Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014
PERBANDINGAN METODE WILLIAMS DAN BETA-BINOM
DALAM REGRESI LOGISTIK BERMASALAH LAJAK-RAGAM
(OVERDISPERSION) : KASUS PEMILU INDONESIA 2014
FIRMAN HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Perbandingan Metode
Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam
(Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Firman Hidayat
NIM G152130071
RINGKASAN
FIRMAN HIDAYAT. Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom
dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus
Pemilu Indonesia 2014. Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO
dan BAGUS SARTONO.
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini di Indonesia merupakan sistem
pemilihan langsung yang memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat
pemilih untuk menentukan partai, calon anggota legislatif, dan calon presiden
yang akan mereka pilih. Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei
Indonesia pada tahun 2011 (LSI 2011) menemukan bahwa instabilitas pemilihan
legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) kemungkinan terkait dengan
rasionalitas dari pemilih. Rasionalitas pemilih tersebut di setiap kabupaten/kota di
Indonesia berbeda-beda. Faktor rasionalitas tercermin dari nilai komponen Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yaitu Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata
Lama Sekolah (RLS). Irvani (2012) dalam penelitiannya pada kasus pilpres 2009,
menunjukkan bahwa Kondisi ekonomi-politik, identitas partai dan kualitas calon
yang bersaing merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong keputusan memilih
calon presiden. Pada penelitian ini akan dibahas faktor rasionalitas dan faktor
ideologis yang tercermin pada pilihan partai pada saat pemilu legislatif terhadap
keputusan memilih calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau Joko
Widodo-Jusuf Kalla
Regresi logistik merupakan regresi yang digunakan ketika peubah
responnya berupa biner. Akan tetapi pada regresi logistik seringkali terjadi
masalah ketika ragam dari peubah respons tidak mengikuti ragam dari sebaran
binom, yaitu n (1 ) . Jika ragam dari peubah respons lebih besar dari ragam
sebaran binom maka masalah ini di dalam literatur dikenal sebagai masalah lajak
ragam. Metode yang digunakan untuk menangani lajak-ragam pada penelitian ini
adalah dengan metode Williams dan Beta-Binom.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil perolehan suara
pilpres 2014 menurut kab/kotadan data perolehan suara partai politik pada pileg
2014 serta data nilai komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), AMH,
RLS, dan Pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Berdasarkan analisis regresi
logistik terdapat masalah lajak ragam, sehingga dapat ditangani dengan metode
Williams dan Beta-Binom. Metode Williams merupakan metode yang lebih baik
dibandingkan metode Beta-Binom dalam mengatasi masalah lajak ragam. Hal itu
dikarenakan pada metode Williams mempunyai nilai Akaike Information
Criterion (AIC) lebih kecil daripada metode Beta-Binom yaitu 8210.747 untuk
metode Williams dan 11380.200 untuk metode Beta-Binom. Peubah-peubah yang
berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi keputusan pemilih pada pilpres
2014 adalah AHH, AMH, RLS, dan KIH.
Nilai rasio odds (Odds Ratio) untuk peubah AHH sebesar 1.079 yang berarti
setiap kenaikan 1 tahun AHH, maka akan menaikkan perolehan suara pasangan
presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 1.079 kali dibandingkan pasangan
presiden Prabowo Subianto-Hatta. Nilai rasio odds AMH sebesar 0.985 berarti
bahwa setiap kenaikan 1 persen AMH akan menurunkan perolehan suara
pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 0.985 kali dibandingkan
pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai rasio odds RLS sebesar
0.911 berarti bahwa setiap kenaikan 1 tahun RLS, maka akan menurunkan
perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 0.911 kali
dibandingkan memilih pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai
rasio odds KIH sebesar 6.162 berarti bahwa setiap kenaikan 1 persen KIH, maka
akan menaikkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla
sebesar 6.162 kali dibandingkan memilih pasangan presiden Prabowo SubiantoHatta Rajasa.
Faktor rasionalitas pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla
mempunyai rasionalitas yang lebih rendah dibandingkan pemilih yang memilih
Prabowo-Hatta. Hal itu disebabkan nilai AMH dan RLS kab/kota dari domisili
pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai nilai yang lebih
rendah dibandingkan kab/kota dari domisili pemilih yang memilih PrabowoHatta. Faktor ideologis partai dari pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf
Kalla mayoritas berasal dari pemilih yang memilih partai yang tergabung dalam
KMP pada saat pileg berlangsung. Hal ini menunjukkan faktor ideologis partai
pada hasil pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak berpengaruh nyata
Kata kunci : lajak-ragam, metode Williams, pemilu, regresi Beta-Binom, regresi
logistik.
SUMMARY
FIRMAN HIDAYAT. Comparison of Williams and Beta-Binomial Methods
Logistic Regression Accounting for Overdispersion: A Case of Indonesia General
Election Data 2014. Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and
BAGUS SARTONO.
The Systems Election in Indonesia today is the direct election system that
provides complete freedom for voters to determine the parties, legislative
candidates, and presidential candidate that they will vote. The results of a survey
was conducted by the Indonesian Survey Institute in 2011 (LSI 2011) found that
the instability of the legislative and presidential elections may be linked to the
rationality of voters. The rationality of voters in each district / city in Indonesia
vary. Rationality factors can be reflected by components Human Development
Index (HDI) is the literacy rate (AMH) and the mean years school (RLS). Irvani
(2012) in his research at the case of the presidential election in 2009, showed that
the political-economic conditions, the identity of parties and the candidates quality
competing were factors that could encourage the decision to choose a presidential
candidates. This research will be discussed rationality and ideological factors were
reflected on the choice of the parties at the legislative election to the decision to
choose Prabowo-Hatta or Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Regression Logistic was the regression that could be used when the
response variable was binary form. However, the logistic regression often occurs
anomaly when the variance of the response y not follow variety of binomial
distribution, namely n (1 ) . If the variance of the response is greater than a
variety of binomial distribution then this problem in the literature is known as the
overdispersion problem. The method that is used to handle overdispersion in this
study is Williams Method and Beta-Binomial.
The data used in this research were the data vote results of presidential
election 2014 according to districts / cities and the data vote results of political
parties in legislative election 2014, and the data components of HDI value were
life expectancy (AHH), literacy rate (AMH), mean years school (RLS) and
expenditure per capita adjusted.
Based on logistic regression analysis, there was a overdispersion problem,
so it can be handled by Williams and beta binomial methods. The Williams
method was better than beta binomial method in overcame overdispersion
problem. That's because Williams method has a value Akaike Information
Criterion (AIC) and standard error were smaller than beta binomial. AIC value
Williams method was 8210.747 smaller than beta binomial was 11380.2. The
variables that affected significantly in influencing the decision of voters in the
presidential election 2014 were AHH, AMH, RLS, and KIH
OR value for AHH was 1.079 which means that every increase of 1 year
AHH, it would increase the number of votes Joko Widodo-Jusuf Kalla by 1.079
times compared Prabowo-Hatta. OR value for AMH was 0.985 that every
increase 1 percent AMH would be lowered number of votes Joko Widodopresident Jusuf Kalla by 0.985 times compared Prabowo-Hatta. OR value for
RLS was 0.911, that each increase of 1 year RLS, it would lower number of votes
Joko Widodo-president Jusuf Kalla by 0.911 times compared to choose Prabowo-
Hatta. Furthermore, OR value for KIH was 6.162 that every increase of 1 percent
KIH, it would raise the number of votes Joko Widodo-Jusuf Kalla by 6162 times
compared to choose Prabowo-Hatta.
The rationality factor of voters who voted Joko Widodo-Jusuf Kalla has a
rationality that is lower than the voters who choose Prabowo-Hatta. That is
because the value of AMH and RLS districts / cities came from voters who voted
Joko Widodo-Jusuf Kalla has a lower value than districts / cities came from voters
that choose Prabowo-Hatta. The ideological parties factor of voters who voted
Joko Widodo-Jusuf Kalla, the majority came from voters who vote for parties
which are members of the KMP at legislative election. This showed ideological
parties factors at winnings Joko Widodo-Jusuf Kalla had no significant effect
Keywords : Overdispersion, Williams’Method, General Election, Beta-Binomial
Regression, Logistic regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERBANDINGAN METODE WILLIAMS DAN BETA-BINOM
DALAM REGRESI LOGISTIK BERMASALAH LAJAK-RAGAM
(OVERDISPERSION) : KASUS PEMILU INDONESIA 2014
FIRMAN HIDAYAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Indahwati, M.Si
Judul Tesis :
Nama
NIM
Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi
Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) :
Kasus Pemilu Indonesia 2014
: Firman Hidayat
: G152130071
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Ketua
Dr. Bagus Sartono, M.Si
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Indahwati, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 28 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik
Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014”.
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk
dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar
Notodiputro, M.S dan Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si selaku pembimbing, atas
kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada
penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Indahwati,
M.Si selaku penguji luar komisi pembimbing atas masukan yang
diberikan.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada
seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik
penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta
seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya
selama ini.
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang takterhingga juga
penulis ucapkan kepada kedua orangtuaku Bapak Asropi dan Ibu Karimah yang
telah membesarkan, mendidik dan memberikan semangat penulis disetiap
langkahnya dengan penuh kasih sayang serta mendoakan penulis tiada hentinya
demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga istriku
tercinta Siti Nur Kholifah serta seluruh keluargaku atas doa dan semangatnya.
Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan
kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam
menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor,
September 2015
Firman Hidayat
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Keluaran yang diharapkan
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Logistik
Lajak Ragam
Metode Williams
Regresi Beta-Binom
Pengujian Parameter
Pengujian Kesesuaian Model
Pemilihan Model Terbaik
METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemrosesan Data Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014
Pemrosesan Data Komponen IPM 2013
Deskripsi Hasil Pemilihan Legislatif 2014
Deskripsi Hasil Pemilihan Presiden 2014
Pascapilpres 2014
Pengujian Multikolinieritas
Analisis Regresi Logistik
Perbandingan Hasil Regresi Logistik, Metode Williams dan Beta Binom
Pemilihan Model Terbaik
Rasionalitas dan Ideologis Partai
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
2
3
3
3
3
4
5
5
6
7
7
7
7
8
9
9
10
10
10
13
14
14
15
16
18
19
19
19
19
21
28
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Deskripsi jumlah pemilih serta jumlah suara pileg & pilpres 2014
10
Koalisi partai yang unggul pada pileg terhadap hasil pilpres
11
Nilai korelasi antar peubah bebas
14
Pendugaan parameter regresi logistik & kriteria kecocokan model
14
Ukuran statistik untuk mendeteksi lajak-ragam
15
Perbandingan hasil Williams dan hasil Beta-Binom pada model penuh
16
Perbandingan hasil Williams dan hasil Beta-Binom pada model tidak penuh 16
Selang kepercayaan 95% rasio odds
17
DAFTAR GAMBAR
1
Pergeseran suara pasangan capres dan koalisi partai pada pemilu 2014
12
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Data rata-rata perolehan suara pada pileg dan pilpres 2014 serta komponen
IPM 2013 per provinsi
Pergeseran perolehan suara dari hasil pileg ke hasil pilpres yaitu dari KIH
ke Prabowo-Hatta & dari KMP ke Jokowi-Jusuf Kalla
Peta tematik keunggulan KMP & KIH pada pileg 2014 tingkat kab/kota
Peta tematik persentase suara KIH pada pileg 2014 tingkat provinsi
Peta tematik kemenangan capres dan cawapres pada pilpres 2014
tingkat kab/kota
Peta tematik persentase suara Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres 2014
tingkat provinsi
21
22
24
25
26
27
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini di Indonesia merupakan sistem
pemilihan langsung yang memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat
pemilih untuk menentukan partai, calon anggota legislatif, dan calon presiden
yang akan mereka pilih. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)
2014 merupakan pilpres ketiga yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Di sisi lain, ketatnya kualifikasi kepesertaan pemilu menyebabkan tingginya
derajat kompetisi (competitiveness) partai peserta pemilu 2014 yang diikuti 12
partai dan 2 pasang calon presiden dan calon wakil presiden. Pada pilpres 2014
terdapat kekuatan 2 Koalisi yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi
Merah Putih (KMP). KIH terdiri atas 5 partai yaitu Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Partai Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai
Nasdem, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sedangkan KMP
terdiri atas 7 Partai yaitu Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai
Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Sedangkan jumlah
pasangan calon presiden dan wakil presiden terdapat 2 pasangan yaitu pasangan
nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan nomor urut 2 Joko
Widodo-Jusuf Kalla.
Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada tahun
2011 (LSI 2011) menemukan bahwa instabilitas pemilihan legislatif dan
pemilihan presiden kemungkinan terkait dengan rasionalitas dari pemilih.
Rasionalitas pemilih tersebut di setiap kabupaten/kota di Indonesia berbeda-beda.
Hal itu dikarenakan setiap kabupaten/kota mempunyai nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang berbeda. Penilaian IPM ini berdasarkan komponennya
berupa Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata
Lama Sekolah (RLS), dan pengeluaran perkapita yang disesuaikan. IPM terdiri
dari 3 dimensi yaitu dimensi kesehatan yang diukur dengan AHH, dimensi
pendidikan yang diukur dengan AMH dan RLS, serta dimensi standar hidup
layak. United Nations Development Programme (UNDP) mengukur standar hidup
layak dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan,
sedangkan BPS menggunakan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (BPS
2008).
IPM merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia
dengan melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Angka IPM berkisar
antara 0 hingga 100. Semakin mendekati 100, maka diindikasikan pembangunan
manusia semakin baik. Berdasarkan nilai IPM, UNDP membagi status
pembangunan manusia ke dalam 3 (tiga) kriteria, yaitu: rendah untuk IPM kurang
dari 50, sedang atau menengah untuk nilai IPM antara 50 – 79,9 dan tinggi untuk
nilai IPM 80 ke atas. Namun ada pula yang membagi lagi kategori menengah
menjadi kategori menengah bawah (Nilai IPM 50 – 65,9) dan menengah atas
(Nilai IPM 66 – 79,9) (BPS 2008)
Irvani (2012) dalam penelitiannya pada kasus pilpres 2009, menunjukkan
bahwa Kondisi ekonomi-politik, identitas partai dan kualitas calon yang bersaing
2
merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong keputusan memilih calon
presiden. Pada penelitian ini akan dibahas faktor rasionalitas dari pemilih yang
dapat tercermin dari nilai AMH dan RLS di suatu kab/kota. serta faktor ideologis
partai yang tercermin pada pilihan partai pada saat pemilu legislatif (pileg)
terhadap keputusan memilih calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Faktor rasionalitas pemilih di suatu kab/kota berbedabeda. Semakin tinggi tingkat rasionalitas pemilih di suatu kab/kota, maka semakin
tinggi pula nilai AMH dan RLS di suatu kab/kota tersebut. Sebaliknya faktor
ideologis partai dari pemilih dapat dilihat dari kekonsistenan pemilih pada pilihan
partai pada saat pileg terhadap pilihan calon presiden (capres) dan calon wakil
presiden (cawapres) yang diusung oleh koalisi partai yang dipilihnya.
Dengan demikian, peneliti ingin menduga apakah pemilih di Indonesia
merupakan pemilih yang rasional atau tidak serta apakah pemilih tersebut
cenderung memegang ideologis atau tidak dengan koalisi partai politik tertentu
terhadap pemilihan presiden 2014 antara pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dengan menggunakan regresi logistik, permasalahan tersebut bisa teratasi
karena regresi logistik merupakan regresi yang digunakan ketika peubah
responnya bersifat biner. Akan tetapi pada regresi logistik seringkali terjadi
masalah ketika ragam dari peubah respons tidak mengikuti ragam dari sebaran
binom, yaitu n (1 ) . Jika ragam dari peubah respons lebih besar dari ragam
sebaran binom maka masalah ini di dalam literatur dikenal sebagai masalah lajak
ragam. Jadi, secara umum, lajak-ragam adalah suatu keadaan dimana keragaman
dari data lebih besar dari keragaman yang seharusnya diperoleh sesuai dengan
model statistika digunakan. Beberapa penyebab lajak-ragam adalah keliru dalam
menspesifikasikan komponen sistematik, adanya satu atau lebih data pencilan,
fungsi penghubung logistik yang digunakan terhadap model tidak tepat, adanya
korelasi antar pengamatan (Hinde dan Demetrio 2007).
Adanya lajak-ragam menyebabkan penarikan kesimpulan yang tidak tepat.
Ada beberapa cara untuk mengatasi lajak-ragam diantaranya regresi logistik
dengan pengaruh acak, model Beta-Binom, metode Williams, Persamaan
Pendugaan Terampat atau Generalized Estimating Equation (GEE). Metode yang
digunakan untuk menangani lajak-ragam pada penelitian ini adalah dengan
metode Williams dan Beta-Binom. Ide dari metode Williams yaitu menyamakan
nilai chi-square Pearson dengan aproksimasi nilai harapan. Metode ini
memberikan pembobot i pada pengamatan sehingga menghasilkan persamaan
statistik chi-square Pearson yang didekati dengan nilai harapan. Sedangkan
Model Beta-Binom digunakan untuk mengakomodasi ragam dari peluang respon
dengan menggunakan sebaran Beta.
Dengan demikian akan diperoleh bagaimana model regresi logistik beserta
penanganan lajak-ragam untuk hasil pilpres dan membandingkan model yang
lebih baik diantara metode Williams dengan metode Beta-Binom.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana mengkaji regresi logistik bermasalah lajak ragam?
3
2. Bagaimana mengevaluasi model Williams dan Beta-Binom dalam
menangani lajak ragam?
3. Apakah rasionalitas dan ideologis partai dari pemilih dapat mempengaruhi
keputusan dalam memilih pasangan calon presiden dan calon wakil
presiden pada pemilihan presiden 2014?
4. Bagaimana membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut
kab/kota se-Indonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji model regresi logistik bermasalah lajak ragam
2. Mengevaluasi model Williams dan Beta-Binom dalam menangani lajak
ragam.
3. Mengkaji rasionalitas dan ideologis partai dari pemilih pada pemilihan
presiden 2014
4. Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota seIndonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Keluaran yang Diharapkan
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan model terbaik untuk hasil pilpres yang mengandung lajakragam
2. Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota seIndonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
2
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Logistik
Analisis regresi logistik dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
beberapa peubah bebas terhadap peubah respon kategorik.
Model umum regresi logistik biner adalah sebagai berikut :
exp( 0 1 x1 ... p x p )
( x)
(2.1)
1 exp( 0 1 xi ... p x p )
dengan ( x) menyatakan peluang sukses, p menyatakan parameterparameter regresi, x p adalah pengamatan peubah bebas ke-p.
Fungsi ( x) merupakan fungsi nonlinear sehingga perlu dilakukan
transformasi logistik untuk memperoleh fungsi yang linear agar dapat dilihat
hubungan antara peubah respon y dengan peubah bebas x. Bentuk logistik dari
( x) yang merupakan fungsi penghubung dinyatakan sebagai g(x) pada
persamaan (2.1), yaitu:
4
( x)
(2.2)
g ( x) log
1 ( x)
Kemudian persamaan (2.1) disubstitusikan pada persamaan (2.2) sehingga
diperoleh:
( x)
(2.3)
g ( x) log
0 1 x1 ... p x p
1 ( x)
(Hosmer dan Lemeshow 2000)
Lajak-Ragam
Lajak-ragam terjadi jika ragam sebenarnya lebih besar dari pada ragam
dugaan (ragam distribusi binomial). Lajak-ragam sering terjadi ketika melakukan
pengepasan model berdasarkan sebaran Binomial atau Poisson. Implikasinya,
untuk model yang benar, nilai statistik Chi-square Pearson dibagi dengan derajat
bebasnya akan bernilai sama dengan 1. Lajak-ragam terjadi jika nilai tersebut jauh
melebihi dari 1, dan underdispersion terjadi jika nilai tersebut jauh kurang dari 1.
Hinde dan Demetrio (2007) mengatakan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh
lajak-ragam adalah galat bakunya akan mengalami underestimate sehingga hasil
pengujian hipotesis menjadi tidak tepat. Hasil pengujian hipotesis yang tidak tepat
akan mengakibatkan interpretasi yang salah dan penarikan kesimpulan yang salah
pula mengenai hubungan antara peubah bebas dengan peubah respon.
Hosmer dan Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa ada dua statistik yang
digunakan untuk menguji kelayakkan model yaitu Chi-square Pearson dan
Devians. Kedua statistik ini merupakan fungsi dari sisaan, yaitu selisih dari nilai
aktual dengan nilai dugaan. Nilai sisaan Pearson untuk amatan ke-i dinyatakan
sebagai berikut:
2
n
yi i ni
2
i 1 n 1
i i
i
Sedangkan nilai sisaan devians untuk amatan ke-i dinyatakan sebagai berikut:
1/ 2
y
(n yi )
d ( yi , i ) 2 yi ln i ni yi ln i
ni i
ni (1 i )
Sehingga devians dapat dinyatakan sebagai berikut:
n
D d ( yi , i )2
i 1
Chi-square Pearson dan devians akan mengikuti sebaran 2 dengan
derajat bebas (n-p), dengan n adalah banyaknya pengamatan dan p adalah
banyaknya parameter dalam model yang diduga. Jika model regresi logistik yang
digunakan terhadap data itu layak, maka Chi-square Pearson dan devians akan
mendekati nilai derajat bebasnya. Hal ini dapat dijelaskan karena nilai harapan
dari sebaran 2 sama dengan derajat bebasnya. Jika nilai Chi-square Pearson dan
devians jauh lebih besar dari derajat bebasnya, maka asumsi dari keragaman
binom tidak terpenuhi dan data menunjukkan lajak-ragam.
5
Metode Williams
Prosedur penanganan lajak-ragam pada regresi logistik pertama kali
diperkenalkan oleh Williams yang disebut dengan pendekatan Williams atau
metode Williams (Collet 2003). Metode Williams digunakan untuk menangani
lajak-ragam dengan cara memberi bobot pada pendugaan parameter regresi
logistik sehingga ragam antara peluang responnya menjadi stabil ketika ragamnya
sebagai berikut:
var( y) n (1 )
Williams (1982) menduga parameter skala yang tidak diketahui dengan
nilai persamaan dari statistik Chi-square Pearson untuk model penuh. Misalkan
i* adalah bobot pengamatan ke-i, maka statistik Chi-square Pearson sebagai
berikut:
* ( y n )2
2 i i i i
i ni 1 i
dengan i* 1/ 1 ni 1
Nilai harapan dari 2 adalah
E 2 i* (1 i*vi di )[1 (n1 1)]
n
i 1
dimana
vi i ni (1 i ) dan di adalah elemen diagonal dari matriks ragam
peragam prediktor, i j x ji . Parameter skala diduga dengan prosedur
iterasi. Jika skala dapat dioptimasi, maka i * dapat digunakan untuk
memboboti model yang cocok. (Collet 2003). Jika =0, maka akan terjadi
persamaan regresi logistik (2.3). Metode Williams hanya bisa digunakan jika
peubah respon berbentuk yi / ni (SAS institute 2009)
Regresi Beta Binom
Regresi beta-binom dapat digunakan untuk menangani lajak-ragam. BetaBinom juga digunakan untuk mencocokan data binom dengan memodelkan ragam
peluang respon menggunakan sebaran beta. Karena sebaran beta mempunyai
kisaran atau range (0,1) maka hal ini sama dengan nilai peluang. Misalkan i
menyebar dengan sebaran beta dengan parameter dan
i ~ Beta ( , ) , >0 , >0
Maka fungsi kepekatan peluang (fkp) sebagai berikut:
( ) 1
f ( )
(1 ) 1 , dimana 0 1
( )( )
Menurut Agresti (2002), sebaran beta-binom adalah gabungan sebaran beta
dengan sebaran binom, yaitu y diasumsikan mengikuti sebaran binom dan
6
mengikuti sebaran beta. Fungsi kepekatan peluang dari sebaran beta binom adalah
sebagai berikut :
n y n y
(2.4)
f y; ,
y ( ) ( y n y )
Sehingga akan diperoleh nilai tengah dan ragam dari sebaran beta binom sebagai
berikut:
E ( y | ni ) ni
Var ( y | ni ) ni
( ni )
( ) 2 ( 1)
Pendugaan parameter regresi beta binom dilakukan dengan pendekatan
kemungkinan maksimum. Pendugaan parameter regresi beta binom menggunakan
metode iterasi Newton-Raphson untuk memaksimumkan fungsi kemungkinan,
sehingga diperoleh model regresi beta-binom sebagai berikut:
Logit (i ) 1 x1 2 x2 ... i xi
Pengujian Parameter
Pengujian terhadap pendugaan p parameter dilakukan secara simultan
menggunakan likelihood ratio test dengan hipotesis:
H0 : 1 2 ... p 0
H1 : paling sedikit terdapat satu dimana j 0
Statistik uji:
L ( )
G 2ln 0
2[ln L0 ( ) ln Lp ( )]
Lp ( )
dengan dengan L0 ( ) adalah likelihood dari model tanpa peubah bebas,
sedangkan Lp ( ) adalah likelihood dari model dengan p peubah bebas.
