Pembuatan dimensi sosial ekonomi pada kubus data dalam spatial online analytical processing untuk persebaran titik panas di provinsi riau

PEMBUATAN DIMENSI SOSIAL EKONOMI PADA KUBUS DATA
DALAM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING UNTUK
PERSEBARAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU

PUTRI THARIQA

ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Dimensi
Sosial Ekonomi pada Kubus Data dalam Spatial Online Analytical Processing
untuk Persebaran Titik Panas di Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Putri Thariqa
NIM G64100111

ABSTRAK
PUTRI THARIQA. Pembuatan Dimensi Sosial Ekonomi pada Kubus Data dalam
Spatial Online Analytical Processing untuk Persebaran Titik Panas di Provinsi
Riau. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG
Titik panas merupakan salah satu indikator terjadinya kebakaran hutan.
Analisis data titik panas akan menghasilkan informasi yang lebih berguna jika
data dikombinasikan dengan karakteristik wilayah yang ada, seperti data kondisi
sosial ekonomi berupa kepadatan penduduk, kepadatan sekolah, dan sumber
penghasilan penduduk. Kaitan titik panas dengan kondisi sosial ekonomi berguna
untuk mempelajari dan mengidentifikasi faktor manusia yang dapat
menyebabkan kebakaran hutan. Pada penelitian sebelumnya telah dibangun
sistem spatial data warehouse yang menggabungkan visualisasi peta dan operasi
Online Analytical Processing (OLAP). Sistem ini dapat memvisualisasikan 5344
titik panas sebagai hasil operasi OLAP berdasarkan dimensi waktu dan lokasi

saja. Namun, sistem ini belum memberikan informasi lain terkait penyebab
kebakaran hutan seperti informasi sosial ekonomi. Tujuan dari penelitian ini
adalah membuat dimensi sosial-ekonomi dalam sistem spatial data warehouse
yang telah ada. Dimensi ditambahkan ke sistem dengan menggunakan schema
workbench dan disimpan dalam fail XML yang akan dibaca oleh server spatial
OLAP GeoMondrian. Pengujian sistem dilakukan dengan memproses input kueri
dan operasi OLAP. Hasil penelitian menunjukan bahwa, modul peta dan modul
JPivot berhasil mengeksekusi kueri dengan benar.
Kata kunci: kebakaran hutan, provinsi riau, spatial data warehouse, spatial
OLAP, titik panas

ABSTRACT
PUTRI THARIQA. Creating Socio Economics Dimension of Data Cube in
Spatial Online Analytical Processing for Distribution of Hot Spot in Riau
Province. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG

A hotspot is an indicator of forest fire occurence. Analyzing hotspot data
will result more useful information if the data are combined with the
characteristics of existing regions, such as socio-economic conditions including
population density, school density, and income source of the community living in

the region. The relation between hotspots and socio-economic conditions is
important to study in order to identify human factors that may cause forest fires.
In the previous research, a spatial data warehouse system combined with the
Online Analytical Processing (OLAP) system was developed. The system can
visualize 5344 hotspots as the results of OLAP s based on the dimension of time
and location only. However, the system does not provide other useful
information related socio-economic factors to analyze the causes of forest fires.
The purpose of this research is to create socio-economy dimensions in the spatial

data warehouse system. The dimensions are added to the system using the
schema workbench and they are stored in the XML file that can be read by the
spatial OLAP server GeoMondrian. System testing was carried out by processing
input queries and OLAP operations. The results show that the map modules and
the jpivot modules successfully executed the queries requested by the users.
Keywords: forest fires, riau province, spatial data warehouse, spatial OLAP,
hotspot

PEMBUATAN DIMENSI SOSIAL EKONOMI PADA KUBUS DATA
DALAM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING UNTUK
PERSEBARAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU


PUTRI THARIQA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji:
Hari Agung Adrianto, SKom MSi
Rina Trisminingsih, SKomp M.T

Judul Skripsi : Pembuatan Dimensi Sosial Ekonomi pada Kubus Data dalam

Spatial Online Analytical Processing untuk Persebaran Titik
Panas di Provinsi Riau.
Nama
: Putri Thariqa
NIM
: G64100111

Disetujui oleh

Dr Imas S. Sitanggang, SSi MKom
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah spatial
online analytical processing, dengan judul Pembuatan Dimensi Sosial Ekonomi
pada Kubus Data dalam Spatial Online Analytical Processing untuk Persebaran
Titik Panas di Provinsi Riau.
Dalam pelaksanaan tugas akhir ini banyak pihak yang selalu memberikan
dukungan dan bantuan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada
1
Bapak, Ibu, dan Mas Rizal yang senantiasa memberikan dukungan, kasih
sayang, doa dan semangat yang tiada henti.
2
Ibu Dr Imas S. Sitanggang, SSi MKom selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan bimbingan dan nasehat selama pengerjaan tugas akhir.
3
Bapak Hari Agung Adrianto SKom MSi dan Ibu Rina Trisminingsih
SKomp MT selaku dosen penguji atas kesediannya menjadi penguji pada
ujian tugas akhir ini.
4

Sergi, Laura, Marina, Fikar, Fildza, Indri, Isnan, Amalia, Nadina, Basith,
Wahyu dan rekan-rekan Ilkom 47 yang selalu memberikan dukungan satu
sama lain.
5
Holiana, Serrli, Reza sahabat yang selalu memberi semangat.
6
Faisal Muhammad yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Putri Thariqa

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Analisis SOLAP Awal

3

Penambahan Dimensi Kondisi Sosial-Ekonomi pada Kubus Data

3

Pengujian Sistem


3

Analisis Hasil Pengujian

4

Peralatan Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Analisis SOLAP Awal

