Tutupan Karang Di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
TUTUPAN KARANG DI DAERAH TRANSPLANTASI
KARANG PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
RIFQI SAEFUL BAHRI
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Tutupan karang Di
Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Rifqi Saeful Bahri
NIM C54100012
ABSTRAK
RIFQI SAEFUL BAHRI. Tutupan Karang Di daerah Transplantasi Karang Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh BEGINER SUBHAN dan HAWIS
H. MADDUPPA.
Transplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan
memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fragmentasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tutupan karang di lokasi transplantasi karang di pulau
Pramuka Kepulauan Seribu, sehingga dapat memberikan informasi tentang
kondisi transplantasi terumbu karang sebagai upaya merehabilitasi ekosistem
terumbu karang yang telah rusak. Penelitian ini dilaksanakan pada 17-19 Maret
2015 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, dengan menentukan tiga titik stasiun
dalam pengambilan data. Line Intercept Transek (LIT) digunakan untuk
pengambilan data tutupan karan. Persentase tutupan karang keras hidup pada
setiap stasiun mempunyai nilai berbeda yang berkisar antara 23% sampai 69%.
Stasiun 1 merupakan lokasi keberadaan transplantasi karang yang memiliki
persentase tutupan karang keras hidup sangat rendah dibandingkan dengan stasiun
lainnya yaitu 23% sehingga termasuk dalam kondisi buruk. Stasiun 2 memiliki
persentase tutupan karang keras hidup sebesar 51% termasuk dalam kondisi yang
baik. Stasiun 3 memiliki persentase tutupan karang keras hidup paling tinggi yaitu
69% sehingga termasuk kondisi baik. Ditemukan tiga bentuk pertumbuhan karang
Acropora yaitu Acropora branching, Acropora digitate dan Acropora tabulate,
sedangkan pada kelompok non-Acropora ditemukan lima bentuk pertumbuhan
yaitu Branching, Encrusting, Foliose, Massive dan Submassive.
Kata kunci : Transplantasi karang, tutupan karang, Pulau Pramuka, Line
Intercept Transect (LIT)
ABSTRACT
RIFQI SAEFUL BAHRI. Coral Reefs Cover In the area of transplantation
Pramuka Island, Kepulauan Seribu. Supervised by BEGINER SUBHAN dan
HAWIS H. MADDUPPA.
Coral transplantation is a coral colony propagation techniques by utilizing the
asexual reproduction of corals fragmentation. This research aimed to determine
the coral cover on coral transplantation site at Pramuka island, Seribu Islands, to
provide information about the condition of coral transplantation as an attempt to
rehabilitate coral reef ecosystems that have been damaged. The research was
conducted on 17-19 March 2015 in Pramuka Island, Seribu Islands, by
determining three station points in the data retrieval. Line Intercept Transect (LIT)
used to assess the coral cover data. The percentage of life hard coral cover on each
station between 23% to 69% differently. Station 1 has the least transplanted coral
percentage of life hard coral cover than other stations, that is 23%, classified in
bad condition. Station 2 has 51% life hard coral cover, classified in good
condition. Station 3 has the highest transplanted coral percentage, that is 69% as
good condition. There are three forms of Acropora coral, Acropora branching,
Acropora digitate and Acropora tabulate, while there are five forms of nonAcropora, Branching, Encrusting, foliose, Massive and Submassive.
Keywords: Transplantation of corals, coral cover, Pramuka Island, Line Intercept
Transect (LIT).
TUTUPAN KARANG DI DAERAH TRANSPLANTASI
KARANG PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
RIFQI SAEFUL BAHRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Tutupan Karang Di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu
Nama
: Rifqi Saeful Bahri
NIM
: C54100012
Disetujui oleh
Beginer Subhan S.Pi, M.Si.
Pembimbing I
Dr. Hawis H. Madduppa, S.Pi, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian yang dipilih sejak bulan Maret 2015 ini adalah Transplantasi Karang,
dengan judul Tutupan Karang Di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu.
Kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang
telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama kepada :
1.
Bapak Beginer Subhan S.Pi, M.Si. dan Bapak Dr.Hawis H. Madduppa, S.Pi,
M.Si selaku dosen pembimbing dalam penelitian skripsi ini atas segala
saran, bimbingan, arahan dan nasihat selama penelitian berlangsung dan
selama penulisan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Dr. Ir. Henry Manik, ST selaku ketua komisi
pendidikan dan seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
3.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
4.
Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta.
5.
H. Saeful Bahri dan N. Aam Komala, orangtua tercinta dan Febby Ihsani,
saudara kandung tercinta atas doa, dukungan dan semangat yang terus
diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Siti Maulinna sebagai orang yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Laboratorium Hidrobiologi Laut atas peminjaman peralatan pengambilan
data demi kelancaran dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
8.
Cheri dan Dea Anlika atas ketersediaannya menjadi mitra penyelaman
dalam pengambilan data.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga segala bentuk kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan
evaluasi diri. Semoga skripsi ini bermanfaat.
.
Bogor, Maret 2016
Rifqi Saeful Bahri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat dan Bahan
3
Metode Pengambilan Data
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5
Kondisi Lingkungan
6
Persentase Tutupan Karang
7
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL
1 Posisi Geografis Lokasi Peneliitian
2 Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
3 Parameter Kualitas Air dan Alat yang digunakan
4 Kategori tutupan karang keras hidup
5 Data Kualitas Air
6 Persentase Tutupan Karang
7 Persentase kategori karang keras hidup dan substrat dasar perairan
2
3
4
5
6
7
8
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian
2 Metode Pengambilan Data Line Intercept Transect (LIT) atau Transek
Garis (English et al. 1994)
4 Persentase tutupan karang keras hidup
5 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 1
6 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 2
7 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 3
3
4
8
9
10
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kategori Bentuk Pertumbuhan Karang serta Substrat lainnya (English et
al., 1994)
2 Persentase penyusunan substrat dasar
3 Kondisi terumbu karang di stasiun pengamatan
13
14
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan tropis yang memiliki
produktivitas organik dan keanekaragaman spesies tinggi karena adanya variasi
habitat di dalamnya. Nyabakken (1992) menyatakan bahwa tingkat adaptasi dan
keanekaragaman spesies di terumbu karang dipengaruhi oleh adanya interaksi
yang kompleks antara biota penyusun ekosistem tersebut. Komponen terpenting
suatu terumbu karang adalah hewan karang yang menghasilkan endapan kalsium
karbonat (CaCO3) termasuk ke dalam filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo
Scleractina dan family Scleractinae (Kimbal, 1999).
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki sumberdaya terumbu karang
adalah Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan Kumpulan pulau-pulau
kecil yang berada di perairan sebelah utara teluk Jakarta. Menurut Nauli et al.
(2013) ekosistem terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu merupakan salah
satu ekosistem pesisir dengan biodiversitas yang tinggi dan memiliki sumberdaya
alam yang sangat menarik bagi beragam aktivitas perairan.
Terumbu karang Kepulauan Seribu berperan penting bagi masyarakat lokal
disekitarnya. Terumbu karang memiliki manfaat secara ekologis, ekonomis dan
budaya. Secara ekologis terumbu karang dapat berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik serta sebagai pelindung
hempasan gelombang (Winarso et al. 1999). Secara ekonomis terumbu karang
dapat menjadi tempat berkembangbiaknya habitat laut, seperti ikan yang menjadi
sumber penghidupan nelayan tradisional. Selain itu terumbu karang memiliki
daya tarik untuk wisata bahari sehingga dapat menjadikan nilai tambah bagi
masyarakat lokal. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia,
bukan saja karena kehidupan nya yang sangat rahasia, tetapi juga karena
manfaatnya yang sangat besar bagi kehidupan manusia (Romimohtarto & Juwana,
2001).
Seiring dengan berjalannya waktu, pertambahan penduduk di wilayah
Kepulauan Seribu membuat kawasan terumbu karang mengalami kerusakan. Hal
tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan.
Kebutuhan manusia yang meningkat seperti kebutuhan pangan, pelabuhan, tempat
wisata dan aktivitas lain yang tidak lepas dari keberadaan fungsi laut sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan ekosistem terumbu
karang. Menurut Burke et al. (2012) tingkat ancaman terhadap terumbu karang di
Indonesia mencapai 95% yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu dikarnakan oleh beberapa
sebab seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, limbah
domestik dan limbah industri. Selain itu kegiatan pariwisata dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan terumbu karang. Kurangnya pengetahuan wisatawan tentang
tata cara berwisata yang ramah lingkungan mengakibatkan terjadinya kerusakan
secara fisik seperti penghancuran struktur dari life form karang.
Kondisi terumbu karang akan semakin menurun apabila tidak melakukan
penanganan untuk pemulihan kondisi tersebut. Terumbu karang yang telah rusak
memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula
2
(Dhahiyat et al. 2003). Upaya yang harus dilakukan yaitu dengan mempercepat
regenerasi ekosistem terumbu karang yang sudah rusak atau menciptakan habitat
baru komunitas terumbu karang. Transplantasi karang merupakan teknik
perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang
secara fragmentasi (Subhan et al. 2014). Fragmentasi merupakan
perkembangbiakan suatu organisme dengan cara memutuskan bagian tubuh
induknya.
