3,56%).

Metode berdasarkan JIS K 1571-2004 (Gambar 4) juga memberikan hasil yang tidak begitu berbeda dengan metode berdasarkan SNI 01. 7202-2006, dimana nilai kehilangan berat tertinggi dimiliki oleh papan partikel jenis jabon dengan kerapatan papan 0,6 g/cm3 yaitu sebesar 7,31%, diikuti dengan papan partikel jabon berkerapatan 0,8 g/cm3 (5,97%), papan partikel campuran berkerapatan 0,6 g/cm3 (5,16%), papan partikel sungkai berkerapatan 0,6 g/cm3 (5,03%), papan partikel mangium berkerapatan 0,6 g/cm3 (4,57%), papan partikel campuran berkerapatan 0,8 g/cm3 (4,51%), papan partikel sungkai berkerapatan 0,8 g/cm3 (3,68%) dan papan partikel mangium berkerapatan 0,8 g/cm3 (3,68%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan papan partikel mempengaruhi perbedaan kehilangan berat papan partikel oleh serangan rayap C. curvignathus. Hal ini diduga karena adanya perbedaan karakteristik dari masing-masing jenis kayu yang berbeda satu sama lain sehingga mempengaruhi perilaku makan pada rayap. Menurut Supriana (1983) dalam Sinaga (1992) satu jenis kayu mungkin sangat peka terhadap satu jenis rayap dan menimbulkan respon yang relatif kuat dibandingkan dengan jenis kayu lainnya karena adanya karakteristik sifat anatomi, fisik dan kimia kayu.

Jenis kayu tertentu memiliki komposisi kimia yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini pula yang diduga mempengaruhi perbedaan


(44)

kehilangan berat dari masing-masing contoh uji papan partikel. Komposisi selulosa, lignin dan ekstraktif pada jenis kayu yang berbeda-beda diduga berpengaruh terhadap kehilangan berat contoh uji. Masing-masing jenis kayu memiliki jumlah dan macam ekstraktif yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah. Menurut Syafii (1996), faktor yang sangat penting dalam ketahanan kayu dari serangan organisme perusak kayu adalah komponen kimia kayu. Ekstraktif memiliki peran dalam ketahanan kayu dari serangan organisme perusak kayu. Keawetan alami kayu sangat ditentukan oleh konsentrasi zat ekstraktif dalam kayu yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu dan adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimiawi mampu menahan serangan organisme perusak kayu sehingga zat ekstraktif berfungsi sebagai chemical barrier. Selain itu lignin sebagai salah satu komponen dinding sel kayu juga berfungsi melindungi kayu dari serangan. Oleh sebab itu lignin dipercaya sebagai faktor yang berfungsi sebagai physical barrier yang memberikan kontribusi terhadap ketahanan kayu dari organisme perusak.

Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan jenis papan partikel memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kehilangan berat kayu akibat serangan rayap C. curvignathus. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis papan partikel (jabon, sungkai, mangium dan campuran) akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap persentase kehilangan berat contoh uji. Hasil pengujian secara statistik dapat dilihat pada Lampiran 7.

Untuk mengetahui pengaruh setiap taraf perlakuan jenis papan partikel terhadap kehilangan berat maka dilakukan Uji Duncan. Dari hasil Uji Duncan, persentase kehilangan berat papan partikel berada dalam wilayah atau kelompok, yaitu kelompok 1 yang beranggotakan papan partikel sungkai, mangium dan campuran, serta kelompok 2 yang beranggotakan papan partikel jabon. Hasil Uji Duncan ini memperlihatkan bahwa kehilangan berat papan partikel sungkai berbeda nyata dengan papan partikel jabon, tetapi tidak berbeda nyata dengan papan partikel mangium dan papan partikel campuran. Sehingga dapat dijelaskan bahwa perlakuan jenis papan partikel yang berbeda akan memberikan hasil kehilangan berat yang berbeda pula. Namun kehilangan berat dari jenis papan


(45)

partikel tidak seluruhnya memperlihatkan perbedaan secara nyata yaitu pada papan partikel sungkai, mangium dan campuran. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kehilangan berat papan partikel jabon lebih besar dari pada papan partikel sungkai, papan partikel mangium dan papan partikel campuran. Selengkapnya Uji Duncan disajikan pada Lampiran 8.