4

Penambahan Dimensi pada Kubus Data


7

Pengujian Sistem

10

Analisis Hasil Pengujian

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Tahap-tahap penelitian
Arsitektur awal sistem SOLAP (Qahhariana 2013)
Alur kerja sistem SOLAP (Qahhariana 2013)
Skema kubus data multidimensi (Qahhariana 2013)
Atribut dalam tabel tb_insource
Atribut dalam tabel tb_school
Atribut dalam tabel tb_populasi
Tabel fakta_forestfire
Skema kubus data multidimensi yang dihasilkan
Output SOLAP dan JPivot yang menampilkan gabungan titik panas
dengan kondisi kepadatan populasi high
Output SOLAP dan Output JPivot yang menampilkan gabungan titik
panas dengan kondisi kepadatan sekolah low
Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan gabungan lokasi titik
panas dengan beberapa sumber penghasilan penduduk
Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, sumber
penghasilan penduduk, dan kepadatan penduduk
Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, sumber
penghasilan penduduk, dan kepadatan sekolah
Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, kepadatan
populasi, dan kepadatan sekolah
Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, kepadatan
populasi, kepadatan sekolah, dan sumber penghasilan penduduk

3
5
6
8
9
9
9
10
11
11
12
13
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Skema kubus data multidimensi dalam bentuk XML
2 Tampilan menu Help
3 Tools untuk proses operasi OLAP

20
22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan yang serius dan
berpengaruh terhadap keseimbangan hutan. Salah satu cara mendeteksi terjadinya
kebakaran hutan dan lahan adalah dengan pengamatan titik panas (hotspot). Titik
api atau titik panas adalah suatu indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu
lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di
sekitarnya (Menhut 2009). Suatu area akan terdeteksi sebagai titik panas apabila
memiliki temperatur yang melebihi ambang batas yaitu 46.85°C (Dephut 2000).
Titik panas hanya memberikan sedikit informasi apabila tidak didukung
oleh analisis dan interpretasi lanjutan. Data titik panas lebih bermanfaat apabila
dikombinasikan dengan karakteristik wilayah seperti kondisi sosial-ekonomi.
Menurut Mangandar (2000), pendorong utama terjadinya kebakaran hutan adalah
faktor sosial ekonomi dan ketidaktahuan penduduk akan pentingnya hutan. Faktor
sosial ekonomi tersebut adalah pertambahan jumlah penduduk, tingkat pendidikan
formal, dan lapangan pekerjaan. Masing-masing kondisi sosial ekonomi memiliki
keterkaitan dengan terjadinya kebakaran hutan. Pertama, kaitan terjadinya
kebakaran hutan dengan pertambahan jumlah penduduk menurut Mangandar
(2000) adalah semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan masyarakat
setempat merambah hutan untuk membuka lahan baru dan menjual lahan tersebut
kepada para pendatang. Kedua, kaitan terjadinya kebakaran hutan dengan kondisi
lapangan pekerjaan adalah sulitnya masyarakat memperoleh pekerjaan dan
keberadaan hutan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja
terutama dalam hal pembukaan lahan hutan, penebangan kayu, pembersihan
lahan, dan lain-lain. Ketiga, kaitan terjadinya kebakaran hutan dengan tingkat
pendidikan formal adalah rendahnya tingkat pendidikan formal dan rendahnya
pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan hutan sebagai areal konservasi
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan.
Data titik panas yang berukuran besar dapat disimpan ke dalam tempat
penyimpanan khusus misalnya data warehouse. Data warehouse umumnya
disertakan dengan konsep online analytical processing (OLAP). Menampilkan
data pada peta untuk membandingkan suatu fenomena yang berbeda dari tahun
ketahun dan menggabungkan peta dengan tabel dan grafik statistik
memungkinkan seseorang untuk mendapat informasi lebih baik untuk menangani
data spasial. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggabungkan Sistem
Informasi Geografis (GIS) dengan On-Line Analytical Processing (OLAP)
sehingga menghasilkan “SOLAP” (spatial OLAP) (Bedard et al. 2007). Spatial
OLAP disediakan untuk menganalisis data yang berukuran besar dalam spatial
data warehouse, karena spatial OLAP (SOLAP) memungkinkan visualisasi data
melalui kartografi (peta) dan menampilkan non-kartografi (misalnya, tabel)
(Viswanathan dan Schneider 2011). Dengan demikian analisis persebaran titik
panas dapat dilakukan dengan mudah sehingga memudahkan untuk menganalisis
penyebab terjadinya kebakaran hutan.
Pembuatan sistem spatial data warehouse kebakaran hutan di Indonesia
dengan sikronisasi antara visualisasi peta dan query OLAP sudah dilakukan dalam

2
penelitian Imaduddin (2013). Data yang disajikan pada sistem ini terdiri atas dua
modul, yaitu modul JPivot dan modul peta. Modul JPivot menampilkan data hasil
eksekusi kueri dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan modul peta menampilkan
visualisasi kartografis dari data yang terdiri atas layer peta Indonesia dan layer
titik panas. Pada penelitian tersebut telah dilakukan konfigurasi ulang oleh
Wipriyance (2013) dan Qahhariana (2013) sehingga menghasilkan runtime sistem
yang lebih cepat dan jumlah titik panas yang lebih besar. Namun, sistem ini masih
memiliki kekurangan, di antaranya hanya menampilkan data titik panas
berdasarkan waktu dan wilayah, dan belum menyajikan informasi lain yang dapat
digunakan untuk menganalisis penyebab timbulnya titik panas.
Penelitian ini akan membuat dimensi baru pada kubus data dalam spatial
OLAP sehingga dapat memperbaiki kekurangan sistem hasil penelitian
Qahhariana (2013). Pembuatan dimensi kondisi sosial-ekonomi berupa kondisi
kepadatan penduduk, kondisi kepadatan sekolah, dan kondisi mata pencaharian
penduduk di Provinsi Riau. Dimensi yang ditambahkan memiliki tujuan untuk
melihat penyebab terjadinya kebakaran hutan yang biasanya disebabkan oleh ulah
manusia ditinjau dari kepadatan penduduk, sumber penghasilan, dan kepadatan
sekolah. Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan SOLAP yang menyajikan
informasi yang lebih lengkap untuk menganalisis penyebab timbulnya titik panas
di Provinsi Riau.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana melengkapi
informasi yang diberikan oleh SOLAP persebaran titik panas dengan membuat
dimensi sosial ekonomi pada kubus data titik panas hasil penelitian Qahhariana
(2013).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dimensi baru terkait sosial
ekonomi, yaitu kepadatan penduduk, kepadatan sekolah, dan sumber penghasilan
penduduk pada kubus data titik panas dalam SOLAP.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan SOLAP yang dapat
menampilkan informasi lebih lengkap mengenai persebaran titik panas. SOLAP
persebaran titik panas dapat menyajikan informasi yang berguna untuk
pencegahan kebakaran hutan dan untuk mengetahui penyebab terjadinya
kebakaran hutan yang biasanya disebabkan oleh ulah manusia.
Ruang Lingkup Penelitian
1
2

Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data titik panas untuk
wilayah Provinsi Riau dari tahun 2006 sampai tahun 2008.
Penelitian ini difokuskan pada penambahan dimensi kubus data dengan tidak
mengubah fungsi-fungsi yang ada.

3
3

Dimensi yang ditambahkan adalah dimensi terkait sosial ekonomi, yaitu
kepadatan penduduk, kepadatan sekolah, dan sumber penghasilan penduduk
provinsi Riau yang diambil dari data Potensi Desa (PODES) tahun 2008.

METODE PENELITIAN
Data Penelitian dan Area Studi
Penelitian ini menggunakan data titik panas kebakaran hutan dari tahun 2006
hingga tahun 2008 di Provinsi Riau. Data titik panas tahun 2006 sampai 2008
berasal dari FIRMS MODIS Fire/Hotspot, NASA/University of Maryland. Untuk
data sosial ekonomi yang berupa kepadatan penduduk, kepadatan sekolah, dan
sumber penghasilan penduduk diambil dari data potensi desa Provinsi Riau tahun
2008 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Format file yang digunakan pada
data sosial ekonomi adalah shape file.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Seperti ditunjukan dalam
Gambar 1.
Mulai

Analisis SOLAP Awal

Pengujian Sistem

Analisis Hasil Pengujian

Penambahan Dimensi Kondisi
Sosial Ekonomi pada Kubus Data
Selesai

Gambar 1 Tahap-tahap penelitian
1

Analisis SOLAP Awal
Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis sistem hasil
penelitian Wipriyance (2013). Tahap ini dilakukan untuk mengetahui arsitektur
sistem secara detil sehingga akan memudahkan tahap penelitian selanjutnya.
Analisis sistem yang dilakukan meliputi analisis arsitektur sistem, alur kerja
sistem, dan skema kubus data yang digunakan.
2
Penambahan Dimensi Kondisi Sosial-Ekonomi pada Kubus Data
Pada tahap ini dilakukan penambahan tiga dimensi kubus data yang baru.
Dimensi baru ditambahkan pada kubus data menggunakan perangkat lunak
Schema Workbench. Skema kubus data disimpan dalam bentuk fail XML yang
nantinya akan dibaca oleh OLAP server GeoMondrian untuk mengeksekusi kueri
yang dimasukkan pengguna. Skema kubus data multidimensi yang digunakan
pada sistem berupa skema snowflake.
3
Pengujian Sistem

4
Proses pengujian dilakukan untuk mengetahui kesesuaian aplikasi dengan
kebutuhan dan memeriksa keberhasilan implementasi operasi dasar OLAP.
Pengujian yang dilakukan dalam tahap ini adalah dengan menguji fungsi-fungsi
sistem dan uji query. Fungsi sistem yang diuji adalah fungsi roll up, drill down,
dan pivoting. Sementara itu, kueri yang diujikan berupa kueri dalam bentuk fungsi
MDX yang dapat menangani struktur data multidimensi.
4
Analisis Hasil Pengujian
Tahap terakhir dari penelitian ini adalah menganalisis hasil pengujian yang
telah dilakukan. Pengujian dinyatakan berhasil jika keseluruhan fungsi dapat
berjalan dengan baik. Apabila ada beberapa fungsi yang tidak berjalan dengan
baik maka dari analisis ini diharapkan diketahui penyebab tidak berjalannya suatu
fungsi, sehingga kekurangan sistem dapat diperbaiki.
Peralatan Penelitian
Perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
Perangkat keras dengan spesifikasi:
 Processor Intel Core2Duo @2.1 GHz,
 RAM 4 GB DDR2, dan
 HDD 320 GB
Perangkat lunak:
 Sistem operasi Windows 7 Professional,
 Apache Tomcat 6.0 sebagai web server,
 Spasialytics sebagai spatial OLAP framework,
 GeoMondrian sebagai spatial OLAP server,
 GeoServer 2.1 sebagai web map server,
 Geokettle sebagai alat migrasi data dalam jumlah yang besar,
 OpenLayers 2.8 sebagai JavaScript library untuk menampilkan peta,
 PostgreSQL 9.1 sebagai database server dengan ekstensi PostGIS untuk
menyimpan data spasial, dan
 Schema Workbench 1.0 untuk membuat kubus data multidimensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis SOLAP Awal
Penelitian Qahhariana (2013) telah meningkatkan kinerja hasil penelitian
Wipriyance (2013) agar jumlah titik panas yang dapat dikelola lebih banyak.
Penelitian ini menggunakan GeoMondrian sebagai OLAP server dan Geoserver
sebagai web map server. Analisis sistem perlu dilakukan agar arsitektur dan
kinerja sistem dapat diketahui secara detil. Analisis sistem yang dilakukan
meliputi analisis arsitektur sistem, alur kerja sistem, dan skema data warehouse
yang digunakan.

