Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

(1)

OLEH IRMAYANTI

H14102039

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah yang kaya akan tempat-tempat wisata dan memiliki kekayaan yang melimpah dalam jenis atau keanekaragaman Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja dan mengkaji kebijakan pemanfaatan potensi sektor pariwisata dalam mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini menjadikan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006. Model analisis yang digunakan adalah model basis ekonomi dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan turunannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pariwisata semakin menunjukkan perannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi. Sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis merupakan basis ekonomi, baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja terlihat dari nilai LQ>1. Besarnya surplus pendapatan dan tenaga kerja selama periode analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Sementara nilai pengganda pendapatan selama periode analisis mengalami peningkatan dan pengganda tenaga kerja cenderung berfluktuasi.

Secara umum kebijakan di sektor pariwisata yang telah dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, terlihat dari hasil analisis sektor basis pada Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor basis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja, selain itu sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja Kabupaten Sukabumi dan luar Kabupaten Sukabumi, kemudian terlihat juga bahwa nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat potensial untuk dikembangkan pada wilayah tersebut.

Sebagai penutup penelitian ini, dirumuskan saran untuk meningkatkan peranan sektor pariwisata di daerah Kabupaten Sukabumi maka diperlukan kebijakan yang mengarah kepada pengembangan terhadap potensi-potensi wisata yang ada, melalui peningkatan kegiatan promosi wisata dan peningkatan aksesibilitas melalui perbaikan infrastruktur pariwisata guna menarik minat wisatawan dan para investor. Selain itu, diperlukan peningkatan kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan, melalui perbanyakan


(3)

(4)

Oleh IRMAYANTI

H14102039

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Irmayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102039 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872


(6)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Irmayanti H14102039


(7)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Panulis anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Surahmat dan Widati. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 1 Bojonggenteng (1990-1996), SLTPN 2 Jampangkuon (1996-1999) dan dilanjutkan ke SMUN 1 Jampangkulon (1999-2002).

Tahun 2002 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus HIPOTESA (2003-2004).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut PertanianBogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat”.


(8)

(9)

hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat”. Pariwisata merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap pembangunan dan perkembangan pariwisata terutama bagi daerah-daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kabupaten Sukabumi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak M. Firdaus, SP. MSi. selaku dosen penguji utama.

3. Ibu Henny Reindhart, SP, MSc. selaku dosen Komisi Pendidikan (Komdik).

4. Pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi terutama pihak Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, terimakasih atas kerjasamanya dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam pencarian data.

5. Keluarga besar penulis (Mamah, Bapak dan A’Tedi) terimaksih atas doa dan dukungan morilnya.

6. Keluarga besar Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi dan dukungannya.


(10)

Bogor, Agusutus 2006

Irmayanti H14102039


(11)

OLEH IRMAYANTI

H14102039

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah yang kaya akan tempat-tempat wisata dan memiliki kekayaan yang melimpah dalam jenis atau keanekaragaman Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja dan mengkaji kebijakan pemanfaatan potensi sektor pariwisata dalam mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini menjadikan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006. Model analisis yang digunakan adalah model basis ekonomi dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan turunannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pariwisata semakin menunjukkan perannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi. Sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis merupakan basis ekonomi, baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja terlihat dari nilai LQ>1. Besarnya surplus pendapatan dan tenaga kerja selama periode analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Sementara nilai pengganda pendapatan selama periode analisis mengalami peningkatan dan pengganda tenaga kerja cenderung berfluktuasi.

Secara umum kebijakan di sektor pariwisata yang telah dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, terlihat dari hasil analisis sektor basis pada Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor basis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja, selain itu sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja Kabupaten Sukabumi dan luar Kabupaten Sukabumi, kemudian terlihat juga bahwa nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat potensial untuk dikembangkan pada wilayah tersebut.

Sebagai penutup penelitian ini, dirumuskan saran untuk meningkatkan peranan sektor pariwisata di daerah Kabupaten Sukabumi maka diperlukan kebijakan yang mengarah kepada pengembangan terhadap potensi-potensi wisata yang ada, melalui peningkatan kegiatan promosi wisata dan peningkatan aksesibilitas melalui perbaikan infrastruktur pariwisata guna menarik minat wisatawan dan para investor. Selain itu, diperlukan peningkatan kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan, melalui perbanyakan


(13)

(14)

Oleh IRMAYANTI

H14102039

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Irmayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102039 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872


(16)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Irmayanti H14102039


(17)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Panulis anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Surahmat dan Widati. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 1 Bojonggenteng (1990-1996), SLTPN 2 Jampangkuon (1996-1999) dan dilanjutkan ke SMUN 1 Jampangkulon (1999-2002).

Tahun 2002 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus HIPOTESA (2003-2004).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut PertanianBogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat”.


(18)

(19)

hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat”. Pariwisata merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap pembangunan dan perkembangan pariwisata terutama bagi daerah-daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kabupaten Sukabumi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak M. Firdaus, SP. MSi. selaku dosen penguji utama.

3. Ibu Henny Reindhart, SP, MSc. selaku dosen Komisi Pendidikan (Komdik).

4. Pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi terutama pihak Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, terimakasih atas kerjasamanya dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam pencarian data.

5. Keluarga besar penulis (Mamah, Bapak dan A’Tedi) terimaksih atas doa dan dukungan morilnya.

6. Keluarga besar Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi dan dukungannya.


(20)

Bogor, Agusutus 2006

Irmayanti H14102039


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

2.1. Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1. Pengertian Pariwisata ... 10

2.1.2. Pengertian Wisatawan ... 11

2.1.3. Pendapatan Daerah ... 12

2.1.4. Kesempatan Kerja ... 13

2.1.5. Peranan Pariwisata terhadap Pendapatan Daerah... 16

2.1.6. Peranan Pariwisata terhadap Kesempatan Kerja ... 18

2.1.7. Pengembangan Pariwisata sebagai Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah ... 19

2.2. Penelitian Terdahulu ... 20

2.3. Kerangka Pemikiran... 22

2.3.1. Pembangunan Wilayah... 22

2.3.2. Teori Basis Ekonomi ... 24

2.4. Hipotesis Penelitian ... 31

III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI ... 32

3.1. Keadaan Geografis ... 32

3.2. Keadaan Demografis... 33

3.3. Struktur Perekonomian Wilayah ... 35


(22)

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 38 4.1. Waktu Penelitian ... 38 4.2. Jenis dan Sumber Data ... 38 4.3. Metode Analisis ... 38 4.3.1. Model Basis Ekonomi ... 38 4.3.2. Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja ... 39 4.3.3. Pengganda Basis... 40 4.3.3.1. Pengganda Pendapatan Jangka Pendek ... 41 4.3.3.2. Pengganda Tenaga Kerja Jangka Pendek ... 41 4.4. Definisi Operasional Data ... 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43 5.1. Analisis Peranan Sektor Pariwisata ... 43 5.2. Kebijakan Pengembangan Sektor pariwisata

di Kabupaten Sukabumi ... 51 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57 6.1. Kesimpulan ... 57 6.2. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN... 62


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1. Kunjungan Wisman dan Perolehan Devisa dari Tahun 1969-2003 ... 2 1.2. Perkembangan PDB Hotel, Restoran, Hiburan dan Rekreasi

Tahun 1996-2003 ... 4 1.3. Jumlah dan Objek Wisata Menurut Jenisnya di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2001 - 2004 ... 5 1.4. Arus Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Sukabumi

Tahun 1997 - 2005 ... 6 3.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

di Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003. ... 34 5.1. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Indikator Pendapatan Wilayah Tahun 1998-2003... 43 5.2. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Tahun 1998-2003 ... 45 5.3. Surplus Pendapatan Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Tahun 1998-2003 ... 46 5.4. Surplus Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Tahun 1998-2003 ... 48 5.5. Nilai Pengganda Pendapatan Sektor Perekonomian

Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003... 49 5.6. Nilai Pengganda Tenaga Kerja Sektor Perekonomian


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Skema Kerangka Pemikiran... 30


(25)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari ratusan pulau-pulau besar dan kecil, beriklim tropis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah sebagai masukan bagi negara. Kekayaan ini pulalah yang menjadi komoditi ekspor terbesar untuk kepentingan pembangunan perekonomian.

