PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG
OLEH
MULIAWAN ADI PUTRA
Tanah sebagai sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia oleh karena itu sudah sewajarnya apabila kita mengelola tanah dengan sebaik-baiknya, Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun 2012 memiliki aset tanah 633 bidang, yang belum bersertipikat berjumlah 324 bidang dan yang sudah bersertipikat berjumlah 309 bidang. Berdasarkan prasurvei, hingga saat ini masih terdapat tanah aset yang belum terpelihara dengan baik yang tidak digunakan dan tidak dipagar, belum bersertipikat. Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung (2) Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung baik secara fisik maupun yuridis.
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Yuridis normatif adalah adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mempelajari, mengkaji peraturan perundang-undangan dan literatur serta bahan-bahan hukum. Yuridis empiris dilakukan dengan cara mengkaji dan memperjelas kajian hukum Penelitian tersebut guna mendapat hasil penelitian yang objektif dan terperinci dengan cara melakukan wawancara dengan nara sumber ditempat lokasi penelitian. Sumber data yaitu data primer dan data sekunder, metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa (1) Penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung terbagi 2 yaitu penguasaan secara fisik dan penguasaan secara yuridis. Penguasaan secara fisik dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan menggunakannya dengan dibangun gedung untuk Pemerintahan sedangkan tanah yang belum dimanfaatkan masih kosong dan tidak dipagar dikarenakan tidak adanya anggaran. Penguasaan secara yuridis oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dibuktikan dengan dimilikinya sertipikat dan kelengkapan akta-akta alas hak atas tanah, tetapi masih terdapat tanah Pemerintah Kota Bandar Lampung yang belum bersertipikat dikarenakan ada yang masih dalam proses dan ada yang dikarenakan kurangnya anggaran. (2) Faktor pendukung penguasaan tanah secara fisik yaitu digunakan untuk gedung Pemerintahan. Faktor pendukung penguasaan tanah secara yuridis yaitu dengan lengkapnya alas hak Sertipikat. Faktor penghambat secara fisik penguasaan hak
(2)
Saran dalam penelitian ini adalah Setiap penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung agar disertai dengan kelengkapan dasar penguasaan hak yang bersumber pada alat bukti hak yang sah, agar terdapat kepastian hokum dan kepastian hak atas tanah.
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Oktober 1989 di Kota Arga Makmur Provinsi Bengkulu. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan bahagia Hazairin, S.H. dan Bety Hartati.
Penulis mengenyam pendidikan dasar pada sekolah dasar Negeri 7 Arga Mamur Bengkulu Utara yang diselesaikan pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan sekolah MTS Ma’had AlzaytunDesa Haurgeulis Kecamatan Indramayu selesai pada Tahun 2004 dan MAS Ma’had Alzaytun Desa Haurgeulis Kecamatan Indramayu dan lulus pada tahun 2007. Penulis kemudian diterima di Fakultas MIPA Jurusan Matematika Universitas Lampung, kemudian pada Tahun 2009 penulis alih program dari Matematika ke Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu UKM TAEKWONDO sebagai Anggota. Pada organisasi ini, penulis menemukan banyak sahabat dan pengalaman yang sangat berharga dan cerita-cerita yang tak akan terlupakan.
(7)
pembelajaran untuk masa yang akan datang. Hingga apa yang penulis pelajari selama ini berguna baik untuk diri sendiri, keluarga dan orang lain dan semoga dimasa yang akan datang penulis dapat membahagiakan kedua orang tua dan dapat meraih apa yang dicita-citakan. Amin
(8)
MOTO
Perhatikan pikiran anda, mereka yang menjadikan kata-kata.
Perhatian kata-kata anda, mereka yang menjadikannya tindakan.
Perhatikan tindakan anda, mereka yang menjadikan kebiasaan.
Perhatikan kebiasaan anda, mereka yang menjadikan karakter.
Perhatikan karakter anda, karena itu yang menentukan takdir anda.
(Frank Outlaw)
Sabar dan Sholat adalah kunci sukses untuk menghadapi setiap
masalah yang ada di dunia ini.
(9)
KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI KARYAKU INI UNTUK :
Tuhan semesta alam Allah SWT dan Nabi besar Muhammad SAW
Untuk Bapak dan Ibu (Hazairin, S.H., M.Kn. dan Bety Hartati) dengan kesabaran dan doa yang tiada hentinya, serta motifasi yang diberikan untuk menuju
kesuksesan penulis. Untuk adik-adik ku, Nabris Nugraha Putra, A.Md., Muhammad Muklis Putra Daya, Al-kirom Ahmad Habibi, dan Nadia Najwa Putri
serta kakak sepupu Danial Imanuddin atas kebersamaan, support dan kebaikan yang tiada hentinya.
