Ketimpangan Wilayah dan Kedudukan Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus : Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat )

(1)

KETIMPANGAN WILAYAH DAN KEDUDUKAN KECAMATAN

DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH

( Studi Kasus : Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat )

Oleh :

Evy Syafrina Harahap

A14302004

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MAKALAH SEMINAR

Judul : Fungsi Kota Kecamatan Dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Pemrasaran/NRP/PS : Evy Syafrina Harahap/A14302004

Dosen Pembimbing : Ir. H. T. Hanafiah

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembahas/NRP/PS : Nur Rosidah/A14302028/EPS Hari/Tanggal : Rabu/31 Oktober 2007

Tempat/Waktu : FEM/Pukul 13.00 WIB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan.

Dalam usaha menganalisis dan merencanakan pembangunan serta pertumbuhan wilayah, para perencana dan analisis pembangunan wilayah menghadapi masalah-masalah ketimpangan sebagai masalah pokok. Ketimpangan wilayah tersebut dapat dibedakan atas ketimpangan antar wilayah dan ketimpangan intra wilayah. Ketimpangan dapat didefenisikan sebagai wilayah terbelakang atau miskin, wilayah tidak berkembang, wilayah berkembang ataupun wilayah terlalu maju. Dari segi produksi wilayah, ketimpangan tersebut dapat pula dibedakan atas ketimpangan pendapatan, kesempatan kerja, fasilitas pelayanan kebutuhan dasar, bahkan ketidakpuasan kelompok etnik atau suku, kelompok minoritas dan lain sebagainya (Hanafiah, 1988).

Dengan direvisinya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu dari UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kemandirian daerah terutama mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Pendekatan yang diharapkan dalam pemerataan pembangunan adalah melalui pendekatan pusat-belakang (centre-pheripery) yang mempertimbangkan hubungan antar kota sebagai pusat dan wilayah sekitarnya sebagai wilayah belakang (pheripery). Daerah pusat, dalam hal ini kota kecamatan sebagai kota terkecil dapat mendorong perkembangan desa-desa sekitarnya. Fungsi kota kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan harus lebih ditingkatkan untuk mengatasi ketimpangan wilayah yang terjadi di tiap daerah.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah terjadi ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Cianjur dalam hal potensi sumberdaya dan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonominya?

2. Bagaimana hubungan antara potensi sumberdaya alam dengan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Cianjur?

3. Bagaimana peranan kota kecamatan dalam pembangunan wilayah? 1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi ketimpangan yang terjadi antara kecamatan di Kabupaten Cianjur dalam hal potensi sumberdaya dan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonominya. 2. Menganalisa hubungan antara potensi sumberdaya alam dengan ketersediaan sarana dan

prasarana pelayanan sosial ekonomi pada tingkat kecamatan.

3. Menganalisa fungsi kota kecamatan dalam pembangunan wilayah sebagai pusat pelayanan fasilitas sosial ekonomi.


(3)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Konsep Wilayah

Perkembangan teori wilayah dalam rangka memahami struktur tata ruang wilayah telah lama dikembangkan. Defenisi wilayah dijabarkan dengan cara berbeda sesuai dengan tujuan mendefenisikannya.

2.2. Teori Lokasi

Teori lokasi telah berkembang dalam ruang lingkup dan ditentukan oleh kekuatan atau mekanisme pasar (free market) dengan peranan kapital dan swasta yang besar. Pada tahun 1909, Alfred Weber mengemukakan suatu teori tentang lokasi industri. Pada tahun 1938, August Losch mengemukakan konsep lokasi ketika membahas hakekat wilayah ekonomi. Teori Losch masih dipengaruhi oleh Weber. Pada tahun 1933, Walter Christaller memperkenalkan Teori Tempat Central (TTS) atau Central Places Theory .

2.3. Teori Kutub Pertumbuhan dan Pusat Pertumbuhan

Menurut Parreoux dalam Hanafiah (1988), pengertian Kutub Pertumbuhan (KP) dan Pusat Pertumbuhan (PP) lebih menekankan pada pengertian kutub pertumbuhan dalam ruang ekonomi. Ruang dibedakan atas tiga tipe, yaitu: (1) Ruang sebagai yang diidentifikasikan dalam suatu rencana diagram cetak-biru; (2) Ruang sebagai medan kekuatan dan (3) Ruang sebagai suatu keadaan yang homogen.

2.4. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil

Menurut hasil studi di India dalam Hanafiah (1988), pusat-pusat pertumbuhan dapat dibedakan atas; (1) Pusat pelayanan pada tingkat lokal; (2) Titik pertumbuhan pada tingkat Sub-Wilayah; (3) Pusat Pertumbuhan pada tingkat wilayah; (4) Kutub Pertumbuhan pada tingkat nasional.

2.5. Pengembangan Kota-Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah

Kecamatan merupakan Perangkat Daerah yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh seorang Camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Kecamatan mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan Pembinaan Kemasyarakatan dalam wilayah Kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas perangkat daerah dan atau instansi lainnya.

2.6. Pembangunan Wilayah Pedesaan dan Pengembangan Kota Kecamatan

Berkaitan dengan pembangunan wilayah pedesaan, kota kecamatan memegang peranan yang sangat strategis untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan kecil pedesaan. Peranan kota kecamatan dalam pembangunan daerah pedesaan dipengaruhi oleh potensi yang terdiri dari penduduk dan luas daerah kota kecamatan, dan fasilitas pelayanan kota kecamatan.

2.7. Defenisi dan Fungsi Kota

Pengertian kota pada umumnya adalah sebagai suatu permukaan wilayah dimana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dengan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintahan.

2.8. Hasil Penelitian Terdahulu

Tua (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Fungsi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah Pedesaan (Studi Kasus Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat),


(4)

diperoleh bahwa kota kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan pedesaan dan merupakan tempat yang sesuai sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN Terlampir.

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Daerah dan Waktu Penelitian

Penelitian bersifat studi kasus dengan daerah penelitian Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Waktu pengumpulan data yang menunjang penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2007.

4.2. Metode Analisis

Untuk keperluan analisis dalam studi fungsi kota kecamatan dalam pembangunan wilayah digunakan beberapa metode analisis antara lain skor skalogram dan sistem limpitan sejajar. Alat analisis tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kecamatan maju, sedang dan kurang berkembang.

4.3. Metode Pengumpulan Data dan Pemilihan Contoh

Pengumpulan data untuk keperluan analisis dilaksanakan berdasarkan data sekunder. Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang dianalisis dilaksanakan dengan menghitung koefisien korelasi antara ketersediaan sumberdaya alam yang dimiliki setiap wilayah dan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi melalui metode Rank Spearman.

VI. HIRARKHI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN CIANJUR

6.1. Hirarkhi Aktual Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan

Metode yang digunakan untuk mengetahui hirarkhi pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan yang disebabkan oleh penyebaran sarana dan prasarana pembangunan digunakan metode skalogram. Dalam analisis, fasilitas dibedakan menjadi fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi.

Berdasarkan tabel skalogram pusat pengembangan dengan jumlah total jenis sarana dan prasarana pembangunan terlengkap adalah Kecamatan Cianjur dengan 24 jenis (96%) dari 25 jenis, dan yang memiliki jumlah total jenis sarana dan prasarana terbatas adalah Kecamatan Agrabinta dengan 5 jenis (20%) dari 25 jenis. . Pusat pengembangan dengan total unit terbanyak adalah Kecamatan Cianjur dengan 3.736 unit, dan yang memiliki total unit terbatas adalah Kecamatan Gekbrong dengan 430 unit.

6.2. Hirarkhi Aktual Sarana dan Prasarana Pembangunan

Hirarkhi ini berfungsi untuk mengetahui jenis-jenis prasarana pembangunan yang ketersediannya tinggi, sedang, dan rendah, sehingga alokasi sarana dan prasarana baru dapat direncanakan dengan baik. Sarana dan prasarana yang menempati peringkat atas adalah sarana peribadatan seperti surau/langgar dan mesjid (mayoritas penduduk menganut agama islam). Sarana dan prasarana yang menempati peringkat bawah dalam hal ketersediaan fasilitas tersebut adalah Rumah Sakit, Vihara, Puskesmas, Kantor Pos, Pasar Pemda.


