Kajian Pembangunan Wilayah Di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

KAJIAN PEMBANGUNAN WILAYAH
DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

IZZAN FARUQI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pembangunan
Wilayah di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

.

Bogor,

Januari 2016

Izzan Faruqi
NIM H152130131

RINGKASAN
IZZAN FARUQI. Kajian Pembangunan Wilayah di Kabupaten Sukabumi,
Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SETIA HADI dan SAHARA.
Pembangunan wilayah ditandai dengan adanya pertumbuhan.
Pertumbuhan pun dapat bernilai positif namun jika tidak dibangun secara
komprehensif akan menimbulkan dampak negatif di sisi lain. Pembangunan
wilayah seharusnya mengedepankan beberapa aspek seperti mengupayakan
pemanfaatan potensi wilayah dengan efektif dan efisien, adanya pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan
dengan masalah dan karakteristik masing-masing dan adanya keberlanjutan dalam
pengelolaan sumberdaya alam baik yang terbaharukan maupun yang tidak

terbaharukan. Pembangunan yang terus berorientasi terhadap pertumbuhan tanpa
melihat pemerataan dan keberlanjutan akan mengakibatkan ketimpangan atau
kesenjangan pembangunan wilayah.
Penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan wilayah di Kabupaten
Sukabumi, menganalisis potensi daerah dan kesenjangan pembangunan antar
wilayah di Kabupaten Sukabumi dan merumuskan strategi pembangunan yang
tepat dalam pembangunan di Kabupaten Sukabumi. Evaluasi perkembangan
wilayah dilakukan dengan menggunakan tipologi klassen dan menganalisis
capaian sasaran strategis (stranas) dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah
Tertinggal dan Transmigrasi. Identifikasi potensi dengan tipologi kecamatan dan
analisis Input Output. Analisis kesenjangan pembangunan dilakukan dengan
analisis Skalogram dan analisis Theil Entropi. Merumuskan strategi
pembangunan dengan menggunakan Analisis AHP (analytical Hierarchy
Process).
Hasil analisis menunjukkan bahwa Perkembangan wilayah Kabupaten
Sukabumi berdasarkan kriteria dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah
Tertinggal dan Transmigrasi menunjukkan bahwa dapat dikatakan sebagai daerah
tertinggal. Terdapat
kesenjangan pembangunan daerah antara Kabupaten
Sukabumi bagian utara dan bagian selatan. Kabupaten Sukabumi bagian utara

memiliki tingkat perkembangan daerah lebih baik dibandingkan Kabupaten
Sukabumi bagian selatan. Sektor unggulan yang dapat dikembangkan secara
optimal pada Kabupaten Sukabumi bagian utara adalah sektor perdagangan dan
jasa serta sektor pertanian dan perkebunan. Sedangkan pada Kabupaten Sukabumi
bagian selatan adalah sektor pertanian dan perkebunan serta sektor industri. Sektor
pariwisata dan sektor pertambangan tersebar di seluruh daerah Kabupaten
Sukabumi. Urutan prioritas strategi utama pembangunan wilayah Kabupaten
Sukabumi diantaranya strategi pertama adalah membangun sarana dan prasarana
infrastruktur, strategi kedua adalah mengoptimalkan pengembangan potensi
sumberdaya berbasis lokal dan strategi ketiga adalah meningkatkan kesejahteraan
sosial.
Kata kunci : potensi daerah, kesenjangan daerah, strategi pembangunan

SUMMARY
IZZAN FARUQI. Study of Regional Development in Sukabumi District, West
Java Province. Supervised by SETIA HADI and SAHARA.
Regional development indicated by the growth which should allow positive
impact, yet if it is not built in a comprehensive manner it would give a negative
impact. Development of the region need to consider several aspects such as
optimize potency of the region with effective and efficient, equity of development

region with priority which appropriate with problem and characteristi and
sustainability management of renewable or non renewable natural resources.
Development region with growth oriented without look of equity will bring in
disparity of development region.
The purpose of this study was to analyze the development of the area in
Sukabumi, to analyze the potential and gap between regions in Sukabumi, and to
formulate appropriate development strategies. Evaluation development region use
typology of klassen and analyze outcome of strategic objectives from Ministry of
Rural Development of Disadvantaged areas and Transmigration . Identification of
potential region use typology of district and Input Output analysis. Gap
development analysis use scalogram analysis and Theil Entropy analysis.
Formulate development strategies use Analysis of AHP (Analytical Hierarchy
Process).
Results of analysis showed that development of district of Sukabumi based
on the criteria of Ministry of Rural Development of Disadvantaged and
Transmigration regions indicates that can be considered as underdeveloped
region. There is a regional development gap between the northern and the
southern of sukabumi. The northern part is better than the southern in
development rate regions. Leading sectors that can be developed optimally in
northern of Sukabumi district is trade and services sectors with agriculture and

plantation sectors while in the southern part of Sukabumi district is agriculture
and plantation sector and industry sectors. Tourism sector and mining sector are
spread in all regions Sukabumi. Main strategy of development priority in
Sukabumi district are first strategy is to build infrastructure facilities, second
strategy is to optimize development a locally based resource potential and third
strategy is to improve social welfare.
Keywords : potential of the region, regional disparity, development strategy

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PEMBANGUNAN WILAYAH
DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT


IZZAN FARUQI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, MSi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan segala
rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Judul penelitian ini adalah Kajian Pembangunan Wilayah di
Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan sejak bulan
Maret 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan
Ibu Dr. Sahara, SP. MSi selaku komisi pembimbing atas bimbingan, arahan dan
motivasinya sehingga penyusunan tesis terselesaikan. Penulis juga menyampaikan
terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, MSi selaku dosen penguji dan
juga atas masukan, saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini dan atas tempaan
selama proses belajar hingga penyelesaian tugas akhir ini. Terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku Ketua
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan dan
Segenap dosen Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan IPB. Kepada rekan-rekan PWD angkatan 2013 terimakasih atas
kebersamaan dan persahabatanya selama proses belajar di PWD, Sekolah
Pascasarjana IPB. Terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga Ibu,
Almarhum Bapak, adik, istriku Silvi Nur Arifah, S.Stat dan keluarga besar atas
pengertian, pengorbanan, dorongan, kasih sayang dan doanya.
Akhirnya, dengan segala kekurangan dan keterbatasan semoga karya

ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor,

Januari 2016
Izzan Faruqi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
10
10
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Wilayah
Kesenjangan Wilayah
Pembangunan Daerah Tertinggal
Strategi Pembangunan Wilayah

Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Kerangka Pemikiran

11
11
13
15
17
18
20

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

22
22
22
22


4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI
Kondisi Fisik

31
31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Wilayah Kabupaten Sukabumi
Kesenjangan Pembangunan Daerah
Potensi Daerah
Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi.