Jika G 2(1 ;v ) hipotesis nol diterima.
Pengujian terhadap pendugaan p parameter dilakukan secara parsial menggunakan
statistik uji Wald, dengan hipotesis:
H0 : j 0
H1 : j 0 j= (1,…,p)
Statistik uji:
j
Wj
)
SE (
j
Statistik uji W j mengikuti sebaran normal baku
Hipotesis nol ditolak jika | W j | Z( / 2) (Hosmer dan Lemeshow 2000)
7
Pengujian Kesesuaian Model
Untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai atau tidak, maka perlu
dilakukan pengujian kesesuaian model atau goodness of fit. Adapun statistik uji
yang digunakan adalah 2 Pearson dengan hipotesis:
H0 : model sudah sesuai dengan data (tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai pengamatan dengan nilai dugaan dari model)
H1 : model tidak sesuai dengan data (terdapat perbedaan yang signifikan antara
nilai pengamatan dengan nilai dugaan dari model)
Statistik uji :
2
n
yi i ni
2
i 1 n 1
i i
i
H0 ditolak jika 2 2( ;n p ) (Hosmer dan Lemeshow 2000)
Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan dan kriteria kecocokan model perlu memperhatikan prinsip
parsimony, yaitu kesederhanaan model. Model yang baik adalah banyak
parameter yang diduga lebih sedikit. Ukuran parsimony yang sering digunakan
adalah Bayesian Information Criterion (BIC) dan Akaike Information Criterion
(AIC) yang didefinisikan sebagai berikut:
AIC= -2 ln L( )+2p
BIC= -2 ln L( )+p ln (n)
dimana L( ) adalah nilai maksimum Likelihood, p menunjukkan banyak
parameter dalam model dan n merupakan banyak objek pengamatan. Model
terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan BIC terkecil yang
menunjukkan bahwa model yang dihasilkan lebih dapat menjelaskan variasi data
(Kutner et al. 2004)
3
METODE PENELITIAN
Data
Penelitian ini menggunakan data hasil pilpres 2014 dan data hasil suara
parpol 2014 menurut kabupaten/kota di seluruh Indonesia dari KPU yang berasal
dari situs www.kpu.go.id dan meminta langsung ke bagian humas KPU pada
tanggal 14 November 2014, serta data dari BPS yaitu komponen IPM 2013 (AHH,
AMH, RLS, Pengeluaran per kapita yang disesuaikan) menurut Kab/Kota yang
berasal dari situs www.bps.go.id
Data rata-rata pada tingkat provinsi yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Lampiran 1. Peubah respon yang menjadi perhatian yaitu persentase
perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan Joko
8
Widodo-Jusuf Kalla yang berasal dari proses Bernoulli atau proses biner. Peubah
penjelasnya adalah sebagai berikut:
x1 = AHH dengan nilai berkisar dari 25-85 tahun
x2 = AMH dengan nilai berkisar dari 0-100 %.
x3 = RLS dengan nilai berkisar dari 0-15 tahun
x4 =Pengeluaran per Kapita yang disesuaikan dengan nilai berkisar dari Rp
360.000 – Rp 732.720
x5 = Persentase suara partai politik yang tergabung dalam KIH (1 - %KMP)
Metode Analisis
Tahapan analisis pada penelitian ini adalah
(1) Melakukan uji multikolinearitas antar peubah bebas.
Untuk memeriksa multikolinearitas dapat dilihat dengan meihat nilai korelasi
antar peubah bebasnya. Jika nilai korelasi antar peubah bebasnya di luar
kisaran -0.7 sampai 0.7, maka terjadi multikolinearitas.
(2) Melakukan pendugaan parameter regresi logistik dengan menggunakan
bantuan perangkat lunak SAS. Berikut model regresi logistik:
( xi )
g ( x) log
0 1 x1 2 x2 3 x3 4 x4 5 x5
1 ( xi )
proporsi _ suara _ jokowi
g ( x) log
proporsi _ suara _ prabowo
0 1 AHH 2 AMH 3 RLS 4 Pengeluaran _ perkapita 5 KIH
(3) Mendeteksi adanya lajak-ragam
Untuk mendeteksi adanya lajak-ragam dilakukan dengan membagi nilai
statistik 2 Pearson dengan derajat bebas. Jika rasio 2 Pearson/db jauh
lebih dari 1 maka terdapat lajak-ragam. Atau jika nilai-p < 0.05 maka
terdapat lajak-ragam juga.
(4) Melakukan pemodelan regresi Beta-Binom dan metode Williams
(5) Melakukan pengujian signifikansi parameter
Untuk melakukan pengujian signifikansi parameter menggunakan statistik uji
Wald atau nilai-p < 0.05 maka parameter tersebut dikatakan signifikan.
(6) Melakukan uji kelayakan model
Untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai atau tidak, maka perlu
dilakukan pengujian kesesuaian model atau goodness of fit. Adapun statistik
uji yang digunakan adalah 2 Pearson.
(7) Pemilihan model terbaik.
Untuk memilih model terbaik digunakan AIC. Model terbaik adalah model
yang memiliki nilai AIC terkecil.
(8) Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota seIndonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data adalah SAS 9.3 dan
Arcgis 10.1. SAS 9.3 digunakan untuk melakukan pendugaan parameter,
penanganan lajak ragam pada regresi logistik serta pemodelan dengan
9
menggunakan model Williams dan Beta-Binom. Sedangkan Arcgis 10.1
digunakan untuk membuat peta perolehan suara KIH dan KMP pada pemilihan
legislatif (pileg) 2014 dan peta perolehan suara pasangan capres-cawapres pada
pilpres 2014.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemrosesan Data Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014
Data pemilihan legislatif (pileg) dilakukan penyaringan terlebih dahulu.
Data yang akan digunakan yaitu data dari suara sah partai politik tiap kab/kota
yang berdasarkan pemilihan anggota DPR RI. Setelah diperoleh data suara sah
partai politik tiap kab/kota, maka dilakukan pengelompokan suara partai politik ke
dalam 2 kelompok yaitu kelompok Koalisi Merah Putih (KMP) dan kelompok
Koalisi Indonesia Hebat (KIH)
Jumlah suara partai politik yang sah dari pemilihan anggota DPR RI sebesar
124.972.491 suara, sedangkan suara yang tidak sah sebesar 14.601.436 suara atau
mencapai 10.46%. Jumlah suara yang tidak sah ini dikarenakan pemilih ada yang
masih belum mengetahui cara memilihnya seperti mencontreng, menyoblos dua
kali dan lupa untuk mencontrengnya atau menyoblosnya. Jumlah pemilih yang
terdaftar pada pileg 2014 sebesar 185.826.024 orang. Berarti ada 46.152.097
orang atau 24.84% merupakan pemilih golongan putih (golput) atau tidak
berpartisipasi dalam pileg 2014 ini. Angka pemilih golput sebesar 24.84% pada
pileg 2014 cenderung turun dibandingkan dengan pileg 2009 yaitu sebesar
49.677.076 atau 29.1%. Menurut KPU, jumlah partisipasi masyarakat Indonesia
pada pileg 2014 telah melampaui target KPU sebesar 75%.
Data yang digunakan pada pilpres 2014 juga dilakukan penyaringan data.
Data yang terpilih pada pilpres yang digunakan untuk analisis yaitu data suara sah
yang memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf
Kalla. Jumlah daftar pemilih pada pilpres 2014 sebesar 190.307.134 pemilih.
Jumlah masyarakat Indonesia yang berpartisipasi pada pilpres 2014 ini sebesar
134.953.967 pemilih atau sebesar 70.91%. Berarti ada 55.353.167 pemilih atau
29.09% dinyatakan sebagai pemilih golput. Angka golput pada pilpres 2014 lebih
tinggi dibandingkan pilpres 2009 yaitu sebesar 49.212.158 pemilih atau 27.77%.
Sedangkan jumlah suara yang sah pada pilpres 2014 sebesar 133.574.277 suara
atau 98.98% dari total pemilih yang aktif berpartisipasi dalam pilpres dan suara
yang tidak sah hanya 1.379.690 suara atau 1.02% dari total pemilih aktif.
Tingginya persentase suara yang sah dari pemilih yang aktif berpartisipasi
pada pilpres ini dipengaruhi karena persaingan yang sangat ketat antara pasangan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sama-sama
menginginkan kemenangan. Berarti pemilih sangat berhati-hati dalam memilih
jangan sampai ada kesalahan dalam memilih yang mengakibatkan suaranya
menjadi tidak sah. Hal ini berbeda dengan hasil pileg 2014 yang mempunyai
persentase suara sah yang lebih rendah daripada pilpres 2014 yaitu sebesar
89.54%. Rangkuman data pileg dan pilpres 2014 dapat dilihat pada Tabel 1
10
Tabel 1 Deskripsi jumlah pemilih serta jumlah suara pileg & pilpres 2014
Jumlah pemilih terdaftar
Jumlah pemilih golput
Jumlah suara pemilih
Jumlah suara tidak sah
Jumlah suara sah
Pileg 2014
185.826.024 orang
46.152.097 orang
139.573.927 orang
14.601.436 suara
124.972.491 suara
Pilpres 2014
190.307.134 orang
55.353.167 orang
134.953.967 orang
1.379.690 suara
133.574.277 suara
Pemrosesan Data Komponen IPM 2013
Data komponen IPM 2013 terdiri dari AHH, AMH, RLS dan pengeluaran
per kapita yang disesuaikan. Pada data ini dilakukan penyaringan terlebih dahulu
karena data yang tersedia di BPS merupakan data komponen IPM kab/kota yang
sudah dimekarkan menjadi 34 provinsi dan 511 kab/kota. Sedangkan dari KPU
masih menggunakan 33 provinsi dan 497 kab/kota, sehingga data pada BPS harus
disamakan dengan data di KPU yaitu 33 provinsi dan 497 kab/kota.
