Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Umum Berbahan Bakar Solar (Studi Kasus: Metro Mini di DKI Jakarta).

ESTIMASI NILAI PAJAK EMISI KENDARAAN UMUM
BERBAHAN BAKAR SOLAR
(Studi Kasus: Metro Mini di DKI Jakarta)

LAURA REVIANI BESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Estimasi Nilai Pajak Emisi
Kendaraan Umum Berbahan Bakar Solar (Studi Kasus: Metro Mini di DKI
Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Laura Reviani Bestari
NIM P052137624

RINGKASAN
LAURA REVIANI BESTARI. Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Umum
Berbahan Bakar Solar (Studi Kasus: Metro Mini di DKI Jakarta). Dibimbing oleh
ACENG HIDAYAT dan MOHAMAD YANI.
Sebanyak 60 persen pencemaran udara di DKI Jakarta berasal dari sumber
bergerak, terutama emisi kendaraan umum berbahan bakar solar. Konsumsi bahan
bakar solar oleh sektor transportasi sebanyak 92 persennya digunakan oleh kendaraan
umum yang didominasi oleh kategori bus sedang. PT. Metro Mini merupakan
perusahaan yang memiliki jumlah bus terbanyak, yaitu 20 persen dari seluruh jenis
bus dan 62,7 persen dari total perusahaan kategori bus sedang. Jumlah emisi
kendaraan umum berbahan bakar solar kategori bus sedang di DKI Jakarta mencapai
17.078,27 ton NO2, 15.786,63 ton CO, 2.009,21 ton PM10 dan 1.334,69 ton SO2 yang
berisiko bagi kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengestimasi
nilai kerugian ekonomi pencemaran udara dari emisi gas buang kendaraan umum
berbahan bakar solar di DKI Jakarta; 2) Mengestimasi nilai pajak kendaraan umum

berbahan bakar solar di DKI Jakarta dengan menginternalisasikan kerugian ekonomi
pencemaran udara; 3) Mengestimasi nilai pajak emisi per parameter pencemar udara
dari kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta sebagai basis biaya per
unit pencemaran berdasarkan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya; 4)
Menganalisis peran dan pengaruh stakeholders serta peraturan perundangan terkait
proses perumusan dan implementasi kebijakan pajak kendaraan umum berbahan
bakar solar yang menginternalisasikan nilai kerugian pencemaran udara di DKI
Jakarta. Metode penelitian ini adalah analisis valuasi ekonomi dengan pendekatan
biaya per unit pencemaran dan biaya kesehatan masyarakat, internalisasi kerugian
ekonomi dalam pajak kendaraan bermotor (PKB), perhitungan matematis dan
pendekatan proporsi serta analisis stakeholders dan content analysis.
Hasil estimasi nilai kerugian ekonomi pencemaran udara dari emisi Metro Mini
berdasarkan pendekatan biaya per unit pencemaran mencapai Rp 2,17 milyar/tahun,
sedangkan berdasarkan pendekatan biaya kesehatan masyarakat mencapai Rp 12,45
milyar/tahun. Hasil estimasi nilai PKB yang menginternalisasikan kerugian ekonomi
pencemaran udara berdasarkan pendekatan biaya per unit pencemaran adalah Rp
1.301.955/kendaraan/tahun, sedangkan berdasarkan pendekatan biaya kesehatan
masyarakat mencapai Rp 4.617.119/kendaraan/tahun. Adapun estimasi tarif pajak per
parameter pencemaran berdasarkan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya terhadap
kesehatan masyarakat yaitu Rp 227/kg-CO, Rp 357/kg-NO2, Rp 2.347/kg-SO2 dan Rp

3.500/kg-PM10. Hasil analisis stakeholders mengenai peran dan pengaruhnya dalam
perumusan dan penerapan PKB yang menginternalisasikan kerugian ekonomi
pencemaran udara menunjukkan BPLHD DKI Jakarta merupakan key player, Dishub
dan Dinkes DKI Jakarta serta PPSML UI merupakan subject, DPP, BPKD dan DPRD
DKI Jakarta serta LSM Organda dan Manajemen PT. Metro Mini merupakan context
setter, sedangkan masyarakat merupakan crowd. Adapun hasil content analysis
mengenai peraturan perundangan dalam perumusan dan penerapan kebijakan tersebut
menunjukkan bahwa diperlukan peraturan perundangan turunan dari UU PDRD dan
UU PPLH untuk operasionalisasinya agar lebih spesifik, realistis dan aplikatif.
Kata kunci: emisi, kendaraan berbahan bakar solar, kerugian ekonomi, pencemaran
udara, PKB.

SUMMARY
LAURA REVIANI BESTARI. Estimated Emissions Tax Value of Diesel-Fueled
Public Transport (Case Study: Metro Mini in Jakarta). Supervised by ACENG
HIDAYAT and MOHAMAD YANI.
As many as 60 percent of air pollution in Jakarta comes from mobile sources,
mainly emissions of diesel-fueled public vehicle. Diesel fuel consumption of the
transportation sector used by public transport as much as 92 percent, dominated by
middle-bus categories. PT. Metro Mini is a company which has the highest bus

number, which is 20 percent of all types of buses and 62.7 percent of total middle-bus
categories. The amount of emission from diesel-fueled public transport especially
middle-bus categories in Jakarta reached 17,078.27 tons of NO2, 15,786.63 tons of
CO, 2,009.21 tons of PM10 and 1,334.69 tons of SO2 which are risky to public health.
This study aims to: 1) Estimate the value of the economic loss of air pollution from
diesel-fueled public transport in Jakarta; 2) Estimate the value of diesel-fueled public
transport vehicle tax in Jakarta which is internalizing the economic loss of air
pollution; 3) Estimate the emissions tax value per parameter pollutant from dieselfueled public transport in Jakarta as a base cost per unit pollutant caused by the
economic loss; 4) Analyze the role and influence of stakeholders as well as legislation
related to the formulation and implementation of diesel-fueled public tranport tax
policy that internalize the economic loss of air pollution in Jakarta. This research
method is the analysis of economic valuation with costs per unit pollutant approach
and public health costs approach, internalizing economic losses in the motor vehicle
tax (PKB), the mathematical calculations and proportion approaches, as well as
stakeholder analysis and content analysis.
Results of the estimated value of air pollution economic losses from Metro
Mini emissions based on the cost per unit pollutant approach reached Rp 2.17
billion/year, whereas based on the cost of public health approach reached Rp 12.45
billion/year. Results of estimated PKB value that internalize the economic losses
based on the cost per unit pollutant approach is Rp 1,301,955/vehicle/year, whereas

