PERALIHAN HIBAH HAK MILIK ATAS TANAH ( Studi Kasus di Desa Bandar Negeri,Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur)

ABSTRAK
PERALIHAN HIBAH HAK MILIK ATAS TANAH
( Studi Kasus di Desa Bandar Negeri,Kecamatan Labuhan Maringgai,
Kabupaten Lampung Timur)
Oleh
DEVY LITASARI

Hibah adalah salah satu peralihan hak milik yang telah di atur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Pengertian hibah sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan
Pasal 1666 KUH Perdata adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah
menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali,
untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Pada umumnya
proses beri memberi itu terjadi secara terpisah, yaitu tidak terjadi pada saat yang
bersamaan melainkan ada tenggang waktu tertentu sesuai dengan suasana saat itu,
jadi sifat dari pemberian itu adalah umum karena baik pemberi maupun penerima
tidak perlu memenuhi kewajiban tertentu kecuali ada kerelaan pihak dan tidak
melihat status individunya.
Salah satu contoh dari peralihan hak milik karena hibah yaitu seperti yang terjadi di
Desa Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai. Peralihan hak milik tanah
karena hibah terjadi berawal dari niat baik seorang Kepala Desa Bandar Negeri yang
bernama Tumenggung Hasan pada tahun 1983, ia ingin menghibahkan tanahnya
seluas 15.000 meter dan tanah seluas 20.000 meter kepada Desa Bandar Negeri, tetapi

anak dari Tumenggung Hasan (Pemberi Hibah) yang bernama Zainab 5 tahun
belakangan ini ingin meminta hasil dari objek hibah yang telah diberikan kepada
Desa Bandar Negeri tersebut.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa saja aspek hukum keperdataan yang
terjadi antara Tumenggung Hasan (pemberi hibah) dan Desa Bandar Negeri
(penerima hibah), apakah prosedur hibah tanah sesuai dengan peraturan perundangundangan tentang hibah dan pendaftaran tanah, serta apa akibat hukum dari peralihan
hibah hak milik atas tanah antara Tumenggung Hasan (pemberi hibah) dengan Desa
Bandar Negeri (penerima hibah).
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum
normatif-empiris dengan tipe penelitian menggabungkan antara pendekatan hukum
normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Data yang digunakan
adalah data sekunder dan data primer yang berasal dari buku-buku, atau literature-

Devy Litasari

literatur hukum, peraturan perundang-undangan, wawancara serta bahan-bahan
lainnya yang termasuk dalam ruang lingkup hibah hak milik.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, bahwa aspek hukum keperdataan
dilihat dari subjek hibah yakni adanya pemberi hibah (Tumenggung Hasan) dan
penerima hibah (Desa Bandar Negeri) yang melakukan peralihan hibah dengan objek

hibah berupa benda tidak bergerak yaitu tanah. Dasar hukum yang digunakan dalam
hibah yaitu sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab X tentang
Penghibahan dan peraturan perundang-undangan: (1) Undang-Undang No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 26; (2) Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 ayat 1. Prosedur
hibah tanah ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang hibah dan
Pendaftaran Tanah karena dilakukan dengan memenuhi syarat adanya perjanjian yaitu
perjanjian hibah hanya dapat dilakukan antara orang yang masih hidup (Pasal 1666
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), perjanjian hibah hanya diperbolehkan
terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan terjadi (Pasal 1667
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) hanya saja pada syarat ketiga yaitu perjanjian
hibah harus dilakukan dengan akta Notaris (Pasal 1682 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata) tidak dilakukan oleh pemberi dan penerima hibah pada saat proses
hibah terjadi. Hal itu terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman hukum tentang
prosedur hibah tanah sesuai perundang-undangan dan sudah menjadi kebiasaan
mereka tunduk pada hukum adat yang diperbolehkan melakukan hibah dibawah
tangan tanpa dilakukan dihadapan Notaris. Akibat hukum peralihan hibah tidak dapat
ditarik kembali terdapat pada Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pada dasarnya hibah menjadi sah dan akibatnya berlaku bagi para pihak jika
penerima hibah telah menerima dengan tegas pemberian tersebut (dengan akta

notaris), hal ini diatur dalam Pasal 1683 jo. Pasal 1682 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dan hibah menjadi tidak sah bila tidak dilakukan dihadapan Notaris
kecuali bagi mereka yang tunduk pada hukum adat, maka cukup melakukan
pendaftaran tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional.

Kata Kunci: Tanah, Hibah, Notaris

PERALIHAN HIBAH HAK MILIK ATAS TANAH
( Studi Kasus di Desa Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai,
Kabupaten Lampung Timur )

Oleh
DEVY LITASARI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

PERALIHAN HIBAH HAK MILIK ATAS TANAH
( Studi Kasus di Desa Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai,
Kabupaten Lampung Timur )

(Skripsi)

Oleh
DEVY LITASARI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015


MOTO

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah –
amanah kepada pemiliknya, dan apabila kalian menetapkan hukum dengan
adil”.
(QS. An-Nisa : 58)

“Jujur, amanah dan menepati janji merupakan dasar kehidupan yang
menciptakan kedamaian dan kerukunan sesama.”.
(Devy Litasari)

PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam dan junjungan kami
Rasulullah SAW yang membukakan pintu harapan serta melahirkan
Kebesaran hati dan keoptimisan.
Bismillahirrohmanirrohim,
Dengan penuh rasa syukur, Kupersembahkan skripsi ini kepada,
Ayah dan Ibuku Tercinta atas segala kasih sayang yang diberikan tanpa
henti – hentinya yang telah banyak berkorban untukku serta segala do’a nya

siang dan malam demi keberhasilanku.