Deskripsi Hasil Pemilihan Legislatif 2014
Partai yang tergabung dalam KMP mendominasi pileg 2014 di seluruh
kab/kota Indonesia yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebanyak 389 kab/kota
dari 497 kab/kota di Indonesia atau 78.27% memilih partai yang tergabung dalam
KMP pada pemilihan legislatif, sedangkan sebesar 108 kab/kota memilih partai
yang tergabung dalam KIH atau 21.73%. Hal ini sangat ironis mengingat PDIP
merupakan partai pemenang pemilu legislatif, akan tetapi pada KMP terdapat
beberapa partai pemenang pemilu urutan ke-2, ke-3, dan ke-4 yaitu partai Golkar,
Gerindra, dan Demokrat.
Lampiran 4 menunjukkan bahwa hasil suara partai yang tergabung dalam
KIH mayoritas mempunyai persentase suara berkisar antara 25.1% - 50%.
Persentase suara terkecil diperoleh partai yang tergabung dalam KIH ada di
provinsi Gorontalo. Hanya 2 provinsi saja dimana persentase suara partai yang
tergabung dalam KIH memperoleh persentase suara diatas 50% yaitu provinsi
Bali dan Kalimantan Tengah yang berturut-turut memperoleh persentase suara
53.6% dan 50.4%. Hal ini dikarenakan kurangnya konsolidasi dan sosialisasi
anggota partai yang tergabung dalam KIH kepada masyarakat yang berada di
kab/kota se-Indonesia sehingga perolehan suaranya menjadi tidak optimum.
Akibatnya, partai yang tergabung dalam KMP lebih dominan memperoleh
persentase suara diatas 50% dengan 31 provinsi pada pileg 2014..
Deskripsi Hasil Pemilihan Presiden 2014
Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang diusung oleh KMP
merupakan calon terkuat untuk memenangi pilpres 2014 dengan menguasai 352
kursi di DPR atau 62.86%, sedangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang
diusung oleh KIH hanya mendapat 208 kursi atau 37.14% di DPR. Hal demikian
11
tidak terbukti bisa memenangkan Prabowo-Hatta dengan mulus, karena Lampiran
5 memperlihatkan bahwa pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla justru
mendominasi pemilihan presiden 2014 di seluruh kab/kota Indonesia.
Sebanyak 327 kab/kota dari 497 kab/kota di Indonesia atau 65.79% memilih
pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung oleh KIH, sedangkan sebesar
170 kab/kota atau 34.21% memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
yang diusung oleh KMP. Hal ini sangat ironis mengingat pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa adalah pasangan yang didukung oleh partai yang tergabung
dalam KMP yang merupakan gabungan partai yang mendominasi suara pada
pemilihan legislatif yang diadakan 3 bulan sebelum pemilihan presiden. Hal ini
menandakan bahwa pemilih di Indonesia cenderung tidak memilih calon presiden
dan calon wakil presiden yang berasal dari koalisi partai yang dipilihnya pada saat
pileg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemilih di Indonesia cenderung tidak
mempunyai ideologis terhadap partai tertentu dalam memilih pasangan calon
presiden dan calon wakil presiden.
Lampiran 6 menunjukkan bahwa pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan mengungguli 23
provinsi dari 33 provinsi di Indonesia atau 69.7%, sedangkan pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa hanya unggul 10 provinsi atau 31.3%. Padahal pada hasil
pileg sebelumnya didominasi oleh KMP dengan unggul 31 provinsi atau sebesar
93.9%. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul mutlak atau memperoleh
persentase suara lebih dari 70% di 4 provinsi yaitu provinsi Bali, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua. Perolehan persentase suara tertinggi Joko
Widodo-Jusuf Kalla diperoleh di provinsi Sulawesi Barat yang memperoleh
persentase suara 73.4% mengungguli suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa. Hal ini dikarenakan adanya Jusuf Kalla yang merupakan sosok
kharismatik di Pulau Sulawesi. Terlebih lagi Jusuf Kalla dibesarkan di Sulawesi
Selatan yang bertetanggaan dengan Sulawesi Barat yang merupakan hasil
pemekaran dari Sulawesi Selatan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa 230 kab/kota dari 389 kab/kota atau 59.13%
yang berasal dari dominasi KMP pada hasil pileg beralih untuk memilih pasangan
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih lebih memilih
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak berdasarkan pada
ideologis ke partai tertentu sehingga 230 kab/kota tersebut dapat dikatakan kurang
konsisten dalam pilpres 2014. Sedangkan 97 kab/kota dari 108 kab/kota atau
89.81% yang berasal dari dominasi KIH pada hasil pileg nampak lebih konsisten
dalam pilpres 2014. Secara lebih rinci, pergeseran perolehan suara dari KIH ke
pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan dari KMP ke pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla per provinsi dapat disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 2 Hubungan koalisi partai yang unggul pada pileg terhadap hasil pilpres
Koalisi yang
unggul pada
pileg
KIH
KMP
Pasangan yang unggul pada pilpres
Jokowi-Jusuf Kalla
Prabowo-Hatta
97 kab/kota
(89.81 %)
230 kab/kota
(59.13 %)
11 kab/kota
(10.19 %)
159 kab/kota
(40.87 %)
jumlah
108 kab/kota
(100 %)
389 kab/kota
(100 %)
12
Gambar 1 memperlihatkan bahwa kemenangan dari pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla di kab/kota banyak didominasi oleh kab/kota yang dikuasai
oleh KMP pada hasil pileg 2014 yaitu dengan memenangkan 230 kab/kota.
Sedangkan 97 kab/kota dimenangkan di kab/kota yang dikuasai oleh KIH pada
hasil pileg 2014. Hal ini membuktikan bahwa kab/kota yang didominasi oleh
KMP pada saat pileg terlihat tidak konsisten dalam mengusung Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa, sedangkan kab/kota yang didominasi KIH pada saat pileg
lebih konsisten yaitu hanya 11 kab/kota yang dimenangkan oleh Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa.
230
250
jumlah kab/kota
200
159
150
97
KIH
100
KMP
50
11
0
Jokowi-JK
Prabowo-Hatta
Capres-Cawapres
Gambar 1 Pergeseran suara pasangan capres dan koalisi partai pada pemilu 2014
Kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini tidak terlepas dari
solidnya konsolidasi dan sosialisasi anggota partai yang tergabung dalam KIH di
daerah dengan tetap untuk mendukung pasangan yang diusung dari koalisi ini,
meskipun suara PKB terpecah karena ketua umum PBNU menyatakan
dukungannya terhadap pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Hal ini tidak
berpengaruh terhadap simpatisan PKB yang notabene merupakan partai dari
kalangan NU.
Faktor utama yang menyebabkan kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf
Kalla yaitu adalah sosok kharismatis dari Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sosok
Joko Widodo yang dikenal oleh masyarakat merupakan tokoh yang dikenal
merakyat, dan suka blusukan serta berasal dari kalangan bawah yang menjadi
daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk memilihnya sebagai presiden pilihan
rakyat. Selanjutnya, Jusuf Kalla merupakan sosok yang fenomenal yang sarat
dengan pengalamannya di pemerintahan dengan pengalaman terakhir sebagai
wakil presiden periode 2004-2009. Jusuf Kalla yang juga merupakan mantan
ketua umum partai Golkar tidak didukung secara resmi oleh partai yang
membesarkannya, akan tetapi Jusuf Kalla mampu memecah kekuatan Golkar
dengan mendapat dukungan dari kader dan simpatisan Golkar di daerah. Hal ini
dikarenakan Jusuf Kalla merupakan sosok yang sangat dihormati dan disegani di
internal partai Golkar.
13
Jusuf Kalla terbukti mempunyai kepiawaian dalam menangani masalah
konflik di beberapa daerah di Indonesia saat menjabat sebagai wakil presiden,
antara lain Poso, Ambon dan Aceh sehingga penduduk setempat mempunyai
ikatan emosional dengan sosok Jusuf Kalla. Namun kenyataannya perolehan
suaranya tidak menang di Aceh dan Maluku Utara
Pascapilpres 2014
Pascapilpres 9 Juli 2014, Indonesia mengalami suhu politik yang sangat
memanas dan menimbulkan kondisi yang kurang kondusif bagi persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini disebabkan pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua calon
presiden yang menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Dua calon presiden
sudah saling menyatakan kemenangan meskipun masih berdasarkan pada lembaga
survey.
Deklarasi kemenangan pertama kali diungkapkan oleh Megawati Soekarno
Putri yang merupakan pendukung utama Joko Widodo-Jusuf Kalla. Megawati
sudah menyatakan kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang
merupakan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung oleh
KIH. Sementara tim pemenangan Prabowo-Hatta pun tidak lama kemudian
mendeklarasikan kemenangannya berdasarkan pada lembaga survei yang
mendukung mereka. Berdasarkan hasil perhitungan cepat lembaga survei versi
calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, mereka pun menang dengan
jumlah persentase yang cukup ketat yaitu 51.67% untuk Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya 48.33%. Sementara itu versi
lembaga survei pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul 52.95%
dibandingkan Prabowo-Hatta 47.05%. (Wajiran 2014)
Tensi ketegangan masing-masing pendukung semakin meningkat ketika
media sosial, televisi, koran dan internet menampilkan pernyataan kemenangan
masing-masing pihak. Suasana semakin memanas setelah KPU mengumumkan
hasil perhitungannya dengan memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
dengan meraih suara 53.15% mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa yang meraih suara 46.85% bahkan Pemerintah harus mengerahkan lebih
dari 250.000 personel polisi di seluruh Indonesia untuk menjaga keamanan agar
kondisi tetap aman terkendali. Hasil keputusan KPU tersebut membuat kubu
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menarik diri dari proses pemilihan umum setelah
sebelumnya menegaskan kemenangannya sejak hasil hitung cepat dirilis. Kubu
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengatakan telah terjadi kecurangan masif dan
sistematis sehingga menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum.
(Permana 2014)
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melakukan gugatan terhadap KPU dengan
melaporkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
semuanya ditolak oleh MK dan DKPP. Pada tanggal 17 Oktober 2014, akhirnya
Prabowo Subianto telah menerima kekalahannya dan mengucapkan selamat
kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dilantik pada tanggal 20 Oktober
2014. (Jayabuana 2014)
14
Pengujian Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui apakah ada
korelasi kuat antara peubah bebas pada model ini. Jika terjadi multikolineritas,
maka pendugaan parameternya menjadi tidak stabil, sehingga interpretasinya
menjadi tidak tepat. Hasil pemeriksaan multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 3.
Indikasi terjadi multikolinearitas adalah adanya korelasi yang kuat antar
peubah bebas yang ditunjukkan dengan angka korelasi berkisar > 0.7 atau < -0.7
(Lind et al. 2006). Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada peubah bebas yang nilai
korelasinya berada pada interval tersebut, sehingga dapat disimpulkan tidak ada
multikolinearitas diantara peubah-peubah bebas dalam model. Oleh karena itu,
langkah selanjutnya dapat dilakukan analisis regresi logistik.
Tabel 3 Nilai korelasi antar peubah bebas
Parameter
AMH
RLS
PENG
KIH
AHH
0.0810
-0.4756
0.0281
-0.1250
AMH
RLS
PENG
-0.6199
-0.0139
0.0260
-0.0192
0.0655
-0.0018
Analisis Regresi Logistik
Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pemilih dari suatu
kab/kota untuk memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan calon presiden dan calon wakil
presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat menggunakan analisis regresi logistik.
Hal ini dikarenakan pada peubah responnya berasal dari proses binom. Peubah
penjelas yang diduga mempengaruhi peubah respon yaitu AHH, AMH, RLS,
pengeluaran per kapita yang disesuaikan, serta koalisi partai politik yang
tergabung dalam KMP dan KIH
Tabel 4 Pendugaan parameter regresi logistik dan kriteria kecocokan model
Parameter
Intercept
AHH
AMH
RLS
PENG
KIH
kriteria
Deviance
Pearson
Dugaan
-6.07260
0.11080
-0.01750
-0.08010
0.00007
1.81870
nilai
7610685.58
7375775.29
galat baku
0.005450
0.000070
0.000030
0.000180
0.000001
0.001690
db
nilai/db
491 15500.38
491 15021.95
nilai-p
DALAM REGRESI LOGISTIK BERMASALAH LAJAK-RAGAM
(OVERDISPERSION) : KASUS PEMILU INDONESIA 2014
FIRMAN HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Perbandingan Metode
Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam
(Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Firman Hidayat
NIM G152130071
RINGKASAN
FIRMAN HIDAYAT. Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom
dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus
Pemilu Indonesia 2014. Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO
dan BAGUS SARTONO.