(5)

VII. POTENSI SUMBERDAYA DAN STRUKTUR TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIANJUR

7.1. Hirarkhi Potensi Sumberdaya Wilayah

Berdasarkan hasil analisis hirarkhi potensi sumberdaya wilayah, maka kecamatan-kecamatan dapat dikelompokkan ke dalam wilayah-wilayah kaya, wilayah sedang dan wilayah-wilayah miskin. Dari hasil analisis hirarkhi potensi sumberdaya wilayah diperoleh jumlah peringkat terbesar adalah 295 dan terkecil adalah 133. Selisih jumlah peringkat terbesar dan terkecil adalah 162, dan jika dibagi tiga kategori menghasilkan range yang sama untuk tiap kategori yaitu sebesar 54. Skor untuk kategori wilayah kaya untuk analisis ini adalah 133-<186, skor untuk wilayah sedang adalah 186-<240 dan skor untuk wilayah miskin adalah 240-<295. Hirarkhi potensi sumberdaya untuk tiap kecamatan di wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada lampiran.

Hasil analisis potensi sumberdaya berdasarkan komponen seperti yang dikemukakan di atas diperoleh 30 persen wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur tergolong ke dalam wilayah yang memiliki potensi sumberdaya yang kaya, 50 persen tergolong wilayah sedang dan 20 persen tergolong wilayah miskin.

7.2. Analisis Hirarkhi Fasilitas Sosial Ekonomi

Analisis hirarkhi fasilitas sosial ekonomi menunjukkan tingkat ketersediaan dan penyebaran fasilitas sosial ekonomi pada tiap kecamatan diseluruh wilayah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil analisis hirarkhi fasilitas sosial ekonomi, wilayah dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu wilayah maju, wilayah berkembang, dan wilayah terbelakang.

Dari hasil analisis hirarkhi ketersediaan fasilitas sosial ekonomi diperoleh jumlah unit peringkat terbesar adalah 142 dan terkecil adalah 16. Selisih jumlah peringkat terbesar dan terkecil adalah 126, dan jika dibagi tiga kategori menghasilkan range yang sama untuk tiap kategori yaitu sebesar 42. Skor untuk kategori wilayah maju untuk analisis ini adalah 16-<58, skor untuk wilayah berkembang adalah 58-<100 dan skor untuk wilayah terbelakang adalah 100-142. Berdasarkan analisis hirarkhi ketersedian fasilitas sosial ekonomi diperoleh bahwa 33 persen kecamatan di wilayah Kabupaten Cianjur termasuk kategori wilayah maju, 37 persen termasuk kategori wilayah berkembang dan 30 persen termasuk kategori wilayah terbelakang. Analisis hirarkhi ketersediaan fasilitas sosial ekonomi lebih jelasnya dapat dibaca pada lampiran.

7.3. Analisis Limpitan Sejajar

Kombinasi (penggabungan) antara hirarkhi potensi sumberdaya wilayah dan hirarkhi fasilitas sosial ekonomi akan menghasilkan sistem limpitan sejajar. Analisis sistem limpitan sejajar digunakan untuk menetapkan wilayah-wilayah pembangunan yang perlu mendapatkan prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah. Wilayah-wilayah yang perlu mendapat prioritas adalah adalah wilayah-wilayah yang potensial, kritis dan strategis.

Dari hasil analisis limpitan sejajar diperoleh jumlah peringkat terbesar adalah 416 dan terkecil adalah 162. Selisih jumlah peringkat terbesar dan terkecil adalah 254, dan jika dibagi tiga kategori menghasilkan range yang sama untuk tiap kategori yaitu sebesar 84.6. Skor untuk kategori wilayah potensial untuk analisis ini adalah162-<246,6, skor untuk wilayah strategis adalah 246,6-<331,2 dan skor untuk wilayah kritis adalah 331,2-416. Dari hasil analisis limpitan sejajar diperoleh bahwa 37 persen kecamatan di Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam wilayah potensial, 40 persen yang meliputi wilayah strategis dan 23 persen yang meliputiwilayah kritis. Lebih jelasnya disajikan pada lampiran.


(6)

7.4. Hubungan Potensi Sumberdaya dan Jumlah Penduduk dengan Ketersediaan Fasilitas Sosial Ekonomi

Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi cenderung berkorelasi positif dengan sumberdaya yang dimiliki masing-masing wilayah. Hasil uji korelasi Spearman diperoleh Rs sebesar 0,6870. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432. Selain itu, jumlah penduduk juga memiliki korelasi (hubungan) dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Hasil uji korelasi Spearman didapat Rs sebesar 0,8464. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432.

Tiga kecamatan yang dijadikan sebagai kecamatan contoh meliputi Kecamatan Cipanas, Sukanagara dan Sindangbarang.

VIII. FUNGSI KOTA KECAMATAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH 8.1. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Cipanas dalam Struktur Tata Ruang

Kabupaten Cianjur

Kecamatan Cipanas merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan sebagai pusat pelayanan di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hirarkhi pusat-pusat pelayanan, kota Cipanas merupakan kota Orde 2 (PKL-1). Fungsi kota Cipanas yang merupakan Orde 2 (PKL-1) adalah : (1) pusat administrasi pemerintahan kecamatan; (2) pusat pelayanan sosial ekonomi; (3) pusat perdagangan, jasa dan pemasaran; (4) pusat perhubungan dan komunikasi; (5) pusat kesehatan dan (6) pusat/simpul transportasi. Sarana umum yang dikembangkan di kota Cipanas adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan tinggi, yaitu sarana yang mampu melayani penduduk lebih besar dari 100.000 jiwa.

Berdasarkan analisis skor skalogram, desa-desa yang tergolong maju di Kecamatan Cipanas hanya desa Cipanas. Dari analisis skor skalogram dan berdasarkan fasilitas-fasilitas yang dianalisis, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang besar dalam hal jumlah ketersediaan fasilitas-fasilitas di tiap desa.

Berdasarkan uji korelasi Spearman antara tingkat ketersedian fasilitas sosial ekonomi dengan jumlah penduduk, diperoleh nilai Rs sebesar 0,7142. Nilai ini lebih kecil dari nilai kritis baik pada taraf nyata 0,01 atau 0,05. Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dengan jumlah penduduk di Kecamatan Cipanas.

8.2. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Sukanagara dalam Struktur Tata Ruang Kabupaten Cianjur

Dalam struktur tata ruang wilayah, Kecamatan Sukanagara memiliki fungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan Cianjur bagian Tengah dan sebagai pusat pengembangan Kecamatan Sukanagara. Berdasarkan hirarkhi pusat-pusat pelayanan, Perkotaan Sukanagara merupakan kota Orde 2 (PKL-1) yang melayani wilayah Kabupaten Cianjur bagian Tengah.

Berdasarkan analisis skor skalogram, kota Sukanagara menempati peringkat pertama dalam hal ketersediaan fasilitas sosial ekonomi disusul Desa Sukamekar. Pertumbuhan/perkembangan wilayah cenderung terjadi di pusat perkotaan atau yang memiliki jarak lebih dekat ke pusat perkotaan dan merupakan kawasan dengan konsentrasi penduduk paling padat. Hubungan yang saling mempengaruhi antara kepadatan penduduk dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi ditunjukkan dengan nilai Rs sebesar 0,806 yang lebih besar dari nilai kritis (Z(0,01;10)) sebeser 0,745.

Pengaruh kota Sukanagara terhadap desa-desa di wilayahnya dapat dilihat dengan munculnya lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian terutama industri keramik, perdagangan dan jasa.


(7)

8.3. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Sindangbarang dalam Struktur Tata Ruang Kabupaten Cianjur

Dalam struktur tata ruang wilayah Kabupaten Cianjur, Kecamatan Sindangbarang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan wilayah Cianjur bagian Selatan dan pusat pengembangan desa-desa di sekitar wilayah Kecamatan Sindangbarang.

Dalam struktur tata ruang wilayah, Kecamatan Sindangbarang termasuk pengembangan pusat dan pelayanan Orde III (PKL-2), yang merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian dengan skala pelayanan beberapa kecamatan serta menunjang kota dengan orde diatasnya. Kota-kota kecamatan yang termasuk orde diatas Kecamatan Sindangbarang adalah kota-kota yang termasuk Orde II (PKL-1) meliputi Kecamatan Cipanas, Pacet dan Sukanagara serta kota yang termasuk Orde I (PKW) meliputi Kecamatan Cianjur.

Sarana umum yang dikembangkan untuk kegiatan PKL-3 adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan sedang, yaitu mampu melayani penduduk antara 50.000 – 99.999 jiwa. Fungsi yang diemban oleh kota kecamatan adalah sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, industri, parawisata serta koleksi dan distribusi

Sebagai pusat pengembangan dari WPS, kota Saganten berfungsi sebagai penyangga pertumbuhan kota Cianjur. Kota Saganten dapat menciptakan dampak penularan pengembangan pada wilayah-wilayah yang lain berupa kecamatan-kecamatan yang dilayani dan yang memiliki hubungan fungsional dengan Kecamatan Sindangbarang.