Pada hakikatnya pembangunan adalah proses perubahan yang terus menerus berlangsung yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai. Dalam pembangunan itu sendiri terkait masalah pengolahan dan pemanfaatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). Salah satu SDA yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan perekonomian adalah sektor pariwisata.

Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik sebagai salah satu sumber penghasil devisa maupun sebagai pencipta lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pengembangan pariwisata akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan melalui perluasan, pemanfataan sumber, dan potensi pariwisata nasional, sehingga mendorong dan menggerakkan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Menurut Tjitroresmi (2003) pada Pelita V (1989-1994), sektor pariwisata mencapai puncak pertumbuhannya yaitu sebesar 29,3 persen per tahun, di mana pada awal Pelita V hanya mampu mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 1.625.965 orang. Namun, pada akhir Pelita mencapai


(26)

4.006.312 orang. Pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut jelas menguntungkan perekonomian Indonesia karena devisa yang diperoleh juga meningkat cukup tajam yaitu dari US$ 1.284,50 juta pada tahun 1989 menjadi US$ 4.785,26 juta pada tahun 1994 (Statistik Indonesia, 1995). Kondisi ini terus meningkat hingga mencapai puncak kelesuannya pada tahun 1998.

Tabel 1.1. Kunjungan Wisman dan Perolehan Devisa dari Tahun 1969-2003.

Pertumbuhan (%) Tahun Jumlah Wisman Devisa (Juta

US$) Wisman Devisa

1969 86.100 10,8 - -

1970 123.319 16,2 43,23 50,00

1971 178.781 22,6 44,97 39,51

1972 221.178 27,6 23,71 22,12

1973 270.303 40,9 22,21 48,19

1974 313.452 54,4 15,96 33,01

1975 366.293 62,3 16,86 14,52

1976 401.237 70,6 9,54 13,32

1977 433.393 81,3 8,01 15,16

1978 468.614 94,3 8,13 15,99

1979 501.430 250,7 7,00 165,85

1980 561.178 289,0 11,92 15,28

1981 600.151 309,1 6,94 6,69

1982 592.046 358,8 -1,35 16,08

1983 638.855 439,5 7,91 22,49

1984 700.910 519.7 9,71 18,25

1985 749.351 525,3 6,91 1,08

1986 825.035 590,5 10,10 12,41

1987 1.060.347 8377 28,52 41,86

1988 1.301.049 1.027,8 22,70 22,69

1989 1.625.965 1.284,50 25,00 25,00

1990 2.177.566 2.105,29 33,92 63,90

1991 2.569.870 2.522,01 18,02 19,79

1992 3.064.161 3.278,19 19,23 29,98

1993 3.403.138 3.986,58 11,06 21,61

1994 4.006.312 4.785,26 17,72 20,03

1995 4.324.229 5.228,34 7,94 9,26

1996 5.034.472 6.307,69 16,42 20,64

1997 5.185.243 5.321,46 2,99 -15,64

1998 4.606.416 4.331,09 -11,16 -18,61

1999 4.727.520 4.710,22 2,63 8,75

2000 5.064.217 5.748,80 7,12 22,05

2001 5.153.620 5.428,62 1,77 -5,57

2002 5.033.400 4.305,56 -2,33 -20,69

2003 4.467.021 4.037,03 -11,25 -6,24


(27)

Jumlah wisman yang berkunjung pada tahun 2000 mencapai 5.064.217 orang dengan perolehan devisa sebesar US$ 5.748,80 juta atau mengalami peningkatan sebesar 22,05 persen dibanding tahun sebelumnya, sedangkan tahun 2001 mencapai 5.153.620 orang dengan perolehan devisa US$ 5.428,62 juta atau mengalami penurunan sebesar 6,13 persen dibandingkan tahun 2000. Sementara itu, untuk tahun 2004 jumlah wisman mengalami pertumbuhan sebesar 19,1 persen dibanding tahun 2003, dengan penerimaan devisa mencapai US$ 4.797,88 juta meningkat 18,85 persen dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4.037,03 juta (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006).

Kontribusi pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja menurun dari 8,29 persen pada tahun 2000 menjadi 7,94 persen pada tahun 2003. Penurunan ini disebabkan terutama oleh menurunnya jumlah wisman yang datang ke Indonesia akibat serentetan peristiwa yang menjadikan iklim pariwisata di Indonesia kurang kondusif (Heriawan, 2004).

Peranan pariwisata dalam penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja di atas, mengindikasikan bahwa kegiatan kepariwisataan mampu menjadi salah satu kekuatan pembangunan yang dapat diandalkan dan tetap bertahan, sehingga kebijaksanaan pembangunan dapat lebih diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan. Namun demikian, keberhasilan mengelola industri pariwisata dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keamanan, situasi politik dalam negeri, dan beberapa situasi global. Jika keamanan dan situasi politik dalam negeri suatu negara tidak kondusif, maka secara langsung akan berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Hal tersebut


(28)

semakin menyadarkan pemerintah bahwa kondisi keamanan dalam negeri perlu dijaga karena berpengaruh terhadap sektor pariwisata yang merupakan tambang emas dalam mendatangkan devisa negara, sumber lapangan kerja dan akan menggerakkan roda ekonomi pariwisata termasuk kegiatan sektor-sektor lain yang terkait, seperti hotel, restoran dan jasa hiburan.

Tabel 1.2. Perkembangan PDB Hotel, Restoran, Hiburan dan Rekreasi Tahun 1996-2003.

Dalam Juta Rupiah

Deskripsi 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Hotel 3.258,4 3.887,4 5.365,6 6.240,7 8.979 9.935 10.456 11.301

Restoran 14.503,6 18.151,2 24.686,0 29.324,2 30.503 33.754 58.627 62.904

Hiburan 1.087,7 1.373,2 2.083,5 2.167,9 4.794 5.412 6.086 6.579

Total 18.849,7 23.411,8 32.135,1 37.732,8 44.276 49.101 75.169 80.784

Sumber: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006.

Berdasarkan Tabel 1.2, Produk Domestik Bruto (PDB) hotel, restoran, dan hiburan mengalami peningkatan dari tahun 1996-2003, sehingga pendapatan masyarakat, daerah dan penerimaan negara diharapkan meningkat pula. Dengan demikian, kebijakan lebih ditujukan pada pengembangan serta pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional untuk dijadikan daya tarik bagi wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Mengingat pentingnya peranan sektor pariwisata tersebut, saat ini pembangunan dan pengembangan objek-objek pariwisata semakin digalakkan. Hal ini terjadi baik di daerah yang telah menjadi daerah tujuan wisata maupun di daerah yang berpotensi untuk menjadi daerah tujuan wisata tetapi belum dikembangkan.

Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu daerah yang kaya akan tempat-tempat wisata, dalam mendorong pembangunan ekonominya berusaha


(29)

mengembangkan potensi kewilayahan yang dimiliki. Potensi kewilayahan Kabupaten Sukabumi di antaranya adalah potensi wisata. Dalam UU No 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata adalah sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Terdapat 42 titik objek wisata di Kabupaten Sukabumi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata domestik maupun mancanegara.

Tabel 1.3. Jumlah dan Objek Wisata Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukabumi Tahun 2001-2004.

No Objek wisata 2001 2002 2003 2004

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Alam Buatan Hutan wisata/Agro Pantai

Muara Pantai/ Menyelam Air Panas Situ Curug Arung Jeram Goa 40 13 4 12 3 1 3 6 5 3 40 13 4 12 3 1 3 6 6 3 42 15 4 12 3 1 3 6 7 3 42 15 4 12 3 1 3 6 7 3

Jumlah 37 38 42 42

Sumber: Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, 2005.