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Devy Litasari, lahir pada tanggal 3
Juni 1993 di Palembang, Sumatera Selatan. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Syaiful Anuar
dan Ibu Habsah Desi Lita.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Waydadi pada
tahun 1999-2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di MTsN 1 Tanjung
Karang pada tahun 2005-2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 15
Bandar Lampung pada tahun 2008-2011. Dengan mengikuti Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Undangan akhirnya penulis diterima di
Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2011.
Pada tahun 2014, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Bandar Negeri,
Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur.

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
berjudul “Peralihan Hibah Hak Milik Atas Tanah (Studi Di Desa Bandar Negeri,
Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur” sebagai salah satu
syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, hal tersebut
dikarenakan kurang dan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penulis, untuk itu, sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.
Penulis menyelesaikan skripsi ini tidak akan lepas dari bantuan, bimbingan dan saran
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:

1.

Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;

2.


Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3.

Ibu Hj. Nilla Nargis, S.H., M.Hum., Dosen Pembimbing I dan Pembimbing
Akademik yang telah membantu, memberi saran, waktu untuk memberikan
bimbingan,

dan

pengarahan

sehingga

skripsi

ini


dapat

terselesaikan.

Penghargaan atas waktu dan nilai akan kerja keras merupakan pelajaran berharga
yang penulis dapat;
4.

Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang telah sabar dan
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, serta petunjuk dan
pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penghargaan atas
waktu dan nilai kerja keras merupakan pelajaran berharga yang penulis dapat;

5.

Bapak Dr. M.Fakih, S.H., M.S., Dosen Pembahas I terima kasih atas perhatian,
masukan, kritik dan saran yang sangat berarti selama proses penulisan skripsi ini;

6.


Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H., Dosen Pembahas II yang telah memberikan
saran dan masukan demi kebaikan penulisan skripsi ini;

7.

Kepada segenap staf pengajar Fakultas Hukum yang telah membimbing penulis
selama perkuliahan berlangsung dan seluruh staf karyawan Fakultas Hukum
yang telah memperlancar perkuliahan dan selalu memberikan dukungan;

8.

Kepada seluruh staf dan pegawai Kantor Balai Desa Bandar Negeri Kecamatan
Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur yang telah memberi kesempatan
dan membantu dalam penelitian ini;

9.

Kepada Ayah, Ibu dengan teriakannya “skripsimu nak”.

10. Adikku Andi Ade Anuar yang selalu memberi motivasi dan perhatiannya selama

ini;
11. Kepada ayah Ruslan, Ibu Erawani, Udo Herpin Adya, Cingah Sisca Liana,S.Pd
yang telah menyemangati dan mendukungku;
12. Kepada Ibu Sari , dan Adik – adik ku Ratna Sari, Maya, Arta terima kasih untuk
dukungannya;
13. Kepada Bapak Triyono (Kepala Desa Bandar Negeri), Ibu Nikmah, Bilil, Bu
towo, dan masyarakat yang telah membantu dan mendukung penulis saat KKN
di Desa Bandar Negeri.
14. Dito, Tata, teman – teman seperjuangan ketika KKN Di Desa Bandar Negeri.
15. Saudara Angkatanku Fungky Agustiawan, Yuli Kurniawan, Kalsum Sari Asih,
Fredy Pratama, Zainudin yang berjuang dari landas dan lantap Mahusa Unila
bersama, dan hingga kini pun meski keadaan memisahkan tapi kekompakkan dan
kebersamaan kita masih tetap terjaga, semuanya masih tersimpan di memori dan
tidak akan terlupakan;
16. Abang Kasau, Abang Erik,

Abang Rohman yang selalu mengarahkan dan

mengingatkanku, terimakasih untuk kepeduliannya sehingga terasa seperti adik
kandung kalian;
17. Angkatan 30 Mahusa Unila Edi, Rido, Diah dan Angkatan 31 Mahusa Unila
Ikbal, Donny, Ayak, Zaki, Tami, Renhaq, Sasmi, Robbi serta Angkatan 32
Mahusa Unila Kevin, Andhika terimakasih atas motivasinya;
18. Keluarga Besar ku Mahusa Unila dan PDL kebanggaan ku;

19. Sahabat – sahabat ku Emilia Sari terimakasih untuk semangat dan dukungannya,
Elsa Stella Nova yang berjuang bersama dalam menyelesaikan skripsi, Tika
Dolok Saribu, Nurul Rahma Selviana dan Ernawati Sihombing semangat dan
tetap berjuang untuk menyelesaikan kuliah;
20. Kawan – kawan angkatan 2011 Hendra, Novi, Yulia, Tina, Puji, Niken, Grace,
Juna, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas motivasinya;
21. Yang selalu sabar, perhatian, peduli dan selalu mendukungku ( Erwinsyah)
terimakasih untuk semua hal yang kau berikan sehingga aku bisa menyelesaikan
skripsi ini;
22. Almamater ku tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan. Hanya ucapan terima kasih
yang dapat penulis berikan semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat ridho-Nya, Amin–amin Ya Robbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, November 2015
Penulis

Devy Litasari

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI

I.

II.

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang ...................................................................

1

B.

Permasalahan dan Ruang Lingkup.....................................

5

C.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................

6

D.

Kerangka Pikir ...................................................................

8

TINJAUAN PUSTAKA
A.

B.

Tinjauan Umum Hibah......................................................
1.

Pengertian Hibah........................................................

10

2.

