Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH

SPERMA DAN MORFOLOGI SPERMA MENCIT JANTAN

DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARKAN

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

T E S I S

Oleh

S U P A R N I

077008008/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Σ

Ε Κ Ο Λ

Α

Η

Π Α

Σ Χ

Α Σ Α Ρ ϑΑ

Ν


(2)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH

SPERMA DAN MORFOLOGI SPERMA MENCIT JANTAN

DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARKAN

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Ilmu Biomedik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

S U P A R N I

077008008/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH SPERMA DAN MORFOLOGI SPERMA

MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus, L.)

YANG DIPAPARKAN MONOSODIUM

GLUTAMATE (MSG) Nama Mahasiswa : Suparni

Nomor Pokok : 077008008

Program Studi : Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed) Ketua

(dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM) Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 29 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Anggota : 1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM 2. Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir


(5)

ABSTRAK

Monosodium Glutamate (MSG) menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma yang bentuknya abnormal. MSG akan menimbulkan terjadinya stress oksidatif yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menetralisir radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid. Pemberian vitamin C mencegah penurunan jumlah sperma dan menurunkan bentuk sperma yang abnormal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) yang ditimbulkan oleh pemberian MSG.

Subjek penelitian adalah mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 βυλαν δενγαν βερατ βαδαν 25-35 gram, sebanyak 25 ekor yang di bagi dalam 5 kelompok perlakuan masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa. Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yang diberi dengan NaCl 0,9 % 0,5 ml selama 30 hari, kelompok ke-dua kontrol positif diberi MSG 4 mg/g bb intraperitoneal (IP) dilarutkan dengan NaCl 0,9 % 0,5 ml selama 15 hari, 15 hari berikutnya diberi NaCl 0,9% 0,5 ml, kelompok ke-tiga diberi MSG 4 mg/g bb (IP) selama 30 hari, kelompok keempat diberi MSG 4 mg/g bb 15 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian vitamin C 0,2 mg/g bb oral 15 hari berikutnya, kelompok ke-lima diberi MSG 4 mg/g bb (IP) 15 hari pertama dilanjutkan dengan pemberian MSG 4 mg/g bb ditambah vitamin C 0,2 mg/g bb 15 hari berikutnya. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian USU. Pemeriksaan jumlah sperma dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer dan pemeriksaan morfologi sperma dibuat sediaan hapusan yang diwarnai dengan Giemsa.

Diperoleh hasil bahwa pemberian MSG 4 mg/g bb dan vitamin C 0,2 mg/g bb terdapat perbedaan jumlah sperma dan terdapat perbedaan rata-rata persentase morfologi sperma normal pada tiap kelompok perlakuan tetapi tidak menunjukkan hasil yang bermakna (p>0,05), hal ini menunjukkan jumlah sperma dan morfologi sperma normal tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan.

Kata Kunci: MSG, Vitamin C, Sperma.


(6)

ABSTRACT

Monosodium glutamate (MSG) decreased normal sperm count and increased abnormal sperm count. MSG caused stress oxidative by formation of free radicals. Vitamin C as an antioxidant by neutralizing free radicals and prevent lipid peroxidation. Intake vitamin C prevents decreased normal sperm and increased abnormal sperm count.

The aim of this study is to investigate the effect of intake vitamin C to sperm count and sperm morphology of adult male mice (Mus musculus, L.) which is exposed MSG.

Subject of this study was 25 adult male mice (Mus Musculus, L) strain DD Webster fertile, age ±3 mοντησ ολδ, βοδψ ωειγητ 25-35 gram and divided 5 groups. The first group, as negative control which is given 0,5 ml of NaCl 0,9% intraperitoneal (IP) for 30 days. The second group, as a positive control which is given MSG 4 mg/g BW (IP) for 15 days, then the next 15 days, the mice is given 0,5 ml of NaCl 0,9%. The third group is given MSG 4 mg/g BW (IP) for 30 days. The fourth group is given MSG 4 mg/g BW for 15 days and 15 days later they are given orally o,2 mg/g BW of vitamin C. The fifth group is given MSG 4 mg/g BW (IP) for 15 days and 15 days later the mice is given MSG 4 mg/g BW (IP) and orally 0,2 mg/g BW of vitamin C. All the experimental procedures and animal maintenance confirmed to the strict guidelines of institutional animal ethics committee USU. The sperm count using Improved Neubauer counting chamber and the morphology of the sperm using Giemsa smear.

The result of injection MSG 4 mg/g BW and supplement vitamin C 0,2 mg/g BW is the difference of sperm count and mean of normal sperm morphology percentage in each groups but not significant (p>0,05), that means sperm count and normal sperm morphology is not affected by MSG and vitamin C, combined or separated, in each groups.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, atas limpahan berkat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Πενγαρυη Pemberian Vitamin C terhadap Jumlah Sperma dan Morfologi Sperma Mencit Jantan

Dewasa (Mus musculus, L.) yang Dipaparkan Monosodium Glutamate (MSG)

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan strata 2 pada Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan dan do’α δαρι βερβαγαι πιηακ, παδα κεσεmπαταν ινι υχαπκαν τεριmα κασιη σαψα sampaikan kepada yang terhormat:

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Yahwardiah Siregar, PhD, Ketua Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, Ketua Komisi Pembimbing yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Dedi Ardinata, S.Ked, M.Kes, Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan dan transfer ilmu, masukan serta dukungan yang diberikan untuk penyelesaian tesis ini.

6. Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir, Dosen Pembanding yang telah memberikan masukkan mulai dari usulan penelitian hingga penyelesaian tesis ini.

7. Prof.dr. Gusbakti Rusip, MSc, PKK, Dosen Pembanding yang juga banyak


(8)

8. Seluruh Dosen Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pembelajaran dan selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes, Direktur Politeknik Kesehatan Medan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan strata 2 di Program Studi Biomedik Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.dr. Fachri Nasution, DAN, Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Medan yang telah memberi dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan strata 2 di Program Studi Biomedik Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ibunda Almarhummah dan Ayahanda, ananda mengucapkan terima kasih tak terhingga atas kasih sayang serta dukungannya. Kepada suamiku tercinta Ir. Agustin, terima kasih atas pengertian, perhatian dan dukungan semangat, serta anak-anakku tersayang (Gusni Rahmah dan Muhammad Yusuf) yang selama dua tahun ini banyak waktu bersama yang terlewatkan, menjadi inspirasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada teman-teman Biomedik seangkatan 2007, terima kasih atas bantuan morilnya, kalian adalah teman-temanku yang terbaik.

Medan, Agustus 2009 Penulis

Suparni


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Suparni

2. Tempat/Tanggal lahir : Tanjung Morawa/25 Agustus 1966 3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Alamat : Dusun I Gg Rame Desa Telaga Sari Tanjung Morawa 6. Telepon/Hp : 081361615388

7. Pendidikan :

SD Negeri 101881 Tanjung Morawa Tahun 1974-1979 SMP Bersubsidi Tanjung Morawa Tahun 1980-1982 SMAK Depkes RI Medan Tahun 1982-1985 Sarjana (S1) Fakultas Biologi UMA Tahun 1994-1998 Sekolah Pasacasarjana, Program Biomedik, USU Tahun 2007-2009 8. Riwayat Pekerjaan :

Guru SMAK Depkes RI Medan Tahun 1986-2001 Dosen AAK Depkes RI Medan Tahun 1998-2001 Dosen Politeknik Kesehatan Depkes Medan Tahun 2001-Sekarang


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Hipotesis ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Monosodium Glutamate (MSG) ... 8

2.2 Vitamin C ... 14

2.3 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu ... 22

3.2 Variabel Penelitian ... 22

3.3 Definisi Operasional ... 22

3.4 Bahan dan Alat Penelitian ... 23


(11)

3.6 Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.7 Analisa Data dan Pengujian Hipotesis .……….... 29

3.8 Jadwal Penelitian ………... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …... 31

4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.2 Pembahasan ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Jadwal Penelitian... 30 4.1. Pengamatan Berat Badan Awal dan Akhir Mencit Jantan Dewasa. 31

4.2. Jumlah Sperma Di Dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit

Jantan Dewasa ... 33 4.3. Morfologi Sperma Normal di dalam Suspensi Cauda Epididimis


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Landasan Teori... 6

3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer ... 27

3.2. Morfologi Sperma Vas Deferen Mencit (Washington et al., 1983) Gambar A adalah Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing, Gambar B, C dan D adalah Sperma Abnormal (B = Sperma dengan Kepala Seperti Pisang, C = Sperma Tidak Beraturan, dan D = Sperma Terlalu Bengkok) ... 29

4.1. Grafik Berat Badan Awal Dan Berat Badan Akhir... 32

4.2. Grafik Jumlah Sperma ... 33

4.3. Grafik Morfologi Sperma Normal... 35

4.4. Morfologi Spermatozoa Mencit (Mus musculus, L) Strain DD Webster, Gambar a = Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing dan Ekor Lurus, Gambar b, c dan d = Sperma Abnormal (b = Sperma dengan Dua Kepala, c = Ekor Sperma Melingkari Kepala, d = Ekor Sperma Membengkok) ... 36


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Ethical Clearence ... 44 2. Surat Keterangan tentang Hewan Mencit (Mus musculus L.) dari

LPPT- UGM ... 45 3. Hasil Uji Statistik Berat Badan Awal dan Berat Badan Akhir

Mencit Jantan Dewasa ... 46 4. Hasil Uji Statistik Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa ... 52 5. Hasil Uji Statistik Morfologi Sperma Normal Mencit Jantan

Dewasa ... 55 6. Dokumentasi Penelitian... 58


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Monosodium glutamate (MSG) sudah lama digunakan di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000), disebabkan penambahan MSG akan membuat rasa makanan menjadi lebih lezat (Loliger, 2000). Adapun rata-rata asupan MSG per hari pada masyarakat di negara industri sekitar 0,3-1,0 g, tetapi adakalanya bisa menjadi lebih tinggi tergantung pada jenis makanan dan pilihan rasa seseorang (Geha et al., 2000). Asupan MSG terbanyak dijumpai pada masyarakat Korea yang mencapai 1,6 g/hari (Loliger, 2000), sedangkan di Indonesia sekitar 0,6 g per hari. Di Amerika Serikat, Food and Drugs Administration (FDA, 1995) mengkategorikan MSG sebagai bahan yang aman untuk dikonsumsi dan Prawirohardjono et al (2000) melaporkan tidak ada perbedaan gejala yang bermakna antara kelompok orang sehat yang mengkonsumsi kapsul MSG 1,5 g per hari selama tiga hari, kelompok orang sehat yang mengkonsumsi kapsul MSG 3 g per hari selama tiga hari dan kelompok plasebo. Tetapi, ada laporan yang menyatakan asupan MSG dalam jumlah besar menimbulkan beberapa gejala pada orang yang sensitif seperti kebas pada belakang leher yang berangsur-angsur menjalar ke lengan dan punggung, badan lemah dan jantung berdebar, gejala-gejala ini dikenal sebagai Chinese restaurant syndrome (Geha et al., 2000).


(16)

Olney (1969) mendapati penyuntikan MSG secara subkutan pada mencit baru lahir menimbulkan terjadinya nekrosis akut neuron pada beberapa bagian otak yang sedang berkembang termasuk hipotalamus, yang ketika dewasa mencit tersebut mengalami kekerdilan tulang rangka, obesitas dan sterilitas pada mencit betina.

Penelitian terhadap mencit jantan dewasa yang disuntikkan MSG secara subkutan selama 6 hari dengan dosis 4 mg/g berat badan dan 8 mg/g berat badan menyebabkan peningkatan kadar glukosa eritrosit, peningkatan kadar peroksidasi lipid, kadar total glutation dan protein yang terikat glutation serta peningkatan aktivitas enzim glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST) dan glutathione peroxidase (GPX). Hal ini menggambarkan bahwa dengan pemberian MSG 4 mg/g berat badan mengakibatkan terjadinya stress oksidatif yang diantisipasi tubuh dengan meningkatkan kadar glutation dengan cara meningkatkan aktivitas enzim metaboliknya (Ahluwalia et al., 1996). Pemberian MSG 4 g/kg berat badan secara intraperitoneal pada tikus Wistar jantan dewasa selama 15 hari (paparan jangka pendek) dan 30 hari (paparan jangka panjang) memperlihatkan terjadinya penurunan berat testis, penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma yang bentuknya abnormal, penurunan kadar asam askorbat di dalam testis dan peningkatan kadar peroksidasi lipid di dalam testis. Pada kelompok paparan jangka pendek memperlihatkan penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal lebih rendah dan peningkatan jumlah sperma dengan ekor abnormal lebih besar serta kerusakan oksidatif lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok paparan jangka panjang (Nayanatara et al., 2008, Vinodini et al., 2008).


(17)

Pemberian vitamin C secara oral dengan dosis 200-1000 mg/hari pada laki-laki infertil meningkatkan jumlah sperma secara in vivo. Vitamin C merupakan antioksidan mampu menetralisir hidroksil, superoksid, dan radikal peroksidasi hidrogen dan mencegah aglutinasi sperma (Agarwal et al., 2005).

Penelitian yang dilakukan pada testis tikus yang dipaparkan Cadmium (Cd) 10

mg/g berat badanmemperlihatkan bahwa pemberian vitamin C 10 mg/kg berat badan

secara intraperitoneal mampu mengurangi kadar MDA dalam testis dan peningkatan jumlah sperma disertai penurunan persentase sperma yang berbentuk abnormal, pada pemberian vitamin E 100 mg/kg berat badan secara intraperitoneal memperlihatkan efek yang mirip pada pemberian vitamin C, akan tetapi efek dari vitamin E lebih rendah (Acharya et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan pada kelinci usia 5 bulan yang diberi suplemen vitamin C 1,5 g/L dan vitamin E 1 g/L pada minumannya dan kombinasi vitamin C ditambah vitamin E (1,5 g/L+1 g/L) selama 12 minggu memperlihatkan penurunan kadar thiobarbituric acid-reactive di dalam cairan semen serta peningkatan libido (waktu reaksi), volume ejakulasi, konsentrasi sperma, jumlah sperma yang dikeluarkan, indeks motilitas sperma, total sperma yang bergerak, volume sperma, konsentrasi ion hidrogen (pH), dan konsentrasi fruktosa semen serta penurunan jumlah sperma bentuk abnormal dan sperma yang mati dan peningkatan kadar glutathione S-transferase (GST) di dalam cairan semen (Yousef et al., 2003).

Pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral selama 36 hari pada mencit jantan mampu berperan sebagai antioksidan untuk melindungi efek senyawa


(18)

radikal bebas yang ditimbulkan oleh senyawa Plumbum asetat 0,1% yang ditandai oleh berkurangnya kadar malondialdehyde di dalam sekresi epididimis (Fauzi, 2008). Penelitian terhadap pasien infertil dengan keadaan oligosperma, motilitas sperma rendah dan jumlah sperma bentuk normal yang rendah, setelah diberikan suplemen vitamin C 1000 mg per hari selama 2 bulan, memperlihatkan peningkatan jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal (Akmal et al., 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oleh Nayanatara (2008) akan pengaruh pemberian MSG dapat menimbulkan terjadinya stress oksidatif pada testis tikus Wistar dan penelitian-penelitian yang lain akan efek pemberian vitamin C sebagai antioksidan terhadap testis. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma pada mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) yang telah dipaparkan dengan MSG.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) akibat yang ditimbulkan oleh pemberian Monosodium glutamate (MSG).

1.3. Landasan Teori

Pemberian MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan akan menimbulkan terjadinya stress oksidatif pada mencit yang ditandai dengan terbentuknya radikal


(19)

bebas yang akan dilawan oleh tubuh mencit cara meningkatkan aktivitas enzim glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST), glutathione peroxidase (GPX) yang berfungsi untuk meningkatkan produksi glutathion yang merupakan anti oksidan. Radikal bebas yang terbentuk tersebut juga menimbulkan terjadinya proses peroksidasi lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehyde (MDA). Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan kadar asam askorbat di dalam testis yang berakibat terhadap penurunan jumlah sperma. Oleh karena vitamin C dapat bersifat sebagai antioksidan dengan cara menetralisir radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid, maka diharapkan dengan pemberian vitamin C dapat menghambat terjadinya peroksidasi lipid, mencegah penurunan kadar asam askorbat dalam testis dan mencegah penurunan jumlah sperma.


(20)

Gambar 1.1. Landasan Teori

MSG 4 mg/g b b secara intraperioneal

Vitamin C 0,2 mg/g bb

secara oral

! Jumlah sperma ↓ ! Morfologi sperma ↓ Radikal bebas ↑

(Stress oksidatif)

Kadar asam askorbat

dalam testis ↓ ! Glutathione

reductase(GR)↑ !

Glutathione-S-transferase(GST)↑ ! Glutathione

peroxidase(GPX)↑

Peroksidasi lipid ↑

Glutathione

MSG 4 mg/g b b secara intraperitoneal

Radikal bebas ↑ (Stress oksidatif)

Peroksidasi lipid ↑

Kadar asam askorbat dalam testis ↓

! Jumlah sperma ? ! Morfologi sperma ?


(21)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) akibat yang ditimbulkan oleh pemberian Monosodium glutamate (MSG).

1.4.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap morfologi

sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

1.5. Hipotesis

Ho : a. Tidak ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap peningkatan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

b. Tidak ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap peningkatan

morfologi normal sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

Ha : a. Ada pengaruh pemberian Vitamin C terhadap peningkatan jumlah

sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

b. Ada pengaruh pemberian Vitamin C terhadap peningkatan morfologi normal sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.


(22)

1.6. Manfaat Penelitian

1. Dijadikan bahan pertimbangan kepada masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan penggunaan MSG dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bisa dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya akan dampak konsumsi MSG terhadap fungsi sistem reproduksi.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamate (MSG)

2.1.1. Sejarah Penemuan MSG

MSG ditemukan pertama kali oleh Ikeda pada tahun 1909 dari mengisolasi garam metalik asam glutamat dari tumbuhan laut (genus Laminaria) atau disebut

‘κονβυ’ δι ϑεπανγ (Ηαλπερν, 2002), mεmιλικι χιτα ρασα ψανγ κηασ δισεβυτ υmαmι συατυ elemen rasa yang dijumpai pada makanan alamiah seperti kaldu. Karakteristik umami berbeda dengan empat rasa yang lain pahit, manis, asin dan asam, berupa sedap, lezat atau enak (Loliger, 2000), rasa umami ini bertahan lama dan di dalamnya terdapat komponen L-glutamate (suatu asam amino non esensial) dan 5-ribonucleotide (Yamaguchi dan Ninomiya, 2000). MSG banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia Tenggara yang dikenal dengan nama Ajinomoto, Sasa, Vetsin, Miwon atau Weichaun (Geha et al., 2000).

2.1.2. Sifat Kimia dan Metabolisme MSG

MSG bersifat sangat larut dalam air (Geha et al., 2000), glutamat yang terdapat dalam MSG merupakan suatu asam amino yang banyak dijumpai pada makanan, kandungan glutamat 20% dari total asam amino pada beberapa makanan baik bebas maupun terikat dengan peptida ataupun protein (Garattini, 2000). Sementara glutamat yang terdapat di dalam MSG dan yang berasal dari hidrolisa protein tumbuhan merupakan glutamat dalam bentuk bebas. Konsumsi glutamat


(24)

bebas akan meningkatkan kadar glutamat dalam plasma darah (Gold, 1995). Selanjutnya glutamat di dalam mukosa usus halus akan diubah menjadi alanin dan di dalam hati akan diubah menjadi glukosa dan laktat. Adapun kadar puncak glutamat yang dicapai hewan dewasa setelah konsumsi oral 1 g/kg berat badan, kadar terendah dijumpai pada kelinci dan meningkat secara progesif pada monyet, anjing, mencit, tikus dan marmut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kadar puncak asam glutamat plasma adalah rute pemberian (oral<subkutan<intraperitoneal), konsentrasi MSG dalam larutan (2%, 10%), dan usia (hewan baru lahir memetabolisme asam glutamat lebih rendah dari pada dewasa) (Garattini, 2000).

Berikut rumus kimia MSG (Loliger, 2000):

Diperkirakan seorang dengan berat badan 70 kg setiap harinya dapat memperoleh asupan asam glutamat sekitar 28 g yang berasal dari makanan dan hasil pemecahan protein dalam usus. Pertukaran asam glutamat setiap harinya dalam tubuh sekitar 48 g. Tapi jumlahnya dalam darah sedikit sekitar 20 mg karena kecepatannya mengalami ekstraksi dan penggunaan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati (Garattini, 2000).

Glutamat merupakan suatu neurotransmitter yang penting untuk komunikasi antar neuron, jika berlebihan akan dipompakan kembali ke dalam sel glial sekitar neuron, dan akan menyebabkan neuron tersebut mati (Gold, 1995, Garattini, 2000).


(25)

Glutamat akan membuka saluran kalsium neuron sehingga kalsium masuk ke dalam sel. Reaksi kimia yang berlangsung dalam sel secepatnya melepaskan bahan-bahan kimiawi yang merangsang neuron yang berdekatan. Asam arakidonat merupakan salah satu hasil reaksi kimia yang akan bereaksi dengan enzim dan menghasilkan radikal bebas seperti radikal hidroksil (Gold, 1995).

2.1.3. Efek Biologi MSG

Normalnya MSG yang berlebihan tidak dapat melewati sawar darah otak, tetapi terdapat beberapa bagian di dalam otak yang tidak dilindungi sawar darah otak seperti hipotalamus, organ circumventricular, batang otak, kelenjar hipofise dan testosterone (Gold, 1995). Sehingga pemberian MSG secara suntikan subkutan pada mencit baru lahir dapat menimbulkan terjadinya nekrosis neuron akut pada otak termasuk hipotalamus yang ketika dewasa akan mengalami hambatan perkembangan tulang rangka, obesitas dan sterilitas pada betina (Olney, 1969). Terdapat adanya laporan akan timbulnya gejala yang tidak menyenangkan pada manusia setelah mengkonsumsi MSG seperti kebas pada belakang leher yang berangsur-angsur menjalar kedua lengan dan punggung, perasaan lemah dan jantung berdebar-debar (Stegink et al., 1981), sakit kepala, rasa terbakar, tekanan pada wajah dan nyeri dada (Schaumburg et al., 1969). Kumpulan gejala tersebut dikenal dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome yang umumnya timbul setelah mengkonsumsi makanan Cina yang banyak mengandung MSG (Kenney, 1986).

Penelitian terhadap tikus yang pada makanan standarnya ditambah MSG 100 g/kg berat badan/hari, setelah 45 hari memperlihatkan adanya disfungsi metabolik


(26)

berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasigliserol, insulin dan leptin. Keadaan tersebut disebabkan terjadinya stress oksidatif berupa peningkatan kadar hiperperoksidasi lipid dan penurunan bahan-bahan antioksidan, tetapi hal tersebut dapat dicegah dengan penambahan serat pada makanan (Diniz et al., 2005). Begitu juga pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara subkutan selama 10 hari pertama kelahiran kemudian dilakukan pemeriksaan pada hari ke-25 memperlihatkan peroksidasi lipid meningkat secara bermakna (Babu et al., 1994). Keadaan stress

oksidatif juga dijumpai setelah pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara

intraperitoneal memperlihatkan peningkatan pembentukan MDA di hati, ginjal dan otak tikus. Pemberian makanan yang mengandung vitamin C, E dan quercetin secara bersamaan mengurangi kadar MDA yang muncul akibat pemberian MSG tersebut (Farombi dan Onyema, 2006).

Penelitian terhadap tikus Sprague-Dawley baru lahir yang mengalami lesi nukleus arkuatus setelah penyuntikan MSG 4 g/kg berat badan secara subkutan pada hari ke 1, 3, 5, 7 dan 9, setelah 10 minggu memperlihatkan adanya plak aterosklerotik pada permukaan lumen dinding aorta, degenerasi endotelium, inti endotelium mengalami edema, adanya vesikel dengan berbagai ukuran pada jaringan subendotelium serta sel otot polos mengalami migrasi dari tunika media ke tunika intima melalui interna elastika yang robek. Juga disertai peningkatan kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), kadar nitic oxide berkurang sedangkan kadar high densitiy lipoprotein tidak berubah (Xiao-hong et al., 2007).


(27)

2.1.4. Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi

Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) juga melaporkan adanya dua kelompok orang yang cenderung mengalami kompleks gejala MSG, kelompok pertama orang yang tidak toleran terhadap konsumsi MSG dalam jumlah besar dan kelompok kedua orang dengan penyakit asma tidak terkontrol, orang-orang ini cenderung mengalami kompleks gejala MSG, perburukan gejala asma yang bersifat sementara setelah mengkonsumsi MSG dengan dosis antara 0,5 g sampai 2,5 g (FDA, 1995).

Penelitian terhadap pasien infertil dengan keadaan oligosperma, motilitas sperma rendah dan jumlah sperma bentuk normal yang rendah, setelah diberikan suplemen vitamin C 1000 mg per hari selama 2 bulan, memperlihatkan peningkatan jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal (Akmal et al., 2006).

Pada mencit baru lahir (usia 2 sampai 11 hari) yang disuntikkan MSG 4 mg/g berat badan secara subkutan menimbulkan terjadinya disfungsi sistem reproduksi jantan dan betina yang manifestasinya akan muncul pada usia dewasa berupa pada mencit betina menimbulkan kehamilan lebih sedikit dan ovarium lebih kecil dan pada mencit jantan menimbulkan penurunan berat testis (Pizzi et al., 1977, Miskowiak et al., 1993).

Pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia pra pubertas dan dewasa, memperlihatkan pada usia pra pubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit,


(28)

dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Follicle Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptinemia yang lebih tinggi dan penurunan kadar FSH dan LH lebih rendah tetapi kadar T dan FT4 normal, dan tidak tampak perubahan struktur testis (Miskowiak et al., 1993).

Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin berperan dalam timbulnya efek toksik akibat pemberian MSG pada sistem reproduksi jantan mungkin diperantarai melalui efeknya dalam menurunkan kadar asam askorbat. Penelitian tersebut dilakukan terhadap tikus Wistar jantan dewasa yang disuntikkan MSG dengan dosis 4 g/kg berat secara intraperitoneal badan selama 15 hari (kelompok jangka pendek) dan selama 30 hari (kelompok jangka panjang), memperlihatkan berkurangnya berat testis, jumlah sperma, kadar asam askorbat dalam testis dan meningkatnya jumlah sperma yang bentuknya abnormal. Pada kelompok jangka pendek memperlihatkan penurunan jumlah sperma bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma dengan ekor abnormal secara bermakna ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang. Kadar asam askorbat dalam testis menurun secara bermakna pada kelompok jangka pendek ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang (Nayanatara et al., 2008). Penelitian lanjutan yang dilakukan Vinodini et al (2008) memperlihatkan bahwa MSG dengan dosis 4 g/kg berat badan secara intra peritoneal selain menimbulkan terjadinya penurunan berat testis dan kadar asam askorbat di dalam testis juga memperlihatkan peningkatan


(29)

kadar peroksidasi lipid dalam testis dan pada kelompok jangka pendek memperlihatkan kerusakan oksidatif yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok jangka panjang.

2.2. Vitamin C

2.2.1. Sejarah Penemuan Vitamin C

Asam askorbat alami banyak terdapat pada buah-buahan seperti jeruk, jeruk lemon, semangka, strawberi, mangga dan nenas serta sayur-sayuran berwarna hijau seperti brokoli dan kembang kol (Padayatty et al., 2003). Hewan juga dapat memproduksi asam askorbat, dari glukosa-D atau galaktosa-D seperti pada tumbuh-tumbuhan (Naidu, 2003). Akan tetapi manusia dan golongan primata lainnya, babi dan kelelawar pemakan buah tidak dapat mensintesa asam askorbat karena tidak memiliki enzim gluconolactone oxidase (Luck et al., 1995). Baik asam askorbat yang alami maupun sintetis memiliki rumus kimia yang identik dan tidak terdapat perbedaan aktivitas biologi maupun bioavailabilitasnya (Naidu, 2003).

2.2.2. Sifat Kimia dan Metabolisma Vitamin C

Vitamin C adalah asam xyloascorbat-L (asam askorbat, AA), dengan hasil oksidasi pertamanya asam dehidroaskorbat (dehydro AA) yang juga mempunyai aktivitas vitamin C (Hughes, 1973), bersifat larut dalam air dan labil serta berperan penting dalam biosintesa kolagen, karnitin dan berbagai neurotransmitter (Naidu, 2003). Asam askorbat adalah merupakan 6 karbon lakton yang disintesa dari glukosa yang terdapat dalam liver (Padayatty et al., 2003).


(30)

Asam askorbat merupakan donor elektron dan reducing agent karena dapat mendonorkan dua elektron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6 molekul karbon, hal tersebut menyebabkan dia berfungsi sebagai antioksidan karena mampu mencegah zat komposisi yang lain teroksidasi. Setelah vitamin C mendonorkan elektronnya, dia akan menghilang dan digantikan oleh radikal bebas semidehydroaskorbic acid atau radikal ascorbyl, bila dibandingkan dengan radikal bebas yang lain, radikal ascorbyl ini relatif stabil dan tidak reaktif (Padayatty et al., 2003). Bila radikal ascorbyl dan dehydroascorbic acid sudah dibentuk maka dia akan dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat sedikitnya dengan tiga jalur enzim yang terpisah dengan cara mereduksi komponen yang terdapat di sistem biologi seperti glutation, akan tetapi pada manusia hanya sebagian yang direduksi kembali menjadi asam askorbat. Dehydroascorbic acid yang telah terbentuk kemudian dimetabolisme dengan cara hidrolisis (Padayatty et al., 2003).

2.2.3. Efek Kimia Vitamin C

Asam askorbat berfungsi sebagai anti oksidan, anti aterogenik,

imunomodulator dan mencegah flu (Naidu, 2003). Untuk dapat berfungsi baik sebagai antioksidan, kadar asam askorbat harus terjaga tetap dalam kadar yang relatif


(31)

tinggi di dalam tubuh (Gupta et al., 2007).

Pemberian suplemen vitamin C, vitamin E dan quercetin pada tikus yang diberi MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan dapat menurunkan kadar MDA yang muncul akibat MSG. Vitamin E menurunkan kadar lipid peroksidasi di hati diikuti oleh vitamin C dan kemudian quercetin, sementara vitamin C dan quercetin menunjukkan kemampuan lebih besar dalam melindungi otak dari kerusakan dibandingkan dengan vitamin E (Farombi dan Onyema, 2006).

2.2.4. Efek Vitamin C terhadap Fungsi Reproduksi

Asam askorbat memberikan efek baik kepada integitas dari struktur tubular maupun terhadap fungsi sperma. Defisiensi asam askorbat telah lama dihubungkan dengan jumlah sperma yang rendah, peningkatan jumlah sperma yang abnormal, mengurangi motilitas dan aglutinasi. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa asupan asam askorbat dapat memperbaiki kualitas sperma. Efek yang menguntungkan dari asam askorbat ini mungkin adalah hasil dari pemecahan radikal bebas yang sering timbul akibat polusi lingkungan dan metabolisme selular yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dari DNA (Agarwal et al., 2005).

Stres oksidatif dapat dibatasi dengan menggunakan antioksidan berupa suplemen vitamin E dan C. Vitamin C dapat menetralisir radikal hidroksil, superoksid, dan hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma. Vitamin C sedikit jumlahnya pada cairan semen laki-laki infertil. Vitamin C dapat meningkatkan jumlah sperma in vivo pada laki-laki infertil dengan dosis oral sekitar 200-1000 mg/hari (Agarwal et al., 2005).


(32)

Begitu juga, kelinci usia 5 bulan yang diberi suplemen vitamin C 1,5 g/L dan vitamin E 1 g/L pada minumannya dan kombinasi vitamin C + vitamin E (1,5 g/L+1 g/L) selama 12 minggu memperlihatkan penurunan kadar thiobarbituric acid-reactive di dalam cairan semen serta peningkatan libido (waktu reaksi), volume ejakulasi, konsentrasi sperma, jumlah sperma yang dikeluarkan, indeks motilitas sperma, total sperma yang bergerak, volume sperma, konsentrasi ion hidrogen (pH), dan konsentrasi fruktosa semen serta penurunan jumlah sperma bentuk abnormal dan sperma yang mati dan peningkatan kadar glutathione S-transferase (GST) di dalam cairan semen. Hal ini menyimpulkan bahwa pemberian suplemen vitamin C, vitamin E dan kombinasi keduanya menurunkan produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen tapi perbaikan lebih besar kelihatan berasal dari vitamin E (Yousef et al., 2003).

2.3. Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967).

2.3.1. Testis

Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus. Bagian tunika memasuki


(33)

testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi nutrisi setiap bagian testis, dan kemudian akan kontak dengan vena testiskular yang meninggalkan hilus (Rugh, 1967).

Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang tipis. Antara tubulus adalah stroma interstisial, terdiri atas gumpalan sel leydig ataupun sel sertoli dan kaya akan darah dan cairan limfe. Sel interstisial testis mempunyai inti bulat yang besar dan mengandung granul yang kasar. Sitoplasmanya bersifat eosinofilik. Diyakini bahwa jaringan interstisial menguraikan hormon jantan testosterone. Epitel seminiferus tidak mengandung sel spermatogenik secara eksklusif, tetapi mempunyai nutrisi yang menjaga sel sertoli, yang tidak dijumpai di tubuh lain. Sel sertoli bersentuhan dengan dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Di dalam inti sel sertoli terdapat nukleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan yang bersifat asidofilik di sentral dan sisanya badan yang bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli diperkirakan mempunyai banyak bentuk tergantung aktivitasnya. Pada masa istirahat berhubungan dekat dengan membran basalis di dekatnya dan inti ovalnya paralel dengan membran. Sel sertoli sebagai sel penyokong untuk metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang, panjang, piramid dan intinya berada tegak lurus dengan membran basalis. Sitoplasma dekat lumen secara umum mengandung banyak kepala spermatozoa yang matang sedangkan ekornya berada bebas dalam lumen (Rugh, 1967).


(34)

2.3.2. Spermatogenesis

Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan, dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan diproduksi dan masih berada di daerah ekstra gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio, maka sel germinal dapat dikenal dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke 9 dan 10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain mengalami proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari ke 11 dan 12) ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Proses proliferasi dan differensiasi berlangsung di daerah medulla testis. Pada kasus steril, kehilangan sel germinal berlangsung selama perjalanan dari bagian ekstra gonad menuju daerah genitalia. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dalam bagian genitalia berkurang dan beberapa sel mulai degenerasi menjelang hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran, sel tampak lebih besar, yaitu spermatogonia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis mencit sepanjang hidupnya. Ada 3 jenis spermatogonia: tipe A, tipe intermediate dan tipe B (Rugh, 1967).

Tipe A adalah induk stem cell yang mampu mengalami mitosis sampai menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A yang paling besar dan mengandung inti kromatin yang mirip partikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak eksentrik. Kromosom metafasenya panjang dan tipis. Dapat meningkat, melalui spermatogonia intermediate menjadi spermatogonia B yang lebih kecil, lebih banyak,


(35)

dan mengandung inti kromatin serpihan kasar di atas atau dekat permukaan dalam membran inti. Terdapat plasmosom mirip nukleolus yang terletak di tengah. Kromosom metafase biasanya pendek, bulat, dan mirip kacang. Spermatogonia tipe B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau berubah menjadi spermatosit primer, lebih jauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya dari metafase spermatogonia menjadi profase meiosis sekitar 3 sampai 9 hari, menuju metafase kedua selama 4 hari atau kurang, dan menuju spermatozoa imatur selama 7 hari atau lebih. Maka, waktu dari metafase spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling sedikit 10 hari (Rugh, 1967).

Sel tipe A pertama kali muncul 3 hari setelah kelahiran. Ketika jumlahnya meningkat, sel germinal primordial yang merupakan asalnya dan kemudian berada di samping membran dasar, akan berkurang jumlahnya. Pembelahan meiosis dalam testis mulai 8 hari setelah kelahiran. Tanda pertama bahwa spermatogonia B akan metamorfosis menjadi spermatosit primer adalah pembesaran dan bergerak menjauhi membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi 2 spermatosit sekunder yang lebih kecil, yang kemudian membelah menjadi 4 spermatid. Mereka mengalami metamorfosis radikal menjadi spermatozoa matur dengan jumlah yang sama, kehilangan sitoplasmanya dan berubah bentuk (Rugh, 1967).

Antara tahap spermatosit primer dan sekunder, materi kromatin harus membelah. Sintesa premeiotik DNA terjadi di spermatosit primer selama fase istirahat dan berakhir sebelum onset profase meiosis, rata-rata selama 14 jam. Tidak ada pembentukan DNA terjadi pada tahap akhir spermatogenesis. Proses


(36)

spermatogenesis mencit pada dasarnya sama dengan mamalia lain. Satu siklus epitel seminiferus selama 207±6 ϕαm, δαν 4 σικλυσ ψανγ mιριπ τερϕαδι ανταρα σπερmατογονια A dan spermatozoa matur. Produksi spermatozoa matur dari sel spermatogonia berlangsung 5 minggu pada mencit. Testis dan khususnya spermatozoa matur, merupakan sumber hyaluronidase terkaya, dan enzim ini efektif membubarkan sel cumulus sekitar ovum matur pada saat fertilisasi. Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui sel cumulus menuju matriks jel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulosa sel cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim melimpah (Rugh, 1967).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara dimulai dari tanggal 30 Mei sampai dengan 22 Juli 2009.

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Variabel Independen

a. Monosodium Glutamate (MSG).

b. Vitamin C.

3.2.2. Variabel Dependen

a. Jumlah sperma.

b. Morfologi sperma.

3.3. Definisi Operasional

a. Jumlah sperma adalah banyaknya sperma yang diperoleh dari cauda

epididimis dalam sperma/ml suspensi.

b. Morfologi sperma normal dan abnormal yang diperoleh dari cauda

epididimis.

1) Morfologi sperma normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus.


(38)

2) Morfologi sperma abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan, dapat berbentuk seperti pisang, atau tidak beraturan (amorphous), atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor, atau hanya terdapat ekornya saja tanpa kepala (Washington et al., 1983).

3.4. Bahan dan Alat Penelitian 3.4.1. Bahan Penelitian

Bahan biologis. Bahan biologis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram yang diperoleh dari Unit Pra Klinik LPPT Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15. ϑικα t adalah jumlah perlakuan (dalam penelitian ini ada 5 kelompok perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan (teoritis) adalah 5 (Federer, 1963). Sehingga jumlah keseluruhan hewan coba yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 25 ekor yang dipilih dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian. Persetujuan ethical clearance dari Komisi Etika Penelitian Kesehatan Wilayah Sumatera Utara Medan.

Bahan kimia. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk meneliti efek pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG adalah Monosodium glutamate murni, Vitamin C, NaCl 0,9%, Giemsa, Eosin-Y, Alkohol 70% (Merck) dan Aquadest.


(39)

3.4.2. Peralatan Utama Penelitian

Alat utama yang digunakan dalam penelitian antara lain: jarum oval (Gavage), bak bedah dan dissecting set, gelas arloji, cawan petri, batang pengaduk, timbangan (balance) dengan ketelitian 0,01 gram, objek glas, cover glass, spuit insulin 1 ml, kamar hitung Improved Neubauer dan mikroskop cahaya.

3.5. Disain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas 5 kelompok perlakuan, yaitu:

a) Kelompok I (P0) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,5 ml secara intraperitoneal selama 30 hari. b) Kelompok II (P1) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG

4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari selanjutnya 15 hari berikutnya diberikan larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,5 ml secara intraperitoneal setiap hari.

c) Kelompok III (P2) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 30 hari.

d) Kelompok IV (P3) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9%


(40)

secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama, selanjutnya 15 hari berikutnya diberikan vitamin C 0,2 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara oral setiap hari.

e) Kelompok V (P4) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9% secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama, selanjutnya 15 hari berikutnya pemberian MSG diteruskan disertai dengan pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara oral setiap hari.

Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

P4

P3

P2

P1

P0

0 15 30 (hari) Λαρυταν ΝαΧλ 0,9 %

ΜΣΓ Λαρυταν ΝαΧλ 0,9%

ΜΣΓ ΜΣΓ

ςιταmιν Χ

ΜΣΓ ΜΣΓ + ςιταmιν Χ

ΜΣΓ


(41)

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pelet komersial) dan minum (air PAM) disuplai setiap hari secara berlebih. Persetujuan ethical clearance dari Komisi Etika Penelitian Kesehatan Wilayah Sumatera Utara Medan.

3.6.2. Pengamatan

Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Selanjutnya dilakukan pengamatan sebagai berikut:

3.6.2.1.Pengambilan sekresi cauda epididimis

Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi cauda epididimis dilakukan menurut Soehadi dan Arsyad (1983) sebagai berikut: Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Kemudian organ testis beserta epididimis sebelah kanan diambil dan diletakkan ke dalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%. Di bawah mikroskop bedah dengan pembesaran 400 kali cauda epididimis dipisahkan dengan cara memotong bagian proximal corpus epididimis dan bagian distal vas deferens. Selanjutnya cauda


(42)

epididimis dimasukkan ke dalam gelas arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9%, kemudian bagian proximal cauda dipotong sedikit dengan gunting lalu cauda ditekan dengan perlahan hingga sekresi cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl 0,9%. Suspensi sperma dari cauda epididimis yang telah diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan yang meliputi: jumlah sperma, dan morfologi sperma.

3.6.2.2.Pengamatan sperma

Pengamatan sperma dilakukan sebagai berikut:

Suspensi sperma yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 10 ∝l sampel dan dimasukkan ke dalam kotak-kotak hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, hemositometer diletakkan dan dihitung jumlah sperma pada kotak/bidang A,B,C,D, dan E. Hasil perhitungan jumlah sperma kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah sperma/ml suspensi sekresi cauda epididimis sebagai berikut:

dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A,B,C,D,dan E. ϑυmλαη σπερmα = Ν / 2 ξ 105 σπερmα/mλ


(43)

Gambar 3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer (Zaneveld et al., 1986)

3.6.2.3.Morfologi sperma

Untuk menentukan morfologi sperma, diambil sperma dari cauda epididimis tersebut di atas dan dibuat sediaan hapus pada kaca objek, dikeringkan. Kemudian diberi alkohol 70% selama 15 menit, dikeringkan dan diberi perwarnaan Giemsa selama 15 menit. Setelah itu dibilas dengan air kran dan dikeringkan. Kemudian dengan mikroskop cahaya dihitung dengan jumlah 100 sperma, ditentukan persentasi sperma yang normal dan abnormal. Untuk mendapatkan hasil akhirnya, jumlah persentase sperma yang normal kiri dan kanan cauda epididimis dijumlah kemudian diambil rata-ratanya. Ciri sperma normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus, sedangkan sperma abnormal mempunyai bentuk


(44)

kepala tidak beraturan, dapat berbentuk seperti pisang, atau tidak beraturan (amorphous), atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor, atau hanya terdapat ekornya saja tanpa kepala (Gambar 3.2).

A B C D

Gambar 3.2. Morfologi Sperma Vas Deferen Mencit (Washington et al., 1983) Gambar A adalah Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing, Gambar B, C dan D adalah Sperma Abnormal (B = Sperma dengan Kepala Seperti Pisang, C = Sperma Tidak Beraturan, dan D = Sperma Terlalu Bengkok)

3.7. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± σιmπανγαν βακυ (ρατα-rata ± ΣD). Dιλακυκαν υϕι νορmαλιτασ δαν ηοmογενιτασ δατα. ϑικα δατα βερδιστριβυσι normal dan homogen maka dilakukan uji ANOVA. Bila terdapat perbedaan nyata


(45)

dilanjutkan dengan uji Post Hoc analisis Benferroni taraf 5% untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan masing-masing perlakuan.

Jika distribusi data tidak normal dan atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila masih tidak normal distribusinya dan data tidak homogen maka diuji dengan uji Mann Whitney untuk membandingkan antara 2 kelompok perlakuan (kontrol vs perlakuan). Pada kelompok data lebih dari 2 kelompok maka dilakukan uji Friedman.

Semua analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15,0. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada 〈 ≤ 0,05 ψανγ διανγγαπ βερmακνα

(signifikan).

3.8. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang tujuh minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian No Kegiatan Minggu Ke

1 2 3 4 5 6 7

1 PERSIAPAN √

2 PELAKSANAAN √ √ √ √

3 ANALISA DATA √


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Berat Badan Awal dan Akhir Mencit Jantan Dewasa

Dari penelitian ini diperoleh hasil pengukuran berat badan awal dan berat badan akhir mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Pengamatan Berat Badan Awal dan Akhir Mencit Jantan Dewasa

Berat Badan Mencit ( g ) Kelompok n

Awal Akhir P value

P0 5 41.72 ± 2.65 41.58 ± 2.28 0.97 P1 5 37.48 ± 5.33 38.38 ± 1.91 0.83 P2 5 35.03 ± 3.72 37.66 ± 1.75 0.17 P3 5 36.30 ± 1.60 35.60 ± 3.44 0.67 P4 5 37.54 ± 4.24 37.64 ± 1.11 0.91

Nilai adalah rata-rata ± SD

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas hasil uji statistik berat badan awal dan berat badan akhir subjek terjadi perubahan tidak bermakna baik yang diberi MSG dan Vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan.


(47)

Perbandingan berat badan awal dan akhir

0

10

20

30

40

50

P0

P1

P2

P3

P4

Kelompok

B

e

r

a

t

b

a

d

a

n

(

g

)

BB. Awal

BB. Akhir

Gambar 4.1. Grafik Berat Badan Awal dan Berat Badan Akhir

Keterangan:

P0 = Perlakuan diberi NaCl 0,9% selama 30 hari (kontrol)

P1 = Perlakuan diberi MSG 15 hari pertama, 15 hari berikutnya diberi NaCl 0,9% P2 = Perlakuan diberi MSG selama 30 hari

P3 = Perlakuan diberi MSG 15 hari pertama, 15 hari berikutnya diberi Vitamin C P4 = Perlakuan diberi MSG 15 hari pertama, 15 hari berikutnya diberi MSG +

Vitamin C

4.1.2. Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa

Dari penelitian ini diperoleh hasil jumlah sperma di dalam suspensi cauda epididimis mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster sebagai berikut:


(48)

Tabel 4.2. Jumlah Sperma di dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit Jantan Dewasa

Kelompok n Jumlah Sperma (106)

P0 5 7.88 ± 2.02 P1 5 5.79 ± 2.45 P2 5 8.53 ± 2.33 P3 5 6.57 ± 2.44 P4 5 4.81 ± 0.85

Nilai adalah rata-rata ± SD

Perbandingan jumlah sperma

0

2

4

6

8

10

12

P0

P1

P2

P3

P4

Kelompok

J

u

m

la

h

(

ju

ta

/m

l)

Jumlah sperma

Gambar 4.2. Grafik Jumlah Sperma

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 di atas diperoleh hasil pada subjek P1 (5.79±2.45), P3 (6.57±2.44), dan P4 (4.81±0.85) jumlah sperma lebih rendah bila dibandingkan dengan P0 (7.88±2.02), dan pada P2 (8.53±2.33) jumlah sperma lebih tinggi bila dibandingkan dengan P0, sedangkan pada P2 jumlah sperma lebih tinggi


(49)

bila dibandingkan dengan P1 pada perlakuan yang diberi MSG. Dan pada P4 jumlah sperma lebih rendah bila dibandingkan dengan P3 pada perlakuan yang diberi MSG dan Vitamin C baik tersendiri maupun bersamaan.

Dari hasil penelitian ini terdapat perbedaan rata-rata jumlah sperma pada tiap kelompok perlakuan tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Berdasarkan hasil uji statistik rata-rata jumlah sperma pada setiap kelompok perlakuan p>0,05, yang berarti tidak ada pengaruh pemberian MSG dan Vitamin C pada setiap kelompok perlakuan.

4.1.3. Morfologi Sperma Mencit

Dari penelitian ini diperoleh hasil morfologi sperma normal di dalam suspensi cauda epididimis kanan dan kiri mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster sebagai berikut:

Tabel 4.3. Morfologi Sperma Normal di dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit Jantan Dewasa

Kelompok n Morfologi Sperma Normal (%)

P0 5 81.70 ± 3.62

P1 5 84.20 ± 2.33 P2 5 81.70 ± 3.85 P3 5 85.00 ± 2.42

P4 5 80.80 ± 3.82


(50)

Pe rbandingan morfologi spe rma normal

0

20

40

60

80

100

P0

P1

P2

P3

P4

Kelompok

J

u

m

la

h

(

%

)

Morfologi sperma normal

Gambar 4.3. Grafik Morfologi Sperma Normal

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 di atas diperoleh hasil pada subjek P1 (84.20±2.33) persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih tinggi bila dibandingkan dengan P0 (81.70±3.62), P2 (81.70±3.85) dibanding dengan P0 terdapat hasil yang sama persentase rata-rata morfologi sperma normal, P3 (85.00±2.42) persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih tinggi bila dibandingkan dengan P0, dan P4 (80.80±3.82) persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih rendah bila dibandingkan dengan P0. Sedangkan P2 persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih rendah bila dibandingkan dengan P1 pada perlakuan yang diberi MSG, dan P4 persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih rendah


(51)

bila dibandingkan dengan P3 pada perlakuan yang diberi MSG dan Vitamin C baik tersendiri maupun bersamaan.

Berdasarkan hasil uji statistik rata-rata persentase morfologi sperma normal pada subjek p>0,05, yang berarti tidak ada pengaruh pemberian MSG dan pemberian Vitamin C pada subjek antara kelompok perlakuan. Dari hasil penelitian ini terdapat perbedaan rata-rata persentase morfologi sperma normal pada tiap kelompok perlakuan tetapi tidak menunjukkan hasil yang bermakna.

Aaa a b

c d

Gambar 4.4. Morfologi Spermatozoa Mencit (Mus musculus, L) Strain DD Webster, Gambar a = Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing dan Ekor Lurus, Gambar b, c dan d = Sperma Abnormal (b = Sperma dengan Dua Kepala, c = Ekor Sperma Melingkari Kepala, d = Ekor Sperma Membengkok)


(52)

4.2. Pembahasan

Dari hasil penimbangan berat badan mencit jantan dewasa dapat dilihat bahwa berat badan awal dan akhir tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1), hal ini dapat dilihat pada perlakuan. Berarti ada perbedaan tidak bermakna terhadap berat badan awal dan akhir pada subjek diantara kelompok perlakuan.

Dari hasil perhitungan jumlah sperma di dalam suspensi cauda epididimis pada kelompok perlakuan diperolehrata-rata jumlah sperma pada P2 lebih tinggi bila dibandingkan dengan P0 (kontrol), tetapi pada rata-rata jumlah sperma menunjukkan hasil yang tidak bermakna pada subjek, yang berarti tidak ada pengaruh pemberian MSG pada subjek antara kelompok perlakuan.

Penelitian Nayanatara et al., (2008), bahwa pemberian MSG 4 g/kg berat badan secara intraperitoneal pada tikus Wistar jantan dewasa selama 30 hari (paparan jangka panjang) memperlihatkan terjadinya penurunan berat testis, penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma yang bentuknya abnormal, penurunan kadar asam askorbat di dalam testis dan peningkatan kadar peroksidasi lipid di dalam testis.

Pada penelitian ini rata-rata jumlah sperma pada P4 lebih rendah bila dibandingkan dengan P3, berarti pemberian Vitamin C tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah sperma. Bahwa hal ini menunjukkan jumlah sperma tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan.


(53)

Menurut penelitian Agarwal et al., (2005), stres oksidatif dapat diatasi dengan menggunakan antioksidan berupa suplemen vitamin E dan C. Vitamin C dapat menetralisir radikal hidroksil, superoksid, dan hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma. Vitamin C sedikit jumlahnya pada cairan semen laki-laki infertil. Vitamin C dapat meningkatkan jumlah sperma in vivo pada laki-laki infertil dengan dosis oral sekitar 200-1000 mg/hari.

Dari pemeriksaan morfologi sperma normal di dalam suspensi cauda epididimis kanan dan kiri subjek diperoleh hasil rata-rata persentase morfologi sperma normal P1, dan P3 lebih tinggi bila dibandingkan dengan P0 (kontrol). Pada rata-rata persentase morfologi sperma normal P2 bila dibandingkan dengan P0 hasilnya sama, sedangkan pada persentase rata-rata morfologi sperma normal P4 lebih rendah bila dibandingkan dengan P3, berarti pemberian Vitamin C tidak memberikan pengaruh terhadap morfologi sperma normal. Bahwa hal ini menunjukkan morfologi sperma normal tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan.

Pada penelitian ini menggunakan subjek Mus musculus, L. diperoleh hasil jumlah sperma dan morfologi sperma normal terdapat adanya hasil yang lebih tinggi dan lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol, ada perbedaan hasil tetapi tidak bermakna p>0.05. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nayantara, et al., (2008) menggunakan subjek rat, perbedaan hasil pada penelitian ini kemungkinan karena subjek yang digunakan berbeda.


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Tidak ada pengaruh pemberian Vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus. L) yang dipaparkan Monosodium Glutamate (MSG).

5.2. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan MSG dan Vitamin C dengan dosis yang lebih besar dengan waktu yang lama.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, U., Mishra, M., Tripathy, R., & Mishra, I. (2006), Testicular dysfunction and antioxidant defense system of Swiss mice after chromic acid exposure. Reprod Toxicol, 22, 87-91.

Agarwal, A., Prabakaran, S. & Said, T. (2005), Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl, 26, 654-60.

Ahluwalia, P., Tewari K. & Choudary, P. (1996), Studies on the effects of monosodium glutamate (MSG) on oxidative stress in erythrocytes of adult male mice. Toxicol Lett, 84, 161-5.

Akmal, M., Qadri, J. Q., Al-Waili, N. S., Thangal, S., Haq, A. & Saloom, K. Y. (2006), Improvement in human semen quality after oral supplementation of vitamin C. J Med Food, 9, 440-2.

Babu, G. N., Bawari, M. & Ali, M. M. (1994), Lipid peroxidation potential and antioxidant status of circumventricular organs of rat brain following neonatal monosodium glutamate. Neurotoxicology, 15, 773-7.

Diniz, Y. S., Faine, L. A., Galhardi, C. M., Rodrigues, H. G., Ebaid, G. X., Burneiko, R. C., Cicogna, A. C. & Novelli, E. L. (2005), Monosodium glutamate in standard and high-fiber diets: metabolic syndrome and oxidative stress in rats. Nutrition, 21, 749-55.

Farombi, E. O. & Onyema, O. O. (2006), Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Hum Exp Toxicol, 25, 251-9.

Fauzi, T. (2008), Pengaruh pemberian timbal asetat dan vitamin C terhadap peroksidasi lipid dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi epididimis mencit jantan (Mus musculus L.) strain DDW. Biomedic. Medan, Univeristas Sumatera Utara.

FDA (1995) FDA and monosodium gtamate (MSG) avaiable at

http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html

Federer, W. (1963), Experimental design, theory and application, New York, Mac Millan.


(56)

Garattini, S. (2000), Glutamic acid, twenty years later. Journal of Nutrition, 130, 901S-909S.

Geha, R., Beiser, A., Ren, C. Patterson, R., Greenberger, P., Grammer, L., Ditto, A., Harris K., Saughnessy, M., Yarnold, P., Corrent, J. & Saxon, A. (2000), Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a multicenter double-blind placebo-controlled study. The Journal of Nutrition, 130, 1058S-1062S.

Gold, M. (1995), Monosodium glutamate.

Gupta, A. D., Dhundasi, S. A., Ambekar, J. G. & Das, K. K. (2007), Effect of l-ascorbic acid on antioxidant defense system in testes of albino rats exposed to nickel sulfate. J Basic Clin Physiol Pharmacol, 18, 255-66.

Halpern, B. (2002), What’ ιν α ναmε ? Αρε ΜΣΓ ανδ υmαmι τηε σαmε ? Chemical Sense.

Hayati A, Mangkoewidjojo S, Hinting A, Moedjopawiro S. (2006), Hubungan kadar MDA spermatozoa dengan integritas membran spermatozoa tikus (Rattus novergicus L) setelah pemaparan 2-methoxyethanol. J Berk. Penel. Hayati 11:151-154

Hsieh, Y., Chang, C. & Lin, C (2006), Seminal malondialdehyde concentration but not glutathione peroxidase activity is negatively correlated with seminal concentration and motility. Int J Biol Sci, 2(1), 23-29.

Kenney, R. (1986), The Chinese restaurant syndrome: an anecdote revisited. Food Chem Toxicol., 351-4.

Lamperti, A. A. & Pickard, G. E. (1984), Immunohistochemical localization of luteinizing hormone-releasing (LHRH) in the hypothalamus adult female hamster treated neonatally with monosodium glutamate or hypertonic saline. Anat Rec, 209, 131-41.

Loliger, J. (2000), Function and importance of glutamate for savory of foods. The Journal of Nutrition, 130, 915S-920S.

Luck, M. R., Jeyaseelan, I. & Scholes, R. A. (1995) Ascorbic acid and fertility. Biol Reprod, 52, 262-6.


(57)

Miskowiak, B., Limanowski, A. & Partyka, M. (1993), Effect of perinatal administration of monosodium glutamate (MSG) on the reproductive system of the male rat. Endocrynol Pol, 44, 497-505.

Naidu, K. (2003), Vitamin C in human health and disease is still a mystery ?. Nutrition Journal, 1-10.

Nayanatara, A., Vinodini, N., Damodar, G., Ahamed, B., Ramaswamy, C., Shabarinath & Bath, R. (2008), Role of ascorbic acid in monosodium glutamate mediated effect on testicular weight, sperm morphology and sperm count, in rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine, 3, 1-5.

Olney, J (1969), Brain lesions, obesity, and other disturbances in mice treated with monosodium gutamat. Articles, 164, 719-721.

Padayatty, S., Katz, A., Wang, Y., Eck, P., Kwon, O., Lee, J., Chen, S., Corpe, C. & Dutta, A. (2003), Vitamin C as antioxidant evaluation of its role in disease prevention. Journal of the American College of Nutrition, 22 18-35.

Pizzi, W. J., Barnhart, J. E. & Fanslow, D. J. (1977), Monosodium glutamate administration to the newborn reduces reproductive ability in female and male mice. Science, 196, 452-4.

Prawirohardjono, W., Dwiprahasto, I., Astuti, I., Hadiwandowo, S., Kristin, E., Muhammad, M. & Kelly, M. (2000), The administration to Indonesians of monosodium L-glutamate in Indonesian foods, crossover, placebo-controlled study, Journal of Nutrition, 130, 1074S-1076S.

Rugh, R. (1976), The mouse its reproduction and development, Minneapolis, Burgess Publishing Company.

Schaumburg, J., Byck, R., Gersti, R. & Mashman, J. (199), Monosodium L-glutamate : its pharmacology and role in the Chinese restaurant syndrome. Science. 163, 826-828.

Soehadi, K. & Arsyad, K. (1983), Analisis Sperma, Surabaya, Airlangga University-Press.

Stegink, L., Filler, L. & Bake, G (1981), Effect of aspartame and sucrose loading in glutamate-susceptible subjects. American Journal of Clinical Nutrittion, 34, 1899-1905.


(58)

Vinodini, N., Nayanatara, A., Damodara, G., Ahamed, B., Ramaswamy, C., Shabarinath & Bhat. R. (2008), Effect of monosodium glutamat-induce oxidative damage on rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine, 3, 370-373.

Xiao-Hong, J., Yi-Rong, X., Bing, L., Ya-An, Y., Min-Cheng, W. & Kai-Yun, W. (2007), Morphological changes of aorta and total cholesterol, high density lipoprotein, oxidized low density lipoprotein, nitric monoxide and lipide peroxidation in serum after arcuate nucleus lesioneds. Journal of US-China Medical Science, 4, 24-27.

Yamaguchi, S & Ninomiya, K. (2000), Umami and food palatibility. Journal of Nutrition, 130, 920S-926.

Yousef, M. I., Abdallah, G. A. & Kamel, K. I. (2003), Effect of ascorbic acid and vitamin E supplementation on semen quality and biochemical parameters of male rabbits. Anim Reprod Sci, 76, 99-111.

Zaneveld, Polakoski (1977), Techniques of human andrology: 160. Dalam : Zaneveld LJD, Fulgham DL (1986). Short course : Male reproduction/Andrology and non-hormonal contraception. Chicago, IL: 19.


(59)

(60)

Lampiran 2. Surat Keterangan tentang Hewan Mencit (Mus musculus L.) dari LPPT-UGM


(61)

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Berat Badan Awal dan Berat Badan Akhir Mencit Jantan Dewasa

Descriptives

Kelompok Statistic

Std. Error

BB_awal P0 Mean 41.7200 1.18338

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

38.4344

Upper Bound 45.0056

5% Trimmed Mean 41.7056

Median 41.5000

Variance 7.002

Std. Deviation 2.64613

Minimum 38.20

Maximum 45.50

Range 7.30

Interquartile Range 4.45

Skewness .232 .913

Kurtosis 1.140 2.000

P1 Mean 37.4800 2.38336

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

30.8627

Upper Bound 44.0973

5% Trimmed Mean 37.5167

Median 36.3000

Variance 28.402


(62)

Minimum 30.60

Maximum 43.70

Range 13.10

Interquartile Range 10.05

Skewness -.048 .913

Kurtosis -1.546 2.000

P2 Mean 35.0300 1.66520

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

30.4067

Upper Bound 39.6533

5% Trimmed Mean 35.0778

Median 36.1500

Variance 13.864

Std. Deviation 3.72351

Minimum 30.30

Maximum 38.90

Range 8.60

Interquartile Range 7.20

Skewness -.428 .913

Kurtosis -2.345 2.000

P3 Mean 36.3000 .71764

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

34.3075

Upper Bound 38.2925


(63)

Median 36.5000

Variance 2.575

Std. Deviation 1.60468

Minimum 33.90

Maximum 38.20

Range 4.30

Interquartile Range 2.80

Skewness -.663 .913

Kurtosis .801 2.000

P4 Mean 37.5400 1.89673

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

32.2738

Upper Bound 42.8062

5% Trimmed Mean 37.6444

Median 36.9000

Variance 17.988

Std. Deviation 4.24123

Minimum 31.50

Maximum 41.70

Range 10.20

Interquartile Range 7.80

Skewness -.489 .913

Kurtosis


(64)

BB_akhir P0 Mean 41.5800 1.02000

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

38.7480

Upper Bound 44.4120

5% Trimmed Mean 41.5333

Median 41.2000

Variance 5.202

Std. Deviation 2.28079

Minimum 39.00

Maximum

45.00

Range 6.00

Interquartile Range 4.05

Skewness .745 .913

Kurtosis .512 2.000

P1 Mean 38.3800 .85405

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

36.0088

Upper Bound 40.7512

5% Trimmed Mean 38.3667

Median 39.2000

Variance 3.647

Std. Deviation 1.90971

Minimum 36.30


(65)

Range 4.40

Interquartile Range 3.55

Skewness -.123 .913

Kurtosis -2.259 2.000

P2 Mean 37.6600 .78333

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

35.4851

Upper Bound 39.8349

5% Trimmed Mean 37.6000

Median 37.5000

Variance 3.068

Std. Deviation 1.75157

Minimum 36.10

Maximum 40.30

Range 4.20

Interquartile Range 3.20

Skewness .858 .913

Kurtosis .046 2.000

P3 Mean 35.6000 1.53851

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

31.3284

Upper Bound 39.8716

5% Trimmed Mean 35.6611

Median 35.9000


(66)

Std. Deviation 3.44020

Minimum 31.00

Maximum 39.10

Range 8.10

Interquartile Range 6.65

Skewness -.390 .913

Kurtosis -1.733 2.000

P4 Mean 37.6400 .49860

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

36.2557

Upper Bound 39.0243

5% Trimmed Mean 37.6778

Median 38.1000

Variance 1.243

Std. Deviation 1.11490

Minimum 36.00

Maximum 38.60

Range 2.60

Interquartile Range 2.05

Skewness -.919 .913


(67)

Paired Samples Test

Paired Differences T df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Devia- tion Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviati on Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Pair 1 PoBB Awal - PoBB Akhir

-.04000 2.10071 .93947 -2.64838 2.56838 -.043 4 .968

Paired Samples Test

Paired Differences T df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Devia- tion Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviati on Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Pair 1 P1BB Awal - P1BB Akhir

.40000 3.85746 1.72511 -4.38967 5.18967 .232 4 .828


(1)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a)

Shapiro-Wilk

Kelompok

Statistic

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

Sperma

P0

.258 5 .200(*) .866 5 .249

P1

.241 5 .200(*) .825 5 .127

P2

.339 5 .061 .739 5 .023

P3

.226 5 .200(*) .911 5 .474

P4

.285 5 .200(*) .825 5 .128

* This is a lower bound of the true significance.

a Lilliefors Significance Correction

ANOVA

Sperma

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

45785600000000,0 4 11446400000000,0 2.582 .069 Within Groups

88653000000000,0 20 4432650000000,0

Total


(2)

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Morfologi Sperma Normal Mencit Jantan Dewasa

Descriptives

Kelompok

Statistic

Std. Error

Morf_sp

P0

Mean 81.7000 1.61710

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

77.2102

Upper Bound 86.1898

5% Trimmed Mean 81.7222

Median 80.0000

Variance 13.075

Std. Deviation 3.61594

Minimum 77.50

Maximum 85.50

Range 8.00

Interquartile Range 6.75

Skewness .228 .913

Kurtosis -2.553 2.000

P1

Mean 84.2000 1.04403

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

81.3013

Upper Bound 87.0987

5% Trimmed Mean 84.1944

Median 84.5000

Variance 5.450


(3)

Minimum 81.00

Maximum 87.50

Range 6.50

Interquartile Range 3.75

Skewness .094 .913

Kurtosis 1.414 2.000

P2

Mean 81.7000 1.72192

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

76.9192

Upper Bound 86.4808

5% Trimmed Mean 81.4722

Median 80.5000

Variance 14.825

Std. Deviation 3.85032

Minimum 79.00

Maximum 88.50

Range 9.50

Interquartile Range 5.00

Skewness 2.090 .913

Kurtosis 4.534 2.000

P3

Mean 85.0000 1.08397

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

81.9904

Upper Bound 88.0096

5% Trimmed Mean 85.0278

Median 85.5000


(4)

Std. Deviation 2.42384

Minimum 81.50

Maximum 88.00

Range 6.50

Interquartile Range 4.25

Skewness -.461 .913

Kurtosis .443 2.000

P4

Mean 80.8000 1.70734

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound

76.0597

Upper Bound 85.5403

5% Trimmed Mean 80.7500

Median 80.5000

Variance 14.575

Std. Deviation 3.81772

Minimum 76.50

Maximum 86.00

Range 9.50

Interquartile Range 7.25

Skewness .373 .913


(5)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a)

Shapiro-Wilk

Kelompok

Statistic

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

Morf_trans

P0 .285 5 .200(*) .840 5 .165

P1 .253 5 .200(*) .954 5 .763

P2 .425 5 .003 .691 5 .008

P3 .178 5 .200(*) .984 5 .955

P4 .169 5 .200(*) .968 5 .860

* This is a lower bound of the true significance.

a Lilliefors Significance Correction

Test Statistics(a,b)

Morf_sp

Chi-Square

5.856

df

4

Asymp. Sig.

.210

a Kruskal Wallis Test


(6)

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Mencit ditempatkan di dalam kandang pada rak penyimpanan

Gambar 2. Menghintung jumlah sperma dengan menggunakan kamar hitung Improved

Neubauer pada lokasi A