Dari ketiga kecamatan contoh menunjukkan bahwa kota kecamatan berfungsi sebagai konsentrasi pemukiman penduduk dan pelayanan sosial ekonomi. Tersedianya fasilitas sosial ekonomi di tiap kecamatan contoh juga dipengaruhi oleh aksesbilitas. Variabel yang digunakan untuk mengukur aksesbilitas adalah jarak kecamatan ke kota yang memiliki hirarkhi lebih tinggi dan kota kabupaten. Variabel lain yang digunakan adalah panjang jalan aspal.

Tabel 20. Hubungan Aksesbilitas dan Potensi wilayah Kecamatan Contoh dengan Perekonomian dan Penyebaran Fasilitas Sosial ekonomi, Dilihat dari skor Skalogram, Tahun 2005

Kecamatan Aksesbilitas Analisis Potensi Ketersediaan Fas. Sosek

Aktivitas Ekonomi

Cipanas 1 2 1 1

Sukanagara 2 1 2 2

Sindangbarang 3 3 3 3

Dengan demikian fungsi kota kecamatan sebagai pelayanan fasilitas sosial ekonomi dan mediator pertumbuhan ke pedesaan sangat dipengaruhi oleh aksesbilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa efek pengimbasan pembangunan lebih besar pada kecamatan-kecamatan yang lebih maju (Cipanas dan Sukanagara) daripada terbelakang (Sindangbarang).

KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap fungsi kota kecamatan terhadap pembangunan wilayah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur, terdapat ketimpangan pembangunan di wilayah Cianjur bagian Utara dengan Cianjur bagian Tengah dan Selatan. Berdasarkan analisis skor skalogram, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi cenderung terpusat di wilayah Cianjur bagian Utara. Kecamatan yang memiliki fasilitas


(8)

sosial ekonomi yang paling lengkap adalah Kecamatan Cianjur. Sedangkan kecamatan yang memiliki fasilitas sosial ekonomi yang paling sedikit ketersediaannya adalah Kecamatan Campakamulya.

2. Sarana dan prasarana yang memiliki tingkat ketersediaan paling tinggi di Kabupaten Cianjur adalah surau/langgar, toko/warung, mesjid, dan bengkel. Sedangkan sarana dan prasarana yang tingkat ketersediaannya kurang adalah kantor pos, pasar pemda, vihara dan rumah sakit.

3. Berdasarkan hasil analisis limpitan sejajar, 37 persen kecamatan di Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam wilayah potensial yang meliputi Kecamatan Cianjur, Karangtengah, Cibeber, Bojongpicung, Cugenang. Cikalongkulon, Cilaku, Sukaresmi, Pagelaran, Tanggeung dan Cidaun. Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah strategis adalah 40 persen yang meliputi Kecamatan Pacet, Cipanas, Ciranjang, Sukaluyu, Mande, Warungkondang, Campaka, Cibinong, Takokak, Kadupandak, Sukanagara, dan Sindangbarang. Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah kritis adalah 23 persen yang meliputi Kecamatan Gekbrong, Naringgul, Agrabinta, Cikadu, Leles, Cijati dan Campakamulya.

4. Potensi sumberdaya alam wilayah memiliki hubungan yang positif dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi Rank Spearman sebesar 0,6870 yang lebih besar dari nilai kritis pasa taraf 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk masing-masing kecamatan. Hasil uji korelasi Spearman didapat Rs sebesar 0,8464. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432.

5. Dalam struktur tata ruang wilayah, kota kecamatan berfungsi sebagai pusat permukiman penduduk, pusat penyediaan fasilitas sosial ekonomi dan pusat aktifitas perekonomian yang akan memberikan pengaruh bagi daerah belakangnya. Kecamatan yang berfungsi sebagai puat pertumbuhan/pelayanan adalah Kecamatan Cianjur, Cipanas dan Pacet untuk wilayah Pembangunan Utara. Pusat pertumbuhan untuk Wilayah Pembangunan Tengah adalah Kecamatan Sukanagara dan untuk Wilayah Pembangunan Selatan adalah Kecamatan Sindangbarang.

6. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di tiap kecamatan contoh dipengaruhi oleh aksesbilitas kota kecamatan terhadap kota yang lebih tinggi hirarkhinya (kota kabupaten). 9.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi adalah salah satu faktor yang mendukung fungsi kota kecamatan sebagai pusat pelayanan dan pertumbuhan kecil. Pemerataan fasilitas sosial ekonomi di setiap kecamatan, terutama kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan wilayah pembangunan akan mengurangi ketergantungan wilayah kecamatan kepada kota kabupaten. Karena itu, diperlukan pemerataan fasilitas sosial ekonomi di wilayah tengah dan selatan di Kabupaten Cianjur untuk membantu kecamatan-kecamatan di wilayah tersebut lebih cepat berkembang.

2. Aksesbilitas adalah salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu wilayah. Kemudahan suatu wilayah berhubungan dengan wilayah lain akan membawa dampak berupa pertumbuhan wilayah yang cepat. Aksesbilitas dan fasilitas transportasi yang memadai akan menjadikan wilayah yang berkembang/terbelakang lebih cepat berkembang. Karena itu, aksesbilitas di wilayah tengah dan selatan harus lebih mendapat perhatian dari pemerintah untuk mendukung perkembangan wilayah di daerah tersebut.


(9)

KERANGKA PEMIKIRAN

Sumberdaya Alam

Sumberdaya Manusia

Sumberdaya Buatan

Pembangunan daerah

Pembangunan Nasional

INVESTASI TERPUSAT

PADA LOKASI TERTENTU

Tidak Merata

Mobilitas tidak sempurna

PERTUMBUHAN TIDAK MERATA

Ketimpangan antar sektor

Ketimpangan antar Wilayah

KOTA KECAMATAN

KOTA KECAMATAN

KOTA KECAMATAN

PERTUMBUHAN WILAYAH

Penyediaan fasilitas Pelayanan sosial dan ekonomi

PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN KECIL

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Fungsi Ekonomi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Cianjur. 2006.

Rencana Umum Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Cianjur 2005-2015

. BAPPEDA. Cianjur.

dan BPS. 2006.

Produk Domestik Regional Bruto Tahun

2001-2005

. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Cianjur dan Biro Pusat Statistik.

Cianjur.

. 2006.

Monografi Regional Kabupaten Cianjur 2001-2005

.

BAPPEDA. Cianjur.

Badan Pusat Statistik. 2006.

Kabupaten Cianjur dalam Angka

. Biro Pusat Statistik

Kabupaten Cianjur. Cianjur.

Dinas Cipta Karya. 2005.

Laporan Fakta dan Analisis RDTR Kawasan Puncak

Cianjur

. Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur. Cianjur.

.

2006.

Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Sukanagara

.

Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur. Cianjur


(11)

KETIMPANGAN WILAYAH DAN KEDUDUKAN KECAMATAN

DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH

( Studi Kasus : Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat )

Oleh :

Evy Syafrina Harahap

A14302004

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

MAKALAH SEMINAR

Judul : Fungsi Kota Kecamatan Dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Pemrasaran/NRP/PS : Evy Syafrina Harahap/A14302004

Dosen Pembimbing : Ir. H. T. Hanafiah

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembahas/NRP/PS : Nur Rosidah/A14302028/EPS Hari/Tanggal : Rabu/31 Oktober 2007

Tempat/Waktu : FEM/Pukul 13.00 WIB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan.

Dalam usaha menganalisis dan merencanakan pembangunan serta pertumbuhan wilayah, para perencana dan analisis pembangunan wilayah menghadapi masalah-masalah ketimpangan sebagai masalah pokok. Ketimpangan wilayah tersebut dapat dibedakan atas ketimpangan antar wilayah dan ketimpangan intra wilayah. Ketimpangan dapat didefenisikan sebagai wilayah terbelakang atau miskin, wilayah tidak berkembang, wilayah berkembang ataupun wilayah terlalu maju. Dari segi produksi wilayah, ketimpangan tersebut dapat pula dibedakan atas ketimpangan pendapatan, kesempatan kerja, fasilitas pelayanan kebutuhan dasar, bahkan ketidakpuasan kelompok etnik atau suku, kelompok minoritas dan lain sebagainya (Hanafiah, 1988).

Dengan direvisinya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu dari UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kemandirian daerah terutama mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Pendekatan yang diharapkan dalam pemerataan pembangunan adalah melalui pendekatan pusat-belakang (centre-pheripery) yang mempertimbangkan hubungan antar kota sebagai pusat dan wilayah sekitarnya sebagai wilayah belakang (pheripery). Daerah pusat, dalam hal ini kota kecamatan sebagai kota terkecil dapat mendorong perkembangan desa-desa sekitarnya. Fungsi kota kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan harus lebih ditingkatkan untuk mengatasi ketimpangan wilayah yang terjadi di tiap daerah.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah terjadi ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Cianjur dalam hal potensi sumberdaya dan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonominya?

