HUKUM TANAH ADAT

HUKUM TANAH ADAT
1. Pengertian Hukum Tanah Adat (Review)
Hukum Tanah Adat adalah keseluruhan kaidah hukum yang berkaitan dengan tanah
dan bersumber pada hukum adat. Umumnya hukum tanah adat bersifat tidak tertulis. Hukum
tanah adat terbagi atas hukum tanah adat administratif dan hukum tanah adat perdata. Hukum
tanah adat administratif adalah keseluruhan peraturan yang merupakan landasan bagi ne- aara
untuk melaksanakan praktiknya dalam soal tanah, sedangkan hukum tanah adat perdata
adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tanah milik perseorangan atau suatu badan
hukum. Konsep dasar yang dianut dalam hukum tanah adat adalah adanya hub ngan yang erat
antara masyarakat dan tanah. Hukum tanah adat berlandaskan pada asas hukum dan harus
selalu memperhatikan upaya-upaya untuk mencari keadilan.
Objek hukum tanah adat adalah hak atas tanah adat. Hak atas tanah adat ini terdiri atas
hak ulayat dan hak milik adat. Adapun hak ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum
adat atas lingkungan tanah wilayahnya yang memberi wewenang tertentu kepada penguasapenguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum
tersebut. Hak ulayat berlaku terhadap semua tanah wilayah itu. baik yang sudah dihaki
seseorang maupun yang tidak atau belum dihaki. Selain itu, hak ulayat memiliki kekuatan
hukum yang berlaku ke dalam dan ke luar. Ke dalam, hak ulayat berlaku terhadap para
anggota masyarakat hukum tersebut, dan ke luar, hak ulayat ini berlaku terhadap orang-orang
yang bukan anggota masyarakat hukum tersebut. Masyarakat hukum adatlah yang
mempunyai hak ulayat itu dan bukan orang seorang. Hak ulayat ini terdiri atas hak untuk
membuka tanah atau hutan dan hak untuk mengumpulkan hasil hutan. Hak milik adat adalah

hak perorangan dan hak komunal.
Diperkirakan hukum tanah adat ini sudah berlaku sejak jaman kejayaan kerajaan
besar, seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dsb. Oleh sebab itu, umumnya hukum adat
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yakni gotong royong dan asas kekeluargaan.
Namun dalam sejarah perkembangannya, hukum tanah adat banyak dipengaruhi oleh politik
kolonial. Saat ini, hukum tanah adat dijadikan landasan hukum Undang-undang Pokok
Agraria yang mulai berlaku sejak tahun I960.

1

2. Hak-Hak Perseorangan atas Tanah
Hak perorangan atas tanah ialah suatu hak yang diberikan kepada wargas-warga desa
ataupun kepada orang luar atas sebidang tanah yang berada di wilayah hak ulayat. Hak
perorangan atas tanah dalam hukum adat ada enam macam, yaitu:
1) Hak milik merupakan hak tekuat diantara hak-hak perorangan yang lain,
namun hak ini tidak bersifat mutlak. Pemilik tanah tidak diperbolehkan
berlaku sewenang-wenang terhadap kepentingan pemilik lain. hak Ulayat,
peraturan hukum (indusit), adat. Hak milik atas tanah dapat dipilih dengan
membuka tanah yaitu membuka tanah yang masih berbentuk hutan rimba yang
nantinya ditujukan untuk dimanfaatkan dan bila tanah itu tidak dimanfaatkan

maka ketua adat atau kepala ulayat berhak untuk menyerahkan tanah tersebut
kepada orang lain untuk dimanfaatkan atau pemilik lama berjanji untuk
mengolah tanah tersebut, mewarisi tanah adalah hak ulayat yang ditinggal
mati oleh pemiliknya maka dapat diberikan kepada ahli waris dari sipemilik
tanah untuk dimanfaatkan, pembalian tanah adalah dimana hak ulayat makin
menipis disitu pemilik dapat menjualnya atau menukarnya dengan tanah orang
lain dengan bebas dan harus ada campur tangan kepala adat sebagai pengawas
agar tidak terjadi pemerkosaan hak, dauarsa adalah upaya hukum untuk
memperoleh hak tanah dengan tengggang waktu tidak ditentukan.
2) Wenang pilih. Dalam hal ini ada 3 bentuk, yaitu :
 Hak yang diperoleh seorang yang lebih utama dari orang lain. untuk
dipilihya dengan memasang tanda larangan dengan persetujuan kepala
adat. Hak ini berlaku secara sementara dan bergiliran sesuai ketetntuan
kepala adat.
 Hak pengolahan yang diperoleh eorang pemilik tanah pertanian yang
lebih diutamakan. Dari yang lain atas tanah belukar yang terletak
berbatasan dengan tanahnya yang biasanya disebut ekor sawah.
 Hak yang diperoleh pengolah tanah yang lebih diutamakan dari yang
lain. untuk mengerjakan sawah atau lading yang berangsur-angsur
membelukar

2

3) Hak manikmati bagi hasil, hak menggarap dan hak pakai ialah hak yang
diperoleh bik oleh warga hukum sendiri maupun orang luar dengan
persetujuan pimpinam adat. Untuk mengolah sebidang tanah selama satu atau
beberapa kali panen.
 Hak imbalan jabatan ialah hak seorang pamong desa atas tanah karena
jabatan yang ditunjuk atau diverikan kepadanya. Dan diperbolehkan
atasnya menikmati hasil dari tanah itu selama ia menjabat yang
dimaksudkan sebagai jaminan penghasilan tetapnya. Tanah itu boleh
dikerjakan sendiri dan tidak boleh menjualnya atau menggadaikannya.
 Hak wenang beli ialah hak seorang lebih utama dari orang lain. untuk
mendapat kesempatan membeli tanah atas tetangganya dengan harga
yang sama. Hak ini bisa diberikan kepada : pemilik tanah yang
berbatasan dengan tanah miliknya, anggota kerabat dari pemilik tanah
dan warga desa setempat
Jika ketiganya tidak digunakn dengan baik maka kesempatan akan diberikan kepada
orang lain yaitu orang yang berada diluar desanya. Dalam pembukaan tanah secara besarbesaran hak wenang beli terkadang diberikan kepada orang yang ikut mengerjakannya.
3. Transaksi Tanah
Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum

yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara individu untuk menguasai sebidang tanah
yang dilakukan baik secara secara sepihak maupun secara 2 pihak sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Macam-Macam Transaksi Tanah


Transaksi Tanah Sepihak
Adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk menguasai sebidang tanah dan
tanah tersebut tidak dikuasai oleh siapa pun.

3



Transaksi Tanaha Dua Pihak
Adalah transaksi tanaha yang objeknya/tanahnya telah dikuasai oleh hak milik.

Transaksi ini biasa terjadi karena :
 Jual lepas/jual beli
Yang dimaksud dengan jual lepas adalah suatu transaksi dimana satu

pihak menyerahkan kepemilikannya atas tanah untuk selama-lamanya
kepada pihak lain/pihak ke-2 dan pihak ke-2 tersebut telah membayar
harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
 Jual gadai
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli
dengan harga tertentu dan dengan hak menebusnya kembali.
 Jual tahunan
Terjadi apabila pemilik tanah menyerahkan milik tanahnya kepada
orang orang lain untuk beberapa tahun panen dengan menerima
pembayaran terlebih dahulu dari penggarap(orang lain itu).
Dalam undang undang No.5 tahun 1960 (UUPA) pemerintah RI menetapkan
kebijakan penuh terhadap masalah jual gadai. Dalam pasal 16 ayat 1(h) dan pasal 53 ayat 1
undang undang tersebut ditetapkan, bahwa “hak gadai” itu sifatnya sementara artinya dalam
waktu yang akan datang diusahakan dihapuskan. Dan pada saat ini, mengingat keadaan
masyarakat indonesia sekarang masih belum dapat dihapuskan dan diberi sifat sementara.
Sifat sementara ini akan diatur lebih lanjut dalm undang undang. Kemudian ternyata Undangundang yang mengatur masalah gadai ini adalah Peraturan Pemerintah pengganti Undangundang Nomor 56 Tahun 1960 yang menetapkan dalam pasal 7 ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
4

1) Barangsiapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada mulai

berlakunya peraturan ini ( yaitu pada tanggal 1 Januari 1961) sudah
berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada
pemiliknya dalam waktu 1 bulan sesudah tanaman yang ada selesai di panen
dengan tidak ada hak menuntut pembayaran uang tebusan.
2) Mengenai hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini belum
berlangsung 7 tahun, maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya
kembali setiap waktu setelah tanaman yang ada selesai di panen dengan
membayar uang tebusan yang besarnya di hitung menurut rumus di bawah ini :
(7+1/2)-waktu berlangsungnya hak gadai x uang gadai = 7. Pelaksanaan
pengembaliannya adalah dalam waktu 1 bulan setelah pemanenan yang
bersangkutan.
3) Ketentuan dalam ayat (2) ini berlaku juga terhadap hak gadai yang di adakan
sesudah mulai berlakunya peraturan ini.
Dalam penjelasan umum Perpu tersebut pasal (9) diuraikan, bahwa transaksi-transaksi
jual gadai itu diadakan oleh pemilik tanah, hanya bila ia berada dalam keadaan yang sangat
mendesak dan kalau tidak terdesak oleh kebutuhan-kebutuhan yang urgent sekali biasanya
orang lebih suka menyewakan tanahnya.
Oleh karena itu dalam transaksi jual gadai terdapat imbangan yang sangat merugikan
penjual gadai serta sangat menguntungkan pihak pelepas uang. Dengan demikian jelas sekali,
bahw transaksi ini mudah menimbulkan praktek-praktek pemerasan hal mana bertentangan