5
Arsitektur Sistem Awal
Sistem ini dibangun menggunakan framework Spatialytics. Spatialytics
merupakan framework yang mampu melakukan navigasi kubus data geospatial
(spatial OLAP). Arsitektur sistem dapat dilihat pada Gambar 2.
Server
Client

Application Server

Spatialytics Client

Apache Tomcat 7.0

OpenLayers 2.8

GeoServer 2.1

PostgreSQL
JDBC Driver

JPivot
(GeoMondrian 1.0)

Database Server

PostgreSQL 9.1
+ PostGIS

GeoMondrian 1.0
server

Spatialytics
server

Gambar 2 Arsitektur awal sistem SOLAP (Wipriyance 2013)
Arsitektur sistem SOLAP ini terdiri dari tiga bagian, yaitu database server,
application server, dan client (Wipriyance 2013).
a Database server: Sistem manajemen basis data yang digunakan adalah
PostgreSQL 9.1.1. PostgreSQL berfungsi untuk menyimpan data titik panas
dengan PostGIS sebagai ekstensi sehingga dapat menangani data spasial.
b Application server: Application server yang digunakan adalah Apache
Tomcat 7.0.0 yang didalamnya terdapat Geoserver 2.1, PostgreSQL JDBC
Driver, GeoMondrian 1.0 server, dan Spatialytics server. Geoserver
berfungsi sebagai web map server untuk menyimpan lapisan dasar peta
Provinsi Riau yang dibangkitkan dari basis data. PostgreSQL JDBC driver
berfungsi sebagai penghubung antara Application server dengan PostgreSQL.
GeoMondrian 1.0 server sebagai OLAP server dimana kueri OLAP akan
dieksekusi. Spatialytics server berfungsi sebagai framework yang menerima
kueri dari GeoMondrian dan mengembalikan kueri ke client.
c Client: Spatialytics client terdiri atas dua bagian, yaitu OpenLayers 2.8 dan
JPivot. OpenLayers akan memvisualisasikan peta yang diambil dari
GeoServer, sedangkan JPivot akan berinteraksi dengan GeoMondrian
sehingga dapat menampilkan hasil kueri dalam bentuk tabel dan grafik.

6
Alur Kerja Sistem Awal
Alur kerja Sistem SOLAP digambarkan pada Gambar 3. Berdasarkan
Gambar 3 alur sistem SOLAP dijelaskan melalui tahapan berikut:

Server
Client

Application Server

Spatialytics Client

Apache Tomcat 7.0

Database Server

Modul Peta
(j)
OpenLayers 2.8

GeoServer 2.1

(h)

(i)

SOLAPContext
(g)
Featurizer
(b)

(f)
Olap4js

(a)
Editor kueri MDX
Modul JPivot
(GeoMondrian 1.0)

PostgreSQL
JDBC Driver

(e)

PostgreSQL 9.1
+ PostGIS

(d)
GeoMondrian 1.0
server
(c)
Spatialytics
server
(k)

Gambar 3 Alur kerja sistem SOLAP (Wipriyance 2013)
(a) Untuk menjalankan sistem, pengguna melakukan input sebuah kueri yang
berasal dari editor kueri MDX pada Spatialytics client. Kueri ini diterima dan
ditangani oleh olap4js.
(b) Olap4js mengirimkan kueri MDX yang dimasukan pengguna menuju
Spatialytics server. Sedangkan dari spatialytics server olap4js menerima hasil
eksekusi kueri dalam bentuk JSON untuk dilakukan pengecekan struktur data
multidimensi, seperti hierarki, member, level, elemen, dan dimensi.
(c) Kueri yang terdapat pada Spatialytics server di teruskan ke GeoMondrian
untuk di eksekusi. Setelah kueri dieksekusi hasilnya akan dikembalikan
menuju server dalam bentuk Javascript Object Notation (JSON).
(d) GeoMondrian terhubung dengan JDBC Driver yang berperan sebagai
konektor penghubung dengan PostgreSQL, sedangkan data yang diambil
melalui JDBC driver dikirim ke GeoMondrian.
(e) JDBC driver mengambil data dari PostgreSQL, dan PostgreSQL
mengembalikan data yang dibutuhkan pada JDBC driver.
(f) Setelah dilakukan pengecekan data JSON akan dikirim ke modul Featurizer
untuk dilakukan proses parsing. Proses parsing ini berfungsi untuk
mendapatkan fitur objek atau spatial member.