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini di Indonesia merupakan sistem
pemilihan langsung yang memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat
pemilih untuk menentukan partai, calon anggota legislatif, dan calon presiden
yang akan mereka pilih. Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei
Indonesia pada tahun 2011 (LSI 2011) menemukan bahwa instabilitas pemilihan
legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) kemungkinan terkait dengan
rasionalitas dari pemilih. Rasionalitas pemilih tersebut di setiap kabupaten/kota di
Indonesia berbeda-beda. Faktor rasionalitas tercermin dari nilai komponen Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yaitu Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata
Lama Sekolah (RLS). Irvani (2012) dalam penelitiannya pada kasus pilpres 2009,
menunjukkan bahwa Kondisi ekonomi-politik, identitas partai dan kualitas calon
yang bersaing merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong keputusan memilih
calon presiden. Pada penelitian ini akan dibahas faktor rasionalitas dan faktor
ideologis yang tercermin pada pilihan partai pada saat pemilu legislatif terhadap
keputusan memilih calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau Joko
Widodo-Jusuf Kalla
Regresi logistik merupakan regresi yang digunakan ketika peubah
responnya berupa biner. Akan tetapi pada regresi logistik seringkali terjadi
masalah ketika ragam dari peubah respons tidak mengikuti ragam dari sebaran
binom, yaitu n (1 ) . Jika ragam dari peubah respons lebih besar dari ragam
sebaran binom maka masalah ini di dalam literatur dikenal sebagai masalah lajak
ragam. Metode yang digunakan untuk menangani lajak-ragam pada penelitian ini
adalah dengan metode Williams dan Beta-Binom.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil perolehan suara
pilpres 2014 menurut kab/kotadan data perolehan suara partai politik pada pileg
2014 serta data nilai komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), AMH,
RLS, dan Pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Berdasarkan analisis regresi
logistik terdapat masalah lajak ragam, sehingga dapat ditangani dengan metode
Williams dan Beta-Binom. Metode Williams merupakan metode yang lebih baik
dibandingkan metode Beta-Binom dalam mengatasi masalah lajak ragam. Hal itu
dikarenakan pada metode Williams mempunyai nilai Akaike Information
Criterion (AIC) lebih kecil daripada metode Beta-Binom yaitu 8210.747 untuk
metode Williams dan 11380.200 untuk metode Beta-Binom. Peubah-peubah yang
berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi keputusan pemilih pada pilpres
2014 adalah AHH, AMH, RLS, dan KIH.
Nilai rasio odds (Odds Ratio) untuk peubah AHH sebesar 1.079 yang berarti
setiap kenaikan 1 tahun AHH, maka akan menaikkan perolehan suara pasangan
presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 1.079 kali dibandingkan pasangan
presiden Prabowo Subianto-Hatta. Nilai rasio odds AMH sebesar 0.985 berarti
bahwa setiap kenaikan 1 persen AMH akan menurunkan perolehan suara
pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 0.985 kali dibandingkan
pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai rasio odds RLS sebesar
0.911 berarti bahwa setiap kenaikan 1 tahun RLS, maka akan menurunkan
perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 0.911 kali
dibandingkan memilih pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai
rasio odds KIH sebesar 6.162 berarti bahwa setiap kenaikan 1 persen KIH, maka
akan menaikkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla
sebesar 6.162 kali dibandingkan memilih pasangan presiden Prabowo SubiantoHatta Rajasa.
Faktor rasionalitas pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla
mempunyai rasionalitas yang lebih rendah dibandingkan pemilih yang memilih
Prabowo-Hatta. Hal itu disebabkan nilai AMH dan RLS kab/kota dari domisili
pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai nilai yang lebih
rendah dibandingkan kab/kota dari domisili pemilih yang memilih PrabowoHatta. Faktor ideologis partai dari pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf
Kalla mayoritas berasal dari pemilih yang memilih partai yang tergabung dalam
KMP pada saat pileg berlangsung. Hal ini menunjukkan faktor ideologis partai
pada hasil pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak berpengaruh nyata
Kata kunci : lajak-ragam, metode Williams, pemilu, regresi Beta-Binom, regresi
logistik.
SUMMARY
FIRMAN HIDAYAT. Comparison of Williams and Beta-Binomial Methods
Logistic Regression Accounting for Overdispersion: A Case of Indonesia General
Election Data 2014. Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and
BAGUS SARTONO.
The Systems Election in Indonesia today is the direct election system that
provides complete freedom for voters to determine the parties, legislative
candidates, and presidential candidate that they will vote. The results of a survey
was conducted by the Indonesian Survey Institute in 2011 (LSI 2011) found that
the instability of the legislative and presidential elections may be linked to the
rationality of voters. The rationality of voters in each district / city in Indonesia
vary. Rationality factors can be reflected by components Human Development
Index (HDI) is the literacy rate (AMH) and the mean years school (RLS). Irvani
(2012) in his research at the case of the presidential election in 2009, showed that
the political-economic conditions, the identity of parties and the candidates quality
competing were factors that could encourage the decision to choose a presidential
candidates. This research will be discussed rationality and ideological factors were
reflected on the choice of the parties at the legislative election to the decision to
choose Prabowo-Hatta or Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Regression Logistic was the regression that could be used when the
response variable was binary form. However, the logistic regression often occurs
anomaly when the variance of the response y not follow variety of binomial
distribution, namely n (1 ) . If the variance of the response is greater than a
variety of binomial distribution then this problem in the literature is known as the
overdispersion problem. The method that is used to handle overdispersion in this
study is Williams Method and Beta-Binomial.
The data used in this research were the data vote results of presidential
election 2014 according to districts / cities and the data vote results of political
parties in legislative election 2014, and the data components of HDI value were
life expectancy (AHH), literacy rate (AMH), mean years school (RLS) and
expenditure per capita adjusted.
Based on logistic regression analysis, there was a overdispersion problem,
so it can be handled by Williams and beta binomial methods. The Williams
method was better than beta binomial method in overcame overdispersion
problem. That's because Williams method has a value Akaike Information
Criterion (AIC) and standard error were smaller than beta binomial. AIC value
Williams method was 8210.747 smaller than beta binomial was 11380.2. The
variables that affected significantly in influencing the decision of voters in the
presidential election 2014 were AHH, AMH, RLS, and KIH
OR value for AHH was 1.079 which means that every increase of 1 year
AHH, it would increase the number of votes Joko Widodo-Jusuf Kalla by 1.079
times compared Prabowo-Hatta. OR value for AMH was 0.985 that every
increase 1 percent AMH would be lowered number of votes Joko Widodopresident Jusuf Kalla by 0.985 times compared Prabowo-Hatta. OR value for
RLS was 0.911, that each increase of 1 year RLS, it would lower number of votes
Joko Widodo-president Jusuf Kalla by 0.911 times compared to choose Prabowo-
Hatta. Furthermore, OR value for KIH was 6.162 that every increase of 1 percent
KIH, it would raise the number of votes Joko Widodo-Jusuf Kalla by 6162 times
compared to choose Prabowo-Hatta.
The rationality factor of voters who voted Joko Widodo-Jusuf Kalla has a
rationality that is lower than the voters who choose Prabowo-Hatta. That is
because the value of AMH and RLS districts / cities came from voters who voted
Joko Widodo-Jusuf Kalla has a lower value than districts / cities came from voters
that choose Prabowo-Hatta. The ideological parties factor of voters who voted
Joko Widodo-Jusuf Kalla, the majority came from voters who vote for parties
which are members of the KMP at legislative election. This showed ideological
parties factors at winnings Joko Widodo-Jusuf Kalla had no significant effect
Keywords : Overdispersion, Williams’Method, General Election, Beta-Binomial
Regression, Logistic regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERBANDINGAN METODE WILLIAMS DAN BETA-BINOM
DALAM REGRESI LOGISTIK BERMASALAH LAJAK-RAGAM
(OVERDISPERSION) : KASUS PEMILU INDONESIA 2014
FIRMAN HIDAYAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Indahwati, M.Si
Judul Tesis :
Nama
NIM
Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi
Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) :
Kasus Pemilu Indonesia 2014
: Firman Hidayat
: G152130071
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Ketua
Dr. Bagus Sartono, M.Si
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Indahwati, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 28 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik
Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014”.
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk
dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar
Notodiputro, M.S dan Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si selaku pembimbing, atas
kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada
penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Indahwati,
M.Si selaku penguji luar komisi pembimbing atas masukan yang
diberikan.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada
seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik
penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta
seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya
selama ini.
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang takterhingga juga
penulis ucapkan kepada kedua orangtuaku Bapak Asropi dan Ibu Karimah yang
telah membesarkan, mendidik dan memberikan semangat penulis disetiap
langkahnya dengan penuh kasih sayang serta mendoakan penulis tiada hentinya
demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga istriku
tercinta Siti Nur Kholifah serta seluruh keluargaku atas doa dan semangatnya.
Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan
kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam
menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor,
September 2015
Firman Hidayat
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Keluaran yang diharapkan
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Logistik
Lajak Ragam
Metode Williams
Regresi Beta-Binom
Pengujian Parameter
Pengujian Kesesuaian Model
Pemilihan Model Terbaik
METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemrosesan Data Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014
Pemrosesan Data Komponen IPM 2013
Deskripsi Hasil Pemilihan Legislatif 2014
Deskripsi Hasil Pemilihan Presiden 2014
Pascapilpres 2014
Pengujian Multikolinieritas
Analisis Regresi Logistik
Perbandingan Hasil Regresi Logistik, Metode Williams dan Beta Binom
Pemilihan Model Terbaik
Rasionalitas dan Ideologis Partai
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
2
3
3
3
3
4
5
5
6
7
7
7
7
8
9
9
10
10
10
13
14
14
15
16
18
19
19
19
19
21
28
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Deskripsi jumlah pemilih serta jumlah suara pileg & pilpres 2014
10
Koalisi partai yang unggul pada pileg terhadap hasil pilpres
11
Nilai korelasi antar peubah bebas
14
Pendugaan parameter regresi logistik & kriteria kecocokan model
14
Ukuran statistik untuk mendeteksi lajak-ragam
15
Perbandingan hasil Williams dan hasil Beta-Binom pada model penuh
16
Perbandingan hasil Williams dan hasil Beta-Binom pada model tidak penuh 16
Selang kepercayaan 95% rasio odds
17
DAFTAR GAMBAR
1
Pergeseran suara pasangan capres dan koalisi partai pada pemilu 2014
12
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Data rata-rata perolehan suara pada pileg dan pilpres 2014 serta komponen
IPM 2013 per provinsi
Pergeseran perolehan suara dari hasil pileg ke hasil pilpres yaitu dari KIH
ke Prabowo-Hatta & dari KMP ke Jokowi-Jusuf Kalla
Peta tematik keunggulan KMP & KIH pada pileg 2014 tingkat kab/kota
Peta tematik persentase suara KIH pada pileg 2014 tingkat provinsi
Peta tematik kemenangan capres dan cawapres pada pilpres 2014
tingkat kab/kota
Peta tematik persentase suara Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres 2014
tingkat provinsi
21
22
24
25
26
27
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini di Indonesia merupakan sistem
pemilihan langsung yang memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat
pemilih untuk menentukan partai, calon anggota legislatif, dan calon presiden
yang akan mereka pilih. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)
2014 merupakan pilpres ketiga yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Di sisi lain, ketatnya kualifikasi kepesertaan pemilu menyebabkan tingginya
derajat kompetisi (competitiveness) partai peserta pemilu 2014 yang diikuti 12
partai dan 2 pasang calon presiden dan calon wakil presiden. Pada pilpres 2014
terdapat kekuatan 2 Koalisi yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi
Merah Putih (KMP). KIH terdiri atas 5 partai yaitu Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Partai Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai
Nasdem, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sedangkan KMP
terdiri atas 7 Partai yaitu Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai
Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Sedangkan jumlah
pasangan calon presiden dan wakil presiden terdapat 2 pasangan yaitu pasangan
nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan nomor urut 2 Joko
Widodo-Jusuf Kalla.
Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada tahun
2011 (LSI 2011) menemukan bahwa instabilitas pemilihan legislatif dan
pemilihan presiden kemungkinan terkait dengan rasionalitas dari pemilih.
Rasionalitas pemilih tersebut di setiap kabupaten/kota di Indonesia berbeda-beda.
Hal itu dikarenakan setiap kabupaten/kota mempunyai nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang berbeda. Penilaian IPM ini berdasarkan komponennya
berupa Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata
Lama Sekolah (RLS), dan pengeluaran perkapita yang disesuaikan. IPM terdiri
dari 3 dimensi yaitu dimensi kesehatan yang diukur dengan AHH, dimensi
pendidikan yang diukur dengan AMH dan RLS, serta dimensi standar hidup
layak. United Nations Development Programme (UNDP) mengukur standar hidup
layak dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan,
sedangkan BPS menggunakan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (BPS
2008).
IPM merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia
dengan melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Angka IPM berkisar
antara 0 hingga 100. Semakin mendekati 100, maka diindikasikan pembangunan
manusia semakin baik. Berdasarkan nilai IPM, UNDP membagi status
pembangunan manusia ke dalam 3 (tiga) kriteria, yaitu: rendah untuk IPM kurang
dari 50, sedang atau menengah untuk nilai IPM antara 50 – 79,9 dan tinggi untuk
nilai IPM 80 ke atas. Namun ada pula yang membagi lagi kategori menengah
menjadi kategori menengah bawah (Nilai IPM 50 – 65,9) dan menengah atas
(Nilai IPM 66 – 79,9) (BPS 2008)
Irvani (2012) dalam penelitiannya pada kasus pilpres 2009, menunjukkan
bahwa Kondisi ekonomi-politik, identitas partai dan kualitas calon yang bersaing
2
merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong keputusan memilih calon
presiden. Pada penelitian ini akan dibahas faktor rasionalitas dari pemilih yang
dapat tercermin dari nilai AMH dan RLS di suatu kab/kota. serta faktor ideologis
partai yang tercermin pada pilihan partai pada saat pemilu legislatif (pileg)
terhadap keputusan memilih calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Faktor rasionalitas pemilih di suatu kab/kota berbedabeda. Semakin tinggi tingkat rasionalitas pemilih di suatu kab/kota, maka semakin
tinggi pula nilai AMH dan RLS di suatu kab/kota tersebut. Sebaliknya faktor
ideologis partai dari pemilih dapat dilihat dari kekonsistenan pemilih pada pilihan
partai pada saat pileg terhadap pilihan calon presiden (capres) dan calon wakil
presiden (cawapres) yang diusung oleh koalisi partai yang dipilihnya.
Dengan demikian, peneliti ingin menduga apakah pemilih di Indonesia
merupakan pemilih yang rasional atau tidak serta apakah pemilih tersebut
cenderung memegang ideologis atau tidak dengan koalisi partai politik tertentu
terhadap pemilihan presiden 2014 antara pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dengan menggunakan regresi logistik, permasalahan tersebut bisa teratasi
karena regresi logistik merupakan regresi yang digunakan ketika peubah
responnya bersifat biner. Akan tetapi pada regresi logistik seringkali terjadi
masalah ketika ragam dari peubah respons tidak mengikuti ragam dari sebaran
binom, yaitu n (1 ) . Jika ragam dari peubah respons lebih besar dari ragam
sebaran binom maka masalah ini di dalam literatur dikenal sebagai masalah lajak
ragam. Jadi, secara umum, lajak-ragam adalah suatu keadaan dimana keragaman
dari data lebih besar dari keragaman yang seharusnya diperoleh sesuai dengan
model statistika digunakan. Beberapa penyebab lajak-ragam adalah keliru dalam
menspesifikasikan komponen sistematik, adanya satu atau lebih data pencilan,
fungsi penghubung logistik yang digunakan terhadap model tidak tepat, adanya
korelasi antar pengamatan (Hinde dan Demetrio 2007).
Adanya lajak-ragam menyebabkan penarikan kesimpulan yang tidak tepat.
Ada beberapa cara untuk mengatasi lajak-ragam diantaranya regresi logistik
dengan pengaruh acak, model Beta-Binom, metode Williams, Persamaan
Pendugaan Terampat atau Generalized Estimating Equation (GEE). Metode yang
digunakan untuk menangani lajak-ragam pada penelitian ini adalah dengan
metode Williams dan Beta-Binom. Ide dari metode Williams yaitu menyamakan
nilai chi-square Pearson dengan aproksimasi nilai harapan. Metode ini
memberikan pembobot i pada pengamatan sehingga menghasilkan persamaan
statistik chi-square Pearson yang didekati dengan nilai harapan. Sedangkan
Model Beta-Binom digunakan untuk mengakomodasi ragam dari peluang respon
dengan menggunakan sebaran Beta.
Dengan demikian akan diperoleh bagaimana model regresi logistik beserta
penanganan lajak-ragam untuk hasil pilpres dan membandingkan model yang
lebih baik diantara metode Williams dengan metode Beta-Binom.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana mengkaji regresi logistik bermasalah lajak ragam?
3
2. Bagaimana mengevaluasi model Williams dan Beta-Binom dalam
menangani lajak ragam?
3. Apakah rasionalitas dan ideologis partai dari pemilih dapat mempengaruhi
keputusan dalam memilih pasangan calon presiden dan calon wakil
presiden pada pemilihan presiden 2014?
4. Bagaimana membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut
kab/kota se-Indonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji model regresi logistik bermasalah lajak ragam
2. Mengevaluasi model Williams dan Beta-Binom dalam menangani lajak
ragam.
3. Mengkaji rasionalitas dan ideologis partai dari pemilih pada pemilihan
presiden 2014
4. Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota seIndonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Keluaran yang Diharapkan
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan model terbaik untuk hasil pilpres yang mengandung lajakragam
2. Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota seIndonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
2
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Logistik
Analisis regresi logistik dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
beberapa peubah bebas terhadap peubah respon kategorik.
Model umum regresi logistik biner adalah sebagai berikut :
exp( 0 1 x1 ... p x p )
( x)
(2.1)
1 exp( 0 1 xi ... p x p )
dengan ( x) menyatakan peluang sukses, p menyatakan parameterparameter regresi, x p adalah pengamatan peubah bebas ke-p.
Fungsi ( x) merupakan fungsi nonlinear sehingga perlu dilakukan
transformasi logistik untuk memperoleh fungsi yang linear agar dapat dilihat
hubungan antara peubah respon y dengan peubah bebas x. Bentuk logistik dari
( x) yang merupakan fungsi penghubung dinyatakan sebagai g(x) pada
persamaan (2.1), yaitu:
4
( x)
(2.2)
g ( x) log
1 ( x)
Kemudian persamaan (2.1) disubstitusikan pada persamaan (2.2) sehingga
diperoleh:
( x)
(2.3)
g ( x) log
0 1 x1 ... p x p
1 ( x)
(Hosmer dan Lemeshow 2000)
Lajak-Ragam
Lajak-ragam terjadi jika ragam sebenarnya lebih besar dari pada ragam
dugaan (ragam distribusi binomial). Lajak-ragam sering terjadi ketika melakukan
pengepasan model berdasarkan sebaran Binomial atau Poisson. Implikasinya,
untuk model yang benar, nilai statistik Chi-square Pearson dibagi dengan derajat
bebasnya akan bernilai sama dengan 1. Lajak-ragam terjadi jika nilai tersebut jauh
melebihi dari 1, dan underdispersion terjadi jika nilai tersebut jauh kurang dari 1.
Hinde dan Demetrio (2007) mengatakan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh
lajak-ragam adalah galat bakunya akan mengalami underestimate sehingga hasil
pengujian hipotesis menjadi tidak tepat. Hasil pengujian hipotesis yang tidak tepat
akan mengakibatkan interpretasi yang salah dan penarikan kesimpulan yang salah
pula mengenai hubungan antara peubah bebas dengan peubah respon.
Hosmer dan Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa ada dua statistik yang
digunakan untuk menguji kelayakkan model yaitu Chi-square Pearson dan
Devians. Kedua statistik ini merupakan fungsi dari sisaan, yaitu selisih dari nilai
aktual dengan nilai dugaan. Nilai sisaan Pearson untuk amatan ke-i dinyatakan
sebagai berikut:
2
n
yi i ni
2
i 1 n 1
i i
i
Sedangkan nilai sisaan devians untuk amatan ke-i dinyatakan sebagai berikut:
1/ 2
y
(n yi )
d ( yi , i ) 2 yi ln i ni yi ln i
ni i
ni (1 i )
Sehingga devians dapat dinyatakan sebagai berikut:
n
D d ( yi , i )2
i 1
Chi-square Pearson dan devians akan mengikuti sebaran 2 dengan
derajat bebas (n-p), dengan n adalah banyaknya pengamatan dan p adalah
banyaknya parameter dalam model yang diduga. Jika model regresi logistik yang
digunakan terhadap data itu layak, maka Chi-square Pearson dan devians akan
mendekati nilai derajat bebasnya. Hal ini dapat dijelaskan karena nilai harapan
dari sebaran 2 sama dengan derajat bebasnya. Jika nilai Chi-square Pearson dan
devians jauh lebih besar dari derajat bebasnya, maka asumsi dari keragaman
binom tidak terpenuhi dan data menunjukkan lajak-ragam.
5
Metode Williams
Prosedur penanganan lajak-ragam pada regresi logistik pertama kali
diperkenalkan oleh Williams yang disebut dengan pendekatan Williams atau
metode Williams (Collet 2003). Metode Williams digunakan untuk menangani
lajak-ragam dengan cara memberi bobot pada pendugaan parameter regresi
logistik sehingga ragam antara peluang responnya menjadi stabil ketika ragamnya
sebagai berikut:
var( y) n (1 )
Williams (1982) menduga parameter skala yang tidak diketahui dengan
nilai persamaan dari statistik Chi-square Pearson untuk model penuh. Misalkan
i* adalah bobot pengamatan ke-i, maka statistik Chi-square Pearson sebagai
berikut:
* ( y n )2
2 i i i i
i ni 1 i
dengan i* 1/ 1 ni 1
Nilai harapan dari 2 adalah
E 2 i* (1 i*vi di )[1 (n1 1)]
n
i 1
dimana
vi i ni (1 i ) dan di adalah elemen diagonal dari matriks ragam
peragam prediktor, i j x ji . Parameter skala diduga dengan prosedur
iterasi. Jika skala dapat dioptimasi, maka i * dapat digunakan untuk
memboboti model yang cocok. (Collet 2003). Jika =0, maka akan terjadi
persamaan regresi logistik (2.3). Metode Williams hanya bisa digunakan jika
peubah respon berbentuk yi / ni (SAS institute 2009)
Regresi Beta Binom
Regresi beta-binom dapat digunakan untuk menangani lajak-ragam. BetaBinom juga digunakan untuk mencocokan data binom dengan memodelkan ragam
peluang respon menggunakan sebaran beta. Karena sebaran beta mempunyai
kisaran atau range (0,1) maka hal ini sama dengan nilai peluang. Misalkan i
menyebar dengan sebaran beta dengan parameter dan
i ~ Beta ( , ) , >0 , >0
Maka fungsi kepekatan peluang (fkp) sebagai berikut:
( ) 1
f ( )
(1 ) 1 , dimana 0 1
( )( )
Menurut Agresti (2002), sebaran beta-binom adalah gabungan sebaran beta
dengan sebaran binom, yaitu y diasumsikan mengikuti sebaran binom dan
6
mengikuti sebaran beta. Fungsi kepekatan peluang dari sebaran beta binom adalah
sebagai berikut :
n y n y
(2.4)
f y; ,
y ( ) ( y n y )
Sehingga akan diperoleh nilai tengah dan ragam dari sebaran beta binom sebagai
berikut:
E ( y | ni ) ni
Var ( y | ni ) ni
( ni )
( ) 2 ( 1)
Pendugaan parameter regresi beta binom dilakukan dengan pendekatan
kemungkinan maksimum. Pendugaan parameter regresi beta binom menggunakan
metode iterasi Newton-Raphson untuk memaksimumkan fungsi kemungkinan,
sehingga diperoleh model regresi beta-binom sebagai berikut:
Logit (i ) 1 x1 2 x2 ... i xi
Pengujian Parameter
Pengujian terhadap pendugaan p parameter dilakukan secara simultan
menggunakan likelihood ratio test dengan hipotesis:
H0 : 1 2 ... p 0
H1 : paling sedikit terdapat satu dimana j 0
Statistik uji:
L ( )
G 2ln 0
2[ln L0 ( ) ln Lp ( )]
Lp ( )
dengan dengan L0 ( ) adalah likelihood dari model tanpa peubah bebas,
sedangkan Lp ( ) adalah likelihood dari model dengan p peubah bebas.
