KESESUAIAN PERESEPAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT TERHADAP STANDAR PENGOBATAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPUR BANDAR LAMPUNG PERIODE JANUARI ̶ DESEMBER 2013

(1)

KESESUAIAN PERESEPAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT TERHADAP STANDAR PENGOBATAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT

DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPUR BANDAR LAMPUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2013

(SKRIPSI)

Oleh GIOK PEMULA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

KESESUAIAN PERESEPAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT TERHADAP STANDAR PENGOBATAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT

DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPUR BANDAR LAMPUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2013

Oleh GIOK PEMULA

Faringitis akut adalah infeksi faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Menurut data dinas kesehatan Kota Bandar Lampung, faringitis akut termasuk kedalam sepuluh besar penyakit terbanyak di Bandar Lampung dalam periode Januari−Mei 2014. Peresepan obat rasional merupakan peresepan obat yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kesesuaian peresepan penyakit faringitis akut dengan standar pengobatan dasar di Puskesmas tahun 2007.

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Simpur Bandar Lampung dan subjek penelitian ini adalah seluruh data peresepan penyakit faringitis akut dimana teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling (non probability sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 96 peresepan dan dilaksanakan pada bulan Oktober−November.

Hasil penelitian terdapat kesesuaian jenis obat antibiotik dan simptomatik 100%, kesesuaian dosis obat antibiotik 65,62% simptomatik 61,17% dan kesesuaian lama pemberian obat antibiotik 0% simptomatik 100%.

Kesimpulan penelitian terdapat kesesuaian jenis obat antibiotik dan simptomatik, ketidaksesuaian dosis obat antibiotik dan simptomatik, serta ketidaksesuaian lama pemberian obat antibiotik dan kesesuaian lama pemberian obat simptomatik. Kata kunci: faringitis akut, peresepan obat, standar pengobatan


(3)

ABSTRACT

THE SUITABILITY OF DRUG RECEIPT FOR TREATMENT OF ACUTE PHARYNGITIS DISEASE ON STANDARD OF TREATMENT IN SIMPUR PUSKESMAS BANDAR LAMPUNG PERIOD JANUARY−DECEMBER

2013

By GIOK PEMULA

Acute pharyngitis is the pharyngeal infections caused by viruses or bacteria. According to data from the health department of Bandar Lampung, acute pharyngitis included into the top ten diseases in Bandar Lampung in the period January-May 2014. Rational drug prescribing is a prescription drug that is clear and appropriate to the needs of the patient. Therefore the aim of this study is to look at the appropriateness of prescribing acute pharyngitis disease with a standard basic treatment at the health center in 2007.

This study was a retrospective study using secondary data from medical records. Research conducted at the health center Simpur Bandar Lampung and subject of this study was the entire data prescribing acute pharyngitis disease where the sampling technique used purposive sampling technique (non-probability sampling) with a total sample of 96 prescribing and conducted in October-November.

The results of the study were the suitability of antibiotics and symptomatic of 100%, the suitability of the drug dose antibiotics 65.62% and 61.17% symptomatic and suitability duration of antibiotics 0% and 100% symptomatic. The study showed the suitability of antibiotics and symptomatic, unsuitability dose antibiotics and symptomatic drugs, and unsuitability duration of antibiotics and suitability duration of symptomatic drugs.


(4)

KESESUAIAN PERESEPAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT TERHADAP STANDAR PENGOBATAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPUR BANDAR LAMPUNGPERIODE

JANUARI̶ DESEMBER 2013

Oleh GIOK PEMULA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 21 Febuari 1992, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari Bapak Andi Sofandi (Alm) dan Ibu Hj.Siti Rahayu S.Pd., M.Pd.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 19 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2010. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Daerah (PBUD) .


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Shalawat berserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.

kripsi berju ul “KESESUAIAN PERESEPAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT TERHADAP STANDAR PENGOBATAN PENYAKIT FARINGITIS AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPUR BANDAR LAMPUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2013” ini isusun merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;


(10)

2. Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Liana Sidharti, M.KM selaku Pembimbing Pertama atas semua saran, motivasi, bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini;

4. dr. Rika Lisiswanti, M.Med.Ed selaku Pembimbing Kedua atas semua bantuan, bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini; 5. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes selaku Pembahas yang telah memberikan

banyak masukan dan nasehat selama penyelesaian skripsi ini;

6. dr. Fitria Saftarina, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama 3,5 tahun perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini;

7. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mami ku tercinta (Hj. Siti Rahayu, S.Pd., M.Pd) atas kiriman doanya setiap waktu, kesabaran, keikhlasan, kasih sayang dan atas segala sesuatu yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis. Ayahanda tercinta (Andi Sofandi Almarhum) yang selalu mendoakanku dari surga dan pasti bangga melihat anak ketiga nya sudah menempuh gelar sarjana. Kakakku tercinta (Hj. Hani Atika Ma’wa, S.Kom) (Ayu Rachmatia, S.E., M.M) (Asep Alexander, S.H., M.H) dan adikku tercinta (Lia Anggraini Mandareta), yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, bagi penulis selama menjalani perkuliahan. Serta keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan doa hingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(11)

8. Seluruh staf dosen FK Universitas Lampung, terima kasih telah banyak memberikan pemahaman dan tambahan wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk mencapai cita-cita;

9. Seluruh staf pegawai dan karyawan FK Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini;

10.Yusi Farida, Vidianka Rembulan, Nur Safira Anandita, Fitrianisa Burmana, Rozy Kodarusman Warganegara, Roby Arismunandar dan dr.Arif Yudho Prabowo (beserta keluarga) atas kasih sayang, bantuan, keakraban, semangat, nasihat, doa dan kebersamaannya yang selama ini telah kalian berikan;

