PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN WAY KANAN

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN WAY KANAN

OLEH ELI FARIANI

Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) adalah pajak yang di alihkan dari pajak pusat menjadi pajak daerah sejak tertanggal 1 januari 2010 sampai batas yang di tentukan tanggal 1 januari 2014 dengan di keluarkanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Perbedaan pada PBB dan PBB P2 adalah sistem pemungutannya sedangkan pelaksanaan pemungutan tidaklah berbeda. Kemudian yang menjadi permasalahan dalam sistem baru adalah jika sebelumnya mereka bisa melapor ke Kabupaten hasil dari pemungutan dari desa/kelurahan dengan tanpa mengolahnya menjadi hasil akhir melainkan hanya data mentah. Dengan perubahan sistem baru petugas pemungut PBB P2 yang di tingkat desa/kelurahanpun harus sudah menyetorkan data yang sempurna dengan nilai akhir dan ini membutuhkan keahlian dalam bidang IT sedangkan rata-rata petugas di tingkat kecamatan dan bahkan didesa masih belum menguasai komputer. Hal ini disebabkan kurang pelatihan dan sosialisasi oleh Dinas P2KA.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pemungutan PBB P2 di kabupaten Way Kanan dan apa sajakah faktor penghambat pemungutan PBB P2 di kabupaten Way Kanan.Jenis penelitian ini adalah hukum normatif empiris dengan tipe penelitian analisis kualitatif. Data yang digunakakn adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi perundang-undangan, pustaka, dan wawancara, yaitu wawancara di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KA).

Hasil penelitian bahwa pengalihan PBB P2 di kabupaten Way Kanan diterima sejak tanggal 1 januari 2013, pengalihan ini mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak pada tahun 2012 hanya berkisar 71,44% dan tahun 2013 menjadi 94,79%. Faktor-faktor penghambat dalam pemungutan PBB P2 di Kabupaten Waykanan antara lain; Kompetensi sumber daya manusia, kurangnya infrastruktur, kurangnya kerjasama dengan pihak terkait dan minimnya sistem informasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan perangkat pemungut pajak di tingkat kelurahan/kampung


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Eli Fariani di lahirkan di Way Kanan pada 25 Januari 1992 dari pasangan Bapak Subardi dan Ibu sunyatmi, sebagai anak ke 5 dari 7 bersaudara. Penulis memiliki dua orang kakak laki-laki, dua orang kakak perempuan dan dua orang adik perempuan.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada Sekolah Dasar Negri (SDN) 1 Air Ringkih tahun 1998 dan selesai tahun 2004, pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP) di selesaikan di SMPN 2 Rebang Tangkas pada tahun 2007 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di selesaikan di SMA Persiapan Rebang Tangkas tahun 2010, di tahun yang sama penulis tercatat sebagai mahasiswadi Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).

Semasa kuliah, penulis aktif di berbagiai kegiatan intra maupun ekstra kampus. Di intra kampus, penulis pernah aktif di UKM U BIROHMAH (Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Bina Rohani Mahasiswa) sebagai KKMF (Kordinator Keluarga Muda Fakultas) tahun 2010-2011, di tahun yang sama penulis juga aktif di UKMF FOSSI (Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Forum Silaturrahim dan Studi Islam) sebagai MMF (Mujahid Muda Fossi), periode 2011-2012 penulis mendapat amanah sebagai Wakil Ketua Umum FOSSI, dan pada periode 20013-2014 penulis juga mendapat amanah sebagai Staf Sekjen di BIROHMAH.


(6)

Penulis juga aktif dalam kegiatan ekstra kampus seperti, pada tahun 2012 penulis mengikuti Dauroh Marhalah 1 yang di selenggarakan oleh KAMMI dan tercatat sebagai anggota biasa, dan kemudian menjadi anggota bidang kaderisasi dua periode berturut-turut. Pada tahun 2013 penulis juga aktif pada IKAM WAYKA (Ikatan Mahasiswa Way Kanan) sebagai sekretaris bidang kaderisasi. Penulis juga menjadi anggota aktif pada GARDA (Gerakan Pemuda) Way Kanan sampai pada saat ini.

Pada tahun 2013 penulis mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) selama 40 hari di pekon Banyu Urip Kec. Banyu Mas Kabupaten Pringsewu sebagai prasyarat kelulusan jenjeang strata satu.

Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan diantaranya sebagai berikut:

1. Talk Show “Maju Bersama Wirausahawan Muda, Berkarya Untuk

Membangun Bangsa” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Universitas pada tanggal 26 April 2011.

2. Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar yang diselenggarakan oleh FOSSI pada 30 April-1 Mei 2011.

3. Training Motivation yang diselenggarakan oleh BEM FISIP Unila pada tanggal 25 Februari 2011.

4. ILNS (Islamic Law National Summit) se-Indonesia di Universitas Indonesia pada 16-19 februari 2012

5. Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Menengah yang diselenggarakan oleh Birohmah Unila pada tahun 2012.


(7)

6. Seminar Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan yang di selenggarakan oleh MPR RI Pada tanggal 24 November 2012

7. Seminar Meet and great overseas scholarship alumni yang di selenggarakan oleh UKM U ESO pada tanggal 10 November 2012

8. Kegiatan ILNS (Islamic Law National Summit) yang di selenggarakan oleh Serambi FH UI pada tanggal 14-17 Februari 2012

9. Seminar Parlemen Muda Indonesia yang di selenggarakan oleh Parlemen Muda Indonesia pada tanggal 15 september 2013.


(8)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhanaku ini untuk Mamak dan Bapak

Atas kasih sayang dan kesabaran dalam mendidik serta yang tak pernah henti

Mendo’akan, memberikan dorongan dan semangat demi keberhasilanku.