Jika G 2(1 ;v ) hipotesis nol diterima.
Pengujian terhadap pendugaan p parameter dilakukan secara parsial menggunakan
statistik uji Wald, dengan hipotesis:
H0 : j 0
H1 : j 0 j= (1,…,p)
Statistik uji:
j
Wj
)
SE (
j
Statistik uji W j mengikuti sebaran normal baku
Hipotesis nol ditolak jika | W j | Z( / 2) (Hosmer dan Lemeshow 2000)
7
Pengujian Kesesuaian Model
Untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai atau tidak, maka perlu
dilakukan pengujian kesesuaian model atau goodness of fit. Adapun statistik uji
yang digunakan adalah 2 Pearson dengan hipotesis:
H0 : model sudah sesuai dengan data (tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai pengamatan dengan nilai dugaan dari model)
H1 : model tidak sesuai dengan data (terdapat perbedaan yang signifikan antara
nilai pengamatan dengan nilai dugaan dari model)
Statistik uji :
2
n
yi i ni
2
i 1 n 1
i i
i
H0 ditolak jika 2 2( ;n p ) (Hosmer dan Lemeshow 2000)
Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan dan kriteria kecocokan model perlu memperhatikan prinsip
parsimony, yaitu kesederhanaan model. Model yang baik adalah banyak
parameter yang diduga lebih sedikit. Ukuran parsimony yang sering digunakan
adalah Bayesian Information Criterion (BIC) dan Akaike Information Criterion
(AIC) yang didefinisikan sebagai berikut:
AIC= -2 ln L( )+2p
BIC= -2 ln L( )+p ln (n)
dimana L( ) adalah nilai maksimum Likelihood, p menunjukkan banyak
parameter dalam model dan n merupakan banyak objek pengamatan. Model
terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan BIC terkecil yang
menunjukkan bahwa model yang dihasilkan lebih dapat menjelaskan variasi data
(Kutner et al. 2004)
3
METODE PENELITIAN
Data
Penelitian ini menggunakan data hasil pilpres 2014 dan data hasil suara
parpol 2014 menurut kabupaten/kota di seluruh Indonesia dari KPU yang berasal
dari situs www.kpu.go.id dan meminta langsung ke bagian humas KPU pada
tanggal 14 November 2014, serta data dari BPS yaitu komponen IPM 2013 (AHH,
AMH, RLS, Pengeluaran per kapita yang disesuaikan) menurut Kab/Kota yang
berasal dari situs www.bps.go.id
Data rata-rata pada tingkat provinsi yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Lampiran 1. Peubah respon yang menjadi perhatian yaitu persentase
perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan Joko
8
Widodo-Jusuf Kalla yang berasal dari proses Bernoulli atau proses biner. Peubah
penjelasnya adalah sebagai berikut:
x1 = AHH dengan nilai berkisar dari 25-85 tahun
x2 = AMH dengan nilai berkisar dari 0-100 %.
x3 = RLS dengan nilai berkisar dari 0-15 tahun
x4 =Pengeluaran per Kapita yang disesuaikan dengan nilai berkisar dari Rp
360.000 – Rp 732.720
x5 = Persentase suara partai politik yang tergabung dalam KIH (1 - %KMP)
Metode Analisis
Tahapan analisis pada penelitian ini adalah
(1) Melakukan uji multikolinearitas antar peubah bebas.
Untuk memeriksa multikolinearitas dapat dilihat dengan meihat nilai korelasi
antar peubah bebasnya. Jika nilai korelasi antar peubah bebasnya di luar
kisaran -0.7 sampai 0.7, maka terjadi multikolinearitas.
(2) Melakukan pendugaan parameter regresi logistik dengan menggunakan
bantuan perangkat lunak SAS. Berikut model regresi logistik:
( xi )
g ( x) log
0 1 x1 2 x2 3 x3 4 x4 5 x5
1 ( xi )
proporsi _ suara _ jokowi
g ( x) log
proporsi _ suara _ prabowo
0 1 AHH 2 AMH 3 RLS 4 Pengeluaran _ perkapita 5 KIH
(3) Mendeteksi adanya lajak-ragam
Untuk mendeteksi adanya lajak-ragam dilakukan dengan membagi nilai
statistik 2 Pearson dengan derajat bebas. Jika rasio 2 Pearson/db jauh
lebih dari 1 maka terdapat lajak-ragam. Atau jika nilai-p < 0.05 maka
terdapat lajak-ragam juga.
(4) Melakukan pemodelan regresi Beta-Binom dan metode Williams
(5) Melakukan pengujian signifikansi parameter
Untuk melakukan pengujian signifikansi parameter menggunakan statistik uji
Wald atau nilai-p < 0.05 maka parameter tersebut dikatakan signifikan.
(6) Melakukan uji kelayakan model
Untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai atau tidak, maka perlu
dilakukan pengujian kesesuaian model atau goodness of fit. Adapun statistik
uji yang digunakan adalah 2 Pearson.
(7) Pemilihan model terbaik.
Untuk memilih model terbaik digunakan AIC. Model terbaik adalah model
yang memiliki nilai AIC terkecil.
(8) Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota seIndonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data adalah SAS 9.3 dan
Arcgis 10.1. SAS 9.3 digunakan untuk melakukan pendugaan parameter,
penanganan lajak ragam pada regresi logistik serta pemodelan dengan
9
menggunakan model Williams dan Beta-Binom. Sedangkan Arcgis 10.1
digunakan untuk membuat peta perolehan suara KIH dan KMP pada pemilihan
legislatif (pileg) 2014 dan peta perolehan suara pasangan capres-cawapres pada
pilpres 2014.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemrosesan Data Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014
Data pemilihan legislatif (pileg) dilakukan penyaringan terlebih dahulu.
Data yang akan digunakan yaitu data dari suara sah partai politik tiap kab/kota
yang berdasarkan pemilihan anggota DPR RI. Setelah diperoleh data suara sah
partai politik tiap kab/kota, maka dilakukan pengelompokan suara partai politik ke
dalam 2 kelompok yaitu kelompok Koalisi Merah Putih (KMP) dan kelompok
Koalisi Indonesia Hebat (KIH)
Jumlah suara partai politik yang sah dari pemilihan anggota DPR RI sebesar
124.972.491 suara, sedangkan suara yang tidak sah sebesar 14.601.436 suara atau
mencapai 10.46%. Jumlah suara yang tidak sah ini dikarenakan pemilih ada yang
masih belum mengetahui cara memilihnya seperti mencontreng, menyoblos dua
kali dan lupa untuk mencontrengnya atau menyoblosnya. Jumlah pemilih yang
terdaftar pada pileg 2014 sebesar 185.826.024 orang. Berarti ada 46.152.097
orang atau 24.84% merupakan pemilih golongan putih (golput) atau tidak
berpartisipasi dalam pileg 2014 ini. Angka pemilih golput sebesar 24.84% pada
pileg 2014 cenderung turun dibandingkan dengan pileg 2009 yaitu sebesar
49.677.076 atau 29.1%. Menurut KPU, jumlah partisipasi masyarakat Indonesia
pada pileg 2014 telah melampaui target KPU sebesar 75%.
Data yang digunakan pada pilpres 2014 juga dilakukan penyaringan data.
Data yang terpilih pada pilpres yang digunakan untuk analisis yaitu data suara sah
yang memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf
Kalla. Jumlah daftar pemilih pada pilpres 2014 sebesar 190.307.134 pemilih.
Jumlah masyarakat Indonesia yang berpartisipasi pada pilpres 2014 ini sebesar
134.953.967 pemilih atau sebesar 70.91%. Berarti ada 55.353.167 pemilih atau
29.09% dinyatakan sebagai pemilih golput. Angka golput pada pilpres 2014 lebih
tinggi dibandingkan pilpres 2009 yaitu sebesar 49.212.158 pemilih atau 27.77%.
Sedangkan jumlah suara yang sah pada pilpres 2014 sebesar 133.574.277 suara
atau 98.98% dari total pemilih yang aktif berpartisipasi dalam pilpres dan suara
yang tidak sah hanya 1.379.690 suara atau 1.02% dari total pemilih aktif.
Tingginya persentase suara yang sah dari pemilih yang aktif berpartisipasi
pada pilpres ini dipengaruhi karena persaingan yang sangat ketat antara pasangan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sama-sama
menginginkan kemenangan. Berarti pemilih sangat berhati-hati dalam memilih
jangan sampai ada kesalahan dalam memilih yang mengakibatkan suaranya
menjadi tidak sah. Hal ini berbeda dengan hasil pileg 2014 yang mempunyai
persentase suara sah yang lebih rendah daripada pilpres 2014 yaitu sebesar
89.54%. Rangkuman data pileg dan pilpres 2014 dapat dilihat pada Tabel 1
10
Tabel 1 Deskripsi jumlah pemilih serta jumlah suara pileg & pilpres 2014
Jumlah pemilih terdaftar
Jumlah pemilih golput
Jumlah suara pemilih
Jumlah suara tidak sah
Jumlah suara sah
Pileg 2014
185.826.024 orang
46.152.097 orang
139.573.927 orang
14.601.436 suara
124.972.491 suara
Pilpres 2014
190.307.134 orang
55.353.167 orang
134.953.967 orang
1.379.690 suara
133.574.277 suara
Pemrosesan Data Komponen IPM 2013
Data komponen IPM 2013 terdiri dari AHH, AMH, RLS dan pengeluaran
per kapita yang disesuaikan. Pada data ini dilakukan penyaringan terlebih dahulu
karena data yang tersedia di BPS merupakan data komponen IPM kab/kota yang
sudah dimekarkan menjadi 34 provinsi dan 511 kab/kota. Sedangkan dari KPU
masih menggunakan 33 provinsi dan 497 kab/kota, sehingga data pada BPS harus
disamakan dengan data di KPU yaitu 33 provinsi dan 497 kab/kota.
Deskripsi Hasil Pemilihan Legislatif 2014
Partai yang tergabung dalam KMP mendominasi pileg 2014 di seluruh
kab/kota Indonesia yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebanyak 389 kab/kota
dari 497 kab/kota di Indonesia atau 78.27% memilih partai yang tergabung dalam
KMP pada pemilihan legislatif, sedangkan sebesar 108 kab/kota memilih partai
yang tergabung dalam KIH atau 21.73%. Hal ini sangat ironis mengingat PDIP
merupakan partai pemenang pemilu legislatif, akan tetapi pada KMP terdapat
beberapa partai pemenang pemilu urutan ke-2, ke-3, dan ke-4 yaitu partai Golkar,
Gerindra, dan Demokrat.