Tujuan utama transplantasi karang adalah untuk memperbaiki kualitas
terumbu karang seperti meningkatnya tutupan karang hidup, keanekaragaman
hayati dan keunikan topografi karang (Soedharma dan Arafat, 2006). Saat ini
transplantasi karang banyak dikembangkan secara komersil untuk kegiatan
perdagangan. Kegiatan untuk perdagangan karang hias telah dilakukan
transplantasi karang di Kepulauan Seribu sejak tahun 2004 (Kudus, 2005). Karang
hias yang sudah berhasil ditrasplantasikan diantaranya Euphyllia sp. (Subhan et
al. 2008) dan Plerogyra sinuosa (Subhan et al. 2008). Sedangkan transplantasi
karang di Pulau Seribu dilakukan sejak tahun 2002 hingga tahun 2012 (Statistik
Bidang Kelautan, 2015) yang dilakukan di beberapa lokasi dengan berbagai
macam model transplantasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data kondisi tutupan karang di
sekitar lokasi transplantasi karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, sehingga
dapat memberikan informasi tentang kondisi transplantasi terumbu karang sebagai
upaya merehabilitasi ekosistem trumbu karang yang telah rusak.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 17-19 Maret 2015 di
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, dengan menentukan tiga titik stasiun
transplantasi karang dalam pengambilan data. Posisi geografis lokasi pengambilan
data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Posisi Geografis Lokasi Pengambilan Data
Stasiun
1
2
3
Lokasi
Barat Daya Pulau Pramuka
Utara Pulau Pramuka
Selatan Pulau Pramuka
Koordinat
Lintang
o
5 44' 5.8'' LS
5o 44' 3.5'' LS
5o 45' 6.1'' LS
Bujur
106 36' 23.6'' BT
106o 36' 41.6'' BT
106o 36' 41.9'' BT
o
Berdasarkan posisi geografis, lokasi pengambilan data stasiun 1 berada di
barat daya pulau pramuka yang berdekatan dengan pulau karya. Stasiun 2 berada
di bagian utara pulau pramuka yang merupakan Area Perlindungan Laut (APL),
3
sedangkan stasiun 3 berada di Selatan pulau Pramuka. Peta lokasi pengambilan
data penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah
Scuba set, garmin GPS, roll meter, kertas newtop/sabak, kamera underwater, alat
tulis, laptop, termometer, refraktometer, pH meter, DO meter, dan buku
indentifikasi karang (coral finder) (Subhan et al. 2014). Berikut peralatan yang
digunakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
Nama Alat
Keterangan
Scuba Set
Alat bantu pengamatan
Garmin GPS
Menentukan posisi geografis
Roll meter
Media pengukur
Kertas newtop dan sabak
Media penulisan
Kamera Underwater (Cannon D30+G12)
Alat dokumentasi
Alat tulis
Alat bantu penulisan
Laptop
Pengolahan data
Buku identifikasi karang (Coral finder)
Identifikasi data
Termometer
Pengukuran Suhu (oC)
Refraktometer
Pengukuran salinitas (ppt)
pH meter
Pengukuran pH
DO meter
Pengukuran Oksigen terlarut
4
Metode Pengambilan Data
Pengambilan Kualitas Air
Kegiatan yang dilakukan sebelum pengamatan terumbu karang yaitu
menetukan posisi geografis menggunakan GPS Garmin dan pengukuran faktor
fisika-kimia perairan. Pengambilan data tersebut dilakukan satu kali ulangan di
setiap stasiun pada saat dilapangan untuk mengetahui kondisi perairan sebagai
tempat kelangsungan hidup terumbu karang. Parameter kualitas air yang diukur
serta alat yang digunakan dalam pengukuran penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Parameter Kualitas Air dan Alat yang digunakan
Parameter
Satuan
Suhu
Salinitas
Oksigen Terlarut (DO)
Derajat Keasaman (pH)
o
C
ppt
(mg/L)
-
Alat
Termometer Hg
Refraktometer
DO meter
pH meter
Tutupan Karang
Metode yang digunakan dalam pengambilan data tutupan karang adalah
Line Intercept Transect (LIT) atau transek garis (English et al. 1994). Transek
garis dibentangkan sepanjang 20 meter dan pengambilan data dilakukan sebanyak
3 kali ulangan pada setiap stasiun dengan kedalaman 3 meter sampai 5 meter. Saat
pengambilan data, penyelam berenang sepanjang transek dan mencatat transisi
dalam satuan sentimeter dan karang yang tersinggung oleh transek yang tepat
dibawah transek berdasarkan kategori bentuk pertumbuhan hidupnya (life form)
dan substrat dasar lainnya (Gambar 2). Kategori bentuk pertumbuhan karang serta
substrat dasar lainnya terdapat pada lampiran 1.
Gambar 2 Metode Pengambilan Data Line Intercept Transect (LIT) atau Transek
Garis (English et al. 1994)
5
Metode LIT mempunyai beberapa kelebihan antara lain akurasi data dapat
diperoleh dengan baik, kualitas data lebih baik dan lebih banyak, penyajian
struktur komunitas seperti persentase penutupan karang hidup ataupun karang
mati, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih
menyeluruh serta dapat menyajikan secara baik data struktur komunitas biota
yang berasosiasi dengan terumbu karang (Suharsono, 1994).
Analisis Data
Analisis data meliputi perhitungan penutupan karang. Perhitungan
penutupan karang diketahui dengan persamaan berikut menurut English et al.
(1994).
Kategori tutupan karang keras (hard coral) menurut Zamani dan Madduppa
(2011) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kategori tutupan karang keras hidup
No.
1.
2.
3.
4.
Kategori
Sangat Baik
Baik
Sedang
Buruk
Tutupan Karang Keras (%)
75 – 100
50 – 74.9
25 – 49.9
0 – 24.9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletah di sebelah
Utara Teluk jakarta dan Laut Jawa. Posisi geografis wilayah Kepulauan Seribu
berada antara 06 o00’40” dan 05 o54’40” Lintang Selatan dan 106 o40’45” dan 109
o ’ ”
01 19 Bujur Timur. Pemerintah kecamatan terdiri dari dua yaitu Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara terdiri dari tiga Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Kelapa,
Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Panggang, sedangkan Kecamatan
Pulau Seribu Selatan terdiri dari Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari
dan Kelurahan Pulau Untung Jawa.
Pulau Pramuka termasuk dalam kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara. Sebagai pusat pemerintahan kabupaten, Pulau Pramuka
menyediakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat Kepulauan Seribu seperti rumah dinas Bupati dan pejabat kabupaten,
Rumah Sakit Umum Kepulauan Seribu, Mesjid Agung, fasillitas olahraga, Tempat
Pelelangan Ikan (TPI), doking kapal nelayan dan lain lain.
6
Pulau Pramuka sendiri berada dalam wilayah Taman Nasional Kepulauan
Seribu (TNKPS) yaitu dalam zona pemukiman. Taman Nasional Kepulauan
Seribu merupakan Taman Nasional laut yang terletak di sebelah utara Jakarta.
Dasar penetapan TNKPS adalah Keputusan Menteri Kehutanan No. 6310/KptsII/2002 tentang penetapan kawaasan pelestarian alam perairan Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu. Kawasan TNKPS meliputi area seluas 107.489 Ha dan
terbagi dalam empat zona yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan
wisata dan zona pemukiman.
Usaha lain yang dilakukan dalam melestarikan Sumber Daya di Kepulauan
Seribu adalah dengan membentuk Areal Perlindungan Laut (APL) yang berbasis
masyarakat atau kawasan Konservasi Laut Daerah. Areal Perlindungan Laut
merupakan upaya masyarakat bersama pemerintah untuk mempertahankan dan
memprbaiki kualitaa sumberdaya ekosistem terumbu karang dan sekaligus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya lainnya yang berasosiasi
dengan terumbu karang.
Kondisi Lingkungan
Nilai kualitas air yang diperoleh dari ketiga stasiun secara umum masih
dalam kisaran normal untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan hidup
terumbu karang. Parameter kualitas air yang di ambil saat penelitian yaitu oksigen
terlarut (DO), suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH). Data kualitas air di
stasiun 1 diambil pada tanggal 17 maret 2015, pada pukul 13:26 WIB. Data
kualitas air di stasiun 2 diamabil pada tanggal 18 maret 2015 pukul 8:45 WIB,
sedangkan data kualitas air di Stasiun 3 diambil pada hari yang sama pada pukul
14:45 WIB. Pengambilan data kualitas air bertujuan untuk mengetahui kesesuaian
daya dukung lingkungan terhadap ekosistem terumbu karang. Data kulitas air
insitu ditunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data Kualitas Air
Lokasi
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Waktu
13.26 WIB
08.45 WIB
14.45 WIB
DO
6.5 mg/L
6.5 mg/L
6.6 mg/L
Parameter
Suhu
Salinitas
30.2°C
31 ppt
28.9°C
29 ppt
30.1°C
31 ppt
pH
7.23
7.63
7.6
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) di tiga stasiun berkisar antara 6.5
mg/L hingga 6.6 mg/L. Statiun 1 memiliki nilai oksigen terlarut sebesar 6.5 mg/L
begitu juga dengan Stasiun 2 nilai oksigen terlarut nya sebesar 6.5 mg/L,
sedangkan Stasiun 3 memiliki nilai kandungan oksigen terlarut sebesar 6.6 mg/L.
Menurut Effendi (2003) kandungan oksigen terlarut dengan nilai lebih dari 5
mg/L dapat dikatakan baik untuk organisme laut. Menurut Tomascik et al. (1997)
kandungan oksigen dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme partikel karbon dalam
reaksi kimia dalam proses fotosintesis. Raymonth (1963) menyatakan bahwa
kecepatan masuknya oksigen dari udara tergantung pada beberapa faktor antara
lain kejenuhan air, suhu, salinitas, serta pergerakan massa air dan udara seperti
arus, gelombang, dan pasang surut. Menurut Sutarna (1986) kelarutan oksigen
pada badan air tergantung pada seberapa besar proses pengadukan air permukaan,
7
akibat proses fisik air laut seperti tiupan angin, keadaan arus, ombak, dan
gelombang. Karang dapat tumbuh pada kondisi DO dengan kadar di atas 3.5 ppm
(mg/L).
Nilai salinitas yang terukur pada setiap stasiun berkisar antara 29-31 ppt
yang menunjukan bahwa di setiap stasiun berada dalam kondisi baik untuk
pertumbuhan terumbu karang. Menurut Dahuri (2003) pada umumnya karang
tumbuh dengan baik di wilayah dekat pesisir pada salinitas 30-35 ppt.
Derajat keasaman (pH) yang diperoleh dari hasil pengukuran pada setiap
stasiun yaitu berkisar antara 7.23-7.63 ppt. Nilai tersebut dikatakan baik untuk
pertumbuhan terumbu karang. Menurut Zamani dan Madduppa (2011), kisaran
nilai pH yang sesuai untuk terumbu karang yaitu 7 hingga 8.5 ppt.
Selain pengukuran faktor kimia perairan yaitu Oksigen terlarut, salinitas dan
derajat keasaman, namun dilakukan pengukuran terhadap suhu perairan sebagai
faktor pembatas penyebaran terumbu karang. Menurut Nybakken (1988) suhu
yang optimal bagi pertumbuhan biota karang yaitu berkisar antara 25-30°C,
namun suhu 30-35°C dapat ditoleransi oleh terumbu karang (Castro dan Hubber,
2003). Berdasarkan hasil pengamatan, suhu yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu
30.2°C, di stasiun 2 yaitu 28.9°C dan stasiun 3 yaitu 30.1°C. Sehingga dengan
nilai suhu di setiap stasiun tersebut dapat ditoleransi oleh terumbu karang.
Kecerahan air penting bagi pertumbuhan terumbu karang, karna
membutuhkan air yang jernih untuk hidup dan berkembang. Cahaya matahari
yang masuk dapat digunakan untuk proses fotosintesis bagi karang. Menurut
Bengen (2002), semakin rendah intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
kolom perairan, mengakibatkan semakin rendah laju fotosintesis. Hasil
pengamatan bahwa ketiga stasiun memiliki kualitas perairan yang jernih.
Persentase Tutupan Karang
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa persentase
tutupan karang keras hidup (Hard Coral) pada setiap stasiun mempunyai nilai
berbeda yang berkisar antara 23% sampai 69%. Nilai persentase tersebut dapat
dikategorikan buruk hingga baik sesuai dengan Kategori tutupan karang keras
menurut Zamani dan Madduppa (2011). Persentase tutupan karang tersebut
Tabel 6 Persentase Tutupan Karang
Lokasi
Tutupan Karang Keras
Stasiun 1
23 %
Stasiun 2
51 %
Stasiun 3
69 %
Kategori/Status
Buruk
Baik
Baik
disajikan pada Tabel 6.