11.Fitrianisa Burmana dan Rifka Humaida, teman satu penelitianku yang suka duka bersama mengerjakan skripsi ini sampai selesai;

12.Teman-teman seperjuangan FK Unila angkatan tahun 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dan menyemangati selama proses perkuliahan. Terima kasih atas inspirasinya, kebersamaan yang terjalin, keakraban, dukungan, dan memberi motivasi belajar selama kurang lebih 3,5 tahun ini. Mainkan peran yang diberikan, nikmati proses, berdoa dan syukuri hasilnya;

13.Seluruh sejawat kakak-kakak dan adik-adik tingkat FK Unila yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kebersamaan dalam satu kedokteran; 14.Saudara-saudara baru KKN Banyuwangi Pringsewu atas keakraban dan


(12)

15.Sahabat-sahabat alumni SMAN 9 Bandar Lampung dan SMPN 19 Bandar Lampung, terima kasih atas cinta, persaudaraan, pengalaman dan dukungannya;

16.Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini berguna dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Bandar Lampung, 05 Desember 2014


(13)

i

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Kerangka Teori ... 6

1.6 Kerangka Konsep ... 9

1.7 Hipotesis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faringitis Akut ... 10

2.1.1 Definisi ... 10

2.1.2 Etiologi ... 10

2.1.3 Faktor Risiko ... 11

2.1.4 Epidemiologi ... 11

2.1.5 Klasifikasi Faringitis ... 12

2.1.5.1 Faringitis Akut ... 12

2.1.5.2 Faringitis Kronik ... 14

2.1.5.3 Faringitis Spesifik ... 15

2.1.6 Patofisiologi... 17

2.1.7 Tanda dan Gejala ... 19

2.1.8 Penegakan Diagnosis ... 20

2.1.8.1 Anamnesis ... 20

2.1.8.2 Pemeriksaan Fisik ... 21

2.1.8.3 Pemeriksaan Penunjang ... 23

2.1.9 Penatalaksanaan ... 24

2.1.9.1 Tujuan Penatalaksanaan ... 24

2.1.9.2 Terapi Pokok ... 24


(14)

ii

ii

2.2 Standar Pengobatan Faringitis Akut Menurut Pedoman

Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007 ... 27

2.2.1 Standar Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007 ... 27

2.3 Peresepan Obat ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian... 32

3.2Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

3.2.1 Waktu Penelitian ... 32

3.2.2 Tempat Penelitian ... 32

3.3Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1 Populasi Penelitian ... 33

3.3.2 Sampel Penelitian ... 33

3.4Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 34

3.5Variabel Penelitian ... 35

3.6Definisi Operasional ... 36

3.7Prosedur Penelitian ... 37

3.8Pengumpulan Data ... 37

3.9Pengolahan dan Analisis Data ... 37

3.10 Etika Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.1.1 Karakteristik Responden ... 39

4.1.1.1Berdasarkan Usia ... 39

4.1.1.2Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.1.2 Kerasionalan Jenis Obat Dalam Resep Faringitis Akut Terhadap Standar Pengobatan ... 40

4.1.3 Kerasionalan Dosis Obat Dalam Resep Faringitis Akut Terhadap Standar Pengobatan ... 41

4.1.4 Kerasionalan Lama Pemberian Obat Dalam Resep Faringitis Akut Terhadap Standar Pengobatan ... 42

4.2 Pembahasan ... 43

4.3 Keterbatasan Penelitian... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(15)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 36

2. Distribusi Berdasarkan Usia ... 39

3. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4. Distribusi Jenis Obat Antibiotik ... 40

5. Distribusi Jenis Obat Simptomatik ... 41

6. Distribusi Dosis Obat Antibiotik ... 41

7. Distribusi Dosis Obat Simptomatik ... 42

8. Distribusi Lama Pemberian Obat Antibiotik ... 42


(16)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 8

2.

Kerangka Konsep ... 9

3. Patofisiologi Faringitis Akut ... 18

4.

Prosedur Penelitian ... 37


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus

(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Faringitis lazim terjadi di seluruh dunia, umumnya di daerah beriklim musim dingin dan awal musim semi. Di Amerika Serikat, sekitar 84 juta pasien berkunjung ke dokter akibat infeksi saluran pernafasan akut pada tahun 1998 dan sekitar 25 juta pasien biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas (Somro, 2011). Di Indonesia pada tahun 2004 dilaporkan bahwa kasus faringitis akut masuk dalam sepuluh besar kasus penyakit yang dirawat jalan dengan presentase jumlah penderita 1,5 % atau sebanyak


(18)

2

214.781 orang (Departemen Kesehatan, 2004). Penyakit faringitis akut menurut data dinas kesehatan Kota Bandar Lampung adalah penyakit yang masuk ke dalam sepuluh besar penyakit terbanyak dari seluruh puskesmas di Bandar Lampung yang termasuk pasien lama dan pasien baru dalam periode Januari−Mei 2014 (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2014). Menurut data dari Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung faringitis akut juga memasuki urutan penyakit sepuluh besar terbanyak dan menduduki urutan kelima pasien rawat jalan di Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung

periode Januari−Desember 2013.

Faringitis akut merupakan salah satu klasifikasi dalam faringitis. Faringitis akut adalah suatu penyakit peradangan tenggorok (faring) yang bersifat mendadak dan cepat memberat. Faringitis akut dapat menyerang semua umur. Faringitis akut dapat disebabkan oleh viral, bakteri, fungal dan gonorea. Penyebab terbanyak radang ini adalah kuman golongan Streptococcus β hemoliticus, Streptococcus viridians dan Streptococcus piogenes. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus influenza dan adenovirus. Faringitis akut dapat menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infection) dari orang yang menderita faringitis (Rusmarjono dan hermani, 2007).

