Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra WorldView-2 di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU
MENGGUNAKAN CITRA WORLDVIEW-2 DI PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU
UMI KALSUM MADAUL
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan
Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra Worldview-2 di Pulau Pari,
Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Umi Kalsum Madaul
NIM C54080093
ABSTRAK
UMI KALSUM MADAUL. Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan
Citra WorldView-2 di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh
VINCENTIUS PAULUS SIREGAR dan ADRIANI SUNUDDIN.
Pendekteksian terumbu karang berdasarkan zonasi geomorfologi menjadi salah
satu aplikasi penginderaan jauh satelit yang sedang berkembang karena
kemampuan sinoptik citra satelit dalam memvisualisasikan zona-zona
geomorfologi secara jelas dan detail dapat diperoleh. Tujuan penelitian ini adalah
memetakan zona geomorfologi perairan laut dangkal di gugusan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit WorldView-2. Bahan utama yang
digunakan adalah citra Worldview-2 akuisisi pada tahun 2011, sedangkan survei
lapang dilakukan pada Oktober 2012 melibatkan 958 titik survei. Analisis citra
menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Hasil
klasifikasi menunjukkan perairan laut dalam (deep water) memiliki luas terbesar
yaitu 13,690,700 m2 (53.12%). Luas terkecil terdapat pada kelas punggung
terumbu (reef crest) hanya 629,220 m2 (2,44%). Kelas geomorfologi lain yang
terdapat di gugusan Pulau Pari adalah goba dalam (deep lagoon), goba dangkal
(shallow lagoon), rataan terumbu (reef flat) dan daratan (land). Nilai uji akurasi
adalah 87,55% dengan nilai koefisien kappa
0.80, menunjukkan bahwa
klasifikasi citra WorldView-2 yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi
geomorfologi di perairan laut dangkal Pulau Pari dengan baik.
Kata kunci: peta, geomorfologi, WorldView-2, klasifikasi terbimbing, Pulau Pari
ABSTRACT
UMI KALSUM MADAUL. Geomorphological Mapping of Reef Zones using
WorldView-2 Imagery in Pari Islands, Kepulauan Seribu. Under direction of
VINCENTIUS PAULUS SIREGAR and ADRIANI SUNUDDIN.
Coral reef geomorphological mapping is one type of product resulted from the
application of satellite remote sensing. Synoptic visualization from satellite
enabled differentiation of geomorphological zones in an obvious and solid
manner. The aim of this research was to map geomorphological reef zones in Pari
Islands, using WorldView-2 imagery. Image utilized in this research was acquired
in 2011, while field observation was conducted in October 2012 at 958 ground
control points. WorldView-2 image was examined using supervised classification.
Results showed that deep water was the largest geomorphic zone comprising of
13,690,700 m2 (53.12%). The smallest was reef crest which extended only
629,220 m2 (2,44%). Other geomorphic zones observed in Pari Islands were reef
slope, deep lagoon, shallow lagoon, reef flat, and land. Overall accuracy of test
obtained of 87.55% with a 0.80 coefficient kappa. The accuracy of the results is
good for geomorphological mapping of Reef zones.
Keywords: mapping, geomorphology, WorldView-2, supervised classification,
Pari Island
PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU
MENGGUNAKAN CITRA WORLDVIEW-2 DI PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU
UMI KALSUM MADAUL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam
penulisannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr.Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si selaku
pembimbing I dan II atas arahan, bimbingan dan pengetahuan yang telah
diberikan;
2. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Pembimbing Akademik;
3. Orang Tua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya;
4. Bang Tarlan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
pengolahan data penelitian;
5. Keluarga besar ITK 45 atas persahabatan dan suka duka yang telah
terbangun selama ini;
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian
penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun pembaca
dapat dikembangkan melalui penelitian selanjutnya.
Bogor, Juli 2015
Umi Kalsum Madaul
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………..i
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………..ii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….iii
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Bahan dan Alat .............................................................................................. .3
Pengumpulan Data Lapang ………………………………………………….3
Prosedur Pengolahan Data Citra WorldView-2 …………………………….3
Pengujian Akurasi …………………………………………………………..5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7
Karakteristik Umum Pulau Pari …………………………………………….7
Klasifikasi Zona Geomorfologi Pulau Pari ………………………………….8
Pengujian Akurasi Hasil Klasifikasi Zona Geomorfologi …………………14
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 15
SIMPULAN ................................................................................................. 15
SARAN ........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15
LAMPIRAN………………………………………………………………………19
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………………33
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Spesifikasi beberapa citra satelit
Skema klasifikasi geomorfologi
Nilai spektral kanal citra WorldView-2
Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari
Matriks kesalahan dan koefisien kappa ( )
2
5
7
13
14
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Lokasi penelitian di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Diagram alir pengolahan data
Matriks kesalahan dalam perhitungan nilai akurasi peta
Profil batimetri gugusan Pulau Pari
Peta Survei lapang
Zona geomorfologi kombinasi citra dan survei lapang
Zonasi geomorfologi
Tampilan false color citra WorldView-2
2
4
6
8
9
10
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Pengamatan Objek dasar perairan di gugusan Pulau Pari
2 Data Kedalaman
21
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang
roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata
“geomorfologi” (geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga
kata yaitu: geos (earth/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau
ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian
geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi
(Noor 2012). Geomorfologi adalah ilmu yang mencakup kajian secara sistematik
mengenai aneka macam kenampakan (feature) bentuk-bentuk (forms) permukaan
bumi dalam berbagai skala ukuran, baik yang ada di daratan termasuk di dasar
perairan darat maupun di dasar laut, ditinjau baik dari segi bentuk, keadaan, asalusul, pembentukan, perubahan yang dialami dalam evolusinya, dan sebarannya
(Ongkosongo 2012).
Teknologi penginderaan jauh dapat diaplikasikan dalam bidang kelautan,
misalnya untuk mendeteksi obyek di dasar perairan dangkal (terumbu karang)
yang telah dikembangkan sejak tahun 1970-an (Lyzenga 1978), di antaranya
kedalaman dan profil batimetri. Menurut Siregar (1996) transformasi citra satelit
dapat dilakukan dengan penggabungan secara logaritma natural dua kanal sinar
tampak, sehingga didapat citra baru yang menampakkan dasar perairan yang lebih
mendekati kondisi nyata di alam. Pendekteksian terumbu karang berdasarkan
zonasi geomorfologi menjadi salah satu aplikasi penginderaan jauh satelit yang
dimulai sejak era Landsat hingga saat ini (Selamat et al. 2012), namun pemetaan
geomorfologi hanya terbatas pada tiga zona terumbu yaitu terumbu tepi (fringing
reef), terumbu penghalang (barrier reef), dan terumbu cincin (attol).
Menurut Hubbard (1997) penalaran bentukan terumbu modern dipengaruhi
oleh proses geofisik dan geokimia, selain mempertimbangkan aspek ekologi
karena struktur tersebut dibangun oleh makhluk hidup (skleraktinia). Kajian
geomorfologi terumbu karang dengan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh
dapat digunakan untuk mengetahui kenampakan dasar perairan dangkal
berdasarkan struktur habitatnya maupun geomorfologinya.
WorldView-2 merupakan satelit beresolusi tinggi, terdiri dari 8 sensor
spektral yang mencakup spektrum sinar tampak dan near infra-red. Citra satelit
ini mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi untuk proses klasifikasi, salah satu
aplikasinya adalah klasifikasi habitat perairan dangkal (Digital Globe 2010).
Adapun perbandingan kemampuan masing-masing citra satelit yang disajikan
pada Tabel 1. Kemampuan sensor dari setiap satelit mampu mendeteksi perairan
dangkal yang berbeda-beda sesuai dengan resolusi spasialnya (Siregar 2010).
2
Tabel 1. Spesifikasi citra satelit dalam pemetaan dasar perairan laut dangkal.
Spesifikasi
Ikonos
Geoeye-1
Quickbird
WorldView-2
0,82
0,41
0,65
0,46
3,2
1,65
2,62
1,85
11,3
15,2
18
16,4
4
4
4
8
Resolusi spasial
panchromatic (m)
Resolusi spasial
multispektral (m)
Lebar sapuan sensor
satelit (km)
Kanal pada citra
(spectral band)
Sumber : Digital Globe 2010.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona geomorfologi perairan laut
dangkal di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit
Worldview-2.
METODE
Penelitian ini terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data,
meliputi perekaman data citra satelit, survei lapang yang dilaksanakan pada
Oktober 2012, dan tahap pengolahan citra hingga pembuatan peta. Survei lapang
dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian di gugusan Pulau Pari
3
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan penelitian ini adalah Citra Worldview-2
perekaman pada tanggal 19 Oktober 2011 yang dibatasi pada koordinat 5° 44’
11,24” - 5° 44’ 56,53” LS hingga 106º 35’ 10,08” - 106º 36’ 28,14” BT dan telah
terkoreksi geometric. Bahan lain adalah data hasil survei lapang berupa titik
koordinat dan kondisi dasar perairan. Alat yang digunakan yaitu perangkat keras,
terdiri dari personal komputer, roll meter, GPS (Global Positioning System) jenis
Garmin 60CSX, GPS Sounder, alat tulis (sabak dan pensil), alat dasar selam dan
SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus). Perangkat lunak
untuk image processing yaitu ER MAPPER 6.4 ArcGIS 9.3, dan Microsoft Excel.
Pengumpulan Data Lapang
Pengumpulan data lapang dilakukan dengan mengamati dasar perairan
secara langsung (in situ), yaitu mengamati lifeform terumbu dan substrat dasar
menggunakan alat selam (SCUBA) (Lampiran 1). Survei lapangan dilakukan
dengan penyelaman dan pengambilan posisi pada titik pengamatan menggunakan
GPS serta pemeruman data kedalaman (sounding) menggunakan GPS Sounder
yang kemudian diinterpretasikan ke data penginderaan jauh untuk diproses
(Lampiran 2). Informasi batimetri kemudian divisualisasikan dalam bentuk profil
batimetri perairan. Posisi titik pengamatan diperoleh dari setiap stasiun yang
mewakili perairan Pulau Pari, meliputi: bagian Barat, Timur, Utara dan Selatan
(Gambar 1).
Prosedur Pengolahan Data Citra WorldView-2
Pengolahan atau pemrosesan citra dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu
tahap awal (pemulihan citra), penajaman citra dan klasifikasi citra. Citra
Worldview-2 telah terkoreksi geometrik sehingga hanya diperlukan koreksi
radiometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki kualitas visual dan
sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan
atau pancaran spektral objek yang sebenarnya. Citra hasil koreksi kemudian
dilakukan training area, selanjutnya diklasifikasikan menggunakan metode
klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) untuk membedakan objek seperti,
goba, rataan terumbu, punggung terumbu, lereng terumbu dan sebagainya.
Penajaman citra dilakukan penajaman citra (filtering), dan Klasifikasi
geomorfologi meliputi, penggambaran batas-batas zona geomorfologi yang
kemudian divisualisasikan pada peta. Klasifikasi zonasi disesuaikan dengan
karakteristik zonasi pada perairan di wilayah penelitian. Alur kerja dalam
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.
4
Citra Satelit Worldview2
(19 Oktober 2011)
Koreksi radiometrik
Metode
Histogram
Adjustment
Komposit Citra
Training Area
Survei Lapang
Klasifikasi Terbimbing
Maximum Likelihood
Standard
(7 kelas)
Kanal
1-8
Uji akurasi
Filtering:
Smoothing Majority
Peta Zona
Geomorfologi
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data
Citra yang telah diproses diintrepretasikan dengan menggunakan data
lapangan. Penggabungan hasil analisis citra dengan data lapangan digunakan untuk
mengoreksi peta klasifikasi zona geomorfologi. Metode klasifikasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dengan
pendekatan metode Maximum Likelihood Standard. Untuk mengidentifikasi batasbatas dari suatu zonasi geomorfologi, diperlukan skema klasifikasi. Skema
klasifikasi zona geomorfologi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Vandersraete (2007) di daerah Hurghada, Laut Merah, diadaptasi
dari Mumby dan Harborne (1999), ditunjukkan pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Skema klasifikasi geomorfologi . (adaptasi dari: Mumby dan
Harborne, 1999 ; Coyne et al. 2003).
Level 1
1.Land
2.Patch Reef
Level 2
Dense patch
reefs
2.2. Diffuse patch
reefs
2.1.
3. Reef crest
4. Back reef /
reef flaat
5. Lagoon
2.1 Shallow lagoon
2.2 Deep lagoon
6. Bank/shelf
7. Fore reef
8. Deep water
Deskripsi
Daratan
Formasi karang yang relatif kecil dengan morfologi
yang dibentuk oleh karang keras atau karang mati
yang telah ditutupi bentik lain misalnya alga.
Area koloni karang yang tutupannya mencakup ≥
70%.
Area koloni karang tersebar dengan tutupan > 30%.
Bagian dangkal dan sering muncul dari terumbu
karang yang memisahkan terumbu karang depan
(fore reef) dari terumbu belakang (back reef) dan
goba.
Zona dangkal antara puncak karang dan laguna
sering dibentuk oleh pavement dari substrat keras
dengan atau tanpa rubble dan sering ditutupi dengan
ganggang. Kasus terumbu karang tepi, daerah
dangkal antara tepi darat dari puncak karang dan
pantai disebut karang datar (Coyne et al. 2003)
Area dangkal (relatif lebih terhadap rataan terumbu /
shelf) antara garis pantai dan terumbu belakang atau
puncak karang. Bisa juga daerah dangkal yang
dikelilingi oleh atol dan terlindungi dari gelombang
energi tinggi oleh tubir.