7
(g) Fitur objek yang didapatkan dikirim ke SOLAPContext untuk dikumpulkan
dengan data lain yang dibutuhkan untuk penggambaran peta.
(h) SOLAPContext mengirim data yang sudah terkumpul ke OpenLayers untuk
divisualisasikan.
(i) Geoserver berkoneksi dengan JDBC driver untuk mengambil peta dasar dari
basis data. Sedangkan JDBC driver akan mengembalikan peta yang
dibutuhkan pada Geoserver.
(j) Peta dasar yang sudah didapatkan dikirim ke OpenLayers untuk
divisualisasikan.
(k) Hasil eksekusi kueri GeoMondrian akan langsung dikirim ke modul JPivot.
Skema Data warehouse
Skema kubus data multidimensi yang digunakan pada sistem SOLAP ini
adalah skema snowflake. Skema snowflake pada penelitian Qahhariana (2013)
terdiri dari satu tabel fakta dan tiga tabel dimensi. Tabel fakta_forestfire
merupakan tabel fakta yang menjadi pusat kubus data. Tabel ini memiliki satu
measure yaitu jumlah area titik panas yang ditangkap oleh satelit dalam waktu
tertentu. Tabel dimensi terdiri dari dimensi waktu, dimensi satelit, dan dimensi
lokasi. Dimensi waktu dituliskan dalam tabel tb_waktu yang memiliki tiga level,
yaitu tahun, kuartil, dan bulan. Dimensi satelit dituliskan dalam tabel tb_satelit
yang memiliki satu level, yaitu nama satelit yang mendeteksi kemunculan area
titik panas. Dimensi lokasi dituliskan dalam tabel tb_geohotspot, tabel ini
memiliki dua buah hierarki yaitu tb_kabupaten yang terhubung dengan
tb_geohotspot dan tb_provinsi yang terhubung dengan tb_kabupaten. Gambar 4
menjelaskan skema data warehouse yang digunakan pada penelitian Qahhariana
(2013) yang diambil dari penelitian Wipriyance (2013).
Penambahan Dimensi pada Kubus Data
Dalam penelitian Qahhariana (2013) digunakan data titik panas untuk
seluruh Indonesia dari tahun 1997 sampai tahun 2005. Oleh karena itu, perlu
dilakukan seleksi data dan penambahan data titik panas, karena data titik panas
yang digunakan pada penelitian ini hanya Provinsi Riau saja. Penambahan dan
seleksi data titik panas dilakukan dengan menggunakan PostgreSQL. Data titik
panas yang ditambahkan adalah data tahun 2006 sampai tahun 2008. Terdapat tiga
buah dimensi yang akan ditambahkan ke dalam kubus data yang diambil dari data
potensi desa provinsi Riau tahun 2008. Pendataan potensi desa dilakukan tiga kali
dalam kurun waktu 10 tahun atau sekali dalam kurun waktu tiga tahun (KemenPU
2012), maka dimensi baru ditambahkan pada data titik panas Provinsi Riau hanya
dari tahun 2006 sampai tahun 2008. Data yang diambil adalah data kepadatan
penduduk, data kepadatan sekolah, dan data sumber penghasilan penduduk.
Untuk menambah dimensi dan menampilkannya dalam sistem SOLAP
(Qahhariana 2013) diperlukan beberapa tahapan. Pertama, menyiapkan tabel
dimensi dan mengimpor data potensi desa yang memiliki format shape file ke
dalam basis data, selanjutnya dilakukan proses spatial join untuk mengambil data
titik panas pada data sosial ekonomi dan langkah terakhir pada tahap ini adalah
melakukan update tabel fakta. Kedua, modifikasi skema kubus data multidimensi.

8
tb_satelit

tb_geohotspot

PK id_satelit
nama_satelit

PK kode_hotspot
hotspot_geom
kode_kab

fakta_forestfire

tb_kabupaten

id_hotspot
id_waktu
id_satelit
jumlah

tb_waktu
PK id_waktu
tahun
kuartil
bulan

PK kode_kab
nama_kab
kab_geom
kode_prov

tb_provinsi
PK kode_prov
nama_prov
prov_geom

Gambar 4 Skema kubus data multidimensi (Wipriyance 2013)
1

Penyiapan tabel dimensi dan tabel fakta
Data mengenai kondisi sosial ekonomi yang akan digunakan perlu
disimpan terlebih dahulu di dalam basis data. Data yang digunakan berupa
kelas kepadatan penduduk, kelas kepadatan sekolah, dan jenis sumber
penghasilan penduduk. Untuk mendapatkan data kelas kepadatan dan jenis
sumber penghasilan penduduk maka diperlukan proses impor shape file ke
dalam PostgreSQL. Proses impor dilakukan dengan menggunakan Geokettle.
Hasil impor shape file menghasilkan tabel populasi_edit, school_edit, dan
insource_edit. Ketiga tabel tersebut berisi posisi geometri batas desa dan
kelas kondisi sosial ekonomi. Tabel ini digunakan sementara untuk
mendapatkan atribut titik panas pada setiap dimensi, karena ketiga dimensi
tersebut tidak memiliki atribut titik panas.
Pembuatan tabel baru diperlukan untuk merepresentasikan kelas kepadatan
penduduk, kelas kepadatan sekolah, dan jenis sumber penghasilan penduduk.
Tabel tb_insource adalah dimensi sumber penghasilan penduduk yang
ditunjukan pada Gambar 5. Tabel tb_school adalah dimensi kepadatan
sekolah yang ditunjukan pada Gambar 6. Tabel tb_populasi adalah dimensi
kepadatan penduduk yang ditunjukan pada Gambar 7. Ketiga tabel tersebut
digunakan sebagai tabel untuk menyimpan primary key yang akan digunakan
pada tabel fakta.

9

Gambar 5

Atribut dalam tabel
tb_insource

Gambar 6 Atribut dalam tabel
tb_school

Gambar 7

Atribut dalam tabel
tb_populasi

Setelah data berhasil diimpor dan tabel dimensi sudah dibuat dilakukan
proses spatial join untuk mendapatkan atribut titik panas pada setiap dimensi
dengan menggunakan kueri spasial. Pemberian atribut titik panas pada setiap
dimensi dilakukan dengan cara menggabungkan antara data titik panas
dengan masing-masing data potensi desa dimana geometri pada data titik
panas termasuk ke dalam geometri pada data potensi desa. Contoh kueri yang
digunakan untuk operasi spasial ini sebagai berikut:
CREATE table hotspot_populasi
as select h.kode_hotspot as hotspot_id, p.id_pop as id_pop
from tb_geohotspot as h,tb_populasi as p, populasi_edit as e
where e.pop_class = p.pop_class
and ST_WITHIN (h.hotspot_geom, e.geom)

Tabel hotspot_populasi berisi kelas kepadatan populasi dengan
kode_hotspot yang merupakan foreign key dari tabel tb_geohotspot. Tabel
tb_geohotspot digunakan untuk merepresentasikan posisi geometri titik

10
panas. Tabel tersebut hanya dibuat sementara untuk menampung nilai
geometri hasil operasi spasial.
Tabel hotspot_populasi diintegrasikan dengan tabel fakta_forestfire.
Dalam tabel fakta_forestfire ditambahkan kolom id_populasi, id_school, dan
id_insource. Proses Update tabel perlu dilakukan pada setiap kolom tersebut
untuk diisi dengan kelas dari tabel hotspot_populasi menggunakan kueri:
UPDATE fakta_forestfire
set id_pop = hotspot_populasi.id_pop
from hotspot_populasi
where fakta_forestfire.id_hotspot =
hotspot_populasi.hotspot_id