Faktor risiko penyebab faringitis biasanya karena udara dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebih, gejala predormal dari


(19)

3

penyakit scarlet fever dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam (Gore, 2013). Tanda dan gejala dari faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus β hemoliticus group A serupa dengan faringitis yang bukan disebabkan oleh Streptococcus β hemoliticus group A (Dipiro, 2008), oleh sebab itu penting untuk menentukan penyebab terjadinya faringitis untuk penentuan terapi yang akan digunakan. Penentuan penyebab faringitis yang paling akurat (gold standard) adalah dengan menggunakan kultur apusan tenggorokan. Kelemahan dari metode ini antara lain biaya yang mahal dan perlu waktu untuk mengetahui hasilnya sekitar 1 2 hari (Aalbers, 2011).

Dalam pengobatan faringitis sangat penting untuk memastikan penyebab dalam menentukan pengobatan yang tepat. Antibiotika diberikan pada pasien dengan faringitis yang disebabkan oleh bakteri (Dipiro, 2008). Penggunaan antibiotika yang kurang tepat dalam pengobatan faringitis juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi (Wierzbanowska, 2009). Masalah yang sering ditemui adalah banyak hasil penelitian yang menunjukan ketidaktepatan peresepan yang terjadi di banyak negara terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia (Horgerzeil et al., 1993). Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka (World Health Organization, 2009).


(20)

4

Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas tahun 2007 mengeluarkan standar pelayanan di fasilitas kesehatan yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai beberapa macam penyakit termasuk penyakit faringitis akut. Standar tersebut meliputi definisi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, penegakan diagnostik, komplikasi serta penatalaksanaan faringitis akut.

Dari latar belakang di atas, peneliti akan melakukan penelitian untuk melihat kesesuaian peresepan obat faringitis akut terhadap standar pengobatan faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013.

1.2Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diambil adalah apakah peresepan obat untuk penyakit faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013 telah sesuai dengan standar pengobatan penyakit faringitis akut?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui kesesuaian peresepan obat faringitis akut terhadap standar pengobatan faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013.


(21)

5

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kesesuaian jenis obat dalam resep faringitis akut terhadap standar pengobatan faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013.

2. Mengetahui kesesuaian dosis obat dalam resep faringitis akut terhadap standar pengobatan faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013.

3. Mengetahui kesesuaian lama pemberian obat dalam resep faringitis akut terhadap standar pengobatan faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

2. Bagi puskesmas sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan program pemerintah serta lebih menambah pengetahuan tentang perbedaan dari setiap etiologi dan gejala faringitis akut agar pengobatan dapat lebih baik. 3. Bagi peneliti lain sebagai acuan atau bahan pustaka untuk melaksanakan

penelitian selanjutnya, khususnya tentang bidang farmasi, yaitu kesesuaian peresepan dengan standar pengobatannya.


(22)

6

1.5 Kerangka teori

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus

(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise (Vincent, 2004).

Terapi pada penderita faringitis viral dapat diberikan aspirin atau asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada tenggorokan. Penderita dianjurkan untuk beristirahat di rumah dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Faringitis yang disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini Streptococcus β hemoliticus group A. Dapat juga diberikan penicillin G banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari dan pada dewasa 3x500 mg

selama 6−10 hari, jika pasien alergi terhadap penicillin maka diberikan eritromisin 4x500 mg/hari. Kumur dengan air hangat atau antiseptik beberapa kali sehari. Faringitis yang disebabkan oleh candida dapat diberikan nystasin 100.000−400.000 2 kali/hari dan faringitis yang disebabkan Gonorea dapat diberikan sefalosporin generasi ke-tiga, ceftriakson 250 mg secara injeksi intramuskular (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


(23)

7

Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri Streptococcus β hemoliticus group A dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung dan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulonefritis terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi (Rusmarjono dan hermani, 2007).

Pengobatan merupakan proses yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional. Kriteria pengobatan rasional, antara lain: sesuai dengan indikasi penyakit, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin, tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, meminimalkan efek samping dan alergi obat (Yusmaninita, 2009).

Peresepan yang tidak rasional akan menimbulkan kegagalan terapi pada pasien (World Health Organization, 2010). Peresepan yang rasional seharusnya terdapat identitas pembuat resep, jenis dan bentuk sediaan obat, tanggal pembuatan resep, dosis dan jumlah obat, label, identitas pasien,


(24)

8

serta tanda tangan pembuat resep (de Vries et al., 2000). Dari resep yang tertulis diatas akan di bandingkan resep tersebut dengan standar pengobatan yang di keluarkan oleh Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas 2007.

Gambar 1. Kerangka Teori

ETIOLOGI

 Virus

 Bakteri

 Alergi

 Trauma

 iritan dan lain-lain.

FAKTOR RESIKO

 Udara dingin

 turunnya daya tahan tubuh  konsumsi makanan kurang gizi  alkohol

FARINGITIS AKUT

Penatalaksanaan Faringitis akut :

 Viral : metisoprinol (isoprenosine)

 Bakteri (Streptococcus β hemoliticus) : Penicilin G

Benzatin,amoksisilin,eritromisin, kortikosteroid (deksametason).

 Fungal : nystatin

 Gonorea : sefalosporin generasi ke-tiga

Peresepan obat rasional

 Benar dan Jelas

 Sesuai dengan kebutuhan pasien

 Mempertimbangkan jenis obat, lama pemberian dan dosis yang sesuai.

