Kandungan senyawa bioaktif antioksidan karang lunak Sarcophyton sp. alami dan transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

(1)

KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN

KARANG LUNAK Sarcophyton sp. ALAMI DAN

TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

YUDHI ROMANSYAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN

KARANG LUNAK

Sarcophyton

sp. ALAMI DAN

TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

C54062016


(3)

RINGKASAN

YUDHI ROMANSYAH. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan NURJANAH.

Kegiatan transplantasi karang lunak Sarcophyton sp. dilakukan pada bulan September 2008 pada kedalaman 3 meter di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pengambilan sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami dan transplantasi dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010. Penelitian laboratorium dimulai dari Agustus hingga November 2010 bertempat di

Laboratorium Kering, Bagian Hidrobiologi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan; Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, IPB. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah rendemen ekstrak, kandungan senyawa antioksidan, dan kandungan senyawa bioaktif menggunakan tiga jenis pelarut untuk melarutkan kandungan bioaktif yang terdapat didalamnya. Pelarut yang digunakan terdiri atas metanol p.a. (polar), etil asetat p.a. (semipolar), dan heksana p.a. (nonpolar).

Rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. alami sebesar 2,56% (pelarut metanol p.a.), 1,1% (pelarut etil asetat p.a.), dan 0,49% (pelarut

heksana p.a.). Rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi sebesar 1,71% (pelarut metanol p.a.), 1,11% (pelarut etil asetat p.a.), dan 0,63% (pelarut heksana p.a.). Karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang alami. Nilai IC50 terendah terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi

dengan pelarut metanol p.a., yaitu sebesar 1.225,46 ppm. Uji statistika yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Faktorial dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNT didapatkan hasil bahwa perlakuan transplantasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp.

Karang lunak Sarcophyton sp. alami memiliki kandungan senyawa bioaktif steroid, flavonoid, dan benedict (gula pereduksi). Karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, flavonoid, dan benedict (gula pereduksi).

Perbedaan yang terjadi antara karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi, baik jika dilihat dari aktivitas antioksidan maupun kandungan senyawa bioaktif diduga akibat adanya perlakuan transplantasi. Proses penutupan luka yang terjadi ketika transplantasi menghasilkan metabolit sekunder sehingga aktivitas antioksidan lebih tinggi serta menghasilkan senyawa alkaloid.


(4)

©Hak cipta milik Yudhi Romansyah, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(5)

KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN

KARANG LUNAK

Sarcophyton

sp. ALAMI DAN

TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

YUDHI ROMANSYAH

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

Judul Skripsi : KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN KARANG LUNAK

Sarcophyton sp. ALAMI DAN TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU Nama Mahasiswa : Yudhi Romansyah Nomor Pokok : C54062016

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA

NIP. 19460218 197301 1 001 NIP. 19591013 198601 2 002

iaaiDr. Ir. Nurjanah, MSaai

Mengetahui, Ketua Departemen

NIP. 19580909 198303 1 003 Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc


(7)

KATA PENGANTAR

Karang lunak Sarcophyton sp. adalah biota laut yang hidup di ekosistem terumbu karang. Banyak biota laut yang belum teridentifikasi karakteristik hidupnya dan kandungan di tubuhnya yang mungkin bermanfaat untuk kehidupan manusia. Penelitian ini diajukan untuk menentukan aktivitas antioksidan dan kandungan bioaktif dari Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi di perairan Pulau Pramuka, Kep.Seribu.

Penelitian ini adalah tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan. Penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Dr. Ir. Nurjanah, MSselaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan masukan terhadap penyusunan skripsi ini.

3. Beginner Subhan, S.Pi, M.Si, Citra Satrya, S.Pi, dan Safrina Dyah Hardiningtyas, S.Pi atas bantuan yang telah diberikan selama penulis bergabung di Laboratorium Biologi Laut.

4. Ibu Ema Masruroh, S.Si, Silvia Rahmawati, A.Md, dan Sulastri, A.Md yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB.


(8)

5. Dian Rachma Safitri, S.Pi yang telah memberikan ilmu serta saran pada penelitian ini.

6. Tazkiyah Hafidzah, Woenxyz James, Dyah Isnaini, Silvia Desrika, dan Wahyu Adi atas kebersamaannya pada saat penelitian di Laboratorium Biologi Laut.

7. Ibu Rohmania, Adik Yurianza Destiana, dan Haezy Satriani yang selalu memberi dukungan, doa dan semangat.

8. Para Asisten Praktikum Oseanografi Umum 2008-2009, 2009-2010, dan 2010-2011. Saya ucapkan terima kasih secara khusus kepada asisten periode 2010-2011, yaitu Olivier Yonathan, Resni Oktavia, S.IK, Anissa Kusuardini, S.IK, Made Suhandana, S.Pi, Widya Dharma Lubayasari, S.Pi, Tia Erfiyanti, S.Si, Denny Wahyudi, S.Pi, Johanes Febrianto, S.Pi, Aldilla Kusumawardhani, Ivan Daniel, Yunita Magrima, Putri Septembriani, M. Hafiz, Haidir Ilyas, Kadek Surya, Denny Ardly, Danu Adrian, Siti Khaerunisa, Ani Haryati, Hollanda Arif, Anugrah Aditya Yuda, Seandy Firmansyah, Tri Handayani, dan Anria. Terima kasih atas kerja sama serta kebersamaannya yang tidak akan terlupakan.

9. Teman-teman dari Bekasi satu angkatan yang bersama-sama kuliah di IPB, yaitu Dhida Praja Sukmawan, S.E, Bayu Cahyo Nugroho, Rido

Monthazeri, Kusuma Ratih, S.TP, Destya Arifiani, S.Si, Belinda

Bunganagara, Khaefah, S.Pi, dan Ahmad Gozali Darda. Terima kasih atas kebersamaan sejak TPB hingga saat ini.


(9)

ix

10.Teman satu kostan (Aditya Asmaranala, S.TP dan Nizar Najmussakib). Terima kasih atas momen yang diberikan pada saat kita bersama.

11.Teman-teman ITK 43, khususnya Muta Ali Khalifa, Resni Oktavia, S.IK, Fitriyah Anggraeni, S.IK, dan Dyah Isnaini atas segala masukan, nasihat, dan semangat yang diberikan sejak penulis kuliah di ITK hingga

penelitian.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... Ixi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Biologi karang lunak Sarcophyton sp. ... 3

2.2. Transplantasi karang lunak ... 4

2.3. Senyawa bioaktif karang lunak ... 5

2.4. Radikal bebas ... 7

2.5. Antioksidan ... 9

3. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1. Waktu dan lokasi penelitian ... 12

3.2. Alat dan bahan ... 13

3.3. Metode penelitian ... 13

3.3.1. Pengambilan sampel alami dan transplantasi ... 13

3.3.2. Ekstraksi senyawa bioaktif . ... 14

3.3.3. Uji aktivitas antioksidan . ... 15

3.3.4. Uji fitokimia (Harbonne, 1987) ... 18

3.4. Analisis data ... 21

3.4.1. Rendemen ekstrak ... 21

3.4.2. Persen inhibisi dan IC50 ... 21

3.4.3. Pengaruh transplantasi terhadap kandungan antioksidan .. 22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Ekstrak Sarcophyton sp. ... 24

4.2. Kandungan antioksidan ... 25

4.3. Kandungan bioaktif ... 28

4.4. Pengaruh transplantasi ... 30

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sumber endogen dan eksogen radikal bebas di dalam tubuh

manusia ... 9 2. Nilai IC50 dari biota uji lainnya ... 27

3. Hasil uji fitokimia karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi di Area

Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu ... 04 2. Struktur kimia flavonol, flavones, dan flavanone (USDA, 2003) ... 06 3. Struktur kimia senyawa DPPH radikal bebas dan non radikal

(Molyneux, 2004) ... 10 4. Lokasi pengambilan sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami dan

hasil transplantasi di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu ... 12 5. Diagram alir proses ekstraksi senyawa bioaktif (Pramadhany, 2006 in

Andriyanti, 2009 yang dimodifikasi) ... 15 6. Diagram alir uji aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp.

alami dan hasil transplantasi (Blois, 1958 in Hanani et al., 2005 yang

dimodifikasi) ... 17 7. Nilai rataan rendemen ekstrak Sarcophyton sp. alami dan hasil

transplantasi dengan pelarut metanol p.a., etil asetat p.a., dan

heksana p.a. . ... 24 8. Nilai rataan IC50 karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil

transplantasi dengan pelarut metanol p.a., etil asetat p.a., dan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Dokumentasi penelitian ... 40

2. Perhitungan dan data rendemen ekstrak ... 42

3. Perhitungan % inhibisi ... 43

4. Perhitungan dan data IC50 ... 44


(14)

1.1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang terjadi memacu terbentuknya masyarakat modern, namun penggunaan berbagai teknologi tersebut dapat mengakibatkan timbulnya efek samping berupa pencemaran. Pencemaran yang terjadi di kota-kota besar dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.