Stasiun 3 memiliki persentase tutupan karang keras hidup paling tinggi yaitu
69 ± 9 % sehingga termasuk kategori baik. Stasiun 2 yang merupakan Area
Perlindungan Laut memiliki persentase tutupan karang keras sebesar 51 ± 5 %
maka termasuk kategori baik. Sedangkan Stasiun 1 yang berlokasi di dekat pulau
Karya termasuk kategori buruk karna memiliki persentase tutupan karang keras
sebesar 23 ± 6 %.
8
Hasil pengukuran persentase tutupan karang keras hidup pada setiap stasiun
penelitian dapat digambarkan perbedaan nilai persentase seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Persentase tutupan karang keras hidup
Bentuk pertumbuhan karang (life form) menurut English et al. (1997)
terbagi atas karang Acropora dan kelompok Non-acropora. Karang Acropora
terbagi menjadi digitate, branching, encrusting, tabulate dan submassive. Karang
non-Acropora terbagi menjadi branching, encrusting, submassive, massive,
foliose, mushroom, Millepora dan Heliopora (Veron, 1995). Persentase
berdasarkan bentuk pertumbuhan karang keras hidup dan substrat dasar perairan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Persentase kategori karang keras hidup dan substrat dasar perairan
Persen tutupan (%)
Kategori
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Acropora Branching
16.43
15.33
37.38
Acropora Digitate
2.03
2.42
2.20
Acropora Tabulate
0.83
10.58
8.30
Coral Branching
2.57
17.22
14.68
Coral Encrusting
0.20
Coral Foliose
1.00
3.03
Coral Massive
0.57
3.20
1.48
Coral Submassive
0.68
1.17
1.33
Dead Coral
2.80
Rubble
74.57
40.98
23.67
Rock
6.33
1.25
Others
2.15
Soft Coral
0.03
1.77
0.17
Macro Algae
2.28
1.35
Tabel 7 menunjukan bahwa jenis karang Acropora yang memiliki ciri
dengan bentuk pertumbuhan yang bercabang selalu mendominasi transplantasi di
setiap stasiun. Hal ini disebabkan tingkat perumbuhan karang yang bercabang
paling cepat dibandingkan dengan karang lain nya. Menurut Suharsono (2008)
9
bahwa jenis-jenis karang bercabang seperti Acropora dan Pocillopora memiliki
tingkat pertumbuhan 6-8 cm/tahun sedang jenis karang massive seperti porites dan
Lobophyllia memiliki pertumbuhan 0.5-1 cm/tahun. Genus acropora biasa
tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak (Johan,
2003).
Pertumbuhan karang keras hidup yang ditemukan pada setiap stasiun yaitu
pada kelompok Acropora ditemukan tiga bentuk pertumbuhan yaitu Acropora
branching, Acropora Digitate, Acropora tabulate. Sedangkan pada kelompok
non-Acropora ditemukan lima bentuk pertumbuhan yaitu Branching, Encrusting,
Foliose, Massive, Submassive.
Stasiun 1 merupakan lokasi keberadaan transplantasi karang yang memiliki
persentase tutupan karang keras hidup sangat rendah dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Berdasarkan pengamatan, media transplantasi di Stasiun 1 menggunakan
metode beton bertulang / pile rock berukuran 40x40x15cm dengan kedalaman
sekitar 5 meter. Transplantasi karang di lokasi ini dilakukan sejak tahun 2005 oleh
Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (Statistik Bidang Kelautan,
2015). Kondisi kerangka transplantasi pada stasiun 1 telah rusak sehingga karang
yang yang ada di stasiun ini tidak tumbuh baik. Selain itu penempatan posisi antar
media transplantasi memiliki jarak yang jauh dibandingkan dengan media
transplantasi lain nya, hal ini menyebabkan kategori penutupan karang di Stasiun
1 termasuk kategori buruk (Lampiran 3).
Gambar 4 menampilkan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa di lokasi
ini, nilai persentase penutupan kelompok abiotik paling tinggi yaitu sebesar 74.57
± 7 % yang di dominasi oleh patahan karang mati (Rubble). Nilai persentase
tutupan kelompok alga yaitu makro alga sebesar 2.28 ± 1 %. Sedangkan nilai
persentase tutupan kelompok Biotik seperti soft coral yaitu 0.03 %.
Gambar 4 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 1
Lokasi pengambilan data stasiun 2 yaitu di Areal Perlindungan Laut.
Kondisi transplantasi di lokasi ini cukup baik, sehingga karang yang tumbuh pada
media ini dalam kondisi baik (Lampiran 3). Media transplantasi karang di lokasi
ini menggunakan metode beton bentuk piramida 60x40cm yang dilakukan sejak
tahun 2005 oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (Statistik
10
Bidang Kelautan, 2015). Pembuatan media transplantasi dengan metode beton
piramid memiliki kelebihan dalam stabilitas letak formasi yang lebih stabil serta
memiliki daya tahan yang lebih lama selain itu banyak terjadi penempelan karang
secara alami (Subhan et al. 2014).
Gambar 5 menampilkan persentase tutupan karang keras hidup yang
ditemukan di lokasi transplantasi Areal Perlindungan Laut yaitu sebesar 50.92 ±
5 % sehingga termasuk kategori baik. Di lokasi ini persentase penutupan
kelompok abiotik memiliki nilai sebesar 47.32 ± 6 %. Nilai persentase tutupan
kelompok Biotik sebesar 1.77 ± 2 %. Di sepanjang transek pada stasiun ini tidak
ditemukan alga dan karang mati.
Gambar 5 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 2
Transplantasi karang di stasiun 3 menggunakan metode rak jaring, dengan
kondisi karang yang baik. Lokasi ini berada di sebelah selatan pulau pramuka
yang merupakan Adopsi Karang. Kondisi perairan di stasiun 3 sangat jernih
dengan kedalaman mencapai 5 meter (Lampiran 3). Hasil pengamatan di stasiun 3
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 3
11
Gambar 6 menampilkan persentase tutupan karang keras hidup di stasiun 3
termasuk dalam kategori baik, adapun nilai persentase penutupan abiotik di lokasi
transplantasi ini yaitu sebesar 24.92 ± 6 % yang di dominasi oleh patahan karang
mati (rubble). Nilai persentase tutupan alga sebesar 1.35 ± 3 %. Nilai persentase
tutupan Biotik 2.17 %. Nilai persentase tutupan karang mati sebesar 2.80 ± 4 %.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kondisi tutupan karang di bagian selatan Pulau Pramuka yaitu transplantasi
karang adopsi dengan penutupan karang termasuk dalam kategori baik dan
memiliki nilai persentase sebesar 68.62%. Selain itu Area Perlindungan Laut
termasuk area transplantasi karang yang tergolong dalam kategori baik, sedangkan
transplantasi di sekitar Pulau Karya memiliki tutupan karang yang tergolong
buruk.
Saran
Pengukuran nilai kualitas air laut menjadi faktor utama yang cukup penting
dalam menentukan lokasi penempatan transplantasi karang. Selain itu kerangka
media transplantasi harus disesuikan dengan kondisi perairan yang akan dijadikan
lokasi penempatan transplantasi karang. Selanjutnya pemantauan transplantasi
karang dilakukan secara berkekelanjutan agar karang tetap terjaga dan dapat
dikembangkan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG. 2002. Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya [Sinopsis]. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Bogor (ID): IPB
Burke L, Reytar K, Spalding M, Perry A. 2012. Reefs at Risk Revisited in the
Coral Triangle. Washington: World Resources Institute
Dhahiyat Y, Sinuhaji D, dan Hamdani H. 2003. Struktur Komunitas Ikan Karang
di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pari,Kepulauan Seribu. Jurnal
Iktiologi Indonesia. Vol. 3, No 2.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius:Yogyakarta.
English S. Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Townsville, Australia, Australian Institute of Marine Science,
Townsville Australia: pp. 378
English S, Wilkinson, Baker V. 1997. Survei Manual for Tropical Marine
Resources. Volume ke-2. Australia (AU): Australia Institute of Marine
Science.
Johan O. 2003. Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang. Yayasan Terangi, UI.
Jakarta
12
Kimbal JW. 1999. Biologi Jilid 3. Edisi V. Erlangga. Jakarta.
Kudus UA. 2005. Budidaya Karang Hias di Kepulauan Seribu. Soedharma D,
M.F. Rahardjo, Ferinaldy, Sri Eko Susilawati, Dondy Arafat (Ed). Prosiding
Seminar Transplantasi. Bogor, 8 September 2005. Pusat Penelitian
Lingkngan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. IPB.
Nauli L, Soedharma D, Tri KD. 2013. Komposisi dan Distribusi Foraminifera
Bentik di Ekosistem Terumbu Karang Pada Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No 1.
Nyabakken JW. 1992. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Diterjemahkan
oleh H. M. Eidman, Koesobiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S.
Sukardjo. PT Gramedia. Jakarta.
Romimohtarto K, Juwana S. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Djambatan. Jakarta.
Soedharma D, Arafat D. 2006. Perkembangan Transplantasi Karang di Indonesia.
Soedharma D, M.F. Rahardjo, Ferinaldy, Sri Eko Susilawati, Dondy Arafat
(Ed). Prosiding Seminar Transplantasi. Bogor, 8 September 2005. Pusat
Penelitian Lingkngan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat. IPB.
Statistik Bidang Kelautan. 2015. Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan
DKI Jakarta.
Subhan B, Soedharma D, Madduppa H, Arafat D, Heptarina D. 2008. Tingkat
Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan karang jenis Euphylla sp,
Plerogyra sinuosa dan Cynarina lacrymalis yang ditransplantasikan
diperairan Pulau Pari, Jakarta. Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan:
Prosiding Bidang Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Malang, 8
November 2008. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya. Xxiv + 190
Subhan B, Madduppa H, Arafat D, Hirmawan MR, Ramadhana HC, Pasaribu R.
2014. Kehidupan Laut Tropis : Tulamben. Bogor IPB Press.
Subhan B, Madduppa H, Arafat D, Soedharma D. 2014. Bisakah Transplantasi
Karang Perbaiki Ekosistem Terumbu Karang?. Risalah Kebijakam
Pertanian dan Lingkungan Volume 1 Nomor 3 (hlm 159-164). IPB
Suharsono. 1994. Metode Penelitian Terumbu Karang dalam Materi Kursus
Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia dan Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Suharsono. 2008. Jenis Jenis Karang di Indonesia. Program COREMAP LIPI.
Jakarta
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The Ecology Of The
Indonesian Seas. Part I. Periplus Editions. Singapore(hlm 233-255)
Veron JEN. 1995. Coral in Space and Time: The Biogeography and Evolution of
the Scleractinia. Sidney (AU): UNSW Press. 75 pp.
