Penerbitan Sertipikat Hak Milik Yang Berasal Dari Alas Hak Surat Pernyataan Yang Kemudian Dinyatakan Palsu (Studi Kasus MA NO. 1339/K/PDt/2009)

(1)

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK YANG BERASAL

DARI ALAS HAK SURAT PERNYATAAN YANG KEMUDIAN

DINYATAKAN PALSU

(STUDI KASUS MA NO. 1339/K/PDt/2009)

TESIS

Oleh

DAHLIA ROSARI MELANI SIAHAAN

117011052/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK YANG BERASAL

DARI ALAS HAK SURAT PERNYATAAN YANG KEMUDIAN

DINYATAKAN PALSU

(STUDI KASUS MA NO. 1339/K/PDt/2009)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Dalam Program Studi Kenotariatan Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DAHLIA ROSARI MELANI SIAHAAN

117011052/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Tanggal Lulus : 26 Oktober 2013 Telah diuji Pada

Tanggal : 26 Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH. M.Kn. 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Mediasa Ablisar, SH, MS


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Dahlia Rosari Melani Siahaan

Nim : 117011052

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK YANG BERASAL DARI ALAS HAK SURAT PERNYATAAN YANG KEMUDIAN DINYATAKAN PALSU

(STUDI KASUS MA. NO. 1339/K/PDt/2009)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : DAHLIA ROSARI MELANI SIAHAAN Nim : 117011052


(5)

sebagai data yang benar. Dalam kepemilikan sesuatu benda terlebih dahulu orang tersebut harus membuktikan kepemilikan benda tersebut hal ini terdapat didalam Pasal 1865 KUHPerdata. Didalam alas hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat kepemilikan hak atas tanah dikantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi. Penelitian ini menganalisa tentang Putusan MA No. 1339/Pdt/2009 tentang penerbitan sertifikat yang berasal dari alas surat pernyataan yang kemudian dinyatakan palsu.

Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk deskriptif analisis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan studi dokumen atau studi kepustakaan yg dimaksud adalah memperoleh data dengan mempelajari, meneliti dan menganalisa data sekunder dengan mengaitkan pada pokok permasalahan yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa,keberadaan surat di bawah tangan sebagai dasar dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik tetap diakui dalam peraturan-Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun untuk dapat dijadikan sebagai alas hak dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik dan dapat memiliki kekuatan pembuktian maka surat di bawah tangan tersebut harus memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 24 Ayat PP Nomor 24 Tahun 1997. Terhadap kepastian hukum atas tanah Sertifikat Hak Milik yang kemudian dinyatakan palsu oleh pengadilan dan digugat pihak ketiga maka berdasarkan keputusan hakim tanah tersebut merupakan milik pewaris yang sah atas tanah warisan almarhum Djonobi. didalam penerapan putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 01/PDT/G/2007/PN.RGT dan putusan Mahkamah Agung No. 1339 K/Pdt/2009 sudah benar dan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 01/PDT/G/2007/PN.RGT pihak Tergugat tidak dapat membuktikan tanah yang dimilikinya dari hasil usaha sendiri oleh karenanya surat pernyataan 1 Juli 1993 yang menjadi dasar untuk diterbitkannya sertifikat atas tanah warisan Penggugat adalah tidak sah.

Kemudian disarankan: Pemerintah seharusnya mengutamakan ketelitian dan kecermatan serta kehati-hatian dalam pendaftaran hak dan membuat saksi yang tegas apabila ada pihak yang melakukan unsur-unsur kepentingan pribadi yang dapat merugikan pihak lain. Dalam melakukan pelayanan umum dibidang pelaksanaan pendaftaran tanah pihak Kantor Pertanahan setidaknya lebih professional dalam melakukan pendaftaran tanah terutama pendaftaran tanah yang berdasarkan alas hak dibawah tangan dan menghilangkan unsur kepentingan diri sendiri maupun para


(6)

pihak dalam pendaftaran tanah. Bagi hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun bagi hakim di Mahkamah Agung setidaknya lebih selektif dalam menelaah dan menerapkan setiap isi pasal yang berkaitan dengan sengketa tanah dan secara benar harus mempertimbangkan hukum pertanahan yang ada.


(7)

ABSTRACT

A certificate is strong evidence of the right which means that, as long as it cannot be proved either by physical or judicial data attached on it, it has to be accepted as valid data. In the ownership of a certain object, the person has to prove that it is his, as it is stipulated in Article 1865 of the Civil Code. The land rights, used as the issuance of the land ownership certificate in the Land Office, is a proof which can be used as a means of judicial evidence of ownership or the control of a piece of land, either in the written form or based on the witness’ statement. The objective of the research was to analyze the Ruling of the Supreme Court No. 1339/Pdt/2009 on the Issuance of Certificate which comes from a letter of notification which is later considered as forgery.

The analysis was in descriptive analysis, using judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research and documentary study in order to obtain the data by studying and analyzing secondary data, relating them to the subject matter of the analysis.

The result of the research shows that the existence of an underhanded letter as the basis for the issuance of an Ownership Certificate is recognized in the Government Regulation No 24/1997 on Land Registration. Nevertheless, in order to be used as the right to issue the Ownership Certificate and to have legal force for evidence, the underhanded letter must meet the procedure and requirement stipulated in Article 24, Paragraph PP No 20/1997. Regarding the legal force for evidence on the land ownership certificate which is considered as forgery by the Court and claimed by the third party, based on the judge’s verdict, the land owned by the valid heir on the land bequeathed by the late Djonobi, based on the Ruling of Rengat District Court No. 01/PDT/G/2007/PN.RGT and the Ruling of the Supreme Court No. 1339 K/Pdt/2009, is valid, and based on the Ruling of Rengat District Court No. 01/PDT/G./2007/PN.RGT, the accused cannot prove that the land is his and from his own effort; therefore, the letter of notification on July 1, 1993 which becomes the basis for the issuance of certificate of the Plaintiff’s inherited land is void.

It is recommended that the government prioritize prudence, thoughtfulness, and carefulness in registering land rights and find firm witnesses if there are other parties who perform their personal interest which can harm other people. In conducting public service in implementing land registration, the management of the Land Office should do it professionally, particularly the underhanded land registration and avoid personal interest in registering land rights. The judges of the District Court, of the Higher Court, and of the Supreme Court should be selective in analyzing and implementing the content of articles related to land dispute and consider rightly the prevailing regulation of land.

Keywords: Issuance of Certificate, Ownership, Land Rights, False Letter of Notification


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa Tritunggal atas berkat dan kasih-Nya yang sangat melimpah sehingga dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK YANG BERASAL DARI ALAS HAK SURAT PERNYATAAN YANG KEMUDIAN DINYATAKAN PALSU (STUDI KASUS MA NO. 1339/K/PDt/2009)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., M.S., C.N., Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., C.N., M.Hum., dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, S.H, MKn., dan kepada dosen penguji Ibu, Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Bapak Dr. Mediasa Ablisar, S.H., M.S., atas bimbingan dan arahaan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Selanjutnya diucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc (CTM), Sp. A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara. 5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan

(M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu

membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

6. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan

(M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda J. Siahaan dan Ibunda

R.Siagian, yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat


(9)

penulis, demikian juga kepada saudara penulis Jimmy Siahaan yang juga memotivasi bagi penulis.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Oktober 2013 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….……….…….……. i

ABSTRACT……….……….….……… iii

KATA PENGANTAR……….……….……... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….……….…….. vi