Untuk kakak-kakak ku, Sriatun, Edi Syafrudin, M. Hariyanto, A.Md, Indrayanti, A.Md Semoga Allah menyayangi kita semua.

Untuk Adiku Mas Yuni, semoga Allah selalu menjagamu dan meluaskan ilmumu Dan untuk Eva Nuryana (alm) semoga Allah lapangkan kuburmu.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Rumusan Masalah …... ...8

1.3. Ruang Lingkup ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ... 10

2.1.Pajak Daerah ... 10

2.1.1. Jenis Pajak Daerah ... 13

2.1.2. Karakteristik Pajak Daerah ... 13

1. Pajak Hotel ... 13

2. Pajak Restoran. ... 14

3. Pajak Hiburan. ... 15

4. Pajak Reklame. ... 16

5. Pajak Penerangan Jalan. ... 17

6. Pajak Mineral Bukan Bauan. ... 17

7. Pajak Parkir... 18

8. Pajak Air Tanah. ... 19

9. Pajak Sarang Burung Walet. ... 19

10. Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan. ... 19

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. ... 20

2.1.3. Fungsi Pajak Daerah ... 21

2.1.4. Pejabat Pemungut Pajak ... 22

2.2. Pemungutan Pajak Daerah ... 23


(10)

2.4. Dasar Hukum Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN. ... 31

3.1.Pendekatan Masalah ... 31

3.2.Sumber Data ... 31

3.3.Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4.Metode Pengolahan Data ... 32

3.5.Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ... 34

4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 34

4.1.1 Kecamatan Rebang Tangkas ... 34

4.1.2 Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (D P2KA) Kabupaten Way Kanan. ... 36

4.2 Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Way Kanan ... 38

4.2.1 Mekanisme Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Sektor Padesaan dan Perkotaan ... 38

4.2.2 Prosedur Pelaksanaan Pemungutan PBB P2 ... 42

4.2.3 Kontribusi PBB P2 Terhadap Income Daerah ... 44

4.3 Faktor Penghambat Dalam Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Sektor Pedesaan Dan Perkotaan Kabupaten Way Kanan ... 47

BAB V PENUTUP. ... 53

5.1. Simpulan ... 53

5.2. Saran. ... 54


(11)

SANWACANA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Sektor Pedesaan Dan Perkotaan Di Kabupaten Way Kanan” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum di Bagian Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis telah banyak menerima bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat. penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Ibu Upik Hamidah. S.H., M.H selaku Ketua Bagian Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendukung serta memberi masukan untuk judul skripsi yang diangkat penulis.

Bapak Dr. Yuswanto.S.H.,M.H selaku pembimbing I yang dengan sabar memberikan motivasi dan masukan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.


(12)

Ibu Marlia Eka Putri. A.T., S.H., M.H. selaku pembimbing II yang telah mengarahkan dan memberikan ide-ide untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Bapak S. Charles Jakcson,.S.H., M.H selaku pembahas I yang memberikan kritik dan saran terkait penulisan skripsi ini.

Ibu Ati Yuniati,S.H.,M.H. selaku pembahas II yang memberikan kritik dan saran, serta memberikan pemahaman tentang metodologi penelitian.

Ibu Lindati Dwiatin,S.H.,M.Hum. selaku pembimbing akademik.

Seluruh Dosen maupun Karyawan Civitas Akademika di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Mamak dan Bapak yang dengan sabar membimbing dan tak pernah berhenti

mendo’akan untuk kelancaran studiku.

Kakak-kakak ku (Sriatun, Edi safrudin, M. Hari Yanto. A.Md, Indra Yanti. A.Md) dan adikku (Masyuni) terimakasih untuk semua yang telah di berikan.

Sahabatku Yessi, Wida, Dhini, Mira, yang telah memberikan dukungan dan semangatnya selama menjadi mahasiswa, terimakasih untuk kata persahabatanny.

Saudariku di FOSSI FH Unila, angkatan 2007 mba Ida, mba Yesi, mba Hesti, mba Yani, mba Visda, mba Fia, angkatan 2008 mba Krisna, angkatan 2009 mba Cia, mba Winda, mba Cicha, mba Uci, mba Denty,, angkatan 2010 Almira, Dhini, Wida, Yessi, Yanti, Idha, Shinta, Indah, angkatan 2011 Nisa, mba Vida, Yuliana Q, Yunika, Tina, Novi, Triya, dan seluruh angkatan yang


(13)

tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk angkatan muda Fossi semoga istiqomah di jalan dakwah. Aamiin..

Rekan-rekan Fakultas Hukum angkatan 2010, khususnya jurusan Hukum Administrasi Negara

Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas do’a, dukungan, dan semangatnya.

Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan mereka. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Daftar Target dan Realisasi Penerimaan PBB Kecamatan Rebang

Tangkas Tahun 2012/2013... ... 46 2. Daftar Target dan Realisasi Penerimaan PBB Kabupaten

Way Kanan Tahun 2012/2013. ... 48 3. Daftar Target dan Realisasi Anggaran Pendapatan Kabupaten

Way Kanan Tahun 2012/2013. ... 48 4. Distribusi Penugasan Pejabat Struktural Pegawai Dinas Pendapatan

Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Way Kanan ... 50 5. Jenjang Pendidikan Pegawai Dinas P2KA Kabupaten Way Kanan ... 51


(15)

DAFTAR BAGAN

Halaman 1. StrukturStrukturOrganisasiKec. RebangTangkas ... 36 2. Struktur organisasi Dinas P2KA. ... 38 3. Mekanisme Pemungutan PBB P2. ... 41