Berdasarkan Tabel 1.3, terlihat bahwa jumlah objek wisata di Kabupaten Sukabumi mengalami peningkatan dari tahun 2001-2003, sementara tahun 2004 tidak mengalami perubahan jumlah objek wisata. Dengan beragam objek dan daya tarik wisata yang dimiliki, pada tahun 2005 di daerah Sukabumi juga telah berkembang unit usaha pariwisata seperti perhotelan yang berjumlah 115 hotel, restoran atau rumah makan berjumlah 90 dan beberapa toko cenderamata. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan jumlah kunjungan ke objek wisata di Kabupaten Sukabumi. Selain itu Kabupaten Sukabumi merupakan Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jawa Barat.


(30)

Tabel 1.4. Arus Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Sukabumi Tahun 1997- 2005. Wisatawan Domestik/Winus Asing/Wisman No Tahun Menginap Tidak Menginap Menginap Tidak Menginap Total

1. 1997 109.681 1.718.873 9.436 10.713 1.848.703 2. 1998 174.353 1.987.455 9.337 8.181 2.179.326 3. 1999 104.851 2.097.868 3.967 13.096 2.219.782 4. 2000 108.924 2.548.416 5.684 13.728 2.676.752 5. 2001 115.938 1.802.278 6.038 3.217 1.927.471 6. 2002 115.938 1.802.278 6.038 3.217 1.927.471 7. 2003 128.075 1.299.980 4.569 8.132 1.440.756 8. 2004 130.971 1.424.978 4.535 8.946 1.569.430 9. 2005 239.184 210.066.235 4.904 6.765 210.317.088 Sumber: Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, 2001-2005.

Secara geografis posisi Kabupaten Sukabumi sangat strategis karena: (1) Letak Kabupaten Sukabumi yang berada diantara Ibukota Negara Jakarta dan Ibukota Propinsi Jawa Barat; (2) Kabupaten Sukabumi memiliki kekayaan yang melimpah dalam jenis atau keanekaragaman Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang meliputi wisata Gunung, Rimba, Laut, Pantai, dan Sungai (GURILAPS). Adanya kegiatan pariwisata di daerah ini diharapkan menciptakan kesempatan kerja yang dapat menyerap sejumlah besar tenaga kerja dan memberikan kontribusi tersendiri terhadap pendapatan daerah setempat.

1.2. Perumusan Masalah

Pariwisata sebagai salah satu komoditi ekspor terus meningkat perannya dalam perekonomian negara maupun daerah. Sektor pariwisata mempunyai potensi besar sebagai sumber devisa andalan sehingga mendorong pemerintah untuk terus menggali dan mengembangkan sektor pariwisata.


(31)

Heriawan (2004) menjelaskan bahwa kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang multisektor, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Pariwisata dari sisi permintaan (demand-side tourism) yaitu permintaan atas barang dan jasa yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata, sedangkan pariwisata dari sisi penawaran (supply-side tourism) memfokuskan pada struktur output barang dan jasa yang disediakan oleh unit-unit ekonomi untuk memenuhi permintaan konsumsi wisatawan, serta investasi dan promosi terkait pariwisata yang dilakukan pemerintah atau swasta.

Jadi sektor inti (core) dari pariwisata mencakup hotel, restoran, jasa hiburan dan rekreasi, transportasi domestik dan lokal, biro perjalanan (Heriawan 2004). Sektor-sektor tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan, baik pendapatan negara maupun pendapatan daerah dan dapat menyerap sejumlah tenaga kerja. Demikian halnya dengan daerah Kabupaten Sukabumi yang berusaha memanfaatkan kondisi ini, namun permasalahannya apakah pemanfaatan sektor pariwisata tersebut telah mampu meningkatkan perekonomian daerah berdasarkan indikator pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan bahwa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja? 2. Kebijakan apa sajakah yang sejauh ini telah diterapkan oleh Pemda


(32)

Berdasarkan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian ini, yaitu menjadikan Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian. Indikator yang digunakan untuk melihat peranan pariwisata terhadap perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi yaitu pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, konsep pariwisata dibatasi dengan pendekatan (proksi) pada usaha pariwisata yaitu hotel, restoran dan jasa hiburan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja. 2. Mengkaji kebijakan pemanfaatan potensi sektor pariwisata dalam

mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Penulis, sebagai pembelajaran mengenai bagaimana cara menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja.

2. Pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi, untuk dijadikan acuan dalam membuat kebijakan pembangunan pariwisata.


(33)

3. Pihak-pihak atau instansi lain yang akan melakukan penelitian mengenai peranan pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang secara etimologi bahasa berasal dari 2 (dua ) suku kata yaitu pari dan suku kata wisata. Pari berarti banyak atau berkali-kali, berputar-berputar atau lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Berdasarkan uraian tersebut pariwisata diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali. Dalam hal ini secara lengkap diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha dan mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi (pemanfaatan waktu luang untuk istirahat, santai dan bersenang-senang guna mengembalikan dan meningkatkan kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani sebagai akibat dan aktivitas pekerjaan sehari-hari) atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Sihite, 2000).

Menurut Undang-Undang RI No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan di jelaskan bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan pariwisata sendiri diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata (suatu bentukkan dan atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan


(35)

atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu) termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Marpaung (2000) menjelaskan bahwa pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Definisi-definisi diatas memperlihatkan bahwa pariwisata menyangkut alasan tujuan melakukan perjalanan. Oleh karena itu, pengertian pariwisata meliputi kegiatan pengaturan, dan penyediaan berbagai keperluan bagi seseorang yang melakukan perjalanan (wisatawan).

2.1.2. Pengertian Wisatawan

Istilah wisatawan berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya atau kedudukan seseorang. Secara sederhana, wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan. Secara lengkap World Tourism Organization (WTO) dan International Union of Office Travel Organization menjelaskan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan di tempat yang dikunjungi yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari enam bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: berlibur, rekreasi dan olah raga, bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri


(36)

pertemuan, konferensi kunjungan alasan kesehatan, belajar dan keagamaan (BPS, 2004).

Departemen pariwisata menjelaskan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara di tempat lain selain tempat tinggalnya untuk salah satu atau beberapa alasan selain mencari pekerjaan (Marpaung, 2000).

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan:

a. Lebih dari 24 jam.

b. Tinggal untuk sementara waktu. c. Jauh dari tempat tinggalnya semula.

d. Tidak untuk mencari nafkah atau mendapatkan upah di tempat atau di negara yang dikunjunginya.

Sihite (2000) membagi wisatawan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu: a. Wisatawan dalam negeri atau wisatawan nusantara (wisnu), yaitu warga

negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata di dalam lingkungan negara tersebut (tidak melewati batas negara lain).

b. Wisatawan luar negeri atau wisatawan mancanegara (wisman), yaitu warga negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata keluar lingkungan dari negaranya (memasuki negara lain).

2.1.3. Pendapatan Daerah

Pembangunan suatu daerah dapat berhasil dengan baik apabila didukung oleh suatu perencanaan yang mantap sebagai dasar penentuan strategi,


(37)

pengambilan keputusan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Dalam menyusun perencanaan pembangunan yang baik perlu menggunakan data-data statistik yang memuat informasi tentang kondisi riil suatu daerah pada saat tertentu, sehingga kebijaksanaan dan strategi yang telah dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya.

Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup kabupaten dan kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten atau kota menurut lapangan usaha (Industrial Origin), baik PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun dan dapat digunakan untuk melihat pergerseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar dan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

2.1.4. Kesempatan Kerja

Departemen Tenaga Kerja (1994), memberikan pengertian kesempatan kerja sebagai lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tercipta untuk bekerja melalui suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian, kesempatan kerja


(38)

mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Adanya pekerjaan yang masih lowong tersebut (mengandung arti adanya kesempatan) akan membutuhkan sejumlah tenaga kerja (Syuhada, 1998).

Di Indonesia pengertian tenaga kerja (manpower) mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan ini seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Simanjuntak (1985) menjelaskan pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya oleh batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum, dengan demikian tenaga kerja Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Penduduk berumur di bawah 10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Namun, seiring dengan berkembangnya program pemerintah wajib belajar 9 tahun, maka anak-anak sampai umur dengan 14 tahun akan berada di sekolah. Dengan kata lain, jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat dinaikkan menjadi 15 tahun keatas.