Subjek dan Objek Hibah ............................................

16

3.

Pengaturan Hibah .......................................................

19

4.

Cara Memperoleh Hibah ............................................

21

5.

Cara Hapusnya Hibah ................................................

22

Tinjauan Umum Peralihan Hak Milik
1.

Peralihan Hak Milik ....................................................

25

2.

Pengertian Pendaftaran Tanah.....................................

35

III. METODE PENELITIAN
A.

Pendekatan Masalah..........................................................

40

B.

Sumber Data......................................................................

41

C.

Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ..........

43

D.

Analisa Data ......................................................................

45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Hukum Keperdataan Mengenai Hibah Tanah...............

46

B. Prosedur Hibah Sesuai dengan Kitab Undang – Undang
Hukum Perdata.........................................................................

61

C. Prosedur Pendaftaran Tanah Sesuai dengan Undang – Undang
No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997..........................................................................................

V.

1. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 ......................

65

2. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ............

69

D. Akibat Hukum Hibah yang Terjadi di Desa Bandar Negeri ....

70

1. Hibah Menjadi Sah...............................................................

72

2. Hibah Menjadi Tidak Sah ....................................................

73

KESIMPULAN
A. Kesimpulan ..............................................................................

77

B. Saran.........................................................................................

78

DAFTAR PUSTAKA

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mengingat
Indonesia masih merupakan negara agraris, sehingga kepastian keberadaan tanah
haruslah di dukung oleh kepastian surat–surat atau dokumen yang sah, dimana
dengan adanya kepastian tersebut akan menjadikan ketenangan bagi pemilik untuk
memanfaatkannya. Fungsi tanah bagi kehidupan manusia adalah sebagai tempat
dimana manusia tinggal, melaksanakan aktivitas sehari-hari, menanam tumbuhtumbuhan, hingga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi manusia. Seperti
pendapat Benhard Limbong dalam bukunya yang berjudul Konflik Pertanahan,
tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian
besar dari kehidupannya tergantung pada tanah. Tanah adalah karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa kepada umat manusia dimuka bumi. Sejak lahir sampai
meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber
kehidupan, dalam hal ini, tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural,
politik dan ekologis1. Tanah menjadi penting bagi masyarakat karena memiliki
banyak manfaat bagi kehidupan, yaitu:2
1.

Digunakan untuk lahan pertanian, tanah sangat dibutuhkan menggantungkan
hidupnya dari hasil panen. Jika tanah di lingkungan petani subur, maka akan

1

Benhard Limbong, “Konflik Pertanahan”, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2012, hlm.2.

2

Chy Ana, 04 April 2015, http://manfaat.co.id/manfaat-tanah.

2

sangat cocok untuk ditanami berbagai tanaman. Hasil pertanian tersebut bisa
digunakan untuk memenuhi penghidupan sendiri ataupun bisa dijual sebagai
salah satu komoditi pertanian..
2.

Sebagai habitat hewan tanah
Tanah selain alas kehidupan bagi tanaman, juga sebagai tempat bernaung
bagi hewan-hewan yang hidup di dalam tanah, seperti cacing tanah, semut,
tikus tanah.

3.

Fungsi keseimbangan ekologis
Bagi manusia tanah sangat berperan penting dalam mempercepat proses
penyerapan. Di perkotaan sangat rawan terjadi banjir karena tanahnya sudah
mengeras dijadikan aspal. Namun tanah turut membantu penyerapan air lebih
cepat dilakukan sehingga air hujan yang turun tidak terlalu lama tergenang
sehingga menyebabkan banjir.

4.

Sumber mata air sumur
Manfaat tanah pada lingkungan, memiliki fungsi penyerapan air yang baik,
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata air sumur. Seperti yang kita
ketahui sumber air sumur berasal dari air tanah bagi kehidupan kita. Sampai
saat ini pun di Indonesia masih banyak yang masih menggunakan air sumur
selain air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Begitu pentingnya tanah dalam kehidupan masyarakat sehingga dalam hal ini
kepemilikan dan keabsahan dokumen berupa sertifikat tanah pun sangat
diperlukan. Pengertian sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah
No. 27 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok

3

Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam
buku tanah yang bersangkutan. Pengertian buku tanah menurut Pasal 1 angka 19
Peraturan Pemerintah Pendaftaran tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar
yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang
sudah ada haknya.3
Hibah adalah salah satu peralihan hak milik yang telah di atur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian hibah sebagaimana dijelaskan dalam
ketentuan Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu
persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara
cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang
menerima penyerahan barang itu.

4

Hibah atau pemberian dalam hal ini

sebenarnya termasuk dalam pengertian hukum, karena mempunyai ketentuanketentuan hukum sendiri. Pada umumnya proses beri memberi itu terjadi secara
terpisah, yaitu tidak terjadi pada saat yang bersamaan melainkan ada tenggang
waktu tertentu sesuai dengan suasana saat itu, jadi sifat dari pemberian itu adalah
umum karena baik pemberi maupun penerima tidak perlu memenuhi kewajiban
tertentu kecuali ada kerelaan pihak dan tidak melihat status individunya.
Salah satu contoh dari peralihan hak milik karena hibah yaitu seperti yang terjadi
di Desa Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung
Timur ini. Peralihan hak milik tanah karena hibah ini terjadi berawal dari niat baik
seorang Kepala Desa Bandar Negeri yang bernama Tumenggung Hasan pada

3
4

UU No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Pasal 1666.