38
38
51
56
73

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

83
83
83

DAFTAR PUSTAKA

84

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Komoditas Pertanian, Peternakan, Kehutanan Kabupaten Sukabumi
Tahun 2012
4
Tabel 2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat Tahun 2013-2014
6
Tabel 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007- 2012 Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000
7
Tabel 4 Indikator Makro Kabupaten Sukabumi Tahun 2010-2013
8
Tabel 5 PDRB Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Harga Konstan 2000 Tahun
2009-2012
9
Tabel 6 Matriks Analisis Penelitian
23
Tabel 7 Struktur Dasar Tabel Input Output
24
Tabel 8 Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Ketinggan Tanah
33
Tabel 9 Penduduk per Kecamatan, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk
Kabupaten Sukabumi Tahun 2012
33
Tabel 10 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
Kabupaten Sukabumi Tahun 2012
35
Tabel 11 Tabel PDRB Kabupaten Sukabumi Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2011-2013 (Jutaan Rupiah)
36
Tabel 12 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2010-2013 (Dalam Persen)
37
Tabel 13 Tabel Tipologi Klassen Seluruh Kabupaten di Jawa Barat Tahun 20092012
39
Tabel 14 Perbandingan Antar Kecamatan di Kabupaten Sukabumi
40
Tabel 15 Sub Kriteria Infrastruktur
46
Tabel 16 Sub Kriteria Karakteristik Daerah
46
Tabel 17 Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Sukabumi Tahun 2009-2013
47
Tabel 18 Rasio Aktifitas Belanja Kabupaten Sukabumi Tahun 2009-2013
48
Tabel 19 Rasio Pengeluaran Belanja Kabupaten Sukabumi Tahun 2009-2013 48
Tabel 20 Nilai IPD dan Jumlah Ketersediaan Fasilitas Hasil Analisis
Skalogram
52
Tabel 21 Indeks Perkembangan Daerah Aksesibilitas dan Sarana Kabupaten
Sukabumi Tahun 2011
56
Tabel 22 Tipologi Kecamatan di Kabupaten Sukabumi
59
Tabel 23 Struktur Tabel Input-Output Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
60
Tabel 24 Total Output Berdasarkan Tabel Input-Output Kabupaten Sukabumi
Tahun 2013 (Juta Rupiah)
61
Tabel 25 Keterkaitan Antar Sektor Sektor Ekonomi Kabupaten Sukabumi Tahun
2013
63
Tabel 26 5 Sektor Terbesar Dalam Parameter Keterkaitan
64
Tabel 27 Efek Pengganda Sektor Ekonomi Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 65
Tabel 28 5 Sektor Terbesar Dalam Parameter Pengganda
66
Tabel 30 Luas Tanah Menurut Penggunaanya Kabupaten Sukabumi
Tahun 2013
69
Tabel 31 Produksi Komoditas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sukabumi
Tahun 2013
70
Tabel 32 Panjang Jenis Jalan Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2014
77

Tabel 33 Potensi Pengembangan Energi Alternatif Kabupaten Sukabumi
Tabel 34 Angka Partisipasi Sekolah Kabupaten Sukabumi

78
81

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera Kabupaten Sukabumi Tahun 2011 dan
2013
9
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
21
Gambar 3 Tahapan Model RAS
26
Gambar 4 Struktur AHP Penentuan Priotitas Strategi Pembangunan Kabupaten
Sukabumi
30
Gambar 5 Peta Administrasi Kabupaten Sukabumi
32
Gambar 6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 20102013
42
Gambar 7 Presentase Penduduk Miskin Pada Tahun 2010-2013 Kabupaten
Sukabumi
42
Gambar 8 Indeks Kedalaman Kemiskinan Pada Tahun 2012-2013
Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat
43
Gambar 9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2010-2013
Kabupaten Sukabumi
43
Gambar 10 Presentase Pengangguran Terbuka Tahun 2011-2013
44
Gambar 11 Angka Harapan Hidup Tahun 2012-2013 Kabupaten Sukabumi
dan Propinsi Jawa Barat
44
Gambar 12 Angka Melek Huruf Tahun 2010-2013 Kabupaten Sukabumi
dan Propinsi Jawa Barat
45
Gambar 13 Rata-rata Jarak (km) dari Kantor Desa ke Kabupaten yang
Membawahinya di Kabupaten Sukabumi
45
Gambar 14 Peta Skalogram Kabupaten Sukabumi
54
Gambar 15 Peta Potensi Industri Kabupaten Sukabumi
67
Gambar 16 Peta Potensi Tambang Kabupaten Sukabumi
68
Gambar 17 Peta Potensi Pertanian Kabupaten Sukabumi
69
Gambar 18 Peta Potensi Pariwisata Kabupaten Sukabumi
72
Gambar 19 Peta Potensi Perikanan Kabupaten Sukabumi
72
Gambar 20 Bobot Prioritas Kriteria Strategi Pembangunan Kabupaten
Sukabumi
75
Gambar 21 Bobot Prioritas Sub kriteria Membangun Sarana dan Prasarana
Infrastruktur
76
Gambar 22 Bobot Prioritas Sub kriteria Mengoptimalkan Pengembangan Potensi
Sumberdaya Berbasis Lokal
79
Gambar 23 Peta Kawasan Strategis Kabupaten Sukabumi
80
Gambar 24 Bobot Prioritas Subkriteria Meningkatkan Kesejahteraan Sosial
81
Gambar 25 Bobot Prioritas Aktor Pembangunan Kabupaten Sukabumi
82

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Input Output Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 Transaksi
Domestik Atas Dasar Harga Produsen (Juta Rupiah) 20x20 Sektor