Contoh uji papan partikel yang diujikan pada penelitian ini memiliki kerapatan yang berbeda-beda. Kerapatan contoh uji papan partikel yang digunakan antara lain papan partikel berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3. Perbedaan kerapatan ini menyebabkan perbedaan pula pada kehilangan berat contoh uji. Pada Gambar 3, dapat dilihat perbedaan kehilangan berat pada tiap kerapatan pada masing-masing contoh uji dengan menggunakan metode berdasarkan SNI 01. 7207-2006. Contoh uji papan partikel jabon berkerapatan 0,6 g/cm3 memiliki kehilangan berat sebesar 6,86% dan kehilangan berat 5,06% untuk papan partikel jabon berkerapatan 0,8 g/cm3. Papan partikel sungkai berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3memiliki rata-rata kehilangan berat berturut-turut antara lain 4,46% dan 4,28%. Papan partikel mangium berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3 memiliki rata-rata kehilangan berat berturut-turut antara lain 4,49% dan 3,56%. Papan partikel campuran berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3 memiliki rata-rata kehilangan berat berturut-turut antara lain 6,22% dan 3,77%.

Hasil pengujian berdasarkan metode JIS K 1571-2004 (Gambar 4) juga memberikan informasi bahwa contoh uji papan partikel jabon berkerapatan 0,6 g/cm3 memiliki kehilangan berat sebesar 7,31% dan kehilangan berat 5,97% untuk papan partikel jabon berkerapatan 0,8 g/cm3. Papan partikel sungkai berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3 memiliki rata-rata kehilangan berat berturut-turut antara lain 5,03% dan 4,21%. Papan partikel mangium berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3 memiliki rata-rata kehilangan berat berturut-turut antara lain 4,57% dan 3,68%. Papan partikel campuran berkerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3 memiliki rata-rata kehilangan berat berturut-turut antara lain 5,16% dan 4,51%.

Dari hasil pengujian dengan kedua metode tersebut terlihat perbedaan nilai kehilangan berat yang berbeda antara papan partikel berkerapatan 0,6 g/cm3 dan papan partikel berkerapatan 0,8 g/cm3. Hasil pengujian ini memberikan informasi bahwa papan partikel dari jenis tertentu yang memiliki kerapatan 0,8 g/cm3


(46)

memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil dari pada nilai kehilangan berat papan partikel dengan kerapatan 0,6 g/cm3. Perbedaan kehilangan berat ini diduga karena terdapat perbedaan komposisi bahan-bahan penyusun papan partikel kerapatan 0,6 g/cm3 dan 0,8 g/cm3. Komposisi yang diduga mempengaruhi adalah jumlah perekat yang berbeda untuk tiap kerapatan. Jumlah perekat urea formaldehida yang terdapat pada papan partikel ini diduga mempengaruhi aktivitas makan rayap karena proses perekatan antara partikel yang lebih sempurna sehingga lebih sulit bagi rayap mencapai zat kayu karena tertutup perekat. Menurut Ruhendi et al. (2007), urea formaldehida merupakan perekat yang tahan terhadap biodeteriorasi. Ria (2009) menyatakan bahwa komposisi perekat dan parafin yang sesuai dengan kondisi yang tidak disukai rayap menyebabkan contoh uji yang dimakan menjadi sedikit.

Perbedaan kerapatan ini terlihat dengan jelas dari kekompakan (tingkat kepadatan) papan partikelnya. Papan partikel berkerapatan tinggi lebih kompak dari pada papan partikel berkerapatan lebih rendah. Kekompakan papan partikel ini diduga menyebabkan perbedaan kehilangan berat pada contoh uji. Menurut Hadi dan Febrianto (1992), kerapatan papan yang lebih tinggi menyulitkan rayap mencapai zat kayu dibandingkan dengan papan partikel dengan kerapatan yang lebih rendah.

Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pemberian perlakuan terhadap kerapatan papan partikel memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persentase penurunan berat contoh uji. Kerapatan papan partikel 0,6 g/cm3 memiliki penurunan kehilangan yang berbeda nyata dengan penurunan kehilangan berat papan partikel berkerapatan 0,8 g/cm3. Hasil pengujian secara statistik mengenai hubungan kerapatan papan partikel dan kehilangan berat dapat dilihat pada Lampiran 7.

Selain pengujian papan partikel, dilakukan pula pengujian terhadap kayu solid dari masing-masing jenis papan partikel yang diuji yaitu kayu jabon, sungkai dan mangium. Pengujian dilakukan pula terhadap kayu karet yang digunakan sebagai kayu kontrol. Menurut Simamora (2010), pengujian kayu kontrol bertujuan untuk mengetahui apakah pengujian yang dilakukan berhasil atau tidak.


(47)

Kayu karet digunakan sebagai kayu kontrol karena kayu karet memiliki keawetan alami yang sangat buruk (Kelas V).

Pengujian kayu solid ini dilakukan dengan menggunakan metode SNI 01. 7207-2006 dan JIS K 1571-2004 dan pada tiap-tiap metode yang digunakan, kayu karet digunakan sebagai kontrol. Nilai kehilangan berat kayu yang diuji dengan metode SNI 01. 7202-2006 secara skematik disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai kehilangan berat kayu solid dengan metode SNI 01. 7207-2006.

Dari gambar tersebut dapat dilihat nilai kehilangan berat tertinggi dimiliki oleh kayu jabon dengan persentase kehilangan berat sebesar 30,66%, diikuti oleh kayu karet sebesar 20,99%. Selanjutnya kayu mangium dan sungkai dengan kehilangan berat sebesar 7,96% dan 8,36%. Pengujian dengan metode SNI 01. 7202-2006 mengklasifikasikan ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan beratnya. Hasil pengujian ini diklasifikasikan seperti yang disajikan pada Tabel 10.

0 5 10 15 20 25 30 35

Karet Jabon Sungkai Mangium

K

ehila

ng

a

n

B

er

a

t

(%)


(48)

Tabel 10 Klasifikasi ketahanan kayu berdasarkan persentase kehilangan berat Jenis Kayu Kehilangan Berat (%) Ketahanan / Kelas

Karet 20,99 Sangat buruk / V

Jabon 30,66 Sangat buruk / V

Sungkai 8,36 Sedang / III

Mangium 7,96 Sedang / III

Berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan

C. curvignathus, dari keempat jenis kayu dua diantaranya memiliki ketahanan yang sangat buruk (karet dan jabon) dan dua jenis lainnya memiliki ketahanan yang sedang (sungkai dan mangium). Dari hasil penelitian ini, kayu karet termasuk kedalam kelas awet V. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pandit dan Kurniawan (2008) yang menyatakan bahwa kayu karet termasuk dalam kelas awet V. Hal yang sama terjadi pada kayu jabon yang berdasarkan hasil pengujian berada pada kelas awet V. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martawijaya et al.

(1989) bahwa kayu jabon masuk kedalam kelas awet V. Untuk kayu sungkai, berdasarkan hasil penelitian termasuk ke dalam kelas awet III. Prosea (1997) menyatakan bahwa kayu sungkai merupakan kayu yang agak berat dengan berat jenis rata-rata 0,63 (0,52-0,73) dan masuk dalam kelas awet III. Dari hasil penelitian pula diketahui kayu mangium termasuk kedalam kelas awet III dan hasil tersebut sesuai Prosea (1997) yang menyatakan kayu mangium termasuk dalam kelas awet III. Perbedaan kelas awet kayu ini diduga terjadi karena komposisi kimia dan kandungan zat ekstraktif yang berbeda-beda pada masing-masing jenis kayu. Sehingga secara alami, keawetan alami kayu akan berpengaruh sesuai dengan jumlah dan macam zat ekstraktif.