Sumber pencemar dapat berasal dari asap kendaraan bermotor, pembuangan industri, asap rokok, pendingin ruangan dan kebakaran hutan. Banyaknya pencemaran yang terjadi disertai dengan pola makan yang tidak baik dapat memicu terbentuknya radikal bebas sebagai hasil samping dari proses

metabolisme tubuh. Radikal bebas selanjutnya merusak sel dan jaringan dalam tubuh, sehingga menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, antara lain kanker, penuaan dini, dan kardiovaskuler.

Radikal bebas dapat diatasi dengan adanya senyawa antioksidan. Senyawa ini mampu meredam kerja radikal bebas dan mengubahnya menjadi senyawa non radikal. Antioksidan sebenarnya sudah terdapat di dalam tubuh manusia, namun saat pasokan radikal bebas terlalu banyak didalam tubuh maka antioksidan dari luar sangat dibutuhkan. Sumber antioksidan alami dapat berupa buah dan sayur dan juga berupa antioksidan sintetik yaitu butylated hidroxy toluene (BHT). Usaha untuk mencari sumber-sumber antioksidan terus dilakukan dan tidak hanya berpatokan pada sumber dari terrestrial (daratan) namun juga mulai merambah ke sumberdaya laut.


(15)

2

Sarcophyton sp. merupakan jenis karang lunak yang berpotensi untuk dijadikan sumber antioksidan. Hardiningtyas (2009) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. memiliki kandungan antibakteri. Selain itu beberapa penelitian aktivitas antioksidan dan kandungan bioaktif juga telah dilakukan pada biota laut lainnya, antara lain keong mas Pomacea canaliculata Lamarck

(Susanto, 2010), kerang pisau Solen sp. (Izzati, 2010), keong melo Melo melo

(Naryuningtyas, 2010), dan lili laut Comaster sp. (Safitri, 2010).

Usaha transplantasi yang dilakukan terhadap Sarcophyton sp. selain untuk memperbanyak dan melestarikan spesies juga dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan, sehingga pemanfaatan Sarcophyton sp. sebagai sumber antioksidan tidak hanya dari karang lunak alami namun juga dari karang lunak hasil

transplantasi. Jika pemanfaatan antioksidan hanya dari karang lunak alami maka dikhawatirkan stok karang lunak Sarcophyton sp. di alam makin terancam kelestariannya karena tidak ada upaya perbanyakan biomassa melalui

transplantasi. Penelitian transplantasi karang lunak Sarcophyton sp. sebelumnya telah dilakukan oleh Hakim (2010) mengenai perkembangan dan pertumbuhan fragmentasi buatan dari karang lunak Sarcophyton crassocaule dan Rahmawati (2010) mengenai pertumbuhan dan sintasan transplan karang lunak

Sarcophyton sp.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh transplantasi terhadap aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif pada karang lunak


(16)

2.1. Biologi Karang Lunak Sarcophyton sp.

Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas Alcyonaria yang memiliki tangkai dan ukuran koloni yang besar. Koloni karang ini mampu mencapai ukuran 1,5 m, namun pada umumnya berukuran 10-20 cm (Fabricius, 1995). Taksonomi karang lunak Sarcophyton sp. menurut Lesson (1839) in

Hardiningtyas (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Coelenterata Kelas : Anthozoa

Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria) Ordo : Alcyonacea

Famili : Alcyoniidae

Genus : Sarcophyton

Octocorallia bersifat kosmopolit namun untuk genus Sarcophyton hanya ditemukan di wilayah Indo-Pasifik. Genus Sarcophyton memiliki dua tipe polip, yaitu autosoid dan sifonosoid. Polip sifonoid ini lebih kecil ukurannya dari autosoid dan tidak memiliki tentakel atau memiliki tentakel yang belum sempurna (Manuputty, 2005).

Alga simbion zooxanthellae yang hidup di dalamnya menyokong kebutuhan nutrisi dari Sarcophyton sp. yang diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Makanan lainnya yang juga dapat diperoleh yaitu mikroplankton, larva udang, dan segala makanan yang mampu didapatkan oleh jenis invertebrata


(17)

4

Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Karang Lunak Sarcophyton sp. Hasil Transplantasi di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan

berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰. Habitatnya harus berada pada rataan terumbu karang yang mendapatkan sinar matahari sehingga zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan karangnya mampu

melakukan fotosintesis. Gelombang laut memberikan pasokan oksigen terlarut, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang, namun gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur karang lunak (Nybakken, 1982).

2.2. Transplantasi Karang Lunak

Transplantasi karang merupakan upaya memperbanyak koloni karang dengan metode fragmentasi dan koloni tersebut diambil dari induk koloni tertentu di alam.


(18)

Transplantasi karang dilakukan dengan memotong-motong karang hidup lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan. Tujuan transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas habitat/koloni karang. Kegiatan

transplantasi karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alami di habitatnya atau habitat buatan untuk produksi anakan yang dapat dipanen secara berkelanjutan (Ditjen PHKA, 2008).

Menurut Soedharma dan Arafat (2005) manfaat transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, merehabilitasi lahan kosong atau yang rusak, menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu,

mengkonservasi plasma nutfah, dan memenuhi keperluan perdagangan. Menurut Hakim (2010) tingkat kelangsungan hidup karang lunak Sarcophyton crassocaule

yang ditransplantasikan mencapai 88,33-100% pada dua kedalaman yang berbeda.

2.3. Senyawa Bioaktif Karang Lunak

Menurut Khatab (2008) in Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan struktur kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya, arus, dan tekanan. Menurut Muniarsih (2005), metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme


(19)

6

evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder.

Harper (2001) in Hardiningtyas (2009) menjelaskan bahwa karang lunak menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses

reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultraviolet. Karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Karang lunak Sarcophyton sp. dilaporkan memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan flavonoid (Hardiningtyas, 2009). Struktur kimia dari senyawa flavonoid, yaitu flavonol, flavones, dan flavanone dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Flavonol, Flavones, dan Flavanone (USDA, 2003)

Zocchi et al. (2002) in Ismet (2007) melaporkan bahwa kenaikan suhu dapat mengaktivasi pembentukan ADP-ribosa cylase yang berperan dalam sekresi insulin dan proliferase sel. Penelitian yang dilakukan terhadap Axinella polypoides menunjukkan bahwa stimulasi suhu pada jangka pendek dapat menyebabkan penurunan asam amino yang berkepanjangan dan meningkatkan laju respirasi. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap produksi


(20)

senyawa metabolit sekunder (komponen bioaktif) karena beberapa senyawa metabolit sekunder merupakan hasil samping dari metabolisme primer termasuk asam amino.

Adanya limbah organik yang menyebabkan lingkungan perairan menjadi subur juga berpengaruh terhadap kandungan bioaktif karang lunak. Perairan yang subur menyebabkan banyaknya alga yang tumbuh di kolom perairan sehingga terjadinya kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari. Semakin banyaknya alga yang hidup di kolom perairan (marak alga), maka semakin sedikit cahaya yang mencapai habitat karang lunak sehingga zooxanthellae yang bersimbion di dalam tubuh karang lunak tidak mampu untuk berfotosintesis dan kemudian mati (coral bleaching). Zooxanthellae diduga memiliki kandungan bioaktif yang akan terdeteksi ketika dilakukan ekstraksi terhadap karang lunak.

2.4. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada di sekitarnya untuk menstabilkan diri

sehingga senyawa kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Radikal bebas dapat bekerja dengan aman dan efektif dalam tubuh manusia bila jumlahnya tidak berlebihan. Radikal bebas mempunyai aktivitas sinergistik dalam tubuh manusia, yaitu tidak hanya berfungsi untuk menumpas bakteri, virus, atau benda asing lain yang bertumpuk di tubuh dalam sistem imun tapi juga


(21)

8

menyerang jaringan tubuh dan menghasilkan efek sitotoksik yang berbahaya (Fang et al., 2002).

Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya. Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan elektron. Sebagai dampak dari kerja radikal bebas tersebut maka akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Namun bila dua senyawa radikal bertemu maka elektron-elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa radikal bebas bertemu dengan senyawa yang bukan radikal bebas maka akan terjadi tiga kemungkinan, yaitu : radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak berpasangan kepada senyawa bukan radikal bebas, radikal bebas menerima elektron dari senyawa bukan radikal bebas, radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas (Winarsi, 2007).

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen dan secara eksogen. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang bukan radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas. Sumber-sumber radikal bebas yang bersifat endogen dan eksogen dapat dilihat pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1. Sumber Endogen dan Eksogen Radikal Bebas di dalam Tubuh Manusia

Endogen Eksogen

Mitokondria Rokok

Fagosit Polutan lingkungan

Reaksi yang melibatkan logam transisi Radiasi

Jalur Arakhidonat Obat tertentu

Peroksisom Pestisida

Olahraga Anestesi

Peradangan Larutan industri

Iskemia Ozon

Xantin oksidase

Sumber: Tuminah (2000) in Andriyanti (2009)

2.5. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono et al., 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terdapat radikal berlebih dalam tubuh maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen atau tambahan antioksidan dari luar tubuh. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001 dan Sunarni, 2005).