Peresepan obat tidak rasional

 Menyimpang

 Pembiayaan yang terlalu banyak

 Resistensi obat serta kekambuhan berulang.


(25)

9

1.6 Kerangka konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

1.7 Hipotesis

Terdapat kesesuaian peresepan penyakit faringitis akut terhadap standar pengobatan penyakit faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Bandar

Lampung periode Januari−Desember 2013.

Resep Obat Faringitis Akut

Rasional Tidak

Rasional

- Jenis Obat - Dosis Obat - Lama

Pemberian

- Jenis Obat - Dosis Obat - Lama


(26)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faringitis Akut

2.1.1 Definisi

Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza (rinofaringitis) (Departemen Kesehatan, 2007). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise (Vincent, 2004).

2.1.2 Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan

oleh virus (40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.


(27)

11

- Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –Barr virus, Herpes virus.

- Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae.

- Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang memperberat (Departemen Kesehatan, 2007).

2.1.3 Faktor Risiko

Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam (Gore, 2013).

2.1.4 Epidemiologi

Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa

umumnya mengalami 3−5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30% kasus faringitis


(28)

12

pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu akibat dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun (Acerra, 2010).

2.1.5 Klasifikasi Faringitis 2.1.5.1 Faringitis Akut

a. Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-lain. Gejala dan tanda biasanya terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri


(29)

13

menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

b. Faringitis bakterial

Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus ß hemolyticus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :

 Demam

Anterior Cervical lymphadenopathy  Eksudat tonsil

 Tidak adanya batuk

Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor

0−1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A, bila skor


(30)

14

1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group Adan bila skor empat pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group A (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

c. Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrosa.

d. Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

2.1.5.2 Faringitis Kronik

a. Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh


(31)

15

mula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

b. Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

2.1.5.3 Faringitis Spesifik a. Faringitis tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan


(32)

16

palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak, saat ini penyebaraan secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien dalam keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.

b. Faringitis luetika

Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di daerah faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung stadium penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung akan timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri dan didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan, namun dapat terjadi eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring. Kelainan stadium tersier terdapat pada tonsil dan palatum, jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada stadium tersier biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah akan menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum


(33)

17

mole, apabila sembuh akan membentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologik, terapi penisilin dengan dosis tinggi merupakan pilihan utama untuk menyembuhkan nya (Rusmarjonno dan hermani, 2007).

2.1.6 Patofisiologi

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan


(34)

18

Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal (Bailey, 2006; Adam, 2009).

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus group Amemiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi (Bailey, 2006; Adam, 2009).

Gambar 3. Patofisiologi Faringitis Akut

Sumber: (Bailey, 2006; Adam, 2009).

Nyeri Gangguan nutrisi FARINGITIS Resiko defisit volume cairan Pembersihan jalan nafas tidak efektif Resiko penularan

Inflamasi

Demam

Penguapan

Edema

mukosa Mukosa kemerahan Kesulitan menelan Batuk Sputum mukosa Droplet


(35)

19

2.1.7 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:

a. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan mual.

b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.

c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

d. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.

e. Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.

f. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.

g. Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan seksual (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).


(36)

20

2.1.8 Penegakan Diagnosis Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

2.1.8.1 Anamnesis:

Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia, demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan jenis mikroorganisme, yaitu:

a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan mual.

b. Faringitis bakterial, biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai batuk.

c. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

d. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.


(37)

21

e. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.

f. Faringitis tuberkulosis, biasanya nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.

g. Apabila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan seksual pasien.

2.1.8.2 Pemeriksaan Fisik

a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.

b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.


(38)

22

d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).

e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkijuan pada mukosa faring dan laring. g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit.

- Stadium primer

Pada lidah palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.

- Stadium sekunder

Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema yang menjalar ke arah laring. - Stadium tersier

Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).


(39)

23

2.1.8.3 Pemeriksaan Penunjang

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus tenggorokan). Pemeriksaan kultur

memiliki sensitivitas 90−95% dari diagnosis, sehingga lebih

diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang diandalkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).

Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS). Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS) rapid antigen detection test merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang atau jika seorang dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat namun apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up. Rapid antigen detection test tidak sensitif terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi et al., 2006).


(40)

24

Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus tenggorok dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas

mencapai 90−99%. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari sepuluh hari (Vincent, 2004).

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari penyakit faringitis harus sesuai dengan penyebabnya.

2.1.9.1 Tujuan Penatalaksanaan

Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran infeksi serta membatasi komplikasi.

2.1.9.2Terapi Pokok

Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:

1. Istirahat cukup

2. Minum air putih yang cukup 3. Berkumur dengan air yang hangat 4. Pemberian farmakoterapi:


(41)

25

Obat kumur antiseptik - Menjaga kebersihan mulut

- Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000−400.000 2 kali/hari.

- Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.

b. Oral sistemik

- Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus dengan dosis 60−100 mg/kgBB dibagi dalam

4−6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak

kurang dari lima tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi

dalam 4−6 kali pemberian/hari.

- Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya Streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu penicillin G benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama

sepuluh hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6−10 hari

atau eritromisin 4x500 mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama tiga hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi tiga kali pemberian selama tiga hari.


(42)

26

- Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-tiga, Ceftriakson 2 gr IV/IM single dose.

- Pada faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus paranasal harus diobati.

- Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.

- Untuk kasus faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik sekali sehari selama 3−5 hari.

Konseling dan Edukasi :

1. Memberitahu keluarga untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur. 2. Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok.

3. Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.

4. Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga kebersihan mulut.

5. Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).


(43)

27

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi umum pada faringitis adalah sinusitis, otitis media, epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus jika tidak segera diobati dapat menyebabkan peritonsillar abses, demam reumatik akut, toxic shock syndrome, peritonsillar sellulitis, abses retrofaringeal dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada satu dari 400 infeksi GABHS yang tidak diobati dengan baik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

2.2 Standar Pengobatan Faringitis Akut Menurut Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007.

2.2.1 Standar Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007 Penatalaksanaan:

- Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza. - Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.

- Untuk demam dan nyeri:  Dewasa

Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 – 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan,


(44)

28

atau Ibuprofen, 200 mg 1 – 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan.

 Anak

Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam - di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet) - 1 - 3 tahun : 60 - 120 mg/kali (1/4 tablet) - 3 - 6 tahun : 120 - 170 mg/kali (1/3 tablet) - 6 - 12 tahun : 170 - 300 mg/kali (1/2 tablet)

Obati dengan antibiotik jika diduga ada infeksi :  Dewasa

-Kotrimoksazol 2 tablet dewasa 2 x sehari selama 5 hari -Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari

-Eritromisin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari  Anak

-Kotrimoksazol 2 tablet anak 2 x sehari selama 5 hari -Amoksisilin 30 - 50mg/kgBB perhari selama 5 hari -Eritromisin 20 – 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari

2.3 Peresepan Obat

Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10−12 cm


(45)

29

dan panjang 15−20 cm (Jas, 2009). Pelayanan resep merupakan kegiatan meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai penyerahan obat kepada pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Resep harus mudah dibaca dengan jelas, idealnya resep obat yang diberikan kepada pasien tidak memiliki kesalahan dan seluruhnya berisi komponen yang diperlukan pasien (Ambarwati, 2009).

Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep. Berikut ini prinsip penulisan resep yang berlaku di Indonesia (Jas, 2009):

1. Obat ditulis dengan nama paten/dagang, generik, resmi atau kimia. 2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun

dilabel kemasan.

3. Resep ditulis dengan jelas pada kop resep resmi.

4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep. 5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.

6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

1. Peresepan Obat Rasional

Peresepan obat rasional adalah peresepan obat yang benar, jelas dan sesuai dengan kebutuhan pasien serta mempertimbangkan jenis obat yang diberikan, dosis, lama pemberian dan harga yang terjangkau (World Health Organization, 2010). Apabila


(46)

30

menyimpang dari ketentuan di atas dapat dikatakan tidak rasional. Prosesnya adalah mulai dari diagnosis, penentuan dan pemilihan jenis obat, penyediaan pelayanan obat, petunjuk pemakaian obat, bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label/etiket dan kepatuhan penggunaan obat oleh penderita (Pane et al., 2010).

2. Peresepan Obat Tidak Rasional

Pola peresepan yang menyimpang memiliki peranan besar pada pengobatan tidak rasional. Hal ini dapat menyebabkan dampak seperti terjadinya efek yang tidak diinginkan, pengeluaran pembiayaan yang terlalu banyak, resistensi obat serta kekambuhan berulang akibat penggunaan obat diluar batas (World Health Organization, 2010). Peresepan yang tidak rasional dapat dikelompokkan dalam lima bentuk:

 Peresepan berlebihan (over prescribing)

Peresepan yang jumlah, dosis dan lama pemberian obat melebihi ketentuan, serta peresepan obat-obat yang secara medik tidak atau kurang diperlukan.

 Peresepan boros (extravagant prescribing)

Peresepan dengan obat yang mahal, sedangkan ada alternatif obat yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Termasuk disini adalah peresepan yang berorientasi ke pengobatan simptomatik sehingga mengurangi alokasi obat yang lebih vital.


(47)

31

 Peresepan yang salah (incorrect prescribing)

Pemakaian obat untuk indikasi yang salah, obat yang tidak tepat, cara pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih macam obat yang tak bisa dicampurkan secara farmasetik dan terapetik serta pemakaian obat tanpa memperhitungkan kondisi penderita secara menyeluruh.

 Peresepan majemuk (multiple prescribing)

Pemberian dua atau lebih kombinasi obat yang sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja. Termasuk disini adalah pengobatan terhadap semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke penyakit utamanya.

 Peresepan kurang (under prescribing)

Terjadi bila obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis obat tidak cukup dan lama pemberian obat terlalu pendek waktunya (Kimin, 2008).


(48)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik yang diambil dari Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis jenis obat, kesesuaian dosis dan lama pemberian.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Oktober−November 2014. 3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian rawat jalan poli klinik Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung.


(49)

33

3.3Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh data peresepan obat penyakit faringitis akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik yang memuat penggunaan terapi faringitis akut di Puskesmas Rawat

Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling (non probability sampling) yakni teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki dan berdasarkan suatu pertimbangan peneliti yaitu dimana sampel yang diambil dianggap baik dan sesuai untuk dijadikan sampel penelitian (Notoadmojo, 2010).

Perhitungan jumlah sampel minimal dilakukan sebagai berikut :


(50)

34

Keterangan :

n = Besaran Sampel

= Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%=1, 96) P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila

tidak diketahui proporsinya ditetapkan 50% (0, 50) d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang

diinginkan 10%(0, 10)

, 04

Hasil perhitungan didapatkan besar sampel sebesar 96. Jadi besar sampel minimal pada penelitian ini adalah 96 rekam medis penyakit faringitis akut.

3.4Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi:

1. Semua lembar rekam medik penyakit faringitis akut yang masuk pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013.

2. Semua lembar rekam medik dengan keadaan baik dan tidak cacat (robek atau basah).


(51)

35

Kriteria Eksklusi :

1. Lembar rekam medik yang sulit dibaca.

2. Lembar rekam medik yang tidak memuat penatalaksanaan penyakit faringitis akut secara lengkap seperti lama pemberian yang tidak ada, dosis yang tidak ada ataupun indikasi yang kurang jelas.

3.5Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu peresepan obat faringitis akut. Variabel penelitian ini memiliki sub variabel yaitu jenis obat, dosis obat dan lama pemberian obat.


(52)

36

3.6Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional masing-masing variabel

Variabel Definisi Alat Ukur Cara

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

Raionalitas Apabila

pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dengan dosis yang sesuai dan dalam periode waktu yang sesuai oleh dirinya dan masyarakat. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007

Observasi 1.Rasional (R):

Bila tepat diagnosis, tepat pemilihan jenis obat, tepat dosis, tepat lama pemberian. 2.Tidak Rasional (TR):

Peresepan berlebihan, Peresepan boros, Peresepan yang salah, Peresepan majemuk, Peresepan kurang.

Nominal

Jenis Obat Jenis obat

yang digunakan untuk pengobatan penyakit faringitis akut Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007

Observasi 1.Obat simptomatik

berupa paracetamol 2.Obat antibiotik berupa kotrimoksazol, amoksisilin dan eritromisin Nominal Lama Penggunaan Rentan waktu pasien dalam penggunaan obat-obatan penyakit faringitis akut berdasarkan pedoman yang diacu Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007

Obesrvasi 1. Rasional (R):

Bila lama penggunaan obat sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu

2.Tidak Rasional (TR): Bila lama penggunaan tidak sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu Nominal

Dosis Takaran yang

diberikan pada pasien yang mendapatkan terapi faringitis akut berdasarkan pedoman yang diacu Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007

Observasi 1.Rasional (R):

Bila dosis sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu

2.Tidak Rasional (TR): Bila dosis tidak sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu


(53)

37

3.7Prosedur Penelitian

Gambar 4. Prosedur Penelitian

3.8Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yaitu dengan menggunakan data sekunder. Data diperoleh dengan mengumpulkan semua resep obat faringitis akut dari rekam medik pasien, untuk penyakit faringitis akut dari bulan Januari−Desember 2013 dengan menggunakan lembar kerja.

3.9Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang telah diperoleh dari penelitian dikumpulkan, kemudian dilakukan pemaparan (observasi) terhadap setiap variabel yang diperoleh. Lalu disusun dan dikelompokkan serta diolah dengan menggunakan program

Perizinan Kampus dan Dinas Ksehatan

Survei Pendahuluan

Penelitian Proposal

Pengolahan Data Hasil Penelitian


(54)

38

microsoft exel dan kalkulator. Hasil penelitian akan disajikan dan dijabarkan dalam bentuk tabel hasil. Analisis univariat dilakukan dengan cara induksi yaitu dengan menarik kesimpulan umum berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diawal.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan rekam medik pasien yang harus di jaga kerahasiaannya. Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan surat keterangan lolos kaji etik dengan nomor 2120/UN26/8/DT/2014.


(55)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013 terhadap 96 peresepan penyakit Faringitis Akut, dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Kesesuaian pemberian jenis obat penyakit Faringitis Akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan standar pengobatan adalah 100% yaitu untuk obat antibiotik berupa Amoksisilin dan Kotrimoksazol sedangkan obat simptomatik berupa Paracetamol.

5.1.2 Kesesuaian pemberian dosis obat Faringitis Akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan standar pengobatan adalah sebesar 65,62% untuk obat antibiotik sedangkan untuk obat simptomatik sebesar 61,17%; 5.1.3 Kesesuaian lama pemberian obat penyakit Faringitis Akut di Puskesmas

Rawat Inap Simpur dengan standar pengobatan adalah sebesar 0% yaitu untuk obat antibiotik sedangkan sebesar 100% untuk obat simptomatik;


(56)

55

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah: 5.2.1 Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat mempergunakan ilmu yang telah

didapat dari penelitian yang telah dilakukan;

5.2.2 Bagi penulis resep di Puskesmas Rawat Inap Simpur dapat menuliskan resep obat yang sesuai dengan standar pengobatan puskesmas;

5.2.3 Bagi Puskesmas agar dapat meningkatkan kegiatan supervisi dan evaluasi mengenai peresepan obat khususnya penyakit Faringitis Akut dan penyakit lainnya di bagian rawat jalan poliklinik dokter umum secara berkesinambungan;

5.2.4 Bagi peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan variabel berbeda seperti kesesuaian biaya atau harga dengan standar yang ada.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Aamir, S. 2011. Pharyngitis and Sore Throat: A Review. African Journal of Biotechnology Vol. 10 (33), ppp. 6190-6197. Available From: http://www.academicjournals.org/AJB. [Accessed: 20 September 2014]. Acerra, J.R. 2010. Pharyngitis. Departement of Emergency Medicine. North

Shore. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764304-overview. [Accessed: 20 September 2014].

Ambarwati, S. 2009. Survei Kesalahan dalam Penulisan Resep dan Alur Pelayanannya di 4 Apotek Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Surakarta: Semarang.

Aalbers, J., O’Brien., Chan., G. A. Falk., C. Telkeur., B. D. Dimitrov., T. Fahey. 2011. Predicting Streptococcal Pharyngitis in Adults in Primary Care: A Systematic Review of The Diagnostic Accuracy of Symptoms and Signs and Validation of the Centor Score. BioMed Central (BMC) Medicine. (9)67. pp. 1-11.

Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. 2009. In: Boies fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat diseases E . B aun ers Co. pp. 332-369.

Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States of America. pp. 601-13.

Borong, M.F, 2012. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Rawat Inap Anak Rumah Sakit M.M Dunda Limboto. Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo.

Darmansjah, I. 2008. Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak. Majalah Kedokteran Indonesia. 58(10). pp. 368:369.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004. Available from: http://www.depkes.go.id. [Accessed: 20 September 2014].


(58)

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

De Vries, T.P.G.M.,R.H. Henning, H.V. Horgerzeil, D.A. Fresle. 2000. Guide to Good Prescribing: A Practical Manual. Geneva: WHO.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bidang P2PL.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2014. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bidang P2PL.

Dipiro, J.T., Talbert, G.C., Yee, G.R. Matzke, B.G., Wells, L.M. 2008. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach 7th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America.

Horgerzeil, H.V., Bimo, Ross-Degnan, Laing, R.O., Ofori-Adjei, D., Santoso, B. 1993. Field test for rational drug use in twelve developing countries. The lancet. pp. 1408-1410.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Jas, A. 2009. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep. Ed 2. Medan : Universitas Sumatera Utara Press. pp. 1-15.

Jill, G. 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of Physician Assistants: February 2013-Volume 26-Issue 2- p 57-58. Available From:http://journals.lww.com/jaapa/Fulltext/2013/02000 /Acute_Pharyngitis.12.aspx. [Accessed: 20 September 2014].

Kaltsum, U. 2013. Kesesuaian Peresepan Obat Penyakit Demam Tifoid Dengan Standar Pengobatan Demam Tifoid di Bagian Rawat Inap Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Universitas Lampung; Bandar Lampung. Kazzi, A., Antoine., Wills, J. 2006. Pharyngitis. Available From:

http://www.emedicine.co/med/topic735htm. [Accessed: 20 September 2014].


(59)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayanan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kimin, A. 2008. Peresepan Tidak Rasional. Available From: http://apotekputer.com. [Accessed: 20 September 2014].

Mycek, M.J., RA. Harvey, PC. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.

Muhlis, M. 2010. Kajian Peresepan Antibiotika Pada Pasien Dewasa di Salah

Satu Puskesmas Kota Yogyakarta Periode Januari−April 2010. Fakultas

Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Pane, Y.S. and Leo, A. 2010. Peresepan Obat yang Rasional. Dept. Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Perangin-angin, H.M.J. 2013. Kesesuaian Peresepan Obat Penyakit Infeksi Menular Seksual Terhadap Standar Pengobatan Infeksi Menular Seksual di Bagian Rawat Inap Puskesmas Panjang Bandar Lampung. Universitas Lampung; Bandar Lampung.

Rusmarjono dan Bambang, H. 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta. Edisi ke-6. pp. 212-215; 217-218.

Shargel, L., Yu, B.C., Andrew, 1988. Biofarmasetika dan Farmakoterapetika Terapan, diterjemahkan oleh Fasich, Syumsiah, S., Airlangga University Press, Surabaya.

Sihotang, L. 2009. Gambaran Penggunaan Antibiotik di Puskesmas Raja Basa

Indah periode Januari−Juni 2009. Bandar lampung:Universitas

Lampung.

Utami, E.R. 2012. Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. Saintis, 1(1). pp. 124-138.

Vincent, M.T.M.D., M.S., Nadhia, C.M.D., and Aneela, N.H.M.D. 2004. Pharyngitis. A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of Family Physician. State University of New York-Down state Medical Center, Brooklyn, New York. Available From: http://www.aafp.org/afp /2004/0315/p1465.html. [Accessed: 20 September 2014].


(60)

Wierzbanowska, S.T., J. Dziadek., A. Skorupska., I. Sitkiewicz., A. Kraczkiewicz-Dowjat. 2009. Polish Journal Of Microbiology. Poland: Polish Society Of Microbiologists.

World Health Organization. 2009. Medicine use in primary care in developing and transitional countries: fact book summarizing result from studies reported between 1990 and 2006. Geneva: world health organization. World Health Organization. 2010. Medicines: Rational Use of Medicines.

Available From: http://www.who.int/n/. [Accessed: 20 September 2014]. Yusmaninita. 2009. Rasionalitas Penggunaan Obat. RSUP H. Adam Malik,


(1)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian di Puskesmas Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung periode Januari−Desember 2013 terhadap 96 peresepan penyakit Faringitis Akut, dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Kesesuaian pemberian jenis obat penyakit Faringitis Akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan standar pengobatan adalah 100% yaitu untuk obat antibiotik berupa Amoksisilin dan Kotrimoksazol sedangkan obat simptomatik berupa Paracetamol.

5.1.2 Kesesuaian pemberian dosis obat Faringitis Akut di Puskesmas Rawat Inap Simpur dengan standar pengobatan adalah sebesar 65,62% untuk obat antibiotik sedangkan untuk obat simptomatik sebesar 61,17%; 5.1.3 Kesesuaian lama pemberian obat penyakit Faringitis Akut di Puskesmas

Rawat Inap Simpur dengan standar pengobatan adalah sebesar 0% yaitu untuk obat antibiotik sedangkan sebesar 100% untuk obat simptomatik;


(2)

55

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah: 5.2.1 Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat mempergunakan ilmu yang telah

didapat dari penelitian yang telah dilakukan;

5.2.2 Bagi penulis resep di Puskesmas Rawat Inap Simpur dapat menuliskan resep obat yang sesuai dengan standar pengobatan puskesmas;

5.2.3 Bagi Puskesmas agar dapat meningkatkan kegiatan supervisi dan evaluasi mengenai peresepan obat khususnya penyakit Faringitis Akut dan penyakit lainnya di bagian rawat jalan poliklinik dokter umum secara berkesinambungan;

5.2.4 Bagi peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan variabel berbeda seperti kesesuaian biaya atau harga dengan standar yang ada.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aamir, S. 2011. Pharyngitis and Sore Throat: A Review. African Journal of Biotechnology Vol. 10 (33), ppp. 6190-6197. Available From: http://www.academicjournals.org/AJB. [Accessed: 20 September 2014]. Acerra, J.R. 2010. Pharyngitis. Departement of Emergency Medicine. North

Shore. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764304-overview. [Accessed: 20 September 2014].