4

tahun 1983, dia memiliki tanah seluas 15.000 meter dan tanah seluas 20.000
meter. Tanah tersebut ingin dia hibahkan kepada Desa Bandar Negeri untuk
dijadikan lokasi pembangunan sebagai tempat pendidikan/masjid dan sebagai
tempat pemakaman umum Desa Bandar Negeri. Pada tanggal 25 Juli 1983,
Tumenggung Hasan (Kepala Desa) menyerahkan tanah seluas 15.000 meter dan
tanah seluas 20.000 meter tersebut kepada pemerintah daerah Tk.II Lampung
Tengah yang ketika itu surat penyerahan tanah di tanda tangani oleh Tumenggung
Hasan (Kepala Desa) sebagai pemberi hibah dan Noto Diharjo (Ketua L.M.D),
M.Nurjaya (Sekretaris L.M.D), A.Sutomo (Angg. L.M.D Pimpinan Agama)
sebagai penerima hibah yang mewakili Desa Bandar Negeri. Namun pada surat
penyerahan tanah tersebut, Camat Kecamatan Labuhan Maringgai tidak
menandatangani surat tersebut, akan tetapi surat tersebut sudah disahkan oleh
Pemerintah sebagai tanah milik Desa Bandar Negeri.
Seiringnya waktu berlalu 31 tahun sudah pengalihan hibah tersebut terjadi, objek
hibah yaitu sekapling tanah seluas 15.000 meter dan sekapling tanah seluas
20.000 meter sudah berdiri Taman Kanak-kanak (TK) dan Tempat pemakaman
umum. Tumenggung Hasan pun sudah meninggal dan Kepala Desa yang sekarang
yaitu Triyono. Tetapi isteri ahli waris dari bapak Tumenggung Hasan yang
bernama Zainab menuntut atas hak nya yang sudah dihibahkan kepada Desa
Bandar Negeri tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diteliti sejauh mana aspek hukum
keperdataan hibah terhadap hak milik atas tanah antara Tumenggung Hasan
dengan Desa Bandar Negeri Kabupaten Lampung Timur dalam sebuah penelitian

5

dengan judul : “Peralihan Hibah Hak Milik Atas Tanah ( Studi Kasus di Desa
Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur )”.
B.
I.

Permasalahan dan Ruang Lingkup
Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
a. Apa sajakah aspek hukum keperdataan yang terjadi antara Tumenggung Hasan
(pemberi hibah) dan Desa Bandar Negeri (penerima hibah) ?
b. Apakah prosedur hibah sesuai dengan peraturan perundang–undangan tentang
hibah dan Pendaftaran Tanah ?
c. Apakah akibat hukum dari peralihan hibah hak milik atas tanah antara
Tumenggung Hasan (pemberi hibah) dengan Desa Bandar Negeri (penerima
hibah) ?
2.

Ruang Lingkup

Agar pembahasan dan penelitian ini mencapai sasaran, maka diperlukan
pembatasan atau ruang lingkup masalah. Adapun ruang lingkup masalah dalam
penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu.
a. Ruang Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan membatasi ruang lingkup kajian ini pada lingkup aspek
hukum keperdataan yang terjadi antara Tumenggung Hasan (pemberi hibah) dan
Desa Bandar Negeri (penerima hibah), apakah proses hibah ini sesuai dengan
peraturan perundang – undangan tentang hibah dan pendaftaran tanah serta
membahas apa akibat hukum dari peralihan hibah hak milik atas tanah antara

6

Tumenggung Hasan (pemberi hibah) dengan Desa Bandar Negeri (penerima
hibah).
b. Ruang Lingkup Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu penulis yaitu hukum keperdataan,
khususnya mengenai hibah tanah.

C.
I.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di atas, adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui dan memahami mengenai aspek hukum keperdataan keperdataan
yang terjadi antara Tumenggung Hasan dengan Desa Bandar Negeri.
b. Mengetahui dan memahami prosedur hibah apakah sesuai atau tidak dengan
aturan perundang–undangan tentang hibah dan pendaftaran tanah.
c. Mengetahui dan memahami akibat hukum dari peralihan hibah hak milik atas
tanah antara Tumenggung Hasan dengan Desa Bandar Negeri.

2.

Kegunaan Penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian setidak-tidaknya ada 2 (dua) macam5 yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan
ilmu pengetahuan dibidang hukum keperdataan yang lebih khususnya dalam
5

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hlm. 66.

7

lingkup peralihan hak milik dan juga sebagai sumber informasi dan bahan bacaan
agar masyarakat mengetahui lebih banyak lagi khususnya tentang peralihan hak
milik atas tanah pribadi kepada Desa berdasarkan hibah.

b. Kegunaan Praktis
Kegunaaan praktis merupakan kegunaan yang secara langsung dapat bermanfaat
bagi penulis:
1) Sebagai sarana pelatihan dan peningkatan serta pengembangan wawasan dan
ilmu pengetahuan bagi penulis.
2) Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang ilmu hukum khususnya
mengenai aspek hukum keperdataan hibah terutama peralihan hak milik
kepada Desa berdasarkan hibah.
3) Memenuhi salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung.

8

D.