Menurut Coppen (1983) in Trilaksani (2003), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri diantaranya aman dalam penggunaan, tidak memberi flavor, odor, dan warna pada produk, efektif pada konsentrasi rendah, tahan terhadap


(23)

10

proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), dan tersedia dengan harga yang murah.

Antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Aini, 2007). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan radikal bebas, menghambat terjadinya penyakit degeneratif dan menghambat peroksidase lipid pada makanan.

Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005). Struktur molekul senyawa radikal bebas DPPH (diphenylpicrylhidrazyl) sebelum dan sesudah berikatan dengan elektron dari senyawa lain dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia senyawa DPPH radikal bebas dan non radikal (Molyneux, 2004)

Untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada suatu bahan dapat dilakukan pengujian terhadap bahan tersebut. Metode pengujian aktivitas antioksidan yang dapat digunakan diantaranya metode DPPH (Blois, 1958 in Hanani, 2005), metode NBT (Nurjanah et al., 2009), metode Tiosianat (Mun’im et al., 2003 in


(24)

Hanani, 2005), metode malonaldehida (Kikuzaki dan Nakatani, 1993, in Septiana


(25)

3

.

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada koordinat 106˚ 36’ 42,5” BT dan 5˚ 44’ 3,7” LS. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat di Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Pengambilan Sampel Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu

Kegiatan transplantasi dilakukan oleh Hakim (2010) pada bulan September 2008 pada dua kedalaman, yaitu 3 dan 12 meter di Area Perlindungan Laut, Pulau Pramuka, Kep. Seribu. Sampel karang lunak Sarcophyton sp. yang digunakan dalam penelitian ini adalah karang lunak Sarcophyton sp. yang berada di


(26)

mendapatkan sinar matahari yang cukup sehingga karang lunak Sarcophyton sp. dapat tumbuh secara optimal.

Penelitian laboratorium dilakukan pada bulan Juli-November 2010 bertempat di Laboratorium Kering Hidrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan

Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk mengambil sampel karang lunak adalah peralatan SCUBA, cool box, alat tulis, dan pisau selam untuk mengambil sampel. Bahan yang digunakan selama kegiatan laboratorium yaitu karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi, pelarut metanol p.a., pelarut etil asetat p.a., pelarut heksana p.a., aquades, larutan DPPH, dan berbagai pereaksi uji fitokimia. Alat yang digunakan diantaranya orbital shaker, kertas saring kasar dan whatman, spektrofotometer, labu erlenmeyer, timbangan digital, freezer, tabung reaksi, gelas ukur, vacuum evaporator, pipet tetes, dan pipet mikro.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengambilan Sampel Alami dan Transplantasi

Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada kedalaman 3 meter di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, tepatnya pada 106˚ 36’ 42,5” BT dan 5˚ 44’ 3,7” LS. Pengambilan sampel menggunakan alat SCUBA


(27)

14

dan pisau untuk memotong karang lunak dari substratnya dan ditempatkan di keranjang jaring. Karang lunak Sarcophyton sp. yang berada di Area

Perlindungan Laut tersebut diambil sebanyak 300 g untuk sampel alami dan 300 g untuk sampel hasil transplantasi. Kemudian sampel dipindahkan ke cool box yang telah diisi dengan es batu dan blue ice sehingga suhunya tetap rendah agar enzim dan bakteri pembusuk yang mempercepat pembusukan menjadi tidak aktif. Sampel dibawa ke laboratorium dan dimasukkan ke dalam freezer agar sampel tetap berada pada suhu rendah sehingga tidak terjadi pembusukan sebelum dilakukan tahap selanjutnya yaitu ekstraksi senyawa aktif.

3.3.2. Ekstraksi Senyawa Bioaktif

Sampel Sarcophyton sp. dipotong kecil-kecil dan kemudian ditimbang masing-masing 50 g untuk dimaserasi dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:4 selama 3 x 24 jam. Ekstraksi ini menggunakan metode ekstraksi tunggal, yaitu setiap pelarut dicampurkan dengan sampel yang belum pernah dilarutkan dengan pelarut lain sebelumnya. Pada setiap sampel (50 g) ditambahkan pelarut (200 ml) dengan tujuan agar komponen bioaktif pada sampel karang lunak

Sarcophyton sp. terlarut dalam pelarut tersebut. Masing-masing pelarut mewakili senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda, metanol p.a. sebagai pelarut polar, etil asetat p.a. sebagai pelarut semi polar, dan heksana p.a. sebagai pelarut non polar. Kemudian hasil maserasi dari masing-masing pelarut disaring

menggunakan kertas saring kasar dan whatman hingga diperoleh filtrat dan residu. Penyaringan ini dilakukan setiap 24 jam sekali dari maserasi. Filtrat hasil


(28)

menggunakan vacuum evaporator hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah. Diagram alir proses ekstraksi senyawa bioaktif menggunakan pelarut metanol p.a, etil asetat p.a, dan heksana p.a dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Bioaktif (Pramadhany, 2006

in Andriyanti, 2009 yang dimodifikasi)

3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui kemampuan karang lunak Sarcophyton sp. untuk menghambat aktivitas radikal bebas. Setelah didapatkan ketiga jenis ekstrak maka langkah selanjutnya ialah melakukan uji

Sarcophyton sp. 50 g

Maserasi 3 x 24 jam dengan metanol p.a. (200 ml)

Filtrasi setiap 24 jam sekali Residu Evaporasi Filtrat Ekstrak metanol p.a.

Maserasi 3 x 24 jam dengan etil asetat p.a. (200 ml)

Filtrasi setiap 24 jam sekali Residu Evaporasi Filtrat Ekstrak etil asetat p.a.

Maserasi 3 x 24 jam dengan heksana p.a. (200 ml)

Filtrasi setiap 24 jam sekali Residu Evaporasi Filtrat Ekstrak heksana p.a.


(29)

16

aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH (2,2 diphenyl 1-picrylhydrazil). Larutan DPPH yang digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH sebanyak 0,0197 gram dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 1 mM. Larutan induk dari masing-masing ekstrak kasar dibuat dengan mencampurkan ekstrak kasar tersebut dengan metanol p.a. sebanyak 50 ml. Setelah itu diencerkan

konsentrasinya menjadi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan 800 ppm. Kemudian dari masing-masing konsentrasi tersebut diambil 4 ml dan dicampurkan dengan larutan DPPH 1 ml. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian ini dilakukan dari konsentrasi 200 ppm berurutan hingga 800 ppm. Diagram alir proses uji DPPH dapat dilihat pada Gambar 6.


(30)

Gambar 6. Diagram Alir Uji Aktivitas Antioksidan Karang Lunak

Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi (Blois, 1958 in

Hanani et al., 2005 yang dimodifikasi)

Diagram alir pada Gambar 6 berlaku untuk setiap ekstrak dari sampel karang lunak alami dan transplantasi dengan pelarut metanol p.a., etil asetat p.a., dan heksana p.a. Pengujian kualitatif dari metode DPPH yaitu dengan melihat warna larutan sampel ketika dicampurkan dengan DPPH. Adanya perubahan warna ungu pada DPPH menjadi ungu yang lebih muda atau adanya warna kuning ketika pencampuran dilakukan menandakan terdapatnya aktivitas antioksidan pada larutan sampel karang lunak tersebut. Pengujian kuantitatif metode DPPH dilakukan dengan cara menghitung nilai persen inhibisi dan dilanjutkan dengan perhitungan nilai IC50. Persen inhibisi adalah nilai penghambatan radikal bebas

Ekstrak 0,05 gram

Larutan sampel 4 ml dicampurkan dengan larutan DPPH 1 ml Pengenceran dengan metanol p.a.

400 ppm (10 ml) 200 ppm

(10 ml)

600 ppm (10 ml)

800 ppm (10 ml)

Inkubasi 30 menit pada suhu 37˚C

Ukur absorbansi dengan panjang gelombang 517 nm


(31)

18

sedangkan IC50 atau Inhibitor Concentration 50% menyatakan konsentrasi larutan

sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin besar aktivitas antioksidan pada suatu bahan.

Molyneux (2004) menyatakan bahwa metode uji aktivitas antioksidan dengan DPPH merupakan yang metode yang paling banyak digunakan. DPPH

(diphenylpicrylhydrazyl) merupakan senyawa radikal bebas yang larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. DPPH merupakan radikal yang stabil yang dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 515 nm (Rohman dan Riyanto, 2005).

3.3.4. Uji Fitokimia (Harbonne, 1987)

Sampel yang diambil untuk diuji fitokimia adalah ekstrak karang lunak dari pelarut yang memiliki nilai IC50 paling besar. Uji fitokimia bertujuan untuk

menentukan komponen bioaktif yang terkandung dalam suatu bahan. Identifikasi kandungan bioaktif dalam karang lunak Sarcophyton sp. dilakukan dengan pengujian berikut:

a. Uji Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendroff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer membentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan cokelat dan dengan pereaksi Dragendroff membentuk endapan merah sampai jingga. Berikut ini prosedur dalam pembuatan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendroff:


(32)

1. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2 dengan

0,5 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi tidak berwarna.

2. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. 3. Pereaksi Dragendroff dibuat dengan cara 0,8 bimut subnitrat ditambahkan 10

ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glacial dan 100 ml air. Pereaksi berwarna jingga.

b. Uji Steroid

Sebanyak 0,5 gram sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi. Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dilanjutkan dengan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif sampel mengandung steroid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.

c. Uji Flavonoid

Sebanyak 0,05 gram sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol 70%, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid yaitu terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.


(33)

20

d. Uji Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan sampel mengandung saponin.

e. Uji Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel karang lunak diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa fenol yaitu

terbentuknya larutan berwarna hijau atau hijau biru. f. Uji Molisch

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Hasil uji positif sampel mengandung karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.

g. Uji Benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Hasil uji positif sampel mengandung gula pereduksi yaitu terbentuknya larutan berwarna hijau, kuning atau endapan merah bata.

h. Uji Biuret

Larutan sampel sebanyak 1 ml ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 4 ml. campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa peptida yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu.


(34)

i. Uji Ninhidrin

Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil uji positif sampel mengandung asam amino yaitu terbentuknya larutan berwarna biru.

3.4. Analisis Data 3.4.1. Rendemen Ekstrak

Rendemen ekstrak adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan (gram) dengan bobot sampel awal sebelum diekstraksi (gram). Rendemen ekstrak digunakan untuk menentukan berapa persen kandungan bioaktif yang terdapat pada suatu bahan. Persentase rendemen ekstrak dihitung dengan rumus berikut:

... (1)

Keterangan:

Pr : Persen rendemen

Be : Bobot ekstrak

Bs : Bobot sampel awal

3.4.2. Persen inhibisi dan IC50

Persen inhibisi adalah perbandingan antara selisih dari absorbansi blanko dan absorbansi sampel dengan absorbansi blanko. Persen inhibisi digunakan untuk menentukan persentase hambatan dari suatu bahan yang dilakukan terhadap senyawa radikal bebas. Persen inhibisi dihitung dengan rumus berikut:


(35)

22

Keterangan:

Pi : Persen inhibisi

Ab : Absorbansi blanko

As : Absorbansi sampel

Nilai persen inhibisi yang telah dihitung dari setiap konsentrasi

(200-800 ppm) selanjutnya digunakan untuk perhitungan IC50. IC50 atau Inhibitor Concentration 50% adalah nilai konsentrasi suatu bahan untuk menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Nilai konsentrasi dari larutan yang telah diencerkan dari ekstrak dan persen inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Kemudian nilai IC50 dihitung dengan regresi linear y = a(x) + b, dengan

menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC50.

3.4.3. Pengaruh Transplantasi terhadap Kandungan Antioksidan

Perlakuan pada penelitian ini adalah sampel jenis alami dan transplantasi. Semua perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Rancangan percobaan yang digunakan untuk menganalisis data hasil uji kandungan antioksidan dengan DPPH adalah Rancangan Acak Faktorial (RAF) dengan model sebagai berikut:

Yijk = μ +αi + βj + (αβ)ij + εijk ………. (3)

Keterangan:

Yijk = Pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

μ = Mean populasi


(36)

βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B

(αβ)ij = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

εijk = Pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan ij

Hipotesis Rancangan Acak Faktorial terhadap hasil uji kandungan antioksidan dengan DPPH adalah sebagai berikut:

H0 = perlakuan transplantasi tidak berpengaruh nyata H1 = perlakuan transplantasi berpengaruh nyata

Apabila hasil analisis ragam (ANOVA) pada hasil uji kandungan antioksidan dengan DPPH berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil dengan rumus sebagai berikut:

T(α,dbs) x

……… (4)

Keterangan:

T = nilai tableT-Studentpada taraf nyata α dengan derajat bebas sisa dbs

α = taraf nyata

kts = kuadrat tengah sisa

r = ulangan


(37)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstrak Sarcophyton sp.

Nilai persen rendemen ekstrak dari tiap pelarut, baik karang lunak

Sarcophyton sp. alami maupun hasil transplantasi dapat dilihat pada Gambar 7. Proses perhitungan rendemen ekstrak dari tiap pelarut dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Gambar 7. Nilai Rataan Rendemen Ekstrak Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi dengan Pelarut Metanol p.a., Etil Asetat p.a., dan Heksana p.a.

Gambar 7 menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang paling banyak terkandung dalam jaringan tubuh karang lunak Sarcophyton sp. adalah komponen bioaktif yang memiliki sifat polar (metanol p.a.) karena ekstrak yang dihasilkan dengan menggunakan pelarut metanol memiliki rendemen yang paling besar jika dibandingkan dengan pelarut lainnya. Hal ini dikarenakan kelarutan zat pada suatu pelarut sangat ditentukan oleh kemampuan zat tersebut membentuk ikatan

2,56 1,1 0,49 1,71 1,11 0,63 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Metanol Etil asetat Heksana

P er sen Pelarut Alami Transplant


(38)

hidrogen (Khopkar, 2003 in Hardiningtyas, 2009). Metanol p.a. adalah pelarut berbobot molekul rendah yang dapat membentuk ikatan hidrogen sehingga dapat larut dan bercampur dengan air hingga kelarutan yang tak terhingga (Hart, 1987). Ikatan hidrogen lebih mudah terbentuk pada pelarut metanol p.a. sehingga zat bioaktif yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. lebih mudah larut dalam metanol p.a.

Nilai rendemen ekstrak dibutuhkan dalam proses ekstraksi karena dapat digunakan sebagai acuan berapa banyak ekstrak yang dapat dihasilkan dari suatu sampel. Hal ini juga berkaitan dengan berapa banyak kandungan bioaktif yang dikandungnya, karena semakin besar rendemennya dapat diasumsikan banyaknya kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada sampel tersebut. Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Nurhayati et al. (2009) bahwa nilai rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya.

Rita et al. (2009) melaporkan bahwa lamanya waktu dalam melakukan ekstraksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstrak yang diperoleh. Faktor-faktor lainnya diantaranya seperti metode dalam melakukan ekstraksi, ukuran sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harbonne, 1984; Darusman et al., 1995 in

Susanto, 2010).

4.2. Kandungan Antioksidan

Nilai IC50 karang lunak Sarcophyton sp. alami dan transplantasi dapat dilihat


(39)

26

Gambar 8. Nilai Rataan IC50 Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Hasil

Transplantasi dengan Pelarut Metanol p.a., Etil Asetat p.a., dan Heksana p.a.

Gambar 8 memperlihatkan nilai IC50 dari setiap jenis sampel dan pelarut.

Sampel hasil transplantasi memiliki nilai IC50 yang lebih kecil dibandingkan

dengan sampel alami pada semua pelarut, yaitu metanol p.a. (1225,46 ppm), etil asetat p.a. (2985,8 ppm), dan heksana p.a. (4170,98 ppm).

Hasil uji yang dilakukan dengan Rancangan Acak Faktorial (RAF) didapatkan nilai Fhit > Ftab. Fhit yang didapatkan untuk pengaruh perlakuan

transplantasi terhadap aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp. sebesar 28,86. Setelah dilakukan uji lanjut (P=0,05) didapatkan hasil bahwa perlakuan alami dan transplantasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan transplantasi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp. Blois (1958) in Hanani et al. (2005) menyatakan bahwa suatu bahan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat jika nilai IC50 yang terukur kurang dari 200 mg/l (ppm).

2926,43 3952,87 4174,32 1225,46 2985,8 4170,98 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

Metanol p.a. Etil Asetat p.a. Heksana p.a.

p p m Pelarut Alami Transplant


(40)

Hal ini menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan yang terdapat pada karang lunak

Sarcophyton sp. tergolong rendah.

Kemudian sebagai pembanding dengan biota laut lainnya, pada Tabel 2 dapat dilihat nilai IC50 dari biota uji lain yang telah dilakukan penelitian sebelumnya.

Tabel 2. Nilai IC50 dari Biota Uji Lainnya

Biota Pelarut Sumber

Heksana p.a. Kloroform p.a. Etil asetat p.a. Metanol p.a.

Keong Mas - 3.458,37 1.662,36 1.270,47 Susanto (2010)

Kerang Pisau - 2.008,52 1.593,87 1.391,08 Izzati (2010)

Keong Melo - 2.780,00 2.760,00 2.308,00 Naryuningtyas

(2010)

Lili laut - 5.718,08 2.016,78 419,20 Safitri (2010)

Tomat - - - 44,06 Andayani et al.

(2008)

Sarcophyton sp. alami

4.174,32

- 3.952,88 2.926,43

Sarcophyton sp. transplant

4.170,98

- 2.985,80 1.225,47

Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak kasar lili laut dengan pelarut metanol p.a. memiliki nilai IC50 terbesar, yaitu 419,20 ppm. Keong melo hanya memiliki

nilai IC50 sebesar 2.308 ppm, keong mas memiliki nilai IC50 1.270,47 ppm, dan

kerang pisau memiliki nilai IC50 1.391,08 ppm. Hal ini membuktikan bahwa lili

laut memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan hewan invertebrata air yang lainnya namun jika dibandingkan dengan buah tomat maka aktivitas lili laut masih rendah karena nilai IC50 buah tomat sebesar 44,06

ppm. Tomat dan sumber antioksidan dari terrestrial lainnyaselama ini lebih banyak digunakan dalam industri farmasi sedangkan pemanfaatan biota laut terutama di Indonesia masih belum optimal (Hanani et al., 2005).