Dumairy (1996) membedakan tenaga kerja (manpower) ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja (non labor force). Termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang


(39)

tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (maksudnya ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang diperoleh).

Biro Pusat Statistik (2003) memberikan suatu definisi tentang angkatan kerja yaitu penduduk usia kerja yang:

1. Bekerja, yaitu mereka yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara berturut-turut selama seminggu lalu, termasuk kedalamnya adalah mereka yang bekerja atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan tanpa menerima upah.

2. Mempunyai pekerjaan tetapi tidak bekerja, yaitu mereka yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai hal. Contohnya pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit dan mogok.

3. Mencari pekerjaan, yaitu kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, baik mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau mereka yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.


(40)

Biro Pusat Statistik (2003) memberikan suatu definisi yang tidak termasuk ke dalam angkatan kerja yaitu penduduk usia kerja yang:

1. Sekolah, yaitu mereka yang melakukan kegiatan bersekolah formal, dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi selama seminggu yang lalu. 2. Mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa

mendapatkan upah, misalnya ibu rumah tangga. Sebaliknya pembantu rumah tangga yang mendapat upah walaupun pekerjaannya mengurus rumah tangga dianggap bekerja.

3. Kegiatan lainnya, yaitu kegiatan selain yang disebutkan di atas, misalnya mereka yang sudah pensiun dan orang-orang cacat jasmani yang tidak dapat melakukan pekerjaan.

2.1.5. Peranan Pariwisata terhadap Pendapatan Daerah

Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong perekonomian suatu daerah bahkan dunia, hal ini disebabkan industri pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan, restoran dan jasa hiburan.

Dalam perkembangannya, pariwisata dilihat dari aspek ekonomi merupakan penghasil utama devisa negara non migas. Pada tahun 2004, penerimaan devisa melalui sektor pariwisata mencapai US$ 4.797,88 juta yang disumbangkan dari angka kunjungan sebesar 4,8 juta wisman. Jika dilihat dari aspek kewilayahan, sektor pariwisata telah mendorong tumbuh dan berkembangnnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-pusat pelayanan yang tersebar di seluruh wilayah nusantara baik di kawasan urban atau nusantara,


(41)

pedesaan bahkan kawasaan terpencil di pedalaman maupun yang akan mendorong terciptanya pendapatan daerah.

Peran dan kontribusi signifikan tersebut telah semakin mengukuhkan pariwisata sebagai sektor strategis yang memiliki potensi dan memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan penting bagi perekonomian negara dan daerah.

Sebagai gambaran kontribusi sektor pariwisata tahun 1998-2003 di Kabupaten Sukabumi pada PDRB sebesar Rp. 913.130,87 juta yang diperoleh dari sektor hotel, restoran, dan jasa hiburan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata berperan penting dalam pendapatan daerah.

Sihite (2000) menjelaskan bahwa kegiatan pariwisata mempunyai dampak positif, yaitu:

a. Hubungan yang baik antara bangsa dan negara.

b. Membuka kesempatan kerja serta perluasan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

c. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat. d. Merangsang dan menumbuhkan kebudayaan asli.

e. Merangsang dan menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat. f. Menambah dan meningkatkan pendapatan atas devisa negara. g. Menambah dan meningkatkan pendapatan daerah setempat.

h. Membantu dan menunjang gerak pembangunan, baik penyediaan sarana maupun prasarana yang diperlukan.


(42)

2.1.6. Peranan Pariwisata terhadap Kesempatan Kerja

Pariwisata merupakan sektor basis dalam perekonomian daerah, salah satunya berperan penting dalam peningkatan kesempatan kerja. Hartono (1974) dalam Murdianto (1991) menjelaskan bahwa penciptaan kesempatan kerja dari sektor pariwisata bersifat langsung dan tidak langsung. Penciptaan kesempatan kerja yang bersifat langsung dan sangat menonjol adalah di bidang perhotelan, suatu industri jasa yang bersifat padat karya (relatif terhadap modal yang ditanam) dan rumah makan. Hal ini tidak lain karena usaha-usaha tersebut relatif sulit dipenuhi, dikarenakan sifat pekerjaannya yang menuntut paduan antara pendidikan dan pengalaman. Selain itu, berkembangnya pariwisata akan berakibat ganda pada sektor lain, seperti pertanian, peternakan, kerajinan rakyat, permodalan, dan industri yang produknya diperlukan untuk menunjang perkembangan wisata (khususnya hotel dan restoran), ini merupakan bentuk-bentuk kesempatan kerja yang tidak langsung.

Sebagai gambaran penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi pada tahun 1998-2003 sebanyak 329.522 orang, yang berasal dari tenaga kerja yang bekerja di sektor hotel, restoran dan jasa hiburan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata selain berperan penting sebagai sumber pendapatan daerah tetapi berperan penting juga dalam penyerapan tenaga kerja.


(43)

2.1.7. Pengembangan Pariwisata sebagai Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah dengan berbagai potensi sumberdaya yang dimilikinya. Dengan mengunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada pemerintah daerah harus mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan perekonomian daerah. Pariwisata merupakan salah satu bentuk dari potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi. Dengan adanya kegiatan pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor dengan sektor lainnya. Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan secara profesional maka akan dapat menciptakan multipler effect (efek pengganda) dalam perekonomian daerah yang bersangkutan (Azaman,2001).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang pariwisata, tujuan pengembangan pariwisata adalah untuk menciptakan multipler effect, diantaranya adalah: (1) Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; (2) Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka


(44)

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; dan (3) Mendorong pendayagunaan produksi nasional.

Seperti halnya Kabupaten Sukabumi, dalam upaya pengembangan pariwisata berbagai kebijakan bidang kepariwisataan terus dikeluarkan dan dilaksanakan guna mencapai tujuan dan sasaran pengembangan kepariwisataan. Pada tahun 2005, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi mengeluarkan kebijakan di sektor pariwisata yaitu ”Meningkatkan Kualitas Sapta Pembangunan Kawasan Pariwisata Terpadu”.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian Heriawan (2004) tentang ”Peranan dan Dampak Pariwisata pada Perekonomian Indonesia Suatu Pendekatan Model I-O dan SAM” menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Hasil analisis multipler I-O, sektor-sektor yang terkait pariwisata seperti restoran, hotel, angkutan, dan jasa umumnya memiliki kemampuan (daya penyebaran) tinggi dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya, tetapi sebaliknya memiliki responsi (derajat kepekaan) rendah terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain, sedangkan besarnya peranan pariwisata dalam output nasional tahun 2000 dan 2003 adalah 8,40 persen dan 5,81 persen. Penurunan ini disebabkan karena menurunnya transaksi ekonomi pariwisata terutama berkurangnya jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia.


(45)

Sementara itu, kontribusi pariwisata pada PDB nasional adalah 7,83 persen dan 5,39 persen, lebih rendah dari kontribusi pariwisata pada output nasional. Selanjutnya kontribusi pariwisata pada lapangan kerja nasional mencapai 8,29 persen dan 7,94 persen lebih tinggi dibanding kontribusinya pada output nasional, yang berarti pola pengeluaran pariwisata cenderung pada produk-produk yang memiliki daya serap tenaga kerja lebih tinggi dibanding pola permintaan akhir secara umum.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Oktavianti (2005), yaitu tentang ”Peranan Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi”, menggunakan tabel I-O 1995 dan 2000. Pengagregasian sektoral hanya dilakukan hingga 25 sektor utama sebagai sektor yang diagregasi, di mana sektor pariwisata diturunkan dari sektor rekreasi dan hiburan. Hasil analisis tabel I-O tahun 1995 sebelum krisis dan tahun 2000 setelah krisis klasifikasi 25 sektor, terlihat bahwa sektor industri pariwisata terhadap perekonomian Indonesia cukup berperan penting. Sektor pariwisata memiliki peranan terhadap pembentukan struktur permintaan output pada masa sebelum krisis ekonomi tahun 1995 sebesar Rp. 4,267 miliar. Sedangkan untuk tahun 2000 setelah krisis sebesar Rp. 10,135 miliar. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pembentukan nilai tambah bruto tahun 1995 sebesar Rp. 2,204 miliar meningkat menjadi Rp. 4,514 miliar pada tahun 2000. Berdasarkan analisis dampak penyebarannya, secara umum nilai koefisien penyebaran sektor pariwisata relatif lebih besar dibandingkan nilai kepekaan penyebarannya, baik tahun 1995 maupun tahun 2000.