Zamani NP, Madduppa H. 2011. A Standard Criteria for Assesing the Health of
Coral Reefs: Implication for Management and Conservation. Journal of
Indonesia Coral Reefs. 1(2):137-146
Winarso G, Tejasukmana BS, Irianto B. 1999. Analisis data landsat-TM untuk
menentukan sebaran dan luasan terumbu karang di Kepulauan Spermonde
Sulawesi Selatan. Majalah LAPAN, Edisi Penginderaan Jauh, 1(1): 56-62
13
Lampiran 1 Kategori Bentuk Pertumbuhan Karang serta Substrat lainnya (English
et al., 1994)
Kategori
Dead Coral
Dead Coral with
Algae
Hard Coral:
Acropora
Branching
Encrusting
Submassive
Digitate
Tabulate
Non-Acropora
Branching
Encrusting
Foliose
Massive
Submassive
Mushroom
Millepora
Heliopora
Other Fauna:
Soft Coral
Sponge
Zoanthids
Other:
Algae
Abiotic
Algae
Assemblage
Coralline Algae
Halimeda
Macroalgae
Turf Algae
Sand
Rubble
Silt
Water
Rock
Other
Kode
DC
Keterangan
Karang yang baru mati, berwarna
putih
DCA
Karang mati yang ditumbuhi alga
ACB
ACE
ACS
ACD
ACT
CB
Bercabang seperti ranting
Bentuk merayap seperti Acropora
Bercabang Lempeng dan kokoh
Percabangan seperti jari tangan
Percabangan arah mendatar
Bercabang seperti ranting pohon
Bentuk merayap, menempel pada
CE substrat
CF Bentuk menyerupai lembaran
CM Bentuk menyerupai batu besar
CS Bentuk Kokoh dengan tonjolan
CMR Bentuk seperti jamur, soliter
Semua jenis karang api, warna
CME kuning diujung koloni
Karang biru, adanya warna biru pada
CHL skeleton
SC
SP
ZO
OT
Karang dengan tubuh lunak
contoh : Aaptos aaptos
contoh : Palythoa tubercolusa
Anemon, teripang, gorgonian, kima
AA
CA
HA
MA
TA
S
R
SI
Terdiri dari satu jenis alga
Alga yang mempunyai struktur kapur
Alga dari genus Halimeda
Alga Berukuran besar
Menyerupai rumput-rumput halus
Pasir
Patahan karang yang berserakan
Lumpur
Kolom air/ celah dengan kedalaman
lebih dari 50 cm
Tapakan karang termasuk batu kapur
Data tidak tercatat
WA
RCK
DDD
14
Lampiran 2 Persentase penyusunan substrat dasar
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 1
1
5
50
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
170
R
120
6
Abiotik
Stasiun 1
1
5
190
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
480
R
290
14,5
Abiotik
Stasiun 1
1
5
520
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
610
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 1
1
5
630
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
725
R
95
4,75
Abiotik
Stasiun 1
1
5
796
ACB
71
3,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
917
R
121
6,05
Abiotik
Stasiun 1
1
5
956
MA
39
1,95
Alga
Stasiun 1
1
5
1009
ACB
53
2,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1212
R
203
10,15
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1260
ACB
48
2,4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1340
R
80
4
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1365
CB
25
1,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1630
R
265
13,25
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1670
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1730
R
60
3
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1760
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
2000
R
240
12
Abiotik
Stasiun 1
2
5
54
ACB
54
2,7
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
202
R
148
7,4
Abiotik
Stasiun 1
2
5
241
MA
39
1,95
Alga
Stasiun 1
2
5
257
R
16
0,8
Abiotik
Stasiun 1
2
5
270
CB
13
0,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
291
R
21
1,05
Abiotik
Stasiun 1
2
5
304
CM
13
0,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
350
R
46
2,3
Abiotik
Stasiun 1
2
5
375
ACB
25
1,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
510
R
135
6,75
Abiotik
Stasiun 1
2
5
512
SC
2
0,1
Biotik
Stasiun 1
2
5
620
ACB
108
5,4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
703
R
83
4,15
Abiotik
Stasiun 1
2
5
712
CB
9
0,45
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
738
R
26
1,3
Abiotik
Stasiun 1
2
5
750
ACB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
775
R
25
1,25
Abiotik
15
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 1
2
5
790
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
880
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 1
2
5
960
ACB
80
4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1004
R
44
2,2
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1071
ACB
67
3,35
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1090
R
19
0,95
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1102
CB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1149
R
47
2,35
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1151
MA
2
0,1
Alga
Stasiun 1
2
5
1196
R
45
2,25
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1205
MA
9
0,45
Alga
Stasiun 1
2
5
1265
R
60
3
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1330
ACB
65
3,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1361
R
31
1,55
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1392
ACB
31
1,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1547
R
155
7,75
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1560
MA
13
0,65
Alga
Stasiun 1
2
5
1583
R
23
1,15
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1592
MA
9
0,45
Alga
Stasiun 1
2
5
1625
R
33
1,65
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1665
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1870
R
205
10,25
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1880
CS
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1954
R
74
3,7
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1960
ACB
6
0,3
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1991
CS
31
1,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
2000
R
9
0,45
Abiotik
Stasiun 1
3
5
50
ACT
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
210
R
160
8
Abiotik
Stasiun 1
3
5
215
CM
5
0,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
260
R
45
2,25
Abiotik
Stasiun 1
3
5
270
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
360
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 1
3
5
375
CB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
450
R
75
3,75
Abiotik
Stasiun 1
3
5
460
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
530
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 1
3
5
555
ACB
25
1,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1056
R
501
25,05
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1072
CM
16
0,8
Karang Keras Hidup
16
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 1
3
5
1201
R
129
6,45
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1252
ACB
51
2,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1354
R
102
5,1
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1361
MA
7
0,35
Alga
Stasiun 1
3
5
1419
R
58
2,9
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1427
MA
8
0,4
Alga
Stasiun 1
3
5
1510
R
83
4,15
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1525
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1640
R
115
5,75
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1670
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1715
R
45
2,25
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1722
MA
7
0,35
Alga
Stasiun 1
3
5
1747
R
25
1,25
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1751
MA
4
0,2
Alga
Stasiun 1
3
5
1760
R
9
0,45
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1810
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1890
ACD
80
4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1910
R
20
1
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1952
ACD
42
2,1
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
2000
R
48
2,4
Abiotik
Stasiun 2
1
5
30
RCK
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
45
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
50
CB
5
0,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
70
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
120
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
142
CB
22
1,1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
161
ACB
19
0,95
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
193
R
32
1,6
Abiotik
Stasiun 2
1
5
241
SC
48
2,4
Biotik
Stasiun 2
1
5
280
ACB
39
1,95
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
296
R
16
0,8
Abiotik
Stasiun 2
1
5
310
ACB
14
0,7
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
325
ACD
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
351
R
26
1,3
Abiotik
Stasiun 2
1
5
359
CB
8
0,4
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
382
CB
23
1,15
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
400
ACB
18
0,9
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
440
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
480
ACD
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
490
R
10
0,5
Abiotik
17
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 2
1
5
500
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
560
ACB
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
630
ACB
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
660
ACD
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
690
ACT
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
720
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
740
CM
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
750
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
930
R
180
9
Abiotik
Stasiun 2
1
5
960
CM
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
990
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1050
CM
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1070
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1120
R
50
2,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1150
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1220
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1270
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1310
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1340
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1360
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1400
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1410
CS
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1420
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1460
CS
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1510
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1530
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1540
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1570
ACD
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1610
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1630
CM
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1670
CB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1760
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1780
CS
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1800
ACD
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1830
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1850
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1920
RCK
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1930
ACD
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
2000
ACB
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
40
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
18
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 2
2
5
50
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
120
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
150
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
200
R
50
2,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
210
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
280
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
340
ACB
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
370
RCK
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
400
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
420
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
470
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
510
ACT
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
540
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
560
RCK
20
1
Abiotik
Stasiun 2
2
5
660
CB
100
5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
720
RCK
60
3
Abiotik
Stasiun 2
2
5
770
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
840
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
890
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
900
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
910
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1000
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1020
ACT
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1140
R
120
6
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1225
CB
85
4,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1320
R
95
4,75
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1350
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1390
RCK
40
2
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1450
CB
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1470
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1490
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1530
RCK
40
2
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1540
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1560
RCK
20
1
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1570
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1610
RCK
40
2
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1620
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1650
RCK
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1700
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1720
R
20
1
Abiotik
19
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 2
2
5
1770
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1860
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1880
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1960
R
80
4
Abiotik
Stasiun 2
2
5
2000
CB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
230
R
230
11,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
270
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
390
R
120
6
Abiotik
Stasiun 2
3
5
550
ACT
160
8
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
560
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
640
CB
80
4
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
730
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
780
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
810
ACT
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
830
SC
20
1
Biotik
Stasiun 2
3
5
900
ACT
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
960
R
60
3
Abiotik
Stasiun 2
3
5
980
SC
20
1
Biotik
Stasiun 2
3
5
1040
ACT
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1070
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1088
SC
18
0,9
Biotik
Stasiun 2
3
5
1120
CM
32
1,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1160
ACT
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1190
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1210
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1260
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1380
R
120
6
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1410
CM
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1440
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1450
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1505
ACB
55
2,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1600
ACT
95
4,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1660
R
60
3
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1720
CF
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1890
R
170
8,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1980
ACT
90
4,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
2000
R
20
1
Abiotik
Stasiun 3
1
5
31
CM
31
1,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
40
RCK
9
0,45
Abiotik
Stasiun 3
1
5
48
ACB
8
0,4
Karang Keras Hidup
20
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 3
1
5
60
R
12
0,6
Abiotik
Stasiun 3
1
5
72
ACB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
102
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
166
ACB
64
3,2
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
180
R
14
0,7
Abiotik
Stasiun 3
1
5
250
ACB
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
260
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
290
CM
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
300
RCK
10
0,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
320
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
330
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
345
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
367
R
22
1,1
Abiotik
Stasiun 3
1
5
380
ACB
13
0,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
408
R
28
1,4
Abiotik
Stasiun 3
1
5
410
MA
2
0,1
Alga
Stasiun 3
1
5
460
R
50
2,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
481
CB
21
1,05
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
495
ACD
14
0,7
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
690
CB
195
9,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
723
R
33
1,65
Abiotik
Stasiun 3
1
5
729
RCK
6
0,3
Abiotik
Stasiun 3
1
5
741
ACB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
753
RCK
12
0,6
Abiotik
Stasiun 3
1
5
770
R
17
0,85
Abiotik
Stasiun 3
1
5
880
ACB
110
5,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
901
R
21
1,05
Abiotik
Stasiun 3
1
5
925
ACB
24
1,2
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
932
R
7
0,35
Abiotik
Stasiun 3
1
5
967
ACT
35
1,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1070
R
103
5,15
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1120
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1140
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1300
ACB
160
8
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1340
R
40
2
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1370
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1381
OT
11
0,55
Biotik
Stasiun 3
1
5
1392
ACD
11
0,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1430
RCK
38
1,9
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1480
R
50
2,5
Abiotik
21
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 3
1
5
1492
CE
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1521
ACB
29
1,45
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1597
R
76
3,8
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1630
ACB
33
1,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1665
R
35
1,75
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1728
CB
63
3,15
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1830
ACB
102
5,1
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1840
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1880
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
2000
CB
1
KARANG PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
RIFQI SAEFUL BAHRI
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Tutupan karang Di
Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Rifqi Saeful Bahri
NIM C54100012
ABSTRAK
RIFQI SAEFUL BAHRI. Tutupan Karang Di daerah Transplantasi Karang Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh BEGINER SUBHAN dan HAWIS
H. MADDUPPA.
Transplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan
memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fragmentasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tutupan karang di lokasi transplantasi karang di pulau
Pramuka Kepulauan Seribu, sehingga dapat memberikan informasi tentang
kondisi transplantasi terumbu karang sebagai upaya merehabilitasi ekosistem
terumbu karang yang telah rusak. Penelitian ini dilaksanakan pada 17-19 Maret
2015 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, dengan menentukan tiga titik stasiun
dalam pengambilan data. Line Intercept Transek (LIT) digunakan untuk
pengambilan data tutupan karan. Persentase tutupan karang keras hidup pada
setiap stasiun mempunyai nilai berbeda yang berkisar antara 23% sampai 69%.