(41)

28

4.3. Kandungan Bioaktif

Ekstrak kasar dari karang lunak Sarcopyton sp. kemudian diuji fitokimia untuk mengetahui kandungan bioaktif yang terdapat dalam tubuhnya. Uji fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, uji steroid, uji flavonoid, uji saponin, uji fenol hidrokuinon, uji molisch, uji benedict, uji biuret dan uji ninhidrin. Uji ini dilakukan terhadap dua sampel, yaitu sampel alami dan hasil transplantasi yang diwakili oleh pelarut metanol p.a. Metanol p.a. merupakan pelarut polar, namun dapat juga digunakan untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar (Andriyanti, 2009). Hasil uji fitokimia dari sampel karang lunak Sarcophyton sp. dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi

Tabel 3 menunjukkan pengujian yang dilakukan pada sampel alami

menghasilkan reaksi positif pada uji steroid, uji flavonoid, dan uji benedict. Pada

Uji Fitokimia Jenis Sampel Standar

Alami Transplan

Alkaloid

a. Dragendorff - + Endapan merah atau jingga

b. Meyer - + Endapan putih kekuningan

c. Wagner - + Endapan coklat

Steroid + + Perubahan dari merah ke biru/hijau

Flavonoid + +

Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau

Saponin - - Terbentuk busa

Fenol Hidrokuinon - - Warna hijau atau biru

Molisch - - Warna ungu antara 2 lapisan

Benedict + + Warna hijau/kuning/endapan merah bata

Biuret - - Warna ungu


(42)

sampel hasil transplantasi menghasilkan reaksi positif pada uji alkaloid, uji steroid, uji flavonoid, dan uji benedict. Hal ini senada dengan yang dilaporkan Hardiningtyas (2009) bahwa Sarcophyton sp. memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan flavonoid.

Alkaloid ditemukan hanya pada sampel karang lunak hasil transplantasi sedangkan pada sampel karang lunak alami tidak ditemukan. Hal ini berindikasi bahwa perlakuan transplantasi memiliki pengaruh terhadap senyawa bioaktif yang dikandung pada suatu bahan. Setelah karang lunak dipotong untuk

ditransplantasi, maka karang lunak akan mengeluarkan lendir sebagai respon alami untuk memperbaiki jaringan yang rusak (menutup luka). Lendir ini adalah hasil dari metabolisme sekunder yang diduga mengandung komponen bioaktif alkaloid dan berguna untuk pertahanan diri, pencegahan infeksi, dan persaingan ruang.

Badria et al. (1998) dan Sawant et al. (2006) in Hardiningtyas (2009) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa bioaktif steroid. Steroid dalam karang lunak terbagi menjadi dua, yaitu hormon adrenal dan hormon seks. Kedua hormon ini berperan dalam metabolisme dan pembentukan progesteron, testosteron, dan estrogen yang kemudian akan membentuk gamet jantan dan betina.

Reaksi positif yang terjadi ketika pengujian benedict merupakan indikasi adanya kandungan gula pereduksi di dalam tubuh karang lunak Sarcophyton sp., baik alami maupun hasil transplantasi. Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida merupakan karbohidrat yang dikandung oleh suatu bahan dan dapat


(43)

30

ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict dengan indikator terdapat endapan merah bata (Harbonne, 1987).

4.4. Pengaruh Transplantasi

Penelitian ini menggunakan dua jenis sampel karang lunak Sarcophyton sp. (alami dan transplantasi) dalam pengujian aktivitas antioksidan untuk

mendapatkan pengaruh perlakuan transplantasi terhadap kandungan senyawa bioaktif antioksidannya. Hasil yang didapatkan dari pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH yaitu terdapat aktivitas antioksidan yang tinggi pada sampel karang lunak Sarcophyton sp. hasil

transplantasi. Hasil yang didapatkan menjelaskan bahwa kandungan antioksidan di sampel karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi lebih besar jika dibandingkan dengan yang alami. Dugaan awal yang dapat diambil adalah perlakuan transplantasi mampu menaikkan kandungan antioksidan. Setelah karang lunak dipotong untuk ditransplantasi, maka karang lunak akan

mengeluarkan lendir sebagai respon alami untuk memperbaiki jaringan yang rusak (menutup luka). Lendir ini adalah hasil dari metabolisme sekunder dan diduga mengandung komponen bioaktif yang berperan sebagai senyawa antioksidan.

Hal yang serupa juga ditemui pada hasil uji fitokimia, yaitu terjadi perbedaan kandungan yang terdapat pada sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi. Sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami bereaksi positif pada uji steroid, uji flavonoid, dan uji benedict. Sampel karang lunak

Sarcophyton sp. hasil transplantasi bereaksi positif pada uji alkaloid, uji steroid, uji flavonoid, dan uji benedict. Dapat disimpulkan bahwa karang lunak


(44)

Sarcophyton sp. mengandung senyawa bioaktif steroid, flavonoid, dan gula

pereduksi. Hal ini serupa dengan yang diutarakan Badria et al. (1998) dan Sawant

et al. (2006) in Hardiningtyas (2009) bahwa karang lunak Sarcophyton sp. banyak mengandung senyawa bioaktif steroid. Senyawa kimia aktif tersebut

menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, antitumor, neurotoksik, dan anti inflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi.

Perbedaan dalam hasil uji fitokimia terdapat pada uji alkaloid. Pada sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami tidak ditemukan adanya kandungan alkaloid. Pada sampel karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi ditemukan adanya kandungan alkaloid karena bereaksi positif saat pengujian dengan Wagner, Meyer, dan Dragendroff. Alkaloid yang terkandung dalam sampel karang lunak

Sarcophyton sp. ini diduga muncul ketika perlakuan transplantasi. Setelah karang lunak dipotong untuk ditransplantasi, maka karang lunak akan mengeluarkan lendir sebagai respon alami untuk memperbaiki jaringan yang rusak (menutup luka). Lendir ini adalah hasil dari metabolisme sekunder yang diduga

mengandung komponen bioaktif alkaloid dan berguna untuk pertahanan diri, pencegahan infeksi, dan persaingan ruang.

Kandungan bioaktif seperti komponen karbohidrat, gula pereduksi, peptida, dan asam amino merupakan hasil metabolit primer. Alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, dan fenol hidrokuinon termasuk metabolit sekunder. Dari hasil

pengujian fitokimia dapat disimpulkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. memiliki kandungan metabolit sekunder karena bereaksi positif dengan pengujian alkaloid, steroid, dan flavonoid. Terjadinya kompetisi ruang, makanan, dan adanya predator pemangsa memicu karang lunak Sarcophyton sp. untuk


(45)

32

memproduksi metabolit sekunder yang berperan sebagai allelopatic agent. Sammarco et al. (1983) in Hardiningtyas (2009) menyatakan bahwa allelopatik adalah sifat penghambat secara langsung terhadap suatu jenis oleh jenis lainnya dengan menggunakan zat-zat kimia beracun atau berbisa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Fleury et al. (2004) bahwa produktif senyawa bioaktif

sarcophytoxide dari karang lunak Sarcophyton ehrenbergi semakin meningkat ketika didekatkan dengan karang lunak Pacillopora darmiconis dan juga oleh Ismet (2007) bahwa senyawa-senyawa kimiawi dalam metabolit sekunder bermanfaat untuk mempertahankan diri dari tekanan kompetitor, reaksi antagonisme, infeksi maupun predasi oleh organisme laut lainnya.

Metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan dalam proses-proses metabolisme esensial bagi organisme. Produksi metabolit ini hampir serupa pada semua organisme, melibatkan proses anabolisme dan katabolisme, contohnya lintasan pembentukan glukosa.

Sementara itu, metabolisme sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi spesies atau strategi adaptasi terhadap lingkungan (Torssell, 1983 in Ismet, 2007). Contoh pertahanan dan strategi terhadap lingkungan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Coll et al, (1983) in Kelman et al, (1999) bahwa gastropoda Ovula ovum dilaporkan memangsa Sarcophyton sp.

Metabolit sekunder yang terbentuk pada karang lunak Sarcophyton sp. diduga karena perlakuan transplantasi dimana karang lunak tersebut dipotong-potong dan kemudian di tempatkan di rak transplan untuk keperluan transplantasi. Proses penutupan luka akibat kegiatan transplantasi berlangsung setelah pemotongan


(46)

selesai. Proses ini membutuhkan waktu dan ditandai dengan keluarnya lendir berwarna kuning coklat dari bagian tubuh karang lunak Sarcophyton sp. yang dipotong. Secara umum, luka yang terdapat pada karang lunak dapat diakibatkan proses transplantasi atau predasi yang dilakukan pemangsa, seperti gastropoda

Ovula ovum (Coll et al., 1983 in Kelman et al., 1999).