(46)

Penelitian Bahri (2005) tentang ”Identifikasi Sektor-Sektor Sumber Pertumbuhan Perekonomian Kota Bekasi” menunjukkan bahwa selama tahun analisis 2000-2002, Kota Bekasi memiliki lima sektor basis yaitu sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, yang diukur melalui pendapatan wilayah. Sektor-sektor tersebut dianggap dapat menghasilkan barang dan jasa selain untuk memenuhi permintaan pasar domestik juga dapat memenuhi kebutuhan luar wilayah, melalui perdagangan antar wilayah.

Jadi, perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada lokasi penelitian, alat analisis yang digunakan, dan ruang lingkup penelitian.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah pada hakikatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah atau region yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial region tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku (Rahman, 2003). Secara keseluruhan pembangunan wilayah diarahkan pada peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan dan pemerataan yang optimal, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, dan pada peningkatan pendapatan nyata, kesejahteran sosial serta taraf hidup seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, istilah wilayah merupakan hal yang penting


(47)

untuk didefinisikan secara tegas terutama dalam menganalisis kegiatan ekonomi di suatu wilayah.

Hanafiah (1988) menyatakan bahwa dalam usaha menetapkan batas-batas wilayah didasarkan pada pengelompokkan atas kriteria tertentu, yaitu:

a. Konsep Homogenitas.

Menurut kriteria homogenitas, wilayah dapat diberikan berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran atau keadilan sosial politik, seperti identitas wilayah berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya.

b. Konsep Nodalitas

Dalam konsep nodal yang ditekankan adalah perbedaan struktur tata ruang di dalam wilayah di mana terdapat sifat ketergantungan fungsional. Pusat atau kota dan wilayah belakangnya (hiterland) akan saling bergantung, dan tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus-arus penduduk, faktor produksi barang-barang dan pelayanan, atau pun komunikasi dan transportasi.

c. Konsep Administrasi atau Unit Program

Penentuan batas wilayah administrasi atau unit program didasarkan atas perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti sistim dan tingkat pajak yang sama dan lain sebagainya. Wilayah seperti ini disebut sebagai wilayah perencanaan atau wilayah program.


(48)

Lebih lanjut klasifikasi wilayah menurut Hanafiah (1988) dibedakan atas: a. Wilayah Formal

Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut dengan pemakaian kriteria ekonomi, seperti adanya wilayah industri dan pertanian bahkan sosial politik.

b. Wilayah Fungsional

Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakkan fungsional, saling tergantung dalam kritertia tertentu. Kadang-kadang dimaksudkan sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri atas unit-unit heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa yang secara fungsional saling tergantung.

Pengembangan wilayah atau pembangunan wilayah tersebut akan tercapai bila komponen-komponen dalam tersebut aktif, dinamis, tumbuh dan berkembang sehingga akan meningkatkan perekonomian wilayah atau daerah. 2.3.2. Teori Basis Ekonomi

Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (immobile), seperti yang berhubungan dengan aspek geografi, iklim, peninggalan sejarah, atau daerah pariwisata dan


(49)

sebagainya. Sektor (industri) yang bersifat seperti ini disebut sektor basis. Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut (Budiharsono, 2001).

Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam sektor nonbasis. Sektor nonbasis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan dengan pendapatan masyarakat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan tersebut, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah (PDRB) ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor nonbasis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan nonbasis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio (base ratio)dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Misalnya,


(50)

dalam satu wilayah terdapat 3.000 lapangan kerja yang terdiri atas 1.000 lapangan kerja basis dan 2.000 lapangan kerja nonbasis. Dengan demikian, rasio basis (base ratio) adalah 1 : 2 artinya, setiap satu lapangan kerja basis tersedia dua lapangan kerja nonbasis.

Menurut Budiharsono (2001), untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau nonbasis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: 1. Metode pengukuran langsung

Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.

2. Metode pengukuran tidak langsung a) Metode melalui pendekatan asumsi

Semua sektor industri primer dan manufaktur adalah sektor basis. Sedangkan sektor jasa adalah nonbasis. Pada wilayah tertentu yang luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor nonbasis.

b) Metode Location Quotient (LQ)

Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif


(51)

pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Dalam bentuk rumus dituliskan sebagai berikut: E L e l LQ i i / /

= (2.1)

Keterangan:

LQ = Besarnya kuosien lokasi

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i di wilayah analisis e = Pendapatan atau tenaga kerja total di wilayah analisis Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i di tingkat nasional E = Pendapatan atau tenaga kerja total di tingkat nasional

Apabila nilai LQ≥1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ<1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor nonbasis.

Kelemahan metode ini adalah kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh. Kemudian mengabaikan fakta bahwa sebagian produksi nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut (Budiharsono, 2001). Lebih lanjut Glasson (1977) mengemukakan kelemahan LQ yaitu: kekurangan yang bersifat teknis, seperti unit pengukuran, metode identifikasi, dan pemilihan unit wilayah.

Selain kelemahan yang dimiliki, konsep LQ juga memiliki beberapa kelebihan yaitu tetap relevan dalam analisa dan perencanaan regional


(52)

serta bermanfaat dalam usaha memahami struktur ekonomi suatu wilayah. Teori ini juga berfungsi sebagai titik tolak yang penting bagi model-model yang lebih komplek (Glasson, 1977). Selain itu Richardson (1977) mengemukakan bahwa kelebihan LQ adalah (1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung (2) Metode LQ tidak mahal dan dapat diterapkan kepada data historis untuk mengetahui trend serta dapat menghasilkan suatu taksiran mengenai kegiatan basis.

Asumsi yang digunakan dalam penggunaan metode LQ menurut Budiharsono (2001) adalah: (1) Penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan nasional; (2) Permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya di impor dari wilayah lain.

c) Metode kombinasi

Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dan metode LQ. d) Metode kebutuhan minimum

Metode kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang sama dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimun dari tenaga kerja regional bukannya distribusi rata-rata.


(53)

Dari keempat metode di atas, Glasson (1978) dalam Budiharsono (2001) menyarankan untuk menggunkan metode Location Quotient (LQ) dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak.


(54)

Perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi

Pembangunan Wilayah

Sektor Pariwisata

Model Basis Ekonomi (LQ≥1 Basis)

Pendapatan Tenaga Kerja

Surplus Pendapatan/Tenaga Kerja

PenggandaPendapatan/Tenaga Kerja

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Analisis kebijakan

Kebijakan

Keterangan:

: Keterkaitan


(55)

2.4. Hipotesis Penelitian

1. Sektor Pariwisata di Kabupaten Sukabumi merupakan sektor basis berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja, serta mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah dan kesempatan kerja.

2. Kebijakan pengembangan sektor pariwisata mempunyai peran penting dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.