based on the cost of a public health approach is Rp 4,617,119/vehicle/year. The
estimated emissions tax per parameter pollutant based on economic losses from
public health is Rp 227/kg-CO, Rp 357/kg-NO2, Rp 2,347/kg-SO2 and Rp 3,500/kgPM10. Results of the stakeholders analysis on the role and influence in the formulation
and implementation of the PKB that internalize economic loss of air pollution show
BPLHD Jakarta as a key player, Dishub and Dinkes Jakarta and PPSML UI as the
subjects, DPP, BPKD and DPRD Jakarta, Organda and PT. Metro Mini as the context
setter, while the public as a crowd. The results of content analysis of the legislation in
the formulation and implementation of these policies shows that the necessary laws
and regulations derived from the PPLH Law and the PDRD Law for its operation to
be more specific, realistic and applicable.
Keywords: emissions, diesel-fueled vehicle, economic loss, air pollution, PKB.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ESTIMASI NILAI PAJAK EMISI KENDARAAN UMUM
BERBAHAN BAKAR SOLAR
(Studi Kasus: Metro Mini di DKI Jakarta)

LAURA REVIANI BESTARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr


Judul Tesis : Estimasi Nilai Pajak Emisi Kendaraan Umum Berbahan Bakar
Solar (Studi Kasus: Metro Mini di DKI Jakarta)
Nama
: Laura Reviani Bestari
NIM
: P052137624

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Ketua

Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 5 Desember 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Estimasi
Nilai Pajak Emisi Kendaraan Umum Berbahan Bakar Solar (Studi Kasus: Metro
Mini di DKI Jakarta)”. Penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam karya
ilmiah ini, namun semoga tetap dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi masukan dalam penyusunan
kebijakan terkait pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Dr. Ir.
Mohamad Yani, M.Eng selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada Ir. Gustami, M.Sc dan Sulistianingsih, SE, M.Sc dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberikan banyak
saran dalam penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada papa, mama, adik, suami serta seluruh keluarga atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Laura Reviani Bestari

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................

xi


DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

xii

1 PENDAHULUAN .............................................................................................
Latar Belakang ............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
Manfaat Penelitian .......................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................................
Kerangka Pemikiran ....................................................................................
2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
Pencemaran Udara ......................................................................................
Emisi Kendaraan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan ............
Teori Eksternalitas ......................................................................................
Valuasi Ekonomi untuk Internalisasi Eksternalitas Pencemaran Udara .....
Pajak Lingkungan ........................................................................................
Analisis Stakeholders dalam Proses Perumusan Kebijakan ........................
Content Analysis ..........................................................................................

Hasil Penelitian Terdahulu ..........................................................................
3 METODE ...........................................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................
Jenis dan Sumber Data ................................................................................
Metode Pengumpulan Data .........................................................................
Prosedur Analisis Data ................................................................................
Analisis Valuasi Ekonomi ...........................................................................
Internalisasi Nilai Kerugian Ekonomi .........................................................
Perhitungan Matematis dan Pendekatan Proporsi .......................................
Analisis Stakeholders ..................................................................................
Content Analysis ..........................................................................................
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Pencemaran Udara ...............................
Estimasi Nilai Pajak yang Menginternalisasikan Kerugian Ekonomi
Pencemaran Udara .......................................................................................
Estimasi Nilai Pajak Emisi per Parameter Pencemaran Udara
Berdasarkan Kerugian Ekonomi ..................................................................
Peran dan Pengaruh Stakeholders serta Peraturan Perundangan ................
5 SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
Simpulan ......................................................................................................
Saran ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

1
1
3
6
6
7
7
10
10
11
13
15
18
20
21
22
27
27
27
27
28
29
32
33
33
35
37
38
45
48
51
69
69
69
71

xi

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Nama perusahaan, jumlah bus dan jumlah trayek kendaraan umum
berbahan bakar solar kategori bus sedang di DKI Jakarta ............................. 4
Peneliti, judul, fokus perhatian dan metode penelitian terdahulu ................ 26
Tujuan penelitian beserta jenis, sumber dan metode analisis data .............. 29
Basis biaya per unit pencemaran berbagai parameter emisi udara .............. 30
Responden penelitian pada analisis stakeholders ........................................ 33
Topik dan sub topik pada analisis stakeholders .......................................... 34
Jumlah unit pencemaran dari gas buang Metro Mini .................................. 40
Estimasi nilai kerugian ekonomi pencemaran udara dari emisi Metro
Mini berdasarkan biaya per unit pencemaran .............................................. 40
Jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran udara di DKI
Jakarta .......................................................................................................... 42
Biaya pengobatan akibat pencemaran udara dari emisi Metro Mini ........... 44
Koreksi perhitungan nilai PKB Metro Mini ................................................ 47
Persentase konsentrasi emisi CO, NO2, SO2 dan PM10 dari kendaraan
bermotor terhadap baku mutu udara di DKI Jakarta ................................... 49
Kerugian ekonomi per parameter CO, NO2, SO2 dan PM10 dari emisi
Metro Mini di DKI Jakarta .......................................................................... 49
Estimasi nilai pajak per kg CO, NO2, SO2 dan PM10 dari emisi Metro
Mini.............................................................................................................. 50
Perbandingan nilai pajak per kg CO, NO2, SO2 dan PM10 .......................... 50
Skor kepentingan stakeholders dalam perumusan dan penerapan
kebijakan PKB yang menginternalisasikan pencemaran udara ................... 53
Skor pengaruh stakeholders dalam perumusan dan penerapan
kebijakan PKB yang menginternalisasikan pencemaran udara ................... 54
Ringkasan hasil analisis stakeholders .......................................................... 57