Karang lunak hasil transplantasi yang digunakan dalam penelitian ini ditransplantasi pada bulan September 2008 dan diambil untuk penelitian laboratorium pada bulan Juli dan Agustus 2010. Pada saat pengambilan, luka akibat pemotongan transplantasi pada karang lunak hasil transplantasi sudah tertutup sempurna. Jarak waktu yang lama antara kegiatan transplantasi dengan kegiatan pengambilan sampel dikuatirkan mempengaruhi kandungan antioksidan dan metabolit sekundernya akibat adanya pengaruh lingkungan, yaitu proses predasi, gelombang yang sangat besar, dan keterbatasan cahaya matahari. Hal ini dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan karena bisa terjadi kemungkinan aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi bukan murni akibat kegiatan transplantasi sehingga perlunya pengujian aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif pada jangka waktu yang singkat sejak kegiatan transplantasi. Hal ini nantinya dipengaruhi oleh usia karang lunak setelah ditransplantasi, misalnya usia satu bulan setelah ditransplantasi kemudian dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dan senyawa bioaktif. Kemudian pada usia dua dan tiga bulan juga dilakukan hal yang sama agar dapat diketahui informasi waktu yang efektif untuk pemanfatan karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi sebagai antioksidan.


(47)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi memiliki

kandungan antioksidan. Pengujian dengan metode DPPH untuk mengetahui besar aktivitas antioksidan melalui nilai IC50 didapatkan hasil yaitu aktivitas antioksidan

yang terkandung dalam karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi lebih tinggi.

Pengujian kandungan bioaktif terhadap karang lunak Sarcophyton sp. alami menghasilkan reaksi positif pada uji steroid, flavonoid, dan benedict. Pengujian pada karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi menghasilkan reaksi positif pada uji alkaloid, steroid, flavonoid, dan benedict.

Dugaan awal yang dapat diambil yaitu perlakuan transplantasi mampu menaikkan aktivitas antioksidan pada karang lunak Sarcophyton sp. yang juga ditandai oleh terbentuknya senyawa alkaloid.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menitikberatkan pada pengamatan umur karang lunak Sarcophyton sp. setelah ditransplantasi sehingga didapatkan informasi waktu yang efektif dalam pemanfaatannya sebagai antioksidan.


(48)

Aini, N. 2007. Structure – antioxidant activities relationship analysis of

isoeugenol, eugenol, vanilin and their derivatives. Indonesian Journal of Chemistry. 7(1):61-66.

Andayani, R., Y. Lisawati, dan Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total, dan likopen pada buah tomat (Solanum lycopersicum

L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 13(1):1-9.

Andriyanti, R. 2009. Ekstraksi senyawa aktif antioksidan dari lintah laut

(Discodoris sp.) asal perairan Kepulauan Belitung [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dalimartha, S. dan M. Soedibyo. 1999. Awet muda dengan tumbuhan obat dan diet suplemen. Trubus Agriwidya. Jakarta. Hal. 36-40.

Ditjen PHKA. 2008. Pedoman Penangkaran Transplantasi Karang Hias yang Diperdagangkan SK.09/IV/Set-3 Tahun 2008. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.

Fabricius, K. 1995. Slow population turnover in the soft coral genera sinularia and sarcophyton on mid- and outer-shelf reefs of the Great Barrier Reef.

Marine Ecology Progress Series. 126:145-152.

Fang, Y., S. Yang, dan G. Wu. 2002. Free radicals, antioxidant, and nutrition.

Journal of Nutrition. 18:872-879.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Diterjemahkan oleh A.H. Pudjaaymaka. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Fleury, B.G., J.C. Coll, P.W. Sammarco, E. Tentori, dan S. Duquesne. 2004. Complementary (secondary) metabolites in an octocoral competing with a scleractinian coral: effects of varying nutrients regimes. Journal of

Experimental Marine Biology and Ecology. 303:115-131.

Hakim, M.L. 2010. Perkembangan dan pertumbuhan fragmentasi buatan karang lunak (Octocorallis: Alcyonacea) Sarcophyton crassocaule di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanani, E., A. Mun’im, dan R. Sekarini. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3):127-133.


(49)

36

Harbonne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Soediro. Institut Teknologi Bandung. Bandung Hardiningtyas, S.D. 2009. Aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton

sp yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hart, H. 1987. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Diterjemahkan oleh S.

Achmadi. Erlangga. Jakarta.

Ismet, M.S. 2007. Penapisan senyawa bioaktif spons Aaptos aaptos dan Petrosia

sp. dari lokasi yang berbeda [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Izzati, L. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada kerang pisau (Solen spp) [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kelman, D., Y. Benayahu, dan Y. Kashman. 1999. Chemical defence of the

softcoral Parerythropodium fulvum fulvum (forskal) in the Red Sea against generalist reef fish. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 238(1999):127-137.

Manuputty, A. 2005. Reproduksi dan propagasi pada octocorallia. Oseana. 30(1):21-27.

Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanarin Journal of Science Technology. 26(2):211-219.

Murniasih, T. 2005. Substansi kimia untuk pertahanan diri dari hewan laut tak bertulang belakang. Oseana. 30(2):19-27.

Naryuningtyas, F. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong melo (Melo melo) [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurhayati, T., D. Aryanti, dan Nurjanah. 2009. Kajian awal potensi ekstrak spons

sebagai antioksidan. Jurnal Kelautan Nasional. 2:43-51.

Nurjanah, L. Hardjito, D. Monintja, M. Bintang, dan D.R. Agungpriyono. 2009. Aktivitas antioksidan lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan Pulau Buton Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Hal. 49-58.

Nybakken, J.W. 1982. Marine Biology: An Ecological Approach. Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, dan S.


(50)

Rahmawati, F. 2010. Pertumbuhan dan sintasan transplan karang lunak Nephtea

dan Sarcophyton di Pulau Karya, Kepulauan Seribu, Jakarta [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rita, A., S.U. Tania, H. Heri, dan A.M. Albana. 2009. Produksi antioksidan dari daun simpur (Dillenia indica) menggunakan metode ekstraksi tekanan tinggi dengan sirkulasi pelarut. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, Bandung, 19-20 Oktober 2009.

Rohdiana, D. 2001. Aktivitas daya tangkap radikal polifenol dalam daun teh.

Majalah Jurnal Indonesia. 12(1):53-58.

Rohman, A. dan S. Riyanto. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol daun

kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia. 16(3):136-140.

Safitri, D.R. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif lili laut

(Comaster sp.) [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Septiana, A.T., D. Muchtadi, dan F.R. Zakaria. 2002. Aktivitas antioksidan ekstrak dikhlorometana dan air jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada asam linoleat. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 8(2):105-110. Soedharma, D. dan D. Arafat. 2005. Perkembangan transplantasi karang di

Indonesia. Prosiding Seminar Transplantasi. Bogor, 8 September 2005. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suhartono, E., Fujiati, dan I. Aflanie. 2002. Oxygen toxicity by radiation and effect of glutamic piruvat transamine (GPT) activity rat plasma after vitamine C treatment. Diajukan pada International Seminar on Environmental Chemistry and Toxicology, Yogyakarta.

Sunarni, T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa kecambah dari biji tanaman familia papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia. 2(2):53-61.

Susanto, I.S. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Trilaksani, W. 2003. Antioksidan: Jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran terhadap kesehatan [makalah]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

USDA. 2003. USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods. U.S. Department of Agriculture. Marryland, USA.


(51)

38


(52)

(53)

40

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Sampel karang lunak Sarcophyton sp. Sarcophyton sp. alami yang telah alami dan transplantasi yang berada dipotong-potong

di dalam cool box.

Sampel dan pelarut yang dicampurkan Filtrasi dilakukan menggunakan di dalam labu erlenmeyer sedang berada kertas saring whatman untuk di orbital shaker untuk dimaserasi memisahkan filtrat dengan residu

Filtrat dari sampel alami ulangan Proses evaporasi filtrat dengan vacuum pertama yang telah didapatkan dari evaporator untuk memisahkan ekstrak proses filtrasi hari pertama dengan pelarut


(54)

Lanjutan Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Ekstrak yang telah didapatkan kemudian Larutan induk dari ekstrak ditempatkan ditempatkan di tabung kecil di gelas ukur kecil

Ekstrak yang telah diencerkan dengan Tabung reaksi yang digunakan untuk metanol p.a. menjadi 200,400,600, dan uji aktivitas antioksidan dan uji


(55)

42

Lampiran 2. Perhitungan dan data rendemen ekstrak

Rendemen = (bobot ekstrak / bobot awal sampel sebelum di maserasi) x 100%

Contoh: rendemen ekstrak sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami ulangan 1 dengan pelarut metanol p.a.