(56)

III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI

3.1. Keadaan Geografis

Kabupaten Sukabumi secara geografis terletak antara 60 57-70 Lintang Selatan dan 1060 49’–1070 00’ Bujur Timur dengan luas daerah 4.128 km2 atau 14,39 persen dari luas wilayah Jawa Barat atau 3,01 persen dari luas Pulau Jawa, bahkan wilayah Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas se-Jawa Bali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 1998, diinstrusikan bahwa Kabupaten Sukabumi harus memiliki pusat pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari pusat pemerintahan Kotamadya Sukabumi, sehingga pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi di pindahkan ke Kecamatan Palabuhanratu meskipun sebagian besar kantor pemerintahan masih ada yang berdomisili di Kecamatan Cisaat. Menurut tata letak, batas-batas Kabupaten Sukabumi adalah: Sebelah Utara : Kabupaten Bogor

Sebelah Barat : Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur

Pada tahun 2004 wilayah kepemerintahan yang berada di Kabupaten Sukabumi terdiri dari 45 kecamatan, 340 desa, 3 kelurahan, 2.996 RW dan 11.499 RT. Pembangunan dan penataan masyarakat desa atau kelurahan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah (Pemda) setempat beserta jajarannya selama tahun 2004, menghasilkan suatu perubahan pada kondisi desa atau kelurahan yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi. Dari 343 desa atau kelurahan yang termasuk


(57)

daerah perkotaan ada 62 desa atau kelurahan dan sisanya yaitu 281 desa merupakan kategori pedesaan (Kabupaten Sukabumi dalam Angka, 2004/2005).

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah, dengan ketinggian berkisar antara 0 - 2.960 m. Menurut aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur), daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanah lempung). Kedalaman tanahnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu kedalaman tanah sangat dalam (lebih dari 90 cm) dan kedalaman tanah kurang dangkal (kurang dari 90 cm). Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di bagian utara, sedangkan kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian tengah selatan. Hal ini mengakibatkan wilayah bagian utara lebih subur dibandingkan wilayah bagian selatan. Jenis tanah di bagian utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol, andosol dan regosol. Pada bagian tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol dan podsolik, sedangkan bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit, grumosol, podsolik dan alluvial. Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar 1.885 mm dari 116 hujan pada tahun 2004, suhu udara berkisar 19,60 -31,20C dengan suhu rata-rata 240C dan kelembaman rata-rata sebesar 90 persen. (Kabupaten Sukabumi dalam Angka, 2004/2005).

3.2. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk dan angkatan kerja merupakan salah satu aset pembangunan yang paling dominan yang dimiliki mayoritas negara berkembang.


(58)

Besarnya jumlah penduduk akan membawa implikasi tertentu, terutama terhadap persebaran dan jumlah densitasnya. Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2004 adalah 2.230.411 jiwa yang terdiri dari 1.144.663 laki-laki dan 1.085.748 perempuan dengan jumlah keluarga sebanyak 563.885 rumah tangga. Jumlah penduduk terbesar di wilayah Kabupaten Sukabumi terdapat di kecamatan Cisaat sebanyak 108.065 jiwa atau sebesar 4,85 persen dari seluruh penduduk Kabupaten Sukabumi, sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di kecamatan Cidolog sebanyak 18.401 jiwa atau sebesar 0,82 persen dari jumlah penduduk seluruhnya (Kabupaten Sukabumi dalam Angka, 2004/2005).

Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten Sukabumi, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 294863 436140 370689 431428 372056 392529 2. Pertambangan dan

penggalian

6246 8660 6556 2838 3074 1854 3. Industri pengolahan 77763 99157 91864 97824 121636 101739 4. Listrik, gas dan air

minum

1515 1102 480 - - 3149

5. Bangunan/kontruksi 43978 40555 39678 57441 41736 39313 6. Perdagangan, hotel &

restoran

119113 140097 165936 158937 146853 155527 7. Angkutan dan

komunikasi

62055 62197 72955 70278 66309 64318 8. Keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan

1711 946 1602 6093 4938 646

9. Jasa-jasa 72085 66940 60815 52189 58391 68170

10. Lainnya - 551 - 651 - 604

Total 679329 857065 810575 877679 814993 827849


(59)

3.3. Struktur Perekonomian Wilayah

Struktur perekonomian Kabupaten Sukabumi secara kuantitatif dapat digambarkan dengan besarnya persentase nilai tambah dari masing-masing sektor terhadap nilai total PDRB atas dasar harga yang belaku dan atas dasar harga konstan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan PDRB dapat di telaah sebelum dan sesudah memperhitungkan pengaruh harga.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku untuk Kabupaten Sukabumi secara umum dari tahun 2000-2004 meningkat dari 5,6 triliun rupiah pada tahun 2000; 6,6 triliun rupiah pada tahun 2001 menjadi 7,5 triliun rupiah pada tahun 2002 dan melonjak pada tahun 2003 menjadi 8,27 triliun rupiah, serta pada tahun 2004 menjadi 9,19 triliun rupiah (BPS Kabupaten Sukabumi, 2000-2004/2005).

Demikian pula PDRB atas dasar harga konstan 1993 dari tahun 2000-2004 secara umum ada kenaikan yaitu 2,25 triliun rupiah tahun 2000, tahun 2001 sebesar 2,39 triliun rupiah, tahun 2002 sebesar 2,53 triliun rupiah dan terus naik menjadi 2,66 triliun rupiah pada tahun 2003, dan terakhir tahun 2004 meningkat menjadi 2,82 triliun rupiah yang memperlihatkan bahwa tingkat perekonomian Kabupaten Sukabumi terus membaik (BPS Kabupaten Sukabumi, 2000-2004/2005).

3.4. Kondisi Pariwisata Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah objek wisata di daerah Jawa Barat. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata pada tahun 2000


(60)

sebanyak 2.676.752 orang kemudian menurun pada tahun 2001 dan tahun 2002 menjadi 1.927.471 orang, tahun 2003 sebanyak 1.440.756 orang, tahun 2004 sebanyak 1.569.430 orang dan pada tahun 2005 meningkat secara drastis menjadi 210.317.088 orang. Hal tersebut berkaitan dengan semakin tertatanya objek wisata di Kabupaten Sukabumi dan semakin gencarnya promosi yang dilakukan hingga menggairahkan bisnis pariwisata (Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, 2001-2005).

Kontribusi pariwisata dalam PDRB tahun 1998-2003 berturut-turut adalah 142.803,38 juta; 144.777,21 juta; 147.743,38 juta; 154.629,17 juta; 159.604,38 juta dan 163.573,35 juta yang diperoleh dari sektor hotel, restoran dan jasa hiburan. Sedangkan kontribusi pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja tahun 1998-2003 berturut-turut adalah 44.286 orang; 51.587 orang; 60.897 orang; 59.198 orang; 55.116 orang dan 58.538 orang, yang berasal dari tenaga kerja yang bekerja di sektor hotel, restoran dan jasa hiburan (BPS Jawa Barat, 1998-2003)

Objek dan daya tarik wisata yang dimiliki Kabupaten Sukabumi diantaranya adalah arung jeram Citarik, arung jeram Cicatih, arung jeram Cimandiri, goa lalay, curug Cibeureum, curug Cimanaracun, curug Pareang, pantai Cibareno, pantai Cibangban, curug Sawer, pantai arang hawu, pantai Citepus, pantai Cikakak, muara Cimandiri, pantai Ciwaru, pantai Ujunggenteng, pangumbahan, Cihaur, pantai Minajaya, Bojongkokosan, Situgunung, gua Siluman, Cipanas Cisolok, pantai Batu Kaca, diving Palabuhanratu, perkebunan teh Goalpara, has farm, perkebunan Bojong Asih, desa wisata, pantai Karang


(61)

Hawu, pantai Gado Bangkong, gua Kuta Maneuh, pantai Citepus, dan situ Sukarame.

Akomodasi yang paling banyak di Kabupaten Sukabumi adalah jenis losmen atau penginapan (melati), pada tahun 2005 berjumlah 108 losmen atau penginapan, hotel berbintang berjumlah 7 buah, dan rumah makan berjumlah 90 buah. Selain itu terdapat banyak sarana penunjang kepariwisataan lainnya seperti jogging track, kolam renang, sepeda air, jet sky, tourism car, perahu arung jeram, perahu karet, dan tenda pleton.


(62)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain: Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan daerah, Bappeda, Dinas Pariwisata, internet, perpustakaan serta sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Data yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 1998-2003. Keseluruhan data yang akan digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat untuk semua sektor, pendapatan wilayah sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat, jumlah tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat, jumlah tenaga kerja sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat. Sedangkan data pendukung antara lain berupa potensi-potensi wisata yang ada, kebijaksanaan pengembangan pariwisata dan keadaan umum lokasi penelitian.