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Perbandingan konsumsi BBM kendaraan bermotor di DKI Jakarta
tahun 2012 (BPLHD DKI Jakarta 2013) ....................................................... 3
Jumlah kendaraan, jarak tempuh dan konsumsi solar pada kendaraan
umum di DKI Jakarta tahun 2012 (Dishub DKI Jakarta 2013) ..................... 4
Jumlah emisi gas buang dari kendaraan umum berbahan bakar solar
kategori bus sedang di DKI Jakarta tahun 2012 ............................................ 5
Kerangka pemikiran penelitian ...................................................................... 9
Pilihan metode valuasi ekonomi NTD SDALH (KLH 2007) ..................... 15
Prosedur Content Analysis (Rosyilin 2008) ................................................. 22
Keterkaitan komponen D, E, F, G dan H sebagai ilustrasi proporsi
jumlah masyarakat yang sakit ...................................................................... 32
Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholders ........................................ 35
Ilustrasi proporsi jumlah masyarakat yang sakit ......................................... 42
Diagram pohon jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran
udara ............................................................................................................ 43

xii

11.

Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholders dalam perumusan dan
penerapan kebijakan PKB yang menginternalisasikan pencemaran
udara ............................................................................................................. 55

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kuesioner Analisis Biaya Kesehatan Masyarakat ...............................
Kuesioner Analisis Stakeholders untuk Masyarakat Pengguna Metro
Mini .....................................................................................................
Panduan Wawancara Narasumber Analisis Stakeholders ....................
Kendala dalam Perumusan dan Penerapan Kebijakan PKB yang
Menginternalisasikan Biaya Pencemaran Udara ..................................
Rekomendasi dalam Perumusan dan Penerapan PKB yang
Menginternalisasikan Biaya Pencemaran Udara ..................................
Riwayat Hidup .....................................................................................

75
77
78
80
81
82

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (BPS 2014a) mencatat jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2013 mencapai 248,82 juta orang dengan laju pertumbuhan rata-rata
sebesar 1,42 persen per tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan
peningkatan aktivitas perekonomian cenderung meningkatkan kebutuhan akan
jasa transportasi (Lestari dan Adolf 2008). Subsektor transportasi di Indonesia
yang menunjukkan pertumbuhan terpesat selama 20 tahun terakhir adalah
subsektor transportasi darat. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebagai
sarana transportasi darat mencapai rata-rata 11 persen per tahun (BPS 2014a).
Jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah mendorong peningkatan
konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Lingkungan Hidup (KLH
2012a) mengemukakan bahwa konsumsi BBM di Indonesia dalam 20 tahun
terakhir meningkat sebanyak dua kali lipat, dari 30 juta kilo liter (KL) pada tahun
1991 menjadi 60 juta KL pada tahun 2011. Proses pembakaran BBM pada
kendaraan bermotor mengemisikan gas buang yang mengandung zat-zat
pencemar, diantaranya nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), sulfur
dioksida (SO2), partikel berdiameter 10 mikron dan 2,5 mikron ke bawah
(Partikulat Matter/PM10 dan PM2,5) serta hidrokarbon (HC). Menurut Achmadi
(2008), komposisi udara normal meliputi 79 persen Nitrogen (N), 20 persen
Oksigen (O2) dan 1 persen berbagai bahan seperti ozon (O3), karbondioksida
(CO2), CO, SO2 dan lain-lain. Penyimpangan dari kondisi normal tersebut atau
perubahan konsentrasi jenis komponen pada waktu dan tempat tertentu
menimbulkan pencemaran yang berdampak terhadap kesehatan manusia dan
makhluk hidup lainnya (Soedomo 2001).
Menurut BPS (2012), emisi gas buang dari kendaraan bermotor memberikan
kontribusi terbesar terhadap konsentrasi zat pencemar pada udara ambien di
wilayah perkotaan yaitu 90 persen dari konsentrasi CO, 75 persen dari konsentrasi
NO2, 67 persen dari konsentrasi PM10 dan 50 persen dari konsentrasi SO2.
Pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk mengendalikan pencemaran
udara dari emisi kendaraan bermotor agar tercapai kualitas udara yang layak bagi
kesehatan sesuai dengan baku mutu udara ambien nasional. Salah satu program
pengendalian pencemaran udara menurut Keputusan Menteri LH Nomor 4/1996
adalah Program Langit Biru yang dilaksanakan melalui kegiatan Evaluasi Kualitas
Udara Perkotaan (EKUP). Indikator utama dari kegiatan ini adalah pelaksanaan
uji emisi kendaraan bermotor dan pemantauan kualitas udara di jalan raya
(roadside monitoring).
Hasil uji emisi kendaraan bermotor di perkotaan oleh KLH pada tahun 2012
menunjukkan tingkat kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin mencapai 88
persen sedangkan kendaraan berbahan bakar solar hanya mencapai 43 persen.
Hasil pemantauan kualitas udara di jalan raya menunjukkan terjadinya
peningkatan konsentrasi rata-rata NO2 (180 µg/Nm3), PM10 (400 µg/Nm3) dan HC
(375 µg/Nm3) hingga melebihi baku mutu, juga peningkatan konsentrasi rata-rata