Kedalaman ≤ 12m
Kedalaman > 12m
Daerah spesial yang relatif masih terlihat di citra
satelit yang tidak terdapat hubungan langsung
dengan morfologi karang.
zona dari tepi arah laut dari puncak karang bawah
(sering sulit dibedakan dari bank / shelf)
zona yang menunjukkan spektral reflektansi
signifikan tercatat oleh sensor satelit.
Sumber : Vanderstraete (2007)
Pengujian Akurasi
Akurasi peta yang dihasilkan dari analisis data citra dilakukan menggunakan
matriks kesalahan yang dikembangkan oleh Congalton and Green (2009) ,
ditunjukkan pada Gambar 3. Matriks kesalahan membandingkan informasi dari
hasil klasifikasi dan analisis data inderaja dengan hasil pengamatan data lapangan.
Matriks ini mengasumsikan n sebagai contoh atau sampel yang didistribusikan ke sel
k2, dimana setiap contoh ditugaskan ke satu dari kategori k dalam peta (biasanya
baris-baris pada matriks), dan satu dari kategori yang sama dalam referensi data set
(biasanya kolom matriks). Nilai nij merupakan nomor dari sampel yang terklasifikasi
ke kategori i (i=1,2, ..., k) dalam peta dan kategori j (j=1,2, ..., k) dalam referensi data.
6
Gambar 3. Matriks kesalahan dalam perhitungan nilai akurasi peta (modifikasi
Congalton and Green 2009).
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan nilai akurasi peta adalah :
∑
OA =
……………………………………………… ( Persamaan 1)
PA =
………………………………………………….(Persamaan 2)
UA =
…………………………………………………. (Persamaan 3)
Dimana :
OA = Overall accuracy atau akurasi peta secara keseluruhan
PA = Produser’s accuracy, akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks
kesalahan yang merupakan hasil analisis citra satelit;
UA = User’s accuracy akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks kesalahan
yang merupakan hasil pengamatan in situ;
ni+ = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas tematik i dari
hasil analisis citra satelit;
n+j = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas habitat j dari
hasil pengamatan in situ;
n
= Jumlah total unit pengamatan;
nii = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas
tematik i ;
njj = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas habitat
j.
Analisis Kappa
Analisis Kappa (Khat statistik) merupakan teknik diskret multivariat untuk
menghitung akurasi. Analisis kappa dapat digunakan untuk menutup kekurangan
akurasi keseluruhan dari confusion matrix atau matriks kesalahan (Green et al.
2000). Nilai akurasi diturunkan dari matriks kontingensi melalui perhitungan
7
koefisien κ. Perhitungan koefisien κ dilakukan dengan persamaan berikut
(Cangalton dan Green, 2009) :
∑
∑
∑
...............................................( Persamaan 4)
Dimana :
= Koefisien kappa
k
= Jumlah baris pada matrik
= Jumlah pengamatan pada kolom ke-i dan baris ke-i
= Jumlah marginal baris ke-i
= Jumlah marginal kolom ke-i
= Jumlah pengamatan
Ada dua kanal baru yang khusus dimiliki citra satelit WorldView-2 yaitu
kanal Coastal blue yang mampu ( menembus kolom air ) yellow, dan red edge
(Digital Globe 2010). Kanal-kanal tersebut kemudian dapat dikombinasikan
dengan kanal utama yaitu blue, green dan red, sehingga menghasilkan komposit
warna citra yang tepat.
Tabel 3. Nilai spektral kanal citra WorldView-2 (Digital Globe 2010).
No
Tipe Kanal
Nilai tengah panjang
gelombang (nm)
Nilai minimum
panjang
gelombang (nm)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pankromatik
(Coastal Blue)
(Blue)
(Green)
(Yellow)
(Red)
(Red Edge)
(Near Infra Red 1)
(Near Infra Red 2)
632,2
427,3
477,9
546,2
607,8
658,8
723,7
831,3
450
400
450
510
585
630
705
770
860
Nilai maksimum
panjang
gelombang
(nm)
800
450
510
580
625
690
745
895
1040
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Umum Pulau Pari
Gugus Pulau Pari terletak di selatan Kepulauan Seribu, dengan posisi
5°50'0" - 5°52'25" LS dan 106°34'30" - 106°38'20" BT. Gugus Pulau Pari
merupakan kelompok pulau karang yang terdiri dari lima pulau dan goba serta
dikelilingi oleh rataan terumbu karang. Kelima pulau tersebut adalah Pulau Pari,
Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Tengah dan Pulau Kongsi (Triyono 2010).
Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah
tropis, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang dengan kedalaman 1 - 20 meter.
Daerah rataan terumbu merupakan wilayah terluas dari seluruh gugus pulau, dan
8
berpantai landai dan mengalami kekeringan pada waktu surut terendah dan
tergenang pada pasang tertinggi.
Perairan Teluk Jakarta dan perairan di sekitar Pulau Pari, memiliki tipe
pasut tunggal. Pasut tunggal menunjukkan bahwa dalam satu hari terjadi satu kali
air pasang dan satu kali air surut. Arus pasang di perairan Gugus Pulau Pari
sampai pulau Peniki berasal dari arah timur menuju barat dengan kecepatan antara
30 – 40 cm/s di kedalaman 2,5 m - 5 m. Saat mendekati pasang kecepatan arus
melemah hingga 5 – 15 cm/s dengan arah barat sampai barat daya pada kedalaman
5 – 10 m, sedangkan pada kedalaman 2,5 m arus menuju tenggara dengan
kecepatan 40 cm/s. Hal ini dimungkinkan akibat pengaruh angin pada musim
barat (Aunillah et al. 2014).
Klasifikasi Zona Geomorfologi Pulau Pari
Zona geomorfologi terumbu biasanya memiliki batas-batas yang berbeda
dan struktur yang tidak mudah dikenali oleh citra satelit. Oleh karena itu
dibutuhkan prosedur yang kompleks untuk memvisualisasikan semua struktur
secara jelas, sehingga kelas geomorfologi yang berbeda dapat ditentukan. Salah
satu faktor utama yang menentukan dalam klasifikasi zona geomorfologi adalah
elevasi dari permukaan objek bumi untuk geomorfologi laut, faktor elevasi
ditunjukkan oleh kedalaman dasar perairan. Oleh karena itu informasi dasar
perairan (batimetri) sangat diperlukan (Gambar 4).
Gambar 4. Profil penampang batimetri Pulau Pari
Survei dasar perairan laut menggunakan GPS Sounder memungkinkan
pendugaan batimetri perairan lebih akurat, namun pada survei ini tidak semua
9
badan perairan bisa dilalui kapal akustik, seperti perairan yang terlalu berbahaya
(dangkal), yang disebabkan oleh kondisi subsrat dasar yang tidak beraturan
sehingga tidak memungkinkan untuk di-sounding (Wouthuyzen 2001).
Kedalaman perairan dangkal gugusan Pulau Pari berdasarkan penampang
batimetri (Gambar 4) memiliki kedalaman kurang dari 30 m. Laut dalam atau
perairan dalam (deep water) merupakan perairan yang minim sinar matahari.
Konteks perairan dalam menurut inderaja memiliki definisi yang berbeda dengan
definisi oseanografi. Perairan dalam menurut inderaja memiliki kedalaman lebih
dari 30 m tergantung kepada kemampuan penetrasi cahaya dalam kolom air,
sedangkan perairan dalam berdasarkan definisi oseanografi memiliki kedalaman
lebih dari 200 m. Peta batimetri perairan yang diintegrasikan dengan hasil
pengolahan citra satelit merupakanan dasar untuk pemetaan zona geomorfologi.
Gambar 5. Peta Survei Lapangan
Pengamatan secara visual berdasarkan survei lapang pada penelitian ini
(Gambar 5) mengindikasikan 7 kelas zona geomorfologi terumbu. Selain darat
dan laut dalam, zona geomorfologi terumbu gugusan Pulau Pari terdiri dari zona
lereng terumbu (reef slope), zona punggung terumbu (reef crest), zona goba dalam
(deep lagoon), goba dangkal (shallow lagoon), dan zona rataan terumbu (reef
flat). Konsistensi penilaian dalam menentukan zona geomorfologi terumbu pada
area penelitian berdasarkan informasi kedalaman (batimetri) perairan (Gambar 4).
Hasil survei lapang menunjukkan adanya tipikal habitat yang mendominasi tiap
zona geomorfologi perairan gugusan Pulau Pari. Tipikal habitat pada area
penelitin yaitu karang mati (dead coral), karang keras (hard coral), pecahan
karang (rubble), makro alga, karang mati yang ditutupi alga (dead coral with
alga), pasir (sand) dan lamun yang berada pada kedalaman 0.45 m sampai
kedalaman < 30 m (Gambar 6).
10
Kelas Geomorfologi
Substrat Dasar
Kedalaman (m)
Laut Dalam (Deep Water)
-
> 30 m
Lereng Terumbu (Reef Slope)
Makro alga, Karang keras, Karang mati
0.94 m – 7 74 m
Punggung Terumbu (Reef Crest)
Karang mati, rubble, makro alga, pasir
1.86 m – 5.63 m
Goba Dalam (Deep Lagoon)
Pasir, karang mati, makro alga
4.11 m – 13.68 m
Goba
Dangkal
Lagoon)
Karang keras, pasir, karang mati dan
alga, rubble, karang keras
0.97 – 5.48 m
Rataan Terumbu (Reef Flat)
Makro alga, pasir, lamun, karang mati
dan alga, rubble,
0.45 m – 4.02 m
Darat (Land)
-
-
(Shallow
Gambar 6. Zona Geomorfologi kombinasi citra dan survei lapangan.
Hasil klasifikasi zona geomorfologi dengan menggunakan metode klasifikasi
terbimbing (Supervised Classification) berdasarkan pendekatan metode Maximum
Likelihood Standard.menghasilkan 7 kelas yaitu kelas laut dalam (deep water),
lereng terumbu (reef slope), punggung terumbu (reef crest), goba dalam (deep
lagoon), goba dangkal (shallow lagoon), rataan terumbu (reef flat), dan daratan
(land). Hasil klasifikasi dan sebaran zona geomorfologi ditunjukkan pada Gambar
7. Metode pendekatan Maximum Likelihood Standard menggunakan semua kanal
yang dimiliki citra WorldView-2 (kanal 1-8). Kanal-kanal tersebut sangat baik
digunakan untuk membedakan obyek pada perairan dangkal. Kanal 2 (biru) dan
kanal 3 (hijau) sangat baik menembus dasar perairan sehingga banyak
dimanfaatkan dalam memetakan dasar perairan dangkal. Hal ini sesuai dengan
Mount (2006) bahwa sinar biru dan sinar hijau adalah sinar dengan energi terbesar
yang dapat direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang
menggunakan spektrum cahaya tampak (400-650 nm).
11
Tiap kanal dalam sensor satelit mememiliki kelebihan masing-masing dalam
penetrasi energi gelombang di dalam menembus kolom perairan hingga
kedalaman maksimum tergantung pada kondisi perairan tersebut. Hal ini sesuai
dengan Green et al. (2000) yang menuliskan bahwa, suatu perairan yang jernih
memungkinkan sensor satelit dapat mendeteksi kedalaman ±30 m. Kanal 1
(coastal blue) diperuntukkan untuk studi batimetri sehingga sangat mendukung
dalam pemetaan geomorfologi terumbu, sedangkan kanal 8 (NIR2) dengan
panjang gelombang tertinggi (860-1040 nm) merupakan kanal yang paling sedikit
dipengaruhi oleh pengaruh atmosfer dan partikel-partikel yang berada di kolom
perairan sehingga sangat baik untuk membedakan darat dan perairan serta analisis
vegetasi yang lebih luas.
Gambar 7. Zona geomorfologi terumbu gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Lereng terumbu (reef slope) merupakan zona terdepan yang menghadap ke
arah laut lepas. Kehidupan karang pada zona reef slope, melimpah pada
kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak, namun
pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front
yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi (Hubbard 1997). Hal
ini sesuai dengan hasil pengamatan pada survei lapang yakni zona ini didominasi
oleh tipikal substrat berupa makro alga, karang keras, dan karang mati yang
berada pada kedalaman 0.94 m – 7 74 m (Gambar 6). Wilayah Pulau Pari
memiliki lereng terumbu yang mendominasi batas gugusan Pulau Pari tersebut
dengan luas sebesar 1,324,220 m2 (Tabel 4).
Punggung terumbu (reef crest) adalah zona dangkal yang dekat dengan
pasang surut. Punggung terumbu menyerap banyak energi gelombang dan
merupakan pertahanan penting di pesisir dan sebagai zona pemisah antara lereng
terumbu dan rataan terumbu dengan luas 2.44% atau sebesar 629,220 m2 dari total
area penelitian. Tipikal habitat di zona ini berupa karang hidup, karang mati,
12
rubble (pecahan karang) dan linier reef (substrat kapur). Pada Gambar 7, zona
punggung terumbu terlihat membentang dari wilayah barat, utara, timur, hingga
wilayah tenggara Pulau Pari, sedangkan sebelah selatan zona ini tidak
mendominasi. Hal ini terkait dengan pola sirkulasi arus, gelombang dan pasang
surut.
Secara umum Teluk Jakarta dan perairan Pulau Pari, memiliki pola umum
pergerakan arus mengikuti pola umum arus di perairan Laut Jawa yang
dibangkitkan terutama oleh perbedaan angin monsoon. Arus di perairan terbuka
Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan hasil dari
pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober.
Sebaliknya arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Pada periode
transisi arus relatif tidak berkembang (BPLHD 2011).