4.3. Metode Analisis 4.3.1. Model Basis Ekonomi

Penelitian dilakukan dengan menggunakan model analisis ekonomi basis, langkah awal dari model ini adalah dengan cara membagi kegiatan ekonomi


(63)

suatu wilayah ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis atau bukan sektor basis sehingga digunakan metode Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Dalam hal ini wilayah yang dianalisis adalah wilayah Kabupaten Sukabumi dan wilayah atasnya adalah Propinsi Jawa Barat.

Untuk melihat peranan suatu sektor dalam perekonomian daerah berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja, digunakan metode LQ. Budiharsono (2001)memberikan rumusan tentang LQ sebagai berikut:

E

L

e

l

LQ

i i

/

/

=

(4.1)

Keterangan :

LQ = Besarnya kuosien lokasi

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Kabupaten Sukabumi e = Pendapatan atau tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Propinsi Jawa Barat E = Pendapatan atau tenaga kerja total Propinsi Jawa Barat

Apabila nilai LQ ≥1, berarti sektor i merupakan sektor basis dan apabila nilai LQ<1, berarti sektor i merupakan sektor nonbasis.

4.3.2. Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja

Perhitungan surplus pendapatan atau tenaga kerja bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai relatif surplus pendapatan atau tenaga kerja dengan


(64)

menghitung selisih perbandingan pendapatan atau tenaga kerja sektor i pada wilayah Jawa Barat dengan total pendapatan atau tenaga kerjanya, kemudian dikalikan dengan pendapatan atau tenaga kerja sektor i pada tingkat Kabupaten Sukabumi. Selain itu juga dapat diketahui dengan mencari nilai indeks surplusnya yang kemudian dikalikan dengan pendapatan atau tenaga kerja pada suatu sektor. Tibeout (1986) dalam Budiharsono (2001) memberikan rumusan tentang surplus pendapatan dan tenaga kerja adalah:

( ) (

l

i

e

L

i

E

)

l

i

SP

=

/

/

(4.2)

Keterangan :

SP = Surplus pendapatan atau tenaga kerja

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Kabupaten Sukabumi e = Pendapatan atau tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Propinsi Jawa Barat E = Pendapatan atau tenaga kerja total Propinsi Jawa Barat

Jika SP>0 berarti sektor i mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan kabupaten lain serta memberikan surplus baik pendapatan maupun tenaga kerja bagi masyarakat yang menghasilkannya. Jika SP<0 berarti sektor i tersebut masih kurang dari kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor dari kabupaten lain.

4.3.3. Pengganda Basis

Kegiatan sektor basis akan menggerakkan kegiatan sektor ekonomi lainnya dalam wilayah yang pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian wilayah. Kekuatan aktivitas sektor basis dalam menggerakkan sektor lainnya


(65)

dilihat dari besarnya koefisien pengganda pendapatan dan kesempatan kerja. 4.3.3.1 Pengganda Pendapatan Jangka Pendek

Tiebout (1962) dalam Tarigan (2005) memberikan rumusan tentang pengganda basis dalam satuan pendapatan sebagai berikut:

) (Y Basis Pendapatan ) (Y Total Pendapatan b t =

KP (4.3)

4.3.3.2 Pengganda Tenaga Kerja Jangka Pendek

Koefisien pengganda tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus:

) (TK Basis Kerja Tenaga ) (TK Total Kerja Tenaga b t =

KT (4.4)

4. 4. Definisi Operasional Data

1. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang dikaitkan dengan tamasya atau rekreasi, tidak ditujukan untuk mencari nafkah atau upah tetapi semata-mata hanya sebagai konsumen di tempat tersebut.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

3. Pendapatan sektor pariwisata adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha pariwisata yaitu hotel, restoran dan jasa hiburan.


(66)

5. Tenaga kerja sektor pariwisata adalah jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor pariwisata.

6. Tenaga kerja total di kabupaten atau propinsi adalah jumlah penduduk yang berusia 10 tahun keatas, yang bekerja menurut lapangan kerja utama.

7. Kuosien Lokasi (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional.

8. Pengganda basis pendapatan atau tenaga kerja adalah besarnya pendapatan atau tenaga kerja seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan atau tenaga kerja di sektor basis.

9. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah untuk pasar domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya. Sedangkan kegiatan nonbasis adalah kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal.


(67)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Peranan Sektor Pariwisata

Sektor perekonomian di suatu wilayah diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi merupakan sektor basis dan nonbasis digunakan metode Location Quotient (LQ) yang merupakan perbandingan tentang besaran peranan suatu sektor (industri) di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor (industri) secara nasional (wilayah atasnya).

Untuk mengetahui besarnya sektor dalam perekonomian yang memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka digunakan indikator tenaga kerja, sedangkan bila keperluannya untuk mengetahui tingkat pendapatan daerah maka indikator pendapatan lebih tepat digunakan. Hasil analisis LQ menurut indikator pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Indikator Pendapatan Wilayah Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 2,61 2,41 2,39 2,36 2,64 2,83

2. Pertambangan dan penggalian

1,06 1,29 0,69 0,75 0,79 0,84 3. Industri pengolahan 0,28 0,27 0,42 0,43 0,44 0,44 4. Listrik, gas dan air minum 0,29 0,26 0,29 0,30 0,29 0,35 5. Bangunan/kontruksi 0,38 0,39 0,40 0,45 0,45 0,64 6. Perdagangan* 0,79 0,79 0,87 0,85 0,77 0,75 7. Angkutan dan komunikasi 1,10 1,11 1,25 1,23 1,13 1,08 8. Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

1,37 1,30 1,17 1,10 1,02 0,93

9. Jasa-jasa** 1,64 1,67 1,72 1,71 1,60 1,42

10. Pariwisata 1,74 1,74 1,86 1,69 1,70 1,64

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah). Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).


(68)

Berdasarkan Tabel 5.1, nilai LQ sektor pariwisata dengan indikator pendapatan menunjukkan bahwa selama periode analisis yaitu tahun 1998-2003 merupakan sektor basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi, terlihat dari nilai LQ>1. Nilai koefisien LQ sektor pariwisata berdasarkan indikator pendapatan wilayah pada tahun 1998 dan 1999 adalah 1,74 dan tahun 2000 adalah 1,86 kemudian meningkat menjadi 1,69 dan 1,70 pada tahun 2001 dan 2002, dan kemudian menurun menjadi 1,64 pada tahun 2003.

Sektor pariwisata sebagai sektor basis berarti bahwa sektor basis ini menghasilkan barang dan jasa selain mampu memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Sukabumi sendiri juga dapat diekspor ke luar wilayah, baik melalui perdagangan antar wilayah maupun perdagangan antar pulau dan bahkan perdagangan luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan yang cukup besar bagi Kabupaten Sukabumi dari segi pendapatan wilayah.

Selain menggunakan indikator pendapatan wilayah, untuk menganalisis sektor ekonomi yang menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi digunakan juga indikator pendekatan tenaga kerja. Dengan indikator tenaga kerja diperoleh hasil perhitungan LQ pada Tabel 5.2.


(69)

Tabel 5.2. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 1,35 1,61 1,54 1,40 1,51 1,36

2. Pertambangan dan penggalian

1,32 1,53 1,38 0,80 0,83 0,30 3. Industri pengolahan 0,70 0,70 0,66 0,66 0,70 0,77 4. Listrik, gas dan air minum 0,59 0,42 0,19 - - 1,10 5. Bangunan/kontruksi 1,10 1,03 1,02 1,21 0,98 0,97 6. Perdagangan* 0,62 0,55 0,66 0,65 0,66 0,66 7. Angkutan dan komunikasi 1,31 1,10 1,15 1,17 1,12 1,08 8. Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

0,25 0,09 0,30 0,45 0,40 0,06

9. Jasa-jasa** 0,77 0,55 0,54 0,56 0,61 0,69

10. Pariwisata 1,36 1,20 1,39 1,27 1,43 1,44

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah). Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa terdapat beberapa sektor ekonomi yang menjadi sektor basis berdasarkan indikator tenaga kerja, dan dapat diketahui bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi sektor basis selama tahun analisis, terlihat dari nilai LQ>1. Nilai LQ>1 menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan kegiatan basis, artinya bahwa pariwisata di Kabupaten Sukabumi secara proposional dapat menyediakan lapangan kerja melebihi porsi sektor pariwisata tersebut di Propinsi Jawa Barat.