2

CO (3.907 µg/Nm3) dan SO2 (200 µg/Nm3) meskipun masih di bawah baku mutu
yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Dengan demikian, kualitas udara perkotaan di
Indonesia umumnya cenderung mengalami penurunan sehingga berpotensi
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, diantaranya berupa iritasi mata,
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), reaktivitas pembuluh tenggorokan,
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan risiko kematian dini (KLH 2013a;
Tugaswati 2004; Sarassetiawaty 2004; Soleiman 2008; Satriyo 2012).
Berdasarkan data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) diketahui bahwa
Jakarta termasuk kategori kota yang tidak sehat akibat banyaknya hari tercemar di
kota tersebut, yaitu rata-rata 26 hari dalam satu bulan. Hasil pemantauan KLH
(2013a) menunjukkan tingkat konsentrasi zat pencemar tertinggi berdasarkan
parameter PM10 berada di Jakarta Utara (168 µg/Nm3 > baku mutu 150 µg/Nm3),
HC di Jakarta Barat (375 µg/Nm3 > baku mutu 160 µg/Nm3), O3 di Jakarta Pusat
(350 µg/Nm3 > baku mutu 235 µg/Nm3), serta CO (6.200 µg/Nm3 < baku mutu
10.000 µg/Nm3), NO2 (83 µg/Nm3 < baku mutu 150 µg/Nm3) dan SO2 di Jakarta
Timur (200 µg/Nm3 < baku mutu 365 µg/Nm3). Hal ini menjadikan Jakarta
sebagai kota yang memiliki kualitas udara terendah di Indonesia (KLH 2013a).
BPS (2014b) menyebutkan bahwa dari 94,37 juta kendaraan bermotor di
Indonesia, sebanyak 14,08 persen diantaranya berada di DKI Jakarta sehingga
berkontribusi besar dalam pencemaran udara. Selain itu, Jakarta juga mempunyai
kepadatan penduduk tertinggi, yaitu mencapai 15.015 jiwa/km2 dengan total
penduduk sebanyak 9.603.417 jiwa (BPS 2014a). Hal ini menyebabkan relatif
banyak masyarakat Jakarta yang berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat
pencemaran udara dari kendaraan bermotor (Asri dan Hidayat 2005; Maryanto et
al. 2009). Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI
Jakarta (2013) mengemukakan bahwa 57,8 persen warga DKI Jakarta menderita
beragam penyakit terkait pencemaran udara, diantaranya ISPA, asma, bronkhitis,
pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis dan jantung koroner. Adapun jenis
penyakit yang paling banyak diderita adalah ISPA, yaitu mencapai 36,7 persen
dari masyarakat tersebut.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG 2012)
mengemukakan bahwa sebanyak 60 persen pencemaran udara di DKI Jakarta
berasal dari sumber bergerak, terutama emisi kendaraan umum berbahan bakar
solar. Padahal, menurut Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta (2013), jumlah
kendaraan umum berbahan bakar solar hanya 0,21 persen dari keseluruhan
kendaraan yang ada di DKI Jakarta. Jenis kendaraan tersebut terdiri atas bus besar
(misalnya PPD, Bianglala dan Mayasari Bakti), bus sedang (misalnya Metro Mini,
Kopaja dan Kopami), bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan bus pariwisata.
Namun demikian, kendaraan tersebut harus melayani lebih dari 8,5 juta perjalanan
per hari atau 56 persen dari total kebutuhan perjalanan di DKI Jakarta sehingga
total emisi gas buangnya secara kumulatif relatif tinggi dan berkontribusi besar
terhadap pencemaran udara di DKI Jakarta.
Beberapa upaya command and control (CAC) policy yang telah dilakukan
pemerintah DKI Jakarta untuk mengendalikan pencemaran udara, diantaranya: a)

3

penerapan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB); b) uji emisi dan perawatan
kendaraan bermotor; c) penerapan kawasan parkir berstiker lulus uji emisi; dan d)
pemberlakuan pajak progresif bagi kepemilikan kendaraan bermotor pribadi
(BPLHD DKI Jakarta 2013). Di sisi lain, upaya market based policy berupa
instrumen ekonomi lingkungan hidup (IELH) masih perlu dikembangkan,
mengingat nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak kendaraan bermotor
(PKB) yang hanya mencapai Rp 3,6 triliun/tahun (BPS DKI Jakarta 2013). Nilai
ini belum dapat menutupi kerugian yang harus ditanggung akibat pencemaran
udara yaitu biaya kesehatan masyarakat yang mencapai Rp 38,5 triliun/tahun
(KLH 2013b). Dalam rangka mengendalikan pencemaran udara agar dapat
meminimalisasi risiko kesehatan masyarakat, maka penentuan tarif PKB perlu
menginternalisasikan nilai kerugian akibat pencemaran udara. Hal ini
berlandaskan asas pencemar membayar dalam Undang-undang (UU) Nomor
32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan
didukung oleh hasil kajian Organisation Economic Co-operation and
Development (OECD 2011) yang menyatakan bahwa penerapan sistem pajak
merupakan instrumen kebijakan yang cost-effective dalam pengelolaan kualitas
lingkungan.
Perumusan Masalah
Sektor transportasi di DKI Jakarta menggunakan bahan bakar bensin
sebanyak 2.953.744 KL dan solar sebanyak 1.329.138 KL pada tahun 2012
(BPLHD DKI Jakarta 2013). Sebanyak 41 persen dari bahan bakar bensin
(1.211.035 KL) dan 92 persen dari bahan bakar solar (1.222.807 KL) digunakan
oleh kendaraan umum (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi BBM di DKI
Jakarta secara keseluruhan didominasi oleh kendaraan umum terutama yang
menggunakan bahan bakar solar untuk melayani lebih dari 8,5 juta perjalanan per
hari dengan total jarak tempuh mencapai 4.414.666.192 km/tahun (Dishub DKI
Jakarta 2013).

Konsumsi BBM

100%
50%

41%
92%
59%

Kendaraan Umum
Kendaraan Pribadi

8%

0%
Bensin

Solar
Jenis Kendaraan

Gambar 1. Perbandingan konsumsi BBM kendaraan bermotor di DKI Jakarta
tahun 2012 (BPLHD DKI Jakarta 2013)
Berdasarkan data Dishub DKI Jakarta (2013), jumlah kendaraan umum
berbahan bakar solar mencapai 15.606 unit yang terdiri atas 2.967 unit bus besar,
3.279 unit bus AKAP, 4.416 unit bus pariwisata dan 4.944 unit bus sedang.
Peraturan Menteri LH Nomor 12/2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran Udara di Daerah telah memberikan acuan mengenai nilai ekonomi
bahan bakar kendaraan bermotor di kota metropolitan dan kota besar di Indonesia,