DAFTAR ISI……….……… vii

DAFTAR SINGKATAN……….….………... xi

DAFTAR ISTILAH……….……… xii

BAB I PENDAHULUAN……….…………... 1

A. Latar Belakang………..……….……….. 1

B. Perumusan Masalah………..……….……..….... 7

C. Tujuan Penelitian………..……….….…... 8

D. Manfaat Penelitian………..………..….…..….... 8

E. Keaslian penelitian……….………….….……… 9

F. Kerangka teori dan konsepsi………..………..….…... 10

1. Kerangka teori………..……….….………. 10

2. konsepsi………..……….……….……… 18

G. Metode penelitian………..………..….… 19

1. Sifat penelitian………..………..…….……... 19

2. Sumber Data………...………..….….…... 20


(11)

4. Analisis data ………..……….…….…….…..….... 5

BAB II PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK YANG BERASAL DARI ALAS HAK SURAT PERNYATAAN DIBAWAH TANGAN……….………...… 23

A. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Hak Milik………...….……..… 23

B. Syarat-Syarat Dan Prosedur Pendaftaran Tanah Atas Tanah Hak Milik………..……….……..….…... 26

1. Pendaftaran tanah………..……….…… 26

2. Sistem Pendaftaran Tanah………..……….…... 28

3. Objek Pendaftaran Tanah………..………. 32

4. Peralihan Hak Tanah………..………... 34

5. Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan………..…….….... 35

6. Pembatalan Hak Atas Tanah………..……….…….... 38

C.Penerbitan Sertifikat Berdasar Alas Hak Dibawah tangan……… 40

D.Sertifikat Sebagai Bukti Hak Dasar………..……….……… 43

1. Jenis Pembuktian Hak Atas Tanah………..……….... 45

2. Macam-Macam Alat Bukti………..……….….. 48

BAB III KEPASTIAN HUKUM ATAS TANAH SERTIFIKAT HAK MILIK YANG DINYATAKAN PALSU OLEH PENGADILAN DAN DIGUGAT OLEH PIHAK KETIGA……….……….. 54


(12)

A. Kepastian Hukum Setifikat Hak Milik Atas Tanah………..…….…….. 54 B. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Indonesia ………..……….….…. 56 C. Perlindungan Hukum terhadap Pihak Yang Beritikad Baik………..….. 58 D. Peranan Pengadilan dalam Memutuskan Siapa yang Berhak

Atas Tanah Tersebut………..……….. 61 E. Tanggung Jawab Badan Pertanahan Nasional………..………... 63 BAB IV KEDUDUKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

1339/Pdt/2009……….………. 65 A. Analisis Kasus dan Dasar Pertimbangan

Hukum Hakim………..………... 65 1. Posisi Kasus dan Dasar PertimbanganHukum Hakim………. 65 2. Analisis Kasus………..……… 82

1) Dasar Penerbitan Sertipikat Hak Milik Yang berasal dari Alas Hak Surat Pernyataan yang diBuat

diBawah Tangan………..……… 82 2) Kepastian hukum atas tanah Sertifikat Hak Milik

yang kemudian dinyatakan palsu oleh pengadilan

dan digugat pihak ketiga………..………... 87 3) Kedudukan putusan Mahkamah AgungNomor

1339/K/Pdt/2009 dalam aspek hukum tanah nasional…………. 90 B. Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Tanah Hak Milik………..………... 93


(13)

2. Penyelesaian Melalui Peradilan………..……….…... 99

3. Penyelesaian Kasus Pertanahan di Luar Pengadilan………..……… 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….…….103

A. Kesimpulan………..………..…..103

B. Saran………..………..……….105 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR SINGKATAN

BPN : Badan Pertanahan Nasional

BPN RI : Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia HGB : Hak Guna Bangunan

HGU : Hak Guna Usaha

HM : Hak Milik

LN : Lembaran Negara Keppres : Keputusan Presiden PP : Peraturan Pemerintah Perpres : Peraturan Presiden

PMNA : Peraturan Menteri Negara Agraria

UUPA : Undang-undang Pokok Agraria atau Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria

WNA : Warga Negara Asing WNI : Warga Negara Indonesia


(15)

Daftar Istilah

Contradictoir : Berlawanan

Fetelijke vermoeden : Persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta tentang kejadian itu.

Inkracht van gewijsde : Kekuatan keputusan yang sudah pasti/tetap.

Land use control : Penatagunaan tanah.

Land tenure/and occupation : Pengaturan penguasaan tanah. Library Research: Penelitian kepustakaan.

Plus juris transfere potest quam ipso hebber: tidak seorang pun dapat mengalihkan/ memberikan sesuatu kepada orang melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai.

Rechtsverwerking : Seseorang tidak dapat menuntut haknya apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut.

Rechtskadaster : Pendaftaran tanah yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menja min kepastian hukum atau kepastian hak.

Rights on land : Pengaturan hak-hak atas tanah.

Testimonium de auditu : Keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri, hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian itu.

Universal Declaration Of Human Rights : Hak Asasi Manusia


(16)

sebagai data yang benar. Dalam kepemilikan sesuatu benda terlebih dahulu orang tersebut harus membuktikan kepemilikan benda tersebut hal ini terdapat didalam Pasal 1865 KUHPerdata. Didalam alas hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat kepemilikan hak atas tanah dikantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi. Penelitian ini menganalisa tentang Putusan MA No. 1339/Pdt/2009 tentang penerbitan sertifikat yang berasal dari alas surat pernyataan yang kemudian dinyatakan palsu.

Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk deskriptif analisis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan studi dokumen atau studi kepustakaan yg dimaksud adalah memperoleh data dengan mempelajari, meneliti dan menganalisa data sekunder dengan mengaitkan pada pokok permasalahan yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa,keberadaan surat di bawah tangan sebagai dasar dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik tetap diakui dalam peraturan-Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun untuk dapat dijadikan sebagai alas hak dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik dan dapat memiliki kekuatan pembuktian maka surat di bawah tangan tersebut harus memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 24 Ayat PP Nomor 24 Tahun 1997. Terhadap kepastian hukum atas tanah Sertifikat Hak Milik yang kemudian dinyatakan palsu oleh pengadilan dan digugat pihak ketiga maka berdasarkan keputusan hakim tanah tersebut merupakan milik pewaris yang sah atas tanah warisan almarhum Djonobi. didalam penerapan putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 01/PDT/G/2007/PN.RGT dan putusan Mahkamah Agung No. 1339 K/Pdt/2009 sudah benar dan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 01/PDT/G/2007/PN.RGT pihak Tergugat tidak dapat membuktikan tanah yang dimilikinya dari hasil usaha sendiri oleh karenanya surat pernyataan 1 Juli 1993 yang menjadi dasar untuk diterbitkannya sertifikat atas tanah warisan Penggugat adalah tidak sah.

Kemudian disarankan: Pemerintah seharusnya mengutamakan ketelitian dan kecermatan serta kehati-hatian dalam pendaftaran hak dan membuat saksi yang tegas apabila ada pihak yang melakukan unsur-unsur kepentingan pribadi yang dapat merugikan pihak lain. Dalam melakukan pelayanan umum dibidang pelaksanaan pendaftaran tanah pihak Kantor Pertanahan setidaknya lebih professional dalam melakukan pendaftaran tanah terutama pendaftaran tanah yang berdasarkan alas hak dibawah tangan dan menghilangkan unsur kepentingan diri sendiri maupun para


(17)

pihak dalam pendaftaran tanah. Bagi hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun bagi hakim di Mahkamah Agung setidaknya lebih selektif dalam menelaah dan menerapkan setiap isi pasal yang berkaitan dengan sengketa tanah dan secara benar harus mempertimbangkan hukum pertanahan yang ada.