87

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan wilayah secara umum mempunyai tujuan untuk
mengembangkan wilayah ke arah yang lebih baik dengan memanfaatkan potensi
wilayah untuk mensejahterahkan masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Pengembangan suatu wilayah memerlukan kebijakan dan strategi serta program
yang tepat. Keberhasilan pengembangan wilayah juga ditentukan oleh peran serta
aktif masyarakat dalam mendukung program-program yang digulirkan oleh
pemerintah. Menurut Masykur (2000) ada tiga indikator keberhasilan
pengembangan wilayah yang dapat dilihat sebagai kesuksesan pembangunan
daerah. Indikator pertama adalah produktivitas, yang dapat diukur dari
perkembangan kinerja suatu institusi beserta aparatnya. Indikator kedua adalah
efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan teknologi/sistem dan
kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembangunan. Indikator ketiga
adalah partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan
suatu program di suatu wilayah.
Pembangunan pada satu sisi akan berorientasi terhadap pertumbuhan
ekonomi yang tinggi karena dapat memberikan dampak pembangunan yang terasa
khususnya pada sektor ekonomi riil. Kemudian pula akan berdampak pada
peningkatan konsumsi, pendapatan perkapita, nilai ekspor baik secara volume atau
devisa yang akan mendorong peningkatan struktur ekonomi menjadi lebih baik
yang ditandai dengan meningkatnya sektor industri dan menurunya peran dari
sektor pertanian. Namun demikian orientasi pembangunan yang lebih
mengutamakan percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat berpengaruh
terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah (Iqbal dan Setiajie 2009)
Menurut Rustiadi et al (2009) pendekatan pembangunan yang sangat
menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro cenderung mengabaikan
terjadinya ketimpangan atau kesenjangan pembangunan antar wilayah dimana
investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat
pertumbuhan. Ketimpangan wilayah pada akhirnya menimbulkan permasalahan
dalam konteks makro yang sangat merugikan proses pembangunan yang ingin
dicapai dalam suatu negara. Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah di
satu sisi terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan
sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi.
Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antarwilayah
yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah.
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah
diantaranya pertambahan penduduk tinggi sehingga mengakibatkan menurunya
pendapatan perkapita, rendahnya mobilisasi sosial, ketidakmerataan pembangunan
antar daerah, minimnya pertumbuhan industri kerakyatan (Arsyad 2004). Kondisi
ini selain menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan juga dapat menjadi
salah satu penyebab timbulnya daerah tertinggal atau terbelakang. Menurut
Todaro (2006) ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain
yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhan guna

2
meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang
ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan
solidaritas serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil.
Ketimpangan menyebabkan inefisiensi ekonomi, sebab ketimpangan yang tinggi,
tingkat tabungan secara keseluruhan di dalam perekonomian cenderung rendah
karena tingkat tabungan yang tinggi biasanya ditemukan pada kelas menengah.
Meskipun orang kaya dapat menabung dalam jumlah yang lebih besar, mereka
menabung dalam bagian yang lebih kecil dari pendapatan mereka dan tentunya
menabung dengan bagian yang lebih kecil lagi dari pendapatan marjinal mereka.
Dampak negatif inilah yang menyebabkan ketimpangan yang tinggi menjadi salah
satu masalah dalam pembangunan wilayah dan menyebabkan adanya daerah
tertinggal dan daerah maju pada suatu wilayah.
Menurut Dumairy (1996) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang
layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan
hasil-hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah
awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor
kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat cenderung berorientasi pada
pertumbuhan (growth). Perbedaan disebabkan oleh kualitas sumber daya alam
yang dimiliki masing-masing daerah, ketidaksetaraan, serta adanya kesenjangan
antara resources yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi yang meliputi
sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, potensi atau sarana dan
prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor
wilayah. Sumberdaya alam yang dimiliki tidak sama antar daerah prasarana
ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu pula dengan yang lain
seperti kapital, keterampilan serta bakat atau potensi. Dilihat secara objektif
kesenjangan pembangunan yang selama ini berlangsung khususnya di negaranegara berkembang adalah dalam berbagai bentuk, aspek atau dimensi.
Daerah tertinggal adalah daerah yang relatif kurang berkembang
dibandingkan daerah lain dan berpenduduk relatif tertinggal dari segi ekonomi,
sosial, kesehatan dan pendidikan. Menurut Bappenas (2003) wilayah tertinggal
pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya letak geografisnya
yang relatif terpencil dan sulit dijangkau, miskin sumberdaya alam atau rawan
bencana alam, penduduknya mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan yang relatif rendah, keterbatasan berbagai sarana dan prasarana.
Wilayah tertinggal merupakan suatu wilayah dalam suatu wilayah yang secara
fisik, sosial, dan ekonomi kondisinya mencerminkan keterlambatan pertumbuhan
dibanding dengan wilayah lain. Menurut Hassine (2014) pada daerah tertinggal
terdapat ketidaksetaraan sebagai dampak dari pembangunan daerah yang bias
antara strategi dan penyesuaian kebijakan secara struktural. Akibatnya terdapat
perlambatan pertumbuhan sektor daerah yang potensial sehingga menimbulkan
kesenjangan kesejahteraan di masyarakat.
Evaluasi pembangunan daerah tertinggal pada akhir tahun 2008
menunjukkan bahwa terdapat 40 kabupaten (20,1%) dari 199 Kabupaten yang
pada awalnya pelaksanaan RPJM Nasional (2004-2009) dari 199 Kabupaten yang
pada awal pelaksanaanya dikategorikan sebagai daerah tertinggal berpotensi lepas
dari status daerah tertinggal menjadi daerah relatif maju dalam skala nasional.
Selanjutnya pada akhir tahun 2012 terdapat 10 Kabupaten yang berpeluang untuk
menjadi daerah maju berdasarkan arah kecenderungan yang terjadi. Dengan