2. Bagaimana hubungan antara potensi sumberdaya alam dengan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Cianjur?

3. Bagaimana peranan kota kecamatan dalam pembangunan wilayah? 1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi ketimpangan yang terjadi antara kecamatan di Kabupaten Cianjur dalam hal potensi sumberdaya dan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonominya. 2. Menganalisa hubungan antara potensi sumberdaya alam dengan ketersediaan sarana dan

prasarana pelayanan sosial ekonomi pada tingkat kecamatan.

3. Menganalisa fungsi kota kecamatan dalam pembangunan wilayah sebagai pusat pelayanan fasilitas sosial ekonomi.


(13)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Konsep Wilayah

Perkembangan teori wilayah dalam rangka memahami struktur tata ruang wilayah telah lama dikembangkan. Defenisi wilayah dijabarkan dengan cara berbeda sesuai dengan tujuan mendefenisikannya.

2.2. Teori Lokasi

Teori lokasi telah berkembang dalam ruang lingkup dan ditentukan oleh kekuatan atau mekanisme pasar (free market) dengan peranan kapital dan swasta yang besar. Pada tahun 1909, Alfred Weber mengemukakan suatu teori tentang lokasi industri. Pada tahun 1938, August Losch mengemukakan konsep lokasi ketika membahas hakekat wilayah ekonomi. Teori Losch masih dipengaruhi oleh Weber. Pada tahun 1933, Walter Christaller memperkenalkan Teori Tempat Central (TTS) atau Central Places Theory .

2.3. Teori Kutub Pertumbuhan dan Pusat Pertumbuhan

Menurut Parreoux dalam Hanafiah (1988), pengertian Kutub Pertumbuhan (KP) dan Pusat Pertumbuhan (PP) lebih menekankan pada pengertian kutub pertumbuhan dalam ruang ekonomi. Ruang dibedakan atas tiga tipe, yaitu: (1) Ruang sebagai yang diidentifikasikan dalam suatu rencana diagram cetak-biru; (2) Ruang sebagai medan kekuatan dan (3) Ruang sebagai suatu keadaan yang homogen.

2.4. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil

Menurut hasil studi di India dalam Hanafiah (1988), pusat-pusat pertumbuhan dapat dibedakan atas; (1) Pusat pelayanan pada tingkat lokal; (2) Titik pertumbuhan pada tingkat Sub-Wilayah; (3) Pusat Pertumbuhan pada tingkat wilayah; (4) Kutub Pertumbuhan pada tingkat nasional.

2.5. Pengembangan Kota-Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah

Kecamatan merupakan Perangkat Daerah yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh seorang Camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Kecamatan mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan Pembinaan Kemasyarakatan dalam wilayah Kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas perangkat daerah dan atau instansi lainnya.

2.6. Pembangunan Wilayah Pedesaan dan Pengembangan Kota Kecamatan

Berkaitan dengan pembangunan wilayah pedesaan, kota kecamatan memegang peranan yang sangat strategis untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan kecil pedesaan. Peranan kota kecamatan dalam pembangunan daerah pedesaan dipengaruhi oleh potensi yang terdiri dari penduduk dan luas daerah kota kecamatan, dan fasilitas pelayanan kota kecamatan.

2.7. Defenisi dan Fungsi Kota

Pengertian kota pada umumnya adalah sebagai suatu permukaan wilayah dimana terdapat pemusatan (konsentrasi) penduduk dengan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintahan.

2.8. Hasil Penelitian Terdahulu

Tua (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Fungsi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah Pedesaan (Studi Kasus Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat),


(14)

diperoleh bahwa kota kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan pedesaan dan merupakan tempat yang sesuai sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN Terlampir.

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Daerah dan Waktu Penelitian

Penelitian bersifat studi kasus dengan daerah penelitian Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Waktu pengumpulan data yang menunjang penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2007.

4.2. Metode Analisis

Untuk keperluan analisis dalam studi fungsi kota kecamatan dalam pembangunan wilayah digunakan beberapa metode analisis antara lain skor skalogram dan sistem limpitan sejajar. Alat analisis tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kecamatan maju, sedang dan kurang berkembang.

4.3. Metode Pengumpulan Data dan Pemilihan Contoh

Pengumpulan data untuk keperluan analisis dilaksanakan berdasarkan data sekunder. Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang dianalisis dilaksanakan dengan menghitung koefisien korelasi antara ketersediaan sumberdaya alam yang dimiliki setiap wilayah dan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi melalui metode Rank Spearman.

VI. HIRARKHI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN CIANJUR

6.1. Hirarkhi Aktual Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan

Metode yang digunakan untuk mengetahui hirarkhi pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan yang disebabkan oleh penyebaran sarana dan prasarana pembangunan digunakan metode skalogram. Dalam analisis, fasilitas dibedakan menjadi fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi.

Berdasarkan tabel skalogram pusat pengembangan dengan jumlah total jenis sarana dan prasarana pembangunan terlengkap adalah Kecamatan Cianjur dengan 24 jenis (96%) dari 25 jenis, dan yang memiliki jumlah total jenis sarana dan prasarana terbatas adalah Kecamatan Agrabinta dengan 5 jenis (20%) dari 25 jenis. . Pusat pengembangan dengan total unit terbanyak adalah Kecamatan Cianjur dengan 3.736 unit, dan yang memiliki total unit terbatas adalah Kecamatan Gekbrong dengan 430 unit.

6.2. Hirarkhi Aktual Sarana dan Prasarana Pembangunan

Hirarkhi ini berfungsi untuk mengetahui jenis-jenis prasarana pembangunan yang ketersediannya tinggi, sedang, dan rendah, sehingga alokasi sarana dan prasarana baru dapat direncanakan dengan baik. Sarana dan prasarana yang menempati peringkat atas adalah sarana peribadatan seperti surau/langgar dan mesjid (mayoritas penduduk menganut agama islam). Sarana dan prasarana yang menempati peringkat bawah dalam hal ketersediaan fasilitas tersebut adalah Rumah Sakit, Vihara, Puskesmas, Kantor Pos, Pasar Pemda.


(15)

VII. POTENSI SUMBERDAYA DAN STRUKTUR TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIANJUR

7.1. Hirarkhi Potensi Sumberdaya Wilayah

Berdasarkan hasil analisis hirarkhi potensi sumberdaya wilayah, maka kecamatan-kecamatan dapat dikelompokkan ke dalam wilayah-wilayah kaya, wilayah sedang dan wilayah-wilayah miskin. Dari hasil analisis hirarkhi potensi sumberdaya wilayah diperoleh jumlah peringkat terbesar adalah 295 dan terkecil adalah 133. Selisih jumlah peringkat terbesar dan terkecil adalah 162, dan jika dibagi tiga kategori menghasilkan range yang sama untuk tiap kategori yaitu sebesar 54. Skor untuk kategori wilayah kaya untuk analisis ini adalah 133-<186, skor untuk wilayah sedang adalah 186-<240 dan skor untuk wilayah miskin adalah 240-<295. Hirarkhi potensi sumberdaya untuk tiap kecamatan di wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada lampiran.

Hasil analisis potensi sumberdaya berdasarkan komponen seperti yang dikemukakan di atas diperoleh 30 persen wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur tergolong ke dalam wilayah yang memiliki potensi sumberdaya yang kaya, 50 persen tergolong wilayah sedang dan 20 persen tergolong wilayah miskin.

7.2. Analisis Hirarkhi Fasilitas Sosial Ekonomi

Analisis hirarkhi fasilitas sosial ekonomi menunjukkan tingkat ketersediaan dan penyebaran fasilitas sosial ekonomi pada tiap kecamatan diseluruh wilayah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil analisis hirarkhi fasilitas sosial ekonomi, wilayah dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu wilayah maju, wilayah berkembang, dan wilayah terbelakang.

Dari hasil analisis hirarkhi ketersediaan fasilitas sosial ekonomi diperoleh jumlah unit peringkat terbesar adalah 142 dan terkecil adalah 16. Selisih jumlah peringkat terbesar dan terkecil adalah 126, dan jika dibagi tiga kategori menghasilkan range yang sama untuk tiap kategori yaitu sebesar 42. Skor untuk kategori wilayah maju untuk analisis ini adalah 16-<58, skor untuk wilayah berkembang adalah 58-<100 dan skor untuk wilayah terbelakang adalah 100-142. Berdasarkan analisis hirarkhi ketersedian fasilitas sosial ekonomi diperoleh bahwa 33 persen kecamatan di wilayah Kabupaten Cianjur termasuk kategori wilayah maju, 37 persen termasuk kategori wilayah berkembang dan 30 persen termasuk kategori wilayah terbelakang. Analisis hirarkhi ketersediaan fasilitas sosial ekonomi lebih jelasnya dapat dibaca pada lampiran.