Pengujian kayu solid juga dilakukan dengan menggunkan metode JIS K 1571-2004 dengan kayu karet sebagai kayu kontrol. Kayu karet dipilih sebagai kontrol pada metode JIS K 1571-2004 karena memiliki ketahanan yang sangat buruk. Dari hasil pengujian diperoleh nilai persentase kehilangan berat kayu karet, jabon, sungkai dan mangium secara berturut-turut 18,99%, 22,03%, 6,10% dan 3,78%. Apabila menggunakan pendekatan dengan metode berdasarkan JIS K 1571-2004 yang menganggap penelitian berhasil apabila kehilangan berat kayu


(49)

kontrol (kayu sugi) lebih besar dari 15%. Maka penelitian ini dianggap berhasil karena memiliki nilai kehilangan berat kayu kontrol sebesar 18,99%.

Hasil nilai kehilangan berat pengujian kayu solid dengan menggunakan metode JIS K 1571-2004 secara skematis dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Persentase kehilangan berat kayu solid dengan metode JIS K 1571- 2004.

Dari pengujian terhadap kehilangan berat kayu solid dan papan partikel dapat terlihat perubahan kehilangan beratnya. Kayu jabon (solid) yang diuji keawetannya memiliki nilai kehilangan berat yang jauh lebih besar dari pada ketika kayu jabon dibuat menjadi papan partikel. Tabel 11 memperlihatkan sifat keawetan kayu yang meningkat dengan berubahnya produk kayu yang diuji berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu pada SNI 01. 7207-2006.

Tabel 11 Perbandingan ketahanan produk dari serangan Coptotermes curvignathus berdasarkan SNI 01. 7207-2006

Jenis kayu

Produk

Solid Papan Partikel

Jabon Sangat buruk (Kelas awet V)

Tahan (Kelas awet II) Sungkai Sedang (Kelas awet III)

Mangium Sedang (Kelas awet III) 0

5 10 15 20 25

Karet Jabon Sungkai Mangium

K

ehila

ng

a

n

B

er

a

t

(

%)


(50)

Pengujian secara statistik (T-test) juga dilakukan untuk untuk memberikan informasi terhadap kehilangan berat kayu solid dan papan partikel. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan kehilangan berat yang signifikan antara papan partikel berkerapatan 0,6 g/cm3 dengan kayu solid dan antara papan partikel berkerapatan 0,8 g/cm3 dengan kayu solid. Perbedaan ini diduga karena terdapat bahan tambahan pada papan partikel yang mengganggu aktivitas makan rayap. Papan partikel ini dibuat dengan menambahkan perekat urea fomaldehida yang diduga mempengaruhi aktifitas makan rayap. Menurut Ria (2009) kandungan perekat dan parafin yang terdapat pada papan partikel dalam komposisi yang sesuai dengan kondisi yang tidak disukai rayap menyebabkan contoh uji yang dimakan menjadi sedikit. Hasil pengujian (T-test) selengkapnya disajikan pada Lampiran 9 dan 10.

4.1.2 Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Persentase mortalitas rayap pada pengujian dihitung dari banyaknya jumlah rayap yang mati selama masa pengujian. Mortalitas rayap pada pengujian papan partikel jabon, sungkai, mangium dan kayu solidnya selengkapnya disajikan pada Lampiran 10 dan hubungan antara contoh uji dan mortalitas rayap secara skematis dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7 Persentase mortalitas rayap C. curvignathus. 84,0 86,0 88,0 90,0 92,0 94,0 96,0 98,0 100,0 102,0 Partikel Jabon Partikel Sungkai Partikel Mangium Partikel Campuran

Jabon Sungkai Mangium Karet

M o rt a lita s (%)


(51)

Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa terdapat perbedaaan nilai mortalitas rayap pada masing-masing contoh uji. Papan partikel jabon, sungkai, mangium dan campuran memiliki nilai mortalitas rayap yang sama yaitu 100%. Sedangkan mortalias rayap pada kayu solid jabon, sungkai, mangium dan karet secara berturut-turut adalah 89,6%, 92,4%, 93,6% dan 91,1%. Kematian rayap yang mencapai 100% pada papan partikel ini diduga karena adanya emisi formaldehida yang terbentuk dari penggunaan urea formaldehida pada papan partikel yang ada dalam botol uji. Menurut Ria (2009) adanya kandungan formaldehida yang bersifat racun pada perekat mengakibatkan tingkat mortalitas rayap tinggi. Selain itu, mortalitas yang tinggi juga diduga karena rayap tidak menyukai makanan yang diumpankan. Rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan memakan bahan makanan yang tersedia atau akan mati kelaparan. Sehingga dengan memilih memakan contoh uji rayap juga mati akibat racun pada formaldehida. Menurut Arnie (2006) formaldehida akan bereaksi dengan DNA atau RNA sehingga data informasi genetik menjadi kacau. Sifat merusak pada formaldehida terletak pada gugus CO atau aldehid yang dapat bereaksi dengan molekul-molekul vital di dalam tubuh.

Lebih lanjut lagi dinyatakan pada hasil penelitian Hadi dan Febrianto (1992), kadar perekat yang lebih besar mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap serangan rayap. Pada penelitian tersebut digunakan perekat urea formaldehida dengan kadar perekat 6%, 8%, dan 10%. Hasil pengujian tersebut menyimpulkan kadar perekat yang lebih besar meningkatkan mortalitas rayap hingga 69,3%. Sedangkan pada pengujian yang dilakukan ini kadar perekat yang digunakan dalam pembuatan papan partikel adalah 12%. Menurut Pizzi (1983) dalam Hadi dan Febrianto (1992), pada kadar perekat yang lebih tinggi terjadi proses perekatan antar selumbar yang lebih baik karena penutupan selumbar oleh perekat lebih sempurna.

Pengujian secara statistik (T-test) dilakukan untuk memberikan informasi mengenai mortalitas rayap dari papan partikel dan kayu solid. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan mortalitas rayap yang signifikan antara papan partikel dan kayu solid. Artinya mortalitas rayap pada kayu solid dan papan partikel memiliki perbedaan yang nyata. Hasil pengujian secara statistik


(52)

(T-test) mortalitas rayap dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai mortalitas rayap yang berbeda antara papan partikel dan kayu solidnya diduga karena adanya perubahan bentuk kayu solid menjadi papan partikel. Pada proses pembuatan papan partikel, selain kayu yang dibentuk menjadi partikel ditambahkan pula perekat dan parafin dengan kadar tertentu. Penambahan bahan tambahan (urea formaldehida 12%) yang diduga menyebabkan tingginya mortalitas rayap hingga mencapai 100%.

4.2 Bentuk Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Terhadap Contoh Uji

Aktivitas makan yang dilakukan oleh C. curvignathus pada pengujian menimbulkan perubahan pada contoh uji. Menurut Krisna dan Weeaner (1971) dalam Ria (2009), rayap akan cenderung memilih makanan yang mengandung banyak selulosa, mudah digigit dan dihancurkan. Pada contoh uji papan partikel kerusakan contoh uji oleh rayap berbentuk seperti lubang-lubang yang terdapat di permukaan pada contoh uji papan partikel maupun kayu solid. Lubang-lubang yang terdapat pada permukaan contoh uji ini dapat dijadikan bukti bahwa rayap memakan contoh uji papan partikel untuk kemudian mati karena adanya racun yang disebabkan oleh urea formaldehida.

Contoh uji pada penelitian ini merupakan satu-satunya sumber makanan bagi rayap C. curvignathus, sehingga rayap hanya memiliki pilihan memakan contoh uji. Supriana (1983) dalam Saragih (2009) juga menyatakan bahwa dalam contoh uji preferensi makanan tunggal di laboratorium, rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan makanan dan dalam keadaan terpaksa tersebut rayap memakan bahan makanan atau akan mati kelaparan. Pada pengujian ini diduga rayap memakan contoh uji untuk bertahan hidup tetapi untuk berikutnya rayap mati akibat formaldehida yang terdapat pada perekat. Bentuk contoh uji sebelum dan setelah pengujian dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.


(53)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j) (k) (l)

Gambar 8 Contoh uji kayu solid dan papan partikel sebelum pengujian (a) kayu karet; (b) kayu jabon; (c) kayu sungkai; (d) kayu mangium; (e) papan partikel jabon kerapatan 0,6 g/cm3; (f) papan partikel sungkai kerapatan 0,6 g/cm3; (g) papan partikel mangium kerapatan 0,6 g/cm3; (h) papan partikel campuran kerapatan 0,6 g/cm3; (i) papan partikel jabon kerapatan 0,8 g/cm3; (j) papan partikel sungkai kerapatan 0,8 g/cm3; (k) papan partikel mangium kerapatan 0,8 g/cm3; (l) papan partikel campuran kerapatan 0,8 g/cm3.


(1)

Lampiran 7 Lanjutan

Hasil Uji Keragaman (Weight loss)

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 52.701a 15 3.513 3.120 .003

Intercept 1212.533 1 1212.533 1.077E3 .000

Kerapatan 13.283 1 13.283 11.794 .002

Jenis_kayu 24.296 3 8.099 7.191 .001

Standar .041 1 .041 .037 .849

Kerapatan * Jenis_kayu 4.987 3 1.662 1.476 .240

Kerapatan * Standar .207 1 .207 .184 .671

Jenis_kayu * Standar 5.375 3 1.792 1.591 .211

Kerapatan * Jenis_kayu *

Standar 4.513 3 1.504 1.336 .280

Error 36.040 32 1.126

Total 1301.274 48

Corrected Total 88.742 47


(2)

56

Lampiran 8 Hasil uji lanjut(Uji Duncan) untuk jenis kayu

Duncan

Jenis_kayu N

Subset

1 2

Sungkai 12 4.3808 Mangium 12 4.5725

Mixed 12 4.9433

Jabon 12 6.2075

Sig. .230 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.126.


(3)

Lampiran 9 Hasil Uji-T kehilangan berat contoh uji papan partikel 0,6 g/cm3 dengan kayu solid

Jenis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean weightloss Particleboard_0.6 18 5.4521 1.51933 .35811

Solid 18 12.5832 9.83990 2.31929

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

weightloss Equal variances

assumed 39.216 .000 -3.039 34 .005 -7.13103 2.34677 -11.90025 -2.36182

Equal variances not

assumed -3.039

17.81

0 .007 -7.13103 2.34677 -12.06519 -2.19688


(4)

58

Lampiran 10 Hasil Uji-T kehilangan berat contoh uji papan partikel 0,8 g/cm3 dengan kayu solid

Jenis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean weightloss Particleboard_0.8 18 4.4606 .98056 .23112

Solid 18 12.5832 9.83990 2.31929

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

weightloss Equal variances

assumed 45.496 .000 -3.485 34 .001 -8.12257 2.33077 -12.85928 -3.38587

Equal variances not

assumed -3.485 17.338 .003 -8.12257 2.33077 -13.03280 -3.21235


(5)

Lampiran 11 Hasil uji-T mortalitas rayap

Jenis_produk N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Mortalitas Papan Partikel

(jabon, sungkai,mangium) 9 91.5556 3.16667 1.05556 Solid

(jabon, sungkai, mangium) 9 1.0000E2 .00000 .00000

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Mortalitas Equal variances

assumed 13.642 .002 -8.000 16 .000 -8.44444 1.05556 -10.68212 -6.20677

Equal variances

not assumed -8.000 8.000 .000 -8.44444 1.05556 -10.87856 -6.01033


(6)