Rataan terumbu (reef flat) adalah zona dangkal antara punggung terumbu
dan goba. Reef flat biasanya dibentuk dari substrat dengan atau tanpa rubble dan
sering tertutupi oleh lamun dan alga. Dalam kasus terumbu karang tepi, daerah
dangkal antara tepi darat dari punggung terumbu dan pantai disebut karang datar
(Coyne et al. 2003). Rataan terumbu pada peta ditampilkan dengan warna coklat
yang membentang berdekatan dengan daratan Pulau Pari dan memiliki luas
sebesar 5,461,840 m2 (Gambar 7). Zona geomorfologi rataan terumbu melingkupi
komposisi 21.19% dari total area penelitian. Zona ini didominasi oleh substrat
pasir, rubble, karang hidup, alga, patch reef dan linier reef. Pada daerah Pulau
Pari dominasi substrat berada pada kedalaman 0.45 m – 4.02 m berupa rubble,
alga, makro alga, pasir dan karang mati (Gambar 6).
Penggunaan kanal merah pada WorldView-2 dapat menunjukkan zona rataan
terumbu lebih jelas dibanding zona gobah dan perairan dalam Pulau Pari
(Gambar 8a), sedangkan penggunaan kanal 3 (hijau) untuk membedakan
kenampakkan albedo pada goba. Goba dapat dibagi dengan menggunakan kanal 3
menjadi dua kelas geomorfologi (Gambar 8b), berdasarkan tingkatan albedo, yaitu
goba dangkal (shallow lagoon) dan goba dalam (deep lagoon).
Gambar 8. Tampilan false color citra WorldView-2 dari (a) kanal merah dan (b)
kanal hijau.
Goba/Laguna (lagoon) merupakan zona yang relatif lebih dalam antara garis
pantai dan terumbu belakang atau punggung terumbu yang dangkal dan terkadang
dikelilingi oleh sebuah atol. Zona ini biasanya terlindung dari gelombang energi
tinggi oleh tubir. Gugus Pulau Pari memiliki goba dalam dengan luas sebesar
1,159,990 m2 dan goba dangkal 2,694,760 m2. Kedalaman goba pada gugusan
Pulau Pari yaitu 0.97-13.68 meter (Gambar 6), namun kondisinya kurang ideal
untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air
yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar. Tipe habitat zona goba berupa
13
pasir, lamun, alga, batuan dasar dan gosong terumbu (patch reef). Di wilayah
Pulau Pari, goba dalam (deep lagoon) berada di wilayah barat hingga barat laut,
sedangkan goba dangkal (shallow lagoon), terlihat di wilayah utara hingga
selatan, barat dan barat Laut. Berdasarkan proses pembentukannya, goba di Pulau
Pari juga dikenal dengan nama pseudo atol, yang merupakan bentukan alam
akibat pengaruh interaktif dari energi gelombang, pasut, arus laut, serta energi
biota (Ongkosongo 2012).
Tabel 4 menunjukkan karakteristik spasial zona geomorfologi yang dihitung
dari total keseluruhan tiap kelas dengan komposisi 100%.
Tabel 4. Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari
No
1
2
3
4
5
6
7
Kelas Geomorfologi
Laut Dalam (Deep Water)
Lereng Terumbu (Reef Slope)
Punggung Terumbu (Reef Crest)
Goba Dalam (Deep Lagoon)
Goba Dangkal (Shallow Lagoon)
Rataan Terumbu (Reef Flat)
Darat (Land)
Luas (m²)
13,690,700
1,324,220
629,220
1,159,990
2,694,760
5,461,840
812,849
%
53.12
5.14
2.44
4.50
10.46
21.19
3.15
Zona geomorfologi dapat dideteksi oleh satelit resolusi tinggi seperti
WorldView-2. Menurut Blanchon (2011) zona geomorfologi yang dapat dikenali
dari citra satelit WorldView-2 antara lain gobah, gusung karang, rataan terumbu,
bagian depan terumbu yang curam dan berhadapan langsung dengan gelombang,
serta bagian terumbu yang agak landai dimana detritus terumbu terakumulasi.
Garis pemisah antar zona ini adalah perbedaan slope. Pemisah gobah dan paparan
terumbu adalah slope pasir. Punggung terumbu (reef crest) menjadi batas antara
rataan terumbu (reef flat) yang lebih tinggi dan terumbu depan yang lebih landai.
Banyaknya zona yang terdekteksi oleh satelit penginderaan jauh bergantung pada
beberapa faktor, seperti jenis wahana, sensor, kondisi atmosfer, kejernihan
perairan dan kedalaman.
Pemetaan geomorfologi terumbu menyediakan informasi penting tentang
distribusi, batas, dan struktur bentang alam terumbu. Satelit zona dalam sistem
terumbu karang didukung oleh gradien geologi dan lingkungan dalam proses fisik
dan biologi. Struktur fisik dari terumbu karang didefinisikan oleh sejumlah
perbedaan, mulai dari skala kecil sampai menengah untuk zona geomorfologi
tergantung pada proses fisik dan ekologi yang dominan terjadi. Zona
geomorfologi biasanya memiliki batas-batas yang berbeda sehingga mudah
dikenali pada citra penginderaan jauh (Mumby et al. 2000).
Pengujian Akurasi Hasil Klasifikasi Zona Geomorfologi
Ketelitian data suatu penelitian dapat memberikan gambaran tentang
keabsahan hasil penelitian maupun metode analisis yang digunakan. Analisis
ketelitian data pada penelitian ini menggunakan perbandingan pengukuran antara
hasil survei dan klasifikasi citra yang disusun dalam sebuah matrik dua dimensi
14
(confusion matrix) (Congalton and Green 2009). Pengujian akurasi menggunakan
141 titik yang menjadi referensi dalam perhitungan nilai parameter user accuracy
(UA), producer accuracy (PA) dan overall accuracy (OA) yang dirangkum dalam
satu matriks, yaitu matriks kontingensi atau confusion matrix. Hasil perhitungan
uji akurasi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks uji akurasi dan koefisien kappa ( ) dalam penilaian akurasi peta
zona geomorfologi terumbu.
Data Peta (Klasifikasi)
DW
DW
RS
RC
RF
DL
SL
LD
TK
Legenda
RS
Data Lapangan
RF
DL
RC
SL
LD
TB
11
53
2
1
14
1
1
55
Kelas
Habitat
Deep water
DW
Reef Slope
RS
Reef crest
RC
Reef Flat
RF
Deep Lagoon
DL
Shallow Lagoon
SL
Land
Ld
Total Overall Accuracy 87.55%
2
3
2
1
5
117
1
3
6
4
2
9
1
16
11
57
11
127
5
13
9
233
1
7
9
123
5
11
Producer's
User's Accurasy
Accuracy
Total
%
Total
%
11/14
78.57
11/11
100
53/55
96.36
53/57
92.98
3/9
33.33
3/11
27.27
117/123
95.12
117/127
92.12
4/5
80
4/5
80
9/16
56.25
9/13
69.23
7/11
63.63
7/9
77.77
Nilai koefisien kappa ( ) 0.8066
Akurasi pengguna (user accuracy) menggambarkan peluang rata-rata suatu
piksel yang mewakili tiap kelas di lapangan. Nilai UA pada klasifikasi 7 kelas
zona geomorfologi terumbu menunjukkan area tersebut telah terpetakan dengan
benar yaitu sebesar 100% pada zona laut dalam (deep water), sedangkan nilai UA
terkecil yaitu 27.27% pada zona punggung terumbu (reef crest) yang
menggambarkan kondisi sebenarnya di lapang. Indikasi ketepatan klasifikasi
setiap piksel pada suatu kelas diketahui berdsarkan nilai producer accuracy (PA)
atau akurasi penghasil. Perhitungan PA pada klasifikasi zona geomorfologi
menunjukkan zona lereng terumbu (reef slope) memiliki nilai tertinggi yaitu 96,36
%, sedangkan nilai PA terendah yaitu pada zona lereng terumbu (reef crest)
sebesar 33.33%. Nilai PA beberapa kelas pada uji akurasi penelitian ini memiliki
nilai yang lebih baik dibandingan dengan nilai UA. Hal ini menunjukkan bahwa
analisis citra oleh software lebih mampu mengidentifikasi zona geomofologi.
Nilai overall accuracy pada klasifikasi zona geomorfologi sebesar 87,55 %
dengan nilai koefisien
0.8066 menunjukkan bahwa pemetaan zona
geomorfologi terumbu pada penelitian ini dikategorikan cukup baik. Menurut
15
Mumby et al (1998) bahwa nilai akurasi 65-70% termasuk dalam kategori cukup
baik untuk pemetaan habitat pesisir menggunakan inderaja satelit. Nilai koefisien
κ berkisar dari +1 sampai -1, namun jika hubungan antara hasil klasifikasi dan
data lapang berkorelasi positif maka nilai positif yang akan digunakan. Jika nilai κ
lebih besar atau sama dengan 0,8 maka akurasi peta sangat baik, antara 0,4-0,8
berkategori sedang, dan kurang dari atau sama dengan 0,4 berkategori buruk
(Lunetta dan Lyon 2004). Nilai 0,80 menunjukkan bahwa proses klasifikasi telah
menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Pemetaan geomorfologi terumbu menggunakan citra WorldView-2 dengan
metode klasifikasi terbimbing (supervised) menghasilkan 7 kelas zona
geomorfologi. Klasifikasi 7 kelas tersebut yaitu kelas perairan dalam (deep water)
dengan luas terbesar, lereng terumbu (reef slope), punggung terumbu (reef crest)
dengan terkecil, goba dalam (deep lagoon) dan goba dangkal (shallow lagoon),
serta rataan terumbu (reef flat) dan daratan (land). Nilai uji akurasi keseluruhan
menggunakan confusion matrix yang diperoleh dari hasil klasifikasi zona
geomorfologi cukup baik, yaitu sebesar 87,55%. Nilai koefisien kappa 0,80, yang
artinya proses klasifikasi telah menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan.
Hasil klasifikasi citra WorldView-2 yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi
geomorfologi perairan laut dangkal di Pulau Pari, Kepulauan Seribu dengan baik.
SARAN
Perluasan area pengambilan data saat survei lapang dengan menggunakan
GPS sehingga dapat meminimalisir tingkat keabsahan akurasi. Sebaikanya
menggunaan metode koreksi atmosferik atau koreksi kolom perairan, untuk
memperoleh hasil akurasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aunillah HN, Purwanto, DN Sugianto. 2014. Pola Arus di Perairan Pulau Pari
Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Jurnal Oseanografi. V. 3, No. 4, halaman
642 – 650. Universitas Diponegoro.
Blanchon P. 2011. Geomorphic Zonation. didalam: David H, (Ed.). Encyclopedia
of Modern Coral Reefs. Springer Science, Business Media B.V. halaman:
469-483.
BPLHD. 2011. Kondisi Lingkugkungan Hidup dan Kecenderungannya. Buku
Laporan Status Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta (Buku I). diunduh
dari http://bplhd.jakarta.go.id/SLHD2011/pdf/Buku (25 maret 2013).
16
Congalton RG and Green K.2009.Assessing The Accuracy of Remotely Sensed
Data : Principles and Practices. Lewis Publishers. New York. xv + 179 hlm.
Coyne, MS Battista, TA Anderson, M Waddell, J Smith, W Jokiel, P Kendall, and
Monaco. 2003. Benthic Habitats of the Main Hawaiian Islands. NOAA
Technical Memorandum NOS NCCOS CCMA 152. diunduh dari:
http://biogeo.nos.noaa.gov/projects/mapping/pacific.
Digital Globe. 2010. The benefits of the 8 spectral bands of WorldView-2. White
paper. Longmont (US): DigitalGlobe,Inc.
Green EP, PJ Mumby, AJ Edwards, CD Clark. 2000. Remote Sensing Handbook
for Tropical Coastal Management. Coastal Management Sourcebook 3.
UNESCO. Paris. 316 hlm.
Hubbard DK. 1997. Reefs as dynamic systems. didalam Birke land, C. (Ed.). Life
and Death of coral Reefs. Chapman & Hall (New York: USA). 43-67.
Lunetta RS dan Lyon JG. 2004. Remote Sensing and GIS Accuracy Assessment.
CRC Press. New York. xvii + 304 hlm.
Lyzenga DR. 1978. Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water
depth and Bottom Features. Applied Optics.17:379-383.
Mount RE. 2006. Acquisition of Through-water Aerial Survey Images : Surface
Effects and the Prediction of Sun Glitter and Subsurface Illumination.
Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. 71(12): 1407-1415.
Mumby PJ, EP Green, CD Clark, AJ Edwards. 1998. Digital analysis of
multispectral airborne imagery of coral reefs. Coral Reef. 17:59-69
Mumby PJ, MI Harborne 1999. Development of a systematic classification
scheme of marine habitats to facilitate regional management and mapping of
Caribbean coral reefs. Biological Conservation, 88: 155-163.
Mumby PJ, CD Clark, JRM Chisholm, J Jaubert, S Andrefouet. 2000. Spectral
discrimination of coral mortality states following a severe bleaching event',
International Journal of Remote Sensing. 21(11) : 2321-2327
Noor D. 2012. Pengantar geologi. Edisi ke-2. Fakultas Teknik-Universitas
Pakuan. Bogor. 224 hlm
Ongkosongo OSR. 2012. Geomorfologi Perairan Dangkal. Pelatihan pemetaan
habitat dasar dan geomorfologi perairan dangkal. Bogor.
Selamat MB, I Jaya, VP Siregar, T. Hestirianoto. 2012. Zonasi Geomorfologi Dan
Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Substrat Dasar Menggunakan Citra
Quickbird. JTPK. Vol. 2. No.2. hal. 17-25. Istitut Pertanian Bogor.