7.3. Analisis Limpitan Sejajar

Kombinasi (penggabungan) antara hirarkhi potensi sumberdaya wilayah dan hirarkhi fasilitas sosial ekonomi akan menghasilkan sistem limpitan sejajar. Analisis sistem limpitan sejajar digunakan untuk menetapkan wilayah-wilayah pembangunan yang perlu mendapatkan prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah. Wilayah-wilayah yang perlu mendapat prioritas adalah adalah wilayah-wilayah yang potensial, kritis dan strategis.

Dari hasil analisis limpitan sejajar diperoleh jumlah peringkat terbesar adalah 416 dan terkecil adalah 162. Selisih jumlah peringkat terbesar dan terkecil adalah 254, dan jika dibagi tiga kategori menghasilkan range yang sama untuk tiap kategori yaitu sebesar 84.6. Skor untuk kategori wilayah potensial untuk analisis ini adalah162-<246,6, skor untuk wilayah strategis adalah 246,6-<331,2 dan skor untuk wilayah kritis adalah 331,2-416. Dari hasil analisis limpitan sejajar diperoleh bahwa 37 persen kecamatan di Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam wilayah potensial, 40 persen yang meliputi wilayah strategis dan 23 persen yang meliputiwilayah kritis. Lebih jelasnya disajikan pada lampiran.


(16)

7.4. Hubungan Potensi Sumberdaya dan Jumlah Penduduk dengan Ketersediaan Fasilitas Sosial Ekonomi

Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi cenderung berkorelasi positif dengan sumberdaya yang dimiliki masing-masing wilayah. Hasil uji korelasi Spearman diperoleh Rs sebesar 0,6870. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432. Selain itu, jumlah penduduk juga memiliki korelasi (hubungan) dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Hasil uji korelasi Spearman didapat Rs sebesar 0,8464. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432.

Tiga kecamatan yang dijadikan sebagai kecamatan contoh meliputi Kecamatan Cipanas, Sukanagara dan Sindangbarang.

VIII. FUNGSI KOTA KECAMATAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH 8.1. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Cipanas dalam Struktur Tata Ruang

Kabupaten Cianjur

Kecamatan Cipanas merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan sebagai pusat pelayanan di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hirarkhi pusat-pusat pelayanan, kota Cipanas merupakan kota Orde 2 (PKL-1). Fungsi kota Cipanas yang merupakan Orde 2 (PKL-1) adalah : (1) pusat administrasi pemerintahan kecamatan; (2) pusat pelayanan sosial ekonomi; (3) pusat perdagangan, jasa dan pemasaran; (4) pusat perhubungan dan komunikasi; (5) pusat kesehatan dan (6) pusat/simpul transportasi. Sarana umum yang dikembangkan di kota Cipanas adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan tinggi, yaitu sarana yang mampu melayani penduduk lebih besar dari 100.000 jiwa.

Berdasarkan analisis skor skalogram, desa-desa yang tergolong maju di Kecamatan Cipanas hanya desa Cipanas. Dari analisis skor skalogram dan berdasarkan fasilitas-fasilitas yang dianalisis, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang besar dalam hal jumlah ketersediaan fasilitas-fasilitas di tiap desa.

Berdasarkan uji korelasi Spearman antara tingkat ketersedian fasilitas sosial ekonomi dengan jumlah penduduk, diperoleh nilai Rs sebesar 0,7142. Nilai ini lebih kecil dari nilai kritis baik pada taraf nyata 0,01 atau 0,05. Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dengan jumlah penduduk di Kecamatan Cipanas.

8.2. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Sukanagara dalam Struktur Tata Ruang Kabupaten Cianjur

Dalam struktur tata ruang wilayah, Kecamatan Sukanagara memiliki fungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan Cianjur bagian Tengah dan sebagai pusat pengembangan Kecamatan Sukanagara. Berdasarkan hirarkhi pusat-pusat pelayanan, Perkotaan Sukanagara merupakan kota Orde 2 (PKL-1) yang melayani wilayah Kabupaten Cianjur bagian Tengah.

Berdasarkan analisis skor skalogram, kota Sukanagara menempati peringkat pertama dalam hal ketersediaan fasilitas sosial ekonomi disusul Desa Sukamekar. Pertumbuhan/perkembangan wilayah cenderung terjadi di pusat perkotaan atau yang memiliki jarak lebih dekat ke pusat perkotaan dan merupakan kawasan dengan konsentrasi penduduk paling padat. Hubungan yang saling mempengaruhi antara kepadatan penduduk dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi ditunjukkan dengan nilai Rs sebesar 0,806 yang lebih besar dari nilai kritis (Z(0,01;10)) sebeser 0,745.

Pengaruh kota Sukanagara terhadap desa-desa di wilayahnya dapat dilihat dengan munculnya lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian terutama industri keramik, perdagangan dan jasa.


(17)

8.3. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Sindangbarang dalam Struktur Tata Ruang Kabupaten Cianjur

Dalam struktur tata ruang wilayah Kabupaten Cianjur, Kecamatan Sindangbarang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan wilayah Cianjur bagian Selatan dan pusat pengembangan desa-desa di sekitar wilayah Kecamatan Sindangbarang.

Dalam struktur tata ruang wilayah, Kecamatan Sindangbarang termasuk pengembangan pusat dan pelayanan Orde III (PKL-2), yang merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian dengan skala pelayanan beberapa kecamatan serta menunjang kota dengan orde diatasnya. Kota-kota kecamatan yang termasuk orde diatas Kecamatan Sindangbarang adalah kota-kota yang termasuk Orde II (PKL-1) meliputi Kecamatan Cipanas, Pacet dan Sukanagara serta kota yang termasuk Orde I (PKW) meliputi Kecamatan Cianjur.

Sarana umum yang dikembangkan untuk kegiatan PKL-3 adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan sedang, yaitu mampu melayani penduduk antara 50.000 – 99.999 jiwa. Fungsi yang diemban oleh kota kecamatan adalah sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, industri, parawisata serta koleksi dan distribusi

Sebagai pusat pengembangan dari WPS, kota Saganten berfungsi sebagai penyangga pertumbuhan kota Cianjur. Kota Saganten dapat menciptakan dampak penularan pengembangan pada wilayah-wilayah yang lain berupa kecamatan-kecamatan yang dilayani dan yang memiliki hubungan fungsional dengan Kecamatan Sindangbarang.

Dari ketiga kecamatan contoh menunjukkan bahwa kota kecamatan berfungsi sebagai konsentrasi pemukiman penduduk dan pelayanan sosial ekonomi. Tersedianya fasilitas sosial ekonomi di tiap kecamatan contoh juga dipengaruhi oleh aksesbilitas. Variabel yang digunakan untuk mengukur aksesbilitas adalah jarak kecamatan ke kota yang memiliki hirarkhi lebih tinggi dan kota kabupaten. Variabel lain yang digunakan adalah panjang jalan aspal.

Tabel 20. Hubungan Aksesbilitas dan Potensi wilayah Kecamatan Contoh dengan Perekonomian dan Penyebaran Fasilitas Sosial ekonomi, Dilihat dari skor Skalogram, Tahun 2005

Kecamatan Aksesbilitas Analisis Potensi Ketersediaan Fas. Sosek

Aktivitas Ekonomi

Cipanas 1 2 1 1

Sukanagara 2 1 2 2

Sindangbarang 3 3 3 3

Dengan demikian fungsi kota kecamatan sebagai pelayanan fasilitas sosial ekonomi dan mediator pertumbuhan ke pedesaan sangat dipengaruhi oleh aksesbilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa efek pengimbasan pembangunan lebih besar pada kecamatan-kecamatan yang lebih maju (Cipanas dan Sukanagara) daripada terbelakang (Sindangbarang).

KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap fungsi kota kecamatan terhadap pembangunan wilayah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur, terdapat ketimpangan pembangunan di wilayah Cianjur bagian Utara dengan Cianjur bagian Tengah dan Selatan. Berdasarkan analisis skor skalogram, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi cenderung terpusat di wilayah Cianjur bagian Utara. Kecamatan yang memiliki fasilitas


(18)

sosial ekonomi yang paling lengkap adalah Kecamatan Cianjur. Sedangkan kecamatan yang memiliki fasilitas sosial ekonomi yang paling sedikit ketersediaannya adalah Kecamatan Campakamulya.