Gambar 8 Tabel fakta_forestfire
Tabel fakta_forestfire yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Kolom id_pop, id_school, dan id_insource pada tabel tersebut (Gambar 8)
berisi angka yang mewakili kelas kepadatan dan jenis pekerjaan penduduk.
2

Modifikasi skema kubus data multidimensi
Modifikasi ini dilakukan dengan menambah tiga buah dimensi yang baru,
yaitu dimensi kepadatan penduduk, dimensi kepadatan sekolah, dan dimensi
sumber penghasilan penduduk. Skema kubus data multidimensi hasil
modifikasi dapat dilihat pada Gambar 9. Modifikasi ini dilakukan dengan
menggunakan Schema Workbench. Hasil skema kubus data yang baru ini
disimpan dalam bentuk fail XML yang nantinya akan dibaca oleh
GeoMondrian untuk mengolah input query oleh pengguna. Skema kubus data
dalam bentuk fail XML yang terdapat pada Lampiran 1 disimpan ke dalam
GeoMondrian yang berada di dalam sistem.
Pengujian Sistem

Pada tahap ini dilakukan pengujian sistem berupa pengujian kueri dan
operasi dasar OLAP. Pengujian kueri dilakukan dengan mencoba menampilkan
titik panas dengan kondisi sosial-ekonomi yang ada. Kueri dikelompokan ke
dalam dua kategori, yaitu kueri yang sederhana dan kueri yang kompleks. Untuk
kueri sederhana yang dilakukan adalah menampilkan dimensi lokasi, waktu, dan
salah satu kondisi sosial-ekonomi, sedangkan kueri kompleks menampilkan
dimensi lokasi, waktu, dan dua atau tiga jenis kondisi sosial-ekonomi. Adapun
contoh kueri sederhana ditunjukan pada nomor 1 sampai nomor 3 dan kueri
kompleks ditunjukan pada nomor 4 sampai nomor 7.

11

Gambar 9 Skema kubus data multidimensi yang dihasilkan
1

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan kepadatan populasi
Kombinasi kueri yang pertama adalah menggabungkan lokasi titik panas
di kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir
dengan kondisi kepadatan populasi yang tinggi (high) pada tahun 2006.
Adapun kueri yang digunakan sebagai berikut:

Gambar 10 Output SOLAP dan JPivot yang menampilkan gabungan titik
panas dengan kondisi kepadatan populasi high
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin(
{[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[KUANTAN SINGINGI].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HILIR].Children},

12
{[populasi].[Populasi Class].[High]}) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2006]

Kueri tersebut menghasilkan 349 titik panas untuk kombinasi titik panas
dengan kepadatan populasi tinggi (high). Jumlah titik panas di tahun 2006
untuk keempat kabupaten tersebut adalah 4121. Tampilan SOLAP dan JPivot
(Geeomondrian) yang menampilkan hasil kueri dapat dilihat pada Gambar 10.
2

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan kepadatan sekolah
Pengujian kueri ini mirip dengan pengujian kueri sebelumnya. Pada
pengujian kueri ini data yang digunakan adalah data titik panas tahun 2007 di
Kabupaten/Kota Bengkalis, Pelalawan, Dumai (Kota), Rokan Hilir, Rokan
Hulu, Siak, dan Indragiri Hulu. Kondisi sosial ekonomi yang ditampilkan
adalah kepadatan sekolah yang rendah (low). Adapun kueri yang digunakan
sebagai berikut:
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin(
{[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[BENGKALIS].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[DUMAI (KOTA)].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[SIAK].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children},
{[school].[School Class].[Low]}) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2007]

Kepadatan sekolah yang rendah (low) menghasilkan 3124 titik panas, dan
jumlah keseluruhan titik panas tahun 2007 adalah 3449. Tampilan SOLAP dan
JPivot yang menampilkan hasil kueri dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Output SOLAP dan Output JPivot yang menampilkan gabungan
titik panas dengan kondisi kepadatan sekolah low

13
3

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan sumber penghasilan penduduk
Pengujian kueri yang ketiga menggunakan data titik panas pada tahun
2008 di Kabupaten/Kota Bengkalis, Pelalawan, Dumai (Kota), Rokan Hilir,
Rokan Hulu, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kuantan Singingi.
Sumber penghasilan penduduk yang digunakan untuk menguji kueri ini hanya
plantation, forestry, dan services. Adapun kueri yang digunakan sebagai
berikut:
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin(
{[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[BENGKALIS].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[DUMAI (KOTA)].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[SIAK].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[KUANTAN SINGINGI].Children},
{[insource].[Income Source].[Plantation],
[insource].[Income Source].[Forestry],
[insource].[Income Source].[Services]}) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2008]

Dari hasil kueri tersebut terdapat 150 titik panas dengan sumber
penghasilan berupa services, 2278 titik panas dengan sumber penghasilan
plantation, dan terdapat 1834 titik panas dengan sumber penghasilan forestry.
Tampilan SOLAP dan JPivot yang menampilkan hasil kueri dapat dilihat pada
Gambar 12.