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pajak merupakan penghasilan Negara yang didapatkan dari objek wajib pajak. Pajak digunakan untuk pembangunan ekonomi, infrastruktur dan subsidi. Selama ini pajak merupakan otoritas pemerintah pusat dalam memberikan pengaturan tentang perpajakan. Daerah digunakan sebagai kaki tangan untuk memungut pajak dari masyarakat kemudian diserahkan kepusat. Pajak Bumi dan Bangunan selanjutnya disebut (PBB) merupakan pajak yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986 berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985. Kemudian Undang-Undang ini diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 dan mulai berlaku terhitung 1 Januari 1995. PBB adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada Daerah, karena PBB termasuk jenis pajak yang penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai bagi hasil dana perimbangan (revenue sharing).1

Imbangan pembagian penerimaan PBB diatur dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta melalui Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 82/KMK.0412000 Tentang Pembagian Hasil Penerimaan

1


(17)

2

PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu untuk Pemerintah Pusat sebesar 10 % (dikembalikan lagi ke daerah) dan untuk Daerah sebesar 90%. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut (APBD), penerimaan PBB tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan Bagi Hasil Pajak2. Objek PBB adalah bumi dan bangunan, bumi yaitu permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada didalamnya. Misalnya, sawah ladang, kebun, tambang, dan sebagainya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah republik Indonesia.Tidak semua tanah dan bangunan dikenakan PBB.3

PBB masih merupakan jenis pajak pusat, tetapi penerimaan pajak tersebut, secara mayoritas, diserahkan kembali kepada daerah kabupaten/kota. Cara seperti ini lebih disukai oleh banyak pemerintah kabupaten/kota. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memungut pajak tersebut, tetapi hanya menerima bagi hasilnya saja.Singkat kata, mereka tidak ingin menerima pengalihan ini.

Alasan utama pemerintah mengalihkan PBB dari pajak pusat menjadi pajak daerah adalah karena kebanyakan negara maju menyerahkan urusan pajak properti (jika di Indonesia adalah PBB) menjadi urusan pemerintah daerah. Migas (minyak bumi dan gas bumi) sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi anggaran dan pendapatan belanja Negara selanjutnya disebut (APBN), mengingat Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak bumi, tetapi sebaliknya sebagai suatu negara yang mengimpor minyak bumi. Akibatnya, sumber utama pendapatan bagi APBN bergeser dari penerimaan migas kepada

2

Hernanda_Bagus_Priandana. Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. www.eprints.undip.ac.id di unduh pada 25 maret 2014

3


(18)

3

penerimaan pajak. Dengan demikian, pajak menempati posisi strategis dalam APBN. Sebagai gambarannya adalah penerimaan APBNP 2010 adalah Rp 992-an Triliun yang mana penerimaan pajak adalah Rp 743-an Triliun. Dari penerimaan pajak sebesar Rp 743-an Triliun tersebut, maka penerimaan PBB (seluruh sektor) adalah Rp 26-an Triliun. Namun demikian, hampir seluruh penerimaan PBB tersebut diserahkan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Landasan hukumnya adalah PMK No. 34/PMK.03/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah, artinya bahwa, memang sejak awal penerimaan PBB sudah menjadi bagian dari pemerintah daerah. Dengan dialihkannya PBB menjadi pajak daerah, maka Ditjen Pajak akan lebih berkonsentrasi dalam pemenuhan target penerimaan pajak pusat.

Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan selanjutnya disebut PBB P2 merupakan jenis Pajak Pusat yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota yang selanjutnya disebut Pajak Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Pelaksanaan pelimpahan PBB Pedesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah tersebut dilakukan secara bertahap, yang diatur oleh Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dalam jangka waktu paling lama 4(empat) tahun sejak diberlakukanya UU PDRD sampai waktu paling lama tanggal 31 Desember 2013. Hal ini adalah titik balik dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, Pemungutan


(19)

4

dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota).4

Dengan terbitnya Undang-Undang PDRD Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, sehingga saat ini Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, dan Pajak SarangBurung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea perolehan Hak atasTanah dan Bangunan. Pengalihan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal daerah dalam bentuk kebijakan Undang-Undang PDRD, Sehingga pemerintah daerah dapat menerima kebijakkan tersebut. Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah), memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah, memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah.

4


(20)

5

Peralihan PBB terhadap keuangan daerah dampaknya bisa beragam. Terhadap provinsi tentunya akan mengurangi penerimaan, karena peralihan PBB menyebabkan provinsi tidak mendapatkan 16,8 persen penerimaan PBB, kecuali DKI Jakarta yang memungut sendiri PBB-nya. Bagi kabupaten/kota dapat berdampak penambahan atau pengurangan penerimaan, penambahan karena semua penerimaan PBB masuk rekening kabupaten/kota, sedangkan pengurangan mungkin terjadi karena tidak ada lagi 6,5 persen bagian Pusat yang dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota. Hal tersebut sejalan dengan simulasi yang disusun ADB (2010) menggunakan data tahun 2005-2008 untuk menggambarkan dampak peralihan PBB. Simulasi tersebut berasumsi bahwa PBB P2 dilimpahkan ke PAD tanpa adanya perubahan dalam dukungan DAU. Dalam jangka pendek, pelimpahan PBB ke kabupaten/kota tidak akan menambah potensi tingkat PBB yang dikumpulkan oleh Pemda, dengan asumsi bahwa wilayah properti, nilai dan tarif pajak tetap sama.5 Peralihan ini akan memberi dampak terhadap keuangan negara dan keuangan daerah.