Stasiun 1 merupakan lokasi keberadaan transplantasi karang yang memiliki
persentase tutupan karang keras hidup sangat rendah dibandingkan dengan stasiun
lainnya yaitu 23% sehingga termasuk dalam kondisi buruk. Stasiun 2 memiliki
persentase tutupan karang keras hidup sebesar 51% termasuk dalam kondisi yang
baik. Stasiun 3 memiliki persentase tutupan karang keras hidup paling tinggi yaitu
69% sehingga termasuk kondisi baik. Ditemukan tiga bentuk pertumbuhan karang
Acropora yaitu Acropora branching, Acropora digitate dan Acropora tabulate,
sedangkan pada kelompok non-Acropora ditemukan lima bentuk pertumbuhan
yaitu Branching, Encrusting, Foliose, Massive dan Submassive.
Kata kunci : Transplantasi karang, tutupan karang, Pulau Pramuka, Line
Intercept Transect (LIT)
ABSTRACT
RIFQI SAEFUL BAHRI. Coral Reefs Cover In the area of transplantation
Pramuka Island, Kepulauan Seribu. Supervised by BEGINER SUBHAN dan
HAWIS H. MADDUPPA.
Coral transplantation is a coral colony propagation techniques by utilizing the
asexual reproduction of corals fragmentation. This research aimed to determine
the coral cover on coral transplantation site at Pramuka island, Seribu Islands, to
provide information about the condition of coral transplantation as an attempt to
rehabilitate coral reef ecosystems that have been damaged. The research was
conducted on 17-19 March 2015 in Pramuka Island, Seribu Islands, by
determining three station points in the data retrieval. Line Intercept Transect (LIT)
used to assess the coral cover data. The percentage of life hard coral cover on each
station between 23% to 69% differently. Station 1 has the least transplanted coral
percentage of life hard coral cover than other stations, that is 23%, classified in
bad condition. Station 2 has 51% life hard coral cover, classified in good
condition. Station 3 has the highest transplanted coral percentage, that is 69% as
good condition. There are three forms of Acropora coral, Acropora branching,
Acropora digitate and Acropora tabulate, while there are five forms of nonAcropora, Branching, Encrusting, foliose, Massive and Submassive.
Keywords: Transplantation of corals, coral cover, Pramuka Island, Line Intercept
Transect (LIT).
TUTUPAN KARANG DI DAERAH TRANSPLANTASI
KARANG PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
RIFQI SAEFUL BAHRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Tutupan Karang Di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu
Nama
: Rifqi Saeful Bahri
NIM
: C54100012
Disetujui oleh
Beginer Subhan S.Pi, M.Si.
Pembimbing I
Dr. Hawis H. Madduppa, S.Pi, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian yang dipilih sejak bulan Maret 2015 ini adalah Transplantasi Karang,
dengan judul Tutupan Karang Di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu.
Kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang
telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama kepada :
1.
Bapak Beginer Subhan S.Pi, M.Si. dan Bapak Dr.Hawis H. Madduppa, S.Pi,
M.Si selaku dosen pembimbing dalam penelitian skripsi ini atas segala
saran, bimbingan, arahan dan nasihat selama penelitian berlangsung dan
selama penulisan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Dr. Ir. Henry Manik, ST selaku ketua komisi
pendidikan dan seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
3.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
4.
Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta.
5.
H. Saeful Bahri dan N. Aam Komala, orangtua tercinta dan Febby Ihsani,
saudara kandung tercinta atas doa, dukungan dan semangat yang terus
diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Siti Maulinna sebagai orang yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Laboratorium Hidrobiologi Laut atas peminjaman peralatan pengambilan
data demi kelancaran dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
8.
Cheri dan Dea Anlika atas ketersediaannya menjadi mitra penyelaman
dalam pengambilan data.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga segala bentuk kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan
evaluasi diri. Semoga skripsi ini bermanfaat.
.
Bogor, Maret 2016
Rifqi Saeful Bahri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat dan Bahan
3
Metode Pengambilan Data
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5
Kondisi Lingkungan
6
Persentase Tutupan Karang
7
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL
1 Posisi Geografis Lokasi Peneliitian
2 Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
3 Parameter Kualitas Air dan Alat yang digunakan
4 Kategori tutupan karang keras hidup
5 Data Kualitas Air
6 Persentase Tutupan Karang
7 Persentase kategori karang keras hidup dan substrat dasar perairan
2
3
4
5
6
7
8
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian
2 Metode Pengambilan Data Line Intercept Transect (LIT) atau Transek
Garis (English et al. 1994)
4 Persentase tutupan karang keras hidup
5 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 1
6 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 2
7 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 3
3
4
8
9
10
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kategori Bentuk Pertumbuhan Karang serta Substrat lainnya (English et
al., 1994)
2 Persentase penyusunan substrat dasar
3 Kondisi terumbu karang di stasiun pengamatan
13
14
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan tropis yang memiliki
produktivitas organik dan keanekaragaman spesies tinggi karena adanya variasi
habitat di dalamnya. Nyabakken (1992) menyatakan bahwa tingkat adaptasi dan
keanekaragaman spesies di terumbu karang dipengaruhi oleh adanya interaksi
yang kompleks antara biota penyusun ekosistem tersebut. Komponen terpenting
suatu terumbu karang adalah hewan karang yang menghasilkan endapan kalsium
karbonat (CaCO3) termasuk ke dalam filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo
Scleractina dan family Scleractinae (Kimbal, 1999).
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki sumberdaya terumbu karang
adalah Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan Kumpulan pulau-pulau
kecil yang berada di perairan sebelah utara teluk Jakarta. Menurut Nauli et al.
(2013) ekosistem terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu merupakan salah
satu ekosistem pesisir dengan biodiversitas yang tinggi dan memiliki sumberdaya
alam yang sangat menarik bagi beragam aktivitas perairan.
Terumbu karang Kepulauan Seribu berperan penting bagi masyarakat lokal
disekitarnya. Terumbu karang memiliki manfaat secara ekologis, ekonomis dan
budaya. Secara ekologis terumbu karang dapat berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik serta sebagai pelindung
hempasan gelombang (Winarso et al. 1999). Secara ekonomis terumbu karang
dapat menjadi tempat berkembangbiaknya habitat laut, seperti ikan yang menjadi
sumber penghidupan nelayan tradisional. Selain itu terumbu karang memiliki
daya tarik untuk wisata bahari sehingga dapat menjadikan nilai tambah bagi
masyarakat lokal. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia,
bukan saja karena kehidupan nya yang sangat rahasia, tetapi juga karena
manfaatnya yang sangat besar bagi kehidupan manusia (Romimohtarto & Juwana,
2001).
Seiring dengan berjalannya waktu, pertambahan penduduk di wilayah
Kepulauan Seribu membuat kawasan terumbu karang mengalami kerusakan. Hal
tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan.
Kebutuhan manusia yang meningkat seperti kebutuhan pangan, pelabuhan, tempat
wisata dan aktivitas lain yang tidak lepas dari keberadaan fungsi laut sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan ekosistem terumbu
karang. Menurut Burke et al. (2012) tingkat ancaman terhadap terumbu karang di
Indonesia mencapai 95% yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu dikarnakan oleh beberapa
sebab seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, limbah
domestik dan limbah industri. Selain itu kegiatan pariwisata dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan terumbu karang. Kurangnya pengetahuan wisatawan tentang
tata cara berwisata yang ramah lingkungan mengakibatkan terjadinya kerusakan
secara fisik seperti penghancuran struktur dari life form karang.
Kondisi terumbu karang akan semakin menurun apabila tidak melakukan
penanganan untuk pemulihan kondisi tersebut. Terumbu karang yang telah rusak
memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula
2
(Dhahiyat et al. 2003). Upaya yang harus dilakukan yaitu dengan mempercepat
regenerasi ekosistem terumbu karang yang sudah rusak atau menciptakan habitat
baru komunitas terumbu karang. Transplantasi karang merupakan teknik
perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang
secara fragmentasi (Subhan et al. 2014). Fragmentasi merupakan
perkembangbiakan suatu organisme dengan cara memutuskan bagian tubuh
induknya.
Tujuan utama transplantasi karang adalah untuk memperbaiki kualitas
terumbu karang seperti meningkatnya tutupan karang hidup, keanekaragaman
hayati dan keunikan topografi karang (Soedharma dan Arafat, 2006). Saat ini
transplantasi karang banyak dikembangkan secara komersil untuk kegiatan
perdagangan. Kegiatan untuk perdagangan karang hias telah dilakukan
transplantasi karang di Kepulauan Seribu sejak tahun 2004 (Kudus, 2005). Karang
hias yang sudah berhasil ditrasplantasikan diantaranya Euphyllia sp. (Subhan et
al. 2008) dan Plerogyra sinuosa (Subhan et al. 2008). Sedangkan transplantasi
karang di Pulau Seribu dilakukan sejak tahun 2002 hingga tahun 2012 (Statistik
Bidang Kelautan, 2015) yang dilakukan di beberapa lokasi dengan berbagai
macam model transplantasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data kondisi tutupan karang di
sekitar lokasi transplantasi karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, sehingga
dapat memberikan informasi tentang kondisi transplantasi terumbu karang sebagai
upaya merehabilitasi ekosistem trumbu karang yang telah rusak.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 17-19 Maret 2015 di
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, dengan menentukan tiga titik stasiun
transplantasi karang dalam pengambilan data. Posisi geografis lokasi pengambilan
data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Posisi Geografis Lokasi Pengambilan Data
Stasiun
1
2
3
Lokasi
Barat Daya Pulau Pramuka
Utara Pulau Pramuka
Selatan Pulau Pramuka
Koordinat
Lintang
o
5 44' 5.8'' LS
5o 44' 3.5'' LS
5o 45' 6.1'' LS
Bujur
106 36' 23.6'' BT
106o 36' 41.6'' BT
106o 36' 41.9'' BT
o
Berdasarkan posisi geografis, lokasi pengambilan data stasiun 1 berada di
barat daya pulau pramuka yang berdekatan dengan pulau karya. Stasiun 2 berada
di bagian utara pulau pramuka yang merupakan Area Perlindungan Laut (APL),
3
sedangkan stasiun 3 berada di Selatan pulau Pramuka. Peta lokasi pengambilan
data penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah
Scuba set, garmin GPS, roll meter, kertas newtop/sabak, kamera underwater, alat
tulis, laptop, termometer, refraktometer, pH meter, DO meter, dan buku
indentifikasi karang (coral finder) (Subhan et al. 2014). Berikut peralatan yang
digunakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
Nama Alat
Keterangan
Scuba Set
Alat bantu pengamatan
Garmin GPS
Menentukan posisi geografis
Roll meter
Media pengukur
Kertas newtop dan sabak
Media penulisan
Kamera Underwater (Cannon D30+G12)
Alat dokumentasi
Alat tulis
Alat bantu penulisan
Laptop
Pengolahan data
Buku identifikasi karang (Coral finder)
Identifikasi data
Termometer
Pengukuran Suhu (oC)
Refraktometer
Pengukuran salinitas (ppt)
pH meter
Pengukuran pH
DO meter
Pengukuran Oksigen terlarut
4
Metode Pengambilan Data
Pengambilan Kualitas Air
Kegiatan yang dilakukan sebelum pengamatan terumbu karang yaitu
menetukan posisi geografis menggunakan GPS Garmin dan pengukuran faktor
fisika-kimia perairan. Pengambilan data tersebut dilakukan satu kali ulangan di
setiap stasiun pada saat dilapangan untuk mengetahui kondisi perairan sebagai
tempat kelangsungan hidup terumbu karang. Parameter kualitas air yang diukur
serta alat yang digunakan dalam pengukuran penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Parameter Kualitas Air dan Alat yang digunakan
Parameter
Satuan
Suhu
Salinitas
Oksigen Terlarut (DO)
Derajat Keasaman (pH)
o
C
ppt
(mg/L)
-
Alat
Termometer Hg
Refraktometer
DO meter
pH meter
Tutupan Karang
Metode yang digunakan dalam pengambilan data tutupan karang adalah
Line Intercept Transect (LIT) atau transek garis (English et al. 1994). Transek
garis dibentangkan sepanjang 20 meter dan pengambilan data dilakukan sebanyak
3 kali ulangan pada setiap stasiun dengan kedalaman 3 meter sampai 5 meter. Saat
pengambilan data, penyelam berenang sepanjang transek dan mencatat transisi
dalam satuan sentimeter dan karang yang tersinggung oleh transek yang tepat
dibawah transek berdasarkan kategori bentuk pertumbuhan hidupnya (life form)
dan substrat dasar lainnya (Gambar 2). Kategori bentuk pertumbuhan karang serta
substrat dasar lainnya terdapat pada lampiran 1.
Gambar 2 Metode Pengambilan Data Line Intercept Transect (LIT) atau Transek
Garis (English et al. 1994)
5
Metode LIT mempunyai beberapa kelebihan antara lain akurasi data dapat
diperoleh dengan baik, kualitas data lebih baik dan lebih banyak, penyajian
struktur komunitas seperti persentase penutupan karang hidup ataupun karang
mati, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih
menyeluruh serta dapat menyajikan secara baik data struktur komunitas biota
yang berasosiasi dengan terumbu karang (Suharsono, 1994).
Analisis Data
Analisis data meliputi perhitungan penutupan karang. Perhitungan
penutupan karang diketahui dengan persamaan berikut menurut English et al.
(1994).
Kategori tutupan karang keras (hard coral) menurut Zamani dan Madduppa
(2011) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kategori tutupan karang keras hidup
No.
1.
2.
3.
4.
Kategori
Sangat Baik
Baik
Sedang
Buruk
Tutupan Karang Keras (%)
75 – 100
50 – 74.9
25 – 49.9
0 – 24.9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletah di sebelah
Utara Teluk jakarta dan Laut Jawa. Posisi geografis wilayah Kepulauan Seribu
berada antara 06 o00’40” dan 05 o54’40” Lintang Selatan dan 106 o40’45” dan 109
o ’ ”
01 19 Bujur Timur. Pemerintah kecamatan terdiri dari dua yaitu Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara terdiri dari tiga Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Kelapa,
Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Panggang, sedangkan Kecamatan
Pulau Seribu Selatan terdiri dari Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari
dan Kelurahan Pulau Untung Jawa.
Pulau Pramuka termasuk dalam kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara. Sebagai pusat pemerintahan kabupaten, Pulau Pramuka
menyediakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat Kepulauan Seribu seperti rumah dinas Bupati dan pejabat kabupaten,
Rumah Sakit Umum Kepulauan Seribu, Mesjid Agung, fasillitas olahraga, Tempat
Pelelangan Ikan (TPI), doking kapal nelayan dan lain lain.
6
Pulau Pramuka sendiri berada dalam wilayah Taman Nasional Kepulauan
Seribu (TNKPS) yaitu dalam zona pemukiman. Taman Nasional Kepulauan
Seribu merupakan Taman Nasional laut yang terletak di sebelah utara Jakarta.
Dasar penetapan TNKPS adalah Keputusan Menteri Kehutanan No. 6310/KptsII/2002 tentang penetapan kawaasan pelestarian alam perairan Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu. Kawasan TNKPS meliputi area seluas 107.489 Ha dan
terbagi dalam empat zona yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan
wisata dan zona pemukiman.
Usaha lain yang dilakukan dalam melestarikan Sumber Daya di Kepulauan
Seribu adalah dengan membentuk Areal Perlindungan Laut (APL) yang berbasis
masyarakat atau kawasan Konservasi Laut Daerah. Areal Perlindungan Laut
merupakan upaya masyarakat bersama pemerintah untuk mempertahankan dan
memprbaiki kualitaa sumberdaya ekosistem terumbu karang dan sekaligus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya lainnya yang berasosiasi
dengan terumbu karang.
Kondisi Lingkungan
Nilai kualitas air yang diperoleh dari ketiga stasiun secara umum masih
dalam kisaran normal untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan hidup
terumbu karang. Parameter kualitas air yang di ambil saat penelitian yaitu oksigen
terlarut (DO), suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH). Data kualitas air di
stasiun 1 diambil pada tanggal 17 maret 2015, pada pukul 13:26 WIB. Data
kualitas air di stasiun 2 diamabil pada tanggal 18 maret 2015 pukul 8:45 WIB,
sedangkan data kualitas air di Stasiun 3 diambil pada hari yang sama pada pukul
14:45 WIB. Pengambilan data kualitas air bertujuan untuk mengetahui kesesuaian
daya dukung lingkungan terhadap ekosistem terumbu karang. Data kulitas air
insitu ditunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data Kualitas Air
Lokasi
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Waktu
13.26 WIB
08.45 WIB
14.45 WIB
DO
6.5 mg/L
6.5 mg/L
6.6 mg/L
Parameter
Suhu
Salinitas
30.2°C
31 ppt
28.9°C
29 ppt
30.1°C
31 ppt
pH
7.23
7.63
7.6
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) di tiga stasiun berkisar antara 6.5
mg/L hingga 6.6 mg/L. Statiun 1 memiliki nilai oksigen terlarut sebesar 6.5 mg/L
begitu juga dengan Stasiun 2 nilai oksigen terlarut nya sebesar 6.5 mg/L,
sedangkan Stasiun 3 memiliki nilai kandungan oksigen terlarut sebesar 6.6 mg/L.
Menurut Effendi (2003) kandungan oksigen terlarut dengan nilai lebih dari 5
mg/L dapat dikatakan baik untuk organisme laut. Menurut Tomascik et al. (1997)
kandungan oksigen dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme partikel karbon dalam
reaksi kimia dalam proses fotosintesis. Raymonth (1963) menyatakan bahwa
kecepatan masuknya oksigen dari udara tergantung pada beberapa faktor antara
lain kejenuhan air, suhu, salinitas, serta pergerakan massa air dan udara seperti
arus, gelombang, dan pasang surut. Menurut Sutarna (1986) kelarutan oksigen
pada badan air tergantung pada seberapa besar proses pengadukan air permukaan,
7
akibat proses fisik air laut seperti tiupan angin, keadaan arus, ombak, dan
gelombang. Karang dapat tumbuh pada kondisi DO dengan kadar di atas 3.5 ppm
(mg/L).
Nilai salinitas yang terukur pada setiap stasiun berkisar antara 29-31 ppt
yang menunjukan bahwa di setiap stasiun berada dalam kondisi baik untuk
pertumbuhan terumbu karang. Menurut Dahuri (2003) pada umumnya karang
tumbuh dengan baik di wilayah dekat pesisir pada salinitas 30-35 ppt.
Derajat keasaman (pH) yang diperoleh dari hasil pengukuran pada setiap
stasiun yaitu berkisar antara 7.23-7.63 ppt. Nilai tersebut dikatakan baik untuk
pertumbuhan terumbu karang. Menurut Zamani dan Madduppa (2011), kisaran
nilai pH yang sesuai untuk terumbu karang yaitu 7 hingga 8.5 ppt.
Selain pengukuran faktor kimia perairan yaitu Oksigen terlarut, salinitas dan
derajat keasaman, namun dilakukan pengukuran terhadap suhu perairan sebagai
faktor pembatas penyebaran terumbu karang. Menurut Nybakken (1988) suhu
yang optimal bagi pertumbuhan biota karang yaitu berkisar antara 25-30°C,
namun suhu 30-35°C dapat ditoleransi oleh terumbu karang (Castro dan Hubber,
2003). Berdasarkan hasil pengamatan, suhu yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu
30.2°C, di stasiun 2 yaitu 28.9°C dan stasiun 3 yaitu 30.1°C. Sehingga dengan
nilai suhu di setiap stasiun tersebut dapat ditoleransi oleh terumbu karang.
Kecerahan air penting bagi pertumbuhan terumbu karang, karna
membutuhkan air yang jernih untuk hidup dan berkembang. Cahaya matahari
yang masuk dapat digunakan untuk proses fotosintesis bagi karang. Menurut
Bengen (2002), semakin rendah intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
kolom perairan, mengakibatkan semakin rendah laju fotosintesis. Hasil
pengamatan bahwa ketiga stasiun memiliki kualitas perairan yang jernih.
Persentase Tutupan Karang
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa persentase
tutupan karang keras hidup (Hard Coral) pada setiap stasiun mempunyai nilai
berbeda yang berkisar antara 23% sampai 69%. Nilai persentase tersebut dapat
dikategorikan buruk hingga baik sesuai dengan Kategori tutupan karang keras
menurut Zamani dan Madduppa (2011). Persentase tutupan karang tersebut
Tabel 6 Persentase Tutupan Karang
Lokasi
Tutupan Karang Keras
Stasiun 1
23 %
Stasiun 2
51 %
Stasiun 3
69 %
Kategori/Status
Buruk
Baik
Baik
disajikan pada Tabel 6.
Stasiun 3 memiliki persentase tutupan karang keras hidup paling tinggi yaitu
69 ± 9 % sehingga termasuk kategori baik. Stasiun 2 yang merupakan Area
Perlindungan Laut memiliki persentase tutupan karang keras sebesar 51 ± 5 %
maka termasuk kategori baik. Sedangkan Stasiun 1 yang berlokasi di dekat pulau
Karya termasuk kategori buruk karna memiliki persentase tutupan karang keras
sebesar 23 ± 6 %.