Gambar 12 Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan gabungan lokasi
titik panas dengan beberapa sumber penghasilan penduduk
4

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan sumber penghasilan penduduk
dan kepadatan populasi
Pengujian kueri yang ke empat akan menampilkan lokasi titik panas yang
berada di Kabupaten/Kota Bengkalis, Pelalawan, Dumai (Kota), Rokan Hilir,

14
Rokan Hulu, Siak, Indragiri Hulu dan memiliki kepadatan populasi yang
rendah dengan sumber penghasilan penduduk berupa agriculture dan
plantation pada tahun 2007. Adapun kueri yang digunakan sebagai berikut:
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin({
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[BENGKALIS].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[DUMAI (KOTA)].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[SIAK].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children},
Crossjoin({[populasi].[Populasi Class].[Low]},
{[insource].[Income Source].[Agriculture],
[insource].[Income Source].[Plantation]})) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2007]

Kueri tersebut menghasilkan 1556 titik panas, jika dilihat dari kueri ini
kepadatan populasi yang rendah (low) dan sumber penghasilan penduduk
plantation di kabupaten Rokan Hilir menghasilkan titik panas yang paling
tinggi yaitu sebesar 405 titik panas. Tampilan SOLAP dan JPivot yang
dihasilkan dari kueri tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, sumber
penghasilan penduduk, dan kepadatan penduduk
5

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan sumber penghasilan penduduk
dan kepadatan sekolah
Data yang digunakan pada uji kueri ini adalah kelas kepadatan sekolah
yang rendah (low) dan sumber penghasilan penduduk berupa
other_agriculture dan forestry pada tahun 2006. Wilayah kabupaten /kota
yang ditampilkan adalah Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, dan
Indragiri Hilir. Kueri yang digunakan sebagai berikut:
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin({[lokasi].[Seluruh
Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,

15
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[KUANTAN SINGINGI].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HILIR].Children},
Crossjoin({[school].[School Class].[Low]},
{[insource].[Income Source].[Other_agriculture],
[insource].[Income Source].[Forestry]})) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2006]

Kabupaten Pelalawan memiliki titik panas yang paling tinggi untuk kedua
sumber penghasilan penduduk, sebanyak 477 titik panas untuk
other_agriculture dan 249 titik untuk forestry, sedangkan jumlah titik panas
yang paling rendah terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi dengan jumlah
titik panas masing-masing sebesar 15 untuk kedua sumber penghasilan. Total
titik panas yang dihasikan adalah 1462. Tampilan SOLAP dan JPivot yang
dihasilkan dari kueri tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, sumber
penghasilan penduduk, dan kepadatan sekolah
6

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan kepadatan populasi dan
kepadatan sekolah
Kueri ini akan menampilkan lokasi titik panas dengan kepadatan populasi
yang rendah dan kepadatan sekolah yang rendah (low) pada tahun 2008.
Lokasi yang ditampilkan adalah Kabupaten/Kota Bengkalis, Pelalawan,
Dumai (Kota), Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir,
Kuantan Singingi, dan Pekan Baru (Kota). Kelas rendah dipilih karena titik
panas lebih banyak berada di kelas tersebut. Kueri yang digunakan sebagai
berikut:
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin(
{[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[BENGKALIS].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[DUMAI (KOTA)].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[SIAK].Children,

16
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[KUANTAN SINGINGI].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PEKAN BARU (KOTA)].Children},
Crossjoin({[populasi].[Populasi Class].[Low]},
{[school].[School Class].[Low]})) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2008]

Sebanyak 4211 titik panas dihasilkan pada kueri ini. Hasil kueri tersebut
menunjukan Kota Pekan Baru merupakan daerah yang paling sedikit memiliki
titik panas pada kepadatan populasi dan kepadatan sekolah yang rendah (low),
sedangkan kabaputen Pelalawan merupakan daerah yang paling banyak
memiliki titik panas pada kondisi kepadatan penduduk dan sekolah yang
rendah (low). Gambar 15 menunjukan tampilan SOLAP dan JPivot
(GeoMondrian) dari kueri tersebut.

Gambar 15 Output SOLAP dan JPivot yang menampilkan lokasi,
kepadatan populasi, dan kepadatan sekolah
7

Kueri menampilkan lokasi titik panas dengan kepadatan populasi, kepadatan
sekolah, dan sumber penghasilan penduduk
Pada pengujian kueri ini titik panas akan ditampilkan dengan semua
kondisi sosial ekonomi. Data yang digunakan adalah data tahun 2008 di
Kabupaten/Kota Bengkalis, Pelalawan, Dumai (Kota), Rokan Hilir, Rokan
Hulu, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kuantan Singingi. Kelas
kepadatan populasi dan kepadatan sekolah yang digunakan adalah kelas
rendah, dan sumber penghasilan penduduknya berupa forestry. Berikut adalah
kueri yang digunakan:
SELECT{[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
NON EMPTY Crossjoin(
{[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[BENGKALIS].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[PELALAWAN].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[DUMAI (KOTA)].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[ROKAN HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[SIAK].Children,

17
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HULU].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[INDRAGIRI HILIR].Children,
[lokasi].[Seluruh Riau].[RIAU].[KUANTAN SINGINGI].Children},
{([populasi].[Populasi Class].[Low],
[school].[School Class].[Low],
[insource].[Income Source].[Forestry])}) ON ROWS
FROM [geohotspot]
WHERE [waktu].[Semua Waktu].[2008]

Titik panas yang dihasilkan sebesar 1618 titik. Daerah yang paling banyak
memiliki titik panas dengan kondisi sosial ekonomi yang terdapat pada kueri
adalah Pelalawan, sedangkan daerah yang paling sedikit memiliki titik panas
adalah Dumai (Kota). Gambar 16 menunjukan output SOLAP dan JPivot yang
dihasilkan dari kueri tersebut.

Gambar 16 Output SOLAP dan Jpivot yang menampilkan lokasi, kepadatan
populasi, kepadatan sekolah, dan sumber penghasilan penduduk
Analisis Hasil Pengujian
Setelah dilakukan pengujian sistem dengan melakukan proses input kueri,
dapat diketahui bahwa titik panas terbanyak terdapat pada kepadatan populasi
yang rendah, kepadatan sekolah yang rendah, dan sumber penghasilan penduduk
berupa plantation. Jumlah titik panas paling maksimal yang dapat ditampilkan
pada penelitian ini adalah 5571 titik, hal ini menunjukan bahwa pada penelitian
Qaharianna (2013) masih bisa menampilkan titik yang lebih besar tetapi dengan
waktu eksekusi awal yang lebih lama.
Sistem tidak akan menampilkan sebaran titik panas pada peta jika dimensi
lokasi tidak disertakan, sedangkan pada tabel dan grafik kueri tanpa disertakannya
dimensi lokasi dapat dieksekusi dan tidak ada error. Terkadang sebaran titik
panas tidak muncul pada peta sedangkan JPivot berhasil mengeksekusi kueri
dengan baik, hal ini disebabkan penggunaan kueri dan pilihan thematic style yang
digunakan harus tepat. Fungsi children digunakan untuk menampilkan sebaran
titik panas pada peta, karena fungsi children berguna untuk mengembalikan set
semua node level di bawah member yang digunakan (Whitehorn et al. 2002).
Sementara itu, untuk menampilkan sebaran titik panas dengan kondisi sosial
ekonomi tertentu diperlukan fungsi crossjoin. Fungsi crossjoin akan

18
mengembalikan hasil gabungan dari dua atau lebih set tertentu (Whitehorn et al.
2002). Contoh penggunaan kueri pada sistem ini diperlihatkan pada menu help
yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Untuk dapat menghasilkan grafik pada JPivot dalam pengujian kueri di
tahap sebelumnya, yang harus dilakukan adalah dengan roll up lokasi. Roll up
dapat dilakukan dengan menggunakan kueri atau tools yang ada pada JPivot.
Untuk penggunaan tools pengujian operasi OLAP dapat dilihat pada Lampiran 3.

SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan dimensi pada kubus data dilakukan dengan beberapa langkah
hal yang paling utama adalah dengan memodifikasi skema data warehouse pada
schema workbench. Terdapat tiga buah dimensi yang ditambahkan ke dalam
skema kubus data, yaitu dimensi kepadatan penduduk yang disimpan dalam tabel
tb_populasi, dimensi kepadatan sekolah yang disimpan dalam tabel tb_school, dan
dimensi sumber penghasilan penduduk yang disimpan dalam tabel tb_insource.
Ketiga dimensi sudah berhasil ditambahkan ke dalam skema data warehouse.
Hasil penambahan dimensi ini diuji dengan melakukan proses input kueri MDX,
menghasilkan output berupa peta dan tabel atau grafik. Dari penambahan dimensi
ini, pengguna dapat menganalisis penyebab terjadinya kebakaran hutan
berdasarkan kondisi sosial ekonomi.
Saran
Penelitian ini sudah dapat menghasilkan suatu sistem yang dapat digunakan
untuk menganalisis penyebab terjadinya kebakaran hutan, tetapi masih banyak
yang harus dilakukan agar sistem ini dapat bekerja lebih optimal. Berikut
beberapa saran untuk penelitian selanjutnya:
1
Mengganti editor kueri MDX menjadi bentuk combo box yang lebih mudah
dipahami, agar pengguna sistem ini tidak terbatas kepada pengguna yang
mengerti format kueri MDX.
2
Mengubah fungsi button submit sehingga berlaku juga untuk mereload
JPivot, sehingga pengguna tidak perlu melakukan submit dua kali untuk peta
dan untuk JPivot.
3
Menambahkan dimensi lainnya seperti cuaca, aktivitas manusia, dan lainlain.

DAFTAR PUSTAKA
Bédard Y, Rivest S, Proulx MJ. 2007. Spatial on-line analytical processing
(SOLAP): concepts, architectures and solutions from a geomatics engineering
perspective. Di dalam: Data warehouses and OLAP: concepts, architectures
and solutions. London (GB): IRM Press (Idea Group). hlm 298-319.
[Dephut] Departemen Kehutanan (ID). 2000. A guide to hot spots and forest fires
in Sumatra [Internet]. [diunduh 2013 Des 14]. Tersedia pada:

19
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PHPA/FFPCP/articles/FFPCP%20%20
Hotspot%20Guide.htm.
Imaduddin A. 2012. Sinkronisasi antara visualisasi peta dan query OLAP pada
spatial data warehouse kebakaran hutan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[KemenPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2012. Sekilas tentang data potensi
desa (Podes) [Internet]. [diunduh 2014 Apr 7]. Tersedia pada:
http://ciptakarya.pu.go.id/bangkim/miskot/home/podestentang/.
Mangandar. 2000. Keterkaitan sosial masyarakat di sekitar hutan dengan
kebakaran hutan: studi kasus di Propinsi Daerah Tingkat I Riau [tesis]. Bogor
(ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.12 Tahun 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan.
Jakarta (ID): Mentri Kehutanan Republik Indonesia.
Qahhariana A. 2013. Peningkatan kinerja sistem online analytical processing
(SOLAP) titik panas kebakaran hutan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Viswanathan G, Schneider M, 2011. On the requirements for user-centric spatial
data warehousing and SOLAP. Di dalam: DASFAA'11 Proceedings of the 16th
international conference on Database systems for advanced applications; 2011
Apr 22; Florida, USA. Florida (US): Springer-Verlag Berlin. hlm 144-155.
Whitehorn M, Zare R, Pasumansky M. 2005. Fast Track to MDX. Ed ke-2.
London(GB): Springer.
Wipriyance L. 2013. Peningkatan kinerja sistem spatial data warehouse
kebakaran hutan menggunakan Geoserver dan GeoMondrian [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

20
Lampiran 1 Skema kubus data multidimensi dalam bentuk XML







































21
Lanjutan









































22

Lampiran 2 Tampilan menu Help

Menu Help

23

Lampiran 3 Tools untuk proses operasi OLAP
Drill
down
Memilih
style peta

Roll up

Submit kueri
Submit JPivot

24

Lanjutan

Menampilkan drill
down/roll up pada tabel

Roll up

Drill
down

Menampilkan Grafik

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 Febuari 1992 dari ayah
Sachlan Sarbini dan ibu Suskaeci. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 22 Bandung dan lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk
IPB dan diterima di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi bendahara
Programming Competition untuk acara Pesta Science. Pada tahun 2013, penulis
mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan di CIFOR Bogor.