2. Sarana dan prasarana yang memiliki tingkat ketersediaan paling tinggi di Kabupaten Cianjur adalah surau/langgar, toko/warung, mesjid, dan bengkel. Sedangkan sarana dan prasarana yang tingkat ketersediaannya kurang adalah kantor pos, pasar pemda, vihara dan rumah sakit.

3. Berdasarkan hasil analisis limpitan sejajar, 37 persen kecamatan di Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam wilayah potensial yang meliputi Kecamatan Cianjur, Karangtengah, Cibeber, Bojongpicung, Cugenang. Cikalongkulon, Cilaku, Sukaresmi, Pagelaran, Tanggeung dan Cidaun. Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah strategis adalah 40 persen yang meliputi Kecamatan Pacet, Cipanas, Ciranjang, Sukaluyu, Mande, Warungkondang, Campaka, Cibinong, Takokak, Kadupandak, Sukanagara, dan Sindangbarang. Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah kritis adalah 23 persen yang meliputi Kecamatan Gekbrong, Naringgul, Agrabinta, Cikadu, Leles, Cijati dan Campakamulya.

4. Potensi sumberdaya alam wilayah memiliki hubungan yang positif dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi Rank Spearman sebesar 0,6870 yang lebih besar dari nilai kritis pasa taraf 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk masing-masing kecamatan. Hasil uji korelasi Spearman didapat Rs sebesar 0,8464. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432.

5. Dalam struktur tata ruang wilayah, kota kecamatan berfungsi sebagai pusat permukiman penduduk, pusat penyediaan fasilitas sosial ekonomi dan pusat aktifitas perekonomian yang akan memberikan pengaruh bagi daerah belakangnya. Kecamatan yang berfungsi sebagai puat pertumbuhan/pelayanan adalah Kecamatan Cianjur, Cipanas dan Pacet untuk wilayah Pembangunan Utara. Pusat pertumbuhan untuk Wilayah Pembangunan Tengah adalah Kecamatan Sukanagara dan untuk Wilayah Pembangunan Selatan adalah Kecamatan Sindangbarang.

6. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di tiap kecamatan contoh dipengaruhi oleh aksesbilitas kota kecamatan terhadap kota yang lebih tinggi hirarkhinya (kota kabupaten). 9.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi adalah salah satu faktor yang mendukung fungsi kota kecamatan sebagai pusat pelayanan dan pertumbuhan kecil. Pemerataan fasilitas sosial ekonomi di setiap kecamatan, terutama kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan wilayah pembangunan akan mengurangi ketergantungan wilayah kecamatan kepada kota kabupaten. Karena itu, diperlukan pemerataan fasilitas sosial ekonomi di wilayah tengah dan selatan di Kabupaten Cianjur untuk membantu kecamatan-kecamatan di wilayah tersebut lebih cepat berkembang.

2. Aksesbilitas adalah salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu wilayah. Kemudahan suatu wilayah berhubungan dengan wilayah lain akan membawa dampak berupa pertumbuhan wilayah yang cepat. Aksesbilitas dan fasilitas transportasi yang memadai akan menjadikan wilayah yang berkembang/terbelakang lebih cepat berkembang. Karena itu, aksesbilitas di wilayah tengah dan selatan harus lebih mendapat perhatian dari pemerintah untuk mendukung perkembangan wilayah di daerah tersebut.


(19)

KERANGKA PEMIKIRAN

Sumberdaya Alam

Sumberdaya Manusia

Sumberdaya Buatan

Pembangunan daerah

Pembangunan Nasional

INVESTASI TERPUSAT

PADA LOKASI TERTENTU

Tidak Merata

Mobilitas tidak sempurna

PERTUMBUHAN TIDAK MERATA

Ketimpangan antar sektor

Ketimpangan antar Wilayah

KOTA KECAMATAN

KOTA KECAMATAN

KOTA KECAMATAN

PERTUMBUHAN WILAYAH

Penyediaan fasilitas Pelayanan sosial dan ekonomi

PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN KECIL

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Fungsi Ekonomi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Cianjur. 2006.

Rencana Umum Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Cianjur 2005-2015

. BAPPEDA. Cianjur.

dan BPS. 2006.

Produk Domestik Regional Bruto Tahun

2001-2005

. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Cianjur dan Biro Pusat Statistik.

Cianjur.

. 2006.

Monografi Regional Kabupaten Cianjur 2001-2005

.

BAPPEDA. Cianjur.

Badan Pusat Statistik. 2006.

Kabupaten Cianjur dalam Angka

. Biro Pusat Statistik

Kabupaten Cianjur. Cianjur.

Dinas Cipta Karya. 2005.

Laporan Fakta dan Analisis RDTR Kawasan Puncak

Cianjur

. Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur. Cianjur.

.

2006.

Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Sukanagara

.

Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur. Cianjur


(21)

RINGKASAN

EVY SYAFRINA HARAHAP

. Ketimpangan Wilayah dan Kedudukan

Kecamatan Dalam Pembangunan Wilayah.

DIBAWAH BIMBINGAN

T.

Hanafiah Dan Eka Intan Kumala Putri.

Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional.

Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan, Dalam usaha

menganalisis dan merencanakan pembangunan serta pertumbuhan wilayah, para

perencana dan analisis pembangunan wilayah menghadapi masalah-masalah

ketimpangan sebagai masalah pokok.

Dengan direvisinya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu dari UU

No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah memiliki

kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah dapat

diartikan sebagai kemandirian daerah terutama mengenai kepentingan daerahnya

sendiri.

Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Cianjur secara umum adalah

ketimpangan atau kesenjangan pembangunan di tiap daerah. Ketimpangan

tersebut dapat dilihat dari penyebaran fasilitas sosial ekonomi yang tidak merata.

Masalah lain yang dihadapi oleh Kabupaten Cianjur adalah eksploitasi

sumberdaya yang berlebih. Hal ini telah menyebabkan sebagian daerah di

Kabupaten Cianjur kehilangan potensi daerahnya, sehingga merugikan terhadap

pembangunan wilayah di masa yang akan datang.

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi ketimpangan

yang terjadi antara Kecamatan di Kabupaten Cianjur dalam hal potensi

sumberdaya dan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonominya, 2)

menganalisa hubungan antara potensi sumberdaya alam dengan ketersediaan

sarana dan prasarana pelayanan sosial ekonomi pada tingkat Kecamatan, 3)

menganalisa kedudukan Kecamatan dalam pembangunan wilayah sebagai pusat

pelayanan fasilitas sosial ekonomi.

Berdasarkan hasil analisis skor skalogram diperoleh bahwa dari scmua

Kecamatan di Kabupaten Cianjur tidak ada yang memiliki fasilitas pelayanan

sosial ekonomi yang lengkap. Kecamatan-Kecamatan di wilayah pembangunan

utara merupakan Kecamatan-Kecamatan yang memiliki sarana dan prasarana

yang cukup memadai. Sementara itu, fasilitas sosial ekonomi di Wilayah

Pembangunan Tengah dan Selatan cenderung terbatas. Hal ini mengakibatkan

terjadi ketimpangan antar Kecamatan di Kabupaten Cianjur.

Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di Kabupaten Cianjur dipcngaruhi

oleh jumlah penduduk. Konsentrasi pelayanan sosial ekonomi terjadi di wilayah

yang menjadi konsentrasi pemukiman penduduk. Hasil analisis korelasi

Spearman

menunjukkan adanya korelasi antara jumlah penduduk dengan ketersediaan

fasilitas sosial ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Rs sebesar 0.8464 yang

lebih besar dari nilai kritis pada taraf 0,01 sebesar 0,432. Sementara itu,

ketersediaan fasilitas sosial ekonomi juga dipengaruhi oleh potensi sumberdaya

wilayah. Nilai koefisien korelasi

Spearman

antara ketersediaan fasilitas sosial

ekonomi dengan potensi sumberdaya wilayah adalah 0,6870 yang lebih besar dari

nilai kritis pada taraf 0,01.


(22)

Tiga Kecamatan yang dijadikan sebagai Kecamatan contoh meliputi

Kecamatan Cipanas, Sukanagara dan Sindangbarang. Kecamatan-Kecamatan ini

termasuk pusat pengembangan/pertumbuhan dari wilayah-wilayah pembangunan,

kecuali Kecamatan Cipanas. Kecamatan Cipanas tidak termasuk pusat

pertumbuhan/pengembangan Wilayah Pembangunan Utara, tetapi Kecamatan

Cipanas termasuk salah satu Kecamatan yang dijadikan sebagai pusat pelayanan

di Kabupaten Cianjur.