8
Hasil pengukuran persentase tutupan karang keras hidup pada setiap stasiun
penelitian dapat digambarkan perbedaan nilai persentase seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Persentase tutupan karang keras hidup
Bentuk pertumbuhan karang (life form) menurut English et al. (1997)
terbagi atas karang Acropora dan kelompok Non-acropora. Karang Acropora
terbagi menjadi digitate, branching, encrusting, tabulate dan submassive. Karang
non-Acropora terbagi menjadi branching, encrusting, submassive, massive,
foliose, mushroom, Millepora dan Heliopora (Veron, 1995). Persentase
berdasarkan bentuk pertumbuhan karang keras hidup dan substrat dasar perairan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Persentase kategori karang keras hidup dan substrat dasar perairan
Persen tutupan (%)
Kategori
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Acropora Branching
16.43
15.33
37.38
Acropora Digitate
2.03
2.42
2.20
Acropora Tabulate
0.83
10.58
8.30
Coral Branching
2.57
17.22
14.68
Coral Encrusting
0.20
Coral Foliose
1.00
3.03
Coral Massive
0.57
3.20
1.48
Coral Submassive
0.68
1.17
1.33
Dead Coral
2.80
Rubble
74.57
40.98
23.67
Rock
6.33
1.25
Others
2.15
Soft Coral
0.03
1.77
0.17
Macro Algae
2.28
1.35
Tabel 7 menunjukan bahwa jenis karang Acropora yang memiliki ciri
dengan bentuk pertumbuhan yang bercabang selalu mendominasi transplantasi di
setiap stasiun. Hal ini disebabkan tingkat perumbuhan karang yang bercabang
paling cepat dibandingkan dengan karang lain nya. Menurut Suharsono (2008)
9
bahwa jenis-jenis karang bercabang seperti Acropora dan Pocillopora memiliki
tingkat pertumbuhan 6-8 cm/tahun sedang jenis karang massive seperti porites dan
Lobophyllia memiliki pertumbuhan 0.5-1 cm/tahun. Genus acropora biasa
tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak (Johan,
2003).
Pertumbuhan karang keras hidup yang ditemukan pada setiap stasiun yaitu
pada kelompok Acropora ditemukan tiga bentuk pertumbuhan yaitu Acropora
branching, Acropora Digitate, Acropora tabulate. Sedangkan pada kelompok
non-Acropora ditemukan lima bentuk pertumbuhan yaitu Branching, Encrusting,
Foliose, Massive, Submassive.
Stasiun 1 merupakan lokasi keberadaan transplantasi karang yang memiliki
persentase tutupan karang keras hidup sangat rendah dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Berdasarkan pengamatan, media transplantasi di Stasiun 1 menggunakan
metode beton bertulang / pile rock berukuran 40x40x15cm dengan kedalaman
sekitar 5 meter. Transplantasi karang di lokasi ini dilakukan sejak tahun 2005 oleh
Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (Statistik Bidang Kelautan,
2015). Kondisi kerangka transplantasi pada stasiun 1 telah rusak sehingga karang
yang yang ada di stasiun ini tidak tumbuh baik. Selain itu penempatan posisi antar
media transplantasi memiliki jarak yang jauh dibandingkan dengan media
transplantasi lain nya, hal ini menyebabkan kategori penutupan karang di Stasiun
1 termasuk kategori buruk (Lampiran 3).
Gambar 4 menampilkan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa di lokasi
ini, nilai persentase penutupan kelompok abiotik paling tinggi yaitu sebesar 74.57
± 7 % yang di dominasi oleh patahan karang mati (Rubble). Nilai persentase
tutupan kelompok alga yaitu makro alga sebesar 2.28 ± 1 %. Sedangkan nilai
persentase tutupan kelompok Biotik seperti soft coral yaitu 0.03 %.
Gambar 4 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 1
Lokasi pengambilan data stasiun 2 yaitu di Areal Perlindungan Laut.
Kondisi transplantasi di lokasi ini cukup baik, sehingga karang yang tumbuh pada
media ini dalam kondisi baik (Lampiran 3). Media transplantasi karang di lokasi
ini menggunakan metode beton bentuk piramida 60x40cm yang dilakukan sejak
tahun 2005 oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (Statistik
10
Bidang Kelautan, 2015). Pembuatan media transplantasi dengan metode beton
piramid memiliki kelebihan dalam stabilitas letak formasi yang lebih stabil serta
memiliki daya tahan yang lebih lama selain itu banyak terjadi penempelan karang
secara alami (Subhan et al. 2014).
Gambar 5 menampilkan persentase tutupan karang keras hidup yang
ditemukan di lokasi transplantasi Areal Perlindungan Laut yaitu sebesar 50.92 ±
5 % sehingga termasuk kategori baik. Di lokasi ini persentase penutupan
kelompok abiotik memiliki nilai sebesar 47.32 ± 6 %. Nilai persentase tutupan
kelompok Biotik sebesar 1.77 ± 2 %. Di sepanjang transek pada stasiun ini tidak
ditemukan alga dan karang mati.
Gambar 5 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 2
Transplantasi karang di stasiun 3 menggunakan metode rak jaring, dengan
kondisi karang yang baik. Lokasi ini berada di sebelah selatan pulau pramuka
yang merupakan Adopsi Karang. Kondisi perairan di stasiun 3 sangat jernih
dengan kedalaman mencapai 5 meter (Lampiran 3). Hasil pengamatan di stasiun 3
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Persentase penutupan substrat dasar perairan di stasiun 3
11
Gambar 6 menampilkan persentase tutupan karang keras hidup di stasiun 3
termasuk dalam kategori baik, adapun nilai persentase penutupan abiotik di lokasi
transplantasi ini yaitu sebesar 24.92 ± 6 % yang di dominasi oleh patahan karang
mati (rubble). Nilai persentase tutupan alga sebesar 1.35 ± 3 %. Nilai persentase
tutupan Biotik 2.17 %. Nilai persentase tutupan karang mati sebesar 2.80 ± 4 %.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kondisi tutupan karang di bagian selatan Pulau Pramuka yaitu transplantasi
karang adopsi dengan penutupan karang termasuk dalam kategori baik dan
memiliki nilai persentase sebesar 68.62%. Selain itu Area Perlindungan Laut
termasuk area transplantasi karang yang tergolong dalam kategori baik, sedangkan
transplantasi di sekitar Pulau Karya memiliki tutupan karang yang tergolong
buruk.
Saran
Pengukuran nilai kualitas air laut menjadi faktor utama yang cukup penting
dalam menentukan lokasi penempatan transplantasi karang. Selain itu kerangka
media transplantasi harus disesuikan dengan kondisi perairan yang akan dijadikan
lokasi penempatan transplantasi karang. Selanjutnya pemantauan transplantasi
karang dilakukan secara berkekelanjutan agar karang tetap terjaga dan dapat
dikembangkan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG. 2002. Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya [Sinopsis]. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Bogor (ID): IPB
Burke L, Reytar K, Spalding M, Perry A. 2012. Reefs at Risk Revisited in the
Coral Triangle. Washington: World Resources Institute
Dhahiyat Y, Sinuhaji D, dan Hamdani H. 2003. Struktur Komunitas Ikan Karang
di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pari,Kepulauan Seribu. Jurnal
Iktiologi Indonesia. Vol. 3, No 2.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius:Yogyakarta.
English S. Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Townsville, Australia, Australian Institute of Marine Science,
Townsville Australia: pp. 378
English S, Wilkinson, Baker V. 1997. Survei Manual for Tropical Marine
Resources. Volume ke-2. Australia (AU): Australia Institute of Marine
Science.
Johan O. 2003. Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang. Yayasan Terangi, UI.
Jakarta
12
Kimbal JW. 1999. Biologi Jilid 3. Edisi V. Erlangga. Jakarta.
Kudus UA. 2005. Budidaya Karang Hias di Kepulauan Seribu. Soedharma D,
M.F. Rahardjo, Ferinaldy, Sri Eko Susilawati, Dondy Arafat (Ed). Prosiding
Seminar Transplantasi. Bogor, 8 September 2005. Pusat Penelitian
Lingkngan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. IPB.
Nauli L, Soedharma D, Tri KD. 2013. Komposisi dan Distribusi Foraminifera
Bentik di Ekosistem Terumbu Karang Pada Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No 1.
Nyabakken JW. 1992. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Diterjemahkan
oleh H. M. Eidman, Koesobiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S.
Sukardjo. PT Gramedia. Jakarta.
Romimohtarto K, Juwana S. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Djambatan. Jakarta.
Soedharma D, Arafat D. 2006. Perkembangan Transplantasi Karang di Indonesia.
Soedharma D, M.F. Rahardjo, Ferinaldy, Sri Eko Susilawati, Dondy Arafat
(Ed). Prosiding Seminar Transplantasi. Bogor, 8 September 2005. Pusat
Penelitian Lingkngan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat. IPB.
Statistik Bidang Kelautan. 2015. Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan
DKI Jakarta.
Subhan B, Soedharma D, Madduppa H, Arafat D, Heptarina D. 2008. Tingkat
Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan karang jenis Euphylla sp,
Plerogyra sinuosa dan Cynarina lacrymalis yang ditransplantasikan
diperairan Pulau Pari, Jakarta. Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan:
Prosiding Bidang Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Malang, 8
November 2008. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya. Xxiv + 190
Subhan B, Madduppa H, Arafat D, Hirmawan MR, Ramadhana HC, Pasaribu R.
2014. Kehidupan Laut Tropis : Tulamben. Bogor IPB Press.
Subhan B, Madduppa H, Arafat D, Soedharma D. 2014. Bisakah Transplantasi
Karang Perbaiki Ekosistem Terumbu Karang?. Risalah Kebijakam
Pertanian dan Lingkungan Volume 1 Nomor 3 (hlm 159-164). IPB
Suharsono. 1994. Metode Penelitian Terumbu Karang dalam Materi Kursus
Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia dan Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Suharsono. 2008. Jenis Jenis Karang di Indonesia. Program COREMAP LIPI.
Jakarta
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The Ecology Of The
Indonesian Seas. Part I. Periplus Editions. Singapore(hlm 233-255)
Veron JEN. 1995. Coral in Space and Time: The Biogeography and Evolution of
the Scleractinia. Sidney (AU): UNSW Press. 75 pp.