Siregar VP. 1996. Pengembangan Algoritma Pemetaan Terumbu Karang di Pulau
Menjangan Bali dengan Citra Satelit. Kumpulan Seminar Maritim 1996.
BPPT, Jakarta.
Siregar VP. 2010. Pemetaan subtrat dasar perairan dangkal Karang Congkak dan
Lebar Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit Quickbird. J Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. Vol 2. No 1. hlm 19-30.
17
Triyono. 2010. Persepsi Masyarakat Pulau Pari Tentang Kondisi Ekosistem dan
Sumberdaya Hayati di Perairan Pulau Pari, Kepulaun Seribu, DKI Jakarta.
Prosiding Seminar Biologi: Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya
Akuatik, ISBN 978-979-16109-4-0: 638-645.
Vanderstraete T. 2007. The Use of Remote Sensing for Coral Reef Mapping in
Support of Integrated Coastal Zone Management A Case Study in the NW
Red Sea. Scriptie voorgedragen tot het behalen van de graad van Doctor in
de Wetenschappen: Geografie. Vol 1.Ghent University.Belgium.
Wouthuyzen S. 2001. Pemetaan perairan dangkal dengan menggunakan citra
satelit Landsat-5 TM guna dipakai dalam pendugaan potensi ikan karang :
Suatu studi di Pulau-Pulau Padaido. Seminar Sehari ”Potensi dan
Eksploitasi Sumberdaya Alam Nasional dalam Mendukung Otonomi
Daerah”. 29 Maret 2001. Jakarta, Indonesia.
18
19
LAMPIRAN
20
21
Lampiran 1. Data Pengamatan Objek dasar perairan di gugusan Pulau Pari
No
Way
point
LS
BT
Objek
No
Way
point
LS
BT
Objek
S
1
452
-5.8675
106.5952
HC
40
491
-5.8665
106.5961
2
453
-5.8675
106.5952
HC
41
492
-5.8668
106.596
RB
3
454
-5.8675
106.5952
HC
42
493
-5.8667
106.596
S
4
455
-5.8675
106.5952
DC
43
494
-5.8667
106.596
DCA
5
456
-5.8675
106.5954
DC
44
495
-5.8667
106.596
RB
6
457
-5.8675
106.5952
MA
45
496
-5.8667
106.596
HC
7
458
-5.8675
106.5953
HC
46
497
-5.8667
106.596
S
8
459
-5.8674
106.5953
DCA
47
498
-5.8676
106.5959
DCA
9
460
-5.8674
106.5953
MA
48
499
-5.8676
106.5959
HC
10
461
-5.8673
106.5953
RB
49
500
-5.8676
106.5959
HC
11
462
-5.8673
106.5953
RB
51
502
-5.8568
106.6353
HC
12
463
-5.8673
106.5953
HC
52
503
-5.8567
106.6353
HC
13
464
-5.8673
106.5953
HC
53
504
-5.8566
106.6353
DC
14
465
-5.8673
106.5953
DC
54
505
-5.8566
106.6353
HC
15
466
-5.8672
106.5954
DCA
55
506
-5.8566
106.6353
DCA
16
467
-5.8672
106.5954
RB
56
507
-5.8566
106.6353
RB
17
468
-5.8672
106.5955
RB
57
508
-5.8566
106.6352
RB
18
469
-5.8671
106.5955
DC
58
509
-5.8563
106.6352
MA
19
470
-5.8672
106.5955
RB
59
510
-5.8562
106.6352
S
20
471
-5.8672
106.5955
RB
60
511
-5.8561
106.6351
MA
21
472
-5.8672
106.5955
RB
61
512
-5.856
106.6351
DC
22
473
-5.8672
106.5957
RB
62
513
-5.8559
106.6351
HC
23
474
-5.8669
106.5957
HC
63
514
-5.8559
106.6351
S
24
475
-5.8669
106.5957
DC
64
515
-5.8557
106.6351
S
25
476
-5.8669
106.5957
HC
65
516
-5.8556
106.635
MA
26
477
-5.8669
106.5957
MA
66
517
-5.8554
106.635
RB
27
478
-5.8669
106.5957
HC
67
518
-5.8551
106.635
RB
28
479
-5.8669
106.5957
S
68
519
-5.8548
106.635
S
29
480
-5.8669
106.5957
S
69
520
-5.8545
106.6349
RB
30
481
-5.8669
106.5957
DC
70
521
-5.8542
106.6348
S
31
482
-5.8669
106.5961
S
71
522
-5.8537
106.6348
MA
32
483
-5.8666
106.5962
72
523
-5.8534
106.6347
RB
33
484
-5.8666
106.5962
DC
DC
73
524
-5.8531
106.6346
MA
106.5962
S
74
525
-5.8524
106.6345
DC
106.5962
MA
75
526
-5.8519
106.6347
MA
106.5966
S
76
527
-5.8518
106.6347
RB
106.5966
MA
77
528
-5.8518
106.6348
MA
78
529
-5.8509
106.6212
MA
79
530
-5.8613
106.621
RB
34
35
36
37
485
486
487
488
-5.8666
-5.8666
-5.8666
-5.8665
38
489
-5.8665
106.5966
MA
39
490
-5.8665
106.5966
MA
22
No
Way
point
80
531
81
82
LS
BT
Objek
No
Way
point
LS
BT
Objek
-5.861
106.621
MA
123
574
-5.8713
106.6008
MA
532
-5.861
106.6209
575
-5.8711
106.6009
Lamun
-5.8609
106.621
MA
RB
124
533
125
576
-5.871
106.6009
MA
83
534
-5.8608
106.6211
MA
126
577
-5.871
106.6009
MA
84
535
-5.8607
106.6211
RB
127
578
-5.871
106.6009
MA
85
536
-5.8607
106.6212
MA
128
579
-5.871
106.6009
S
106.6212
RB
129
580
-5.871
106.6009
S
106.6212
RB
130
581
-5.871
106.6009
RB
106.6212
DCA
131
582
-5.871
106.6009
Lamun
86
87
88
537
538
539
-5.8607
-5.8607
-5.8608
89
540
-5.8609
106.6212
DCA
132
583
-5.871
106.6014
Lamun
91
542
-5.8646
106.5855
HC
133
584
-5.8716
106.6014
MA
92
543
-5.8646
106.5854
HC
135
586
-5.8583
106.5701
HC
93
544
-5.8646
106.5854
DC
136
587
-5.8583
106.5701
MA
94
545
-5.8646
106.5854
HC
137
588
-5.8582
106.5702
HC
95
546
-5.8644
106.5855
DC
138
589
-5.8583
106.5702
HC
96
547
-5.8644
106.5855
DCA
139
590
-5.8584
106.5702
RB
97
548
-5.8644
106.5855
MA
140
591
-5.8584
106.5702
DC
98
549
-5.8644
106.5853
S
141
592
-5.8584
106.5702
RB
99
550
-5.8642
106.5853
MA
142
593
-5.8584
106.5702
MA
100
551
-5.8643
106.5853
HC
143
594
-5.8584
106.5702
RB
101
552
-5.8643
106.5853
S
144
595
-5.8584
106.5703
DC
102
553
-5.8643
106.5853
S
145
596
-5.8587
106.5703
DCA
103
554
-5.8643
106.5853
DCA
146
597
-5.8587
106.5704
MA
104
555
-5.8643
106.5853
RB
147
598
-5.8587
106.5704
HC
105
556
-5.8643
106.5853
HC
148
599
-5.8587
106.5704
MA
107
558
-5.8725
106.6006
HC
149
600
-5.8585
106.5702
DC
108
559
-5.8724
106.6006
HC
151
602
-5.8518
106.5827
DC
109
560
-5.8724
106.6006
RB
152
603
-5.8519
106.5827
HC
110
561
-5.8724
106.6006
DCA
153
604
-5.8518
106.5828
RB
111
562
-5.8724
106.6006
MA
154
605
-5.852
106.5828
MA
112
563
-5.8724
106.6006
MA
155
606
-5.852
106.5828
DC
113
564
-5.8724
106.6006
DCA
156
607
-5.852
106.5828
DCA
114
565
-5.8724
106.6006
RB
157
608
-5.852
106.5828
DCA
115
566
-5.8724
106.6006
RB
158
609
-5.852
106.5828
DC
116
567
-5.8724
106.6007
RB
159
610
-5.852
106.5828
HC
117
568
-5.8719
106.6008
MA
160
611
-5.852
106.5828
DC
118
569
-5.8718
106.6007
MA
161
612
-5.852
106.5828
DCA
119
570
-5.8717
106.6008
S
163
614
-5.8522
106.6077
DC
120
571
-5.8716
106.6007
MA
164
615
-5.8522
106.6077
DC
121
572
-5.8715
106.6008
MA
165
616
-5.8522
106.6077
DC
122
573
-5.8714
106.6008
MA
166
617
-5.8522
106.6077
RB
23
No
Way
point
LS
BT
Objek
No
Way
point
LS
BT
Objek
167
618
-5.8522
106.6077
RB
205
656
-5.8521
106.6227
MA
168
619
-5.8527
106.6078
RB
206
657
-5.8524
106.6227
S
169
620
-5.8528
106.6078
RB
207
658
-5.8527
106.6227
MA
170
621
-5.8527
106.6078
MA
208
659
-5.8527
106.6226
MA
171
622
-5.8527
106.6078
DC
172
623
-5.8527
106.6078
MA
173
624
-5.8527
106.6081
RB
174
625
-5.8529
106.6081
Lamun
175
626
-5.8529
106.6081
MA
176
627
-5.8529
106.6081
S
177
628
-5.8529
106.6086
S
178
629
-5.8531
106.6087
MA
179
630
-5.853
106.6086
MA
180
631
-5.853
106.6226
MA
182
633
-5.85
106.6225
RB
183
634
-5.8501
106.6226
DC
184
635
-5.8502
106.6226
DCA
185
636
-5.8503
106.6227
RB
186
637
-5.8504
106.6227
RB
187
638
-5.8504
106.6226
DCA
188
639
-5.8506
106.6227
RB
189
640
-5.8506
106.6227
MA
190
641
-5.8507
106.6227
RB
191
642
-5.8507
106.6227
MA
192
643
-5.8507
106.6227
DC
193
644
-5.8507
106.6227
RB
194
645
-5.8507
106.6227
MA
195
646
-5.8507
106.6227
DC
196
647
-5.8507
106.6227
S
197
648
-5.8507
106.6227
MA
198
649
-5.8507
106.6227
MA
199
650
-5.8507
106.6231
S
200
651
5.8515
106.6229
S
201
652
-5.8518
106.6229
MA
202
653
-5.8518
106.6229
S
203
654
-5.8518
106.6229
MA
204
655
-5.8521
106.6229
MA
Keterangan:
DCA : Dead coral with alga
MA : Makro Alga
S : Sand/ Pasir
RB : Rubble (karang rubble)
DC : Dead Coral
HC : Hard Coral
24
Lampiran 2. Data Kedalaman
No
Lintang
Bujur
Kedalaman
No
Lintang
Bujur
Kedalaman
1
-5.87346
106.602
29.6
41
-5.87177
106.598
33.1
2
-5.87343
106.602
32.2
42
-5.87177
106.598
33.8
3
-5.87341
106.606
25.5
43
-5.87176
106.598
32.4
4
-5.87341
106.602
28.3
44
-5.87173
106.598
34.2
5
-5.87339
106.606
23.0
45
-5.87171
106.61
17.0
6
-5.87336
106.602
25.9
46
-5.87171
106.599
29.4
7
-5.87334
106.606
25.3
47
-5.87162
106.599
27.3
8
-5.87332
106.602
30.4
48
-5.87157
106.598
34.7
9
-5.87331
106.602
21.3
49
-5.87146
106.599
19.8
10
-5.87329
106.606
15.2
50
-5.87141
106.598
34.7
11
-5.87329
106.606
24.8
51
-5.87129
106.61
1.1
12
-5.87327
106.606
24.1
52
-5.87123
106.601
0.7
13
-5.87326
106.602
29.7
53
-5.87122
106.599
5.0
14
-5.87323
106.602
16.4
54
-5.87108
106.599
2.2
15
-5.87322
106.606
8.5
55
-5.87098
106.598
32.5
16
-5.87322
106.606
9.6
56
-5.87096
106.598
31.9
17
-5.8732
106.606
5.1
57
-5.87096
106.598
34.2
18
-5.87318
106.602
11.0
58
-5.87095
106.598
32.3
19
-5.87318
106.607
20.1
59
-5.87094
106.597
31.9
20
-5.87316
106.606
2.6
60
-5.87093
106.597
32.6
21
-5.87316
106.601
32.0
61
-5.87081
106.597
31.6
22
-5.87314
106.607
15.6
62
-5.87078
106.598
1.0
23
-5.87312
106.601
31.9
63
-5.87078
106.597
29.9
24
-5.87307
106.602
4.9
64
-5.87072
106.597
31.2
25
-5.87306
106.607
11.2
65
-5.87065
106.597
30.6
26
-5.87305
106.602
3.2
66
-5.87063
106.597
29.9
27
-5.87305
106.602
3.2
67
-5.87062
106.597
30.0
28
-5.87302
106.607
8.6
68
-5.87062
106.597
30.6
29
-5.87302
106.607
9.3
69
-5.87055
106.598
0.4
30
-5.87298
106.601
26.1
70
-5.87054
106.597
27.1
31
-5.87296
106.607
6.1
71
-5.87049
106.598
1.0
32
-5.87284
106.602
1.0
72
-5.87045
106.597
23.2
MENGGUNAKAN CITRA WORLDVIEW-2 DI PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU
UMI KALSUM MADAUL
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan
Geomorfologi Terumbu Menggunakan Citra Worldview-2 di Pulau Pari,
Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Umi Kalsum Madaul
NIM C54080093
ABSTRAK
UMI KALSUM MADAUL. Pemetaan Geomorfologi Terumbu Menggunakan
Citra WorldView-2 di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh
VINCENTIUS PAULUS SIREGAR dan ADRIANI SUNUDDIN.