(18)

ABSTRACT

A certificate is strong evidence of the right which means that, as long as it cannot be proved either by physical or judicial data attached on it, it has to be accepted as valid data. In the ownership of a certain object, the person has to prove that it is his, as it is stipulated in Article 1865 of the Civil Code. The land rights, used as the issuance of the land ownership certificate in the Land Office, is a proof which can be used as a means of judicial evidence of ownership or the control of a piece of land, either in the written form or based on the witness’ statement. The objective of the research was to analyze the Ruling of the Supreme Court No. 1339/Pdt/2009 on the Issuance of Certificate which comes from a letter of notification which is later considered as forgery.

The analysis was in descriptive analysis, using judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research and documentary study in order to obtain the data by studying and analyzing secondary data, relating them to the subject matter of the analysis.

The result of the research shows that the existence of an underhanded letter as the basis for the issuance of an Ownership Certificate is recognized in the Government Regulation No 24/1997 on Land Registration. Nevertheless, in order to be used as the right to issue the Ownership Certificate and to have legal force for evidence, the underhanded letter must meet the procedure and requirement stipulated in Article 24, Paragraph PP No 20/1997. Regarding the legal force for evidence on the land ownership certificate which is considered as forgery by the Court and claimed by the third party, based on the judge’s verdict, the land owned by the valid heir on the land bequeathed by the late Djonobi, based on the Ruling of Rengat District Court No. 01/PDT/G/2007/PN.RGT and the Ruling of the Supreme Court No. 1339 K/Pdt/2009, is valid, and based on the Ruling of Rengat District Court No. 01/PDT/G./2007/PN.RGT, the accused cannot prove that the land is his and from his own effort; therefore, the letter of notification on July 1, 1993 which becomes the basis for the issuance of certificate of the Plaintiff’s inherited land is void.

It is recommended that the government prioritize prudence, thoughtfulness, and carefulness in registering land rights and find firm witnesses if there are other parties who perform their personal interest which can harm other people. In conducting public service in implementing land registration, the management of the Land Office should do it professionally, particularly the underhanded land registration and avoid personal interest in registering land rights. The judges of the District Court, of the Higher Court, and of the Supreme Court should be selective in analyzing and implementing the content of articles related to land dispute and consider rightly the prevailing regulation of land.

Keywords: Issuance of Certificate, Ownership, Land Rights, False Letter of Notification


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis, dan menjadi kebutuhan untuk pembangunan di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk indonesia yang setiap tahun menunjukkan angka kelahiran yang terus meningkat,maka kebutuhan akan tempat tinggal khususnya tanah semakin meningkat. Hal itulah yang terus berkembang hingga munculnya pokok pikiran yang sangat mendasar ditengah masyarakat yang keseluruhannya menggambarkan bagaimana pentingnya tanah bagi kehidupan manusia itu.

Begitu eratnya kaitan manusia dengan tanah maka diperlukan upaya pemeliharaan hubungan yang harmonis, antara keduanya didasari persamaan pandangan hubungan yang abadi antara manusia dengan tanah, juga sekaligus sebagai tanda syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, supaya tumbuh secara individual maupun komunal.1

Pentingnya hubungan manusia dengan tanah telah mendorong upaya negara-negara diseluruh dunia supaya dapat melindungi kepemilikan hak atas tanah, contohnya Universal Declaration Of Human Rights tahun 1948 menyebutkan bahwa, “setiap orang mempunyai hak untuk memiliki lahan atau bersama dengan orang lain”, selanjutnya dinyatakan pula, “tidak seorangpun boleh dilanggar haknya secara semena-mena.”2

1

S. Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006, halaman 1.

2


(20)

Arti penting tanah bagi manusia sebagai individu maupun negara sebagai organisasi masyarakat yang tertinggi,diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa:

“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Selain itu Kebijaksanaan mengenai tanah oleh pemerintah telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Daerah Pokok-pokok Agraria atau dikenal dengan UUPA yang berlaku sebagai Induk dari segenap peraturan pertanahan di Indonesia bertujuan:

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyatnya.3

Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak dijumpai pengusaan tanah oleh sekelompok orang yang dapat merugikan rakyat, hal ini sangat bertentangan dengan tujuan landreform dan menimbulkan masalah khususnya tentang pembuktian pengusaan tanah, karena masih banyak tanah yang belum terdaftar dan tidak jelas kepemilikkan dan penggunaannya, oleh karena itu dengan adanya peningkatan masyarakat pentingnya arti tanah meningkat juga mengenai kebutuhan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA:

3


(21)

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”.

Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi: jaminan kepastian mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subjek hak atas tanah), jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, dan luas suatu bidang tanah (objek hak atas tanah) dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanahnya.

Jaminan kepastian hak dibidang pertanahan itu terlihat pada: a. Tersedianya perangkat hukum yang tertulis lengkap dan jelas;

b. Para pemegang hak atas tanah mudah membuktikan haknya atas tanah tersebut; c. Para pihak yang berkepentingan misalnya calon pembeli, kreditur dan lain-lain

mudah untuk memperoleh keterangan yang diperlukan.

Selain melalui Undang-Undang Dasar suatu negara yang menyatakan negara tersebut sebagai negara hukum, juga yang lebih penting bagaimana pelaksanaan penegakan hukum itu ditengah masyarakat. Kesadaran hukum itu tidak akan tumbuh dan berkembang baik tanpa ada upaya yang dilakukan pemerintah bersama-sama dengan rakyat atas hasil tersebut.

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih kita kenal dengan singkatan UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan singkatan PP 24/1997 yang mempunyai kedudukan sangat strategis dan menentukan, bukan hanya sekedar sebagai pelaksana ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Pokok


(22)

Agraria, tetapi lebih dari itu ia menjadi tulang punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan dan hukum pertanahan.4

Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bahwa ketika negara terpaksa harus menghapus hubungan hukum antara orang dengan tanah seyogyanya dilakukan secara patut melalui suatu pranata perlindungan hukum yang jelas, tegas dan berkepastian hukum, berkeadilan dan bermanfaat, supaya kesejahteraan dan kemakmuran yang dicita-citakan menjadi nyata.5

Namun seiring berkembangnya jaman, secara detail isi dari peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah memang banyak yang sudah tidak sesuai lagi, akan tetapi secara prinsip sebenarnya masih ada hal yang perlu dipertahankan mengingat banyak berkaitan dengan sendi dasar hukum pertanahan yang digariskan dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Selain dari pada itu, apapun perubahan yang dilakukan diharapkan tidak akan mempersulit warga masyarakat yang ingin mendapatkan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanahnya.6

Dalam tesis ini terdapat kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 1339 K/Pdt/2009 terkait dengan penerbitan sertifikat hak milik yang berasal dari alas hak surat pernyataan dinyatakan palsu.

walaupun dilakukan berbagai kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah dan penerapan peraturan perUndang-Undangan guna memberikan kepastian hukum pertanahan bagi masyarakat, masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam ini dapat dilihat didalam kasus-kasus pertanahan, seperti kasus sertifikat ganda, penyerobotan tanah, dan kasus akta dibawah tangan yang dinyatakan palsu.

4

Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat dalam PerUndang-Undangan Agraria,: Akademika Presindo, Jakarta 1984.

5

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 1998, Hal 346.

6


(23)

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 01/Pdt.G/2007/PN.RGT disebutkan bahwa Penggugat adalah ahli waris atau anak kandung dari almarhum Djonobi yang terdiri dari: Hj. Fatimah Hadijah (Penggugat I), Amin Halimah (Penggugat II), Hamzah Djonobi (Penggugat III) menggugat Terggugat dengan surat gugatan pada tanggal 23 Januari 2007 ke Pengadilan Negeri Rengat yang terdiri dari Sri Aminah (Alm) dalam hal ini diwakili ahli warisnya Badriaty Umar dan Nurhayati Lisbar yang selanjutnya disebut sebagai (Tergugat I), Badriaty Umar (Tergugat II), Nurhayati Lisbar (Tergugat III), Dian Pratiwi (Tergugat IV), Diah Monalisa (Tergugat V), Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini didampingi kuasanya Martinus, SH kepala seksi konflik dan perkara, Mashuri Husin, A. Ptnh Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Hak dan Ari Wahyudi, S. ST Kepala Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi (Tergugat VI) dan Abas (Tergugat VII).

Dalam hal ini yang menjadi objek sengketa adalah tanah warisan dari almarhum Djonobi, tanah tersebut berasal dari jual beli tanah kebun (dahulu disebut kebun getah para) di Taluk Kuantan yang dilakukan almarhum semasa hidupnya dengan Oemar Amin Hoesin tertanggal 1 Oktober 1956 yang diawali surat dasar jual beli Nomor 2/1939 dan setelah Djonobi meninggal,kebun tersebut diurus oleh Hasan anak almarhum Djonobi, semasa hidupnya almarhum Hasan pernah menyuruh orang untuk memotong/menyadap karet tersebut yaang hasilnya 1/3 (sepertiga) bagian untuk almarhum Hasan (di Taluk disebut bagian pangkal) dan 2/3 (dua pertiga) untuk yang memotong/menyadap karet, setelah Hasan meninggal, bagian pangkal kebun


(24)

tersebut diambil oleh Tergugat alm. Sri Aminah sudah bercerai dengan suaminya yang masih berhubungan keluarga dengan almarhum Djonobi dengan alasan memerlukan biaya untuk menghidupi dua orang anaknya yaitu Badri Ati Umar dan Nurhayati Lisbar sehingga almarhum diperbolehkan oleh pewaris untuk memotong/menyadap bagian pangkal karet tersebut. Namun pada pertengahan 2002, para ahli waris menggali tanah warisan tersebut untuk dijual sebagai tanah timbun, dan baru beberapa bulan penggalian tersebut dilakukan, Kapolsek Taluk Kuantan memanggil para ahli waris atas laporan dari pihak Tergugat dan belakangan ini pihak ahli waris mengetahui bahwa para Tergugat tanpa sepengetahuan Penggugat telah mensertifikatkan tanah kebun warisan milik ahli waris dengan sertifikat hak milik masing-masing dengan sertifikat hak milik Nomor 5906 atas nama Tergugat I, sertifikat hak milik Nomor 5908, atas nama Tergugat II, sertifikat hak milik Nomor 5904 atas nama Tergugat III, sertifikat hak milik Nomor 5905 atas nama Tergugat IV, sertifikat hak milik Nomor 5907 atas nama Tergugat V. Setelah dipertanyakan oleh ahli waris ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi dan Kantor Pertanahan Rengat (dahulunya tanah terperkara termasuk wilayah BPN Rengat) ternyata surat dasar yang digunakan para Tergugat untuk mensertifikatkan tanah kebun karet warisan milik ahli waris adalah dengan membuat surat pernyataan pada tanggal 1 Juli 1993 dimana pada surat pernyataan tersebut disebutkan bahwa para Tergugat I, II, III, IV, V memperoleh tanah tersebut dari hasil usaha sendiri.

Berdasarkan hal diatas maka dalam Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 73/Pdt/2008/PTR tanggal 20 Agustus 2008 yang telah membatalkan putusan


(25)

Pengadilan Negeri Rengat Nomor 01/Pdt.G/2007/PN.RGT dengan menimbang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 32 ayat (2) yang menyebutkan sebagai berikut:

“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasai, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (Lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepada kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah penerbitan sertifikat tersebut” .7

Sedangkan dalam Putusan Mahkamah Agung Repuplik Indonesia Nomor 1339 K/Pdt/2009 tanggal 21 Juli 2010 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 73/Pdt/2008/PTR.8

B. Rumusan Masalah

Maka berdasarkan uraian yang melatar belakangi masalah diatas, sehingga dilakukan penelitian dengan “ Penerbitan Sertipikat Hak Milik Yang Berasal Dari Alas Hak Surat Pernyataan Yang Kemudian Dinyatakan Palsu (Studi Kasus Mahkamah Agung Nomor1339 K/Pdt/2009)

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Apakah alas hak surat pernyataan yang dibuat dibawah tangan dapat digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat hak milik?

7

Putusan PT.R Nomor 73/PDT/208/PT.R.

8


(26)

2. Bagaimana kepastian hukum atas tanah sertifikat hak milik yang kemudian dinyatakan palsu oleh Pengadilan dan digugat pihak ketiga?

3. Bagaimana kedudukan putusan Mahkamah Agung Nomor 1339/K/Pdt/2009 dalam aspek hukum tanah nasional?

C . Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui alas hak yang dibuat dibawah tangan dapat digunakan sebagai

dasar penerbitan sertifikat hak milik?

2. Untuk mengetahui kepastian hukum atas tanah sertifikat hak milik yang kemudian dinyatakan palsu oleh Pengadilan dan digugat pihak ketiga.

3. Untuk mengetahui kedudukan putusan Mahkamah Agung Nomor dalam aspek hukum tanah nasional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu hukum dan memberikan sumbangan pemikiran dalam memperbanyak referensi ilmu hukum khususnya bidang hukum agraria mengenai penyelesaian sengketa hukum pertanahan berkaitan dengan adanya penerbitan sertipikat tanah dengan berdasarkan surat pernyataan.

2. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-Undang di bidang pertanahan untuk melakuan pembaharuan Undang-Undang serta sistem


(27)

hukumnya sehingga mengurangi terjadinya sengketa pertanahan. Selain itu sebagai langkah bahan informasi bagi pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan pertanahan di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang telah diberikan oleh pihak civitas akademika dan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan dilingkungan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul Penerbitan Sertipikat Hak Milik Yang Berasal Dari Alas Hak Surat Pernyataan yang Kemudian Dinyatakan Dinyatakan Palsu (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1339 K/Pdt/2009). Belum pernah ada yang meneliti, tetapi pernah penelitian sebelumnya yang membahas tentang pemalsuan yaitu:

1. Aminagia Femindonta, Nim: 067011017, Mahasiswa program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “ Kajian Yuridis Atas Keberadaan Sertifikat Ganda Dan Sertifikat Palsu : Peneliltian Di Kantor Pertanahan Kota Medan”

2. Dyna Filisia, Nim: 107011123, Mahasiswa program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Dokumen/Keterangan Palsu Dalam Akta (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan No 776/PDT.G/2009/PA/Mdn”

3. Muhammad Din Al Fajar, Nim: 107005015, Mahasiswa program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera


(28)

Utara, dengan judul: “Analisa Terhadap Penempatan Keterangan Palsu Dalam Akta Otentik (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 3036/Pid.B/2009/PN.Mdn)”

4. Yusnani, Nim: 057011100, Mahasiswa program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Analisis Hukum Terhadap Akta Otentik Yang Mengandung Keterangan Palsu Yang Dibuat Oleh Notaris”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Didalam suatu penelitian diperlukan suatu dasar kerangka teori guna dimaksudkan untuk mengemukakan beberapa teori berdasarkan pemaparan yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan penelitian sehingga diharapkan dapat melahirkan suatu pemikiran yang dapat diterima sebagai suatu landasan berfikir.

Kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, tesis sipenulis mengenai sesuatu kasus atau pun permasalahan(problem, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.9

9


(29)

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 10

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi11

Teori Hukum adalah sebagai penunjang bagi hukum positif dalam memberikan penjelasan, perumusan-perumusan tentang pengertian-pengertian pokok dan sistem hukum positif.

, teori tersebut harus diuji dengan menghadapkan pada fakta yang ada yang dapat menunjukkan kebenarannya.

12

Menurut W. L. Neuman, yang pendapatnya dikutip dari Otje Salman dan Anton F. Susanto, yang menyebutkan bahwa: “ teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja”.13

10

Ibid. Hal.80

11

J.J.J.M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, FE UI, Jakarta, 1996, hal.16

12

M.L Tobing, Sekitar Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, hal 62

13

HR. Otje dan Anton F. Susanto,Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005),Hal.22 Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom dalam bentuk peraturan tertulis, sehingga kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kepastian seseorang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, dimana teori ini menjelaskan suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum.


(30)

Van Kan berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.14

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia dibebankan kepada pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal, yaitu untuk menjamin kepastian hukum.

Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan jiwa, serta harta benda terhadap pihak-pihak yang merugikannya.

15

1. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut. Kepastian berkenaan dengan siapakah pemegang hak atas tanah itu disebut dengan kepastian mengenai subjek hak atas tanah.

Adapun kepastian hukum yang dimaksud adalah meliputi:

2. Kepastian mengenai letak tanah, batas-batas tanah, panjang dan lebar tanah. Kepastian berkenaan dengan letak, batas-batas dan panjang serta lebar tanah itu disebut dengan kepastian mengenai objek hak atas tanah.16

Penempatan tanah sebagai sumber kesejahteraan dan kemakmuran seluruh Rakyat Indonesia memerlukan jaminan kepastian dan perlindungan hukum dari negara. Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak milik atas tanah, sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, pemerintah wajib mendaftar seluruh bidang tanah diwilayah Indonesia baik dengan pendekatan sistematis maupun sporadis.17

Didalam butir kelima Pancasila berbunyi: “keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”,merupakan filosofi atau nilai dasar Bangsa Indonesia dan telah menjadi sumber berbagai regulasi pengaturan perlindungan hukum hak atas tanah

14

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, Hal. 74

15

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung 2008, Hal. 167.

16

Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993, hal 20-21.

17

S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), Hal. X.


(31)

diIndonesia. Filosofi keadilan sosial tersebut secara operasional juga telah dirumuskan dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Sehingga juga telah menjadi sumber rujukan pengaturan perlindungan hukum kepemilikan hak atas tanah untuk tujuan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam upaya untuk memberi perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah itu maka Undang-Undang Pokok Agraria telah mewajibkan kepada pemerintah supaya melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia, yang dalam kegiatannya baik dilaksanakan secara sistematik maupun sporadik dengan menyerahkan sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat bagi pemegangnya.18

a. Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak atas tanah untuk pertama kali dan harus dipelihara atau ajudikasi;

Pendaftaran Tanah atau dalam literatur sering disebut land record atau juga

cadastral merupakan bagian dari masalah keagrariaan. Masalah keagrariaan memang tidak hanya terdiri dari pendaftaran tanah, melainkan juga meliputi: pengaturan hak-hak atas tanah atau rights on land atau land ownership, penatagunaan tanahatau land use control, dan pengaturan penguasaan tanahatau land tenure/and occupation.

Menurut A.P. Parlindungan, pendaftaran sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dipertegas sebagai berikut:

b. Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru atau Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Hak Milik;

c. Hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian dari rumah susun; d. Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan

penyajian serta memelihara data fisik dan yuridis.19

Sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah, sertifikat sebagai alat bukti hak atas tanah terkuat pun diterbitkan.20

18

Moh. Mahfud MD, Op.cit., Hal 346.

19

A.P Parlindungan, Op. Cit, Hal. 73.

20

Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2004), Hal. 131.


(32)

Dengan melakukan pendaftaran tanah maka masyarakat perorangan maupun badan hukum akan mendapatkan sertifikat tanah, sesuai ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUPA, sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat dalam arti selama tidak dapat dibuktikan baik data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar.

Dalam kepemilikan sesuatu benda terlebih dahulu orang tersebut harus membuktikan kepemilikan benda tersebut hal ini terdapat didalam Pasal 1865 KUHPerdata yang menegaskan bahwa:

“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.21

21

Pasal 1865 KUHPerdata

Berdasarkan isi pasal tersebut maka jelaslah bahwa dalam suatu peristiwa yang menimbulkan hak harus dibuktikan terlebih dahulu sehingga terdapat alas hak kepemilikan hak atas benda tersebut. Seseorang yang tidak dapat membuktikan kepemilikan tersebut maka hak atas kebendaan tersebut tidak dapat memiliki benda tersebut dan pada prinsipnya, yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang kebenarannya dibantah oleh pihak lain hal ini sesuai dengan PP 24 tahun 1997 tentang stelsel negatif yang bertendensi positif.


(33)

Dengan sistem publikasi atau sistem pendaftaran tanah dalam Peraturan 24 tahun 1997 yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif , yang menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA, serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertifikat tanah tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat tanah menurut sistem pendaftaran tanah yang dianut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertifikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.22

Dilihat dari pemberian jaminan dengan surat-surat tanda bukti hak atas tanah, sebagai alat pembuktian maka dikenal 2 (dua) macam sistem, yaitu sistem negatif dan sistem positif. Pada sistem negatif bahwa sertifikat tersebut hanya dipandang sebagai bukti permulaan hak atas tanahnya, atau sertifikat sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempersoalkannya kembali, apabila dibandingkan perlindungan yang diberikan kepada pihak ketiga. Sipemilik tanah dapat menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada kadaster. Dengan mengandung unsur positif, untuk memberikan jaminan kepastian

22

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia,Prestasi Pustaka, Jakarta,2003, Hal. 58


(34)

hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah yang didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan dengan terbitnya sertifikat sebagai alat bukti yang kuat.kepada yang memperoleh hak atas Tanah akan diberikan jaminan lebih kuat, pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bila suatu saat ketika mereka yang tercatat dalam daftar umum akan kehilangan haknya atau dirugikan. Indonesia menganut sistem pendaftaran tanah sistem negatif bertendensi positif. Dalam sitem ini apabila tidak benar maka dapat diubah dan dibatalkan.

Didalam alas hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat kepemilikan hak atas tanah dikantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.

Pada proses pembuktian mengisyaratkan adanya alat bukti hak secara tertulis atau pernyataan tertulis dengan sesuatu title melalui penguasaan tanah secara nyata dan itikad baik yang tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat setempat, kemudian dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi sesuai ketentuan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, yang menyatakan bahwa hak dapat dibuktikan melalui:

a. Alat bukti tertulis, b. Alat bukti saksi-saksi, c. Alat bukti pengakuan, dan d. Alat bukti sumpah.23

Selain itu alat bukti yang lainnya adalah alat bukti persangkaan, dalam suatu perkara masing-masing pihak dapat meminta kepada hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat yang menjadi kepunyaan bersama antara

23


(35)

pihak lawan, mengenai hal yang sedang dalam persengketaan dan berada dipihak lawannya itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 1915 KUHPerdata yang isinya:

“Persangkaan-persangkaan ialah kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-Undang atau oleh Hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal kearah suatu peristiwa yang tidak terkenal”.24

Dalam kamus hukum alat bukti ini disebut vermoeden yang berarti dugaan atau presumptie, berupa kesimpulan yang ditarik oleh Undang-Undang atau oleh hakim dari suatu hal atau tindakan yang diketahui, kepada halatau tindakannya yang belum diketahui.25

Di dalam hukum juga telah diatur bahwa dalam persoalan perdata, surat/bukti tulisan merupakan bukti yang pertama dan utama. Hal ini sesuai dengan pendapat R. Subekti menyebutkan bahwa pada asasnya didalam persoalan perdata alat bukti yang berbentuk tulisan itu merupakan alat bukti yang diutamakan atau alat bukti yang Nomor satu jika dibandingkan dengan alat-alat bukti lainnya.26

Dari ketentuan pasal diatas diketahui bahwa baik tulisan autentik atau tulisan dibawah tangan oleh hukum keduanya diakui sebagai alat bukti tertulis bagi pemegang surat tersebut. Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam akta dan surat bukan akta.

Pada Pasal 1867 KUHPerdata menyebutkan bahwa:

“Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan autentik atau dengan tulisan dibawah tangan”.

27

24

Pasal 1915 KUHPerdata

25

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata,Jakarta: Sinar Grafika, 2004, Hal: 684

26

R. Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1987, Hal. 7

27

Sudikno Mertukusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (yogyakarta: Liberty, 2002), hal. 149.


(36)

Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian sedangkan akta itu sendiri terdiri dari akta otentik dan akta dibawah tangan. Menurut UU Nomor 5/1986 Pasal 101 bahwa surat sebagai alat bukti terdiri atas:

1. akta otentik yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seseorang pejabat umum,yang menurut peraturan perUndang-Undangan berwenang membuat surat ini dimaksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum tercantum didalamnya.

2. akta dibawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.

3. surat-surat lain yang bukan akta.28

Akta otentik merupakan suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh dan dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.29

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin Conceptus yang memiliki arti sebagai kegiatan atau proses berpikir, daya berpikir khususnya penalaran dan pertimbangan. Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.30

a. Sertifikat adalah surat keterangan dari orang yang berwenang dan dapat digunakan untuk keperluan teretntu, atau merupakan tanda bukti yang kuat

Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefenisikan beberapa konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

28

http:/. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013

29

Lihat Pasal 1868 KUHPerdata.

30


(37)

selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya dari data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya yang harus diterima sebagai data yang benar.

b. Hak milik ialah hak yang dimiliki seseorang untuk mempergunakan benda (tanah) atas kuasa dirinya sendiri yang diakui atau atas seizin negara melalui pihak yang berwenang, atau hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain. c. Sertifikat hak milik atas tanah dan/atau bangunan (selanjutnya disebut SHM),

adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

d. Alas hak ialah dasar penerbitan sertipikat kepemilikan atas tanah yang dapat dijadikan sebagai alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah baik data yuridis atas kepemilikan baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.

e. Surat pernyataan adalah surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian yang akan memaparkan dan menganalisis permasalahan yang akan dikemukakan secara tepat


(38)

serta menganalisis akibat hukum dari Penerbitan Sertifikat Hak Milik yang Berasal dari Alas Hak Surat Pernyataan yang kemudian Dinyatakan Palsu berdasarkan keputusan pengadilan Mahkamah Agung Nomor 1339/K/Pdt/2009.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.31

2. Sumber Data

Penelitian hukum yuridis normatif bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penerbitan sertipikat yang berasal dari surat pernyataan.

Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan per Undang-Undangan yang berlaku sebagai acuan yang berawal dari premis kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus sehingga diperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istilah hukum baru secara teoritis dan praktis.

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, yakni: a. Undang-Undang Dasar 1945;

b. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Dasar Pokok Agraria; c. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata;

31

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, Hal. 34.


(39)

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; f. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah; g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang

Badan Pertanahan Nasional;

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan penelitian ini.

3) Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang dapat digunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan studi dokumen atau studi kepustakaan yang dimaksud adalah memperoleh data dengan mempelajari, meneliti dan menganalisa data sekunder dengan mengaitkan pada pokok permasalahan yang ada.


(40)

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisis secara

kualitatif dengan menganalisa dan mengamati makna data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.32 Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.33

32

Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, Hal 53.

33

Ibid, Hal. 103

Kemudian data tersebut diolah dianalisis secara kualitatif dan sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif.


(41)

BAB II

PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK YANG BERASAL DARI ALAS HAK SURAT PERNYATAAN DIBAWAH TANGAN

E. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Hak Milik

Dalam rangka penyelenggarakan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria telah diterbitkan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah.

Tujuan ditetapkannya Undang-Undang Dasar pokok Agraria adalah:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, Dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. 2. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai

hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

3. Meletakkn dasar-dasar untuk memeberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.34

Hak milik atas tanah adalah bagian dari hak-hak kebendaan yang dijamin dalam konstitusi. Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai hasil dari amandemen kedua, dinyatakan sebagai berikut :

Pasal 28 g (1):

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa

34


(42)

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

(2) Pasal 28 h :

”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

Hak milik atas tanah juga diatur didalam KUHPerdata Pasal 571 yang menyebutkan bahwa:

“Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah”.

Didalam Undang-Undang pokok Agraria, dasar hukum untuk pemilikan hak milik atas tanah yaitu Pasal 20-27 UUPA:

1. Mempunyai sifat turun temurun; 2. Terkuat dan terpenuh;

3. Mempunyai fungsi social; 4. Dapat beralih atau dialihkan;

5. Dibatasi oleh ketentuan sharing (batas maksimal) dan dibatasi oleh jumlah penduduk;

6. Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas waktu selama kepemilikan itu sah berdasar hukum;

7. Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau keturunan, badan hukum tertentu.35

Didalam kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang terkuat dan terpenuh.

Selain itu dasar hukum hak milik adalah Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 56 dan ketentuan Konversi Pasal I, II dan VII, dan luar Undang-Undang pokok Agraria

35


(43)

hanya merupakan ketentuan pokok, ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik selain Undang-Undang pokok agraria adalah:

1) Undang-Undang No 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian;

2) Peraturan Pemerintah No 24/1997 pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah;

3) Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nomor 9 Tahun 1999, Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Hak Milik; 5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf jo. Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2006 tentang Wakaf;

6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;

7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun 1999, Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah Negara yang menggantikan PMDN Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah jo. Keppres Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional

8) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.36

Sifat hak atas tanah hak milik meliputi: a. Dapat dialihkan;

b. Dapat dialihkan kepada ahli waris; c. Dapat diwakafkan;

d. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 merupakan hak yang wajib didaftarkan;

e. Turun temurun; f. Dapat dilepaskan;

g. Jangka waktu tidak terbatas, mengingat sifatnya yang turun temurun.

36

Ny. Arie S. Hutagalung, S.H.M.L.I, Supardjo Sujadi dan Rahayu Nurwidari, Asas-Asas Hukum Agraria, Jakarta: FH UI: 2001, Hal. 28


(44)

F. Syarat-Syarat Dan Prosedur Pendaftaran Tanah Atas Tanah hak Milik.

1. Pengertian Pendaftaran Tanah

Istilah yang dipergunakan dalam pendaftaran tanah yaitu dikenal dengan

sebutan Rechtskadaster. Rechtskadaster adalah pendaftaran tanah yang diselenggarak an dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum atau kepastian hak. Dari

Rechtskadaster dapat diketahui asal-usul tanah, jenis haknya, siapa yang empunyanya , letak, luas dan batas-batasnya, dimana data-data tersebut dikumpulkan dalamdaftar-daftar yang sudah tersedia untuk disajikan bagi pemilik tanah.

Kegiatan Rechtskadaster meliputi :

a. Pengukuran dan pemetaan (tehnis kadaster); b. Pembukuan hak (kegiatan di bidang yuridis);

c. Pemberian tanda bukti hak umum yang berkepentingan.

Pendaftaran Tanah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang meliputi: pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus


(45)

menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.37

Sebagai mana dalam penjelasan UUPA Nomor 5 Tahun 1960, bahwa tujuan pendaftaran tanah ini dapat di ketahui dalam peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah yang dipertegas dengan kemungkinannya pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.38

Pendaftaran untuk pertama kali merupakan kegiatan pendaftaran terhadap sebelum tanah yang semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan, pendaftaran tanah menggunakan dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil, yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk

pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan PP 10/1961 dan PP 24/1997. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan Pasal 12 ayat (1) PP 24/1997.

37

Pengertian umum dalam Pasal 1 peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

38

Sayuti Thalib, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina Aksara, 1985, hal. 19


(46)

yang terbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi.

Adapun data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan, antara lain:

a. Kegiatan dibidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana telah dikemukakan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas, luasnya, banguan-bangunan dan atau tanaman-tanaman penting yang ada diatasnya, setelah dipastikan letak tanahnya kegiatan dimulai dengan penetapan batas-batasnya serta pemberian tanda-tanda batas disetiap sudutnya.

b. Kegiatan bidang yuridis, yaitu: bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidaknya hak pihak lain yang membebaninya.

c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya. Bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam penyelenggarakan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan.39

2 . Sistem Pendaftaran Tanah

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu:

a. Secara sisitematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Hal ini diselenggarakan atas prakarsa pememrintah berdasarkan suatu rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasional. Dalam suatu desa,kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik.

b. Secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yang pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya. 40

Dalam sistem pendaftaran tanah dikenal adanya sistem publikasi, yaitu sistem publikasi negatif dan sistem publikasi positif.

39

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Hukum Tanah Nasional, jilid 1,Djambatan, Revisi 2003, hal.78

40


(47)

1. Sistem publikasi negatif, dalam hal ini negara tidak menjamin kebenaran data yang tercantum dalam sertipikat sehingga seseorang yang telah tertulis namanya pada sertipikat tersebut belum tentu sebagai pemilik.41 Sistem ini surat tanda bukti hak berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,berarti keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.42

Ciri pokok sistem ini adalah :

a. Pendaftaran hak atas tanah tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah jika ternyata di kemudian hari diketahui;

b. bahwa ia bukan pemilik sebenarnya. Hak dari nama yang terdaftar ditentukan oleh hak dari pemberi hak sebelumnya, jadi perolehan hak tersebut merupakan mata rantai perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah;

c. Pejabat pertanahan berperan pasif, artinya ia tidak berkewajiban menyelidiki kebenaran data-data yang diserahkan kepadanya.

Kelebihan dari sistem negatif ini yaitu adanya perlindungan kepada pemegang hak sejati.Pendaftaran tanah juga dapat dilakukan lebih cepat karena pejabat pertanah an tidak berkewajiban menyelidiki data-data tanah tersebut.

41

Mhd. Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis. Op.cit.

42

Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993, Hal. 93-94


(48)

Kelemahan dari sistem negatif adalah :

a. Peran pasif dari pejabat pertanahan dapat menyebabkan tumpang tindihnya Sertipikat tanah;

b. Mekanisme kerja dalam proses penerbitan Sertipikat sedemikian rumit sehingga kurang dimengerti orang awam;

c. Buku tanah dan segala surat pendaftaran kurang memberikan kepastian hukum karena surat tersebut masih dapat dikalahkan oleh alat bukti lain, sehingga mereka yang namanya terdaftar dalam buku tanah bukan merupakan jaminan sebagai pemiliknya.43

2. Sistem publikasi positif, dalam suatu negara menjamin kebenaran data yang ada dalam alat bukti. Dengan adanya jaminan tersebut tanda bukti hak merupakan alat bukti yang mutlak. Kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Pihak ketiga yang mempunyai bukti dan beritikad baik atas dasar bukti tersebut mendapat perlindungan mutlak meskipun kemudian keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya tidak benar.

Ciri-ciri pokok sistem ini adalah :

a. Sistem ini menjamin nama yang terdaftar dalam buku tanah.

b. Tidak dapat di bantah, walaupun ia ternyata bukan pemilik tanah yang sebenarnya. Jadi sistem ini memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.

c. Pejabat-pejabat pertanahan dalam sistem ini memainkan peranan yang aktif, yaitu menyelidiki apakah hak atas tanah yang dipindah itu dapat didaftar atau tidak, dan menyelidiki identitas para pihak, wewenangnya serta apakah formalitas yang disyaratkan telah terpenuhi atau belum.

43


(49)

Menurut sistem ini, hubungan antara hak dari orang yang namanya tercantum dalam buku tanah dengan pemberi hak sebelumnya terputus sejak hak tersebut didaftarkan.

Kebaikan dari sistem positif adalah :

a. Adanya kepastian dari buku tanah, sehingga mendorong orang untuk mendaftarkan tanahnya;

b. Pejabat pertanahan melakukan peran aktif dalam melaksanakan tugasnya; c. Mekanisme kerja dalam penerbitan Sertipikat tanah mudah dimengerti oleh

orang awam.

Sedangkan kelemahan dari sistem positif adalah :

a. Adanya peran aktif para pejabat pertanahan mengakibatkan diperlukannya jumlah petugas yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama dalam proses pendaftaran tanah;

b. Pemilik yang sebenarnya berhak atas tanah akan kehilangan haknya oleh kepastian dari buku tanah itu sendiri;

c. Dalam penyelesaian persoalan maka segala hal yang seharusnya menjadi wewenang pengadilan ditempatkan di bawah kekuasaan administratif.44

Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan sistem Stelsel Negatif sesuai dengan penjelasan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menurut sistem ini bahwa segala apa yang tercantum didalam sertifikat tanah adalah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) dimuka sidang Pengadilan. Ciri pokok sistem negatif ini ialah bahwa pendaftaran hak atas tanah tidaklah merupakan jaminan pada nama yang terdaftar pada buku tanah. Dengan kata lain buku tanah bisa saja berubah sepanjang dapat membuktikan bahwa

44


(50)

dialah pemilik yang sebenarnya melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Indonesia tidak menggunakan sistem negatif yang murni akan tetapi menggunakan sistem negatif yang mengandung unsur positif. Sistem negatif yang murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), Pasal 38 ayat (2)UUPA, bahwa sertifikat merupakan alat bukti yang kuat. Ayat tersebut tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak .

Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak tetap berpegang pada publikasi negatif dan pada pihak lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertipikat sebagai tanda buktinya yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian-pembuktian yang kuat (sistem publikasi positive).45

Mengingat stelsel negative tentang register/pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang didalam register bukanlah berarti absolute menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidak absahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain.46

45

A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP. 24 Tahun 1997), di lengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuatan Akta Tanah (PP 37 Tahun 1998), Bandung CV. Mandar Maju, 1999, Hal. 126

46

Boedi Djatmiko, Sistem Pendaftaran Tanah ( http:// sertipikat tanah.blogspot.com/ 2009/09/Sistem-pendaftaran-tanah 05 html: diposkan 12;57)

3.Objek Pendaftaran Tanah

Hak-hak atas tanah yang menjadi obyek pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 antara lain:


(51)

1. Tanah Hak milik;

2. Tanah Hak Guna Usaha; 3. Tanah Hak Guna Bangunan; 4. Tanah Hak Pakai;

5. Tanah Wakaf;

6. Tanah Hak Pengelolaan;

7. Hak Milik Satuan Rumah Susun; 8. Hak Tanggungan.

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu-satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut.47

Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa sepengetahuan, oleh karena itu asas nemo plus yuris, selalu terbuka kemungkinan

47

Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, Arkola 2003, hal 189


(52)

adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam sertifikat dari orang yang merasa sebagai pemiliknya.48

a. Jual beli;

4. Peralihan Hak Tanah

Peralihan hak atas tanah dilakukan atas beberapa cara yakni:

b. Tukar-menukar; c. Hibah;

d. Hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat

meninggal dunia; e. Waris;

f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;

h. Penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;

48


(53)

i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;

j. Penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;

k. Peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan badan usaha yang bergabung tersebut;

l. Pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;

m. Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

5. Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan.