Zamani NP, Madduppa H. 2011. A Standard Criteria for Assesing the Health of
Coral Reefs: Implication for Management and Conservation. Journal of
Indonesia Coral Reefs. 1(2):137-146
Winarso G, Tejasukmana BS, Irianto B. 1999. Analisis data landsat-TM untuk
menentukan sebaran dan luasan terumbu karang di Kepulauan Spermonde
Sulawesi Selatan. Majalah LAPAN, Edisi Penginderaan Jauh, 1(1): 56-62
13
Lampiran 1 Kategori Bentuk Pertumbuhan Karang serta Substrat lainnya (English
et al., 1994)
Kategori
Dead Coral
Dead Coral with
Algae
Hard Coral:
Acropora
Branching
Encrusting
Submassive
Digitate
Tabulate
Non-Acropora
Branching
Encrusting
Foliose
Massive
Submassive
Mushroom
Millepora
Heliopora
Other Fauna:
Soft Coral
Sponge
Zoanthids
Other:
Algae
Abiotic
Algae
Assemblage
Coralline Algae
Halimeda
Macroalgae
Turf Algae
Sand
Rubble
Silt
Water
Rock
Other
Kode
DC
Keterangan
Karang yang baru mati, berwarna
putih
DCA
Karang mati yang ditumbuhi alga
ACB
ACE
ACS
ACD
ACT
CB
Bercabang seperti ranting
Bentuk merayap seperti Acropora
Bercabang Lempeng dan kokoh
Percabangan seperti jari tangan
Percabangan arah mendatar
Bercabang seperti ranting pohon
Bentuk merayap, menempel pada
CE substrat
CF Bentuk menyerupai lembaran
CM Bentuk menyerupai batu besar
CS Bentuk Kokoh dengan tonjolan
CMR Bentuk seperti jamur, soliter
Semua jenis karang api, warna
CME kuning diujung koloni
Karang biru, adanya warna biru pada
CHL skeleton
SC
SP
ZO
OT
Karang dengan tubuh lunak
contoh : Aaptos aaptos
contoh : Palythoa tubercolusa
Anemon, teripang, gorgonian, kima
AA
CA
HA
MA
TA
S
R
SI
Terdiri dari satu jenis alga
Alga yang mempunyai struktur kapur
Alga dari genus Halimeda
Alga Berukuran besar
Menyerupai rumput-rumput halus
Pasir
Patahan karang yang berserakan
Lumpur
Kolom air/ celah dengan kedalaman
lebih dari 50 cm
Tapakan karang termasuk batu kapur
Data tidak tercatat
WA
RCK
DDD
14
Lampiran 2 Persentase penyusunan substrat dasar
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 1
1
5
50
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
170
R
120
6
Abiotik
Stasiun 1
1
5
190
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
480
R
290
14,5
Abiotik
Stasiun 1
1
5
520
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
610
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 1
1
5
630
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
725
R
95
4,75
Abiotik
Stasiun 1
1
5
796
ACB
71
3,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
917
R
121
6,05
Abiotik
Stasiun 1
1
5
956
MA
39
1,95
Alga
Stasiun 1
1
5
1009
ACB
53
2,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1212
R
203
10,15
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1260
ACB
48
2,4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1340
R
80
4
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1365
CB
25
1,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1630
R
265
13,25
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1670
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
1730
R
60
3
Abiotik
Stasiun 1
1
5
1760
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
1
5
2000
R
240
12
Abiotik
Stasiun 1
2
5
54
ACB
54
2,7
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
202
R
148
7,4
Abiotik
Stasiun 1
2
5
241
MA
39
1,95
Alga
Stasiun 1
2
5
257
R
16
0,8
Abiotik
Stasiun 1
2
5
270
CB
13
0,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
291
R
21
1,05
Abiotik
Stasiun 1
2
5
304
CM
13
0,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
350
R
46
2,3
Abiotik
Stasiun 1
2
5
375
ACB
25
1,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
510
R
135
6,75
Abiotik
Stasiun 1
2
5
512
SC
2
0,1
Biotik
Stasiun 1
2
5
620
ACB
108
5,4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
703
R
83
4,15
Abiotik
Stasiun 1
2
5
712
CB
9
0,45
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
738
R
26
1,3
Abiotik
Stasiun 1
2
5
750
ACB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
775
R
25
1,25
Abiotik
15
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 1
2
5
790
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
880
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 1
2
5
960
ACB
80
4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1004
R
44
2,2
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1071
ACB
67
3,35
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1090
R
19
0,95
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1102
CB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1149
R
47
2,35
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1151
MA
2
0,1
Alga
Stasiun 1
2
5
1196
R
45
2,25
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1205
MA
9
0,45
Alga
Stasiun 1
2
5
1265
R
60
3
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1330
ACB
65
3,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1361
R
31
1,55
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1392
ACB
31
1,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1547
R
155
7,75
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1560
MA
13
0,65
Alga
Stasiun 1
2
5
1583
R
23
1,15
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1592
MA
9
0,45
Alga
Stasiun 1
2
5
1625
R
33
1,65
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1665
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1870
R
205
10,25
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1880
CS
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1954
R
74
3,7
Abiotik
Stasiun 1
2
5
1960
ACB
6
0,3
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
1991
CS
31
1,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
2
5
2000
R
9
0,45
Abiotik
Stasiun 1
3
5
50
ACT
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
210
R
160
8
Abiotik
Stasiun 1
3
5
215
CM
5
0,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
260
R
45
2,25
Abiotik
Stasiun 1
3
5
270
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
360
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 1
3
5
375
CB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
450
R
75
3,75
Abiotik
Stasiun 1
3
5
460
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
530
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 1
3
5
555
ACB
25
1,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1056
R
501
25,05
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1072
CM
16
0,8
Karang Keras Hidup
16
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 1
3
5
1201
R
129
6,45
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1252
ACB
51
2,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1354
R
102
5,1
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1361
MA
7
0,35
Alga
Stasiun 1
3
5
1419
R
58
2,9
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1427
MA
8
0,4
Alga
Stasiun 1
3
5
1510
R
83
4,15
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1525
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1640
R
115
5,75
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1670
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1715
R
45
2,25
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1722
MA
7
0,35
Alga
Stasiun 1
3
5
1747
R
25
1,25
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1751
MA
4
0,2
Alga
Stasiun 1
3
5
1760
R
9
0,45
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1810
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1890
ACD
80
4
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
1910
R
20
1
Abiotik
Stasiun 1
3
5
1952
ACD
42
2,1
Karang Keras Hidup
Stasiun 1
3
5
2000
R
48
2,4
Abiotik
Stasiun 2
1
5
30
RCK
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
45
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
50
CB
5
0,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
70
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
120
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
142
CB
22
1,1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
161
ACB
19
0,95
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
193
R
32
1,6
Abiotik
Stasiun 2
1
5
241
SC
48
2,4
Biotik
Stasiun 2
1
5
280
ACB
39
1,95
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
296
R
16
0,8
Abiotik
Stasiun 2
1
5
310
ACB
14
0,7
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
325
ACD
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
351
R
26
1,3
Abiotik
Stasiun 2
1
5
359
CB
8
0,4
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
382
CB
23
1,15
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
400
ACB
18
0,9
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
440
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
480
ACD
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
490
R
10
0,5
Abiotik
17
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 2
1
5
500
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
560
ACB
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
630
ACB
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
660
ACD
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
690
ACT
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
720
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
740
CM
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
750
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
930
R
180
9
Abiotik
Stasiun 2
1
5
960
CM
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
990
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1050
CM
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1070
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1120
R
50
2,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1150
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1220
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1270
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1310
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1340
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1360
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1400
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1410
CS
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1420
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1460
CS
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1510
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1530
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1540
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1570
ACD
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1610
R
40
2
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1630
CM
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1670
CB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1760
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1780
CS
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1800
ACD
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1830
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1850
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
1920
RCK
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
1
5
1930
ACD
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
1
5
2000
ACB
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
40
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
18
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 2
2
5
50
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
120
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
150
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
200
R
50
2,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
210
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
280
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
340
ACB
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
370
RCK
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
400
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
420
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
470
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
510
ACT
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
540
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
560
RCK
20
1
Abiotik
Stasiun 2
2
5
660
CB
100
5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
720
RCK
60
3
Abiotik
Stasiun 2
2
5
770
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
840
R
70
3,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
890
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
900
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
910
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1000
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1020
ACT
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1140
R
120
6
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1225
CB
85
4,25
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1320
R
95
4,75
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1350
CB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1390
RCK
40
2
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1450
CB
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1470
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1490
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1530
RCK
40
2
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1540
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1560
RCK
20
1
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1570
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1610
RCK
40
2
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1620
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1650
RCK
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1700
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1720
R
20
1
Abiotik
19
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 2
2
5
1770
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1860
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
2
5
1880
CB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
2
5
1960
R
80
4
Abiotik
Stasiun 2
2
5
2000
CB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
230
R
230
11,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
270
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
390
R
120
6
Abiotik
Stasiun 2
3
5
550
ACT
160
8
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
560
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
640
CB
80
4
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
730
R
90
4,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
780
CB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
810
ACT
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
830
SC
20
1
Biotik
Stasiun 2
3
5
900
ACT
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
960
R
60
3
Abiotik
Stasiun 2
3
5
980
SC
20
1
Biotik
Stasiun 2
3
5
1040
ACT
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1070
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1088
SC
18
0,9
Biotik
Stasiun 2
3
5
1120
CM
32
1,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1160
ACT
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1190
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1210
R
20
1
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1260
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1380
R
120
6
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1410
CM
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1440
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1450
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1505
ACB
55
2,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1600
ACT
95
4,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1660
R
60
3
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1720
CF
60
3
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
1890
R
170
8,5
Abiotik
Stasiun 2
3
5
1980
ACT
90
4,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 2
3
5
2000
R
20
1
Abiotik
Stasiun 3
1
5
31
CM
31
1,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
40
RCK
9
0,45
Abiotik
Stasiun 3
1
5
48
ACB
8
0,4
Karang Keras Hidup
20
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 3
1
5
60
R
12
0,6
Abiotik
Stasiun 3
1
5
72
ACB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
102
R
30
1,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
166
ACB
64
3,2
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
180
R
14
0,7
Abiotik
Stasiun 3
1
5
250
ACB
70
3,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
260
ACB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
290
CM
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
300
RCK
10
0,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
320
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
330
R
10
0,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
345
ACB
15
0,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
367
R
22
1,1
Abiotik
Stasiun 3
1
5
380
ACB
13
0,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
408
R
28
1,4
Abiotik
Stasiun 3
1
5
410
MA
2
0,1
Alga
Stasiun 3
1
5
460
R
50
2,5
Abiotik
Stasiun 3
1
5
481
CB
21
1,05
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
495
ACD
14
0,7
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
690
CB
195
9,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
723
R
33
1,65
Abiotik
Stasiun 3
1
5
729
RCK
6
0,3
Abiotik
Stasiun 3
1
5
741
ACB
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
753
RCK
12
0,6
Abiotik
Stasiun 3
1
5
770
R
17
0,85
Abiotik
Stasiun 3
1
5
880
ACB
110
5,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
901
R
21
1,05
Abiotik
Stasiun 3
1
5
925
ACB
24
1,2
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
932
R
7
0,35
Abiotik
Stasiun 3
1
5
967
ACT
35
1,75
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1070
R
103
5,15
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1120
ACB
50
2,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1140
ACB
20
1
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1300
ACB
160
8
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1340
R
40
2
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1370
ACB
30
1,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1381
OT
11
0,55
Biotik
Stasiun 3
1
5
1392
ACD
11
0,55
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1430
RCK
38
1,9
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1480
R
50
2,5
Abiotik
21
Lokasi
Ulangan
Kedalaman
Transisi
Lifeform
Panjang
%Cover
Kelompok
Stasiun 3
1
5
1492
CE
12
0,6
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1521
ACB
29
1,45
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1597
R
76
3,8
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1630
ACB
33
1,65
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1665
R
35
1,75
Abiotik
Stasiun 3
1
5
1728
CB
63
3,15
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1830
ACB
102
5,1
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1840
CB
10
0,5
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
1880
ACB
40
2
Karang Keras Hidup
Stasiun 3
1
5
2000
CB
1