3
demikian selama peride RPJMN 2004-2009 terdapat 50 Kabupaten tertinggal
yang menjadi daerah maju berdasarkan urutan ketertinggalan namun sejalan
dengan adanya pemekaran daerah, terdapat 24 Kabupaten baru dari hasil
pemekaran dari daerah induk yang termasuk ke dalam daerah tertinggal. Total
daerah tertinggal pada tahun 2009 sebanyak 183 Kabupaten. Hasil capaian kinerja
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada tahun
2012 menunjukkan bahwa ada 114 daerah sebagai daerah tertinggal (Stranas
2012). Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu dari dua kabupaten yang
tergolong daerah tertinggal di Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi pada tahun 2013
diperkirakan memiliki penduduk 2.408.417 orang dengan presentase
pengangguran sebesar 10,54% dan presentase angkatan kerja hanya sebesar
0,38 % (BPS 2014). Kemudian presentase penduduk miskin pada tahun 2013
sekitar 9,72% (BPS 2012). Dengan demikian Kabupaten Sukabumi memerlukan
adanya strategi yang tepat dengan prioritas pada pengembangan potensi daerah
sehingga menjadi daerah yang unggul dan sejahtera.
Perumusan Masalah
Pembangunan wilayah identik dengan adanya pertumbuhan. Pertumbuhan
pun dapat bernilai positif namun jika tidak dibangun secara komprehensif akan
menimbulkan dampak negatif di sisi lain. Pembangunan wilayah seyogyanya
mengedepankan beberapa aspek seperti mengupayakan pemanfaatan potensi
wilayah dengan efektif dan efisien kemudian adanya pemerataan pembangunan di
seluruh wilayah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan masalah
dan karakteristik masing-masing. Selanjutnya adanya keberlanjutan dalam
pengelolaan sumberdaya alam baik yang terbaharukan maupun yang tidak
terbaharukan. Pembangunan yang terus berorientasi terhadap pertumbuhan tanpa
melihat pemerataan dan keberlanjutan akan mengakibatkan ketimpangan atau
kesenjangan pembangunan wilayah.
Kesenjangan antar wilayah di Indonesia, terjadi karena adanya keragaman
potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia,
ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan
dalam satu sisi, namun disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber instabilitas
sosial dan politik nasional. Ketimpangan atau kesenjangan pembangunan antar
wilayah terutama terjadi antara perdesaan dan perkotaan, antara Pulau Jawa dan
luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia.
Berbagai permasalahan yang masih dihadapi adalah masih terdapatnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia. Indikasi ketimpangan
pembangunan antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan
perkembangan ekonomi antar wilayah. Permasalahan kesenjangan dalam
pembangunan masih didominasi oleh permasalahan kemiskinan, pendidikan dan
kesehatan, serta rendahnya akses masyarakat perdesaan, wilayah terpencil ,
perbatasan dan wilayah tertinggal terhadap sarana dan prasarana sosial ekonomi
(Harafera 2011).
Secara potensi sumber daya alam, Kabupaten Sukabumi kaya akan
berbagai potensi diantaranya potensi bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,
kelautan, energi panas bumi dan tambang. Berdasarkan Tabel 1, Kabupaten
Sukabumi memiliki berbagai potensi diantaranya pada sektor pertanian komoditas

4
padi masih mendominasi diantara komoditas pertanian lainya dengan luas tanam
167.888 Ha dan produksi mencapai 815.356 Ton. Sektor lainnya adalah kehutanan
dengan memiliki kawasan Perum Perhutani seluas 58.495,53 Ha dan sektor
peternakan dengan jenis hewan seperti ayam, kambing, domba.
Tabel 1 Komoditas Pertanian, Peternakan, Kehutanan Kabupaten Sukabumi
Tahun 2012
Komoditas

Luas Tanam
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas Areal
(Ha)

Produks
i

Pertanian
Padi Sawah

143.473

761.459

-

-

Padi Gogo

24.415

53.897

-

-

Jagung

9.788

41.143

-

-

Kacang Kedelai

5.460

15,67

-

-

Kacang Hijau

223

16

-

-

Kacang Tanah

4.216

5.499

-

-

Ubi Jalar

1.235

139.545

-

-

Ubi Kayu

8.411

204.885

-

Hortikultura

(Kw/Ha)

512

-

-

109,55

424

-

-

102,57

Kacang Panjang

302

-

-

130,26

Ketimun

302

-

-

191,24

-

-

58.495,53

-

Sapi Potong

-

-

-

1.466.21

Ayam Pedaging

-

-

-

43.875.5

Kerbau

-

-

-

72.120

Domba

-

-

-

604.566

-

-

128.778

Cabe Hijau
Cabe Rawit

Kehutanan
Kawasan
Perhutani
Peternakan

(kg)

Kambing
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2012

Potensi sumberdaya alam lainnya yang ada di Kabupaten Sukabumi adalah
Potensi geologi pertambangan Kabupaten Sukabumi yang teridentifikasi meliputi
Mineral Logam (Besi, Timbal, Emas, Mangan, Perak, Tembaga dan Seng),
Mineral Bukan Logam (Batugamping, Lempung, Zeolit, Fospat, Bentonit,
Feldspar, Kaolin, Batu Apung, Batu sela (Damar), Batubara Muda, Serpentin,
Perlit, Dolomit, Kalsit), serta batuan (Tras, Pasir, Sirtu, Marmer, Diabas, Gabro,
Toseki, Andesit, Pasir kuarsa, Obsidian, Granit dan Rijang). Potensi energi yang
dimiliki di Kabupaten Sukabumi meliputi Energi Panas Bumi yang berlokasi di
Gn. Halimun Salak dengan potensi 600 MW dan telah termanfaatkan
sebesar 377 MW, Cisolok dengan potensi 45 MW, Cikundul, Cibuni Cidadap,
dan Simpenan. Energi Angin, lokasi potensi sebelah Baratdaya Kabupaten
Sukabumi, meliputi wilayah Simpenan, Ciemas, Ciracap, Waluran,

5
Jampangkulon, Surade, Kalibunder, Cibitung, Tegalbuleud dengan kecepatan 4
– 8 m/det, secara teknis kecepatan minimal memutar turbin sekitar 2 m/det,
secara ekonomis, kapasitas daya terbangkitkan minimal sekitar 1 MW. Energi
Air, dengan potensi Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar
di Ubrug Warungkiara, Kabandungan, Simpenan, Lengkong, Pabuaran,
Curugkembar, Purabaya, Ciemas Cibitung, dan Cidolog. (RPJMD 2013).
Secara geografis wilayah pesisir dan laut Kabupaten Sukabumi termasuk
dalam wilayah pantai Selatan (Pansela) Provinsi Jawa Barat. Wilayah Pesisir Jawa
Barat dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi kegiatan perekonomian
beragam, seperti perikanan baik tangkap maupun budidaya (tambak), pertanian,
pemukiman, pariwisata, pelayaran, pertambangan, pelabuhan, perdagangan serta
konservasi alam. Potensi sumber daya pesisir dan kelautan Kabupaten Sukabumi
tersebut tersebar di 7 (tujuh) wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan
Samudera Indonesia, yaitu sepanjang 117 km memanjang dari wilayah kecamatan
Cisolok, Palabuhanratu, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung, dan Tegalbuleud.
Kegiatan pesisir dan laut identik dengan potensi dominan di wilayah tersebut,
yaitu perikanan dan pariwisata. Kegiatan pariwisata pesisir dan laut berupa wisata
alam pantai dan laut, wisata budaya, serta wisata pendidikan dan penelitian.
Potensi pariwisata di Pansela Kabupaten Sukabumi relatif sangat tinggi, namun
belum berkembang secara optimal terutama karena rendahnya aksesibilitas,
kurangnya infrastruktur pendukung, sarana dan prasarana wisata, serta rendahnya
investasi, sehingga menyebabkan kurangnya minat wisatawan untuk berkunjung
ke Pansela Kabupaten Sukabumi. Secara fisik, Pansela Kabupaten Sukabumi
merupakan daerah bertopografi terjal, perairan dalam, memiliki substrat pasir dan
karang, pola arus dipengaruhi arus Samudera Hindia, dan vegetasi cenderung
berupa hutan pantai dan mangrove (RTRW 2012).
Namun demikian berdasarkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi adalah salah satu Kabupaten
yang masih digolongkan daerah tertinggal di Propinsi Jawa Barat. Hal ini dapat di
indikasikan dengan masih tingginya presentase penduduk miskin pada tahun 2012
yaitu 9,72% dan presentase penduduk menganggur pada tahun 2013 yaitu 10,54
% (BPS 2013). Berdasarkan Tabel 2 dibawah beberapa indikator dari indeks
pembangunan manusia dari Kabupabaten Sukabumi masih dibawah rata-rata dari
Provinsi Jawa Barat. Indikator rata-rata lama sekolah dari Provinsi Jawa Barat
sekitar 7,58 dan 7,71 pada tahun 2013 dan 2014 sedangkan Kabupaten Sukabumi
masih sekitar 6,32 dan 6,31 pada tahun 2013 dan 2014. Kemudian dari angka
harapan hidup pun Kabupaten Sukabumi masih dibawah rata-rata angka harapan
hidup Provinsi Jawa Barat. Hal ini menandakan perlu adanya upaya perbaikan dan
kondisi sumberdaya manusia di Kabupaten Sukabumi yang belum optimal.
Berdasarkan Tabel 2 pula terlihat Kabupaten Sukabumi masih tertinggal di antara
Kabupaten dan Kota lain di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi memiliki
berbagai potensi sumberdaya lokal yang seharusnya menjadi salah satu kekuatan
dalam meningkatkan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi pengelolaan berbagai potensi Kabupaten Sukabumi
masih belum optimal sehingga dampaknya belum terasa bagi kesejahteraan
masyarakat.

6
Tabel 2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat Tahun 2013-2014
Angka Harapan
Hidup

Rata-rata Lama
Sekolah

Pengeluaran per
Kapita Disesuaikan

Provinsi
(tahun)
2013
2014
JAWA BARAT
72,09
72,23
Bogor
70,47
70,40
Sukabumi
69,70
69,73
Bandung
72,96
72,97
Garut
70,47
70,49
Tasikmalaya
67,90
67,96
Ciamis
70,29
70,34
Kuningan
72,21
72,24
Cirebon
71,25
71,28
Majalengka
68,60
68,66
Sumedang
71,86
71,89
Cianjur
69,04
69,08
Indramayu
70,25
70,29
Subang
71,19
71,22
Purwakarta
69,95
69,96
Karawang
71,44
71,45
Bekasi
73,13
73,16
Bandung Barat
71,56
71,56
Pangandaran
69,79
69,94
Kota Bogor
72,57
72,58
Kota Sukabumi
71,75
71,76
Kota Bandung
73,79
73,80
Kota Cirebon
71,75
71,77
Kota Bekasi
74,17
74,18
Kota Depok
73,94
73,96
Kota Cimahi
73,56
73,56
Kota Tasikmalaya
70,93
70,96
Kota Banjar
70,20
70,24
Sumber : BPS Jawa Barat 2015

(tahun)
(ribu rupiah PPP)
2013
2014
2013
2014
7,58
7,71
9,421
9,447
7,40
7,74
9,041
9,066
6,32
6,36
7,800
7,840
8,18
8,34
8,978
8,999
6,80
6,83
6,355
6,357
6,69
6,87
6,818
6,830
7,20
7,44
8,147
8,162
6,98
7,04
8,348
8,393
6,08
6,31
9,002
9,013
6,72
6,75
8,194
8,233
7,51
7,66
8,828
8,844
6,50
6,52
6,694
6,733
5,29
5,45
8,644
8,668
6,29
6,44
9,266
9,287
7,11
7,17
10,492 10,521
6,73
6,78
9,755
9,768
8,34
8,38
10,207 10,232
7,39
7,51
7,112
7,188
7,01
7,05
8,200
8,232
9,96
10,01
10,488 10,532
8,52
8,70
9,609
9,641
10,37
10,51
14,957 15,048
9,33
9,53
10,563 10,606
10,49
10,55
14,475 14,558
10,43
10,58
14,161 14,239
10,66
10,78
10,662 10,681
8,44
8,51
8,158
8,210
7,66
7,77
9,402
9,439

IPM
2013
2014
68,25
68,80
66,74
67,36
63,63
64,07
68,58
69,06
61,67
62,23
62,40
62,79
67,20
67,64
66,16
66,63
65,06
65,53
63,71
64,07
68,47
68,76
61,68
62,08
62,98
63,55
65,48
65,80
67,09
67,32
66,61
67,08
70,09
70,51
63,93
64,27
64,73
65,29
72,86
73,10
70,81
71,19
78,55
78,98
72,27
72,93
78,63
78,84
78,27
78,58
75,85
76,06
68,63 69,04
68,01 68,34