Menurut hukum perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal, maka hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya. Peralihan harta kekayaan dari orang yang meninggal, dapat berupa harta kekayaan material maupun immaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal tersebut. Harta kekayaan yang


(1)

104

tergugat VI, maka perbuatan tergugat VI tersebut juga merupakan perbuatan melawan hukum, Petitum penggugat yang kedua yang meminta agar surat pernyataan yang dibuat tergugat masing-masing tanggal 1 juli 1993 yang menjadi alas hak penerbitan sertipikat atas tanah yang menjadi objek sengketa adalah batal dapat dikabulkan, telah terbukti objek sengketa yang berasal dari Djonobi hasil pembelian dari Oemar Hoesin, maka surat jual beli antar Oemar Hoesin dengan Djonobi tanggal 1 Oktober 1956 yang diawali surat dasar jual beli No. 2/ 1939 tanggal 10 Februari 1939 adalah sah dan beharga.

Keberadaan surat dibawah tangan sebagai dasar dalam penerbitan sertipikat hak milik haruslah sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak-hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

2. Dalam tata cara perolehan hak atas tanah yang dilakukan pihak Tergugat dalam kasus ini adalah pendaftaran tanah dengan itikad tidak baik sehingga berdasarkan dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku dibidang hukum acara perdata maka dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor


(2)

105

1339K/Pdt/2009 dimana dalam putusannya yang telah mempunyai hukum tetap maka pihak Tergugat yang mengajukan perlawanan tidak mendapat kepentingan hak terhadap tanah yang menjadi objek sengketa tersebut dan berdasarkan putusan Pengadilan tanah tersebut merupakan milik pewaris yang sah atas tanah warisan almarhum Djonobi.

3. Kedudukan Putusan MA No. 1339/K/Pdt/2009 pada penerapan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak diterapkan secara keseluruhan dalam artian hanya melihat satu unsur yang terkandung didalamnya sementara dua unsur yang lain diabaikan karena yang menjadi objek dalam sengketa tanah ini adalah tanah warisan sesuai dengan Putusan MA No 667K/Sip/1973 tanggal 29-08-1974 yang mengatakan hukum waris adat tidak mengenal kadaluarsa sebagai penyebab hilangnya hak milik atas tanah. Pendapat yang sama juga terdapat dalam putusan MA Nomor 916K/Sip/1973 yang mengatakan, dalam hukum adat dengan lewatnya waktu saja hak milik atas tanah tidak dihapus dan putusan Mahkamah Agung Nomor 7K/Sip/1973 yang mengatakan tidak ada batas waktu dalam menggugat harta warisan.

B. Saran

1. Pemerintah seharusnya mengutamakan ketelitian dan kecermatan serta kehati-hatian aparatnya dalam menangani bidang pendaftaran tanah terutama pendaftaran tanah yang menggunakan alas hak surat pernyataaan agar tidak terjadi sengketa atau tumpang tindih dalam penerbitan sertipikat sehingga terwujud kepastian hukum dan pemerintah diharapkan membuat aturan sanksi


(3)

106

administrasi yang tegas apabila ada pihak yang melakukan pelanggaran atas unsur-unsur kepentingan pribadi atau lalai dalam menjalankan kewenangannya yang dapat merugikan pihak lain sesuai pada asas hukum umum yang berisi tentang pertanggung jawaban apabila ada oknum aparat yang lalai dalam menjalankan tugas.

2. Dalam melakukan pelayanan umum dibidang pelaksanaan pendaftaran tanah pihak Kantor Pertanahan setidaknya lebih professional dalam melakukan pendaftaran tanah terutama pendaftaran tanah yang berdasarkan alas hak dibawah tangan dan menghilangkan unsur kepentingan diri sendiri maupun kepentingan para pihak dalam pendaftaran tanah.

3. Bagi hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun bagi Hakim di Mahkamah Agung setidaknya lebih selektif dalam menelaah dan menerapkan setiap isi pasal yang berkaitan dengan sengketa tanah dan secara benar harus mempertimbangkan hukum pertanahan yang ada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-Undangan Agraria,Jakarta, Akademika Presindo 1994.

____________Beberapa Aspek Hukum Agraria, Alumni, Bandung ,1983.

Bachtiar, Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993.

Chandra, S., Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006.

_____________Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Jakarta : Gramedia Widiasaran Indonesia, 2005.

Chomzah, Ali Achmad, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II-Sertipikat Dan Permasalahannya,Jakarta, Prestasi Pustaka, 2002.

Dalimunthe, Chadijah, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2000.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1986.

Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta, Sinar Grafika, 2004.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, (Hukum Tanah Nasional), Jilid 1, Djambatan, Revisi 2003.

Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2004.

______________Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 2004.


(5)

Hutagalung, Arie S., Perlindungan Pemilikan Tanah Dari Sengketa Menurut Hukum Tanah Nasional dalam Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.

Lubis, Mhd. Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju Bandung, 2010.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV. Mandar Maju, 1994. Mahfud MD,Moh., Politik Hukum Di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta 2001.

Moleong, Lexy J., Metode Kualitatif, Pemahaman Filosofi dan Metodolagis KearahPenguasaan Modal Aplikasi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003. Mertukusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia,Yogyakarta, Liberty, 1989. Nurwidari, Asas-Asas Hukum Agraria, Jakarta, FH UI,2001.

Otje, HR. dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2005. Parlindungan, A. P., Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP. 24 Tahun

1997), di lengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuatan Akta Tanah (PP 37 Tahun 1998), Bandung CV. Mandar Maju, 1999.

Perangin, Effendi, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993.

Sarwono,Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006.

Sembiring, M.U., Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Undang-Undang Hukum Perdata, Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1989.

Soerodjo, Irawan, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola Surabaya 2002.

Sofyan, H. Syahril, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), Pustaka Bangsa Press, Medan 2011.

Sudiyat, Imam, Hukum Adat Sengketa Asas, Yogyakarta: Liberty, 1978. Suandra, I Wayan, Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, 1991.


(6)

Subekti, R., Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1987.

Surbayabrata, Samadi, Metodolagi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. Soejono, Prosedur Pendaftaran Tanah, Rineke Cipta, 1995.

Tobing, M.L, Sekitar Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta. Thalib, Sayuti, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina

Aksara, 1985.

Waluyo, Bambang, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia,Jakarta: Sinar Grafika, 1996

Wuisman, J.J.J.M dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, FE UI, Jakarta

B.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945 Undang- Undang KUHPerdata

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1966 tentang perturan pokok agraria Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah

C. BAHAN PENDUKUNG

Putusan PT.R Nomor 73/PDT/208/PT.R Putusan Mari Nomor 1339 K/Pdt/2009

http:www.pengertian dan asas hukum agraria.com, diakses senin 28 Mei 2013.

Dr. Boedi Djatmiko HA, SH, Mhum, Sistem Pendaftaran Tanah ( http:// sertipikat tanah.blogspot.com/2009/09/Sistem-pendaftaran-tanah 05 html: diposkan 12;57).

http: 2013.

http: 2013