sakit dari 441 rumah sakit umum daerah milik pemerintah kabupatenkota yang memiliki layanan psikiatri. Kondisi sama terjadi pada puskesmas, hanya 1.235 puskesmas yang
memberikan layanan kesehatan jiwa dari sekitar 9.000 puskesmas. Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, akan semakin memarginalkan layanan kesehatan jiwa dan akhirnya
akan membawa banyak masalah psikososial di komunitas seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya insiden bunuh diri, adiksi zat psikoaktif, kekerasan, banyaknya
penderita psikotik kronik yang menggelandang serta penderita psikotik yang di pasung oleh keluarganya.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan
jiwa didasarkan hukum positif di Indonesia? 2.
Bagaimanakah tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam meningkatkan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa
dihubungkankan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa Jo. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah?
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan tentang tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam meningkatkan penyelenggaraan fasilitas pelayanan
kesehatan jiwa. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka
8
, yang menitikberatkan pada penggunaan bahan atau materi penelitian data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, dengan
melakukan kajian terhadap beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan yang terkait lainnya. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen
dan penelitian lapangan dianalisis secara normatif kualitatif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Didalam konsideran Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 dijelaskan bahwa kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, yang merupakan hak bagi
setiap warga Negara dan pemenuhannya dilindungi oleh undang-undang. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya
manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat right for health dengan memberikan pelayanan kesehatan secara
adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas. Jaminan hak masyarakat untuk sehat ini tentu saja termasuk sehat jiwa. Dengan demikian orang yang menderita gangguan jiwa juga
mempunyai hak yang sama atas pelayanan kesehatan. A.
Pemenuhan Hak atas Pelayanan Kesehatan bagi Penderita Gangguan Jiwa didasarkan Hukum Positif di Indonesia.
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat disebutkan bahwa salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan umum, salah satu unsurnya adalah
terpenuhinya hak atas pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia termasuk untuk penderita gangguan jiwa. Untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi
penderita gangguan jiwa pemerintah termasuk pemerintah harus menyediakan fasilitas
8
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13
pelayanan kesehatan jiwa yang memadai baik fasilitas pelayanan kesehatan dasar Puskesmas, Pelayanan kesehatan spesialis RSU, dan pelayanan kesehatan sub
spesialis RSJ. Pemerintah harus dapat menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut dengan kuantitas dan kualitas yang memadai.
Ketersediaan fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut salah satunya untuk mengurangi perlakuan terhadap penderita gangguan jiwa berat yang dikurung bahkan dipasung.
Orang Dengan Gangguan Jiwa mempunyai hak yang sama dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, negara juga harus memenuhi hak mereka tanpa terkecuali dan tanpa
diskriminasi, apalagi melakukan penyiksaan terhadap mereka. Perlakuan diskriminasi dan penyiksaan termasuk kepada penderita gangguan jiwa merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Jaminan Pemerintah terhadap penderita gangguan jiwa termasuk dalam rangka untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum
demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyelenggaraan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Undang
Undang Tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa penyelengaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak
layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sscial dan penyimpangan perilaku,
korban bencana, danatau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Dalam ketentuan Undang-Undang ini juga disebutkan bahwa: Kesejahteraan sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Merujuk pada rumusan kesehatan jiwa kesehatan mental dan kriteria-
kriterianya maka orang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik, artinya kesejahteraan sosialnya tidak terpenuhi.
Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya melalui
system pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga
negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik menyebutkan
bahwa Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Ruang lingkup yang dimaksud meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan
dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan,
jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait. Pada kenyataannya, penyelenggaraan pelayanan publik masih
dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk
pemberian pelayanan kepada penderita gangguan jiwa. Penyelenggaraan pelayanan publik yang belum optimal tersebut disebabkan oleh ketidaksiapan berbagai pihak
yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang ada di masyarakat. Stigma yang melekat pada masyarakat
menyebabkan penderita gangguan jiwa untuk mendapatkan pelayanan publik menjadi terkendala. Masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik menempatkan penderita
gangguan jiwa dalam posisi yang tidak seimbang dengan warga negara lainnya. Hal
ini menyebabkan mereka masih sulit mengakses pelayanan publik yang ada, bahkan mereka dikucilkan dan tidak diberikan pelayanan dengan optimal.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur kesehatan jiwa dalam bab tersendiri bab IX dimulai dari Pasal 144 sampai dengan Pasal 151.
Ketentuan Pasal 144 ayat 1 menjelaskan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin agar setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas
dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Upaya kesehatan jiwa terdiri atas preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien
gangguan jiwa dan masalah psikososial yang menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, termasuk jaminan upaya kesehatan
jiwa di tempat kerja Pasal 144 ayat 2 dan ayat 3, serta Pasal 145. Bagi penderita gangguan jiwa berat yang memerlukan perawatan maka
digunakan fasilitas pelayanan kesehatan khusus yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,
rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit Umum Sebagaimana
dimaksud pada ayat1 memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit Pasal 19 Ayat 2. Berdasarkan Pasal 19 Ayat 2 ini maka Rumah Sakit
Umum juga harus dapat memberikan pelayanan bagi penderita gangguan jiwa baik dengan menyediakan poli rawat jalannya maupun ruang rawat inapnya. Rumah Sakit
Khusus yang dimaksud salah satunya adalah rumah sakit jiwa. Saat ini jaminan pemenuhan, perawatan dan perlindungan terhadap pelayanan
kesehatan bagi penderita gangguan jiwa telah mendapat kepastian hukum yang lebih tegas dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Jaminan ini menyangkut kegiatan-kegiatan upaya kesehatan jiwa, sistem pelayanan kesehatan jiwa, sumber daya dan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, perbekalan dan
pendanaannya, tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, serta ketentuan pidana terhadap perlakuan penderita gangguan jiwa. Dengan adanya undang-
undang ini diharapkan masyarakat khususnya penderita gangguan jiwa akan mendapat akses yang besar terhadap pelayanan kesehatan jiwanya yang masih sulit terlebih di
daerah.
B. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi dalam Meningkatkan