Rendemen = (1,4474 gram / 50 gram) x 100% = 0,028948 x 100%

= 2,8948%

Ulangan

Bobot ekstrak (gr)

Alami Transplan

Metanol Etil asetat Heksana Metanol Etil asetat Heksana Ulangan 1 1.4474 0.6238 0.2398 0.6921 0.5937 0.2921 Ulangan 2 1.1085 0.4722 0.2524 1.0226 0.5158 0.3343

Rata2 1.27795 0.548 0.2461 0.85735 0.55475 0.3132

Ulangan

Rendemen (%)

Alami Transplan

Metanol Etil asetat Heksana Metanol Etil asetat Heksana Ulangan 1 2.8948 1.2476 0.4796 1.3842 1.1874 0.5842

Ulangan 2 2.217 0.9444 0.5048 2.0452 1.0316 0.6686


(56)

Lampiran 3. Perhitungan % inhibisi

% inhibisi = [(Abs blanko-abs sampel) / abs blanko] x 100%

Contoh: % inhibisi sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami ulangan 1 dengan pelarut metanol p.a. 200 ppm.

% inhibisi = [(1,947-1,597) / 1,947] x 100% = [0,35 / 1,947] x 100%

= 0,17976 x 100% = 17, 97%


(57)

44

Lampiran 4. Perhitungan dan data IC50

Nilai konsentrasi dan % inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh bentuk y = bLn(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC50. Contoh: Dari sampel alami ulangan 1 pelarut metanol

p.a.diperoleh persamaan regresi y = 0,012x + 14,84, kemudian ganti y dengan 50 (IC50).

y = 0,012x + 14,84 50 = 0,012x + 14,84 50 – 14,84 = 0,012x

35,16 = 0,012x 2930 = x

2930 ppm (IC50)

Data IC50

y = 0.012x + 14.84

0 5 10 15 20 25 30

0 200 400 600 800 1000

P e rs e n i n h ib is i (%)

Konsentrasi sampel (ppm)

Jenis

Sampel Pelarut

% inhibisi

Regresi IC50 (ppm)

200 400 600 800

Alami 1

Metanol 17.98 19.16 21.16 25.42 y = 0.012x + 14.84 2930,00

Etil asetat 15.20 19.41 20.44 20.60 y = 0.008x + 14.61 4423,75

Heksana 18.08 19.00 20.80 22.91 y = 0.008x + 16.12 4235,00

Transplant 1

Metanol 32.50 34.84 37.12 44.60 y = 0.019x + 27.62 1177,89

Etil asetat 15.11 18.90 24.61 21.60 y = 0.012x + 13.75 3020,83

Heksana 23.31 25.08 26.27 28.19 y = 0.007x + 21.75 4035,71

Alami 2

Metanol 30.89 32.76 34.63 35.46 y = 0.007x + 29.54 2922,86

Etil asetat 16.25 20.87 21.91 23.00 y = 0.010x + 15.18 3482,00

Heksana 6.65 9.92 11.42 13.71 y = 0.011x + 4.750 4113,64

Transplant 2

Metanol 26.79 29.07 33.54 41.20 y = 0.023x + 20.72 1273,04

Etil asetat 14.61 16.49 19.84 22.43 y = 0.013x + 11.64 2950,77


(58)

Lampiran 5. Uji Statistik dengan Rancangan Acak Faktorial

Anova: Two-Factor With Replication

SUMMARY Alami Transplant Total

Metanol

Count 2 2 4

Sum 5852.86 2450.93 8303.79

Average 2926.43 1225.465 2075.948

Variance 25.4898 4526.7612 965944.7

Etil asetat

Count 2 2 4

Sum 7905.75 5971.603 13877.35

Average 3952.875 2985.8015 3469.338

Variance 443446.5 2454.412 460377.4

Heksana

Count 2 2 4

Sum 8348.64 8341.96 16690.6

Average 4174.32 4170.98 4172.65

Variance 7364.125 36595.946 14657.08

Total

Count 6 6

Sum 22107.25 16764.493

Average 3684.542 2794.0822

Variance 444814.8 1765980.9

ANOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Sample 9109795 2 4554898 55.2764 0.000136 5.143253

Columns 2378754 1 2378754 28.8676 0.001707 5.987378

Interaction 1449770 2 724884.9 8.796911 0.016446 5.143253

Within 494413.3 6 82402.21

Total 13432733 11

Uji Lanjut dengan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) T(α,dbs) x


(59)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 September 1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra

pasangan Bapak (Alm) Yusron dan Ibu Rohmania. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Aisyiyah 27 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Duren 5 Bekasi Timur dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Departemen Politik dan Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) 2007, staf Departemen Budaya Olahraga dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) 2008, Kepala Departemen Hubungan Luar dan Komunikasi (HUBLUKOM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) 2009, Keluarga Mahasiswa Bekasi IPB (KEMSI IPB), dan Forum Keluarga Muslim FPIK (FKM-C). Penulis juga tercatat sebagai asisten praktikum mata kuliah Oseanografi Umum selama tiga tahun yaitu pada tahun ajaran 2008-2009, 2009-2010, dan sebagai Koordinator Asisten pada 2010-2011.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak

Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”, dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS.


(60)

1.1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang terjadi memacu terbentuknya masyarakat modern, namun penggunaan berbagai teknologi tersebut dapat mengakibatkan timbulnya efek samping berupa pencemaran. Pencemaran yang terjadi di kota-kota besar dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.

Sumber pencemar dapat berasal dari asap kendaraan bermotor, pembuangan industri, asap rokok, pendingin ruangan dan kebakaran hutan. Banyaknya pencemaran yang terjadi disertai dengan pola makan yang tidak baik dapat memicu terbentuknya radikal bebas sebagai hasil samping dari proses

metabolisme tubuh. Radikal bebas selanjutnya merusak sel dan jaringan dalam tubuh, sehingga menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, antara lain kanker, penuaan dini, dan kardiovaskuler.

Radikal bebas dapat diatasi dengan adanya senyawa antioksidan. Senyawa ini mampu meredam kerja radikal bebas dan mengubahnya menjadi senyawa non radikal. Antioksidan sebenarnya sudah terdapat di dalam tubuh manusia, namun saat pasokan radikal bebas terlalu banyak didalam tubuh maka antioksidan dari luar sangat dibutuhkan. Sumber antioksidan alami dapat berupa buah dan sayur dan juga berupa antioksidan sintetik yaitu butylated hidroxy toluene (BHT). Usaha untuk mencari sumber-sumber antioksidan terus dilakukan dan tidak hanya berpatokan pada sumber dari terrestrial (daratan) namun juga mulai merambah ke sumberdaya laut.


(61)

2

Sarcophyton sp. merupakan jenis karang lunak yang berpotensi untuk dijadikan sumber antioksidan. Hardiningtyas (2009) melaporkan bahwa karang lunak Sarcophyton sp. memiliki kandungan antibakteri. Selain itu beberapa penelitian aktivitas antioksidan dan kandungan bioaktif juga telah dilakukan pada biota laut lainnya, antara lain keong mas Pomacea canaliculata Lamarck

(Susanto, 2010), kerang pisau Solen sp. (Izzati, 2010), keong melo Melo melo

(Naryuningtyas, 2010), dan lili laut Comaster sp. (Safitri, 2010).

Usaha transplantasi yang dilakukan terhadap Sarcophyton sp. selain untuk memperbanyak dan melestarikan spesies juga dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan, sehingga pemanfaatan Sarcophyton sp. sebagai sumber antioksidan tidak hanya dari karang lunak alami namun juga dari karang lunak hasil

transplantasi. Jika pemanfaatan antioksidan hanya dari karang lunak alami maka dikhawatirkan stok karang lunak Sarcophyton sp. di alam makin terancam kelestariannya karena tidak ada upaya perbanyakan biomassa melalui

transplantasi. Penelitian transplantasi karang lunak Sarcophyton sp. sebelumnya telah dilakukan oleh Hakim (2010) mengenai perkembangan dan pertumbuhan fragmentasi buatan dari karang lunak Sarcophyton crassocaule dan Rahmawati (2010) mengenai pertumbuhan dan sintasan transplan karang lunak

Sarcophyton sp.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh transplantasi terhadap aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif pada karang lunak


(62)

2.1. Biologi Karang Lunak Sarcophyton sp.

Sarcophyton sp. adalah karang lunak sub-kelas Alcyonaria yang memiliki tangkai dan ukuran koloni yang besar. Koloni karang ini mampu mencapai ukuran 1,5 m, namun pada umumnya berukuran 10-20 cm (Fabricius, 1995). Taksonomi karang lunak Sarcophyton sp. menurut Lesson (1839) in

Hardiningtyas (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Coelenterata Kelas : Anthozoa

Sub-kelas : Octocorallia (Alcyonaria) Ordo : Alcyonacea

Famili : Alcyoniidae

Genus : Sarcophyton

Octocorallia bersifat kosmopolit namun untuk genus Sarcophyton hanya ditemukan di wilayah Indo-Pasifik. Genus Sarcophyton memiliki dua tipe polip, yaitu autosoid dan sifonosoid. Polip sifonoid ini lebih kecil ukurannya dari autosoid dan tidak memiliki tentakel atau memiliki tentakel yang belum sempurna (Manuputty, 2005).

Alga simbion zooxanthellae yang hidup di dalamnya menyokong kebutuhan nutrisi dari Sarcophyton sp. yang diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Makanan lainnya yang juga dapat diperoleh yaitu mikroplankton, larva udang, dan segala makanan yang mampu didapatkan oleh jenis invertebrata


(63)

4

Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Karang Lunak Sarcophyton sp. Hasil Transplantasi di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan

berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi dapat mentoleransi suhu sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰. Habitatnya harus berada pada rataan terumbu karang yang mendapatkan sinar matahari sehingga zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan karangnya mampu

melakukan fotosintesis. Gelombang laut memberikan pasokan oksigen terlarut, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang, namun gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur karang lunak (Nybakken, 1982).

2.2. Transplantasi Karang Lunak

Transplantasi karang merupakan upaya memperbanyak koloni karang dengan metode fragmentasi dan koloni tersebut diambil dari induk koloni tertentu di alam.


(64)

Transplantasi karang dilakukan dengan memotong-motong karang hidup lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan. Tujuan transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas habitat/koloni karang. Kegiatan

transplantasi karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alami di habitatnya atau habitat buatan untuk produksi anakan yang dapat dipanen secara berkelanjutan (Ditjen PHKA, 2008).

Menurut Soedharma dan Arafat (2005) manfaat transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, merehabilitasi lahan kosong atau yang rusak, menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu,

mengkonservasi plasma nutfah, dan memenuhi keperluan perdagangan. Menurut Hakim (2010) tingkat kelangsungan hidup karang lunak Sarcophyton crassocaule

yang ditransplantasikan mencapai 88,33-100% pada dua kedalaman yang berbeda.

2.3. Senyawa Bioaktif Karang Lunak

Menurut Khatab (2008) in Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan struktur kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya, arus, dan tekanan. Menurut Muniarsih (2005), metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme


(1)

Lanjutan Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Ekstrak yang telah didapatkan kemudian Larutan induk dari ekstrak ditempatkan ditempatkan di tabung kecil di gelas ukur kecil

Ekstrak yang telah diencerkan dengan Tabung reaksi yang digunakan untuk metanol p.a. menjadi 200,400,600, dan uji aktivitas antioksidan dan uji


(2)

Lampiran 2. Perhitungan dan data rendemen ekstrak

Rendemen = (bobot ekstrak / bobot awal sampel sebelum di maserasi) x 100% Contoh: rendemen ekstrak sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami ulangan 1

dengan pelarut metanol p.a.

Rendemen = (1,4474 gram / 50 gram) x 100% = 0,028948 x 100%

= 2,8948%

Ulangan

Bobot ekstrak (gr)

Alami Transplan

Metanol Etil asetat Heksana Metanol Etil asetat Heksana Ulangan 1 1.4474 0.6238 0.2398 0.6921 0.5937 0.2921 Ulangan 2 1.1085 0.4722 0.2524 1.0226 0.5158 0.3343 Rata2 1.27795 0.548 0.2461 0.85735 0.55475 0.3132

Ulangan

Rendemen (%)

Alami Transplan

Metanol Etil asetat Heksana Metanol Etil asetat Heksana Ulangan 1 2.8948 1.2476 0.4796 1.3842 1.1874 0.5842 Ulangan 2 2.217 0.9444 0.5048 2.0452 1.0316 0.6686


(3)

Lampiran 3. Perhitungan % inhibisi

% inhibisi = [(Abs blanko-abs sampel) / abs blanko] x 100%

Contoh: % inhibisi sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami ulangan 1 dengan pelarut metanol p.a. 200 ppm.

% inhibisi = [(1,947-1,597) / 1,947] x 100% = [0,35 / 1,947] x 100%

= 0,17976 x 100% = 17, 97%


(4)

Lampiran 4. Perhitungan dan data IC50

Nilai konsentrasi dan % inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh bentuk y = bLn(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC50. Contoh: Dari sampel alami ulangan 1 pelarut metanol

p.a.diperoleh persamaan regresi y = 0,012x + 14,84, kemudian ganti y dengan 50 (IC50).

y = 0,012x + 14,84 50 = 0,012x + 14,84 50 – 14,84 = 0,012x

35,16 = 0,012x 2930 = x

2930 ppm (IC50) Data IC50

y = 0.012x + 14.84

0 5 10 15 20 25 30

0 200 400 600 800 1000

P e rs e n i n h ib is i (%)

Konsentrasi sampel (ppm)

Jenis

Sampel Pelarut

% inhibisi

Regresi IC50 (ppm)

200 400 600 800

Alami 1

Metanol 17.98 19.16 21.16 25.42 y = 0.012x + 14.84 2930,00 Etil asetat 15.20 19.41 20.44 20.60 y = 0.008x + 14.61 4423,75 Heksana 18.08 19.00 20.80 22.91 y = 0.008x + 16.12 4235,00 Transplant 1

Metanol 32.50 34.84 37.12 44.60 y = 0.019x + 27.62 1177,89 Etil asetat 15.11 18.90 24.61 21.60 y = 0.012x + 13.75 3020,83 Heksana 23.31 25.08 26.27 28.19 y = 0.007x + 21.75 4035,71 Alami 2

Metanol 30.89 32.76 34.63 35.46 y = 0.007x + 29.54 2922,86 Etil asetat 16.25 20.87 21.91 23.00 y = 0.010x + 15.18 3482,00 Heksana 6.65 9.92 11.42 13.71 y = 0.011x + 4.750 4113,64 Transplant 2

Metanol 26.79 29.07 33.54 41.20 y = 0.023x + 20.72 1273,04 Etil asetat 14.61 16.49 19.84 22.43 y = 0.013x + 11.64 2950,77 Heksana 16.18 20.45 21.00 21.71 y = 0.008x + 15.55 4306,25


(5)

Lampiran 5. Uji Statistik dengan Rancangan Acak Faktorial Anova: Two-Factor With Replication

SUMMARY Alami Transplant Total

Metanol

Count 2 2 4

Sum 5852.86 2450.93 8303.79

Average 2926.43 1225.465 2075.948

Variance 25.4898 4526.7612 965944.7

Etil asetat

Count 2 2 4

Sum 7905.75 5971.603 13877.35

Average 3952.875 2985.8015 3469.338 Variance 443446.5 2454.412 460377.4

Heksana

Count 2 2 4

Sum 8348.64 8341.96 16690.6

Average 4174.32 4170.98 4172.65

Variance 7364.125 36595.946 14657.08

Total

Count 6 6

Sum 22107.25 16764.493

Average 3684.542 2794.0822

Variance 444814.8 1765980.9

ANOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Sample 9109795 2 4554898 55.2764 0.000136 5.143253

Columns 2378754 1 2378754 28.8676 0.001707 5.987378

Interaction 1449770 2 724884.9 8.796911 0.016446 5.143253

Within 494413.3 6 82402.21

Total 13432733 11

Uji Lanjut dengan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil)


(6)

RINGKASAN

YUDHI ROMANSYAH. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan NURJANAH.

Kegiatan transplantasi karang lunak Sarcophyton sp. dilakukan pada bulan September 2008 pada kedalaman 3 meter di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pengambilan sampel karang lunak Sarcophyton sp. alami dan transplantasi dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010. Penelitian laboratorium dimulai dari Agustus hingga November 2010 bertempat di

Laboratorium Kering, Bagian Hidrobiologi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan; Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, IPB. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah rendemen ekstrak, kandungan senyawa antioksidan, dan kandungan senyawa bioaktif menggunakan tiga jenis pelarut untuk melarutkan kandungan bioaktif yang terdapat didalamnya. Pelarut yang digunakan terdiri atas metanol p.a. (polar), etil asetat p.a. (semipolar), dan heksana p.a. (nonpolar).

Rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. alami sebesar 2,56% (pelarut metanol p.a.), 1,1% (pelarut etil asetat p.a.), dan 0,49% (pelarut

heksana p.a.). Rendemen ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi sebesar 1,71% (pelarut metanol p.a.), 1,11% (pelarut etil asetat p.a.), dan 0,63% (pelarut heksana p.a.). Karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang alami. Nilai IC50 terendah terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi dengan pelarut metanol p.a., yaitu sebesar 1.225,46 ppm. Uji statistika yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Faktorial dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNT didapatkan hasil bahwa perlakuan transplantasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp.

Karang lunak Sarcophyton sp. alami memiliki kandungan senyawa bioaktif steroid, flavonoid, dan benedict (gula pereduksi). Karang lunak Sarcophyton sp. hasil transplantasi memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, flavonoid, dan benedict (gula pereduksi).

Perbedaan yang terjadi antara karang lunak Sarcophyton sp. alami dan hasil transplantasi, baik jika dilihat dari aktivitas antioksidan maupun kandungan senyawa bioaktif diduga akibat adanya perlakuan transplantasi. Proses penutupan luka yang terjadi ketika transplantasi menghasilkan metabolit sekunder sehingga aktivitas antioksidan lebih tinggi serta menghasilkan senyawa alkaloid.