Kecamatan Cipanas merupakan kota Orde 2 (PKL-1). Fungsi kota Cipanas

yang merupakan Orde 2 (PKL-1) adalah : (1) pusat administrasi pemerintahan

Kecamatan; (2) pusat pelayanan sosial ekonomi; (3) pusat perdagangan, jasa dan

pemasaran; (4) pusat perhubungan dan komunikasi; (5) pusat kesehatan dan (6)

pusat/simpul transportasi. Sarana umum yang dikembangkan di kota Cipanas

adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan tinggi, yaitu sarana yang mampu

melayani penduduk lebih besar dari 100.000 jiwa.

Berdasarkan

hirarkhi

pusat-pusat

pelayanan, Perkotaan Sukanagara

merupakan kota Orde 2 (PKL-1) yang melayani wilayah Kabupaten Cianjur

bagian Tengah. Fungsi kota Sukanagara yang merupakan Orde 2 (PKL-1) adalah :

(1) pusat administrasi pemerintahan Kecamatan; (2) pusat pelayanan sosial

ekonomi; (3) pusat perdagangan, jasa dan pemasaran; (4) pusat perhubungan dan

komunikasi; (5) pusat kesehatan dan (6) pusat/simpul transportasi. Sarana umum

yang dikembangkan di Kota Sukanagara adalah sarana umum dengan tingkat

pelayanan tinggi, yaitu sarana yang mampu melayani penduduk lebih besar dari

100.000 jiwa.

Kecamatan Sindangbarang termasuk pengembangan pusat dan pelayanan

Orde III (PKL-2), yang merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai

pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian dengan skala pelayanan

beberapa Kecamatan serta menunjang kota dengan orde diatasnya. Sarana umum

yang dikembangkan untuk kegiatan PKL-3 adalah sarana umum dengan tingkat

pelayanan sedang, yaitu mampu melayani penduduk antara 50.000 - 99.999 jiwa.

Fungsi yang diemban oleh kota Kecamatan adalah sebagai pemukiman,

perdagangan dan jasa, industri, parawisata serta koleksi dan distribusi.

Tersedianya fasilitas sosial ekonomi di tiap Kecamatan contoh juga

dipengaruhi oleh aksesibilitas. Fungsi Kecamatan sebagai pelayanan fasilitas

sosial ekonomi dan mediator pertumbuhan ke pedesaan sangat di pengaruhi oleh

aksesibilitas. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dan juga fasilitas pendukung

seperti transportasi dan aksesibilitas yang cukup baik akan menjadi penggerak

pembangunan wilayah kurang berkembang/terbelakang.

Ketimpangan wilayah yang terjadi di Kabupaten Cianjur dapat diatasi

dengan menjadikan Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan fasilitas

sosial ekonomi. Peningkatan fungsi Kecamatan akan memberikan imbas kepada

desa-desa pinggirannya dan dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi.


(1)

8.3. Fungsi dan Kedudukan Kecamatan Sindangbarang dalam Struktur Tata Ruang Kabupaten Cianjur

Dalam struktur tata ruang wilayah Kabupaten Cianjur, Kecamatan Sindangbarang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan wilayah Cianjur bagian Selatan dan pusat pengembangan desa-desa di sekitar wilayah Kecamatan Sindangbarang.

Dalam struktur tata ruang wilayah, Kecamatan Sindangbarang termasuk pengembangan pusat dan pelayanan Orde III (PKL-2), yang merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian dengan skala pelayanan beberapa kecamatan serta menunjang kota dengan orde diatasnya. Kota-kota kecamatan yang termasuk orde diatas Kecamatan Sindangbarang adalah kota-kota yang termasuk Orde II (PKL-1) meliputi Kecamatan Cipanas, Pacet dan Sukanagara serta kota yang termasuk Orde I (PKW) meliputi Kecamatan Cianjur.

Sarana umum yang dikembangkan untuk kegiatan PKL-3 adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan sedang, yaitu mampu melayani penduduk antara 50.000 – 99.999 jiwa. Fungsi yang diemban oleh kota kecamatan adalah sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, industri, parawisata serta koleksi dan distribusi

Sebagai pusat pengembangan dari WPS, kota Saganten berfungsi sebagai penyangga pertumbuhan kota Cianjur. Kota Saganten dapat menciptakan dampak penularan pengembangan pada wilayah-wilayah yang lain berupa kecamatan-kecamatan yang dilayani dan yang memiliki hubungan fungsional dengan Kecamatan Sindangbarang.

Dari ketiga kecamatan contoh menunjukkan bahwa kota kecamatan berfungsi sebagai konsentrasi pemukiman penduduk dan pelayanan sosial ekonomi. Tersedianya fasilitas sosial ekonomi di tiap kecamatan contoh juga dipengaruhi oleh aksesbilitas. Variabel yang digunakan untuk mengukur aksesbilitas adalah jarak kecamatan ke kota yang memiliki hirarkhi lebih tinggi dan kota kabupaten. Variabel lain yang digunakan adalah panjang jalan aspal.

Tabel 20. Hubungan Aksesbilitas dan Potensi wilayah Kecamatan Contoh dengan Perekonomian dan Penyebaran Fasilitas Sosial ekonomi, Dilihat dari skor Skalogram, Tahun 2005

Kecamatan Aksesbilitas Analisis Potensi Ketersediaan Fas. Sosek

Aktivitas Ekonomi

Cipanas 1 2 1 1

Sukanagara 2 1 2 2

Sindangbarang 3 3 3 3

Dengan demikian fungsi kota kecamatan sebagai pelayanan fasilitas sosial ekonomi dan mediator pertumbuhan ke pedesaan sangat dipengaruhi oleh aksesbilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa efek pengimbasan pembangunan lebih besar pada kecamatan-kecamatan yang lebih maju (Cipanas dan Sukanagara) daripada terbelakang (Sindangbarang).

KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap fungsi kota kecamatan terhadap pembangunan wilayah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur, terdapat ketimpangan pembangunan di wilayah Cianjur bagian Utara dengan Cianjur bagian Tengah dan Selatan. Berdasarkan analisis skor skalogram, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi cenderung terpusat di wilayah Cianjur bagian Utara. Kecamatan yang memiliki fasilitas


(2)

sosial ekonomi yang paling lengkap adalah Kecamatan Cianjur. Sedangkan kecamatan yang memiliki fasilitas sosial ekonomi yang paling sedikit ketersediaannya adalah Kecamatan Campakamulya.

2. Sarana dan prasarana yang memiliki tingkat ketersediaan paling tinggi di Kabupaten Cianjur adalah surau/langgar, toko/warung, mesjid, dan bengkel. Sedangkan sarana dan prasarana yang tingkat ketersediaannya kurang adalah kantor pos, pasar pemda, vihara dan rumah sakit.

3. Berdasarkan hasil analisis limpitan sejajar, 37 persen kecamatan di Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam wilayah potensial yang meliputi Kecamatan Cianjur, Karangtengah, Cibeber, Bojongpicung, Cugenang. Cikalongkulon, Cilaku, Sukaresmi, Pagelaran, Tanggeung dan Cidaun. Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah strategis adalah 40 persen yang meliputi Kecamatan Pacet, Cipanas, Ciranjang, Sukaluyu, Mande, Warungkondang, Campaka, Cibinong, Takokak, Kadupandak, Sukanagara, dan Sindangbarang. Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah kritis adalah 23 persen yang meliputi Kecamatan Gekbrong, Naringgul, Agrabinta, Cikadu, Leles, Cijati dan Campakamulya.

4. Potensi sumberdaya alam wilayah memiliki hubungan yang positif dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi Rank Spearman sebesar 0,6870 yang lebih besar dari nilai kritis pasa taraf 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk masing-masing kecamatan. Hasil uji korelasi Spearman didapat Rs sebesar 0,8464. Nilai ini lebih besar dari nilai kritis pada taraf nyata 0,01 (Z(0,01;30)) yakni sebesar 0,432.

5. Dalam struktur tata ruang wilayah, kota kecamatan berfungsi sebagai pusat permukiman penduduk, pusat penyediaan fasilitas sosial ekonomi dan pusat aktifitas perekonomian yang akan memberikan pengaruh bagi daerah belakangnya. Kecamatan yang berfungsi sebagai puat pertumbuhan/pelayanan adalah Kecamatan Cianjur, Cipanas dan Pacet untuk wilayah Pembangunan Utara. Pusat pertumbuhan untuk Wilayah Pembangunan Tengah adalah Kecamatan Sukanagara dan untuk Wilayah Pembangunan Selatan adalah Kecamatan Sindangbarang.

6. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di tiap kecamatan contoh dipengaruhi oleh aksesbilitas kota kecamatan terhadap kota yang lebih tinggi hirarkhinya (kota kabupaten). 9.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi adalah salah satu faktor yang mendukung fungsi kota kecamatan sebagai pusat pelayanan dan pertumbuhan kecil. Pemerataan fasilitas sosial ekonomi di setiap kecamatan, terutama kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan/pengembangan wilayah pembangunan akan mengurangi ketergantungan wilayah kecamatan kepada kota kabupaten. Karena itu, diperlukan pemerataan fasilitas sosial ekonomi di wilayah tengah dan selatan di Kabupaten Cianjur untuk membantu kecamatan-kecamatan di wilayah tersebut lebih cepat berkembang.

2. Aksesbilitas adalah salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu wilayah. Kemudahan suatu wilayah berhubungan dengan wilayah lain akan membawa dampak berupa pertumbuhan wilayah yang cepat. Aksesbilitas dan fasilitas transportasi yang memadai akan menjadikan wilayah yang berkembang/terbelakang lebih cepat berkembang. Karena itu, aksesbilitas di wilayah tengah dan selatan harus lebih mendapat perhatian dari pemerintah untuk mendukung perkembangan wilayah di daerah tersebut.


(3)

KERANGKA PEMIKIRAN

Sumberdaya Alam Sumberdaya Manusia Sumberdaya Buatan Pembangunan daerah

Pembangunan Nasional

INVESTASI TERPUSAT PADA LOKASI TERTENTU

Tidak Merata Mobilitas tidak sempurna

PERTUMBUHAN TIDAK MERATA

Ketimpangan antar sektor Ketimpangan antar Wilayah

KOTA KECAMATAN KOTA KECAMATAN KOTA KECAMATAN

PERTUMBUHAN WILAYAH

Penyediaan fasilitas Pelayanan sosial dan ekonomi PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN KECIL

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Fungsi Ekonomi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Cianjur. 2006. Rencana Umum Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Cianjur 2005-2015. BAPPEDA. Cianjur.

dan BPS. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Tahun

2001-2005. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Cianjur dan Biro Pusat Statistik.

Cianjur.

. 2006. Monografi Regional Kabupaten Cianjur 2001-2005. BAPPEDA. Cianjur.

Badan Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Cianjur dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. Cianjur.

Dinas Cipta Karya. 2005. Laporan Fakta dan Analisis RDTR Kawasan Puncak

Cianjur. Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur. Cianjur.

. 2006. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Sukanagara. Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur. Cianjur


(5)

RINGKASAN

EVY SYAFRINA HARAHAP. Ketimpangan Wilayah dan Kedudukan Kecamatan Dalam Pembangunan Wilayah. DIBAWAH BIMBINGAN T. Hanafiah Dan Eka Intan Kumala Putri.

Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan, Dalam usaha menganalisis dan merencanakan pembangunan serta pertumbuhan wilayah, para perencana dan analisis pembangunan wilayah menghadapi masalah-masalah ketimpangan sebagai masalah pokok.

Dengan direvisinya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu dari UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kemandirian daerah terutama mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Cianjur secara umum adalah ketimpangan atau kesenjangan pembangunan di tiap daerah. Ketimpangan tersebut dapat dilihat dari penyebaran fasilitas sosial ekonomi yang tidak merata. Masalah lain yang dihadapi oleh Kabupaten Cianjur adalah eksploitasi sumberdaya yang berlebih. Hal ini telah menyebabkan sebagian daerah di Kabupaten Cianjur kehilangan potensi daerahnya, sehingga merugikan terhadap pembangunan wilayah di masa yang akan datang.

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1) mengidentifikasi ketimpangan yang terjadi antara Kecamatan di Kabupaten Cianjur dalam hal potensi sumberdaya dan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonominya, 2) menganalisa hubungan antara potensi sumberdaya alam dengan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial ekonomi pada tingkat Kecamatan, 3) menganalisa kedudukan Kecamatan dalam pembangunan wilayah sebagai pusat pelayanan fasilitas sosial ekonomi.

Berdasarkan hasil analisis skor skalogram diperoleh bahwa dari scmua Kecamatan di Kabupaten Cianjur tidak ada yang memiliki fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang lengkap. Kecamatan-Kecamatan di wilayah pembangunan utara merupakan Kecamatan-Kecamatan yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Sementara itu, fasilitas sosial ekonomi di Wilayah Pembangunan Tengah dan Selatan cenderung terbatas. Hal ini mengakibatkan terjadi ketimpangan antar Kecamatan di Kabupaten Cianjur.

Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di Kabupaten Cianjur dipcngaruhi oleh jumlah penduduk. Konsentrasi pelayanan sosial ekonomi terjadi di wilayah yang menjadi konsentrasi pemukiman penduduk. Hasil analisis korelasi Spearman

menunjukkan adanya korelasi antara jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Rs sebesar 0.8464 yang lebih besar dari nilai kritis pada taraf 0,01 sebesar 0,432. Sementara itu, ketersediaan fasilitas sosial ekonomi juga dipengaruhi oleh potensi sumberdaya wilayah. Nilai koefisien korelasi Spearman antara ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dengan potensi sumberdaya wilayah adalah 0,6870 yang lebih besar dari nilai kritis pada taraf 0,01.


(6)

Tiga Kecamatan yang dijadikan sebagai Kecamatan contoh meliputi Kecamatan Cipanas, Sukanagara dan Sindangbarang. Kecamatan-Kecamatan ini termasuk pusat pengembangan/pertumbuhan dari wilayah-wilayah pembangunan, kecuali Kecamatan Cipanas. Kecamatan Cipanas tidak termasuk pusat pertumbuhan/pengembangan Wilayah Pembangunan Utara, tetapi Kecamatan Cipanas termasuk salah satu Kecamatan yang dijadikan sebagai pusat pelayanan di Kabupaten Cianjur.

Kecamatan Cipanas merupakan kota Orde 2 (PKL-1). Fungsi kota Cipanas yang merupakan Orde 2 (PKL-1) adalah : (1) pusat administrasi pemerintahan Kecamatan; (2) pusat pelayanan sosial ekonomi; (3) pusat perdagangan, jasa dan pemasaran; (4) pusat perhubungan dan komunikasi; (5) pusat kesehatan dan (6) pusat/simpul transportasi. Sarana umum yang dikembangkan di kota Cipanas adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan tinggi, yaitu sarana yang mampu melayani penduduk lebih besar dari 100.000 jiwa.

Berdasarkan hirarkhi pusat-pusat pelayanan, Perkotaan Sukanagara merupakan kota Orde 2 (PKL-1) yang melayani wilayah Kabupaten Cianjur bagian Tengah. Fungsi kota Sukanagara yang merupakan Orde 2 (PKL-1) adalah : (1) pusat administrasi pemerintahan Kecamatan; (2) pusat pelayanan sosial ekonomi; (3) pusat perdagangan, jasa dan pemasaran; (4) pusat perhubungan dan komunikasi; (5) pusat kesehatan dan (6) pusat/simpul transportasi. Sarana umum yang dikembangkan di Kota Sukanagara adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan tinggi, yaitu sarana yang mampu melayani penduduk lebih besar dari 100.000 jiwa.

Kecamatan Sindangbarang termasuk pengembangan pusat dan pelayanan Orde III (PKL-2), yang merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian dengan skala pelayanan beberapa Kecamatan serta menunjang kota dengan orde diatasnya. Sarana umum yang dikembangkan untuk kegiatan PKL-3 adalah sarana umum dengan tingkat pelayanan sedang, yaitu mampu melayani penduduk antara 50.000 - 99.999 jiwa. Fungsi yang diemban oleh kota Kecamatan adalah sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, industri, parawisata serta koleksi dan distribusi.

Tersedianya fasilitas sosial ekonomi di tiap Kecamatan contoh juga dipengaruhi oleh aksesibilitas. Fungsi Kecamatan sebagai pelayanan fasilitas sosial ekonomi dan mediator pertumbuhan ke pedesaan sangat di pengaruhi oleh aksesibilitas. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dan juga fasilitas pendukung seperti transportasi dan aksesibilitas yang cukup baik akan menjadi penggerak pembangunan wilayah kurang berkembang/terbelakang.

Ketimpangan wilayah yang terjadi di Kabupaten Cianjur dapat diatasi dengan menjadikan Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan fasilitas sosial ekonomi. Peningkatan fungsi Kecamatan akan memberikan imbas kepada desa-desa pinggirannya dan dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi.