PENGARUH VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L) YANG DIPAPARKAN ASAP ROKOK

(1)

ABSTRAK

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L) YANG DIPAPARKAN ASAP

ROKOK

Oleh

PRADILA DESTY SARI

Latar Belakang : Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok aktif pria di Indonesia sebesar 67,4%, jauh lebih besar dari wanita yang hanya 2,7%. Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik, asap rokok merupakan penyebab berbagai penyakit sehingga sangat berbahaya bagi perokok aktif maupun pasif. Adanya pengaruh asap rokok dapat menurunkan kualitas (jumlah, motilitas dan morfologi) spermatozoa epididimis. Produksi ROS (Reactive Oxygen Species) akan meningkat dengan adanya pengaruh dari lingkungan dan faktor gaya hidup seperti merokok. Sedangkan vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi kerusakan membran biologis akibat radikal bebas. Vitamin E dapat menetralisir gugus hidroksil, superoksida, dan radikal hidrogen peroksida. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah vitamin E mempengaruhi jumlah spermatozoa mencit jantan yang dipapar asap rokok.

Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah rancangan acak terkontrol, sampel yaitu 25 ekor mencit jantan yang dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok I diberi pakan standar, kelompok II diberi paparan asap 2 batang rokok/hari, sedangkan kelompok III, IV, dan V diberi inhalasi asap 2 batang rokok/hari dan vitamin E dengan dosis berturut-turut 0,4, 0,8 dan 1,2 mg/hari secara oral selama 35 hari.

Hasil : Rerata jumlah spermatozoa total pada kelompok I, II, III, IV dan V berturut-turut adalah 1,42; 2,99; 1,93; 2,32; 2,71 juta/ml. Analisis dengan one-way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p = 0,000).Rerata persentase jumlah spermatozoa yang hidup berturut-turut adalah 37,1; 94,30; 59,74; 69,90; 83,62 (%). Rerata persentase jumlah spermatozoa yang mati yaitu 62,90; 8,56; 40,26; 30,10;16,38 (%). Analisis uji Mann Whitney didapatkan perbedaan bermakna ( p=0,008).

Simpulan : Vitamin E 0,4; 0,8 dan 1,2 mg/hari dapat meningkatkan jumlah spermatozoa mencit jantan (Mus musculus L) yang dipapar asap rokok.


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF VITAMIN E ON SPERM COUNT OF CIGARETTE SMOKE-INDUCED MALE MICE (Mus musculus L)

By

PRADILA DESTY SARI

Background: The use of cigarettes as daily consumption is increasing. The number of cigarette consumers in Indonesia rank third in the world after China and India. Global Adult Tobacco Survey Results Survey (GATS) in 2010 showed the prevalence of active male smokers in Indonesia is 67.4%, far greater than women who only 2.7%. The danger of smoking is antique and classic, cigarette smoke causes of various diseases so it is very dangerous for both active and passive smokers. The influence of cigarette smoke may reduce the quality (number, motility and morphology) epididymal spermatozoa and damaging cells of the testes. Production of ROS (Reactive Oxygen Species) will increase with the influence of environmental and lifestyle factors such as smoking. While vitamin E acts as an antioxidant and can protect biological membrane damage caused by free radicals. Vitamin E can neutralize hydroxyl, superoxide, and hydrogen radicals peroxide. The research aims to see whether vitamin E affect sperm count male mice exposed by cigarette smoke.

Methods: The design in this experiment is randomly. The sample of 25 male mice were divided randomly into 5 groups. The first group was fed a standard, group II were given smoke exposure 2 cigarettes/day, whereas group III, IV, and V were given inhaled smoke 2 cigarettes/day and vitamin E with successive doses of 0,4; 0,8 and 1,2 mg /day orally for 35 days.

Results: The mean total number of spermatozoa in group I, II, III, IV and V are respectively 1,42; 2,99; 1,93; 2,32; 2,71 million/ml. Analysis by one-way ANOVA showed a significant difference (p = 0.000). The mean percentage of live spermatozoa are respectively 37.1; 94.30; 59.74; 69.90; 83.62 (%) and the mean percentage of dead sperm count is 62.90; 8.56; 40.26; 30.10; 16.38 (%). Analysis Mann Whitney test found a significant difference (p = 0.008).

Conclusion: Vitamin E 0,4; 0,8 and 1,2 mg/day body weight can increase the number of spermatozoa of male mice (Mus musculus L) were exposed to cigarette smoke.


(3)

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L) YANG DIPAPARKAN ASAP

ROKOK

Oleh

PRADILA DESTY SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 9 Desember 1992 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Ir. H. Supratmansyah dan Dra. Hj.Mis Alia, M.Pd.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kartini Bandar Lampung pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi Genitalial and Education Health (Gen-C) sebagai anggota .


(8)

Alhamdulilah , ku persembahkan karya ini

untuk Papi Dan Mami tercinta, Kakak


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Vitamin E terhadap Jumlah Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus L) yang Dipaparkan Asap Rokok” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sekaligus Penguji Utama pada ujian skripsi atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

3. Drs. Hendri Busman, M.Biomed selaku Pembimbing Pertama atas waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. dr.Dina Tri Amalia selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(10)

ii 5. dr.Beta Kurniawan, selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan

bimbingannya;

7. Bapak Ir. Supratmansyah, ayah yang selalu meletakkan harapan, mendoakan, mendukung, dan memberikan yang terbaik kepada saya; 8. Ibu Dra. Hj. Mis Alia, M.Pd., bunda yang selalu perhatian, menyebutkan

saya di setiap doanya, membimbing serta mendukung setiap langkah saya; 9. Kakak saya (Pratia Mega Sari dan Pralia Winda Sari) dan adik saya (M.

Pridho Gaziansyah) yang selalu mendoakan, memberikan semangat, perhatian, serta keceriaan;

10. Keluarga terdekat saya (Sidi, Siti, Paman, Bibi) dan seluruh keluarga besar dari ayah maupun bunda atas perhatian, dukungan dan doa yang telah diberikan;

11. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

12. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila serta pegawai; 13. Mas Bayu, Mbak Nur, Mbak Novi, dan Mbak Romi yang telah banyak

membantu mulai dari proses penelitian, pembuatan preparat, hingga pengamatan;

14. Andina, Dea, Hein, Intan, Kartika, Nur Ayu, Raisa dan Sarah atas persahabatan mulai dari awal perkuliahan hingga sekarang, serta keceriaan, canda tawa dan bantuannya selama penelitian;

15. Dita, Dinda, Dian Tya, Abdiel , Balaw dan Deawangga atas pertemanan dan keceriaannya selama ini;


(11)

iii 16. Agata, Baji, Bela, Desta, Fila, Gede, Ena, Felis, Ferina, Lian, Naomi, Robi,

Ririn, Rifka, Tiara Wayan,dan Yolanda atas persahabatan, doa, semangat, dan motivasi yang telah diberikan;

17. Trivany, Tegar, Angga, Rozi, Ibor, Diano, Fadil, Dika, Topaz, Caca, Mahe, Prianggara, Roseana, Fadia, Yogi, Vandy dan Danar yang telah memberikan semangat dan bantuan selama proses perlakuan pemaparan. 18. Kak Ibnu, Kak Giska, Rizni, Kak Fira dan Kak Rino Yoga yang telah

memberikan informasi mengenai penelitian untuk skripsi ini;

19. Teman-teman angkatan 2011 semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu;

20. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (2002–2014) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1.2 Masalah Penelitian... 1.3 Tujuan Penelitian... 1.4. Manfaat Penelitian... 1.5 Kerangka Penelitian ... 1.5.1 Kerangka Teori ... 1.5.2 Kerangka Konsep ... 1.6 Hipotesis...

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rokok... 2.1.1 Pengertian Rokok... 2.1.2 Kandungan Rokok... 2.1.3 Pengaruh Asap Rokok Terhadap Organ Reproduksi Pria… 2.1.4 Pengaruh Asap Rokok Terhadap Fertilitas Pria ...

viii ix x 1 4 4 4 5 5 7 8 9 10 10 14 15


(13)

vi 2.2 Vitamin E...

2.2.1 Definisi , Kimiawi dan Metabolisme Vitamin E... 2.2.2 Fungsi Vitamin E... 2.2.3 Efektivitas Vitamin E terhadap spermatozoa... 2.3 Sistem Reproduksi Mencit...

2.3.1 Testis... 2.3.2 Penis... ... 2.3.3 Sistem Duktus ... 2.3.4 Kelenjar Eksokrin... 2.4 Spermatogenesis... 2.5 Struktur Sel Spermatozoa………... III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian... 3.2 Tempat dan Waktu... 3.3 Variabel Penelitian...

3.3.1 Variabel Independent... 3.3.2 Variabel Dependen... 3.4 Definisi Operasional...

3.4.1 Asap Rokok... 3.4.2 Vitamin E... 3.4.3 Jumlah Spermatozoa…... 3.5 Bahan dan Alat Penelitian...

3.5.1 Alat Penelitian... 3.5.2 Bahan Penelitian... 3.6 Populasi dan Sampel... 3.7 Kriteria Inklusi dan Ekslusi... 3.7.1 Kriteria Inklusi... 3.7.2 Kriteria Ekslusi... 3.8 Prosedur Penelitian...

15 17 17 19 20 20 22 22 22 23 25 26 26 26 26 26 27 27 27 27 27 27 27 28 29 29 29 30


(14)

vii 3.8.1 Pemeliharaan Hewan Uji...

3.8.2 Persiapan Hewan Uji... 3.8.3 Penyediaan Vitamin E dan Asap Rokok... 3.8.4 Pemaparan Asap rokok ... 3.8.5 Pengaturan dosis Vitamin E ... 3.8.6 Pemberian perlakuan ... 3.8.7 Pengamatan ... 3.9 Analisis Data...

3.10 Etika Penelitian ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 . Hasil Penelitian ... 4.2. Pembahasan ... 4.1.1 Jumlah Spermatozoa Total... 4.1.2 Jumlah Spermatozoa Hidup... V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan... 5.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 30 31 31 31 32 34 34 37 38 40 48 48 51 55 55


(15)

viii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil perhitungan jumlah spermatozoa mencit jantan pada kelima kelompok... 2. Hasil uji normalitas data jumlah spermatozoa mencit jantan

kelompok perlakuan... 3. Hasil uji Post Hoc LSD jumlah spermatozoa mencit... 4. Hasil perhitungan rata – rata jumlah spermatozoa hidup (%) mencit

jantan pada kelima kelompok... 5. Hasil uji normalitas data jumlah spermatozoa mencit jantan kelompok

perlakuan... 6. Hasil uji Mann Whitney pada spematozoa hidup ...

40 41 43 44 45 47


(16)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Jumlah Spermatozoa Pada Mencit yang Dipapari Asap Rokok... 2. Kerangka Konsep Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Jumlah

Spermatozoa Pada Mencit yang Dipapari Asap Rokok... 3. Struktur α-Tocoferol... 4. Sistem Reproduksi Mencit Jantan ... 5. Morfologi Normal Spermatozoa Mencit ... 6. Pemberian Paparan Asap Rokok ... 7. Kotak Hemositometri Improved Neubauer... 8. Kamar Hitung Improved Neubauer ... 9. Diagram Alur Penelitian ... 10.Grafik Hasil Perhitungan Rata Jumlah Spermatozoa (juta/ml)... 11.Grafik Hasil Perhitungan Rata Jumlah Spermatozoa Hidup

(%)...

7 7 17 23 25 32 36 36 39 41 45


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel Konversi Dosis... 2. Uji Statistik... a. Jumlah Spermatozoa Total ... b. Jumlah Spermatozoa Hidup ... 3. Dokumentasi Peralatan dan Cara Kerja... 4. Surat Keterangan Lulus Uji Etik ...

64 65 65 69 77 89


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak hanya orang dewasa pria, bahkan wanita dan anak-anak pun didapati sebagai perokok aktif (WHO, 2008).

Hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok aktif pria di Indonesia sebesar 67,4%, jauh lebih besar dari wanita yang hanya 2,7%. Angka ini meningkat dibandingkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1995 yang menunjukkan prevalensi perokok pria sebesar 53,9% (Prasetyo, 2012).

Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik, asap rokok merupakan penyebab berbagai penyakit sehingga sangat berbahaya bagi perokok aktif maupun pasif (Susanna et al., 2003)

.


(19)

2

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mahanem et al., (2006) membuktikan bahwa adanya pengaruh asap rokok dapat menurunkan kualitas (jumlah, motilitas dan morfologi) spermatozoa epididimis dan menyebabkan kerusakan sel-sel testis. Penelitian yang dilakukan oleh Nor (2005) menyebutkan bahwa paparan asap rokok dapat menghambat proses spermatogenesis secara nyata yang ditandai dengan penurunan jumlah sel-sel spermatogonium, spermatosit primer, spermatid dan lapisan sel-sel spermatogenik serta penurunan kualitas spermatozoa secara nyata yang ditandai dengan penurunan prosentase spermatozoa normal, kecepatan gerak spermatozoa, motilitas spermatozoa dan spermatozoa hidup.

Menurut Everitt and Johnson (2000) bahwa spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar, salah satunya adalah pengaruh asap rokok dan cenderung mengalami kerusakan setelah meiosis pertama. Penurunan jumlah sel-sel spermatosit terjadi karena penurunan hormon testosteron dan dampaknya dapat menimbulkan infertilitas. Bidang kesehatan reproduksi juga telah memfokuskan perhatian terhadap penelitian tentang Reactive Oxygen Species (ROS) yang menjadi salah satu mediator terjadinya infertilitas dewasa ini. Produksi ROS akan meningkat dengan adanya pengaruh dari lingkungan dan faktor gaya hidup seperti polusi dan merokok.

ROS yang meningkat akibat pengaruh degeneratif dan mengalami ketidakseimbangan dengan pertahanannya dapat menyebabkan adanya


(20)

3

tekanan oksidatif. Maka dibutuhkan tambahan antioksidan yang cukup karena tekanan oksidatif yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel bahkan kematian. Antioksidan dalam tubuh dibedakan atas tiga kelompok, yaitu (1) antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan, misalnya glutation peroksidase; (2) antioksidan sekunder yang berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan menghalangi terjadinya reaksi berantai, misalnya vitamin C, vitamin E,

dan β karoten; dan (3) antioksidan tertier yang bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas, misalnya DNA repair enzime (Silalahi, 2006).

Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi kerusakan membran biologis akibat radikal bebas. Vitamin E dapat menetralisir gugus hidroksil, superoksida, dan radikal hidrogen peroksida, serta mencegah aglutinasi sperma (Agarwal et al., 2005).

Vitamin E merupakan agen pendorong/pemacu fertilitas, karena dapat menormalkan epitel tubuli seminiferus (Astuti et al., 2006). Pemberian vitamin E dosis 4,4 IU/kg tidak menimbulkan efek pada sel sertoli dan jumlah sperma, tetapi jika pemberian vitamin E ditingkatkan menjadi 220 IU/kg dapat menurunkan konsentrasi prostaglandin pada prostat dan kematangan vesikel glandula seminal pada babi hutan (Guzman et al., 2000).


(21)

4

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian vitamin E terhadap sistem reproduksi mencit jantan (Mus musculus L) yang terpapar asap rokok ditinjau dari jumlah spermatozoa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan ini yaitu : Apakah pemberian vitamin E berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa mencit yang dipaparkan asap rokok.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Mengetahui pengaruh vitamin E terhadap jumlah spermatozoa mencit jantan dewasa yang dipaparkan asap rokok.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi ilmu pengetahuan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan infertilitas dengan cara meningkatkan jumlah sel – sel pembentuk spermatozoa .


(22)

5

2. Bagi peneliti

Diharapkan menambah pengetahuan dibidang ilmu Biologi Medik serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan. 3. Bagi institusi /masyarakat :

1. Sebagai bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

2. Bagi tenaga kesehatan, agar dapat digunakan sebagai referensi untuk penatalaksanaan kasus infertilitas .

3. Bagi masyarakat umum, agar dapat mengetahui manfaat dari vitamin E dan efek bahaya rokok yang penting untuk organ reproduksi.

1.5Kerangka Penelitian 1.5.1 Kerangka Teori

Asap rokok kretek terutama asap rokok sampingan dapat mempengaruhi proses spermatogenesis, kualitas semen dan perubahan kadar hormon testosteron. Pengaruh tersebut dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu pertama komponen dalam asap rokok kretek berupa logam (kadmium dan nikel) dapat mengganggu aktifitas enzim adenilsiklase pada membran sel Leydig yang mengakibatkan terhambatnya sintesis hormon testosteron, kedua nikotin dalam asap rokok dapat menstimulasi medula adrenal untuk melepaskan katekolamin yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu proses spermatogenesis dan sintesis hormon testosteron melalui


(23)

6

mekanisme umpan balik antara hipotalamus-hipofisis anterior testis. Terganggunya proses spermatogenesis dapat juga disebabkan oleh kadar radikal bebas dan kerusakan sawar darah testis. Asap rokok juga menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron dan juga menyebabkan penghambatan proses spermatogenesis (Anita, 2004).

Vitamin E mempunyai kemampuan untuk mengurangi radikal bebas menjadi metabolit yang tidak berbahaya dengan memberikan gugus hidrogennya. Pemberian vitamin E dengan dosis 100 mg/kg/hari tidak hanya memberikan kompensasi efek toksik dalam berat testis, jumlah sperma, motilitas sperma, dan produksi estrogen, tetapi juga meningkatkan kelangsungan hidup dan perkembangan sperma tikus (Momeni et al.,2009).


(24)

7

Gambar 1: Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Jumlah Spermatozoa Pada Mencit yang Dipapari Asap Rokok.

1.5.2 Kerangka Konsep

Gambar 2: Kerangka Konsep Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Jumlah Spermatozoa Pada Mencit yang Dipapari Asap Rokok.

Variabel Independen Variabel Dependen

Paparan Asap Rokok

Jumlah Sel spermatozoa Vitamin E

Vitamin E sebagai antioksidan

Berpengaruh pada proliferasi sel spermatogenik

Paparan asap rokok

Peningkatan radikal bebas

Peroksidasi Lipid

Penurunan Jumlah Sel Spermatozoa FSH dan LH

Peningkatan Jumlah Sel Spermatozoa


(25)

8

1.6 Hipotesis

Pemberian vitamin E mampu meningkatkan jumlah spermatozoa mencit yang dipaparkan asap rokok.


(26)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya (Hans, 2003) .

Menurut Sitepoe (1997), rokok berdasarkan bahan baku atau isi di bagi tiga jenis:

1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

3. Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.


(27)

10

Lebih lanjut Sitepoe (1997) mengatakan bahwa rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis :

1. Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus

2. Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus

2.1.2 Kandungan rokok

Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%). Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya (David, 2003). Zat-zat beracun yang terdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut :

1. Nikotin

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam nicotoana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya yang


(28)

11

sintesisnya bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Komponen ini paling banyak dijumpai didalam rokok. Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat (Sitepoe, 1997).

2. Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi hemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, 1997).

3. Tar

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbonaromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya


(29)

12

kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg (Sitepoe, 1997).

4. Timah Hitam (Pb)

Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitepoe, 1997).

5. Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada amoniak sehingga jika masuk


(30)

13

sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma (Sitepoe, 1997).

6. Hidrogen Sianida (HCN)

Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian (Sitepoe, 1997).

7. Nitrat Oksida

Nitrat Oksida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit (Sitepoe, 1997).

8. Fenol

Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim (Sitepoe, 1997).


(31)

14

9. Hidrogen sulfida

Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (Sitepoe, 1997).

2.1.3 Pengaruh Asap Rokok terhadap Organ Reproduksi Pria

Rokok umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rokok mild, rokok kretek, dan rokok cerutu. Rokok tipe mild mempunyai kadar tar dan nikotin paling rendah dibanding rokok kretek. Rokok mild disebut juga rokok putih yang memiliki sekitar 14–15 mg tar dan 5 mg nikotin. Rokok kretek memiliki kadar tar dan nikotin lebih tinggi dari rokok mild, yaitu sekitar 20 mg tar dan 4-5 mg nikotin. Karena kandungan tar dan nikotinnya yang relatif lebih tinggi, resiko terjadinya kerusakan jaringan juga akan meningkat (Aditama, 2006).

Asap rokok kretek terutama asap rokok sampingan dapat mempengaruhi proses spermatogenesis, kualitas semen dan perubahan kadar hormon testosteron. Pengaruh tersebut dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu pertama komponen dalam asap rokok kretek berupa logam (kadmium dan nikel) dapat mengganggu aktifitas enzim adenilsiklase pada membran sel Leydig yang mengakibatkan terhambatnya sintesis hormon testosteron, kedua nikotin dalam asap rokok dapat menstimulasi medula adrenal untuk melepaskan


(32)

15

katekolamin yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu proses spermatogenesis dan sintesis hormon testosteron melalui mekanisme umpan balik antara hipotalamus-hipofisis anterior testis (Anita, 2004)

Sel Leydig berfungsi untuk sintesis hormon testosteron. Asap rokok secara langsung dapat menyebabkan terjadinya degenerasi sel Leydig dan sel Sertoli. Degenerasi sel Leydig dapat menyebabkan penurunan sintesis testosteron (Nova, 2006). Penurunan kadar testosteron menyebabkan penurunan kualitas spermatozoa karena testosteron berperan penting dalam proses spermatogenesis (Moestafa et al., 2004).

Rokok dapat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sperma. Selain itu asap rokok juga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap spermatozoa seperti mengubah bentuk spermatozoa menjadi tidak normal, menurunkan jumlah spermatozoa, dan melambatkan spermatozoa menuju sel telur (Aditama, 2000).

2.1.4 Pengaruh Asap Rokok terhadap Fertilitas Pria

Pada pria yang merokok memiliki jumlah sperma dan motilitas lebih rendah serta peningkatan abnormalitas bentuk dan fungsi sperma. Adapun pengaruh rokok terhadap kesuburan laki-laki lebih sulit untuk dipahami karena hasil penelitiannya belum cukup untuk menjawab


(33)

16

pertanyaan tentang dampak merokok pada reproduksi laki - laki. Meskipun dampak merokok pada kesuburan pria belum meyakinkan, tetapi efek bahaya dari perokok pasif jika pasangan wanitanya merokok akan berdampak merugikan terhadap kualitas sperma. Sehingga tetap disarankan bahwa merokok pada laki-laki dianggap sebagai faktor risiko infertilitas (American Society For Reproductive Medicine, 2003).

Radikal bebas dapat merusak integritas DNA pada nukleus spermatozoa. Kerusakan Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) ini pada akhirnya akan menginduksi terjadinya apoptosis sel yang pada akhirnya menyebabkan turunnya jumlah spermatozoa, kualitas spermatozoa, kualitas spermatozoa erat kaitannya dengan fertilitas, karena dengan spermatozoa yang berkualitas, proses pembuahan sel telur dapat berjalan dengan baik (Ashok et al., 2005).

Konsentrasi sperma rata – rata pada perokok (11 – 20 rokok perhari) lebih tinggi dibandingkan non-perokok. Beberapa penelitian statistik non-signifikan melaporkan bahwa konsentrasi sperma akan terlihat lebih rendah pada perokok berat. Adapun kebanyakan penelitian statistik signifikan yang berhubungan antara dosis dan respon merokok akan meningkat dan terjadi penurunan konsentrasi sperma (Hansen, et al., 2011).


(34)

17

2.2 Vitamin E

2.2.1 Definisi, Kimiawi dan Metabolisme Vitamin E

Vitamin E adalah pertahanan utama melawan oksigen perusak, lipid perokida dan radikal bebas serta menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas. Vitamin E dapat larut dalam lemak. Analisis struktural yang dimiliki vitamin E dalam aktivitas antioksidan terdapat empat tocopherol (α-, - , - , θ- tocoferol) dan empat tocotrienols (α-, - , - , θ- tocotrienols). Bentuk yang paling aktif secara biologi adalah RRR-α -tokoferol (Gambar 1), yang merupakan kira-kira 90% -tokoferol dalam jaringan hewan dan menunjukkan aktivitas biologis tertinggi dalam sebagian besar sistem bioasai (Sugiyama, 1992).

Gambar 3 : Struktur α-Tocoferol ( Goodman dan Gilman 2007)

2.2.2 Fungsi Vitamin E

Vitamin E berada pada bagian lemak dalam membran sel, melindungi fosfolipid unsaturated dalam membran dari degradasi oksidatif terhadap oksigen reaktif spesies yang tinggi dan radikal bebas yang lain. Vitamin E mempunyai kemampuan untuk mengurangi radikal bebas menjadi metabolit yang tidak berbahaya dengan memberikan gugus


(35)

18

hidrogennya. Dalam fungsinya sebagai antioksidan vitamin E mengalami oksidasi primer menjadi tocopherylquinone, prosesnya melalui radikal tocopheroxyl semi stabil. Oksidasi monovalen tokoferol menjadi radikal tocopheroxyl adalah reaksi yang dapat kembali, tetapi proses oksidasi selanjutnya satu arah. Tocopherylquinone tidak mempunyai aktivitas vitamin E, produksinya menggambarkan katabolisme dan hilangnya vitamin dari sistem. α- 27 tocopherylquinone dapat tereduksi menjadi α -tocopherylhydroquinone, yang dapat terkonjugasi dengan asam glukoronat disekresikan dalam empedu, dan kemudian diekskresikan dalam feses, ini merupakan jalur eliminasi dari vitamin E (Gallager, 2004).

Vitamin E dapat didaur ulang dengan reduksi radikal tocopheroxyl kembali menjadi tokoferol. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa proses ini dapat terjadi dalam liposom oleh asam askorbat (vitamin C), dalam mikrosom oleh NAD(P)H, dan dalam mitokondria oleh NADH dan suksinat, dengan dua sistem terakhir (Gallager, 2004)

Vitamin E berperan sebagai antioksidan biologis dengan fungsi pentingnya memelihara integritas membran semua sel dalam tubuh. Fungsi antioksidan ini meliputi reduksi radikal bebas, perlindungan terhadap reaksi-reaksi yang berpotensial merusak seperti ROS. Vitamin E mempunyai kemampuan antioksidan dalam memutus reaksi rantai di antara Polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam membran dimana


(36)

19

dia berada, hal ini karena reaktifitas dari phenolic hydrogen pada kelompok C-6 hidroksil dan kemampuan dari sistem cincin chromanol untuk menstabilkan elektron yang tidak berpasangan. Kemampuan ini, yang disebut ”penyapu” radikal bebas, melibatkan donasi hidrogen phenolke radikal bebas dari asam lemak (atau O-) untuk melindungi serangan senyawa tersebut pada PUFAs yang lain (Combs,1998)

2.2.3 Efektivitas Vitamin E Terhadap Spermatozoa

Vitamin E berfungsi sebagai anti oksidan intra seluler yang paling kuat dalam mencegah peroksidasi asam lemak tak jenuh di dalam dan di dinding sel, sehingga dapat menghindari kerusakan peroksidatif yang berpengaruh terhadap viabilitas dan fertilitas spermatozoa (Donelly et al., 1999; Agarwall et al., 2005).

Kemungkinan stres oksidatif berperan dalam penuaan epididimis. Stres oksidatif yang berkepanjangan berdampak pada proses penuaan epididimis dan kerusakan yang semakin meluas sehingga dibutuhkan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah perkembangan lebih lanjut reaksi radikal bebas yang akan membentuk terjadinya stres oksidatif dan selanjutnya melindungi sel dari kerusakan (Dhyaulha et al., 2010).

Vitamin E dapat menetralisir gugus hidroksil, superoksida, dan radikal hidrogen peroksida, serta mencegah aglutinasi sperma (Aggarwal et al.


(37)

20

2005). Pemberian vitamin E dosis 4,4 IU/kg tidak menimbulkan efek pada sel sertoli dan jumlah sperma, tetapi jika pemberian vitamin E ditingkatkan menjadi 220 IU/kg dapat menurunkan konsentrasi prostaglandin pada prostat dan kematangan vesikel glandula seminal pada babi hutan (Guzman et al., 2000). Pemberian vitamin E dosis 100 mg/kg/hari tidak hanya berefek pada peningkatan berat testis, jumlah sperma, motilitas sperma, dan produksi estrogen, tetapi juga meningkatkan kelangsungan hidup dan perkembangan sperma tikus yang dipapar timbal (Momeni et al., 2009).

2.3 Sistem Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kandung skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1968).

2.3.1 Testis

Menurut Nalbandov (1990), testis adalah suatu kelenjar endokrin, karena memproduksi testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig yang berpengaruh pada sifat-sifat jantan dan berperan dalam spermatogenesis. Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus


(38)

21

disebut tubulus seminiferus. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus (Rugh, 1968).

Fungsi testis ini untuk menghasilkan hormon seks jantan yang disebut androgen dan juga menghasilkan gamet jantan yang disebut sperma. Di dalam testis terdapat dua komponen penting yaitu komponen spermatogenesis dan komponen interlobular. Komponen spermatogenesis terdiri dari sel germinal dan sel sertoli pada tubulus seminiferus. Komponen interlobular terdiri dari sel interstesial Leydig dan jaringan peritubular serta sistem vaskular dan limfatik (Russel et al., 1990).

Lebih dari 90% testis terdiri dari tubulus seminiferus yang merupakan tempat menghasilkan sperma. Tubulus tersebut tersusun berliku-liku di dalam testis dan sangat panjang. Pada mencit jantan muda struktur tubulus terdiri dari epithelium lembaga yang menghasilkan sel-sel spermatogonia dan sel sertoli. Pada jantan yang lebih tua spermatogonia tumbuh menjadi spermatosit primer yang setelah pembelahan meiosis pertama tumbuh menjadi spermatosid sekunder haploid. Spermatosid sekunder akan menjadi spermatid yang menjalani spermatogenesis yang akhirnya akan menjadi sperma yang terdiri dari kepala, tubuh dan ekor (Nalbandov, 1990).


(39)

22

2.3.2. Penis

Penis sebagai organ kopulasi berfungsi untuk menyalurkan spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina. Penis terdiri dari bagian-bagian: korpus kavernosum penis, korpus kavernosum uretra, preputialis (Leeson et al., 1996)

2.3.3 Sistem Duktus

Sistem duktus terdiri dari duktus eferens, epididimis, duktus deferens dan duktus ejakulatorius. Duktus tersebut berfungsi mengumpulkan, menyimpan dan menyalurkan spermatozoa dari masing – masing testis. Duktus ejakulatorius berjalan konvergen terhadap uretra (Burkitt et al.,1995).

2.3.4 Kelenjar eksokrin

Kelenjar eksokrin terdiri dari sepasang vesika seminalis ,sepasang kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretalis atau Cowper. Kelenjar tersebut berfungsi mensekresikan medium cairan nutrisi dan pelumas yang disebut cairan seminal. Cairan seminal membawa spermatozoa ke traktus reproduksi betina. Cairan seminal spermatozoa dan sel – sel deskuaminasi (lapisan sistem duktus) akan membentuk semen (Burkitt et al., 1995).


(40)

23

Gambar 4. Sistem Reproduksi Mencit Jantan (Rugh, 1968). 2.4 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu rangkaian perkembangan sel spermatogonia dari epitel tubulus seminiferus yang mengadakan proliferasi dan selanjutnya berubah menjadi spermatozoa yang bebas. Rangkaian perkembangan ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama, sel spermatogonia mengadakan pembelahan mitosis menghasilkan spermatosit dan sel induk spermatogonia. Tahap kedua, pembelahan meiosis (reduksi) spermatosit primer dan sekunder menghasilkan spermatid yang haploid. Tahap ketiga, perkembangan spermatid menjadi spermatozoa melalui serangkaian metamorfosa yang panjang dan kompleks disebut spermiogenesis (Syahrum, 1994).

Proses spermatogenesis pada mencit terbagi atas empat siklus epitel seminiferus. Tiap siklus terdiri dari 12 stadia. Lebih dari satu siklus pertama diperlukan untuk menghasilkan spermatosit primer (Oakberg, 1956). Siklus pertama ini dimulai dari perkembangan sel-sel genosit (primordial germ cell) yang pada mencit sudah mulai terlihat pada hari ke-8 masa embrio, menjadi


(41)

24

sel-sel spermatogonium. Pada mencit dan tikus ada tiga tipe spermatogonia, yaitu spermatogonia tipe A, tipe intermediet (In) dan tipe B (Clermont dan Leblond, 1953).

Spermatogonia tipe A yang disebut juga sebagai spermatogonia induk (stem cell), akan mengalami pembelahan secara mitosis membentuk spermatogonia induk baru. Spermatogonia tipe A lainnya kemudian berdiferensiasi menjadi spermatogonia tipe intermediet (In), spermatogonia tipe B dan selanjutnya spermatosit primer. Pada tahap perkembangan berikutnya, spermatosit primer akan mengalami pembelahan meiosis menjadi spermatosit sekunder. Tahap perkembangan berikutnya dimulai dari spermatosit sekunder yang membelah lagi menjadi spermatid. Akhirnya, pada tahap perkembangan terakhir sel-sel spermatid akan mengalami transformasi menjadi sel-sel spermatozoa dewasa (Clermont dan Leblond, 1953).

Spermatogenesis terjadi didalam tubulus seminiferus. Spermatogenesis pada mencit memerlukan waktu 35,5 hari atau spermatogenesis akan selesai menempuh 4x daur epitel seminiferus. Lama 1 kali daur epitel seminiferus pada mencit adalah 207 jam ± 6,2 jam (Oakberg, 1956; Rugh, 1968). Tahap akhir dalam spermatogenesis adalah diferensiasi spermatid menjadi spermatozoa matang, disebut spermiogenesis. Dalam proses ini terjadi perubahan pada sperma yaitu perubahan bentuk sperma, namun tidak terjadi lagi pembelahan sel. Sel sperma mencapai karakteristik morfologinya dengan jelas dalam proses spermiogenesis. Adanya defek pada proses ini dapat mengakibatkan abnormalitas morfologi sperma (Yavetz et al., 2001).


(42)

25

2.5 Struktur Sel Spermatozoa

Sel sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutupi oleh tudung protoplasmik (galea kapitis). Galea kapitis biasanya larut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan. Bila bergerak sperma berenang dalam cairan suspensinya seperti ikan dalam air. Bila mati sperma akan terlihat datar dengan permukaan. Pada mencit ujung kepala sperma berbentuk kait. Leher dan ekor tersusun dari flagellum tunggal yang padat tetapi tersusun dari 9 - 18 fibril yang dibungkus oleh satu selubung. Pada ujung ekor selubung menghilang, fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang (Nalbandov, 1990; Rugh, R, 1968).


(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok perlakuan terhadap hewan percobaan mencit putih jantan (Mus musculus L) strain DDY (Deutschland, Denkenand dan Yoken ) dewasa.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang penelitian Universitas Lampung pada bulan September-November 2014. Pembedahan organ testis mencit (Mus musculus L) dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3.3Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Independent : a. Vitamin E


(44)

27

3.3.2 Variabel Dependent :

Jumlah spermatozoa mencit jantan dewasa

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Asap rokok didapat dari hasil pengasapan rokok kretek berjumlah 2 batang sehari.

3.4.2 Vitamin E yang diberikan pada perlakuan adalah vitamin E sintetik dalam bentuk sediaan tablet 100 mg. Dosis yang diberikan pada mencit adalah 0,4 mg/hari, 0,8 mg/hari dan 1,2 mg/hari.

3.4.3 Jumlah spermatozoa mencit adalah banyaknya spermatozoa yang diperoleh dari kauda epididimis dalam spermatozoa/ml suspensi. Jumlah spermatozoa dikatakan normal menurut Albert dan Roussel (1983) adalah ≥ 2,7juta/ml.

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat-alat yang digunakan yaitu

- Kandang mencit dari kawat sebanyak 5 kandang - Sonde lambung

- Spuit

- Tempat pakan dan minum mencit - Alat bedah

- Mikroskop

- Kapas dan alkohol - Pipet tetes


(45)

28

- Mikrotom - Erlenmeyer

3.5.2 Bahan Penelitian Bahan biologis :

Bahan biologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) dewasa fertil berumur 2,5–3 bulan dengan berat badan 25-35 gram dan sehat.

Bahan Kimia :

Bahan kimia yang dipakai adalah vitamin E , rokok kretek , korek api, alkohol 70 %.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) strain DDY. Umur 2,5-3 bulan dan dengan berat 25-35 gram dan sehat, diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Besar sampel ditentukan berdasarkan buku panduan penelitian WHO yaitu minimal 5 ekor mencit .

Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus federer sebagai berikut :

Dari rumus di atas dapat dilakukan perhitungan besaran sampel sebagai berikut: t = 5, maka didapatkan :


(46)

29

(n-1)(t-1) ≥ 15 (n-1)(5-1) ≥ 15

(n-1)4 ≥ 15 (4n-4) ≥ 15

4n ≥ 19 n ≥ 19/4 n ≥ 4.75 n ≥ 5 Keterangan :

t = kelompok perlakuan ( 5 kelompok )

n = jumlah pengulangan atau sample tiap kelompok.

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 ekor per kelompok. Maka jumlah sampel yang diperlukan unutk percobaan ini adalah sebanyak 25 ekor mencit.

3.7 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

3.7.1 Kriteria Inklusi: a. Sehat

b. mencit jantan (Mus musculus, L) strain DDY c. Usia 2,5 – 3 bulan


(47)

30

3.7.2 Kriteria Ekslusi :

a. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah 1 minggu masa adaptasi di laboratorium .

b. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak, dan aktivitas kurang atau tidak aktif )

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Pemeliharaan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus, L) strain DDY umur 2,5-3 bulan dengan berat 25-35 gram dan sehat. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap 3 hari untuk mencegah infeksi yang terjadi akibat kotoran. Dalam 1 kelompok, 5 ekor mencit ditempatkan dalam 1 kandang. Cahaya ruangan dikontrol setiap hari sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada dalam kisaran alamiah.

Kandang ditempatkan dalam suhu kamar dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung. Makanan dan minuman diberikan secukupnya dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. Makanan diberikan pada mencit berupa pelet ayam sedangkan air minum yang diberikan berupa air putih yang diletakkan dalam botol plastik yang


(48)

31

disumbat pipa alumunium. Setiap mencit diberi perlakuan sekali sehari selama 35 hari.

3.8.2 Persiapan Hewan Uji

Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan selama satu minggu di ruang penelitian Fakultas Kedokteran Unila tempat dilaksanakannya penelitian. Terhadap setiap mencit, ditimbang berat badan dan diamati kesehatannya secara fisik (gerakan, makan dan minumnya), sebelum diberi perlakuan.

3.8.3 Penyediaan Vitamin E dan Asap Rokok

Vitamin E yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari vitamin E sintetik bentuk sediaan tablet yang ada di pasaran. Dan rokok didapatkan dari pasaran serta jenis rokok yang digunakan untuk pemaparan asap rokok adalah rokok kretek.

3.8.4 Pemaparan Asap Rokok

Pemaparan asap rokok diberikan menggunakan smoking chamber yang di design dengan dua lubang yaitu lubang untuk dihubungkan dengan air pump dan satu lagi untuk sirkulasi udara. Air pump menggunakan spuit 10cc dan dihubungkan dengan selang karet sepanjang 3 cm yang akan dimasukkan ke dalam lubang sebagai penghantar asap ke dalam kandang pemaparan (Okdiansyah, 2013). Dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Hargono (2013)


(49)

32

didapatkan bahwa pemaparan dengan 2 batang rokok/hari dapat menyebabkan kerusakan pada spermatozoa mencit serta menurut penelitian Sankako (2013) dimana pemaparan asap rokok selama 15 hari sudah membuat kualitas dan kuantitas spermatozoa berkurang. Oleh karena itu peneliti pemaparan asap rokok dilakukan menggunakan 2 batang rokok kretek per hari. Pemaparan dilakukan dengan cara membakar 1 batang rokok setiap 15 menit kepada kelompok negatif, P1, P2 dan P3 (Fitriana, 2013). Pemaparan dilanjutkan hingga 2 batang rokok habis. Penelitian dilakukan selama 35 hari sesuai dengan waktu satu siklus spermatogenesis pada mencit yaitu 35 hari (Rugh, 1968).

Gambar 6. Pemberian Paparan Asap Rokok

3.8.5 Pengaturan Dosis Vitamin E

Pada penelitian ini vitamin E yang akan diberikan berupa vitamin E sintetik. Dosis vitamin E didapatkan dari perhitungan konversi


(50)

33

manusia (70kg) ke mencit (20gr) adalah 0,0026 dan dosis vitamin E untuk manusia adalah 100 mg/hari .

Dosis untuk mencit yaitu :

100 x 0,0026 = = 0,26 mg/20grBB

Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk menggunakan dosis bertingkat vitamin E yaitu dengan cara menambahkan 2x dan 3x dari dosis awal yaitu:

- Perlakuan 1 : 0,26 mg/20grBB - Perlakuan 2 : 0,52 mg/20grBB - Perlakuan 3 : 0,78 mg/20grBB

Untuk dosis yang digunakan pada mencit dengan berat badan 30 g: Dosis vitamin E untuk perlakuan 1 :

P1 = dosis x berat badan

= 0,26 mg/grBB x 30 gr/20gr = 0,4 mg/mencit

Dosis vitamin E untuk perlakuan 2 : P2 = dosis x berat badan

= 0,52 mg/grBB x 30/20gr = 0,8 mg/mencit

Dosis vitamin E untuk perlakuan 3 : P3 = dosis x berat badan

= 0,78 mg/grBB x 30/20 gr = 1,2 mg/mencit.


(51)

34

Dosis vitamin E yang diberikan kepada masing-masing kelompok adalah 0,4 mg, 0,8 mg dan 1,2 mg yang dilarutkan dalam minyak jagung (Nooh, 2009) dan diberikan secara oral menggunakan sonde lambung.

3.8.6 Pemberian Perlakuan

Setiap kelompok mempunyai perlakuan yang berbeda yaitu : 1. Kontrol (+): Hanya diberi makanan pelet dan aquadest

2. Kontrol (-): Diberikan paparan asap rokok setiap hari selama 35 hari.

3. P1 : Diberikan paparan asap rokok setiap hari selama 35 hari + diberi vitamin E 0,4 mg/hari secara oral setiap hari selama 35 hari. 4. P2 : Diberikan paparan asap rokok setiap hari selama 35 hari +

diberi vitamin E 0,8 mg/hari secara oral setiap hari selama 35 hari. 5. P3 : Diberikan paparan asap rokok setiap hari selama 35 hari +

diberi vitamin E 1,2 mg/hari secara oral setiap hari selama 35 hari.

3.8.7 Pengamatan

Setelah 35 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan dibedah. Selanjutnya dilakukan pengamatan sebagai berikut :


(52)

35

1. Pengambilan Sekresi Kauda Epididmis

Setelah 35 hari pelakuan, masing masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Sampel sperma diambil 1 cm dari kaput epididimis. Epididimis diklem kemudian dipotong. Setelah itu epididimis dipencet hingga sperma keluar dan diletakkan langsung di gelas objek yang telah diberi NaCl fisiologis (0,9%). Sperma diaduk hingga homogen, setelah itu ditutup dengan kaca penutup.

2. Parameter Yang Diamati Jumlah Sel Spermatoza.

Suspensi spermatozoa yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan, selanjutnya diambil sebanyak 10 μl sampel dan dimasukkan ke dalam kotak-kotak hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 kali, hemositometer diletakkan dan dihitung jumlah spermatozoa pada kotak atau bidang A, B, C, atau D. Hasil perhitungan jumlah spermatozoa kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah spermatozoa/ml suspensi sekresi kauda epididimis sebagai berikut (Gandasoebrata dalam Maisuri, 2013) :

Jumlah spermatozoa = n

0,1 x pengenceran x 10

3

juta spermatozoa/ml


(53)

36

Dimana n = jumlah spermatozoa yang dihitung pada kotak A, B, C, D dan E.

Interpretasi hasil :

 Normal = ≥ 2,7 juta/ml

Gambar 7 : Kotak Hemositometri Improved Neubauer (Zaneveld dan Fulgham., 1986).

Gambar 8 : Kamar Hitung Improved Neubauer (Zaneveld dan Fulgham 1986).


(54)

37

3. Pengamatan hidup atau mati spermatozoa

Pengamatan karakteristik hidup/mati spermatozoa dilakukan dengan cara satu tetes eosin 2% diteteskan pada ujung gelas obyek kemudian ditambahkan 1 tetes semen mencit (10 μl), dihomogenkan dan selanjutnya dibuat preparat. Spermatozoa yang hidup dievaluasi di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x dalam 5 lapangan pandang untuk memperoleh 200 spermatozoa. Jumlah spermatozoa yang hidup dinyatakan dalam persen. Untuk penentuan persentase spermatozoa yang hidup digunakan rumus: Persentase spermatozoa (%) =

Jumlah spermatozoa hidup

jumlah spermatozoa hidup dan mati 200

x 100 %

Spermatozoa yang hidup dievaluasi di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x dalam 5 lapangan pandang. Spermatozoa yang hidup tidak akan terwarnai oleh zat warna eosin. Spermatozoa yang telah mati akan berwarna merah-keunguan karena rusaknya membran plasma sel spermatozoa (Ax et al., 2000).

3.9 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Kelompok penelitian ini terdiri dari 5 kelompok, yaitu: 3 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol dalam 5 kali pengulangan. Pada tiap kelompok, data yang terkumpul dianalisis menggunakan program SPSS 17


(55)

38

for Windows dengan menggunakan uji One Way Anova untuk menguji perbedaan rerata pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini melibatkan 25 ekor mencit jantan strain DDY. Setelah proses penelitian, mencit akan dimatikan dengan cara dislokasi servikal. Setelah mencit dimatikan dan dilakukan penelitian selanjutnya mencit akan dikubur Penelitian ini diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan surat keterangan lolos kaji etik.


(56)

39 Tidak diberikan paparan asap rokok dan vitamin E Dipaparkan asap rokok selama 35 hari + Vit E ( - )

Dipaparkan asap rokok selama 35 hari +Vit E 0,4 mg/hari per oral 1xsehari Dipaparkan asap rokok selama 35 hari +Vit E 0,8 mg/hari per oral 1xsehari Dipaparkan asap rokok selama 35 hari +Vit E 1,2 mg/hari per oral 1xsehari

Mencit diterminasi dengan cara dislokasi leher

Pembedahan

Pengambilan sperma mencit jantan

Pengamatan dan perhitungan jumlah spermatozoa Interpretasi hasil pengamatan

Selesai Penyusunan laporan

Persiapan penelitian: - Hewan percobaan - Bahan percobaan - Alat yang diperlukan

Sampel Kelompok kontrol (+) Kelompok kontrol (-) Kelompok perlakuan I Kelompok perlakuan II Kelompok perlakuan III

Mencit diadaptasi selama 1 minggu


(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

a. Pemberian vitamin E dosis 1,2 mg/mencit berpengaruh terhadap penurunan jumlah spermatozoa mencit jantan yang di paparkan asap rokok dan merupakan dosis yang paling baik.

b. Pemberian vitamin E dosis 0,4 mg/hari, 0,8 mg/hari dan 1,2 mg/hari dapat mempengaruhi jumlah spermatozoa total mencit jantan yang dipaparkan asap rokok tetapi pada dosis 1,2 mg/hari tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik yaitu p = 0,106 karena hasilnya yang mendekati kontrol positif.

c. Pada jumlah spermatozoa hidup mencit terdapat pengaruh pemberian vitamin E dosis 0,4 mg/hari, 0,8 mg/hari dan 1,2 mg/hari yang dipaparkan asap rokok.

5.2 Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jumlah spermatozoa mencit selama proses spermatogenesis yang dipaparkan asap rokok terhadap pemberian vitamin E.

2. Sebaiknya masyarakat dapat mengurangi konsumsi rokok melihat efek yang dapat ditimbulkannya.


(58)

56

3. Sebaiknya masyarakat dapat meningkatkan konsumsi vitamin E sebagai antikoksidan.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T. 2000. Pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa akademi perawat serta mahasiswa fakultas kedokteran dalam masalah merokok. Jurnal Respirology Indonesia. pp.60-3.

Aditama. 2006. Rokok dan Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia

Agarwal R, Saleh A, Bedaiwy MA. 2003. Role of reactive oxygen species in the pathophysiology of human reproduction. Jurnal Human Reproduction Infertility and Sexual Funtion. (7):829-43.

Agarwal AI, Ikemoto, Loughlin K.R. 2005. Levels of reactive oxygen species before and after sperm preparation: comparison of swim up and L4 filtration methods.Journal Arch Androl. (32):169 - 74.

Albert M, Roussel C. 1983. Change from puberty to adulthood in the conceration, motility and morphology of mouse epididymal Spermatozoa. International Journal Of Andrology. (6):446-60.

American Society For Reproductive Medicine. 2003. Infertility. An Overview - A Guide for Patients. American : American Society

Anita N. 2004. Perubahan sebaran stadia epitel seminiferus, penurunan jumlah sel-sel spermatogenik dan kadar hormon testosteron total mencit ( Mus musculus L) galur DDY yang diberi asap rokok kretek. Journal

Universitas Indonesia. pp 9-10.

Ashok A. Sushil A. Rizya D. 2005. Oxidative stress, DNA damage and apoptosis in male infertility: A Clinical Approach.BJU International. (3)1-8.


(60)

Astuti L. 1995. Vitamin E Sebagai Antioksidan.Bogor:Pulitbang Gizi . ejournal.unesa.ac.id/article/7879/90/article.pdf. (5): 14-15.

Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2006. Effect of isoflavone-enriched soybean flour, zinc (zn) and vitamin e in the ration on testosterone level and total spermatogenic cell in seminiferous tubules of rat. Journal JIIV Vol.13.(4): 288-93.

Ax RL, Dally M, Didion BA, Lenz CC. 2000. Semen Evaluation. In Reproduction in Farm Animals. 7th ed. B. Hafez and E.S.E. Hafez (Eds). Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia.

Burkitt H.G, Young B. Stevan. 1995. Buku Ajar Dan Atlas Wheather: Histologi Fungsional.Ed Ke-3. Terj. Dari Wheather’s Fungsional Histology: a text and colour atlas oleh tambajong j. Jakarta. (vii) 407.

Clermont Y. Leblond CP. 1953. Renewal of spermatogonia in the rat. America Journal Anatomy. (93):475–573.

Combs GF. 1998. Chemical and physiological propertiesof vitamins. In: Combs GF. The vitamins, fundamental aspects in nutrition and health 2nded. California: Academic Press. pp: 44-84.

David E. 2003. Mayo Clinic Family Health Book. The ultimate home medical reference 3rd. USA: Mayo Clinic.

Dhyaulhaq, Syauqi dan Rahma. 2010. Pemanfaatan vitamin C dan E sebagai antioksidan untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas sperma. Skripsi.1(1):6-8

Donelly E T, McClure M, Lewis SE. 1999. The effect of ascorbate and alfa tocopherol supplementation in vitro on DNA integrity and hidrogen peroxida – induced DNA demage ion human spermatozoa, Journal Mutagenesis. (5): 505 – 12.


(61)

Everitt B, Johnson M, 2000. Testicular Function in The Adult. Dalam Essential Reproduction.pp.15

Fitriana R. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb var Rubrum) terhadap motilitas dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan strain Spargue Dawley yang Dipapar Asap Rokok. Jurnal Universitas Lampung.

Fitriani, K., Eriani, and W. Sari. 2010. The effect of cigarettes smoke exposured causes fertility of male mice (Mus musculus L). Jurnal Natural. 10(2):12-17.

Gallagher ML. 2004. Vitamins In: Mahan LK, Escott-Stump S. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Pennsylvania: Saunders: 75-119.

Gaziano MJ. 2004. Vitamin E and Cardiovasculer disease. Ann. N. Y. Acad. Sci. 1031: 280-291

Gondodiputro S. 2007. Bahaya tembakau dan bentuk-bentuk sediaan tembakau. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran : Bandung. pp 9-12.

Goodman , Gilman .2007.Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10.Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C , Hall. John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.pp .1265-272.

Guzman MJ, Mahan DC, Pate JL. 2000. Effect of dietary selenium and vitamin E on spermatogenic development in boars. Journal of animal science.(78):1537-43.

Hans T. 2003. Merokok dan Kesehatan. Diperoleh dari http://www.domeclinic.com. Diakses tanggal 18 April 2011.

Hansen, JT., Benninger B., Brueckner JK., Carmichael SW., Granger NA., Tubbs RS. ed. 2011. Netter Atlas of Human Anatomy: Fifth Edition. USA: Elsevier.


(62)

Hargono FR, Poopy ML, Caria FK. 2013. Gambaran histopatologik testis mencit swiss (Mus Musculus L) yang diberi kedelai dan paparan dengan asap rokok.Manado. Universitas sam ratulangi.Jurnal fakultas kedokteran universitas sam ratulangi Manado.pp.6

Insel P, Ross D, Mcmachon K, Bernstein M. 2014. Nutrition 5th Edition. Burlington:Jones and bartlett learning.pp.56-78

Jamal S. 2006. Pria Desa Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak diperoleh dari http.//www.pusdiknakes.or.id. Diakses pada tanggal 10 September 2014

Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th .Jakarta: EGC. Junqueira LC. 2000. Histologi Dasar Teks & Atlas.Jakarta: EGC.

Leeson RC, Lesoon ST, Paparo A. 1996. Sistem Reproduksi Pria.in: Buku Ajar histologi alih bahasa Siswojo K, Tambojang J, Wonodirekso.Jakarta: EGC. pp:523.

Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Diterjemahkan oleh A.Parakkasi. UI Press, Jakarta.pp.98-106.

Lyn P. 2006. Lead toxicity part 2 : the role of free radical damage and the use of antioxidants in the pathology and treatment of lead toxicity. Alternative Medicine Review.11 (2):114-127.

Mahanem MN, Nor AB, Phang HT, Muhammad HR. 2006. Effects of nicotine and co-administration of nicotine and vitamine on testis and sperm quality of adult rats. malays : Journal appl. biol. (2): 47-52.

Maisuri, RA. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak jahe merah (zingiber officinale roxb. var rubrum) dan zinc (zn) terhadap jumlah, motilitas, dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (rattus norvegicus) jantan dewasa strain sprague dawley. Medical Journal of Lampung University:(2).


(63)

Moestafa M, Sharma MH, Thorton, Mascha J, Thomas A. 2004.Relation between ROS production, apoptosis,and DNA denaturation in spermatozoafrom patient axaminedfor infertility.Journal Human Reproduction.(1):128-138.

Mohammad KM, Samaneh T. 2011. Selenium–vitamin e supplementation in infertile men: effects on semen parameters and pregnancy rate. Iran: Journal Of Reproductive Medicine. p:99-101.

Momeni, Hamid R., Mehranjan, Malek S, 2009. Effects of vitamin e on sperm parameters and reproductive hormones in developing rats treated with para-nonylphenol. Iranian: Journal Of Reproductive Medicine.(3): 111-116.

Nalbandov A V. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas.3th. Jakarta:Universitas Indonesia. pp. 41-53.

Nooh HZ, El-Seidy AM, Zanaty AW. 2009. Protective effect of vitamin E on nicotine toxicity of the rat testis: histological, molecular and cytogenic study. Egypt. Journal Histol. 32(2): 401-09

Nor A. 2005. Pengaruh pajanan asap rokok terhadap spermatogenesis dan kualitas spermatozoa mencit. Jakarta :Makara Kesehatan

.

pp.76-80.

Nova A. 2006. Perubahan Sebaran Epitel Seminiferus, Penurunan Jumlah Sel Spermatogenik dan Kadar Hormon Testosteron Total Mencit (Mus Musculus L) yang Diberi Paparan Asap Rokok Kretek . Tesis. Diperoleh dari http//digilibLitbangdepkes.go.id/go.php?id+j-2004-PascaSarjana. Diakses tanggal 10 September 2014

Oakberg, E.P. 1956.A Description of spermatogenesis in the mouse and its use in analysis of the cycle of seminiferous epithellium and germ cell renewal. massachuset. American Jurnal Of Anatomy.

Okdianysah RY. 2013. Efek pemberian ekstrak jintan hitam (nigella sativa) terhadao jumlah , motilitas dan morfologi spermatozoa tikus putih ( rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang dipapari asap rokok. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Univesitas Lampung.


(64)

Prasetyo WA. 2012. Prevalensi Perokok Pria Naik 13,5 Persen diperoleh dari http://www.tempo.co/read/news/2012/09/11/173428747/Prevalensi-Perokok-Pria-Naik-135-Persen. Diakses tanggal 10 September 2014. Rao, M.V., Sharma, P.S.N. 2001. Protective effect of vitamin E against mercuric

chloride reproductive toxicity in male mice. Reproductive Toxicology, 15,705-12

Rugh R.1968. The Mouse: Its Reproduction and Developmental.Burgess Publishing Company.Minneapolis.pp. 1-23.

Russel LD, Ettlin RA., Hikim APS, Legg ED. 1990. Histological and histopathological evaluation of the testis. Cache river press.pp.1-40.

Sailin T, Setiadi S, Agungpriyon MR, Toelihere, dan Budiono. 2006. Pengaruh pengering bekuan terhadap perubahan morfologi spermatozoa domba.Jurnal Reproduksi Agriplus. 16(2):107-117.

Sankako, MK., Garcia PC., Piffer RC., Pereira OCM. 2013. Semen and Reproductive Parameters During Some Abstinence Periods After Cigarette Smoke Exposure in Male Rats. Brazilian Archives of Biology and Technology.(56) (1) hal 93–100.

Silalahi J. (2006). Makanan Fungsional.Yogyakarta :Kanisius .pp. 41, 47, 49-51. Sitepoe M. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta.PT Gramedia :

Widiasarana Indonesia

Sugiyama M. 1992. Role Of Physiological Antioxidants In Chromium (VI) Induced Cellular Injury. Free radical biol. Med.(12): 397-407.

Sukrasno dan Tim lentera. 2004. MIMBA Tanaman Obat Multifungsi. Cetakan kedua. Jakarta: Agromedia Pustaka.pp.28-29

Sukmaningsih AA. 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid Tubulus Seminiferus Testis pada Mencit (Mus musculus) yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi.;XII(2):31-5.


(65)

Susanna D, HartonoB, Fauzan H. 2003. Penentuan kadar nikotin dalam asap rokok. Makara Kesehatan

Syahrum MH. 1994. Reproduksi Dan Embriologi: Dari Satu Sel Menjadi Organisme. Jakarta: Universitas Indonesia-Press. pp. 25-26, 69-70.

Toelihere. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.pp-23-27

WHO. 2008. WHO Report On The Global Tobacco Epidemic: the power packag .pp:8-14.

Wilson, MJ., Kaye, D.and Edward, SW.GT.,2003. Effect of vitamin e deficiency on the growth and secretory function of the rat prostatic complex. Journal Exp. Mol. Pathol.(74) 267-275 .

Yapri JC. 2001. Pengaruh rokok pada fertilitas wanita dan pria. Jurnal kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara. (2): 105-121.

Yavetz,H., Leah Yogev, Sandra Kleiman. 2001. Morphology of Testicular Sperma Obtained By Testicular Sperm Extraction In Obstructive And Nonobstructive Azoospermic Men And Its Relation To Fertilization Success In The In Vitro Fertilization–Intracytoplasmic Sperm Injection System. Journal Of Andrology. (3) 2-3.

Zaneveld LJD, Fulgham DL. 1986. Male Reproduction/Andrology And Non-Hormonal Contraception. Chicago.pp:19.


(1)

Astuti L. 1995. Vitamin E Sebagai Antioksidan.Bogor:Pulitbang Gizi . ejournal.unesa.ac.id/article/7879/90/article.pdf. (5): 14-15.

Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2006. Effect of isoflavone-enriched soybean flour, zinc (zn) and vitamin e in the ration on testosterone level and total spermatogenic cell in seminiferous tubules of rat. Journal JIIV Vol.13.(4): 288-93.

Ax RL, Dally M, Didion BA, Lenz CC. 2000. Semen Evaluation. In Reproduction in Farm Animals. 7th ed. B. Hafez and E.S.E. Hafez (Eds). Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia.

Burkitt H.G, Young B. Stevan. 1995. Buku Ajar Dan Atlas Wheather: Histologi Fungsional.Ed Ke-3. Terj. Dari Wheather’s Fungsional Histology: a text and colour atlas oleh tambajong j. Jakarta. (vii) 407.

Clermont Y. Leblond CP. 1953. Renewal of spermatogonia in the rat. America Journal Anatomy. (93):475–573.

Combs GF. 1998. Chemical and physiological propertiesof vitamins. In: Combs GF. The vitamins, fundamental aspects in nutrition and health 2nded. California: Academic Press. pp: 44-84.

David E. 2003. Mayo Clinic Family Health Book. The ultimate home medical reference 3rd. USA: Mayo Clinic.

Dhyaulhaq, Syauqi dan Rahma. 2010. Pemanfaatan vitamin C dan E sebagai antioksidan untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas sperma. Skripsi.1(1):6-8

Donelly E T, McClure M, Lewis SE. 1999. The effect of ascorbate and alfa tocopherol supplementation in vitro on DNA integrity and hidrogen peroxida – induced DNA demage ion human spermatozoa, Journal Mutagenesis. (5): 505 – 12.


(2)

Everitt B, Johnson M, 2000. Testicular Function in The Adult. Dalam Essential Reproduction.pp.15

Fitriana R. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb var Rubrum) terhadap motilitas dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan strain Spargue Dawley yang Dipapar Asap Rokok. Jurnal Universitas Lampung.

Fitriani, K., Eriani, and W. Sari. 2010. The effect of cigarettes smoke exposured causes fertility of male mice (Mus musculus L). Jurnal Natural. 10(2):12-17.

Gallagher ML. 2004. Vitamins In: Mahan LK, Escott-Stump S. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Pennsylvania: Saunders: 75-119.

Gaziano MJ. 2004. Vitamin E and Cardiovasculer disease. Ann. N. Y. Acad. Sci. 1031: 280-291

Gondodiputro S. 2007. Bahaya tembakau dan bentuk-bentuk sediaan tembakau. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran : Bandung. pp 9-12.

Goodman , Gilman .2007.Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10.Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C , Hall. John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.pp .1265-272.

Guzman MJ, Mahan DC, Pate JL. 2000. Effect of dietary selenium and vitamin E on spermatogenic development in boars. Journal of animal science.(78):1537-43.

Hans T. 2003. Merokok dan Kesehatan. Diperoleh dari http://www.domeclinic.com. Diakses tanggal 18 April 2011.

Hansen, JT., Benninger B., Brueckner JK., Carmichael SW., Granger NA., Tubbs RS. ed. 2011. Netter Atlas of Human Anatomy: Fifth Edition. USA: Elsevier.


(3)

Hargono FR, Poopy ML, Caria FK. 2013. Gambaran histopatologik testis mencit swiss (Mus Musculus L) yang diberi kedelai dan paparan dengan asap rokok.Manado. Universitas sam ratulangi.Jurnal fakultas kedokteran universitas sam ratulangi Manado.pp.6

Insel P, Ross D, Mcmachon K, Bernstein M. 2014. Nutrition 5th Edition. Burlington:Jones and bartlett learning.pp.56-78

Jamal S. 2006. Pria Desa Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak diperoleh dari http.//www.pusdiknakes.or.id. Diakses pada tanggal 10 September 2014

Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th.Jakarta: EGC.

Junqueira LC. 2000. Histologi Dasar Teks & Atlas.Jakarta: EGC.

Leeson RC, Lesoon ST, Paparo A. 1996. Sistem Reproduksi Pria.in: Buku Ajar histologi alih bahasa Siswojo K, Tambojang J, Wonodirekso.Jakarta: EGC. pp:523.

Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Diterjemahkan oleh A.Parakkasi. UI Press, Jakarta.pp.98-106.

Lyn P. 2006. Lead toxicity part 2 : the role of free radical damage and the use of antioxidants in the pathology and treatment of lead toxicity. Alternative Medicine Review.11 (2):114-127.

Mahanem MN, Nor AB, Phang HT, Muhammad HR. 2006. Effects of nicotine and co-administration of nicotine and vitamine on testis and sperm quality of adult rats. malays : Journal appl. biol. (2): 47-52.

Maisuri, RA. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak jahe merah (zingiber officinale roxb. var rubrum) dan zinc (zn) terhadap jumlah, motilitas, dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (rattus norvegicus) jantan dewasa strain sprague dawley. Medical Journal of Lampung University:(2).


(4)

Moestafa M, Sharma MH, Thorton, Mascha J, Thomas A. 2004.Relation between ROS production, apoptosis,and DNA denaturation in spermatozoafrom patient axaminedfor infertility.Journal Human Reproduction.(1):128-138.

Mohammad KM, Samaneh T. 2011. Selenium–vitamin e supplementation in infertile men: effects on semen parameters and pregnancy rate. Iran: Journal Of Reproductive Medicine. p:99-101.

Momeni, Hamid R., Mehranjan, Malek S, 2009. Effects of vitamin e on sperm parameters and reproductive hormones in developing rats treated with para-nonylphenol. Iranian: Journal Of Reproductive Medicine.(3): 111-116.

Nalbandov A V. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas.3th. Jakarta:Universitas Indonesia. pp. 41-53.

Nooh HZ, El-Seidy AM, Zanaty AW. 2009. Protective effect of vitamin E on nicotine toxicity of the rat testis: histological, molecular and cytogenic study. Egypt. Journal Histol. 32(2): 401-09

Nor A. 2005. Pengaruh pajanan asap rokok terhadap spermatogenesis dan kualitas spermatozoa mencit. Jakarta :Makara Kesehatan.pp.76-80.

Nova A. 2006. Perubahan Sebaran Epitel Seminiferus, Penurunan Jumlah Sel Spermatogenik dan Kadar Hormon Testosteron Total Mencit (Mus Musculus L) yang Diberi Paparan Asap Rokok Kretek . Tesis. Diperoleh dari http//digilibLitbangdepkes.go.id/go.php?id+j-2004-PascaSarjana. Diakses tanggal 10 September 2014

Oakberg, E.P. 1956.A Description of spermatogenesis in the mouse and its use in analysis of the cycle of seminiferous epithellium and germ cell renewal. massachuset. American Jurnal Of Anatomy.

Okdianysah RY. 2013. Efek pemberian ekstrak jintan hitam (nigella sativa) terhadao jumlah , motilitas dan morfologi spermatozoa tikus putih ( rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang dipapari asap rokok. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Univesitas Lampung.


(5)

Prasetyo WA. 2012. Prevalensi Perokok Pria Naik 13,5 Persen diperoleh dari http://www.tempo.co/read/news/2012/09/11/173428747/Prevalensi-Perokok-Pria-Naik-135-Persen. Diakses tanggal 10 September 2014.

Rao, M.V., Sharma, P.S.N. 2001. Protective effect of vitamin E against mercuric chloride reproductive toxicity in male mice. Reproductive Toxicology, 15,705-12

Rugh R.1968. The Mouse: Its Reproduction and Developmental.Burgess Publishing Company.Minneapolis.pp. 1-23.

Russel LD, Ettlin RA., Hikim APS, Legg ED. 1990. Histological and histopathological evaluation of the testis. Cache river press.pp.1-40.

Sailin T, Setiadi S, Agungpriyon MR, Toelihere, dan Budiono. 2006. Pengaruh pengering bekuan terhadap perubahan morfologi spermatozoa domba.Jurnal Reproduksi Agriplus. 16(2):107-117.

Sankako, MK., Garcia PC., Piffer RC., Pereira OCM. 2013. Semen and Reproductive Parameters During Some Abstinence Periods After Cigarette Smoke Exposure in Male Rats. Brazilian Archives of Biology and Technology.(56) (1) hal 93–100.

Silalahi J. (2006). Makanan Fungsional.Yogyakarta :Kanisius .pp. 41, 47, 49-51.

Sitepoe M. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta.PT Gramedia : Widiasarana Indonesia

Sugiyama M. 1992. Role Of Physiological Antioxidants In Chromium (VI) Induced Cellular Injury. Free radical biol. Med.(12): 397-407.

Sukrasno dan Tim lentera. 2004. MIMBA Tanaman Obat Multifungsi. Cetakan kedua. Jakarta: Agromedia Pustaka.pp.28-29

Sukmaningsih AA. 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid Tubulus Seminiferus Testis pada Mencit (Mus musculus) yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi.;XII(2):31-5.


(6)

Susanna D, HartonoB, Fauzan H. 2003. Penentuan kadar nikotin dalam asap rokok. Makara Kesehatan

Syahrum MH. 1994. Reproduksi Dan Embriologi: Dari Satu Sel Menjadi Organisme. Jakarta: Universitas Indonesia-Press. pp. 25-26, 69-70.

Toelihere. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.pp-23-27

WHO. 2008. WHO Report On The Global Tobacco Epidemic: the power packag .pp:8-14.

Wilson, MJ., Kaye, D.and Edward, SW.GT.,2003. Effect of vitamin e deficiency on the growth and secretory function of the rat prostatic complex. Journal Exp. Mol. Pathol.(74) 267-275 .

Yapri JC. 2001. Pengaruh rokok pada fertilitas wanita dan pria. Jurnal kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara. (2): 105-121.

Yavetz,H., Leah Yogev, Sandra Kleiman. 2001. Morphology of Testicular Sperma Obtained By Testicular Sperm Extraction In Obstructive And Nonobstructive Azoospermic Men And Its Relation To Fertilization Success In The In Vitro Fertilization–Intracytoplasmic Sperm Injection System. Journal Of Andrology. (3) 2-3.

Zaneveld LJD, Fulgham DL. 1986. Male Reproduction/Andrology And Non-Hormonal Contraception. Chicago.pp:19.


Dokumen yang terkait

Gambaran Histologis Pulmo Mencit Jantan (Mus Musculus L.) Setelah Dipapari Asap Rokok Elektrik

9 102 61

Pengaruh Paparan Asap Rokok Elektrik Terhadap Motilitas, Jumlah Sel Sperma Dan Kadar MDA Testis Mencit Jantan (Mus musculus, L.)

10 92 71

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)

4 35 78

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT JANTAN (Mus musculus L) YANG DIPAPARKAN ASAP ROKOK

0 13 68

MORFOLOGI NORMAL SPERMATOZOA MENCIT ( Mus musculus L) JANTAN YANG DIPAPARKAN ASAP ROKOK SETELAH PEMBERIAN VITAMIN E

0 10 59

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SPERMATOZOA MENCIT JANTAN MUS MUSCULUS YANG MELAKUKAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL

0 17 90

PERBANDINGAN EFEK ASAP ROKOK KONVENSIONAL DAN ROKOK HERBAL TERHADAP MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT Perbandingan Efek Asap Rokok Konvensional Dan Rokok Herbal Terhadap Motilitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus).

0 4 15

PERBANDINGAN EFEK ASAP ROKOK KONVENSIONAL DAN ROKOK HERBAL TERHADAP MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT Perbandingan Efek Asap Rokok Konvensional Dan Rokok Herbal Terhadap Motilitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus).

0 3 13

Pengaruh Pemaparan Asap Rokok Herbal Dan Asap Rokok Mild Terhadap Mikrostruktur Hati Mencit (Mus musculus L.)

0 0 12

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP KADAR HORMON ESTROGEN PADA MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG TERPAPAR ASAP ROKOK Repository - UNAIR REPOSITORY

1 0 79