4

yaitu banyaknya bahan bakar yang diperlukan oleh kendaraan bermotor untuk
menempuh suatu jarak tertentu. Nilai ekonomi bahan bakar pada kendaraan umum
kategori bus besar (termasuk bus pariwisata dan bus AKAP) adalah 3,5 km/L
sedangkan bus sedang adalah 4 km/L. Dengan kata lain, konsumsi solar yang
diperlukan bus besar untuk menempuh jarak 1 km mencapai 0,29 liter sedangkan
bus sedang 0,25 liter. Data jarak tempuh, jumlah kendaraan dan nilai ekonomi
bahan bakar dapat dijadikan acuan untuk mengetahui konsumsi solar setiap jenis
kendaraan umum di DKI Jakarta pada tahun 2012 (Gambar 2).
1.435.148.384
1.234.060.274

1.500.000.000
1.000.000.000
500.000.000

829.134.247 916.323.288
357.877.479 358.787.096
240.448.932 265.733.753
2.967
3.279
4.416
4.944

0
Bus Besar

Jumlah kendaraan (unit)

Bus AKAP

Bus
Pariwisata

Jarak tempuh (km)

Bus Sedang

Konsumsi solar (liter)

Gambar 2. Jumlah kendaraan, jarak tempuh dan konsumsi solar pada kendaraan
umum di DKI Jakarta tahun 2012 (Dishub DKI Jakarta 2013)
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa walaupun nilai ekonomi
bahan bakar kategori bus sedang lebih besar daripada kategori bus besar, AKAP
dan pariwisata, tetapi karena jumlah kendaraannya lebih banyak (31,7 persen) dan
total jarak tempuhnya lebih tinggi (32,5 persen) maka jumlah konsumsi solarnya
pun relatif lebih banyak (29,3 persen). Dengan demikian, kendaraan umum
berbahan bakar solar kategori bus sedang cenderung lebih banyak berkontribusi
terhadap pencemaran udara di DKI Jakarta. Menurut Dishub DKI Jakarta (2013),
terdapat lima perusahaan yang mengoperasikan kendaraan umum kategori bus
sedang, dimana PT. Metro Mini merupakan perusahaan yang memiliki jumlah bus
terbanyak, yaitu 3.101 unit atau 20 persen dari seluruh jenis bus dan 62,7 persen
dari total perusahaan kategori bus sedang. Selain itu, PT. Metro Mini juga
menguasai 50 rute trayek, atau 16,4 persen dari seluruh trayek bus dan 58,8 persen
dari total trayek perusahaan kategori bus sedang (Tabel 1).
Tabel 1. Nama perusahaan, jumlah bus dan jumlah trayek kendaraan umum
berbahan bakar solar kategori bus sedang di DKI Jakarta
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Nama Perusahaan
PT. Metro Mini
Kopaja
Koantas Bima
Kopami Jaya
PT. Jewa Dian Mitra

Sumber: Dishub DKI Jakarta (2013)

Jumlah Bus (unit)
3.101
1.475
185
163
20

Jumlah Trayek (rute)
50
28
3
3
1

5

Putra (2008) mengemukakan bahwa komponen gas buang utama yang
berbahaya dari kendaraan bermotor diesel dengan bahan bakar solar adalah CO,
NO2, SO2, dan PM10. Terkait hal tersebut, Peraturan Menteri LH Nomor 12/2010
memberikan acuan nilai rerata jumlah massa pencemar dari emisi pembakaran
BBM berdasarkan kategori kendaraan dan jenis bahan bakarnya, yang disebut
faktor emisi. Nilai faktor emisi untuk kategori bus sedang berbahan bakar solar
adalah 11 g-CO/km, 11,9 g-NO2/km, 0,93 g-SO2/km dan 1,4 g-PM10/km.
Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut dan data jarak tempuh sebagaimana
tercantum dalam Gambar 2, maka dapat diketahui jumlah emisi keempat polutan
tersebut sebagai beban pencemar udara dari penggunaan kendaraan umum
berbahan bakar solar kategori bus sedang di DKI Jakarta (Gambar 3).
1.334,69

2.009,21

15.786,63
17.078,27

Jumlah emisi CO (ton)

Jumlah emisi NO2 (ton)

Jumlah emisi SO2 (ton)

Jumlah emisi PM10 (ton)

Gambar 3. Jumlah emisi gas buang dari kendaraan umum berbahan bakar solar
kategori bus sedang di DKI Jakarta tahun 2012
Emisi gas buang dari pembakaran solar adalah beban pencemar udara
sehingga termasuk eksternalitas negatif yang dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomi, sosial dan lingkungan (Delucchi 2000). Upaya internalisasi biaya
pengelolaan eksternalitas tersebut pada dasarnya telah diatur dalam UU Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pasal 5 dalam
UU ini menyebutkan bahwa dasar pengenaan PKB adalah nilai jual kendaraan
bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Nilai
bobot tersebut dinyatakan dalam koefisien: a) sama dengan 1 (satu), berarti
kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan kendaraan
bermotor dianggap masih dalam batas toleransi; b) lebih dari 1 (satu), berarti
kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan kendaraan
bermotor dianggap telah melewati batas toleransi. Namun hingga saat ini, nilai
bobot kendaraan bus sedang berbahan bakar solar masih diberi koefisien sama
dengan 1 (satu) sehingga tidak berpengaruh pada hasil perhitungan pajak yang
harus dibayarkan. Selain itu, walaupun tarif pajak progresif telah diberlakukan
bagi kepemilikan kendaraan pribadi di DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 8 Tahun 2010 tentang PKB, namun tarif pajak bagi kendaraan
umum masih disamaratakan yaitu sebesar 0,5 persen.
Cole dan Grossman (2002) menyatakan perlunya pendekatan biaya total
sebagai instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Apabila
dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 UU Nomor 28/2009, diperlukan kajian