Pada prinsipnya secara administrasi terjadi perpindahan pencatatan hasil pemungutan PBB, jika sebelumnya penerimaan PBB tercatat pada keuangan negara (APBN) dalam penerimaan perpajakan, kemudian setelah mekanisme peralihan berjalan akan masuk dalam PAD khususnya pajak daerah.Dengan pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk ke pemerintah kabupaten/kota sehingga diharapkan mampu meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah. Hal ini menjadi peluang baru bagi daerah-daerah tertinggal untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pajak ini

5

peralihan pbb dari pajak pusat menjadi pajak daerah. www. pekalongankab.go.id di unduh pada hari jum’at 21 februari 2014


(21)

6

layak untuk ditetapkan menjadi pajak daerah karena memenuhi berbagai kriteria, antara lain aspek lokalitas, hubungan antara pembayar pajak dan yang menikmati manfaatnya, serta praktek yang umum di berbagai negara.Peralihan PBB P2 kepada daerah menjadi harapan baru bagi daerah-daerah tertinggal seperti Kabupaten Way Kanan. Dengan peralihan ini maka pemerintah daerah akan mendapatkan hasil 100% dari PBB P2 dengan tidak perlu lagi menunggu bagi hasil dari pemerintah pusat. Selain itu PBB P2 menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kemudian bisa berkontribusi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sesuai dengan kondisi Kabupaten Way Kanan yang memiliki potensi disektor perkebunan dan pertanian yang memiliki luas wilayahnya 3.921,63 km2.6 Hal ini terlihat pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Way Kanan. Pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Way Kanan adalah sebesar 5,42%, atau mengalami Kenaikan sebesar 0,12%, jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya mencapai sebesar 4,84%.7

Menurut Herman, sebagai petugas pemungut pajak yang bertanggung jawab di tingkat kecamatan Rebang Tangkas yang berbeda pada PBB dan PBB P2 adalah sistem pemungutannya sedangkan pelaksanaan pemungutan tidaklah berbeda. Kemudian yang menjadi permasalahan dalam sistem baru adalah jika sebelumnya mereka bisa melapor ke Kabupaten hasil dari pemungutan dari desa/kelurahan dengan tanpa mengolahnya menjadi hasil akhir melainkan hanya data mentah. Dengan perubahan sistem baru petugas pemungut PBB P2 yang di tingkat desa/kelurahanpun harus sudah menyetorkan data yang sempurna dengan nilai

6

www.regionalinvestment.bkpm.go.id, di uduh pada hari jum’at 21 fabruari 2014 7pidato pengantar laporan keterangan pertanggungjawaban (lkpj)


(22)

7

akhir dan ini membutuhkan keahlian dalam bidang IT sedangkan rata-rata petugas di tingkat kecamatan dan bahkan didesa masih belum menguasai computer. Menurut juli, hal ini disebabkan kurang pelatihan dan sosialisasi oleh Dinas P2KA.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa peralihan PBB P2 menjadi pajak daerah sangat efektif baik dari cara pemungutan maupun hasil yang diperoleh. Jika dibandingkan dengan imbangan pembagian penerimaan PBB yang diatur dalam pasal 18 Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 serta melalui Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 82/KMK.041.2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu untuk Pemerintah Pusat sebesar 10 % (dikembalikan lagi ke daerah) dan untuk Daerah sebesar 90% maka peralihan ini akan sangat menguntungkan bagi daerah, karena daerah mendapatkan 100% dari PBB P2 yang kemudian mampu memberikan kontribusinya terhadap APBD.

Pengaturan peralihan PBB P2 masih relatif baru, maka banyak terdapat kekurangan baik dalam perencanaan ataupun dalam pelaksanaan pemungutannya serta pencatatan yang sepenuhnya dikendalikan oleh daerah. Salah satu kendala yang masih di hadapi oleh pemerintah Kabupaten Way Kanan adalah banyaknya tanah yang belum terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), banyak masyarakat yang memiliki SPPT dobel, kurangnya pelayanan dikarenakan pemahaman petugas perpajakan daerah yang kurang faham dengan sistem baru, kurangnya sosialisasi petugas perpajakkan kepada masyarakat tentang pengalihan


(23)

8

Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, banyaknya masyarakat yang masih belum sadar akan pajak serta masih banyaknya bangunan-bangunan yang ternyata belum memiliki izin bangunan. Berdasarkan gambaran tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk sekripsi dengan judul “Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Sektor Pedesaan

dan Perkotaan di Kabupaten Way Kanan”

1.2Rumusan Masalah

berdasarkan dari uraian diatas, maka permasalahan yang perlu dikaji yaitu;

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di kabupaten Way Kanan?

2. Faktor-faktor apasajakah yang menjadi penghambat pemungutan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Way Kanan?

1.3Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah bagian dari kajian hukum administrasi negara yang batasan/ruang lingkupnya membahas tentang peralihan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang lebih fokus pada bagaimana pelaksanaan pemungutannya.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak bumi bangunan pedesaan dan perkotaan di kabupaten Way Kanan setelah disahkannya Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


(24)

9

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan pajak bumi bangunan pedesaan dan perkotaan di kabupaten Way Kanan.

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Secara teoritis kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmu pengetahuaan dalam Hukum Administrasi Negara khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan pemungutan pajak bumi bangunan pedesaan dan perkotaan;

2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan studi, literature dan tambahan ilmu pengetahuan terutama di bidang pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan bangunan di sektor pedesaan dan perkotaan bagi kalangan akademisi, peneliti dan mahasiswa fakultas hukum terutama bagian administrasi negara yang akan melakukan penelitian selanjutnya;

3. Mengetahui proses pelaksanaan pemungutan pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan yang dilakukan oleh petugas pajak di dearah Kabupaten Way Kanan; dan

4. Mengetahui faktor-faktor penghambat dalam proses pemungutan pajak bumi bangunan pedesaan dan perkotaan di Kabupaten Way Kanan.


(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak Daerah

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, memberikan definisi pajak sebagai berikut: pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan dapat digunakan untuk membiayai pembangunan.8 Menurut Tony Marsyahrul9 : Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD). Menurut Mardiasmo10: “Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai penyelenggarakan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.

Dijelaskan dalam pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 bahwa: Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pjak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

8

Ibid. hlm. 25

9

Tony Marsyahrul, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Grasindo, 2006. Hlm. 5

10


(26)

11

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerahbagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi diatas dapat dirangkum pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang di kelola oleh pemerintah daerah dan untuk membiayai kebutuhan pemerintah daerah termasuk pembangunan daerah dengan tanpa memperoleh imbalan secara langsung.Sedangkan menurut penulis definisi pajak adalah, iuran wajib oleh orang pribadi atau badan hukum kepada pemerintah daerah tanpa mendapatkan imbalan secara langsung yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku kemudian dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan kebutuhan daerah. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Mardiasmo dalam bukunya yang berjudul Perpajakan.

Terdapat beberapa prinsip umum dari pajak daerah yang dikemukakan oleh Irwansyah Lubis,11 yaitu;

1. Prinsip manfaat (benefit principle) suatu sistem pajak dikatakan adil bila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak, sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah;

2. Kemampuan membeyar pajak (ability to pay);

3. Kemampuan membayar dengan keadilan vertikal dan struktur tarif pajak; 4. Prinsip menyediakan pendapatan yang cukup naik dan elastis. Artinya

dapat mudah naik turun mengikuti naik turunnya kemakmuran masyarakat;

11

Irwansyah Lubis,Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis Dengan Pelaksanaan Hukum, Jakarta: Kompas Gramedia, 2010, hlm 70


(27)

12

5. Administrasi yang fleksibel artinya, sederhana, mudah dihitung pelayanan memuaskan bagi wajib pajak;

6. Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motifasi dan kesadaran untuk memenuhi kapetuhan membayar pajak.

Terdapat perbedaan di bagian objek pajak yang tidak dikenakan pajak antara Undang-Undang No. 12 tahun 1994 tentang Perubahan dari Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dengan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Didalam Undang-Undang lama di sebutkan dalam pasal 3 ayat (1) bahwa;

objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah objek pajak yang;

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu;

c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak;

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsultan atas asas perlakuan timbal balik;

e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh mentri keuangan.

Di dalam Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa;

objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah objek pajak yang;

a. Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;

b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu;


(28)

13

d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak;

e. Digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsultan berdasarkan atas asas perlakuan timbal balik; dan

f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditentukan dengan mentri keuangan.

2.1.1. Jenis Pajak Daerah

Didalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 disebutkan jenis-jenis pajak daerah, yaitu:

Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas; a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan; g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; Dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2.1.2. Karakteristik Pajak Daerah

Karakteristik dari pajak daerah adalah sebagai berikut;

1. Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat (21) Hotel adalah Fasilitas Penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, rumah singgah, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pajak Hotel adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang


(29)

14

disediakan Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. Subjek Pajak Hotel adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada Hotel.

2. Pajak Restoran

Definisi : Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran Restoran/ Rumah Makan adalah fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa boga dan katering. Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Obyek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan restoran, meliputi pelayanan penjualan makanan dan atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/ atau minuman dari restoran Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak : Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran Tarif Pajak ditetapkan 10% (Sepuluh Persen) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif yang telah ditetapkan (10%) dengan dasar pengenaan pajak (jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran)12

3. Pajak Hiburan

Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Pajak Hiburan adalah pajak

12


(30)

15

atas penyelenggaraan hiburan Obyek, Subyek dan Wajib Pajak .Obyek pajak hiburan yaitu jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran yang meliputi :

a. Tontonan film;

b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan atau busana; c. Kontes kecantikan, bina raga dan sejenisnya; d. Pameran;

e. Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya; f. Sirkus, akrobat, dan sulap;

g. Permainan biliar, golf dan bowling;

h. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;

i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitness center); dan

j. Pertandingan olahraga.

Tidak termasuk obyek pajak adalah pertunjukan seni tradisional. Subyek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah uang yang diterima atau seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.


(31)

16

4. Pajak Reklame

Setiap penyelenggaraan Reklame dipungut pajak dengan nama Pajak Reklame. Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Objek Pajak meliputi:

a. reklame papan/ billboard/videotron/megatron dan sejenisnya; b. reklame kain;

c. reklame melekat, stiker; d. reklame selebaran;

e. reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; f. reklame udara;

g. reklame apung; h. reklame suara;

i. reklame film/ slide; dan j. reklame peragaan.

Adapun yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah:

a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;

b. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;

c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut; dan


(32)

17

Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan reklame.Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan reklame.13

5. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.Obyek pajak adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Setiap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dipungut pajak dengan nama Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi : Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, Bentonit, Dolomite, Feldspar, garam batu (halite),Grafit, granit/andesit, Gips, Kalsit, Kaolin, Leusit, Magnesit, Mika, Marmer, Nitrat, Opsidien, Oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, Perlit, Phospat, Talk, tanah serap (fullers earth),tanah diatome, tanah liat, tawas

13


(33)

18

(alum),Tras,Yarosif, Zeolit, Basal, trakkit, dan mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

Adapun yang dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah:

a. kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas; dan

b. kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan

7. Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor

Obyek pajak adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Subyek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan


(34)

19

bermotor. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir

8. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Obyek pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Wajib Pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

9. Pajak Sarang Burung Walet

Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut pajak atas setiap pengelolaan sarang burung walet. Objek Pajak adalah pengelolaan, pengusahaan dan pemanfaatan sarang burung walet, meliputi :

a. Burung Walet di Habitat Alami; dan b. Burung Walet di luar Habitat Alami.

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pengelolaan, pengusahaan dan pemanfaatan sarang burung walet di habitat alami dan di luar habitat alami.

10. Pajak Bumi Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau


(35)

20

dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dari nilai perolehan obyek pajak dengan besaran tarif sebesar 5% dari nilai perolehan obyek pajak.


(36)

21

2.1.3. Fungsi Pajak Daerah

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan daerah untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan daerah, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah.Untuk menjalankan tugas-tugas rutin daearh dan melaksanakan pembangunan, daerah membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja, barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

b. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

c. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.


(37)

22

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.14

2.1.4.Pejabat Pemungut Pajak

Petugas pemungut pajak dibagi menjadi dua yaitu;

1. petugas yang dalam jabatannya atau tugaspekerjaanya berkaitan langsung dengan objek pajak adalah;

a. camat sebagai pembuat akta tanah b. notaries/pejabat pembuat akta tanah c. petugas pembuat akta tanah

2. petugas yang hubunganya dengan objek pajak adalah; a. kepala kelurahan atau kepala desa

b. petugas dinas tata kota

c. petugas dinas pengawasan bangunan d. petugas agraria

e. petugas balai harta peninggalan

f. petugas lain yang ditunjuk oleh mentri keuangan/direktorat jenderal pajak.15

14

Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2005, Hlm. 34-36

15


(38)

23

2.2 Teori Pemungutan Pajak Daerah

Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang diharapkan.16 Implementasi atau pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan.

Pengertian Implementasi atau Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan Implementasi adalah suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetepkan semula.

Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang. Selain itu perlu adanya batasan waktu dan penentuan tata cara pelaksanaan. Berhasil tidaknya proses inplementasi, faktor-faktor yang merupakan syarat terpenting berhasilnya suatu proses implementasi.

16


(39)

24

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi tersebut adalah;17

a. Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan.

b. Resouces (sumber daya), dalam hal ini maliputi empat komponen yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.

c. Disposisi, Sikap dan komitmen daripada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi implemetasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program d. Struktur birokrasi. Yaitu SOP (Standar Operating Procedures). Yang

mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian masalah-masalah akan memerlukan penanganan dan penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.

Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor yang satu dengan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu :

17


(40)

25

a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan.

b. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari program perubahan dan peningkatan,

c. Unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

Dari pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa pelaksana suatu program senantiasa melibatkan ketiga unsur tersebut.

Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (49) Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pengertian pemungutan adalah

“suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak

atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetoran.”

Landasan filosofis pemungutan pajak didasarkan atas pendekatan “benefit

approach” atau pendekatan manfaat.Pendekatan ini merupakan dasar fundamental atas dasar filosofis yang membenarkan Negara melakukan pemungutan pajak sebagai pungutan yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dalam kekuatan pemaksa.18Menurut Adam Smith dalam bukunya The Four Maxim’s mengemukakan asas-asas yang harus diperhatikan dalam pengenaan pajak adalah sebagai berikut.

18


(41)

26

a. Asas Equality, dalam suatu Negara tidak diperbolehkan mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak. Pengenaan pajak terhadap subjek hendaknya di lakukan seimbang sesuai dengan kemampuannya.

b. Asas certainly, pajak yang harus di bayar wajib pajak harus pasti untuk menjamin adanya kepastian hukum, baik mengenai subjek, objek, besarnya pajak dan saat pembayarannya.

c. Asas convenience, pajak hendaknya dipungut pada saat paling tepat/baik bagi para wajib pajak.

d. Asas efficiency, biaya peungutan pajak hendaknya seminimal mungkin, artinya biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pemasukan pajaknya.

e. Asas ekonomi, sebagai fungsi budgetere, pajak juga digunakan sebagai alat penentu politik perekonomian, tidak mungkin suatu Negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat, karena itu emungutan pajak sebagai berikut.

1. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan,

2. Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.19

Pada dasarnya terdapat 3 sistem pemungutan pajak yang berlaku yaitu:

a. Official Assesment Sistem, adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihtiung dan

19


(42)

27

ditetapkan oleh fiskus/aparat pajak. Jadi dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedang fiskus bersifat aktif.

b. Self assessment sistem, adalah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat Pajak (fiscus) hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak.

c. With Holding Sistem, adalah sistem pemungutan pajak yang mana besarnya pajak terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksut disini antara lain pemberi kerja , dan bendaharawan pemerintah.20

Dasar hukum pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia pada awalnya diatur dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945, setelah UUD 1945 diamandemen, pasal 23 ayat (2) diganti dengan pasal 23A UUD 1945 yang menegaskan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang. Dasar pemungutan PBB P2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009.

2.1 . Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah

20


(43)

28

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).21 NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang di tanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.22

Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:

1. Bumi adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.

2. Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.23

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PBB.24

Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan dan tata pemerintahan sampai sekarang desa merupakan suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk

21

http://www.piramidasoft.com. Diunduh pada 9 maret 2014

22

Ibid hlm. 311

23

http://www.pajak.go.id diunduh pada 9 maret 2014

24


(44)

29

yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat, telah memiliki hak menyelenggarakan pemerintahannya.25 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pedesaan adalah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk ditempat itu.

Menurut Bintaro dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.

Menurut Undang-Undang No. 22/ 1999 tentang Otonomi Daerah Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980 Kota adalah suatu wilayah yang memiliki batasan administrasi wilayah seperti kotamadya dan kota administratif. Kota juga berarti suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.

25

Kansil, Pemerintahan Daerah di Indaonesia, Hukum Administrasi Daerah. Jakarta: Sinar Grafika, 2004, Hlm.56


(45)

30

Dari beberapa pengertian kota diatas terdapat adanya kesamaan pernyataan tentang bagaimana suatu daerah tersebut dikatakan sebuah kota. Kesamaan tersebut dapat dilihat bahwa kota pasti mencakup adanya suatu bentuk kehidupan manusia yang beragam dan berada pada suatu wilayah tertentu.

2.4 Dasar Hukum Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

Dasar hukum pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan telah menjadi kewenangan pemerintah daerah, seperti yang dijelaskan dalam bab II pasal 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yang menyebutkan jenis-jenis pajak daerah. Selanjutnya diatur secara khusus dalam Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan No. 12 Tahun 2012 yang menjelaskan mekanisme pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan.