Dengan membandingkan kedua indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata sebagai sektor basis selama tahun analisis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja sama besarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa secara kumulatif sektor perekonomian di Kabupaten Sukabumi sama-sama banyak menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dibandingkan perekonomian di Propinsi Jawa Barat


(70)

Sektor ekonomi yang menjadi sektor basis akan memberikan surplus pendapatan dan surplus tenaga kerja yang positif (SP>0). Apabila nilai SP>0, maka sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan kabupaten lain serta memberikan surplus baik pendapatan maupun tenaga kerja bagi masyarakat yang menghasilkannya. Jika SP<0 berarti sektor tersebut masih kurang dari kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor dari kabupaten lain. Besarnya surplus pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Surplus Pendapatan Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003.

Dalam Juta Rupiah No Sektor

1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 153.463,18 155.532,50. 148.474,55 162.826,16 193.068,38 210.427,52 2. Pertambangan dan

penggalian

327,61 966,28 -1.879,13 -1.401,50 -1.122,48 -814,74

3. Industri pengolahan -50.062,50 -48.059,26 -84.435,22 -90.337,99 -94.809,16 -98.900,86 4. Listrik, gas dan air

minum

-382,98 -446,03 -481,30 -547,13 -609,04 -688,02

5. Bangunan/ kontruksi -685,81 -643,26 -634,30 -612,12 -704,54 -735,06

6. Perdagangan* -7.910,77 -8.403,72 -4.252,78 -4.929,400 -8.215,28 -9.135,91 7. Angkutan dan

komunikasi

690,74 850,82 1.665,09 1.662,25 1.070,41 741,52

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

1.390,45 1.190,56 730,72 472,86 60,49 -418,86

9. Jasa-jasa** 19.065,86 20,112.12 19.638,46 20.202,07 18.427,23 115.289,64

10. Pariwisata 4.418,56 4.457,35 4.474,97 4.081,13 4.131,85 3.925,62 Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah).

Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Berdasarkan Tabel 5.3, besarnya surplus pendapatan sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Nilai surplus yang positif menunjukkan bahwa sektor pariwisata tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan mempunyai surplus yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dari sektor nonbasis, sedangkan surplus yang negatif selama tahun analisis menunjukkan bahwa


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Sektor pariwisata semakin menunjukkan perannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja pada periode analisis tahun 1998-2003 menunjukkan nilai LQ>1. Dengan demikian sektor pariwisata merupakan sektor basis.

Besarnya surplus pendapatan dan tenaga kerja sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama periode analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya.

Nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama periode analisis mengalami peningkatan, sedangkan nilai pengganda tenaga kerja cenderung berfluktuasi.

2. Secara umum kebijakan di sektor pariwisata yang telah dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, terlihat dari hasil analisis sektor basis pada Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor basis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja. Selain itu, sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja Kabupaten Sukabumi dan luar Kabupaten Sukabumi, kemudian terlihat juga bahwa nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun


(2)

analisis mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat potensial untuk dikembangkan pada wilayah tersebut.

6.2. Saran

Untuk dapat meningkatkan peranan sektor pariwisata di daerah Kabupaten Sukabumi maka diperlukan kebijakan yang mengarah kepada pengembangan terhadap potensi-potensi wisata yang ada, melalui peningkatan kegiatan promosi wisata dan peningkatan aksesibilitas melalui perbaikan infrastruktur pariwisata guna menarik minat wisatawan dan para investor. Selain itu, diperlukan peningkatan kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan, melalui perbanyakan variasi produk baru berbasis sumber daya alam dengan prinsip pelestarian lingkungan.

Untuk menganalisis keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor ekonomi lainnya yang berguna bagi penelitian yang akan datang, pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi hendaknya menyediakan tabel Input-Output.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Azaman, S. 2001. Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Bahari dalam Rangka Meningkatkan Keragaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Pariaman [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bahri, S. 2005. Identifikasi Sektor-sektor Sumber Pertumbuhan Perekonomian Kota Bekasi [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

BPS Jawa Barat. 1998. Jawa Barat dalam Angka 1998. BPS Jawa Barat. Bandung.

______________. 1999. Jawa Barat dalam Angka 1999. BPS Jawa Barat. Bandung.

______________. 2000. Jawa Barat dalam Angka 2000. BPS Jawa Barat. Bandung.

______________. 2001. Jawa Barat dalam Angka 2001. BPS Jawa Barat. Bandung.

______________. 2002. Jawa Barat dalam Angka 2002. BPS Jawa Barat. Bandung.

______________. 2003. Jawa Barat dalam Angka 2003. BPS Jawa Barat. Bandung.

BPS Kabupaten Sukabumi. 2000-2004/2005. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi. BPS Kabupaten Sukabumi, Sukabumi.

BPS. 2000-2003. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha. BPS, Jakarta.

BPS. 2003. Indikator Ketenagakerjaan. BPS, Jakarta.

BPS Kabupaten Sukabumi. 2004/2005. Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2004/2005. BPS Kabupaten Sukabumi, Sukabumi.

Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita, Jakarta.


(4)

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2006. “Kunjungan Wisman dan

Perolehan Devisa Tahun 1996-2003”. http://www.budpar.go.id/statistik.html?catid=Pendapatan+Mata=Uang+

Asing&idstat=s8 [18 Februari, 2006]. .

Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi. 2006. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) T.A. 2005. Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, Sukabumi.

Dumairy, R. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. P. Sitohang [penerjemah]. Fakultas Ekonomi Universitas Jakarta, Jakarta.

Hanafiah, T. 1988. Pengantar Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Balai Pendidikan dan Latihan Depdagri dan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Heriawan, R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata pada Perekonomian Indonesia : Suatu Pendekatan Model I-O dan SAM [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Murdianto. 1991. Proyek Penelitian Sektor Pertanian Pedesaan Jawa Barat “Dampak Pariwisata terhadap Peluang Usaha dan Kerja Luar Pertanian, Kasus di Tiga Daerah Wisata Kabupaten Serang Jawa Barat”. Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Alfabeta, Bandung.

Oktavianti, D. 2005. Analisis Peranan Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi [Skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pemerintah Kabupaten Sukabumi. 2006. Laporan Tahunan Dinas Kepariwisataan Tahun Anggaran 2005. Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Sukabumi.

Rahman, M. A. 2003. Analisis Peranan Basis Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah [Studi Kasus : Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(5)

Richardson, H. W. 1977. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Paul Sitohang [penerjemah]. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Sihite, R. 2000. Tourism Industry. SIC, Surabaya.

Simajuntak, P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Syuhada, N. 1998. Peranan Pariwisata di Daerah Buton Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja Daerah Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Tjitroresmi, E. 2003. “Peran Industri Kepariwisataan dalam Perekonomian Nasional dan Daerah”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 2 : 104-135.


(6)

Lampiran 1 :

PERANAN PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN

INDIKATOR PENDAPATAN

No Tahun LQ SP (Juta Rp) KP

1. 1998 1,74 4.418,56 13,77

2. 1999 1,74 4.457,35 13,81

3. 2000 1,86 4.474,97 15,22

4. 2001 1,69 4.081,13 15,49

5. 2002 1,70 4.131,85 15,86

6. 2003 1,64 3.925,62 16,27

PERANAN PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN

INDIKATOR TENAGA KERJA

No Tahun LQ SP KT

1. 1998 1,36 766,87 15,34

2. 1999 1,20 510,35 16,61

3. 2000 1,39 1.290,63 13,31

4. 2001 1,27 860,68 14,83

5. 2002 1,43 1.120,23 14,79