Teman-teman terbaik dan sahabatku Teguh Imam Santoso, Yoga Febritian Tomi, Muhammad Khory Andreawan, Tommy Hastomo, atas semangat serta bantuannya selama ini. Kalian adalah orang-orang yang yang mau membantu
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai persoalan seputar sumber daya tanah muncul akibat kebutuhannya yang terus meningkat, sementara potensi dan luas tanah yang tersedia sangat terbatas. Peranan tanah semakin penting dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk yang pada gilirannya menimbulkan tekanan pada permintaan terhadap tanah. Kelangkaan tanah tersebut bukan hanya karena persediaannya yang terbatas secara fisik tetapi juga karena adanya kendala kelembagaan atau institusional menyangkut hak-hak atas tanah.
Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat; karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan individu manusia dalam lingkungannya dan kelangsungan hidupnya, juga mempunyai nilai ekonomis yang dapat dicadangkan sebagai sumber pendukung kehidupan manusia di masa mendatang. Arti penting tanah bagi kelangsungan hidup manusia, karena disanalah manusia hidup, tumbuh dan berkembang, bahkan secara sekaligus merupakan tempat dikebumikan pada saat meninggal dunia (Surojo Wignjodipuro, 1982: 197).
(11)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang kemudian lebih dikenal degan sebutan Undang-Undang.Pokok Agraria (UUPA) sebagai landasan yuridis atau dasar hukumnya, untuk menindak lanjuti amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UUPA memberikan landasan yuridis bagi penyelenggaraan kebijakan pengelolaan tanah.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA) beserta peraturan pelaksanaannya merupakan perangkat hukum yang mengatur bidang pertanahan, dan menciptakan Hukum Tanah Nasion al yang tunggal didasarkan pada hukum adat. Hukum adat sebagai dasar UUPA, adalah “hukum aslinya golongan rakyat Indonesia yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan”.
Pengelolaan pertanahan bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam hal hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, termasuk pula dengan perbuatan–perbuatan hukum yang terkait dengan Sumber Daya Alam itu. Tujuan lain dari diselenggarakannya program pengelolaan pertanahan adalah untuk mewujudkan keteraturan terkait dengan penyelenggaraan dan administrasi yang berkaitan dengan penguasaan dan pemanfaatan tanah yang akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesinambungan pembangunan di Indonesia. Tujuan pengelolaan pertanahan, terdapat dalam konsideran huruf c dan d Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan
(12)
Nasional, yang menyebutkan bahwa : Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum, tetapi juga untuk menyelesaikan masalah sengketa dan konflik pertanahan yang timbul dan Kebijakan Nasional dibidang pertanahan perlu disusun dengan memperhatikan aspirasi dan peran serta masyarakat guna dapat memajukan kesejahteraan umum.
Tanah Inventaris Daerah dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 ( id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_daerah_di_Indonesia).
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan yang dilaksanakan di atas lahan tanah ”milik” Pemerintah Kota Bandar Lampung, diperlukan kejelasan dan kepastian mengenai dasar-dasar penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap lahan tanah tertentu tersebut terlebih dahulu.
Demikian halnya untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum atas pengelolaan aset tanah Pemerintah Kota Bandar Lampung, maka dilakukan pengaturan terhadap aset tanah Pemerintah Kota Bandar Lampung yang meliputi perolehan, pelepasan, maupun perbuatan-perbuatan hukum lainnya di dalam berbagai peraturan perundang-undangan; karena aset tanah Pemerintah Kota secara nota bene merupakan ”barang milik daerah”. Pengelolaan terhadap ”barang milik negara” telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan
(13)
Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Di dalam pengelolaan aset tanah Pemerintah Kota Bandar Lampung, tidak dapat dipungkiri diperlukan kerjasama dari pihak ketiga sebagai mitra kerja sama, karena tidak adanya dana/tidak cukup tersedia dana untuk melakukan kegiatan operasional/pembangunan/maupun pemeliharaannya. Pada sisi lain pihak ketiga tersebut memerlukan bantuan dana atau jasa perbankan untuk membiayai kegiatan usahanya, akan tetapi kucuran dana dari pihak perbankan untuk saat ini tidak dapat direalisasikan karena berlakunya kedua aturan tersebut yang menyatakan ”barang milik negara/daerah” dilarang untuk dijadikan objek ”Hak Tanggungan”.
Optimalisasi pemanfaatan aset daerah merupakan optimalisasi terhadap penggunaan aset disamping meningkatkan nelayanan terhadap masyarakat juga menghasilkan pendapatan dalam bentuk uang. Pemanfaatan aset dalam struktur pendapatan daerah termasuk dalam rincian objek hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Barang milik daerah berupa tanah dan/ataii bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimal sehingga tidak membebani, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya biaya pemeliharaan.
Pemerintah kota Bandar Lampung sebagai pemilik aset tanah mempunyai kewajiban yang harus dijalankan yaitu mendaftarkan tanah yang menjadi aset miliknya agar mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan memelihara
(14)
tanahnya baik batas-batasnya maupun pengelolaan potensi yang ada diatas tanah tersebut agar tidak terlantar.