Tabel 3 merupakan tabel laju pertumbuhan ekonomi kabupaten atau kota
yang ada di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007-2012. Laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Sukabumi terlihat masih berada di bawah laju pertumbuhan
Propinsi Jawa Barat. Kemudian pula antara laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Sukabumi masih dibawah dari beberapa kabupaten atau kota lainnya. Salah satu
indikator berkembangnya ekonomi lokal di suatu daerah dapat dilihat dari laju
pertumbuhan ekonomi tiap tahunnya. Berdasarkan sasaran strategis dari
Kementerian Desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi, salah satu
indikator kinerja penentuan daerah tertinggal adalah target pertumbuhan ekonomi
di daerah minimal sebesar 6,97%. Dengan demikian Kabupaten Sukabumi masih
termasuk ke dalam daerah tertinggal berdasarkan Kementerian Desa,
Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

7
Tabel 3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2007- 2012 Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Kabupaten/Kota
2007
Jawa Barat
6,48
Kabupaten
1. Bogor
6,04
2. Sukabumi
3,98
3. Cianjur
4,18
4. Bandung
5,92
5. Garut
4,76
6. Tasikmalaya
4,33
7. Ciamis
5,01
8. Kuningan
4,22
9. Cirebon
5,35
10. Majalengka
4,87
11. Sumedang
4,64
12. Indramayu
2,65
13. Subang
4,85
14. Purwakarta
4,02
15. Karawang
6,36
16. Bekasi
6,14
17. Bandung Barat
5,35
Kota
18. Bogor
6,09
19. Sukabumi
6,51
20. Bandung
8,24
21. Cirebon
6,17
22. Bekasi
6,44
23. Depok
7,04
24. Cimahi
5,03
25. Tasikmalaya
5,98
26. Banjar
4,93
Sumber : BPS Jawa Barat 2013

2008
6,21

2009
4,19

2010
6,20

2011
6,48

2012
6,21

5,58
3,90
4,04
5,30
4,69
4,02
4,95
4,28
4,91
4,57
4,58
4,55
4,33
4,87
10,84
6,07
6,95

4,14
3,65
3,93
4,34
5,57
4,15
4,92
4,39
5,08
4,73
4,76
1,87
4,63
5,28
7,40
5,04
4,64

5,09
4,02
4,53
5,88
5,34
4,27
5,07
4,99
4,96
4,59
4,22
4,03
4,34
5,77
11,87
6,18
5,47

5,96
4,07
4,74
5,94
5,48
4,32
5,11
5,43
5,03
4,67
4,82
4,89
4,45
6,40
8,97
6,26
5,75

5,99
4,34
5,08
6,15
4,61
4,32
4,99
4,73
4,81
4,76
4,69
5,03
4,52
6,31
5,44
6,22
6,04

5,98
6,11
8,17
5,64
5,94
6,42
4,77
5,70
4,82

6,02
6,14
8,34
5,05
4,13
6,22
4,63
5,72
5,13

6,14
6,11
8,45
3,81
5,84
6,36
5,30
5,73
5,28

6,19
6,31
8,73
5,93
7,08
6,58
5,56
5,81
5,35

6,15
5,29
8,98
5,57
6,85
7,15
5,24
5,89
5,26

Berdasarkan Tabel 4 terdapat beberapa indikator makro ekonomi
Kabupaten Sukabumi diantaranya PDRB perkapita berdasarkan harga konstan
tahun 2000, Jumlah Penduduk dan Presentasi Penduduk Miskin. PDRB
Kabupaten Sukabumi memiliki tren meningkat dari tahun 2010-2013, namun
disertai dengan peningkatan penduduk yang mengalami peningkatan dari tahun
2010-2013. Sedangkan presentasi penduduk miskin mengalami tren penurunan
dari tahun 2010-2013. Indikator PDRB perkapita dapat menggambarkan tingkat
kemakmuran masyarakat secara makro. Semakin tinggi PDRB perkapita maka
dapat dikatakan tingkat kesejahteraan semakin meningkat di suatu wilayah.
Namun hal ini perlu dikaitkan dengan jumlah penduduk, jika jumlah penduduk
semakin meningkat peningkatan PDRB perkapita dipengaruhi pula oleh jumlah
penduduk. Indikator lain seperti presentasi penduduk miskin, pengangguran
terbuka dan pertumbuhan ekonomi juga perlu dicermati. Salah satu indikator
penetapan daerah tertinggal dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah
Tertinggal dan Transmigrasi target pertumbuhan ekonomi minimal 6,97%
sedangkan Kabupaten Sukabumi masih dibawah 5%, disamping itu pula
presentasi penduduk miskin dan pengangguran terbuka masih relatif tinggi.

8
Tabel 4 Indikator Makro Kabupaten Sukabumi Tahun 2010-2013
Karakteristik

2010

2011

2012

2013

3.690.826,37

3.773.111,70

3.920.820,37

4.079.042,66

2.341.409

2.383.450

2.408.338

2.408.417

10,65

10,33

9,72

Pengangguran Terbuka (%)

9,89

9,47

9,74

10,54

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2013

4,02

4,07

4,34

4,7

PDRB per Kapita adhk (Rp)
Jumlah Penduduk (Orang)
Presentasi Penduduk Miskin (%)