6

mengenai PKB khususnya kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta
yang dikaitkan dengan kerugian akibat pencemaran udara. Hal ini merupakan
mekanisme insentif dan/atau disinsentif yang bertujuan untuk mengendalikan
pencemaran udara dari kendaraan bermotor serta menstimulasi perilaku yang lebih
ramah lingkungan. Sebagai contoh adalah agar penyedia jasa angkutan umum
khususnya Metro Mini dapat melakukan peremajaan kendaraan secara berkala
dan/atau menerapkan teknologi rendah emisi seperti penggunaan catalytic
converter, karena hasil pemantauan Dishub DKI Jakarta (2013) menunjukkan
masih banyak kendaraan umum berumur lebih dari 5 tahun masih dioperasikan
dan tanpa perawatan yang baik. Proses perumusan dan implementasi kebijakan
PKB yang menginternalisasikan biaya pencemaran udara tentunya memerlukan
peran berbagai pihak pemangku kepentingan (stakeholders) serta berbagai
peraturan perundangan sebagai payung hukumnya. Berdasarkan hal tersebut,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Berapa nilai kerugian ekonomi pencemaran udara dari emisi gas buang
kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta?
2.
Berapa nilai pajak kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta
dengan menginternalisasikan kerugian ekonomi pencemaran udara?
3.
Berapa nilai pajak emisi per parameter pencemar udara dari kendaraan
umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta sebagai basis biaya per unit
pencemaran berdasarkan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya?
4.
Bagaimana peran dan pengaruh stakeholders serta peraturan perundangan
tekait proses perumusan dan implementasi kebijakan pajak kendaraan umum
berbahan bakar solar yang menginternalisasikan nilai kerugian pencemaran
udara di DKI Jakarta?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

4.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengestimasi nilai kerugian ekonomi pencemaran udara dari emisi gas
buang kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta.
Mengestimasi nilai pajak kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI
Jakarta dengan menginternalisasikan kerugian ekonomi pencemaran udara.
Mengestimasi nilai pajak emisi per parameter pencemar udara dari
kendaraan umum berbahan bakar solar di DKI Jakarta sebagai basis biaya
per unit pencemaran berdasarkan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya.
Menganalisis peran dan pengaruh stakeholders serta peraturan perundangan
terkait proses perumusan dan implementasi kebijakan pajak kendaraan
umum berbahan bakar solar yang menginternalisasikan nilai kerugian
pencemaran udara di DKI Jakarta.
Manfaat Penelitian

1.
2.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
Pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya terkait internalisasi nilai
kerugian pencemaran udara ke dalam PKB sebagai salah satu IELH.
Pemerintah, berupa rekomendasi penerapan asas pencemar membayar dalam
kebijakan PKB dengan menginternalisasikan nilai kerugian pencemaran
udara dari penggunaan kendaraan.

7

3.

Kepentingan masyarakat, berupa insentif dan/atau disinsentif dalam
pengelolaan lingkungan hidup, khususnya untuk memenuhi kebutuhan akan
transportasi umum yang nyaman serta kualitas udara yang bersih dan sehat.
Ruang Lingkup Penelitian

1.

2.

3.

4.

Batasan penelitian ini adalah:
Sampel hasil uji emisi dikhususkan pada kendaraan Metro Mini, karena
merupakan kendaraan kategori bus sedang dengan jumlah bus dan trayek
paling banyak yang beroperasi di DKI Jakarta. Parameter yang menjadi
fokus penelitian adalah CO, NO2, SO2, dan PM10, dengan asumsi bahwa
proporsi kerugian pencemaran udara dari gas buang Metro Mini setara
dengan proporsi emisi setiap parameter yang dihasilkan Metro Mini tersebut
di udara.
Nilai tambahan pajak terkait emisi kendaraan bermotor dihitung berdasarkan
nilai kerugian pencemaran dari gas buang bus Metro Mini dengan
pendekatan biaya per unit pencemaran dan biaya kesehatan masyarakat.
Diasumsikan proporsi jumlah masyarakat yang sakit akibat pencemaran
udara setara dengan proporsi konsumsi BBM dan proporsi konsumsi solar
Metro Mini diasumsikan setara dengan proporsi jumlah bus Metro Mini
terhadap jumlah seluruh kendaraan bus sedang di DKI Jakarta. Pengambilan
data dilakukan dengan wawancara kepada masing-masing 30 orang
masyarakat sekitar Terminal Senen, Tanjung Priuk, Kampung Melayu, Blok
M dan Kalideres serta data kesakitan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan
Puskesmas setempat dengan pertimbangan bahwa kelima lokasi tersebut
merupakan tujuan akhir terbanyak pada trayek bus Metro Mini.
Nilai pajak emisi per parameter pencemar udara dari kendaraan umum
berbahan bakar solar di DKI Jakarta sebagai basis biaya per unit
pencemaran didasarkan pada kerugian ekonomi yang ditimbulkannya
terhadap masyarakat (hasil analisis biaya kesehatan).
Konteks penelitian ini berfokus pada penerapan UU PDRD sehingga
pemerintah pusat tidak dilibatkan dalam analisis stakeholders.
Kerangka Pemikiran

UU Nomor 32/2009 tentang PPLH pada pasal 43 ayat 3 menyebutkan pajak
lingkungan hidup sebagai salah satu IELH berbentuk insentif dan/atau disinsentif
bagi pihak pencemar atas pencemaran yang ditimbulkannya. Menurut Laplante
(2012), IELH dapat memberikan manfaat lebih besar bagi lingkungan dan
masyarakat dibandingkan dengan sistem CAC yang disertai denda bagi pihak
yang tidak mematuhi baku mutu atau standar pencemaran. Hal tersebut karena
umumnya pihak pencemar lebih senang membayar denda daripada mengurangi
pencemaran yang ditimbulkannya. Sedangkan sistem pajak akan mendorong pihak
pencemar untuk mengurangi pencemaran, karena dengan semakin sedikit
pencemaran yang ditimbulkan berarti semakin sedikit jumlah pajak yang harus
dibayarkan. Selanjutnya, dilakukan mekanisme penandaan (earmarking) agar
dana yang terkumpul dapat digunakan untuk pengembangan teknologi

8

penanggulangan pencemaran atau teknologi bersih yang meminimalisasi emisi zat
pencemar sehingga kesehatan masyarakat dapat terpelihara.
Soleiman (2008) mengemukakan bahwa penerapan kebijakan pengendalian
pencemaran udara di DKI Jakarta yang cenderung berbasis sistem CAC belum
menunjukkan hasil yang optimal sehingga perlu dikembangkan sistem IELH
karena merupakan kebijakan terbaik dengan risiko kegagalan terkecil untuk
diterapkan dalam mereduksi emisi dari kendaraan bermotor. Sehubungan dengan
jumlah emisi kendaraan umum berbahan bakar solar yang menyumbang sebanyak
60 persen pencemaran udara di DKI Jakarta, maka KLH (2013b) menyatakan
bahwa penyediaan dan perbaikan angkutan umum merupakan opsi kebijakan yang
paling efektif dari segi biaya dan memiliki manfaat ekonomi paling tinggi. Oleh
karena itu, penelitian ini difokuskan pada estimasi nilai pajak kendaraan umum
berbahan bakar solar khususnya Metro Mini terkait kerugian pencemaran udara
sebagai IELH berbasis asas pencemar membayar di DKI Jakarta.
Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengestimasi nilai
kerugian ekonomi akibat pencemaran udara dari emisi gas buang kendaraan
umum berbahan bakar solar terhadap lingkungan dan masyarakat DKI Jakarta
menggunakan teknik valuasi ekonomi. Analisis kerugian dilakukan dengan
pendekatan: 1) benefit transfer biaya emisi CO, NO2, SO2, dan PM10 berdasarkan
basis biaya per unit pencemaran pada Peraturan Menteri LH Nomor 13/2011; 2)
modal manusia, yaitu analisis biaya kesehatan (medical cost/cost of illness)
berdasarkan data dari Puskesmas di lokasi penelitian dan wawancara kepada
masyarakat. Hasil perhitungan tersebut kemudian diinternalisasikan ke dalam
skema tarif PKB berdasarkan UU PDRD untuk menentukan bobot tingkat
pencemaran dan nilai PKB dengan perhitungan matematis menggunakan software
excel. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai pajak emisi per parameter
pencemar udara berdasarkan nilai kerugian ekonomi hasil analisis biaya kesehatan
yang akan dijadikan rekomendasi koreksi terhadap nilai basis biaya per unit
pencemaran pada Peraturan Menteri LH Nomor 13/2011. Tahap terakhir dari
penelitian ini adalah menganalisis peran dan pengaruh stakeholders serta
peraturan perundangan tekait proses perumusan dan implementasi kebijakan PKB
yang menginternalisasikan nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran udara
tersebut. Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

9

Peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan aktivitas perekonomian.
Peningkatan transportasi darat.
Peningkatan konsumsi BBM dan emisi gas buang kendaraan.
Penurunan kualitas udara.
Kondisi udara DKI Jakarta:
 ISPU: dalam 1 bulan terdapat 26 hari tercemar.
 Sebanyak 60% pencemaran udara berasal dari emisi kendaraan umum berbahan
bakar solar terutama Metro Mini.

Kebijakan atur awasi (CAC
policy) yang telah ada.

Kebijakan berbasis pasar (market based policy
-IELH) yang perlu dikembangkan.

Optimalisasi pengendalian pencemaran udara.
Estimasi nilai kerugian pencemaran
udara dari emisi gas buang kendaraan
umum berbahan bakar solar terhadap
lingkungan dan masyarakat.

Valuasi ekonomi:
1. Pendekatan biaya emisi (nilai per
unit pencemaran CO, NO2, SO2, dan
PM10).
2. Pendekatan modal manusia (analisis
biaya kesehatan).

Estimasi nilai pajak emisi per
parameter pencemar udara dari
kendaraan umum berbahan bakar solar
di DKI Jakarta sebagai basis biaya per
unit pencemaran berdasarkan kerugian
ekonomi yang ditimbulkannya.

Perhitungan matematis berdasarkan
beban pencemaran dan hasil analisis
biaya kesehatan.

Estimasi nilai pajak kendaraan umum
berbahan bakar solar dengan
menginternalisasikan kerugian
pencemaran udara.

Perhitungan matematis berdasarkan
rumus PKB (UU Nomor 28/2009).

Peran dan pengaruh stakeholders serta
peraturan perundangan terkait
perumusan dan implementasi
kebijakan pajak kendaraan umum
berbahan bakar solar yang
menginternalisasikan nilaikerugian
pencemaran udara.

Analisis Stakeholders dan Content
Analysis.

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian

10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Menurut PP Nomor 41/1999, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara ambien sendiri
diartikan sebagai udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada
di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Pencemaran udara merupakan penyebab beberapa masalah lingkungan seperti
hujan asam, pemanasan global, rusaknya infrastruktur bangunan dan penipisan
lapisan ozon. Pencemaran udara juga dapat menyebabkan kematian dan kesakitan
yang kebanyakan terkait saluran pernapasan. Kerusakan pada jaringan paru-paru
akan mengakibatkan peningkatan tekanan di dalam paru-paru, sehingga jantung
yang berfungsi sebagai pompa di dalam sistem kardiovaskuler harus bekerja lebih
keras untuk mengatasi tekanan tersebut dan dapat berakibat pada terjadinya gagal
jantung (Soemirat 2011).
Sumber pencemaran udara berdasarkan distribusi spasialnya dibedakan
menjadi: (1) Sumber titik (pencemar tidak bergerak) misalnya cerobong industri; dan
(2) Sumber garis (pencemar begerak), misalnya aktivitas kendaraan bemotor. Pada
daerah perkotaan, kendaraan bermotor menghasilkan rerata 75 persen dari seluruh
pencemaran udara yang terjadi. Kendaraan bermotor merupakan pencemar sumber
bergerak yang menghasilkan COx, HC yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx dan
partikulat. Jumlah gas buang yang diemisikan oleh kendaraan ditentukan oleh
kecepatan, umur dan perawatan kendaraan (Eldewisa dan Driejana 2009).
Udara yang tercemar dapat meningkatkan risiko berbagai jenis penyakit seperti
ISPA (jangka pendek) dan kanker paru-paru (jangka panjang). Menurut Soedomo
(2001), partikulat merupakan pencemar udara paling prevalens, terdiri dari sulfat,
nitrat, amonia, natrium klorida, karbon, debu mineral dan air dalam bentuk suspensi
berukuran kurang dari 0,01 mikron hingga 100 mikron. Oksida nitrogen berupa
NOx, diemisikan dari pembuangan pembakaran pada temperatur tinggi. Dengan
adanya HC pada siang hari akibat radiasi foton ultra violet, senyawa ini akan
membentuk ozon fotokimia (photochemical smog) berwarna coklat kemerahan dan
berbau tajam yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan mengganggu syaraf
pusat. Tidak sempurnanya pembakaran pada mesin kendaraan bermotor karena
kekurangan oksigen dapat membentuk pencemar CO yang bersifat tidak berbau, tidak
berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Konsentrasi
CO yang tinggi di udara dapat meningkatkan jumlah kematian, menyebabkan
kerusakan otak dan tekanan fisiologikal, terutama pada penderita penyakit jantung
dan keracunan darah (Maryanto et al. 2009). Proses pembakaran BBM juga
mengemisikan SOx dengan kandungan 1-5 persen. Gas yang berbau tajam tapi tidak
berwarna ini dapat menimbulkan serangan asma, insendensi penyakit pernafasan
(bronchitis, emphysema), meningkatkan tingkat morbiditas dan jika bereaksi di
atmosfir akan membentuk zat asam (Tarigan 2009).