Kerangka Pikir

Guna memperjelas pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir
sebagai berikut:

Kitab Undang Undang
Hukum Perdata

Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah

Pemberi dan Penerima
Hibah

Prosedur hibah hak milik atas tanah
Antara Tumenggung Hasan dengan
Desa Bandar Negeri

Prosedur Pendaftaran Tanah

Akibat hukum dari peralihan hibah
hak milik atas tanah antara
Tumenggung Hasan dan Desa Bandar
Negeri

Keterangan:

Berlandaskan pada ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, antara
pemberi hibah dan penerima hibah bertemu dan melakukan suatu peralihan hak
milik tanah pribadi yang dimiliki oleh Tumenggung Hasan kepada Desa Bandar

9

Negeri, dalam pertemuan tersebut mereka menjalankan prosedur peralihan yang
didalamnya terdapat alat bukti berupa surat menyurat yang diperlukan untuk
proses peralihan hak milik atas tanah yang didasarkan hibah dan proses
pendafataran tanah yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997,
dalam proses hibah hak milik atas tanah dan cara pendaftaran tanah tersebut
apabila terjadi permasalahan dan akibat hukum maka akan diselesaikan baik
secara mediasi, peradilan maupun arbitrase yang sesuai dengan Kitab Undang
Undang Hukum Perdata.

II.

A.
1.

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Hibah
Pengertian Hibah

Hibah atau Pemberian dalam hal ini sebenarnya termasuk dalam pengertian
hukum, karena mempunyai ketentuan-ketentuan hukum sendiri. Pada umumnya
proses beri memberi itu terjadi secara terpisah, yaitu tidak terjadi pada saat yang
bersamaan melainkan ada tenggang waktu tertentu sesuai dengan suasana saat itu,
jadi sifat dari pemberian itu adalah umum, karena baik pemberi maupun penerima
tidak perlu memenuhi kewajiban tertentu kecuali ada kerelaan para pihak dan
tidak melihat status individunya. Hibah tanah merupakan pemberian seseorang
kepada orang lain dengan tidak ada penggantian apapun dan dilakukan secara
suka rela, tanpa ada kontraprestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian
itu dilangsungkan pada saat si pemberi hibah masih hidup. Ini berbeda dengan
wasiat, yang mana wasiat diberikan sesudah si pewasiat meninggal dunia. 1
Menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)2 :
“Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu
barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.
Berdasarkan rumusan di atas, dapat diketahui unsur–unsur hibah sebagai berikut:

Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis. “Hukum Perjanjian Dalam Islam” , Sinar Grafika
Cetakan Kedua, Jakarta, 1996, hlm. 113.
2
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Pasal 1666.

✁✁

a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-cuma.
Artinya, tidak ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah.
b. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk
menguntungkan pihak yang diberi hibah.
c. Objek perjanjian hibah adalah segala macam harta benda milik penghibah,
baik berwujud maupun tidak berwujud, benda tetap maupun benda bergerak,
termasuk juga segala macam piutang penghibah.
d. Hibah tidak dapat ditarik kembali.
e. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.
f. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris.
Meskipun hibah sebagai perjanjian sepihak yang menurut rumusannya dalam
Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dapat ditarik kembali,
melainkan atas persetujuan pihak penerima hibah, akan tetapi dalam Pasal 1688
Kitab Undang–Undang Hukum Perdata dimungkinkan bahwa hibah dapat ditarik
kembali atau bahkan dihapuskan oleh penghibah, yaitu:
a. Karena syarat–syarat resmi untuk penghibahan tidak dipenuhi.
b. Jika orang yang diberi hibah telah bersalah melakukan atau membantu
melakukan kejahatan lain terhadap penghibah.
c. Apabila penerima hibah menolak memberi nafkah atau tunjangan kepada
penghibah, setelah penghibah jatuh miskin.
Apabila penarikan atau penghapusan hibah ini terjadi, maka segala macam barang
yang telah dihibahkan harus segera dikembalikan kepada penghibah dalam
keadaan bersih dari beban-beban yang melekat diatas barang tersebut. Hibah
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bersumber pada Pasal 1666 yang

✂✄

dinyatakan bahwa hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, pada
waktu hidupnya, dengan cuma–cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,
menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima
penyerahan itu. Undang–Undang tidak mengakui lain–lain hibah selain hibahhibah diantara orang–orang yang masih hidup,3 dan dalam Pasal 1667 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan, bahwa hibah hanyalah mengenai
benda–benda yang sudah ada, jika hibah itu meliputi benda–benda yang baru akan
ada kemudian hari maka hibahnya adalah batal.4
Penghibahan ini digolongkan pada apa yang dinamakan perjanjian “dengan cumacuma”(dalam bahasan Belanda : “om niet”) dimana perkataan dengan cumacuma itu ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak
yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perjanjian yang
demikian juga dinamakan perjanjian “sepihak” (unilateral) sebagai lawan dari
perjanjian ”bertimbal balik” (bilateral). Perjanjian yang banyak tentunya adalah
bertimbal balik, karena yang lazim adalah bahwa orang menyanggupi suatu
prestasi karena ia akan menerima suatu kontra prestasi.
Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang-barang yang sudah ada. Jika ia
meliputi barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekedar
mengenai itu hibahnya adalah batal. Berdasarkan ketentuan ini maka jika yang
dihibahkan suatu barang yang sudah ada, bersama-sama dengan suatu barang lain
yang baru akan ada dikemudian hari, penghibahan yang mengenai barang yang
pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah. Hibah
☎ R. Subekti, R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pradnta Paramita. Jakarta.
1979. hlm. 436.

✆ R. Subekti, R. Tjitrosudibio. Ibid. hlm. 436.