Ambarwati, S. 2009. Survei Kesalahan dalam Penulisan Resep dan Alur Pelayanannya di 4 Apotek Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Surakarta: Semarang.

Aalbers, J., O’Brien., Chan., G. A. Falk., C. Telkeur., B. D. Dimitrov., T. Fahey. 2011. Predicting Streptococcal Pharyngitis in Adults in Primary Care: A Systematic Review of The Diagnostic Accuracy of Symptoms and Signs and Validation of the Centor Score. BioMed Central (BMC) Medicine. (9)67. pp. 1-11.

Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. 2009. In: Boies fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat diseases E . B aun ers Co. pp. 332-369.

Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States of America. pp. 601-13.

Borong, M.F, 2012. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Rawat Inap Anak Rumah Sakit M.M Dunda Limboto. Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo.

Darmansjah, I. 2008. Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak. Majalah Kedokteran Indonesia. 58(10). pp. 368:369.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004. Available from: http://www.depkes.go.id. [Accessed: 20 September 2014].


(4)

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

De Vries, T.P.G.M.,R.H. Henning, H.V. Horgerzeil, D.A. Fresle. 2000. Guide to Good Prescribing: A Practical Manual. Geneva: WHO.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bidang P2PL.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2014. Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung. Bidang P2PL.

Dipiro, J.T., Talbert, G.C., Yee, G.R. Matzke, B.G., Wells, L.M. 2008. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach 7th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America.

Horgerzeil, H.V., Bimo, Ross-Degnan, Laing, R.O., Ofori-Adjei, D., Santoso, B. 1993. Field test for rational drug use in twelve developing countries. The lancet. pp. 1408-1410.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Jas, A. 2009. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep. Ed 2. Medan : Universitas Sumatera Utara Press. pp. 1-15.

Jill, G. 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of Physician Assistants: February 2013-Volume 26-Issue 2- p 57-58. Available From:http://journals.lww.com/jaapa/Fulltext/2013/02000 /Acute_Pharyngitis.12.aspx. [Accessed: 20 September 2014].

Kaltsum, U. 2013. Kesesuaian Peresepan Obat Penyakit Demam Tifoid Dengan Standar Pengobatan Demam Tifoid di Bagian Rawat Inap Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Universitas Lampung; Bandar Lampung. Kazzi, A., Antoine., Wills, J. 2006. Pharyngitis. Available From:

http://www.emedicine.co/med/topic735htm. [Accessed: 20 September 2014].


(5)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayanan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kimin, A. 2008. Peresepan Tidak Rasional. Available From: http://apotekputer.com. [Accessed: 20 September 2014].

Mycek, M.J., RA. Harvey, PC. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.

Muhlis, M. 2010. Kajian Peresepan Antibiotika Pada Pasien Dewasa di Salah Satu Puskesmas Kota Yogyakarta Periode Januari−April 2010. Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Pane, Y.S. and Leo, A. 2010. Peresepan Obat yang Rasional. Dept. Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Perangin-angin, H.M.J. 2013. Kesesuaian Peresepan Obat Penyakit Infeksi Menular Seksual Terhadap Standar Pengobatan Infeksi Menular Seksual di Bagian Rawat Inap Puskesmas Panjang Bandar Lampung. Universitas Lampung; Bandar Lampung.

Rusmarjono dan Bambang, H. 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta. Edisi ke-6. pp. 212-215; 217-218.

Shargel, L., Yu, B.C., Andrew, 1988. Biofarmasetika dan Farmakoterapetika Terapan, diterjemahkan oleh Fasich, Syumsiah, S., Airlangga University Press, Surabaya.

Sihotang, L. 2009. Gambaran Penggunaan Antibiotik di Puskesmas Raja Basa Indah periode Januari−Juni 2009. Bandar lampung:Universitas Lampung.

Utami, E.R. 2012. Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. Saintis, 1(1). pp. 124-138.

Vincent, M.T.M.D., M.S., Nadhia, C.M.D., and Aneela, N.H.M.D. 2004. Pharyngitis. A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of Family Physician. State University of New York-Down state Medical Center, Brooklyn, New York. Available From: http://www.aafp.org/afp /2004/0315/p1465.html. [Accessed: 20 September 2014].


(6)

Wierzbanowska, S.T., J. Dziadek., A. Skorupska., I. Sitkiewicz., A. Kraczkiewicz-Dowjat. 2009. Polish Journal Of Microbiology. Poland: Polish Society Of Microbiologists.

World Health Organization. 2009. Medicine use in primary care in developing and transitional countries: fact book summarizing result from studies reported between 1990 and 2006. Geneva: world health organization. World Health Organization. 2010. Medicines: Rational Use of Medicines.

Available From: http://www.who.int/n/. [Accessed: 20 September 2014]. Yusmaninita. 2009. Rasionalitas Penggunaan Obat. RSUP H. Adam Malik,