Pendekteksian terumbu karang berdasarkan zonasi geomorfologi menjadi salah
satu aplikasi penginderaan jauh satelit yang sedang berkembang karena
kemampuan sinoptik citra satelit dalam memvisualisasikan zona-zona
geomorfologi secara jelas dan detail dapat diperoleh. Tujuan penelitian ini adalah
memetakan zona geomorfologi perairan laut dangkal di gugusan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit WorldView-2. Bahan utama yang
digunakan adalah citra Worldview-2 akuisisi pada tahun 2011, sedangkan survei
lapang dilakukan pada Oktober 2012 melibatkan 958 titik survei. Analisis citra
menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Hasil
klasifikasi menunjukkan perairan laut dalam (deep water) memiliki luas terbesar
yaitu 13,690,700 m2 (53.12%). Luas terkecil terdapat pada kelas punggung
terumbu (reef crest) hanya 629,220 m2 (2,44%). Kelas geomorfologi lain yang
terdapat di gugusan Pulau Pari adalah goba dalam (deep lagoon), goba dangkal
(shallow lagoon), rataan terumbu (reef flat) dan daratan (land). Nilai uji akurasi
adalah 87,55% dengan nilai koefisien kappa
0.80, menunjukkan bahwa
klasifikasi citra WorldView-2 yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi
geomorfologi di perairan laut dangkal Pulau Pari dengan baik.
Kata kunci: peta, geomorfologi, WorldView-2, klasifikasi terbimbing, Pulau Pari
ABSTRACT
UMI KALSUM MADAUL. Geomorphological Mapping of Reef Zones using
WorldView-2 Imagery in Pari Islands, Kepulauan Seribu. Under direction of
VINCENTIUS PAULUS SIREGAR and ADRIANI SUNUDDIN.
Coral reef geomorphological mapping is one type of product resulted from the
application of satellite remote sensing. Synoptic visualization from satellite
enabled differentiation of geomorphological zones in an obvious and solid
manner. The aim of this research was to map geomorphological reef zones in Pari
Islands, using WorldView-2 imagery. Image utilized in this research was acquired
in 2011, while field observation was conducted in October 2012 at 958 ground
control points. WorldView-2 image was examined using supervised classification.
Results showed that deep water was the largest geomorphic zone comprising of
13,690,700 m2 (53.12%). The smallest was reef crest which extended only
629,220 m2 (2,44%). Other geomorphic zones observed in Pari Islands were reef
slope, deep lagoon, shallow lagoon, reef flat, and land. Overall accuracy of test
obtained of 87.55% with a 0.80 coefficient kappa. The accuracy of the results is
good for geomorphological mapping of Reef zones.
Keywords: mapping, geomorphology, WorldView-2, supervised classification,
Pari Island
PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU
MENGGUNAKAN CITRA WORLDVIEW-2 DI PULAU PARI,
KEPULAUAN SERIBU
UMI KALSUM MADAUL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam
penulisannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr.Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si selaku
pembimbing I dan II atas arahan, bimbingan dan pengetahuan yang telah
diberikan;
2. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Pembimbing Akademik;
3. Orang Tua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya;
4. Bang Tarlan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
pengolahan data penelitian;
5. Keluarga besar ITK 45 atas persahabatan dan suka duka yang telah
terbangun selama ini;
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian
penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun pembaca
dapat dikembangkan melalui penelitian selanjutnya.
Bogor, Juli 2015
Umi Kalsum Madaul
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………..i
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………..ii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….iii
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Bahan dan Alat .............................................................................................. .3
Pengumpulan Data Lapang ………………………………………………….3
Prosedur Pengolahan Data Citra WorldView-2 …………………………….3
Pengujian Akurasi …………………………………………………………..5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7
Karakteristik Umum Pulau Pari …………………………………………….7
Klasifikasi Zona Geomorfologi Pulau Pari ………………………………….8
Pengujian Akurasi Hasil Klasifikasi Zona Geomorfologi …………………14
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 15
SIMPULAN ................................................................................................. 15
SARAN ........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15
LAMPIRAN………………………………………………………………………19
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………………33
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Spesifikasi beberapa citra satelit
Skema klasifikasi geomorfologi
Nilai spektral kanal citra WorldView-2
Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari
Matriks kesalahan dan koefisien kappa ( )
2
5
7
13
14
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Lokasi penelitian di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Diagram alir pengolahan data
Matriks kesalahan dalam perhitungan nilai akurasi peta
Profil batimetri gugusan Pulau Pari
Peta Survei lapang
Zona geomorfologi kombinasi citra dan survei lapang
Zonasi geomorfologi
Tampilan false color citra WorldView-2
2
4
6
8
9
10
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Pengamatan Objek dasar perairan di gugusan Pulau Pari
2 Data Kedalaman
21
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang
roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata
“geomorfologi” (geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga
kata yaitu: geos (earth/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau
ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian
geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi
(Noor 2012). Geomorfologi adalah ilmu yang mencakup kajian secara sistematik
mengenai aneka macam kenampakan (feature) bentuk-bentuk (forms) permukaan
bumi dalam berbagai skala ukuran, baik yang ada di daratan termasuk di dasar
perairan darat maupun di dasar laut, ditinjau baik dari segi bentuk, keadaan, asalusul, pembentukan, perubahan yang dialami dalam evolusinya, dan sebarannya
(Ongkosongo 2012).
Teknologi penginderaan jauh dapat diaplikasikan dalam bidang kelautan,
misalnya untuk mendeteksi obyek di dasar perairan dangkal (terumbu karang)
yang telah dikembangkan sejak tahun 1970-an (Lyzenga 1978), di antaranya
kedalaman dan profil batimetri. Menurut Siregar (1996) transformasi citra satelit
dapat dilakukan dengan penggabungan secara logaritma natural dua kanal sinar
tampak, sehingga didapat citra baru yang menampakkan dasar perairan yang lebih
mendekati kondisi nyata di alam. Pendekteksian terumbu karang berdasarkan
zonasi geomorfologi menjadi salah satu aplikasi penginderaan jauh satelit yang
dimulai sejak era Landsat hingga saat ini (Selamat et al. 2012), namun pemetaan
geomorfologi hanya terbatas pada tiga zona terumbu yaitu terumbu tepi (fringing
reef), terumbu penghalang (barrier reef), dan terumbu cincin (attol).
Menurut Hubbard (1997) penalaran bentukan terumbu modern dipengaruhi
oleh proses geofisik dan geokimia, selain mempertimbangkan aspek ekologi
karena struktur tersebut dibangun oleh makhluk hidup (skleraktinia). Kajian
geomorfologi terumbu karang dengan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh
dapat digunakan untuk mengetahui kenampakan dasar perairan dangkal
berdasarkan struktur habitatnya maupun geomorfologinya.
WorldView-2 merupakan satelit beresolusi tinggi, terdiri dari 8 sensor
spektral yang mencakup spektrum sinar tampak dan near infra-red. Citra satelit
ini mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi untuk proses klasifikasi, salah satu
aplikasinya adalah klasifikasi habitat perairan dangkal (Digital Globe 2010).
Adapun perbandingan kemampuan masing-masing citra satelit yang disajikan
pada Tabel 1. Kemampuan sensor dari setiap satelit mampu mendeteksi perairan
dangkal yang berbeda-beda sesuai dengan resolusi spasialnya (Siregar 2010).
2
Tabel 1. Spesifikasi citra satelit dalam pemetaan dasar perairan laut dangkal.
Spesifikasi
Ikonos
Geoeye-1
Quickbird
WorldView-2
0,82
0,41
0,65
0,46
3,2
1,65
2,62
1,85
11,3
15,2
18
16,4
4
4
4
8
Resolusi spasial
panchromatic (m)
Resolusi spasial
multispektral (m)
Lebar sapuan sensor
satelit (km)
Kanal pada citra
(spectral band)
Sumber : Digital Globe 2010.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona geomorfologi perairan laut
dangkal di gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit
Worldview-2.
METODE
Penelitian ini terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data,
meliputi perekaman data citra satelit, survei lapang yang dilaksanakan pada
Oktober 2012, dan tahap pengolahan citra hingga pembuatan peta. Survei lapang
dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian di gugusan Pulau Pari
3
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan penelitian ini adalah Citra Worldview-2
perekaman pada tanggal 19 Oktober 2011 yang dibatasi pada koordinat 5° 44’
11,24” - 5° 44’ 56,53” LS hingga 106º 35’ 10,08” - 106º 36’ 28,14” BT dan telah
terkoreksi geometric. Bahan lain adalah data hasil survei lapang berupa titik
koordinat dan kondisi dasar perairan. Alat yang digunakan yaitu perangkat keras,
terdiri dari personal komputer, roll meter, GPS (Global Positioning System) jenis
Garmin 60CSX, GPS Sounder, alat tulis (sabak dan pensil), alat dasar selam dan
SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus). Perangkat lunak
untuk image processing yaitu ER MAPPER 6.4 ArcGIS 9.3, dan Microsoft Excel.
Pengumpulan Data Lapang
Pengumpulan data lapang dilakukan dengan mengamati dasar perairan
secara langsung (in situ), yaitu mengamati lifeform terumbu dan substrat dasar
menggunakan alat selam (SCUBA) (Lampiran 1). Survei lapangan dilakukan
dengan penyelaman dan pengambilan posisi pada titik pengamatan menggunakan
GPS serta pemeruman data kedalaman (sounding) menggunakan GPS Sounder
yang kemudian diinterpretasikan ke data penginderaan jauh untuk diproses
(Lampiran 2). Informasi batimetri kemudian divisualisasikan dalam bentuk profil
batimetri perairan. Posisi titik pengamatan diperoleh dari setiap stasiun yang
mewakili perairan Pulau Pari, meliputi: bagian Barat, Timur, Utara dan Selatan
(Gambar 1).
Prosedur Pengolahan Data Citra WorldView-2
Pengolahan atau pemrosesan citra dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu
tahap awal (pemulihan citra), penajaman citra dan klasifikasi citra. Citra
Worldview-2 telah terkoreksi geometrik sehingga hanya diperlukan koreksi
radiometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki kualitas visual dan
sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan
atau pancaran spektral objek yang sebenarnya. Citra hasil koreksi kemudian
dilakukan training area, selanjutnya diklasifikasikan menggunakan metode
klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) untuk membedakan objek seperti,
goba, rataan terumbu, punggung terumbu, lereng terumbu dan sebagainya.
Penajaman citra dilakukan penajaman citra (filtering), dan Klasifikasi
geomorfologi meliputi, penggambaran batas-batas zona geomorfologi yang
kemudian divisualisasikan pada peta. Klasifikasi zonasi disesuaikan dengan
karakteristik zonasi pada perairan di wilayah penelitian. Alur kerja dalam
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.
4
Citra Satelit Worldview2
(19 Oktober 2011)
Koreksi radiometrik
Metode
Histogram
Adjustment
Komposit Citra
Training Area
Survei Lapang
Klasifikasi Terbimbing
Maximum Likelihood
Standard
(7 kelas)
Kanal
1-8
Uji akurasi
Filtering:
Smoothing Majority
Peta Zona
Geomorfologi
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data
Citra yang telah diproses diintrepretasikan dengan menggunakan data
lapangan. Penggabungan hasil analisis citra dengan data lapangan digunakan untuk
mengoreksi peta klasifikasi zona geomorfologi. Metode klasifikasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dengan
pendekatan metode Maximum Likelihood Standard. Untuk mengidentifikasi batasbatas dari suatu zonasi geomorfologi, diperlukan skema klasifikasi. Skema
klasifikasi zona geomorfologi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Vandersraete (2007) di daerah Hurghada, Laut Merah, diadaptasi
dari Mumby dan Harborne (1999), ditunjukkan pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Skema klasifikasi geomorfologi . (adaptasi dari: Mumby dan
Harborne, 1999 ; Coyne et al. 2003).
Level 1
1.Land
2.Patch Reef
Level 2
Dense patch
reefs
2.2. Diffuse patch
reefs
2.1.
3. Reef crest
4. Back reef /
reef flaat
5. Lagoon
2.1 Shallow lagoon
2.2 Deep lagoon
6. Bank/shelf
7. Fore reef
8. Deep water
Deskripsi
Daratan
Formasi karang yang relatif kecil dengan morfologi
yang dibentuk oleh karang keras atau karang mati
yang telah ditutupi bentik lain misalnya alga.
Area koloni karang yang tutupannya mencakup ≥
70%.
Area koloni karang tersebar dengan tutupan > 30%.
Bagian dangkal dan sering muncul dari terumbu
karang yang memisahkan terumbu karang depan
(fore reef) dari terumbu belakang (back reef) dan
goba.
Zona dangkal antara puncak karang dan laguna
sering dibentuk oleh pavement dari substrat keras
dengan atau tanpa rubble dan sering ditutupi dengan
ganggang. Kasus terumbu karang tepi, daerah
dangkal antara tepi darat dari puncak karang dan
pantai disebut karang datar (Coyne et al. 2003)
Area dangkal (relatif lebih terhadap rataan terumbu /
shelf) antara garis pantai dan terumbu belakang atau
puncak karang. Bisa juga daerah dangkal yang
dikelilingi oleh atol dan terlindungi dari gelombang
energi tinggi oleh tubir.
Kedalaman ≤ 12m
Kedalaman > 12m
Daerah spesial yang relatif masih terlihat di citra
satelit yang tidak terdapat hubungan langsung
dengan morfologi karang.
zona dari tepi arah laut dari puncak karang bawah
(sering sulit dibedakan dari bank / shelf)
zona yang menunjukkan spektral reflektansi
signifikan tercatat oleh sensor satelit.
Sumber : Vanderstraete (2007)
Pengujian Akurasi
Akurasi peta yang dihasilkan dari analisis data citra dilakukan menggunakan
matriks kesalahan yang dikembangkan oleh Congalton and Green (2009) ,
ditunjukkan pada Gambar 3. Matriks kesalahan membandingkan informasi dari
hasil klasifikasi dan analisis data inderaja dengan hasil pengamatan data lapangan.
Matriks ini mengasumsikan n sebagai contoh atau sampel yang didistribusikan ke sel
k2, dimana setiap contoh ditugaskan ke satu dari kategori k dalam peta (biasanya
baris-baris pada matriks), dan satu dari kategori yang sama dalam referensi data set
(biasanya kolom matriks). Nilai nij merupakan nomor dari sampel yang terklasifikasi
ke kategori i (i=1,2, ..., k) dalam peta dan kategori j (j=1,2, ..., k) dalam referensi data.
6
Gambar 3. Matriks kesalahan dalam perhitungan nilai akurasi peta (modifikasi
Congalton and Green 2009).
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan nilai akurasi peta adalah :
∑
OA =
……………………………………………… ( Persamaan 1)
PA =
………………………………………………….(Persamaan 2)
UA =
…………………………………………………. (Persamaan 3)
Dimana :
OA = Overall accuracy atau akurasi peta secara keseluruhan
PA = Produser’s accuracy, akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks
kesalahan yang merupakan hasil analisis citra satelit;
UA = User’s accuracy akurasi untuk kelas pada deret kolom matriks kesalahan
yang merupakan hasil pengamatan in situ;
ni+ = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas tematik i dari
hasil analisis citra satelit;
n+j = Jumlah unit pengamatan yang dikategorikan sebagai kelas habitat j dari
hasil pengamatan in situ;
n
= Jumlah total unit pengamatan;
nii = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas
tematik i ;
njj = Jumlah total unit pengamatan yang tepat dikategorikan sebagai kelas habitat
j.
Analisis Kappa
Analisis Kappa (Khat statistik) merupakan teknik diskret multivariat untuk
menghitung akurasi. Analisis kappa dapat digunakan untuk menutup kekurangan
akurasi keseluruhan dari confusion matrix atau matriks kesalahan (Green et al.
2000). Nilai akurasi diturunkan dari matriks kontingensi melalui perhitungan
7
koefisien κ. Perhitungan koefisien κ dilakukan dengan persamaan berikut
(Cangalton dan Green, 2009) :
∑
∑
∑
...............................................( Persamaan 4)
Dimana :
= Koefisien kappa
k
= Jumlah baris pada matrik
= Jumlah pengamatan pada kolom ke-i dan baris ke-i
= Jumlah marginal baris ke-i
= Jumlah marginal kolom ke-i
= Jumlah pengamatan
Ada dua kanal baru yang khusus dimiliki citra satelit WorldView-2 yaitu
kanal Coastal blue yang mampu ( menembus kolom air ) yellow, dan red edge
(Digital Globe 2010). Kanal-kanal tersebut kemudian dapat dikombinasikan
dengan kanal utama yaitu blue, green dan red, sehingga menghasilkan komposit
warna citra yang tepat.
Tabel 3. Nilai spektral kanal citra WorldView-2 (Digital Globe 2010).
No
Tipe Kanal
Nilai tengah panjang
gelombang (nm)
Nilai minimum
panjang
gelombang (nm)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pankromatik
(Coastal Blue)
(Blue)
(Green)
(Yellow)
(Red)
(Red Edge)
(Near Infra Red 1)
(Near Infra Red 2)
632,2
427,3
477,9
546,2
607,8
658,8
723,7
831,3
450
400
450
510
585
630
705
770
860
Nilai maksimum
panjang
gelombang
(nm)
800
450
510
580
625
690
745
895
1040
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Umum Pulau Pari
Gugus Pulau Pari terletak di selatan Kepulauan Seribu, dengan posisi
5°50'0" - 5°52'25" LS dan 106°34'30" - 106°38'20" BT. Gugus Pulau Pari
merupakan kelompok pulau karang yang terdiri dari lima pulau dan goba serta
dikelilingi oleh rataan terumbu karang. Kelima pulau tersebut adalah Pulau Pari,
Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Tengah dan Pulau Kongsi (Triyono 2010).
Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah
tropis, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang dengan kedalaman 1 - 20 meter.
Daerah rataan terumbu merupakan wilayah terluas dari seluruh gugus pulau, dan
8
berpantai landai dan mengalami kekeringan pada waktu surut terendah dan
tergenang pada pasang tertinggi.
Perairan Teluk Jakarta dan perairan di sekitar Pulau Pari, memiliki tipe
pasut tunggal. Pasut tunggal menunjukkan bahwa dalam satu hari terjadi satu kali
air pasang dan satu kali air surut. Arus pasang di perairan Gugus Pulau Pari
sampai pulau Peniki berasal dari arah timur menuju barat dengan kecepatan antara
30 – 40 cm/s di kedalaman 2,5 m - 5 m. Saat mendekati pasang kecepatan arus
melemah hingga 5 – 15 cm/s dengan arah barat sampai barat daya pada kedalaman
5 – 10 m, sedangkan pada kedalaman 2,5 m arus menuju tenggara dengan
kecepatan 40 cm/s. Hal ini dimungkinkan akibat pengaruh angin pada musim
barat (Aunillah et al. 2014).
Klasifikasi Zona Geomorfologi Pulau Pari
Zona geomorfologi terumbu biasanya memiliki batas-batas yang berbeda
dan struktur yang tidak mudah dikenali oleh citra satelit. Oleh karena itu
dibutuhkan prosedur yang kompleks untuk memvisualisasikan semua struktur
secara jelas, sehingga kelas geomorfologi yang berbeda dapat ditentukan. Salah
satu faktor utama yang menentukan dalam klasifikasi zona geomorfologi adalah
elevasi dari permukaan objek bumi untuk geomorfologi laut, faktor elevasi
ditunjukkan oleh kedalaman dasar perairan. Oleh karena itu informasi dasar
perairan (batimetri) sangat diperlukan (Gambar 4).
Gambar 4. Profil penampang batimetri Pulau Pari
Survei dasar perairan laut menggunakan GPS Sounder memungkinkan
pendugaan batimetri perairan lebih akurat, namun pada survei ini tidak semua
9
badan perairan bisa dilalui kapal akustik, seperti perairan yang terlalu berbahaya
(dangkal), yang disebabkan oleh kondisi subsrat dasar yang tidak beraturan
sehingga tidak memungkinkan untuk di-sounding (Wouthuyzen 2001).
Kedalaman perairan dangkal gugusan Pulau Pari berdasarkan penampang
batimetri (Gambar 4) memiliki kedalaman kurang dari 30 m. Laut dalam atau
perairan dalam (deep water) merupakan perairan yang minim sinar matahari.
Konteks perairan dalam menurut inderaja memiliki definisi yang berbeda dengan
definisi oseanografi. Perairan dalam menurut inderaja memiliki kedalaman lebih
dari 30 m tergantung kepada kemampuan penetrasi cahaya dalam kolom air,
sedangkan perairan dalam berdasarkan definisi oseanografi memiliki kedalaman
lebih dari 200 m. Peta batimetri perairan yang diintegrasikan dengan hasil
pengolahan citra satelit merupakanan dasar untuk pemetaan zona geomorfologi.
Gambar 5. Peta Survei Lapangan
Pengamatan secara visual berdasarkan survei lapang pada penelitian ini
(Gambar 5) mengindikasikan 7 kelas zona geomorfologi terumbu. Selain darat
dan laut dalam, zona geomorfologi terumbu gugusan Pulau Pari terdiri dari zona
lereng terumbu (reef slope), zona punggung terumbu (reef crest), zona goba dalam
(deep lagoon), goba dangkal (shallow lagoon), dan zona rataan terumbu (reef
flat). Konsistensi penilaian dalam menentukan zona geomorfologi terumbu pada
area penelitian berdasarkan informasi kedalaman (batimetri) perairan (Gambar 4).
Hasil survei lapang menunjukkan adanya tipikal habitat yang mendominasi tiap
zona geomorfologi perairan gugusan Pulau Pari. Tipikal habitat pada area
penelitin yaitu karang mati (dead coral), karang keras (hard coral), pecahan
karang (rubble), makro alga, karang mati yang ditutupi alga (dead coral with
alga), pasir (sand) dan lamun yang berada pada kedalaman 0.45 m sampai
kedalaman < 30 m (Gambar 6).
10
Kelas Geomorfologi
Substrat Dasar
Kedalaman (m)
Laut Dalam (Deep Water)
-
> 30 m
Lereng Terumbu (Reef Slope)
Makro alga, Karang keras, Karang mati
0.94 m – 7 74 m
Punggung Terumbu (Reef Crest)
Karang mati, rubble, makro alga, pasir
1.86 m – 5.63 m
Goba Dalam (Deep Lagoon)
Pasir, karang mati, makro alga
4.11 m – 13.68 m
Goba
Dangkal
Lagoon)
Karang keras, pasir, karang mati dan
alga, rubble, karang keras
0.97 – 5.48 m
Rataan Terumbu (Reef Flat)
Makro alga, pasir, lamun, karang mati
dan alga, rubble,
0.45 m – 4.02 m
Darat (Land)
-
-
(Shallow
Gambar 6. Zona Geomorfologi kombinasi citra dan survei lapangan.
Hasil klasifikasi zona geomorfologi dengan menggunakan metode klasifikasi
terbimbing (Supervised Classification) berdasarkan pendekatan metode Maximum
Likelihood Standard.menghasilkan 7 kelas yaitu kelas laut dalam (deep water),
lereng terumbu (reef slope), punggung terumbu (reef crest), goba dalam (deep
lagoon), goba dangkal (shallow lagoon), rataan terumbu (reef flat), dan daratan
(land). Hasil klasifikasi dan sebaran zona geomorfologi ditunjukkan pada Gambar
7. Metode pendekatan Maximum Likelihood Standard menggunakan semua kanal
yang dimiliki citra WorldView-2 (kanal 1-8). Kanal-kanal tersebut sangat baik
digunakan untuk membedakan obyek pada perairan dangkal. Kanal 2 (biru) dan
kanal 3 (hijau) sangat baik menembus dasar perairan sehingga banyak
dimanfaatkan dalam memetakan dasar perairan dangkal. Hal ini sesuai dengan
Mount (2006) bahwa sinar biru dan sinar hijau adalah sinar dengan energi terbesar
yang dapat direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang
menggunakan spektrum cahaya tampak (400-650 nm).
11
Tiap kanal dalam sensor satelit mememiliki kelebihan masing-masing dalam
penetrasi energi gelombang di dalam menembus kolom perairan hingga
kedalaman maksimum tergantung pada kondisi perairan tersebut. Hal ini sesuai
dengan Green et al. (2000) yang menuliskan bahwa, suatu perairan yang jernih
memungkinkan sensor satelit dapat mendeteksi kedalaman ±30 m. Kanal 1
(coastal blue) diperuntukkan untuk studi batimetri sehingga sangat mendukung
dalam pemetaan geomorfologi terumbu, sedangkan kanal 8 (NIR2) dengan
panjang gelombang tertinggi (860-1040 nm) merupakan kanal yang paling sedikit
dipengaruhi oleh pengaruh atmosfer dan partikel-partikel yang berada di kolom
perairan sehingga sangat baik untuk membedakan darat dan perairan serta analisis
vegetasi yang lebih luas.
Gambar 7. Zona geomorfologi terumbu gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu
Lereng terumbu (reef slope) merupakan zona terdepan yang menghadap ke
arah laut lepas. Kehidupan karang pada zona reef slope, melimpah pada
kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak, namun
pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front
yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi (Hubbard 1997). Hal
ini sesuai dengan hasil pengamatan pada survei lapang yakni zona ini didominasi
oleh tipikal substrat berupa makro alga, karang keras, dan karang mati yang
berada pada kedalaman 0.94 m – 7 74 m (Gambar 6). Wilayah Pulau Pari
memiliki lereng terumbu yang mendominasi batas gugusan Pulau Pari tersebut
dengan luas sebesar 1,324,220 m2 (Tabel 4).
Punggung terumbu (reef crest) adalah zona dangkal yang dekat dengan
pasang surut. Punggung terumbu menyerap banyak energi gelombang dan
merupakan pertahanan penting di pesisir dan sebagai zona pemisah antara lereng
terumbu dan rataan terumbu dengan luas 2.44% atau sebesar 629,220 m2 dari total
area penelitian. Tipikal habitat di zona ini berupa karang hidup, karang mati,
12
rubble (pecahan karang) dan linier reef (substrat kapur). Pada Gambar 7, zona
punggung terumbu terlihat membentang dari wilayah barat, utara, timur, hingga
wilayah tenggara Pulau Pari, sedangkan sebelah selatan zona ini tidak
mendominasi. Hal ini terkait dengan pola sirkulasi arus, gelombang dan pasang
surut.
Secara umum Teluk Jakarta dan perairan Pulau Pari, memiliki pola umum
pergerakan arus mengikuti pola umum arus di perairan Laut Jawa yang
dibangkitkan terutama oleh perbedaan angin monsoon. Arus di perairan terbuka
Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan hasil dari
pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober.
Sebaliknya arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Pada periode
transisi arus relatif tidak berkembang (BPLHD 2011).
Rataan terumbu (reef flat) adalah zona dangkal antara punggung terumbu
dan goba. Reef flat biasanya dibentuk dari substrat dengan atau tanpa rubble dan
sering tertutupi oleh lamun dan alga. Dalam kasus terumbu karang tepi, daerah
dangkal antara tepi darat dari punggung terumbu dan pantai disebut karang datar
(Coyne et al. 2003). Rataan terumbu pada peta ditampilkan dengan warna coklat
yang membentang berdekatan dengan daratan Pulau Pari dan memiliki luas
sebesar 5,461,840 m2 (Gambar 7). Zona geomorfologi rataan terumbu melingkupi
komposisi 21.19% dari total area penelitian. Zona ini didominasi oleh substrat
pasir, rubble, karang hidup, alga, patch reef dan linier reef. Pada daerah Pulau
Pari dominasi substrat berada pada kedalaman 0.45 m – 4.02 m berupa rubble,
alga, makro alga, pasir dan karang mati (Gambar 6).
Penggunaan kanal merah pada WorldView-2 dapat menunjukkan zona rataan
terumbu lebih jelas dibanding zona gobah dan perairan dalam Pulau Pari
(Gambar 8a), sedangkan penggunaan kanal 3 (hijau) untuk membedakan
kenampakkan albedo pada goba. Goba dapat dibagi dengan menggunakan kanal 3
menjadi dua kelas geomorfologi (Gambar 8b), berdasarkan tingkatan albedo, yaitu
goba dangkal (shallow lagoon) dan goba dalam (deep lagoon).
Gambar 8. Tampilan false color citra WorldView-2 dari (a) kanal merah dan (b)
kanal hijau.
Goba/Laguna (lagoon) merupakan zona yang relatif lebih dalam antara garis
pantai dan terumbu belakang atau punggung terumbu yang dangkal dan terkadang
dikelilingi oleh sebuah atol. Zona ini biasanya terlindung dari gelombang energi
tinggi oleh tubir. Gugus Pulau Pari memiliki goba dalam dengan luas sebesar
1,159,990 m2 dan goba dangkal 2,694,760 m2. Kedalaman goba pada gugusan
Pulau Pari yaitu 0.97-13.68 meter (Gambar 6), namun kondisinya kurang ideal
untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air
yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar. Tipe habitat zona goba berupa
13
pasir, lamun, alga, batuan dasar dan gosong terumbu (patch reef). Di wilayah
Pulau Pari, goba dalam (deep lagoon) berada di wilayah barat hingga barat laut,
sedangkan goba dangkal (shallow lagoon), terlihat di wilayah utara hingga
selatan, barat dan barat Laut. Berdasarkan proses pembentukannya, goba di Pulau
Pari juga dikenal dengan nama pseudo atol, yang merupakan bentukan alam
akibat pengaruh interaktif dari energi gelombang, pasut, arus laut, serta energi
biota (Ongkosongo 2012).
Tabel 4 menunjukkan karakteristik spasial zona geomorfologi yang dihitung
dari total keseluruhan tiap kelas dengan komposisi 100%.
Tabel 4. Karakteristik spasial zona geomorfologi di Gugus Pulau Pari
No
1
2
3
4
5
6
7
Kelas Geomorfologi
Laut Dalam (Deep Water)
Lereng Terumbu (Reef Slope)
Punggung Terumbu (Reef Crest)
Goba Dalam (Deep Lagoon)
Goba Dangkal (Shallow Lagoon)
Rataan Terumbu (Reef Flat)
Darat (Land)
Luas (m²)
13,690,700
1,324,220
629,220
1,159,990
2,694,760
5,461,840
812,849
%
53.12
5.14
2.44
4.50
10.46
21.19
3.15
Zona geomorfologi dapat dideteksi oleh satelit resolusi tinggi seperti
WorldView-2. Menurut Blanchon (2011) zona geomorfologi yang dapat dikenali
dari citra satelit WorldView-2 antara lain gobah, gusung karang, rataan terumbu,
bagian depan terumbu yang curam dan berhadapan langsung dengan gelombang,
serta bagian terumbu yang agak landai dimana detritus terumbu terakumulasi.
Garis pemisah antar zona ini adalah perbedaan slope. Pemisah gobah dan paparan
terumbu adalah slope pasir. Punggung terumbu (reef crest) menjadi batas antara
rataan terumbu (reef flat) yang lebih tinggi dan terumbu depan yang lebih landai.
Banyaknya zona yang terdekteksi oleh satelit penginderaan jauh bergantung pada
beberapa faktor, seperti jenis wahana, sensor, kondisi atmosfer, kejernihan
perairan dan kedalaman.
Pemetaan geomorfologi terumbu menyediakan informasi penting tentang
distribusi, batas, dan struktur bentang alam terumbu. Satelit zona dalam sistem
terumbu karang didukung oleh gradien geologi dan lingkungan dalam proses fisik
dan biologi. Struktur fisik dari terumbu karang didefinisikan oleh sejumlah
perbedaan, mulai dari skala kecil sampai menengah untuk zona geomorfologi
tergantung pada proses fisik dan ekologi yang dominan terjadi. Zona
geomorfologi biasanya memiliki batas-batas yang berbeda sehingga mudah
dikenali pada citra penginderaan jauh (Mumby et al. 2000).
Pengujian Akurasi Hasil Klasifikasi Zona Geomorfologi
Ketelitian data suatu penelitian dapat memberikan gambaran tentang
keabsahan hasil penelitian maupun metode analisis yang digunakan. Analisis
ketelitian data pada penelitian ini menggunakan perbandingan pengukuran antara
hasil survei dan klasifikasi citra yang disusun dalam sebuah matrik dua dimensi
14
(confusion matrix) (Congalton and Green 2009). Pengujian akurasi menggunakan
141 titik yang menjadi referensi dalam perhitungan nilai parameter user accuracy
(UA), producer accuracy (PA) dan overall accuracy (OA) yang dirangkum dalam
satu matriks, yaitu matriks kontingensi atau confusion matrix. Hasil perhitungan
uji akurasi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks uji akurasi dan koefisien kappa ( ) dalam penilaian akurasi peta
zona geomorfologi terumbu.
Data Peta (Klasifikasi)
DW
DW
RS
RC
RF
DL
SL
LD
TK
Legenda
RS
Data Lapangan
RF
DL
RC
SL
LD
TB
11
53
2
1
14
1
1
55
Kelas
Habitat
Deep water
DW
Reef Slope
RS
Reef crest
RC
Reef Flat
RF
Deep Lagoon
DL
Shallow Lagoon
SL
Land
Ld
Total Overall Accuracy 87.55%
2
3
2
1
5
117
1
3
6
4
2
9
1
16
11
57
11
127
5
13
9
233
1
7
9
123
5
11
Producer's
User's Accurasy
Accuracy
Total
%
Total
%
11/14
78.57
11/11
100
53/55
96.36
53/57
92.98
3/9
33.33
3/11
27.27
117/123
95.12
117/127
92.12
4/5
80
4/5
80
9/16
56.25
9/13
69.23
7/11
63.63
7/9
77.77
Nilai koefisien kappa ( ) 0.8066
Akurasi pengguna (user accuracy) menggambarkan peluang rata-rata suatu
piksel yang mewakili tiap kelas di lapangan. Nilai UA pada klasifikasi 7 kelas
zona geomorfologi terumbu menunjukkan area tersebut telah terpetakan dengan
benar yaitu sebesar 100% pada zona laut dalam (deep water), sedangkan nilai UA
terkecil yaitu 27.27% pada zona punggung terumbu (reef crest) yang
menggambarkan kondisi sebenarnya di lapang. Indikasi ketepatan klasifikasi
setiap piksel pada suatu kelas diketahui berdsarkan nilai producer accuracy (PA)
atau akurasi penghasil. Perhitungan PA pada klasifikasi zona geomorfologi
menunjukkan zona lereng terumbu (reef slope) memiliki nilai tertinggi yaitu 96,36
%, sedangkan nilai PA terendah yaitu pada zona lereng terumbu (reef crest)
sebesar 33.33%. Nilai PA beberapa kelas pada uji akurasi penelitian ini memiliki
nilai yang lebih baik dibandingan dengan nilai UA. Hal ini menunjukkan bahwa
analisis citra oleh software lebih mampu mengidentifikasi zona geomofologi.
Nilai overall accuracy pada klasifikasi zona geomorfologi sebesar 87,55 %
dengan nilai koefisien
0.8066 menunjukkan bahwa pemetaan zona
geomorfologi terumbu pada penelitian ini dikategorikan cukup baik. Menurut
15
Mumby et al (1998) bahwa nilai akurasi 65-70% termasuk dalam kategori cukup
baik untuk pemetaan habitat pesisir menggunakan inderaja satelit. Nilai koefisien
κ berkisar dari +1 sampai -1, namun jika hubungan antara hasil klasifikasi dan
data lapang berkorelasi positif maka nilai positif yang akan digunakan. Jika nilai κ
lebih besar atau sama dengan 0,8 maka akurasi peta sangat baik, antara 0,4-0,8
berkategori sedang, dan kurang dari atau sama dengan 0,4 berkategori buruk
(Lunetta dan Lyon 2004). Nilai 0,80 menunjukkan bahwa proses klasifikasi telah
menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Pemetaan geomorfologi terumbu menggunakan citra WorldView-2 dengan
metode klasifikasi terbimbing (supervised) menghasilkan 7 kelas zona
geomorfologi. Klasifikasi 7 kelas tersebut yaitu kelas perairan dalam (deep water)
dengan luas terbesar, lereng terumbu (reef slope), punggung terumbu (reef crest)
dengan terkecil, goba dalam (deep lagoon) dan goba dangkal (shallow lagoon),
serta rataan terumbu (reef flat) dan daratan (land). Nilai uji akurasi keseluruhan
menggunakan confusion matrix yang diperoleh dari hasil klasifikasi zona
geomorfologi cukup baik, yaitu sebesar 87,55%. Nilai koefisien kappa 0,80, yang
artinya proses klasifikasi telah menghindari 80% galat yang mungkin dihasilkan.
Hasil klasifikasi citra WorldView-2 yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi
geomorfologi perairan laut dangkal di Pulau Pari, Kepulauan Seribu dengan baik.
SARAN
Perluasan area pengambilan data saat survei lapang dengan menggunakan
GPS sehingga dapat meminimalisir tingkat keabsahan akurasi. Sebaikanya
menggunaan metode koreksi atmosferik atau koreksi kolom perairan, untuk
memperoleh hasil akurasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aunillah HN, Purwanto, DN Sugianto. 2014. Pola Arus di Perairan Pulau Pari
Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Jurnal Oseanografi. V. 3, No. 4, halaman
642 – 650. Universitas Diponegoro.
Blanchon P. 2011. Geomorphic Zonation. didalam: David H, (Ed.). Encyclopedia
of Modern Coral Reefs. Springer Science, Business Media B.V. halaman:
469-483.
BPLHD. 2011. Kondisi Lingkugkungan Hidup dan Kecenderungannya. Buku
Laporan Status Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta (Buku I). diunduh
dari http://bplhd.jakarta.go.id/SLHD2011/pdf/Buku (25 maret 2013).
16
Congalton RG and Green K.2009.Assessing The Accuracy of Remotely Sensed
Data : Principles and Practices. Lewis Publishers. New York. xv + 179 hlm.
Coyne, MS Battista, TA Anderson, M Waddell, J Smith, W Jokiel, P Kendall, and
Monaco. 2003. Benthic Habitats of the Main Hawaiian Islands. NOAA
Technical Memorandum NOS NCCOS CCMA 152. diunduh dari:
http://biogeo.nos.noaa.gov/projects/mapping/pacific.
Digital Globe. 2010. The benefits of the 8 spectral bands of WorldView-2. White
paper. Longmont (US): DigitalGlobe,Inc.
Green EP, PJ Mumby, AJ Edwards, CD Clark. 2000. Remote Sensing Handbook
for Tropical Coastal Management. Coastal Management Sourcebook 3.
UNESCO. Paris. 316 hlm.
Hubbard DK. 1997. Reefs as dynamic systems. didalam Birke land, C. (Ed.). Life
and Death of coral Reefs. Chapman & Hall (New York: USA). 43-67.
Lunetta RS dan Lyon JG. 2004. Remote Sensing and GIS Accuracy Assessment.
CRC Press. New York. xvii + 304 hlm.
Lyzenga DR. 1978. Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water
depth and Bottom Features. Applied Optics.17:379-383.
Mount RE. 2006. Acquisition of Through-water Aerial Survey Images : Surface
Effects and the Prediction of Sun Glitter and Subsurface Illumination.
Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. 71(12): 1407-1415.
Mumby PJ, EP Green, CD Clark, AJ Edwards. 1998. Digital analysis of
multispectral airborne imagery of coral reefs. Coral Reef. 17:59-69
Mumby PJ, MI Harborne 1999. Development of a systematic classification
scheme of marine habitats to facilitate regional management and mapping of
Caribbean coral reefs. Biological Conservation, 88: 155-163.
Mumby PJ, CD Clark, JRM Chisholm, J Jaubert, S Andrefouet. 2000. Spectral
discrimination of coral mortality states following a severe bleaching event',
International Journal of Remote Sensing. 21(11) : 2321-2327
Noor D. 2012. Pengantar geologi. Edisi ke-2. Fakultas Teknik-Universitas
Pakuan. Bogor. 224 hlm
Ongkosongo OSR. 2012. Geomorfologi Perairan Dangkal. Pelatihan pemetaan
habitat dasar dan geomorfologi perairan dangkal. Bogor.
Selamat MB, I Jaya, VP Siregar, T. Hestirianoto. 2012. Zonasi Geomorfologi Dan
Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Substrat Dasar Menggunakan Citra
Quickbird. JTPK. Vol. 2. No.2. hal. 17-25. Istitut Pertanian Bogor.