(46)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatife dan yuridis empiris .Masalah yang akan dikaji mengacu tarhadap ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu menganalisis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan setelah di limpahkan kepada pemrintah daerah.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena dibuat dan diumumkan secara resmi oleh pembentuk hukum negara,26 antara lain :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta Amandemennya.

b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

c) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

26

Ibid.,hlm. 151.


(47)

32

d) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah

e) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara f) Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan No. 2 Tahun 2012

Tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

g) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

2. Bahan hukum sekunder27 dalam hal ini adalah yang memberikan penjelasan dan tafsiran terhadap sumber bahan hukum primer seperti buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media cetak atau elektronik, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, serta simposium yang dilakukan pakar yang relevan berkaitan dengan haluan negara dalam pembangunan.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,28merupakan hasil dari pengamatan dan wawancara.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan studi kepustakaan; pengamatan (observasi) dan wawancara (interview) Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan cara :

27

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang :Bayumedia, 2006), hlm. 392.

28

Ibid hlm. 51


(48)

33

a. Identifikasi, identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan pelaksanaan pemungutan pajak bumi bangunan pedesaan dan perkotaan yang menjadi kewenangan pemerintah Daerah. b. Pemeriksaan data yaitu mengoreksi data yang diperoleh, apakah data

tersebut lengkap benar dan telah sesuai dengan permasalahan yang dibahas.

c. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data untuk menghindari kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan. d. Klasifikasi data, pengelompokan dan penempatan data yang diperoleh

untuk disesuaikan dengan bahasan permasalahan.

e. Penyusunan data, dilakukan dengan cara menyusun data yang telah diperiksa secara sistematis sesuai dengan bidang pembahasan.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan menggunakan interpretasi sistematis yang dilakukan dengan menafsirkan peraturan perUndang-Undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau Undang-Undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum, dan interprestasi secara historis.


(49)

53

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Kabupaten Way Kanan termasuk dalam daerah tertinggal dari 183 Kabupaten di Indonesia. Pengalihan ini kemudian disambut oleh Kabupaten Way Kanan dengan disahkannya Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang disahkanpada tanggal 26 juni 2012 di Blambanan Umpu, pelaksanaan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah telah memberikan sumber baru terhadap Pendapata Asli Daerah sesuai dengan kearifan lokal dan kondisi faktual diharapkan mampu mewujudkan visi misi Kabupaten Way Kanan yang memfokuskan pada pembangunan daerah tertinggal melalui kemandirian keuangan daerah yang stabil. Pelaksanaan pemungutan yang dilakukan oleh Dinas P2KA terhadap PBB P2 setelah pengalihan masih menggunakan sistem yang lama sama dengan pada saat pajak tersebut masih menjadi pajak pusat, yaitu dengan menyerahkan SPPT kepada penanggungjawab yang berada di tingkat kecamatan setelah itu sudah menjadi tanggung jawab petugas yang berada di tingkat kecamatan untuk menyebarkan SPPT kepada petugas yang berada di tingkat desa/kelurahan (kepala desa/lurah, ketua RT dan/atau yang di tunjuk oleh kepala desa) dan memberikan pelayanan pembayaran.


(50)

54

2. Faktor-faktor penghambat dalam pemungutan PBB P2 di Kabupaten Waykanan antara lain; Kompetensi sumber daya manusia, kurangnya infrastruktur, kurangnya kerjasama dengan pihak terkait dan minimnya sistem informasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan perangkat pemungut pajak di tingkat kelurahan/kampong.

5.2 Saran

1. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagai dinas yang bertanggungjawab atas pemungutan pajak daerah harusnya lebih memperhatikan program-program harian guna menyesuaikan dengan peraturan terbaru dari daerah dan memperbaiki sistem informasi bidang dinas supaya tidak menjadi penghambat dalam proses sosialisasi terhadap masyarakat luas, selain itu perlu diperhatikan juga sistem teknologi yang menjadi unsur penting dalam input data hasil pemungutan pajak agar dapat di sosialisasikan kepada pejabat pemungut pajak di tingkat kelurahan/kampong sesuai dengan sistem terbaru.

2. Dinas Pendapatan pengelolaan keuangan dan asset seharusnya membuat tim khusus yang bertugas membahas strategi dan faktor penghambat dalam implementasi pemungutan PBB P2 agar faktor penghambat yang kemudian muncul dapat di tangani secara khusus oleh tim yang telah dibuat untuk menghindari segala macam hambatan dalam proses pemungutan.


(51)

1

DAFTAR PUSTAKA LITERATUR

Arikunto, Suharsimin. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka cipta. B. ilyas, Wirawan. 2001. Hukum pajak. Salemba Empat. Jakarta.

Bohari, S.H., M.S. 2006. Pengantar hukum pajak. Jakarta. Raja Grafindo Persada Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang.

YA3

Ibrahim, Jhonny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang. Bayu Media.

Kansil. 2004. Pemerintahan Daerah di Indaonesia, Hukum Administrasi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.

Lubis, Irwansyah.menggali potensi pajak perusahaan dan bisnis dengan pelaksanaan hukum. Kompas Gramedia, Jakarta 2010, hlm 70 Mardiasmo.2009. Perpajakan.Edisi revisi.Yogyakarta.ANDI Yogyakarta. Marsyahrul,Tony. Pengantar Perpajakan, Jakarta: Grasindo, 2006. Marzuki, Peter Muhammad. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana.

Muhammad, Abdulkadir. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press --- 2004.Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya

Bakti

Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. 2005. Jakarta. Granit

Soekanto, Soerjono dan Sri Manudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta. Raja Grafindo Persada

Soemantri, Ronny Hanitio. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta. Ghalia Indonesia.