Kewajiban mendaftarkan aset tanah oleh Pemerintah Kota telah diatur dalam UUPA yang terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka Rechts Kadaster yang bertujuan untuk menjamin tertib hokum dan kapasitas atas hak tanah (kepastian hukum) serta perlinungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa buku tanah dan sertipikat tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur.
Kewajiban Pemerintah Kita Bandar Lampung untuk memelihara aset tanah juga diatur dalam UUPA yangb terdapatb dalam Pasal 15 UUPA yang berbunyi Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah. Jadi aset tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung itu tidak boleh dibiarkan terlantar sehingga keberadaannya menjadi tidak bermanfaat dan rusak dan harus dipelihara tanahnya, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya.
(15)
Pengelolaan aset Pemerintah dari UUPA yang dijabarkan diatas maka diturunkan dalam pengertian yang dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah selanjutnya disingkat dengan (PP No.6 Tahun 2006) yang mengatur adalah tidak sekedar administratif semata, juga untuk menangani aset negara, dengan meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Namun menurut pengamatan peneliti pada kenyataannya masih terdapat tanah aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung yang belum didaftarkan, ini terbukti dari data yang didapat peneliti setelah meminta rekap aset tanah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bandar Lampung.
Pada Tahun 2012 Jumlah aset tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung sebanyak 633 bidang yang mana aset tanah yang belum bersertipikat berjumlah 324 dan aset tanah yang sudah bersertipikat berjumlah 309, tanah aset yang sudah bersertipikat sebanyak 309 ini dipergunakan seperti untuk Gedung Sekolah sebanyak 145, Gedung Perkantoran sebanyak 79, Pasar sebanyak 18, Rumah Sakit sebanyak 1, Puskesmas sebanyak 43, Perumahan sebanyak13, Taman Kota sebanyak 2, kebun PKK sebanyak 1, Rumah Potong Hewan sebanyak sebanyak 1, Taman Burung sebanyak 1,
(16)
Kolam Ikan Percontohan sebanyak 2, TPA sebanyak 2, Tanah Kosong sebanyak 1. Sedangkan tanah yag belum bersertipikat sedang dalam proses pembuatan, yang mana pembuatannya terkendala waktu dan biaya. Kendala waktu bisa dari pihak petugas dan dari warga yang bersangkutan itu sendiri. “Seperti, belum selesainya pembuatan gambar peta bidang tanah atau belum lengkapnya persyaratan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk menulis skripsi dengan judul ”Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung”.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah Penguasaan Hak Atas Tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung ?
b. Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat Penguasaan Hak Atas Tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung baik secara fisik maupun yuridis ?
(17)
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dalam skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung baik secara fisik maupun yuridis.
2. Kegunaan Penelitian
Dari tujuan di atas diharapkan kegunaan dari penelitian ini mencakup dua hal, yaitu :
1. Kegunaan Teoretis :
Kegunaan teoretis dari penulisan skripsi ini adalah untuk pemahaman disiplin ilmu yang dimiliki guna dapat mengungkapkan secara objektif dalam bentuk karya ilmiah. Untuk mengetahui gambaran umum tentang penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung serta untuk memahami dan memperluas pengetahuan tentang pertanahan, khususnya mengenai penguasaan tanah aset Pemerintah Kota Bandar Lampung.
2. Kegunaan Praktis :
Secara praktis digunakan bagi saya sendiri untuk memenuhi syarat wisuda mendapatkan gelar Strata 1 Hukum dan untuk memperdalam ilmu hukum Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung baik secara fisik
(18)
maupun secara yuridis serta penguasaannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk pemerintah Kota Bandar Lampung dan masyarakat luas yang membacanya.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penguasaan Tanah
Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : “Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya. Pada saat itu ia tidak memerlukan legitimasi lain kecuali bahwa barang itu ada di tangannya. Pertanyaan yang menunjuk kepada adanya legalitas hukum disini tidak diperlukan. Disamping kenyataan, bahwa suatu barang itu berada dalam kekuasaan seseorang masih juga perlu dipertanyakan sikap batin orang yang bersangkutan terhadap barang yang dikuasainya itu, yaitu padanya apakah memang ada maksud untuk menguasai dan menggunakannya. Kedua unsur tersebut masing-masing disebut corpus
possessionis dan animus posidendi. (Satjipto Rahardjo, 2000: 62)
Menurut Satjipto Rahardjo, penguasaan fisik atau penguasaan yang bersifat faktual selanjutnya ditentukan oleh ada atau tidak adanya pengakuan hukum untuk memperoleh perlindungan. Hukumlah yang menyatakan sah atau tidak sah atas penguasaan yang dilakukan terhadap fisik suatu barang oleh seseorang.
(20)
Pengertian penguasaan berhubungan dengan soal penguasaan aset berupa tanah oleh Daerah, dengan mengacu pada teori J.B.V. Proudhon tentang pembagiannya mengenai „Milik Privat‟ dan „ Milik Publik‟ tidak sama pengertian “Eigendom’ dalam pengertiannya sebagai milik mutlak atau property. Pengertian „Milik‟ tersebut menunjuk pada arti „Penguasaan‟ atau
Possesion. J.B.V. Proudhon adalah seorang Guru Besar Bangsa Prancis, yang
pada awal abad ke-19 telah melahirkan teori Pemisahan antara Milik Privat
(Domein Privat) dan Milik Publik (Domein Public).
Bahwa Proudhon membagi antara Milik Privat yaitu benda-benda milik Negara, yang digunakan secara langsung oleh aparat Pemerintah untuk menjalankan tugas-tugasnya, seperti tanahdan rumah dinas bagi pegawai, gedung perusahaan Negara. Dan Milik Publik yaitu benda-benda yang disediakan oleh Pemerintah untuk dipergunakan secara langsung oleh masyarakat, seperti jalan umum, jembatan, pelabuhan, dan sebagainya.
Proudhon membuat dikotomi Milik Publik dan Milik Privat tersebut
berdasarkan penggunaan bendanya, yaitu apabila digunakan sendiri oleh Pemerintah, maka menjadi milik Privat Pemerintah Daerah yang disertai penguasaan fisik dan yuridis dengan bukti Sertipikat Hak Atas Tanah, namun apabila benda itu digunakan oleh masyarakat, maka menjadi Milik Publik Pemerintah Daerah.
(21)
Selanjutnya dinyatakan oleh E. Utrecht, bahwa menurut Proudhon, oleh karena peraturan-peraturan mengenai Milik Privat biasa tidak berlaku bagi benda-benda Milik Publik, maka Pemerintah bukan Pemilik (Eigenaar) atas benda-benda Milik Publik. Negara hanya menguasai (beheren) dan melakukan pengawasan (toezichthouden, droit de garde et de surintendance) atas benda-benda Milik Publik. Teori Proudhon inilah yang mendekati rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, walaupun tidak secara utuh pendapat
Proudhon itu sesuai dengan maksud ketentuan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945, ketika sudah terkait pada persoalan penguasaan tanah. Hak Menguasai Negara menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 itu sesungguhnya tidak hanya mengenai benda-benda Milik Publik, tetapi juga termasuk benda-benda Milik Privat.
Hak menguasai dari Negara tersebut, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedardiperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Pasal 2 ayat (4) UUPA.
Faktor lain yang terpenting dari konsep penguasaan ialah kekuasaan untuk meniadakan orang yang berusaha melakukan gangguan. Usaha meniadakan ini dapat dilakukan dengan kekuatan fisik maupun yuridis. Pembedaan secara tegas antara pengertian penguasaan (possession) dan hak milik (ownership), bahwa hak menguasai atau penguasaan didasarkan atas adanya hubungan
(22)
antara seseorang dengan suatu obyek. Jadi, ciri pokoknya adalah masalah kenyataan atau fakta.
Data yuridis dan data teknis harus “teridentifikasi” dengan baik, agar data-data selalu dalam keadaan mutakhir. Oleh karenanya kepada setiap pemegang hak atas tanah dikenakan suatu “kewajiban” untuk selalu mendaftarkan perubahan-perubahan yang dimaksudkan kepada Kantor Pendaftaran Tanah. Perubahan mana dapat terjadi karena dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum tertentu oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diantaranya adalah perolehan hak, pelepasan hak, dan perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang bermaksud mengalihkan hak atas tanahnya.
Hak-hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/ atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. “Sesuatu” disini adalah yang boleh, wajib, dan/atau dilarang untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Negara yang bersangkutan. Kita juga mengetahui, bahwa hak-hak penguasaan atas tanah itu dapat diartikan sebagai lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan subjek tertentu. Hak-hak penguasaan atas tanah dapat juga merupakan hubungan hukum konkret (subjective recht), jika sudah dihubungkan dengan tanah tertentu dan subjek tertentu sebagai pemegang haknya (Boedi Harsono, 2003: 253).
(23)
Alih fungsi tanah juga terjadi di daerah perkotaan. Seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan khususnya di kota-kota besar, banyak lahan dan pemukiman penduduk di sekitar pusat pemerintahan dan pusat perdagangan beralih fungsi menjadi pabrik, pertokoan, atau fasilitas umum lainnya. Meningkatnya kebutuhan akan tanah yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta membawa konsekuensi pada pemerintah untuk menyediakan lahan bagi kegiatan tersebut, sementara lahan yang tersedia bersifat terbatas. Keadaan ini memaksa pemerintah untuk melakukan pengambilalihan tanah rakyat. Dalam prakteknya pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta sering kali menjadi salah satu penyebab sengketa atas tanah yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Implementasi strategi pembangunan nasional sangat berpengaruh pada pelaksanaan Hak Menguasai Negara yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu dengan menerapkan kebijakan pertanahan yang arah dan tujuannya untuk mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Berbagai peraturan pertanahan dan peraturan lainnya yang memerlukan akses tanah cenderung mengedepankan kepentingan pemilik modal. Lemahnya posisi rakyat terutama terhadap akses informasi pertanahan seperti sertifikasi dan keterbatasan pengetahuan akan hak-hak yang dimilikinya menjadikannya sasaran kesewenang-wenangan.
(24)
Ketentuan Pasal 28H Ayat (4) UUD 1945 merupakan dasar hukum bagi negara dalam mengakui dan menghormati hak milik perorangan, termasuk hak warganegara atas tanah. Namun hak atas tanah yang berlaku di Indonesia tidak bersifat mutlak, artinya tidak sepenuhnya dapat dipertahankan terhadap siapapun oleh pemegang hak. Dalam kondisi tertentu dimana kepentingan negara menghendaki, maka pemegang hak atas tanah harus rela melepaskan haknya untuk kepentingan yang lebih besar. Jika ditilik dari konstitusi, UUD 1945 telah menggariskan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA, sebagai peraturan dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai peraturan perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip-prinsip yang menggariskan bahwa negara menjamin hak-hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak-hak atas tanah yang ada di masyarakat.
Hal ini menunjukan bahwa tugas negara untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi warganya termasuk dalam melindungi hak-hak warga negara atas tanah. Hal ini Pemerintah, kemudian diperkuat dan dilegitimasi oleh Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001 yang di dalamnya mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan berbagai hal baik menyangkut upaya penataan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, peruntukkan, dan penyediaan tanah yang semuanya diletakan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.
(25)
Semua Hak atas Tanah mempunyai fungsi sosial, untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melebihi batas tidak diperkenankan. Pemerintah menetapkan luas maksimum dan/atau minimum tanah yang dapat dipunyai oleh suatu keluarga atau badan hukum. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum tersebut diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkannya.
Penguasaan barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut :
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang penguasaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, penguasa barang dan gubernur/bupati/walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
b. Asas kepastian hukum, yaitu penguasaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundangundangan; c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan penguasaan barang milik
negara/daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, dinyatakan bahwa Barang milik daerah adalah semua
(26)
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah termasuk salah satunya tanah. Dalam ketentuan tersebut hal-hal penting yang terkait dengan penguasaan tanah antara lain : 1. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
2. Pemegang kekuasaan barang milik daerah mempunyai wewenang : a. menetapkan kebijakan penguasaan barang milik daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;
d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 dinyatakan bahwa barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk
(27)
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan. Terkait dengan permasalahan pertanahan dalam Pasal 16 dinyatakan bahwa penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan. Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan) kepada :
1. penguasa barang untuk barang milik negara; atau
2. gubernur/bupati/walikota melalui penguasa barang untuk barang milik daerah.
Dalam Pasal 17 dinyatakan Penguasa barang menetapkan barang milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan. Gubernur/bupati/walikota menetapkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan.
(28)
Dalam menetapkan penyerahan, penguasa barang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan;
b. hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan.
Tindak lanjut penguasaan atas penyerahan tanah dan/atau bangunan meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah lainnya;
b. dimanfaatkan dalam rangka optimalisasi barang milik negara/daerah; dipindahtangankan.
Terkait dengan pemanfaatan tanah dalam BAB VI Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 dinyatakan hal-hal antara lain :
1. Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh penguasa barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
2. Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang/kuasa pengguna barang dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan penguasa barang.
3. Pemanfaatan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengguna barang dengan persetujuan penguasa barang;
(29)
4. Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum.
B. Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUPA ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh ”orang” baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain dan ”Badan Hukum”. Selanjutnya dikemukakan hak-hak atas tanah tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yaitu : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak sewa, Hak membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan.
a. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 yang menyatakan ”semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Hak milik tersebut dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik sehingga orang asing tidak mempunyai hak ilik di wilayah negara Indonesia. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya
(30)
wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. Hak milik hapus bila :
1. tanahnya jatuh kepada negara,
a. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
b. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; c. karena diterlantarkan;
d. karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2). 2. tanahnya musnah.
(31)
b. Hak Guna Usaha (HGU)
Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman dan dialihkan kepada pihak lain.
Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun dan untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.
Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah : a. warga-negara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) Pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna-usaha, yang bersangkutan tidak dilepaskan
(32)
atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Hak guna-usaha hapus karena : a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan; f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2) UUPA.
c. Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.dan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Subjek dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah : a. warga-negara Indonesia;
(33)
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Terjadinya Hak guna-bangunan :
a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara; karena penetapan Pemerintah;
b. mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Hak guna-bangunan hapus karena : a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan; f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA.
d. Hak Pakai (HP)
Hak Pakai adalah ”Hak untuk menggunakan dan/ atau menunjuk hasil dari tanah negara atau tanah milik orang lain”. Peruntukan Hak Pakai, untuk tanah bangunan dan tanah pertanian Hak Pakai diatur dalam Pasal 41 s/d 43 UUPA, Pasal 39 s/d 54 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
(34)
Jangka Waktu :
25 tahun dapat diperpanjang 20 tahun atau selama dipergunakan.
Pasal 45 PP No. 40 Tahun 1996:
“Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu” sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada :
a. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), dan Pemerintah Daerah;
b. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional; c. Badan keagamaan dan badan sosial.
Subjek Hak Pakai (Pasal 39 PP No. 40 Tahun 1996) : a. WNI
b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
d. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dan Pemda
e. Badan Keagamaan dan Sosial
f. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
g. Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia h. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional
Terjadinya Hak Pakai (Pasal 42 UUPA) : a. Penetapan Pemerintah : Tanah Negara
(35)
Pasal 45 ayat (3) PP No. 40 Tahun 1996 :
Hak Pakai selama dipergunakan diberikan kepada :
a. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Pemda b. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional c. Badan Keagamaan dan Sosial
Pasal 53 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996 :
“Hak Pakai atas tanah hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.”
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 41 & Pasal 42 : “Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanah dipergunakan untuk kepentingan tertentu.”
Artinya :
“Pemberian Hak Pakai pada hakekatnya hanya memberi wewenang yang terbatas apabila tanahnya tidak dipergunakan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian, Hak Pakai tersebut harus dikembalikan kepada Negara.”
C. Hak Penguasaan Tanah
Istilah hak penguasaan atas tanah bermula dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tidaklah pada tempatnya bahwa bangsa Indonesia ataupun negara bertindak sebagai pemilik tanah. Hak
(36)
menguasai negara atas tanah bersumber dari hak bangsa Indonesia atas tanah, yang pada hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilakukan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut menguasakan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4, yang intinya adalah Negara melalui Pemerintah memiliki tanggung jawab sekaligus tugas utama melindungi “Tanah air Indonesia” yang meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
Hak menguasai Negara merupakan konsep Negara suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat, sehingga kekuasaan berada ditangan Negara. Jadi Negara memiliki hak menguasai tanah melalui fungsi untuk mengatur dan mengurus.
Pengertian Hak Menguasai Negara Atas Tanah menurut UUD 1945 yaitu Negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pengelola sekaligus sebagai pengawas pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan SDA nasional. Maka Negara berkewajiban untuk :
a. Segala bentuk pemanfaatan bumi dan air dan serta hasil yang didapat didalamnya (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
(37)
b. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat didalam atau diatas bumi dan air yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.
c. Mencegah rakyat tidak mempunyai kesempatan atau kehilangan hak yang terdapat di dalam dan di atas bumi dan air.
Asas–Asas Hak Menguasai Negara Atas Tanah terdapat didalam UUPA Pasal 1 :
Ketentuan yang terdapat dalam UUPA pasal 1 yang menyatakan bahwa tanah di daerah dan pulaubukan semata-mata menjadi hak rakyat asli daerah saja melainkan hak seluruh bangsa Indonesia ditegaskan bahwa subjek hukum pemegang hak atas tanah dapat berbentuk Bangsa Indonesia. UUPA telah mengatur strukur pendelegasian wewenang dari Negara pada pemerintah atau masyarakat untuk membentuk keseimbangan hak dan kewajiban perorangan, masyarakat, Negara.
Perlu adanya aturan-aturan atau hukum mengatur hak menguasai Negara atas tanah yang menjadi landasan pemikiran hubungan orang, tanah, dan Negara didalam Negara Hukum. Adanya wewenang, otoritas, ataupun kekeasaan yang delembagakan sehingga dapat detentukan asas-asas, peraturan, politik dan unsur–unsur non hukum.
Rumusan Pembatasan kekuasaan Negara atas tanah Pasal 2 ayat 2 UUPA yaitu di dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA secara tegas pula dijabarkan isi kewenangan dari hak menguasai negara tersebut. Salah satu isinya adalah ‟mengatur dan menyelenggarakan persediaan tanah‟. Substansi Pasal 2 ayat
(38)
(2) dapat ditafsirkan termasuk persediaan tanah bagi keberlanjutan pembangunan untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah bagi persediaan tanah dapat dilakukan secara sukarela (voluntary) seperti jual beli, penyerahan atau pelepasan hak; dapat pula dilakukan secara wajib
(compulsory) seperti pencabutan hak dan nasionalisasi. Oleh karena
pengadaan tanah secara wajib pada hakikatnya merupakan cara paksa (sepihak), maka pengaturan pengadaan tanah secara wajib harus dilakukan atas dasar undang-undang. Dalam perspektif teoretis, terjadinya hak menguasai negara yang ditegaskan dalam konstitusi negara adalah karena pelimpahan unsur publik dari hak bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam hukum tanah nasional (Pasal 1 UUPA). Karena yang dilimpahkan adalah unsur publik, maka secara otomatis isi kewenangan hak menguasai negara pun semata-mata berunsur publik sebagaimana yang secara eksplisit tampak pada Pasal 2 ayat (2) UUPA.
D. Dasar Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah
Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional kita, yaitu :
1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam Pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan public.
2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2, semata-mata beraspek public.
(39)
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam Pasal 3, beraspek perdata dan public.
4. Hak-hak Perorangan/individual, semuanya beraspek perdata, terdiri atas : a. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara
langsung ataupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 dan 53.
b. Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49.
c. Hak Jaminan atas Tanah yang disebut “hak tanggungan” dalam Pasal 25,33,39, dan 51.
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah ada yang sebagai lembaga hukum. Ada pula sebagai hubungan-hubungan hukum konkret.
Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemeganng haknya. Sebagai contoh dapat disebut Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa untuk bangunan yang disebut dalam Pasal 20 sampai dengan 45 UUPA.
Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu hubungan hukum konkret, jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya. Sebagai contoh dapat dikemukakan hak-hak atas tanah yang disebut dalam Ketentuan Konversi UUPA.
Dasar Hukum Perda Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
(40)
Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643). Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4073).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855).
Dan Peraturan terakhir sebagai dasar pembuatan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Penguasaan Barang Milik Daerah yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah yang dipisahkan.
Setelah ada Peraturan-Peraturan dari Pemerintah dan Menteri Dalam Negeri baru dijabarkan dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
(41)
yaitu Walikota sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah.
Dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Walikota sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang :
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c. Menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;
d. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
e. Menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan baraang milim daerah sesuai batas kewenangannya; dan
f. Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selai tanah dan / atau bangunan.
Dalam Pasal 23 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah berbunyi “status
penggunaan barang milik daerah untuk masing-masing SKPD ditetapkan oleh Walikota”.
Dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, penetapan status
penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut :
(42)
a. Pengguna barang melaporkan barang milik daerah yang ada pada SKPD dan yang diterimanya kepada Penguasa Barang disertai dengan usul penggunaannya;
b. Penguasa barang meneliti laporan tersebut dan mengajukan usul penggunaan dimaksud kepada Walikota untuk ditetapkan status penggunaannya.
Dalam Pasal 35 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, pemanfaatan
barang milik daerah berupa tanah dan / atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh Penguasa Barang setelah mendapat persetujuan Walikota.
(43)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mempelajari, mengkaji peraturan perundang-undangan dan literatur serta bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan peraturan yang terkait dengan Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Sedangkan penelitian empiris dilakukan dengan cara mengkaji dan memperjelas kajian hukum Penelitian tersebut guna mendapat hasil penelitian yang objektif dan terperinci dengan cara melakukan wawancara dengan nara sumber ditempat lokasi penelitian.
B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalaui wawancara dengan pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan di teliti, yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Lampung, Sekretaris Daerah serta Kepala Bagian Bidang Aset.
(44)
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data diperoleh dari kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat yaitu berupa perundang-undangan yang terdiri dari :
1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
4) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi :
1) Buku-buku mengenai Pendaftaran Tanah, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, surat kabar, situs internet, buku tentang Metodologi Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah.
(45)
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang di lakukan dengan dua cara yaitu: 1. Studi Lapangan
Penelitian Lapangan adalah penelitian mencari data secara langsung ke pihak yang berwenang yaitu instansi Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung Lampung dan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan melakukan wawancara terbuka terhadap kepala kantor pertanahan dan Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung yang mana hasilnya akan dijadikan sebagai isi dari skripsi.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat, dan mengutip buku-buku, literatur-literatur, perundang-undangan serta mengklasifikasikan data yang berkaitan dengan permasalahan yang di jadikan pokok bahasan.
D. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data yang di lakukan dalam penelitian Skripsi ini melalui tahapan sebagai berikut:
1. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan. 2. Pemeriksaan data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai
kelengkapan serta kejelasannya.
3. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.
(46)
4. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut urutan secara sistematis, hasil dari penelitian yang sesuai dengan jawaban permasalahan yang ada.
E. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menguraikan hasil penelitian dalam bentuk kalimat secara terperinci dan sistematis kemudian dilakukan interpretasi data yaitu mengartikan kata yang tersusun tersebut, sehingga pembahasan ini akan menuju kesimpulan sebagai jawaban dai permasalahan yang diajukan.
(47)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Bahwa penguasaan tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dan Pasal 15 UUPA. Penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung terbagi 2 yaitu penguasaan secara fisik dan penguasaan secara yuridis. Penguasaan secara fisik dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan menggunakannya dengan dibangun gedung untuk Pemerintahan sedangkan tanah yang belum dimanfaatkan masih kosong dan tidak dipagar dikarenakan tidak adanya anggaran. Penguasaan secara yuridis oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dibuktikan dengan dimilikinya sertipikat dan kelengkapan akta-akta alas hak atas tanah, tetapi masih terdapat tanah Pemerintah Kota Bandar Lampung yang belum bersertipikat dikarenakan ada yang masih dalam proses dan ada yang dikarenakan kurangnya anggaran.
2. Faktor pendukung penguasaan tanah secara fisik yaitu digunakan untuk gedung Pemerintahan. Faktor pendukung penguasaan tanah secara yuridis yaitu dengan lengkapnya alas hak Sertipikat. Faktor penghambat secara fisik penguasaan hak atas tanah yaitu tanah tersebut tidak dipagar
(48)
dikarenakan tidak adanya anggaran. Faktor penghambat secara yuridis yaitu tidak lengkapnya alas hak atas tanah.
B. Saran
1. Setiap penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung sebaiknya disertai dengan kelengkapan dasar penguasaan hak yang bersumber pada alat bukti hak yang sah, agar terdapat kepastian hokum dan kepastian hak atas tanah dengan didaftarkan sesuai dengan Pasal 19 UUPA ayat (1), perlu dianggarkan dalam APBD dana yang cukup untuk pembuatan Sertipikat dan dana untuk membangun pagar untuk tanah yang tidak digunakan agar diketahui tanah tersebut ada pemiliknya;
2. Pemerintah Kota Bandar Lampung agar menambah pemeliharaan tanah aset miliknya yang tidak dipergunakan dengan memasang pagar dan plang nama bahwa tanah tersebut milik Pemerintah Kota Bandar Lampung yang membuktikan tanah tersebut tidak terlantar sesuai dengan Pasal 15 UUPA.
(49)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, SejarahPembentukan UUPA, Isi
dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003.
Hanitijo, Ronny, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.
Hermit, Herman, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik,Tanah
Negara dan Tanah Pemda, teori dan Praktek, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2004.
Supriadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2010.
Parlindungan, A.P, Komentar UUPA, Mandar Maju, Bandung, 2008.
Wignjodipuro, Surojo, Pengantar Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1982.
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
(50)
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Daerah yang dipisahkan.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
(1)
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang di lakukan dengan dua cara yaitu: 1. Studi Lapangan
Penelitian Lapangan adalah penelitian mencari data secara langsung ke pihak yang berwenang yaitu instansi Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung Lampung dan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan melakukan wawancara terbuka terhadap kepala kantor pertanahan dan Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung yang mana hasilnya akan dijadikan sebagai isi dari skripsi.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat, dan mengutip buku-buku, literatur-literatur, perundang-undangan serta mengklasifikasikan data yang berkaitan dengan permasalahan yang di jadikan pokok bahasan.
D. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data yang di lakukan dalam penelitian Skripsi ini melalui tahapan sebagai berikut:
1. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan. 2. Pemeriksaan data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai
kelengkapan serta kejelasannya.
3. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.
(2)
E. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menguraikan hasil penelitian dalam bentuk kalimat secara terperinci dan sistematis kemudian dilakukan interpretasi data yaitu mengartikan kata yang tersusun tersebut, sehingga pembahasan ini akan menuju kesimpulan sebagai jawaban dai permasalahan yang diajukan.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bahwa penguasaan tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dan Pasal 15 UUPA. Penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung terbagi 2 yaitu penguasaan secara fisik dan penguasaan secara yuridis. Penguasaan secara fisik dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan menggunakannya dengan dibangun gedung untuk Pemerintahan sedangkan tanah yang belum dimanfaatkan masih kosong dan tidak dipagar dikarenakan tidak adanya anggaran. Penguasaan secara yuridis oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dibuktikan dengan dimilikinya sertipikat dan kelengkapan akta-akta alas hak atas tanah, tetapi masih terdapat tanah Pemerintah Kota Bandar Lampung yang belum bersertipikat dikarenakan ada yang masih dalam proses dan ada yang dikarenakan kurangnya anggaran.
2. Faktor pendukung penguasaan tanah secara fisik yaitu digunakan untuk gedung Pemerintahan. Faktor pendukung penguasaan tanah secara yuridis yaitu dengan lengkapnya alas hak Sertipikat. Faktor penghambat secara fisik penguasaan hak atas tanah yaitu tanah tersebut tidak dipagar
(4)
1. Setiap penguasaan hak atas tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung sebaiknya disertai dengan kelengkapan dasar penguasaan hak yang bersumber pada alat bukti hak yang sah, agar terdapat kepastian hokum dan kepastian hak atas tanah dengan didaftarkan sesuai dengan Pasal 19 UUPA ayat (1), perlu dianggarkan dalam APBD dana yang cukup untuk pembuatan Sertipikat dan dana untuk membangun pagar untuk tanah yang tidak digunakan agar diketahui tanah tersebut ada pemiliknya;
2. Pemerintah Kota Bandar Lampung agar menambah pemeliharaan tanah aset miliknya yang tidak dipergunakan dengan memasang pagar dan plang nama bahwa tanah tersebut milik Pemerintah Kota Bandar Lampung yang membuktikan tanah tersebut tidak terlantar sesuai dengan Pasal 15 UUPA.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003.
Hanitijo, Ronny, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.
Hermit, Herman, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik,Tanah Negara dan Tanah Pemda, teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2004.
Supriadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, PT. Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2010.
Parlindungan, A.P, Komentar UUPA, Mandar Maju, Bandung, 2008.
Wignjodipuro, Surojo, Pengantar Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1982.
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
(6)
Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Daerah yang dipisahkan.
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.