Siregar VP. 1996. Pengembangan Algoritma Pemetaan Terumbu Karang di Pulau
Menjangan Bali dengan Citra Satelit. Kumpulan Seminar Maritim 1996.
BPPT, Jakarta.
Siregar VP. 2010. Pemetaan subtrat dasar perairan dangkal Karang Congkak dan
Lebar Kepulauan Seribu menggunakan citra satelit Quickbird. J Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. Vol 2. No 1. hlm 19-30.
17
Triyono. 2010. Persepsi Masyarakat Pulau Pari Tentang Kondisi Ekosistem dan
Sumberdaya Hayati di Perairan Pulau Pari, Kepulaun Seribu, DKI Jakarta.
Prosiding Seminar Biologi: Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya
Akuatik, ISBN 978-979-16109-4-0: 638-645.
Vanderstraete T. 2007. The Use of Remote Sensing for Coral Reef Mapping in
Support of Integrated Coastal Zone Management A Case Study in the NW
Red Sea. Scriptie voorgedragen tot het behalen van de graad van Doctor in
de Wetenschappen: Geografie. Vol 1.Ghent University.Belgium.
Wouthuyzen S. 2001. Pemetaan perairan dangkal dengan menggunakan citra
satelit Landsat-5 TM guna dipakai dalam pendugaan potensi ikan karang :
Suatu studi di Pulau-Pulau Padaido. Seminar Sehari ”Potensi dan
Eksploitasi Sumberdaya Alam Nasional dalam Mendukung Otonomi
Daerah”. 29 Maret 2001. Jakarta, Indonesia.
18
19
LAMPIRAN
20
21
Lampiran 1. Data Pengamatan Objek dasar perairan di gugusan Pulau Pari
No
Way
point
LS
BT
Objek
No
Way
point
LS
BT
Objek
S
1
452
-5.8675
106.5952
HC
40
491
-5.8665
106.5961
2
453
-5.8675
106.5952
HC
41
492
-5.8668
106.596
RB
3
454
-5.8675
106.5952
HC
42
493
-5.8667
106.596
S
4
455
-5.8675
106.5952
DC
43
494
-5.8667
106.596
DCA
5
456
-5.8675
106.5954
DC
44
495
-5.8667
106.596
RB
6
457
-5.8675
106.5952
MA
45
496
-5.8667
106.596
HC
7
458
-5.8675
106.5953
HC
46
497
-5.8667
106.596
S
8
459
-5.8674
106.5953
DCA
47
498
-5.8676
106.5959
DCA
9
460
-5.8674
106.5953
MA
48
499
-5.8676
106.5959
HC
10
461
-5.8673
106.5953
RB
49
500
-5.8676
106.5959
HC
11
462
-5.8673
106.5953
RB
51
502
-5.8568
106.6353
HC
12
463
-5.8673
106.5953
HC
52
503
-5.8567
106.6353
HC
13
464
-5.8673
106.5953
HC
53
504
-5.8566
106.6353
DC
14
465
-5.8673
106.5953
DC
54
505
-5.8566
106.6353
HC
15
466
-5.8672
106.5954
DCA
55
506
-5.8566
106.6353
DCA
16
467
-5.8672
106.5954
RB
56
507
-5.8566
106.6353
RB
17
468
-5.8672
106.5955
RB
57
508
-5.8566
106.6352
RB
18
469
-5.8671
106.5955
DC
58
509
-5.8563
106.6352
MA
19
470
-5.8672
106.5955
RB
59
510
-5.8562
106.6352
S
20
471
-5.8672
106.5955
RB
60
511
-5.8561
106.6351
MA
21
472
-5.8672
106.5955
RB
61
512
-5.856
106.6351
DC
22
473
-5.8672
106.5957
RB
62
513
-5.8559
106.6351
HC
23
474
-5.8669
106.5957
HC
63
514
-5.8559
106.6351
S
24
475
-5.8669
106.5957
DC
64
515
-5.8557
106.6351
S
25
476
-5.8669
106.5957
HC
65
516
-5.8556
106.635
MA
26
477
-5.8669
106.5957
MA
66
517
-5.8554
106.635
RB
27
478
-5.8669
106.5957
HC
67
518
-5.8551
106.635
RB
28
479
-5.8669
106.5957
S
68
519
-5.8548
106.635
S
29
480
-5.8669
106.5957
S
69
520
-5.8545
106.6349
RB
30
481
-5.8669
106.5957
DC
70
521
-5.8542
106.6348
S
31
482
-5.8669
106.5961
S
71
522
-5.8537
106.6348
MA
32
483
-5.8666
106.5962
72
523
-5.8534
106.6347
RB
33
484
-5.8666
106.5962
DC
DC
73
524
-5.8531
106.6346
MA
106.5962
S
74
525
-5.8524
106.6345
DC
106.5962
MA
75
526
-5.8519
106.6347
MA
106.5966
S
76
527
-5.8518
106.6347
RB
106.5966
MA
77
528
-5.8518
106.6348
MA
78
529
-5.8509
106.6212
MA
79
530
-5.8613
106.621
RB
34
35
36
37
485
486
487
488
-5.8666
-5.8666
-5.8666
-5.8665
38
489
-5.8665
106.5966
MA
39
490
-5.8665
106.5966
MA
22
No
Way
point
80
531
81
82
LS
BT
Objek
No
Way
point
LS
BT
Objek
-5.861
106.621
MA
123
574
-5.8713
106.6008
MA
532
-5.861
106.6209
575
-5.8711
106.6009
Lamun
-5.8609
106.621
MA
RB
124
533
125
576
-5.871
106.6009
MA
83
534
-5.8608
106.6211
MA
126
577
-5.871
106.6009
MA
84
535
-5.8607
106.6211
RB
127
578
-5.871
106.6009
MA
85
536
-5.8607
106.6212
MA
128
579
-5.871
106.6009
S
106.6212
RB
129
580
-5.871
106.6009
S
106.6212
RB
130
581
-5.871
106.6009
RB
106.6212
DCA
131
582
-5.871
106.6009
Lamun
86
87
88
537
538
539
-5.8607
-5.8607
-5.8608
89
540
-5.8609
106.6212
DCA
132
583
-5.871
106.6014
Lamun
91
542
-5.8646
106.5855
HC
133
584
-5.8716
106.6014
MA
92
543
-5.8646
106.5854
HC
135
586
-5.8583
106.5701
HC
93
544
-5.8646
106.5854
DC
136
587
-5.8583
106.5701
MA
94
545
-5.8646
106.5854
HC
137
588
-5.8582
106.5702
HC
95
546
-5.8644
106.5855
DC
138
589
-5.8583
106.5702
HC
96
547
-5.8644
106.5855
DCA
139
590
-5.8584
106.5702
RB
97
548
-5.8644
106.5855
MA
140
591
-5.8584
106.5702
DC
98
549
-5.8644
106.5853
S
141
592
-5.8584
106.5702
RB
99
550
-5.8642
106.5853
MA
142
593
-5.8584
106.5702
MA
100
551
-5.8643
106.5853
HC
143
594
-5.8584
106.5702
RB
101
552
-5.8643
106.5853
S
144
595
-5.8584
106.5703
DC
102
553
-5.8643
106.5853
S
145
596
-5.8587
106.5703
DCA
103
554
-5.8643
106.5853
DCA
146
597
-5.8587
106.5704
MA
104
555
-5.8643
106.5853
RB
147
598
-5.8587
106.5704
HC
105
556
-5.8643
106.5853
HC
148
599
-5.8587
106.5704
MA
107
558
-5.8725
106.6006
HC
149
600
-5.8585
106.5702
DC
108
559
-5.8724
106.6006
HC
151
602
-5.8518
106.5827
DC
109
560
-5.8724
106.6006
RB
152
603
-5.8519
106.5827
HC
110
561
-5.8724
106.6006
DCA
153
604
-5.8518
106.5828
RB
111
562
-5.8724
106.6006
MA
154
605
-5.852
106.5828
MA
112
563
-5.8724
106.6006
MA
155
606
-5.852
106.5828
DC
113
564
-5.8724
106.6006
DCA
156
607
-5.852
106.5828
DCA
114
565
-5.8724
106.6006
RB
157
608
-5.852
106.5828
DCA
115
566
-5.8724
106.6006
RB
158
609
-5.852
106.5828
DC
116
567
-5.8724
106.6007
RB
159
610
-5.852
106.5828
HC
117
568
-5.8719
106.6008
MA
160
611
-5.852
106.5828
DC
118
569
-5.8718
106.6007
MA
161
612
-5.852
106.5828
DCA
119
570
-5.8717
106.6008
S
163
614
-5.8522
106.6077
DC
120
571
-5.8716
106.6007
MA
164
615
-5.8522
106.6077
DC
121
572
-5.8715
106.6008
MA
165
616
-5.8522
106.6077
DC
122
573
-5.8714
106.6008
MA
166
617
-5.8522
106.6077
RB
23
No
Way
point
LS
BT
Objek
No
Way
point
LS
BT
Objek
167
618
-5.8522
106.6077
RB
205
656
-5.8521
106.6227
MA
168
619
-5.8527
106.6078
RB
206
657
-5.8524
106.6227
S
169
620
-5.8528
106.6078
RB
207
658
-5.8527
106.6227
MA
170
621
-5.8527
106.6078
MA
208
659
-5.8527
106.6226
MA
171
622
-5.8527
106.6078
DC
172
623
-5.8527
106.6078
MA
173
624
-5.8527
106.6081
RB
174
625
-5.8529
106.6081
Lamun
175
626
-5.8529
106.6081
MA
176
627
-5.8529
106.6081
S
177
628
-5.8529
106.6086
S
178
629
-5.8531
106.6087
MA
179
630
-5.853
106.6086
MA
180
631
-5.853
106.6226
MA
182
633
-5.85
106.6225
RB
183
634
-5.8501
106.6226
DC
184
635
-5.8502
106.6226
DCA
185
636
-5.8503
106.6227
RB
186
637
-5.8504
106.6227
RB
187
638
-5.8504
106.6226
DCA
188
639
-5.8506
106.6227
RB
189
640
-5.8506
106.6227
MA
190
641
-5.8507
106.6227
RB
191
642
-5.8507
106.6227
MA
192
643
-5.8507
106.6227
DC
193
644
-5.8507
106.6227
RB
194
645
-5.8507
106.6227
MA
195
646
-5.8507
106.6227
DC
196
647
-5.8507
106.6227
S
197
648
-5.8507
106.6227
MA
198
649
-5.8507
106.6227
MA
199
650
-5.8507
106.6231
S
200
651
5.8515
106.6229
S
201
652
-5.8518
106.6229
MA
202
653
-5.8518
106.6229
S
203
654
-5.8518
106.6229
MA
204
655
-5.8521
106.6229
MA
Keterangan:
DCA : Dead coral with alga
MA : Makro Alga
S : Sand/ Pasir
RB : Rubble (karang rubble)
DC : Dead Coral
HC : Hard Coral
24
Lampiran 2. Data Kedalaman
No
Lintang
Bujur
Kedalaman
No
Lintang
Bujur
Kedalaman
1
-5.87346
106.602
29.6
41
-5.87177
106.598
33.1
2
-5.87343
106.602
32.2
42
-5.87177
106.598
33.8
3
-5.87341
106.606
25.5
43
-5.87176
106.598
32.4
4
-5.87341
106.602
28.3
44
-5.87173
106.598
34.2
5
-5.87339
106.606
23.0
45
-5.87171
106.61
17.0
6
-5.87336
106.602
25.9
46
-5.87171
106.599
29.4
7
-5.87334
106.606
25.3
47
-5.87162
106.599
27.3
8
-5.87332
106.602
30.4
48
-5.87157
106.598
34.7
9
-5.87331
106.602
21.3
49
-5.87146
106.599
19.8
10
-5.87329
106.606
15.2
50
-5.87141
106.598
34.7
11
-5.87329
106.606
24.8
51
-5.87129
106.61
1.1
12
-5.87327
106.606
24.1
52
-5.87123
106.601
0.7
13
-5.87326
106.602
29.7
53
-5.87122
106.599
5.0
14
-5.87323
106.602
16.4
54
-5.87108
106.599
2.2
15
-5.87322
106.606
8.5
55
-5.87098
106.598
32.5
16
-5.87322
106.606
9.6
56
-5.87096
106.598
31.9
17
-5.8732
106.606
5.1
57
-5.87096
106.598
34.2
18
-5.87318
106.602
11.0
58
-5.87095
106.598
32.3
19
-5.87318
106.607
20.1
59
-5.87094
106.597
31.9
20
-5.87316
106.606
2.6
60
-5.87093
106.597
32.6
21
-5.87316
106.601
32.0
61
-5.87081
106.597
31.6
22
-5.87314
106.607
15.6
62
-5.87078
106.598
1.0
23
-5.87312
106.601
31.9
63
-5.87078
106.597
29.9
24
-5.87307
106.602
4.9
64
-5.87072
106.597
31.2
25
-5.87306
106.607
11.2
65
-5.87065
106.597
30.6
26
-5.87305
106.602
3.2
66
-5.87063
106.597
29.9
27
-5.87305
106.602
3.2
67
-5.87062
106.597
30.0
28
-5.87302
106.607
8.6
68
-5.87062
106.597
30.6
29
-5.87302
106.607
9.3
69
-5.87055
106.598
0.4
30
-5.87298
106.601
26.1
70
-5.87054
106.597
27.1
31
-5.87296
106.607
6.1
71
-5.87049
106.598
1.0
32
-5.87284
106.602
1.0
72
-5.87045
106.597
23.2