Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) menggunakan Fotometer Jinjing dengan Analisis Kemometrik

KENDALI MUTU RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza)
MENGGUNAKAN FOTOMETER JINJING DENGAN ANALISIS
KEMOMETRIK

IDA AYU SETYAWATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kendali Mutu Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) menggunakan Fotometer Jinjing dengan Analisis
Kemometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Ida Ayu Setyawati
NIM G44090061

iv

ABSTRAK
IDA AYU SETYAWATI. Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
menggunakan Fotometer Jinjing dengan Analisis Kemometrik. Dibimbing oleh ETI
ROHAETI dan RUDI HERYANTO.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan salah satu tanaman herbal yang
banyak digunakan di Indonesia. Komposisi kimia yang terkandung dalam ekstrak herbal
kompleks sehingga diperlukan kendali mutu untuk mengevaluasinya. Penelitian bertujuan
mengembangkan fotometer jinjing sebagai kendali mutu rimpang temulawak umur 9 bulan
berdasarkan keragaman mutu rimpang induk dan rimpang cabang yang dikombinasikan

dengan teknik pengenalan pola (PCA & PLSDA) serta membandingkan hasil analisis
dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Analisis PCA pada data fotometer
jinjing dengan 8 filter sudah dapat mengelompokkan rimpang induk dan cabang hanya
dengan 2 komponen utama. Kandungan kurkuminoid rimpang induk lebih tinggi daripada
rimpang cabang pada tanaman 2, 4, dan 8 dan pengelompokkannya sesuai dengan hasil
analisis PCA menggunakan 3 filter (biru-hijau, hijau-kuning, dan kuning) hanya pada
sampel rimpang induk segar. Pengelompokan tersebut membentuk model PLSDA dengan
tanaman 2, 4, dan 8 sebagai kelompok A dengan kandungan kurkuminoid rimpang induk
sampel segar lebih tinggi. Model PLSDA memprediksi sampel uji ke dalam kelompok A
dan hasil uji kadar kurkuminoidnya berada pada kisaran kelompok tersebut. Hal itu
menunjukkan bahwa fotometer jinjing sebagai instrumen alternatif tidak dapat memberikan
hasil secara kuantitatif berdasarkan perbedaan rimpang induk dan cabang, tetapi cukup
informatif dalam mengelompokkan rimpang induk dan rimpang cabang.
Kata kunci: fotometer jinjing, kemometrik, kendali mutu, kurkuminoid, temulawak

ABSTRACT
IDA AYU SETYAWATI. Quality Control of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
Rhizome Using Portable Photometer and Chemometric Analysis. Supervised by ETI
ROHAETI and RUDI HERYANTO.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) is widely used herb in Indonesia. The complex

composition of the herbal extract requires quality control in the evaluation. This study
aimed to develop portable photometer as a quality control device for temulawak rhizome
age 9 months based on quality diversity of stem rhizome and branch rhizome that was
combined with pattern recognition techniques (PCA & PLSDA) and compare the result of
the analysis with high performance liquid chromatography (HPLC) method. PCA analysis
on portable photometer data with 8 filters was able to classify stem rhizome and branch
rhizome with just 2 main components. Curcuminoid content of stem rhizome was higher
than the branch rhizome in plant 2, 4, and 8, and its grouping was in accordance with PCA
analysis result using 3 filters (blue-green, green-yellow, and yellow) only on stem fresh
rhizome samples. The grouping formed a PLSDA model with plant 2, 4, and 8 were in
group A and the curcuminoid content fell into that respective range. It indicates that
portable photometer as an alternative instrument cannot provide quantitative results based
on differences of stem and branch rhizomes, but fairly informative in grouping stem
rhizome and branch rhizome.
Key words: chemometric, curcuminoid, portable photometer, quality control, temulawak

vi

KENDALI MUTU RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza)
MENGGUNAKAN FOTOMETER JINJING DENGAN ANALISIS

KEMOMETRIK

IDA AYU SETYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

Judul Skripsi : Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
menggunakan Fotometer Jinjing dengan Analisis Kemometrik

Nama
: Ida Ayu Setyawati
NIM
: G44090061

Disetujui oleh

Dr Eti Rohaeti, MS
Pembimbing I

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, karunia, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil
penelitian yang berjudul Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
menggunakan Fotometer Jinjing dengan Analisis Kemometrik sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS sebagai
pembimbing I dan Bapak Rudi Heryanto, SSi, MSi sebagai pembimbing II atas
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh staf Pusat Studi Biofarmaka IPB, khususnya Mba Laela dan Mas Nio
yang telah membantu dalam teknis pelaksanaan penelitian serta seluruh staf
Laboratorium Kimia Analitik. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu, dan
kedua kakak tercinta atas dukungan dan doa yang selalu diberikan. Terima kasih kepada
Aditya atas semangat yang selalu diberikan, juga kepada sahabat Anita, Nola, dan Yeny,
serta teman-teman Wisma Jelita atas kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Maret 2014

Ida Ayu Setyawati

xii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN


1

BAHAN DAN METODE

2

Bahan dan Alat

2

Metode

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Mutu Temulawak: Kadar Air dan Abu


5

Kandungan Kurkuminoid Sampel Temulawak

6

Analisis Rimpang Temulawak Menggunakan Fotometer Jinjing

8

Pengklasifikasian Rimpang Temulawak dengan PCA

8

Perbandingan Fotomoter Jinjing dengan KCKT Sebagai Kendali Mutu
Rimpang Temulawak

10


Pembentukan Model Temulawak Menggunakan PLSDA dan
Pengujian Model

11

SIMPULAN DAN SARAN

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

23


DAFTAR TABEL
1 Kriteria kebaikan model PLSDA
2 Data prediksi rimpang temulawak umur 9 bulan dengan model PLSDA

11
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Struktur kurkuminoid rimpang temulawak
Fotometer Jinjing
Kadar air (a) rimpang segar dan (b) serbuk temulawak
Kadar abu (a) rimpang segar dan (b) serbuk temulawak
Kurva standar kurkuminoid
Kromatogram KCKT kurkuminoid rimpang tua segar temulawak
Kadar kurkuminoid sampel segar temulawak
Spektrum pengukuran temulawak (a) sampel segar dan (b) pelet
Proporsi varians 7 komponen utama (a) sampel segar dan (b) pelet
Score plot PCA (a) sampel segar temulawak dan (b) pelet temulawak
Score plot PCA sampel segar rimpang tua menggunakan 3 filter warna
Kadar kurkuminoid sampel test

1
4
5
5
6
7
7
8
9
9
10
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir pembuatan simplisia dan serbuk temulawak
14
Diagram alir kendali mutu temulawak dengan fotometer jinjing dan KCKT 15
Luas puncak, waktu retensi, dan konsentrasi kurkuminoid sampel temulawak 16
Kromatogram standar kurkuminoid
17
Kromatogram KCKT rimpang tua temulawak
18
Kromatogram KCKT rimpang muda temulawak
20
Kromatogram KCKT sampel kelompok A dan sampel test
22

xiv

1

PENDAHULUAN
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan salah satu tanaman obat
suku Zingiberaceae yang banyak digunakan sebagai obat herbal di Indonesia.
Temulawak bermanfaat sebagai antioksidan, antiradang, antimikrob, antiparasit,
antimutagenik, dan antikanker (Jayaprakasha et al. 2002). Pengembangan
tanaman temulawak di Indonesia sangat potensial dengan produksi mencapai
79,33% pada tahun 2011−2012 (BPS 2012).
Kurkuminoid dan minyak atsiri merupakan senyawa metabolit sekunder dari
temulawak sebagai komponen utama yang berkhasiat obat. Farmakope Herbal
Indonesia (2008) menetapkan kurkuminoid dan xanthorrizol sebagai senyawa
identitas yang digunakan untuk parameter mutu temulawak dan kandungan
kurkuminoid sebagai parameter kandungan kimia. Kurkuminoid memberikan
warna kuning pada rimpang dan terdiri atas beberapa senyawa, yaitu kurkumin,
bisdemetoksikurkumin, dan demetoksikurkumin. Komponen kimia yang
dikandung bervariasi bergantung pada kondisi agrobiofisik, cara budidaya, cara
pemanenan, dan lainnya (Darusman 2011). Menurut Liang et al. (2004), khasiat
tanaman obat dapat timbul karena adanya interaksi sinergis antara senyawasenyawa aktif kimia yang terkandung di dalamnya.
Temulawak dalam bentuk sediaan herbal komersial semakin banyak beredar
di masyarakat sehingga diperlukan pengawasan terhadap mutu dan khasiatnya.
Ekstrak obat bahan alam umumnya memiliki komposisi kimia yang kompleks. Uji
kendali mutu tanaman obat dapat dilakukan berdasarkan keberadaan senyawa
aktif yang dikombinasikan dengan teknik kemometrik.
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode
kuantitatif yang telah diterapkan pada kendali mutu tanaman obat berdasarkan
kromatogramnya. Kendali mutu rimpang temulawak dengan KCKT telah
dilakukan oleh Cahyono et al. (2011) yang menunjukkan 4 senyawa pada
kromatogram, yaitu kurkumin (61−67%), demetoksikurkumin (22−26%),
bisdemetoksikurkumin (1−3%), dan turunan kurkuminoid (10−11%). Rafi (2013)
juga telah membedakan kandungan kurkuminoid pada kunyit dan temulawak
dengan kadar kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin pada
temulawak berturut-turut berkisar dari 0.32−24.32, 0.17−9.91, dan 0−7.86 mg/g.
Metode ini cukup akurat, tetapi memerlukan waktu yang lama dan preparasi
sampel. Oleh karena itu, instrumen alternatif yang sederhana, murah, dan efisien
perlu dikembangkan.

Gambar 1 Struktur kurkuminoid rimpang temulawak

2
Fotometer jinjing merupakan instrumen spektroskopi sederhana yang dapat
digunakan sebagai kendali mutu tanaman obat. Pada penelitian ini, perangkat
tersebut dikembangkan oleh Departemen Fisika, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia dan Divisi Kimia Analitik, Departeman Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Alat ini memiliki kelebihan, yaitu lebih mudah dioperasikan, penggunaan bahan
kimia minimum, murah, ringan, dan mudah dibawa. Prinsip kerjanya juga
sederhana, yaitu sampel disinari oleh sumber sinar yang yang sebagian diserap
dan sebagian dipantulkan. Sinar yang dipantulkan ini disebut sinar reflektans yang
selanjutnya ditangkap oleh detektor dan diubah menjadi perbedaan tegangan
listrik. Perbedaan tegangan listrik dideteksi dengan voltmeter (Zain et al. 2007).
Kendali mutu rimpang temulawak berdasarkan umur tanam dengan
menggunakan fotometer jinjing telah berhasil dilakukan oleh Fathniyah (2011).
Fotometer jinjing dengan aplikasi kemometrik sudah mampu membedakan
keragaman mutu rimpang temulawak berumur 6, 7, 8, dan 9 bulan. Kandungan
senyawa aktif pada rimpang temulawak umur 9 bulan paling tinggi karena
memiliki nilai tegangan terendah dibandingkan dengan umur yang lainnya, tetapi
penyimpanan rimpang yang terlalu lama akan menurunkan mutu. Oleh karena itu,
pengembangan fotometer jinjing dengan analisis kemometrik untuk kendali mutu
rimpang temulawak dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel
segar dan pelet temulawak umur 9 bulan, lalu hasilnya dibandingkan dengan hasil
analisis KCKT.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan ialah rimpang temulawak umur 9 bulan yang
dipanen di kebun Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Cikabayan (10 tanaman),
metanol mutu HPLC, standar bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan
kurkumin dengan konsentrasi masing-masing 0.25, 0.50, 0.75, 1.00, 1.25, dan
1.50 ppm, asetonitril, asam asetat glasial 2% dan akuades. Alat-alat yang
digunakan adalah fotometer jinjing, KCKT, ultrasonic cleaning bath, oven, tanur,
alat pembuat pelet, blender dan pisau. Perangkat lunak yang digunakan adalah
Unscrambler X 10.3.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013–Februari 2014 di
Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium PSB, Bogor.
Metode
Penelitian terdiri atas 3 tahap, yaitu preparasi sampel, analisis sampel
dengan fotometer jinjing dan analisis kurkuminoid sampel dengan KCKT, serta
pengolahan data secara kemometrik. Sampel yang digunakan ialah rimpang
temulawak umur 9 bulan. Sampel segar dianalisis kadar kurkuminoidnya dengan
fotometer jinjing dan KCKT, sedangkan pelet temulawak hanya dengan
menggunakan fotometer jinjing. Kedua sampel diuji kadar air dan kadar abunya.

3
Data reflektans hasil analisis fotometer jinjing diolah secara kemometrik
menggunakan The Unscrambler X 10.3 dengan metode principle component
analysis (PCA) dan partial least square discriminant analysis (PLSDA).
Preparasi Sampel (MTIC 2002 dan Sembiring et al. 2006)
Rimpang temulawak umur 9 bulan yang telah dipanen dicuci dengan air
bersih mengalir dan ditiriskan. Rimpang induk dan cabang dipisahkan, kemudian
masing-masing dibelah menjadi 2 bagian (sampel segar). Sampel segar diukur
reflektansnya pada bagian tengah sampel dengan fotometer jinjing, kemudian
dianalisis kadar kurkuminoidnya dengan KCKT. Setelah analisis, sampel dirajang
kecil-kecil dengan tebal 5−7 mm. Hasil perajangan dikeringkan dengan oven pada
suhu 50−55 oC selama 5 hari hingga diperoleh ketebalan simplisia kering yang
ideal, yaitu sekitar 3−5 mm. Setelah itu, simplisia kering diblender hingga
menghasilkan serbuk temulawak. Serbuk temulawak ditimbang sebanyak 350 mg,
lalu dimasukkan ke dalam alat pembuat pelet. Tekanan diatur hingga mencapai 40
kN dan diberikan selama 2 menit. Pelet temulawak lalu dikeluarkan dari alat. Pelet
tersebut diukur nilai tegangannya dengan fotometer jinjing.
Penetapan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 oC selama 30 menit, lalu
ditempatkan di dalam eksikator dan ditimbang. Rimpang segar dan serbuk
temulawak ditimbang sekitar 2 g dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut.
Cawan berisi sampel lalu dikeringkan pada suhu 105 oC selama 5 jam, selanjutnya
dimasukkan ke dalam eksikator, dan ditimbang. Prosedur diulangi sampai
didapatkan bobot yang tetap dengan selisih antara 2 penimbangan kurang lebih
0.001 g. Pekerjaan dilakukan triplo.
Penetapan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan pada suhu 600 ºC selama 30 menit, lalu
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Rimpang segar dan serbuk
temulawak ditimbang sekitar 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut.
Cawan berisi sampel dipanaskan dengan pembakar bunsen sampai tidak berasap
lagi, kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 ºC selama
setengah jam. Setelah didinginkan dalam eksikator, cawan yang berisi abu
ditimbang. Prosedur diulangi sampai didapatkan bobot yang tetap dengan selisih
antara 2 penimbangan kurang lebih 0.001 g. Pekerjaan dilakukan triplo.
Analisis Kurkuminoid dengan KCKT (Jayaprakasha et al. 2002)
Sampel segar (induk dan cabang) yang telah dirajang menjadi 2 bagian,
diambil bagian tengahnya dan ditimbang sebanyak 0.05 g dalam botol bertutup.
Sampel tersebut disonikasi 3 kali dengan pelarut metanol sebanyak 10 mL selama
20 menit, kemudian filtrat disaring ke dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan
pelarut metanol. Sebanyak 1 mL larutan filtrat tersebut diambil dan diencerkan
lagi dalam labu takar 5 mL. Larutan hasil pengenceran disaring dengan
menggunakan filter whatman 0.45 µm dan dinjeksi ke KCKT sebanyak 20 µL
untuk dianalisis kandungan kurkuminodnya pada panjang gelombang 425 nm.
Proses elusi dilakukan secara gradien menggunakan fase gerak asetonitril-asam
asetat glasial 2% (45:55) selama 21 menit. Konsentrasi senyawa dihitung dari

4
kurva kalibrasi menggunakan larutan standar bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin dengan konsentrasi masing-masing standar
0.25, 0.50, 0.75, 1.00, 1.25, dan 1.50 ppm.
Analisis Kurkuminoid dengan Fotometer Jinjing (Fathniyah 2011)
Fotometer dinyalakan dengan menekan tombol power. Intensitas lampu LED
setiap standar warna dikalibrasi dengan karton berwarna putih dan hitam. Sumber
cahaya diletakkan tegak lurus (90°) dengan permukaan. Perbedaan intensitas
cahaya diperiksa pada bidang berwarna putih. Apabila tidak terdapat perbedaan,
maka nilai intensitas awal dinaikkan. Intensitas yang sudah ditetapkan akan
digunakan untuk pengukuran setiap sampel dengan sumber cahaya yang sama.
Setiap mengakhiri pengukuran, sumber cahaya dimatikan. Cara yang sama
dilakukan untuk setiap filter. Sebanyak 8 filter digunakan, yaitu merah, jingga,
kuning, hijau-kuning, hijau, hijau-biru, biru, dan ungu.
b

c
e

a

d
Gambar 2 Fotometer Jinjing: multimeter (a), adjustment (b), intensitas (c), power
lamp (d), dan autoskop sumber sinar dengan 8 filter (e)
Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali untuk sampel segar dan 3 kali untuk
pelet. Permukaan sampel disinari bagian tengahnya dengan sumber sinar yang
divariasikan dengan filter. Sinar terlebih dahulu melewati filter agar sinar yang
terukur dibatasi pada area panjang gelombang tertentu. Sinar radiasi ini kemudian
ditangkap oleh detektor LDR dan intensitasnya diubah menjadi perbedaan
tegangan listrik. Perbedaan tegangan listrik yang dihasilkan ini dideteksi oleh
voltmeter dan dicatat angkanya.
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Sampel yang digunakan yaitu temulawak umur 9 bulan sebanyak 10
tanaman, yang terdiri dari rimpang induk (RI 1−RI 10) dan rimpang cabang (RC
1−RC 10). Selain itu juga digunakan sampel test, yaitu 3 sampel rimpang induk
(P1−P3). Penentuan konsentrasi kurkuminoid sampel segar dengan menggunakan
KCKT diolah dengan Microsoft excel 2010 dengan menggunakan kurva kalibrasi.
Pengumpulan data fotometer jinjing dilakukan dengan mengukur intensitas sinar
yang dihasilkan dari sampel segar dan pelet rimpang temulawak dengan
menggunakan 8 kombinasi sumber sinar dan filter. Data yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan
metode multivariat, yaitu PCA dan PLSDA dengan perangkat lunak The
Unscrambler X 10.3.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mutu Temulawak: Kadar Air dan Abu
Kadar air dan abu dilakukan pada sampel segar dan serbuk temulawak
dengan metode gravimetri. Kadar air merupakan salah satu parameter mutu
temulawak untuk menentukan ketahanan sampel. Kadar air rimpang induk dan
cabang, baik pada sampel segar maupun serbuk temulawak beragam pada setiap
tanaman. Kadar air sampel segar temulawak sangat tinggi, berkisar 82.55−93.24%
(Gambar 3) sehingga tidak baik disimpan dalam waktu yang lama dan analisisnya
harus segera dilakukan. Oleh karena itu, sampel segar dikeringkan dalam oven
selama 5 hari hingga kadar airnya memenuhi standar mutu temulawak, yaitu

Dokumen yang terkait

Kendali Mutu Sambiloto (Andrographis paniculata) Menggunakan Fotometer Jinjing dan Metode Pengenalan Pola

0 3 32

Pengembangan Fotometer Jinjing untuk Kendali Mutu Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza)

0 2 59

Studi Anatomi Daun, Analisis Struktur Sekretori Dan Histokimia Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.).

1 8 32

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 2 11

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP KADAR Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 0 13

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 13

Pembuatan Sediaan Krim Antiakne Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).

0 1 5

Karakterisasi Pengemas Kertas Aktif dengan Penambahan Oleoresin Ampas Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).

0 0 15

Optimasi Formula Mikroenkapsulasi Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan Penyalut Berbasis Air

1 3 9

Perbandingan Angka Kapang Khamir (AKK) rimpang segar temulawak, serbuk rimpang temulawak, dan ekstrak etanolik rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) - USD Repository

0 0 90