11

Emisi Kendaraan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Emisi kendaraan bermotor adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang
dihasilkan dari pembakaran BBM pada kendaraan bermotor yang
masuk/dimasukkan ke dalam udara ambien melalui pipa pembuangan (knalpot).
Setelah berada di udara, zat-zat yang terkandung dalam gas buang kendaraan
bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi kimia di atmosfer dan
menghasilkan produk akhir dengan tingkat reaktivitas yang berbeda dari senyawa
aslinya. Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat terbagi dalam tiga
kategori yaitu: (1) Hot emission, yaitu emisi yang dihasilkan selama kendaraan
beroperasi pada kondisi normal; (2) Start emission, yaitu emisi yang dikeluarkan
hanya pada saat kendaraan mulai berjalan; dan (3) Evaporation emission, yang
dapat terjadi dalam berbagai cara misalnya saat pengisian bahan bakar dan
peningkatan temperatur harian (Kusminingrum dan Gunawan 2008).
Proses pembakaran pada mesin kendaraan bermotor (sumber bergerak)
relatif tidak sesempurna pembakaran pada mesin industri (sumber tidak
bergerak/stasioner) sehingga menghasilkan polutan pada kadar yang lebih tinggi.
Emisi gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan
yang relatif lebih dekat dengan masyarakat dibandingkan dengan emisi gas buang
dari cerobong industri. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal atau beraktifitas
di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor akan terpajan oleh
polutan dengan kadar yang relatif tinggi dibandingkan masyarakat di sekitar
lokasi industri (Rahmawati 2009).
Menurut OECD (2011), sebanyak 3,5 juta orang meninggal setiap tahun di
seluruh dunia akibat pencemaran udara. Lebih dari 50 persen kematian tersebut
disebabkan oleh sektor transportasi, khususnya emisi kendaraan berbahan bakar
solar. Penyebab utama kematian adalah polutan PM10 dan NOx yang dapat
menyebabkan asma, kanker paru-paru, gangguan pernafasan, hati dan jantung.
Nilai kerugian masyarakat akibat kehilangan kesempatan hidup yang disebabkan
oleh pencemaran udara mencapai 1,6 juta US$/tahun. Di perkotaan Asia,
dilaporkan lebih dari 530.000 kematian terjadi akibat polusi udara setiap tahun
(CAI Asia 2007).
Sebelumnya orang selalu mengira bahwa epidemi hanya dapat disebabkan
oleh penyakit menular (perantara makhluk hidup). Pada kenyataannya, penyakit
jantung dan paru-paru yang bersifat tidak menular dapat terjadi secara epidemis
akibat pencemaran udara (perantara zat tak hidup). Selain itu, zat pencemar akan
masuk ke jaringan tubuh lain, misalnya sistem saraf. Pencemar udara di dalam
troposfir terutama akan berpengaruh pada sistem pernapasan, kardiovaskuler,
kulit, mata dan selaput lendir. Sistem pernapasan akan mengerut (spasme) bila
masuk benda asing atau gas yang bersifat iritatif. Akibatnya, tekanan vaskuler
meningkat dan dapat menimbulkan kelainan seperti fibrosis dan granuloma.
Tetapi tidak jarang, gejala yang timbul tidak berupa penyakit paru-paru tetapi
berupa gejala penyakit umum seperti demam, infeksi, asfiksia, kanker dan
keracunan yang bersifat sistemik (Soemirat 2011).

12

Soleiman (2008) mengemukakan bahwa komponen utama gas buang mesin
berbahan bakar solar yang membahayakan adalah asap hitam (jelaga/soot) yang
terbentuk akibat pembakaran yang tidak sempurna dan seringkali bersifat
karsinogenik. Mesin tersebut juga akan menghasilkan polutan berupa partikulat
(PM10) yang dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan sampai ke dalam alveoli
dan menyebabkan kontraksi penyempitan saluran pernapasan, kerusakan paruparu hingga meningkatkan risiko kematian. Pada konsentrasi 140 μg/m3, PM10
dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi
350 μg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronchitis. PM10 juga merupakan
sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas (mengurangi jarak
pandang) dan menyebabkan iritasi mata. Terdapat beberapa jenis logam yang
terkandung dalam PM10 di udara, diantaranya adalah timbal (Pb), cadmium (Cd),
nikel (Ni) dan merkuri (Hg). Keempat jenis logam tersebut umumnya akan
mengganggu sistem pernapasan (batuk, bronchitis, asma dan emphysema),
menyebabkan kanker paru-paru dan radang otak.
Polutan NOx adalah kontributor utama smog (smoke dan fog) yaitu asap dan
kabut fotokimia yang merupakan hasil reaksi dengan senyawa organik volatil
(mudah menguap) membentuk O3 dan oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat
(PAN). Bila bersamaan dengan air hujan, reaksi tersebut menghasilkan asam nitrat
yang menyebabkan deposisi/hujan asam. Smog fotokimia berbahaya bagi
kesehatan manusia karena menyebabkan kesulitan bernafas pada penderita asma,
batuk-batuk dan berbagai gangguan sistem pernapasan, serta menurunkan jarak
pandang (Marshall et al. 2009).