Lampiran 4 menunjukkan bahwa hasil suara partai yang tergabung dalam
KIH mayoritas mempunyai persentase suara berkisar antara 25.1% - 50%.
Persentase suara terkecil diperoleh partai yang tergabung dalam KIH ada di
provinsi Gorontalo. Hanya 2 provinsi saja dimana persentase suara partai yang
tergabung dalam KIH memperoleh persentase suara diatas 50% yaitu provinsi
Bali dan Kalimantan Tengah yang berturut-turut memperoleh persentase suara
53.6% dan 50.4%. Hal ini dikarenakan kurangnya konsolidasi dan sosialisasi
anggota partai yang tergabung dalam KIH kepada masyarakat yang berada di
kab/kota se-Indonesia sehingga perolehan suaranya menjadi tidak optimum.
Akibatnya, partai yang tergabung dalam KMP lebih dominan memperoleh
persentase suara diatas 50% dengan 31 provinsi pada pileg 2014..
Deskripsi Hasil Pemilihan Presiden 2014
Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang diusung oleh KMP
merupakan calon terkuat untuk memenangi pilpres 2014 dengan menguasai 352
kursi di DPR atau 62.86%, sedangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang
diusung oleh KIH hanya mendapat 208 kursi atau 37.14% di DPR. Hal demikian
11
tidak terbukti bisa memenangkan Prabowo-Hatta dengan mulus, karena Lampiran
5 memperlihatkan bahwa pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla justru
mendominasi pemilihan presiden 2014 di seluruh kab/kota Indonesia.
Sebanyak 327 kab/kota dari 497 kab/kota di Indonesia atau 65.79% memilih
pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung oleh KIH, sedangkan sebesar
170 kab/kota atau 34.21% memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
yang diusung oleh KMP. Hal ini sangat ironis mengingat pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa adalah pasangan yang didukung oleh partai yang tergabung
dalam KMP yang merupakan gabungan partai yang mendominasi suara pada
pemilihan legislatif yang diadakan 3 bulan sebelum pemilihan presiden. Hal ini
menandakan bahwa pemilih di Indonesia cenderung tidak memilih calon presiden
dan calon wakil presiden yang berasal dari koalisi partai yang dipilihnya pada saat
pileg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemilih di Indonesia cenderung tidak
mempunyai ideologis terhadap partai tertentu dalam memilih pasangan calon
presiden dan calon wakil presiden.
Lampiran 6 menunjukkan bahwa pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan mengungguli 23
provinsi dari 33 provinsi di Indonesia atau 69.7%, sedangkan pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa hanya unggul 10 provinsi atau 31.3%. Padahal pada hasil
pileg sebelumnya didominasi oleh KMP dengan unggul 31 provinsi atau sebesar
93.9%. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul mutlak atau memperoleh
persentase suara lebih dari 70% di 4 provinsi yaitu provinsi Bali, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua. Perolehan persentase suara tertinggi Joko
Widodo-Jusuf Kalla diperoleh di provinsi Sulawesi Barat yang memperoleh
persentase suara 73.4% mengungguli suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa. Hal ini dikarenakan adanya Jusuf Kalla yang merupakan sosok
kharismatik di Pulau Sulawesi. Terlebih lagi Jusuf Kalla dibesarkan di Sulawesi
Selatan yang bertetanggaan dengan Sulawesi Barat yang merupakan hasil
pemekaran dari Sulawesi Selatan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa 230 kab/kota dari 389 kab/kota atau 59.13%
yang berasal dari dominasi KMP pada hasil pileg beralih untuk memilih pasangan
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih lebih memilih
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak berdasarkan pada
ideologis ke partai tertentu sehingga 230 kab/kota tersebut dapat dikatakan kurang
konsisten dalam pilpres 2014. Sedangkan 97 kab/kota dari 108 kab/kota atau
89.81% yang berasal dari dominasi KIH pada hasil pileg nampak lebih konsisten
dalam pilpres 2014. Secara lebih rinci, pergeseran perolehan suara dari KIH ke
pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan dari KMP ke pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla per provinsi dapat disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 2 Hubungan koalisi partai yang unggul pada pileg terhadap hasil pilpres
Koalisi yang
unggul pada
pileg
KIH
KMP
Pasangan yang unggul pada pilpres
Jokowi-Jusuf Kalla
Prabowo-Hatta
97 kab/kota
(89.81 %)
230 kab/kota
(59.13 %)
11 kab/kota
(10.19 %)
159 kab/kota
(40.87 %)
jumlah
108 kab/kota
(100 %)
389 kab/kota
(100 %)
12
Gambar 1 memperlihatkan bahwa kemenangan dari pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla di kab/kota banyak didominasi oleh kab/kota yang dikuasai
oleh KMP pada hasil pileg 2014 yaitu dengan memenangkan 230 kab/kota.
Sedangkan 97 kab/kota dimenangkan di kab/kota yang dikuasai oleh KIH pada
hasil pileg 2014. Hal ini membuktikan bahwa kab/kota yang didominasi oleh
KMP pada saat pileg terlihat tidak konsisten dalam mengusung Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa, sedangkan kab/kota yang didominasi KIH pada saat pileg
lebih konsisten yaitu hanya 11 kab/kota yang dimenangkan oleh Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa.
230
250
jumlah kab/kota
200
159
150
97
KIH
100
KMP
50
11
0
Jokowi-JK
Prabowo-Hatta
Capres-Cawapres
Gambar 1 Pergeseran suara pasangan capres dan koalisi partai pada pemilu 2014
Kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini tidak terlepas dari
solidnya konsolidasi dan sosialisasi anggota partai yang tergabung dalam KIH di
daerah dengan tetap untuk mendukung pasangan yang diusung dari koalisi ini,
meskipun suara PKB terpecah karena ketua umum PBNU menyatakan
dukungannya terhadap pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Hal ini tidak
berpengaruh terhadap simpatisan PKB yang notabene merupakan partai dari
kalangan NU.
Faktor utama yang menyebabkan kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf
Kalla yaitu adalah sosok kharismatis dari Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sosok
Joko Widodo yang dikenal oleh masyarakat merupakan tokoh yang dikenal
merakyat, dan suka blusukan serta berasal dari kalangan bawah yang menjadi
daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk memilihnya sebagai presiden pilihan
rakyat. Selanjutnya, Jusuf Kalla merupakan sosok yang fenomenal yang sarat
dengan pengalamannya di pemerintahan dengan pengalaman terakhir sebagai
wakil presiden periode 2004-2009. Jusuf Kalla yang juga merupakan mantan
ketua umum partai Golkar tidak didukung secara resmi oleh partai yang
membesarkannya, akan tetapi Jusuf Kalla mampu memecah kekuatan Golkar
dengan mendapat dukungan dari kader dan simpatisan Golkar di daerah. Hal ini
dikarenakan Jusuf Kalla merupakan sosok yang sangat dihormati dan disegani di
internal partai Golkar.
13
Jusuf Kalla terbukti mempunyai kepiawaian dalam menangani masalah
konflik di beberapa daerah di Indonesia saat menjabat sebagai wakil presiden,
antara lain Poso, Ambon dan Aceh sehingga penduduk setempat mempunyai
ikatan emosional dengan sosok Jusuf Kalla. Namun kenyataannya perolehan
suaranya tidak menang di Aceh dan Maluku Utara
Pascapilpres 2014
Pascapilpres 9 Juli 2014, Indonesia mengalami suhu politik yang sangat
memanas dan menimbulkan kondisi yang kurang kondusif bagi persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini disebabkan pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua calon
presiden yang menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Dua calon presiden
sudah saling menyatakan kemenangan meskipun masih berdasarkan pada lembaga
survey.
Deklarasi kemenangan pertama kali diungkapkan oleh Megawati Soekarno
Putri yang merupakan pendukung utama Joko Widodo-Jusuf Kalla. Megawati
sudah menyatakan kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang
merupakan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung oleh
KIH. Sementara tim pemenangan Prabowo-Hatta pun tidak lama kemudian
mendeklarasikan kemenangannya berdasarkan pada lembaga survei yang
mendukung mereka. Berdasarkan hasil perhitungan cepat lembaga survei versi
calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, mereka pun menang dengan
jumlah persentase yang cukup ketat yaitu 51.67% untuk Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya 48.33%. Sementara itu versi
lembaga survei pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul 52.95%
dibandingkan Prabowo-Hatta 47.05%. (Wajiran 2014)
Tensi ketegangan masing-masing pendukung semakin meningkat ketika
media sosial, televisi, koran dan internet menampilkan pernyataan kemenangan
masing-masing pihak. Suasana semakin memanas setelah KPU mengumumkan
hasil perhitungannya dengan memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
dengan meraih suara 53.15% mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa yang meraih suara 46.85% bahkan Pemerintah harus mengerahkan lebih
dari 250.000 personel polisi di seluruh Indonesia untuk menjaga keamanan agar
kondisi tetap aman terkendali. Hasil keputusan KPU tersebut membuat kubu
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menarik diri dari proses pemilihan umum setelah
sebelumnya menegaskan kemenangannya sejak hasil hitung cepat dirilis. Kubu
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengatakan telah terjadi kecurangan masif dan
sistematis sehingga menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum.
(Permana 2014)
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melakukan gugatan terhadap KPU dengan
melaporkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
semuanya ditolak oleh MK dan DKPP. Pada tanggal 17 Oktober 2014, akhirnya
Prabowo Subianto telah menerima kekalahannya dan mengucapkan selamat
kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dilantik pada tanggal 20 Oktober
2014. (Jayabuana 2014)
14
Pengujian Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui apakah ada
korelasi kuat antara peubah bebas pada model ini. Jika terjadi multikolineritas,
maka pendugaan parameternya menjadi tidak stabil, sehingga interpretasinya
menjadi tidak tepat. Hasil pemeriksaan multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 3.
Indikasi terjadi multikolinearitas adalah adanya korelasi yang kuat antar
peubah bebas yang ditunjukkan dengan angka korelasi berkisar > 0.7 atau < -0.7
(Lind et al. 2006). Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada peubah bebas yang nilai
korelasinya berada pada interval tersebut, sehingga dapat disimpulkan tidak ada
multikolinearitas diantara peubah-peubah bebas dalam model. Oleh karena itu,
langkah selanjutnya dapat dilakukan analisis regresi logistik.
Tabel 3 Nilai korelasi antar peubah bebas
Parameter
AMH
RLS
PENG
KIH
AHH
0.0810
-0.4756
0.0281
-0.1250
AMH
RLS
PENG
-0.6199
-0.0139
0.0260
-0.0192
0.0655
-0.0018
Analisis Regresi Logistik
Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pemilih dari suatu
kab/kota untuk memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan calon presiden dan calon wakil
presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat menggunakan analisis regresi logistik.
Hal ini dikarenakan pada peubah responnya berasal dari proses binom. Peubah
penjelas yang diduga mempengaruhi peubah respon yaitu AHH, AMH, RLS,
pengeluaran per kapita yang disesuaikan, serta koalisi partai politik yang
tergabung dalam KMP dan KIH
Tabel 4 Pendugaan parameter regresi logistik dan kriteria kecocokan model
Parameter
Intercept
AHH
AMH
RLS
PENG
KIH
kriteria
Deviance
Pearson
Dugaan
-6.07260
0.11080
-0.01750
-0.08010
0.00007
1.81870
nilai
7610685.58
7375775.29
galat baku
0.005450
0.000070
0.000030
0.000180
0.000001
0.001690
db
nilai/db
491 15500.38
491 15021.95
nilai-p