-

Kesenjangan pembangunan bagi daerah tertinggal semakin diperburuk
dengan adanya aliran sumberdaya alam potensial dan aliran sumberdaya manusia
produktif. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya corak perpindahan
penduduk dari wilayah yang masih terbelakang ke wilayah maju, arus investasi
yang tidak seimbang, pola dan aktivasi perdagangan yang didominasi oleh
industri yang berada di wilayah maju, adanya jaringan pengangkut yang jauh lebih
baik di wilayah yang lebih maju sehingga kegiatan produksi dan perdagangan
dapat dilaksanakan lebih efisien (Rustiadi et al. 2009). Berdasarkan Tabel 5
struktur ekonomi Kabupaten Sukabumi didominasi oleh sektor primer dan tersier.
Sektor primer yang yang mendominasi adalah sektor pertanian sedangkan sektor
tersier yang mendominasi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor
primer dari tahun 2009-2012 cenderung menurun sedangkan sektor tersier
mengalami tren peningkatan dari tahun 2009-2012. Dengan struktur ekonomi
yang didominasi oleh sektor primer dan tersier seharusnya pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Sukabumi dapat menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat,
namun Kabupaten Sukabumi masih termasuk dalam daerah tertinggal di Propinsi
Jawa Bawat.
Salah satu penyebab adanya kesenjangan antar wilayah adalah rendahnya
aksesibilitas baik pelayanan kepada masyarakat maupun sarana dan prasarana.
Kesenjangan yang terjadi ditunjukkan dengan kesejahteraan masyarakat yang
rendah, pembangunan kawasan yang tertinggal khususnya di pedesaan dan
adanya ketergantungan kepada pusat pertumbuhan atau perkotaan. Hal ini
dikarenakan rendahnya akses pemodalan, informasi, sumber lapangan pekerjaan
dan usaha berbasis ekonomi kerakyatan. Adanya kesenjangan antar wilayah ini
membuat timbulnya berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan kesejahteraan
masyarakat. Rendahnya pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumberdaya dan
keunggulan potensi lokal membuat belum optimalnya dampak yang dirasakan
bagi kesejahteraan masyarakat. Adanya indikasi kesenjangan di Kabupaten
Sukabumi dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang masih berada di
urutan bawah dari kota atau kabupaten di Propinsi Jawa Barat kemudian masih
tingginya presentase penduduk miskin. Disisi lain Kabupaten Sukabumi memiliki
berbagai potensi sumberdaya lokal yang besar seperti potensi pertanian, potensi
tambang, potensi kehutanan dan lainnya. Dengan demikian ada gap yang terjadi
antara kondisi Kabupaten Sukabumi dengan potensi daerah yang ada.

9
Tabel 5 PDRB Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Harga Konstan 2000 Tahun
2009-2012
Sektor

2009

I. Primer
1. Pertanian

2010

2011

2012

40,3

39,86

38,53

37,06

35,47

35,16

33,92

32,56

2. Pertambangan & Penggalian

4,83

4,7

4,61

4,5

II. Sekunder

21,3

21,42

21,72

22,05

17,88

17,89

18,04

18,2

4. Listrik, Gas & Air Bersih

1,19

1,21

1,21

1,21

5. Konstruksi

2,23

2,32

2,47

2,64

III. Tersier

38,4

38,71

39,75

40,88

19,16

19,58

20,25

21,08

7. Pengangkutan & Komunikasi

5,52

5,51

5,66

5,8

8. Keu. Real Estat, & Jasa Perusahaan

3,81

3,8

3,94

4,08

9. Jasa-jasa
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2013

9,91

9,82

9,9

9,92

3. Industri Pengolahan

6. Perdg., Hotel & Restoran

Penduduk (orang)

Perlu adanya penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan
berorientasi terhadap pengurangan kesenjangan antarwilayah menjadi sangat
penting untuk dilakukan. Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan
kesenjangan tersebut perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan
pembangunan sehingga dapat mendukung upaya pemerataan pembangunan.
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

Kecamatan
2011 2013

Gambar 1 Jumlah Keluarga Pra Sejahtera Kabupaten Sukabumi Tahun 2011 dan
2013
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2013

Berdasarkan Gambar 1 diatas, terjadi peningkatan jumlah keluarga pra
sejahtera di Kabupaten Sukabumi dari tahun 2011 dan 2013. Sebagian besar
kecamatan di Kabupaten Sukabumi terjadi peningkatan jumlah keluarga pra
sejahtera. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang
ada di kecamatan dan terjadi kesenjangan dari pembangunan yang terus tumbuh.
Perlu adanya suatu kajian mengenai percepatan pembangunan di Kabupaten
Sukabumi. Adanya strategi yang tepat dengan mengutamakan program
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengoptimalkan seluruh potensi.
daerah yang ada baik sumber daya alam, sumber daya manusia, modal kapital,

10
pemerintah mempunyai peran penting dalam merumuskan dan melaksanakan
strategi pembangunan demi terciptanya wilayah yang semakin maju dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan masalah yang didapatkan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi ?
2. Seberapa besar potensi dan tingkat kesenjangan pembangunan antar
wilayah di Kabupaten Sukabumi ?
3. Bagaimana strategi pembangunan yang tepat di Kabupaten Sukabumi ?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perkembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi.
2. Menganalisis potensi daerah dan kesenjangan pembangunan antar wilayah
di Kabupaten Sukabumi.
3. Merumuskan strategi pembangunan yang tepat dalam pembangunan di
Kabupaten Sukabumi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi sebagai bahan
pertimbangan baik pemerintah, swasta atau pemangku kebijakan di Kabupaten
Sukabumi dalam rangka perumusan kebijakan pengembangan wilayah yang
berorientasi kepada pemanfaatan potensi daerah dan keterkaitan antar sektor.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berkenaan dengan evaluasi perkembangan
wilayah Kabupaten Sukabumi dari berbagai faktor endogen diantaranya
perekonomian
masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana,
kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, karakteristik daerah. Kemudian
berkenaan pula dengan kajian kesenjangan pembangunan wilayah dan potensi
daerah di Kabupaten Sukabumi.

11

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Wilayah
Menurut Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu
rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai
aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan
memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan perkembangan
global. Sedangkan pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan
nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya
nasional yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja
daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah serta layanan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara
merata dan berkeadilan. Pembangunan adalah proses natural mewujudkan cita-cita
bernegara yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata.
Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya konsumsi
disebabkan meningkatnya pendapatan (Sumodiningrat 2001). Kemudian secara
sederhana pembangunan diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan
perubahan menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah 2003). Sedangkan
Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan
yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya alternatif/pilihan yang lebih
banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata
nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Menurut Todaro (2006) bahwa
pembangunan adalah proses multidimensional yang melibatkan perubahanperubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku sosial, dan institusi nasional,
disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan
pemberantasan kemiskinan. Definisi tersebut memberikan suatu pemahaman
bahwa pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti
pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan
terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Pertumbuhan dapat berupa
pengembangan atau perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari
aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Wiranto (1997) mendefinisikan pembangunan dalam konsep
pembangunan yang bertumpu pada masyarakat adalah untuk mengembangkan
kehidupan suatu masyarakat dan harus dapat dilakukan dari, oleh dan untuk
masyarakat. Pengembangan wilayah dilakukan dengan pendekatan sektoral
dimana terdapat pengelompokkan kegiatan dalam sektor yang kemudian di
analisis agar dapat mengetahui sektor mana yang berpotensi dan dapat
dikembangkan sesuai dengan karakteristik wilayah (Tarigan 2004). Pembangunan
sebagai suatu proses perubahan tidak akan bisa lepas dari perencanaan maka
perencanaan pembangunan didefinisikan sebagai suatu proses perumusan
alternatif atau keputusan yang didasarkan pada data dan fakta yang akan
digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau
aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik

12
(mental dan spritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik (Riyadi dan
Bratakusumah 2003).
Menurut Solow dan Swan, bahwa
pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor
produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal) serta tingkat kemajuan
teknologi. Dengan kata lain, sampai dimana perekonomian akan berkembang
bergantung pertambahan penduduk, akumulasi modal dan kemajuan teknologi
model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam capital
stock, pertumbuhan tenaga kerja dan perkembangan tekhnologi mempengaruhi
tingkat output. Untuk menjelaskan teori pertumbuhan Solow maka pertama akan
dianalisis bagaimana peranan stok modal dalam pertumbuhan ekonomi dengan
asumsi tanpa adanya perkembangan. Apabila dimisalkan suatu proses
pertumbuhan ekonomi dalam keadaan dimana teknologi tidak berkembang, maka
tingkat pertumbuhan yang telah dicapai hanya karena adanya perubahan jumlah
modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L). Hubungan kedua faktor tersebut dengan
pertumbuhan ekonomi dapat dinyatakan sebagai fungsi produksi Y = f (K,L)
(Arsyad 2004). Salah satu faktor yang dapat dicermati dalam pembangunan
wilayah adalah modal dimana tiap daerah memiliki anggaran daerah atau APBD.
Setiap daerah memiliki proporsi kebijakan keuangan yang berbeda dengan
mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan keuangan daerah, struktur
sosial dan ekonomi penduduk, budaya, politik dan aturan yang berlaku dari
pemerintah pusat (Halim 2001). Faktor keuangan merupakan hal yang penting
dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hampir tidak ada kegiatan
pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya Sehubungan dengan posisi
keuangan ini, ditegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat
melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan melaksanakan pembangunan
(Suparmoko 2002).
Suatu perencanaan pembangunan sangat terkait dengan unsur wilayah atau
lokasi dimana suatu aktivitas kegiatan akan dilaksanakan, sehingga Riyadi dan
Bratakusumah (2003) mendefinisikan perencanaan pembangunan wilayah sebagai
suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan
perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik, bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah dan lingkungan dalam wilayah tertentu, dengan
memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang
bersifat menyeluruh tetapi tetap berpegang pada azas prioritas. Sedangkan Hadi
(2001) mengartikan perencanaan pembangunan wilayah sebagai suatu proses atau
tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang
selanjutnya istilah “wilayah“ atau “daerah” sering di pertukarkan penggunaannya
dalam beberapa literatur namun berbeda dalam cakupan ruang dimana „wilayah‟
digunakan untuk pengertian ruang secara umum. Sedangkan istilah „daerah‟
digunakan untuk ruang yang terkait dengan batas administrasi pemerintahan.
Wilayah sebagai satu kesatuan ruang secara geografis yang mempunyai tempat
tertentu tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya. Definisi ini
hampir sejalan dengan Murty (2000) yang mendefinisikan wilayah sebagai suatu
area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara,
negara bagian, provinsi, distrik dan perdesaan.Tetapi suatu wilayah pada

13
umumnya tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan
satu kesatuan ekonomi, politik, sosial administrasi, iklim hingga geografis, sesuai
dengan tujuan pembangunan atau kajian.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang, wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Kemudian menurut Rustiadi et al.
(2009), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas
spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen di dalamnya (sub wilayah) satu
sama lain saling berinteraksi secara fungsional (memiliki keterkaitan dan
hubungan fungsional). Dari definisi ini memperlihatkan bahwa tidak ada batasan
spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat ”meaningful”
untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Menurut Rustiadi et al.
(2009) bahwa setiap pemerintah baik di negara berkembang (developing
countries) maupun belum berkembang (less developed countries) selalu berusaha
untuk meningkatkan keterkaitan yang simetris antar wilayah dan mengurangi
kesenjangan karena beberapa alasan, antara lain: (1) Untuk mengembangkan
perekonomian secara simultan dan bertahap; (2) Untuk mengembangkan ekonomi
secara cepat; (3) Untuk mengoptimalkan pengembangan kapasitas dan
mengkonservasi sumber daya; (4) Untuk meningkatkan lapangan kerja; (5) Untuk
mengurangi beban sektor pertanian; (6) Untuk mendorong desentralisasi; (7)
Untuk menghindari konflik lepas kendali dan instabilitas politik disintegratif; (8)
Untuk meningkatkan Ketahanan Nasional.
Kesenjangan Wilayah
Menurut Chaniago et al. (2000) bahwa kesenjangan dapat diartikan
sebagai suatu kondisi ketidakseimbangan atau ketidakberimbangan atau
ketidaksimetrisan. Kesenjangan antar wilayah di Indonesia, terjadi karena adanya
keragaman potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya
manusia, ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah
keunggulan dalam satu sisi, namun disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber
instabilitas sosial dan politik nasional. Untuk itu, maka penyelenggaraan
pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap pengurangan
kesenjangan antarwilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pemahaman
secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan tersebut perlu menjadi acuan
dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung upaya
pemerataan pembangunan di Indonesia (Harafera 2011). Bila dikaitkan dengan
pembangunan sektor dan wilayah maka kesenjangan pembangunan tidak lain
adalah suatu kondisi ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar
wilayah. Ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah lazim
ditunjukkan dengan perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Dimana kesenjangan
pertumbuhan antar wilayah tersebut sangat tergantung pada perkembangan
struktur ekonomi (perkembangan sektor-sektor ekonomi) dan struktur wilayah
(perkembangan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi seperti sarana dan
prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi (darat, laut dan udara),
telekomunikasi, air besih, penerangan) serta ke