dengan asas-asas pancasila.
Dalam Undang-unadang Nomor 5 Tahun 1960 mengingat akan hal-hal tersebut diatas,
maka hak gadai ditetapkan bersifat sementara yang harus diusahakan pada waktunya di
hapuskan. Dan sementara belum dapat dihapuskan harus diatur sedemikian rupa sehingga
unsur-unsur yang bersifat pemerasan itu hilang.
Hak gadai itu baru dapat dihapuskan jika sudah dapat disediakan kredit yang
mencukupi keperluan para petani.
4. Transaksi yang Berhubungan dengan Tanah
Contoh Transaksi Tanah Menurut Hukum Adat

5

a. Jual Gadai
Si A mempunyai sebuah sawah dan ia membutuhkan sejumlah uang. Kemudian Sia A
mengadaikan sawahnya kepada orang/warga untuk mendapatkan sejumlah uang (hutang
dengan jaminan sawah) dengan perjanjian antara orang yang menggadaikan sawah dan orang
yang memberi hutang. Setelah si A sudah mempunyai uangataumembayar hutangnya maka
sawahnya dapat ditarik kembali dari orang yang memberi hutang walaupun belumjatuh
tempo. Dimana pemilik tanah atau sawah (pejualgadai) hanya dapat memiliki atau mengusai
tanahnya kembali dengan cara membayar atau mengembalikan uang kepada orang yang

menggadai sawahnya.
b. Jual Lepas
Si A mempunyai sebuah sawah, kemudian si A menjual tanahnya kepada orang.
Dimana orang yang menjual sawah mendapatkan uang, tetapi dengan menyerahkan tanda
bukti kepemilikan sawah kepada pembeli untuk selama-lamanya dengan perjanjian harga
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pemilik sawah berpindah sepenuhnya kepada
pembeli (pemilikbaru).
c. Jual Tahunan
Andi mempunyai sebidang sawah, tetapi Andi tidak sempat untuk menggarap sendiri
sawahnya karena sebab itu Andi menjual tahunan sawahnya kepada tetangganya dengan
harga lima juta per tahun. Dengan demikian sawah Andi tidak lagi digarap atau dikusai oleh
Andi dan dikuasai oleh tetangganya dengan perjanjian tersebut. Dimana dalam hal jual
tahunan, Andi tidak perlu mengembalikan uang kepada tetangganya yang lima juta tersebut.
5. Pengaruh Eksternal terhadap Eksistensi Hukum Tanah Adat
Pelaksanann hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh
masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat stempat. Hak
ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :
a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebgai warga bersama suatau persekutuan hukum tertentu, yang
mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam

kehidupannya sehari-hari,
6

b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya
sehari-hari, dan
c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguaasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan
hukum tersebut.
Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dengan mengikutsertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah
yang bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola
sumber daya alam. Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada
dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi
dan, apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar
tanah.
Sayang sekali Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan ini tidak
mengatur secara rinci tahapn yang harus dilakukan. Peraturan ini hanya mengamantkan
pengaturan lebih lanjut oleh pemerinrah daerah masing-masing dimana masih terdapat
masyarakat hukum adat. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengakuan terhadap hak

atas tanah berdasar hukum adat dibatasi oleh beberapa hal :
a. hak atas tanah adat masih diakui sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, dalam hal ini tidak bertentangan dengan undang-undang;
b. eksistensi keberadaan masyarakat hukum adat menjadi dasar penentuan pengakuan
terhadap hak tanah adat.
Kenyataannya eksistensi hak-hak adat masyakat hukum adat sering dikalahkan oleh
kepentingan-kepentingan golongan atau pihak-pihak tertentu dengan cara mendompleng
pemerintah. Alasan yang sering dipakai adalah pemanfaatan sumberdaya alam demi
kepentingan nasional, yang dituangkan dalam kebijakan pemerintah. Penggerusan eksistensi
hak-hak adat tercermin dalam kebijakan pertambangan, kehutanan, pemanfaatan pulau-pulau
kecil, dan kebijakan pemerih pusat atau pemerintah daerah yang lebih memihak kepentingan
7

pemodal. Penggerusan eksistensi hak-hak adat dengan alasan kepentingan nasional sering
kali menimbulkan kerusakan lingkungan, hilangnya budaya, dan yang paling parah adalah
hilangnya ciri dan kepribadian dalam berbangsa.

8