✝✞

Tanah sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah No. 24
tahun 1997), bagi mereka yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris, hibah tanah yang tidak
dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan hukum, mereka yang tunduk pada
hukum adat dapat membuatnya di bawah tangan, tetapi proses di Kantor
Pertanahan harus dibuat dengan akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).5
Hibah tanah setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, harus
dilakukan dengan Akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), selain itu, dalam
pembuatan akta hibah perlu diperhatikan objek yang akan dihibahkan, karena
dalam Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961 ditentukan bahwa untuk objek
hibah tanah harus dibuat akta hibah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
akan tetapi apabila objek tersebut selain dari tanah (objek hibah benda bergerak)
maka ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata digunakan sebagai
dasar pembuatan akta hibah, yaitu dibuat dan ditandatangani Notaris. Diatur
dalam Pasal 1687 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ditunjuk berbunyi :
“Pemberian-pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh atau surat-surat
penagihan utang kepada si penunjuk dari tangan satu ke tangan lain tidak
memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si
penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian itu
atas nama si penerima hibah”.
Kekuatan hukum akta hibah terletak pada fungsi akta otentik itu sendiri yakni
sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang (Pasal 1682, 1867 dan Pasal
✟ Effendi Perangin, “Mencegah Sengketa Tanah”, Rajawali Cetakan Kedua, Jakarta, 1990,
hlm.46.

✠✡

1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sehingga hal ini merupakan akibat
langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa
harus ada akta-akta ontentik sebagai alat pembuktian. Hal-hal yang membatalkan
akta hibah telah dijelaskan dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya,
melainkan dalam hal-hal berikut:
a.

Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah
dilakukan,

b.

Jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan
kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan
lain terhadap si penghibah,

c.

Jika menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah
penghibah jatuh dalam kemiskinan,

Namum demikian, tidak diatur dengan jelas batasan jumlah harta/benda/barang
yang dapat dihibahkan sehingga juga perlu melihat bagian kedua dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata khususnya pasal-pasal yang memuat ketentuan
tentang batasan legitime portie.
Menurut pendapat Kansil, hibah adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama
akan menyerahkan suatu benda karena kebaikannya kepada pihak lain yang
menerima kebaikannya itu.6 Menurut R. Subekti, hibah atau diartikan sebagai
pemberian (Schenking) ialah perjanjian (obligator), dimana pihak yang satu
menyanggupi

6

dengan

cuma–cuma

(om

niet)

dengan

secara

mutlak

C. S. T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
2002. Hlm. 252.

15

(onnerroepelijk) memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya yaitu pihak
yang menerima pemberian itu. Sebagai suatu perjanjian, pemberian itu seketika
mengikat dan tidak dapat ia tarik kembali begitu saja menurut kehendak satu
pihak.7
Jumhur Ulama, sebagaimana dikutip Nasrun Haroen, merumuskan pengertian
hibah sebagai: “Akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti
ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela”, maksudnya, hibah itu
merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain tanpa diganti rugi,
yang mengakibatkan berpindahnya pemilikan harta itu dari pemberi kepada orang
yang diberi, selain itu, Abd al- Rahman al-Jaziri dalam Kitab al-Fiqh ‘ala alMazahib al-Arba ‘ah, menghimpun empat pengertian hibah dari empat mazhab
Hanafi, hibah adalah memberikan sesuatu benda dengan tanpa menjanjikan
imbalan seketika, sedangkan menurut mazhab maliki yaitu memberikan milik
sesuatu zat dengan tanpa imbalan kepada orang yang diberi, dan juga bisa disebut
hadiah. Mazhab syafi’i dengan singkat menyatakan bahwa hibah menurut
pengertian umum adalah memberikan milik secara sadar sewaktu hidup.
Pengertian hibah yang lebih rinci dan komprehensif dikemukakan mazhab
Hambali yaitu pemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang
mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan hukum terhadap
harta itu, baik harta itu tertentu maupun tidak, bendanya ada dan boleh diserahkan

7

R. Subekti. Aneka Perjanjian. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1995. hlm. 95.

16

yang penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup, tanpa mengharapkan
imbalan8.
Menurut Sayyid Sabiq, hibah adalah akad yang dilakukan dengan maksud
memindahkan milik seseorang kepada orang lain ketika masih hidup dan tanpa
imbalan. Pengertian hibah dari Syekh Muhammad ibn Qasim al-Ghazzi, bahwa
hibah adalah memberikan sesuatu yang dilestarikan dan dimutlakkan dalam
hubungannya dengan keadaan ketika masih hidup tanpa ada ganti, meskipun dari
jenjang atas.
Pengertian hibah tidak terlepas dari pengaruh suatu hukum, sebab konsepsi
mengenai

hibah

itu

sendiri

adalah

perwujudan–perwujudan

yang

beranekaragaman sifatnya. Hibah yang mempunyai arti pemberian yaitu suatu
persetujuan pemberian barang yang didasarkan rasa tanggung jawab antar sesama
dan dilaksanakan dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih apapun.

2.

Subjek dan Objek Hibah

Hibah adalah perjanjian dimana pemberi hibah semasa hidupnya dengan cumacuma dan tidak dapat ditarik kembali memberi sebuah benda kepada penerima
hibah yang menerima pemberian itu.9 Berkaitan dengan hibah ini, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Hibah yaitu perjanjian sepihak yang dilakukan oleh penghibah ketika
hidupnya untuk memberikan sesuatu barang dengan cuma-cuma kepada
penerima hibah.
8

Ilham Machdum, 7 April 2013, http://ilhammachdum.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-wasiatdan-hibah.html?m=1
9
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Pasal 1666.

17

b. Hibah harus dilakukan antara orang yang masih hidup.
c. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris, apabila tidak dengan akta notaris,
maka hibah batal.
d. Hibah antara suami isteri selama dalam perkawinan dilarang, kecuali jika yang
dihibahkan itu benda-benda bergerak yang harganya tidak terlampau mahal.
Dapat diketahui unsur-unsur hibah sebagai berikut:
a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-cuma.
Artinya, tidak ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah.
b. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk
menguntungkan pihak yang diberi hibah.
c. Objek perjanjian hibah adalah segala macam harta benda milik penghibah,
baik berwujud maupun tidak berwujud, benda tetap maupun benda bergerak,
termasuk juga segala macam piutang penghibah.
d. Hibah tidak dapat ditarik kembali.
e. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.
f. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris.
Perjanjian sepihak karena hanya satu pihak ang memberikan prestasi (si pemberi
hibah) tidak memberikan kontra prestasi. Perjanjian sepihak ini ditunjukkan
dengan kata cuma-cuma artinya pihak penerima hibah ada dua motif, motif tidak
melakukan peranan penting, baik motif sebagai dorongan untuk memberikan
sesuatu kepada orang lain maupun motif yang kurang baik.10

10

Umi Rochayatun, 13 Januari 2014.
http://umirochayatun.blogspot.co.id/2014/01/hibah.html?m=1

18

Dalam hukum dijelaskan bahwa setiap orang dapat menjadi subyek hukum, tetapi
menurut ketentuan undang-undang ada subyek hukum yang tidak sempurna
artinya bahwa subyek hukum itu hanya mempunyai kehendak, tetapi tidak mampu
untuk menuangkan kehendaknya di dalam perbuatan hukum, mereka-mereka itu
adalah: (1) orang-orang yang belum dewasa/anak di bawah umur; (2) orang
dewasa tetapi tidak mampu berbuat (gila); (3) Wanita dalam perkawinan11. Objek
hibah salah satu nya yaitu benda tidak bergerak seperti tanah.
Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mengingat
Indonesia masih merupakan Negara agraris, sehingga kepastian keberadaan tanah
haruslah di dukung oleh kepastian surat-surat atau dokumen yang sah, dimana
dengan adanya kepastian tersebut akan menjadikan ketenangan bagi pemilik untuk
memanfaatkannya.
Obyek hibah adalah benda-benda atau barang–barang yang diperjanjikan untuk
diberikan atau diserahkan secara cuma-cuma di dalam perjanjian hibah. Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata barang dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Barang Tidak Bergerak
Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa kebendaan
tidak bergerak adalah:
a. Tanah pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya.
b. Penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510.
c. Pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah, buah
pohon yang belum petik, demikian pula barang-barang tambang seperti batu

11

Subekti. R, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, PT. Internusa , Bandung, 1994, hal.41.

19

bara, sampah bara dan sebagainya selama benda itu belum terpisah dan digali
dari tanah.
d. Kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon – pohon yang berbatang tinggi
selama kayu tersebut belum ditebang.
e. Pipa-pipa dan got-got yang diperuntukan guna menyalurkan air dari rumah atau
pekarangan dan pada umumnya segala sesuatu yang tertancap dalam
perkarangan atau tepaku dalam bangunan rumah.
2. Barang bergerak
Barang bergerak dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Barang bergerak yang berwujud, yaitu setiap benda yang dapat berpindah
sendiri atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, tanpa
mengubah wujud, bentuk dan kegunaan bagi benda tersebut sebagai satu
kesatuan.
b. Barang bergerak tidak berwujud, yaitu segala hak atau penagihan atas barang
tidak bergerak.
3.

Pengaturan Hibah

Hibah adalah salah satu peralihan hak milik yang telah di atur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian hibah sebagaimana dijelaskan dalam
ketentuan Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu
persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara
cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang
menerima penyerahan barang itu.

20

Dalam melaksanakan hibah kita harus berdasarkan hukum yang berlaku dan
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Adapun peraturan
tentang hibah yaitu: (1) Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Bab
X Tentang Penghibahan; (2) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok–Pokok Agraria Pasal 26; (3) Peraturan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 ayat (1).
Dalam Kitab Undang–Undang Hukum Perdara Bab X Tentang Penghibahan ini
berisikan tentang pengertian dan ketentuan umum tentang hibah, kemampuan
untuk memberikan dan menerima hibah, cara menghibahkan sesuatu, serta
pencabutan dan pembatalan hibah. Untuk pelaksanaan hibah itu sendiri di dukung
dengan adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok – Pokok Agraria Pasal 26 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:12
“ (1) Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian hibah wasiat, pemberian menurut adat
dan perbuatan -perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta
pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan –
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak
milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,
kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah
batal.”

12

Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 Pasal 26

21

Pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal
37 ayat (1) berbunyi:13
“ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.”

4.

Cara Memperoleh Hibah

Di dalam hukum positif, mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666-Pasal 1693
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian hibah terdapat dalam Pasal
1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu persetujuan, dengan
mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa
dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima
penyerahan barang itu.
Syarat dan tata cara hibah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
sebagai berikut:
1. Pemberi hibah harus sudah dewasa, yakni cakap menurut hukum, kecuali
dalam hak yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari buku ke satu Kitab
Undang–Undang Hukum Perdata (Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
2. Suatu hibah harus dilakukan dengan suatu akta Notaris yang aslinya disimpan
oleh Notaris (Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
13

Peraturan Pemerintah No, 24 Tahun 1997 Pasal 37

22

3. Suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan suatu akibat mulai dari
penghibahan dengan kata-kata yang tegas yang diterima oleh si penerima
hibah (Pasal 1683 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
4. Penghibahan kepada orang yang belum dewasa yang berada di bawah
kekuasaan orang tua harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan
orang tua (Pasal 1685 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, bagi mereka yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
akta hibah harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris sebagaimana yang
disebutkan diatas, namun, setelah lahirnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997, setiap pemberian hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Mengenai bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT (termasuk akta hibah)
terdapat dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
No. 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.14
5.

Cara Hapusnya Hibah

Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu hibah
tidak dapat ditarik kembali. Penghibahan tidak boleh diperjanjikan sejak semula

14

Tri Jata Ayu Pramesti, 23 September 2013,
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lth1e582b1ad14c/prosedur-hibah-tanah-dan-bangunankepada-keluarga

23

dan penghibah tidak dapat menarik hibahnya tanpa izin penerima hibah. Penarikan
kembali suatu hibah hanya dimungkinkan apabila terdapat persetujuan antara
kedua belah pihak, hal ini berbeda dengan hibah wasiat yang sewaktu-waktu dapat
dicabut, atau ditarik kembali selama pewaris masih hidup.
Penarikan suatu hibah dimungkinkan apabila terdapat persetujuan antara kedua
belah pihak karena hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal
1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan–persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali, selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk kemungkinan itu.
Penarikan suatu hibah dimungkinkan apabila terdapat persetujuan antara kedua
belah pihak karena hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal
1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali, selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan–alasan yang
oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk kemungkinan itu.
Kemungkinan itu diberikan dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata berupa tiga hal, yaitu:
1. Apabila penerima hibah tidak memenuhi syarat – syarat yang ditentukan dalam
penghibahan.

24

Maksud dari ketentuan di atas adalah bahwa ada syarat dalam penghibahan
yang tidak terpenuhi oleh penerima hibah, misalna bahwa si penerima hibah
merupakan orang yang tidak cakap hukum untuk dapat menerima suatu
penghibahan, atau bahwa si penerima hibah belum/tidak ada pada saat
penghibahan dilakukan (telah meninggal dunia/belum dilahirkan).
2. Jika si penerima hibah telah terlibat bersalah atau memberikan bantuan tindak
pidana yang mengancam jiwa si pemberi hibah, atau berupa kejahatan lain
yang diancam undang-undang dengan hukuman pidana, baik yang berupa
kejahatan atau pelanggaran.
Maksud dari ketentuan ini adalah suatu hibah dapat ditarik kembali oleh
penerima hibah, apabila pihak penerima hibah telah melakukan perbuatanperbuatan ataupun memberikan bantuan dalam hal perbuatan yang dapat
mengancam keselamatan dan jiwa dari si pemberi hibah, atau perbuatanperbuatan lain yang melanggar undang–undang dan dapat diancam dengan
hukuman pidana.
3. Apabila si pemberi hibah jatuh miskin, dan si penerima hibah enggan memberi
bantuan nafkah kepadanya. Pemberi nafkah dalam hal ini bukan merupakan
kewajiban dan jumlahnya tidak ditentukan, akan tetapi adalah patut memberi
nafkah sebagai balas budi yang didasarkan pada kelayakan sebagai ucapan
terima kasih kepada si pemberi hibah.
Pemberi hibah berhak dan dapat menarik kembali hibahnya dari si penerima
hibah, apabila di kemudian hari pemberi hibah menghadapi penurunan di
dalam kondisi perekonomiannya dan penerima hibah enggan/menolak untuk
memberikan bantuan nafkah kepadanya, walaupun sebenarnya pemberian

25

bantuan nafkah kepada pemberi hibah bukanlah suatu hal yang diwajibkan di
dalam penghibahan, tetapi hal yang menyangkut rasa kemanusiaan dan sebagai
bentuk balas budi serta rasa terima kasih dari penerima hibah kepada pemberi
hibah.
Berdasarkan ketentuan mengenai penarikan kembali hibah dalam pasal 1688
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, dapat dilihat bahwa suatu hibah
dapat ditarik kembali dengan hal–hal tertentu yang lebih difokuskan kepada
pelanggaran ketentuan hibah yang dilakukan oleh penerima hibah, dan si pemberi
hibah diberi kekuasaan untuk dapat menarik kembali atau menghapus hibahnya
terhadap penerima hibah.

B.
1.

Tinjauan Umum Peralihan Hak Milik
Peralihan Hak Milik

Hak Milik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat dilindungi dan
dituangkan pada hukum dasar Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan kepastian, jaminan, dan perlindungan
terhadap hak-hak milik untuk setiap warga Negaranya, seperti yang dikatakan
oleh Adrian Sutedi bahwa Indonesia adalah “Negara Hukum yang memberikan
jaminan dan memberikan perlindungan atas hak-hak warga negara, antara lain hak
warga negara untuk mendapatkan, mempunyai dan menikmati hak milik,15 dalam
lingkup kali ini peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak

15

Adrian Sutedi, 2006, “Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya”, Jakarta: Sinar
Grafika,, hlm. 1.

26

atas tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari
pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain.16
Hak Milik dalam suatu bangsa menjadi sangat penting terutama bagi masyarakat
yang sedang membangun ke arah perkembangan industri. Tentu saja yang di
maksudkan adalah Hak Milik atas tanah. Hak milik pun dapat dihapuskan sesuai
dengan Pasal 27 Undang–Undang No. 5 Tahun 1960.
Hak milik (hak eigendom) disebutkan dalam Pasal 570 Kitab Undang–Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati
suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas
sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu
hak–hak orang lain, kesemuaanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan
hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan.
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Pasal 19 ayat (2), prosedur
pendaftaran atau peralihan hak milik atas tanah meliputi:
a. Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yan