(52)

2

Suandy, Erly. 2005. Hukum pajak. Jakarta. Salemba Empat. Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Pajak. Jakarta. Sinar Grafika.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 82/KMK.0412000 Tentang Pembagian Hasil Penerimaan

Perda No. 12 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan


(1)

d) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah

e) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara f) Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan No. 2 Tahun 2012

Tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

g) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

2. Bahan hukum sekunder27 dalam hal ini adalah yang memberikan penjelasan dan tafsiran terhadap sumber bahan hukum primer seperti buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media cetak atau elektronik, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, serta simposium yang dilakukan pakar yang relevan berkaitan dengan haluan negara dalam pembangunan.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,28merupakan hasil dari pengamatan dan wawancara.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan studi kepustakaan; pengamatan (observasi) dan wawancara (interview) Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan cara :

27

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang :Bayumedia, 2006), hlm. 392.

28

Ibid hlm. 51


(2)

a. Identifikasi, identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan pelaksanaan pemungutan pajak bumi bangunan pedesaan dan perkotaan yang menjadi kewenangan pemerintah Daerah. b. Pemeriksaan data yaitu mengoreksi data yang diperoleh, apakah data

tersebut lengkap benar dan telah sesuai dengan permasalahan yang dibahas.

c. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data untuk menghindari kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan. d. Klasifikasi data, pengelompokan dan penempatan data yang diperoleh

untuk disesuaikan dengan bahasan permasalahan.

e. Penyusunan data, dilakukan dengan cara menyusun data yang telah diperiksa secara sistematis sesuai dengan bidang pembahasan.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan menggunakan interpretasi sistematis yang dilakukan dengan menafsirkan peraturan perUndang-Undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau Undang-Undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum, dan interprestasi secara historis.


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Kabupaten Way Kanan termasuk dalam daerah tertinggal dari 183 Kabupaten di Indonesia. Pengalihan ini kemudian disambut oleh Kabupaten Way Kanan dengan disahkannya Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang disahkanpada tanggal 26 juni 2012 di Blambanan Umpu, pelaksanaan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah telah memberikan sumber baru terhadap Pendapata Asli Daerah sesuai dengan kearifan lokal dan kondisi faktual diharapkan mampu mewujudkan visi misi Kabupaten Way Kanan yang memfokuskan pada pembangunan daerah tertinggal melalui kemandirian keuangan daerah yang stabil. Pelaksanaan pemungutan yang dilakukan oleh Dinas P2KA terhadap PBB P2 setelah pengalihan masih menggunakan sistem yang lama sama dengan pada saat pajak tersebut masih menjadi pajak pusat, yaitu dengan menyerahkan SPPT kepada penanggungjawab yang berada di tingkat kecamatan setelah itu sudah menjadi tanggung jawab petugas yang berada di tingkat kecamatan untuk menyebarkan SPPT kepada petugas yang berada di tingkat desa/kelurahan (kepala desa/lurah, ketua RT dan/atau yang di tunjuk oleh kepala desa) dan memberikan pelayanan pembayaran.


(4)

2. Faktor-faktor penghambat dalam pemungutan PBB P2 di Kabupaten Waykanan antara lain; Kompetensi sumber daya manusia, kurangnya infrastruktur, kurangnya kerjasama dengan pihak terkait dan minimnya sistem informasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan perangkat pemungut pajak di tingkat kelurahan/kampong.

5.2 Saran

1. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagai dinas yang bertanggungjawab atas pemungutan pajak daerah harusnya lebih memperhatikan program-program harian guna menyesuaikan dengan peraturan terbaru dari daerah dan memperbaiki sistem informasi bidang dinas supaya tidak menjadi penghambat dalam proses sosialisasi terhadap masyarakat luas, selain itu perlu diperhatikan juga sistem teknologi yang menjadi unsur penting dalam input data hasil pemungutan pajak agar dapat di sosialisasikan kepada pejabat pemungut pajak di tingkat kelurahan/kampong sesuai dengan sistem terbaru.

2. Dinas Pendapatan pengelolaan keuangan dan asset seharusnya membuat tim khusus yang bertugas membahas strategi dan faktor penghambat dalam implementasi pemungutan PBB P2 agar faktor penghambat yang kemudian muncul dapat di tangani secara khusus oleh tim yang telah dibuat untuk menghindari segala macam hambatan dalam proses pemungutan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA LITERATUR

Arikunto, Suharsimin. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka cipta. B. ilyas, Wirawan. 2001. Hukum pajak. Salemba Empat. Jakarta.

Bohari, S.H., M.S. 2006. Pengantar hukum pajak. Jakarta. Raja Grafindo Persada Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang.

YA3

Ibrahim, Jhonny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang. Bayu Media.

Kansil. 2004. Pemerintahan Daerah di Indaonesia, Hukum Administrasi Daerah.

Sinar Grafika. Jakarta.

Lubis, Irwansyah.menggali potensi pajak perusahaan dan bisnis dengan pelaksanaan hukum. Kompas Gramedia, Jakarta 2010, hlm 70 Mardiasmo.2009. Perpajakan.Edisi revisi.Yogyakarta.ANDI Yogyakarta. Marsyahrul,Tony. Pengantar Perpajakan, Jakarta: Grasindo, 2006. Marzuki, Peter Muhammad. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana.

Muhammad, Abdulkadir. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press --- 2004.Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya

Bakti

Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. 2005. Jakarta. Granit

Soekanto, Soerjono dan Sri Manudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta. Raja Grafindo Persada

Soemantri, Ronny Hanitio. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta. Ghalia Indonesia.


(6)

Suandy, Erly. 2005. Hukum pajak. Jakarta. Salemba Empat. Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Pajak. Jakarta. Sinar Grafika.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 82/KMK.0412000 Tentang

Pembagian Hasil Penerimaan

Perda No. 12 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan