I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam dokumen internasional disebutkan bahwa hak atas pemeliharaan dan pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia yaitu dalam Pasal 25 United
Nations Universal Declaration of Human Right.
2
Pengertian kesehatan berdasarkan organisasi kesehatan dunia WHO mendefinisikan kesehatan sebagai berikut:
“Kesehatan individu yang tidak hanya bergantung pada tidak adanya penyakit tetapi juga keseimbangan psikologis dan fungsi sosialnya” Health is a state of complete physical,
mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity, WHO.
3
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga memberikan pengertian kesehatan sebagai berikut:“Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
dan social, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Didasarkan dari pengertian-pengertian tersebut, maka kesehatan jiwa harus
dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh , sehingga indikator “sehat” tidak saja
didasarkan pada keadaan fisik yang sehat semata tetapi juga sehat secara mentaljiwa, spiritual dan sosial dengan porsi yang seimbang. Dengan demikian tersirat bahwa
kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan integral dari kesehatan secara umum dan merupakan salah satu unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup setiap manusia. Dalam hal pelayanan kesehatan, menurut Veronica Komalawati dalam arti luas meliputi upaya promotif peningkatan kesehatan, preventif
pencegahan penyakit, kuratif penyembuhan penyakit dan rehabilitatif pemulihan
2
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Surabaya: Airlangga University Press, 1984, hlm. 25
3
Chandra Budiman, Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas, Jakarta: EGC, 2006, hlm. 7
kesehatan sedangkan dalam arti sempit hanya meliputi upaya kuratif penyembuhan penyakit dan rehabilitatif pemulihan kesehatan.
4
Untuk melakukan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan jiwa diperlukan adanya sumber daya kesehatan, salah satunya adalah fasilitas pelayanan kesehatan.
Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab terhadap penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.
5
Pemerintah sampai saat ini masih menganggap kesehatan jiwa tidak lebih penting dibanding kesehatan fisik. Hal ini, antara lain
dibuktikan dengan jumlah anggaran untuk kesehatan jiwa yang dialokasikan oleh pemerintah setiap tahunnya, sangat kecil. Saat ini anggaran untuk layanan kesehatan
mental sangat terbatas yaitu hanya 1 dari seluruh total anggaran.
6
Hal tersebut mengakibatkan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwapun
sangat minim. Kurangnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro pada kesehatan jiwa berdampak pada kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan jiwa.
Soewargono dan Djohan menyatakan bahwa salah satu fungsi utama dari pemerintah yaitu membuat kebijakan publik.
7
Minimnya perhatian secara otomatis berdampak pada pendanaan yang minim, dan kurangnya tindakan nyata di tingkat akar rumput yang
memperhatikan kesehatan jiwa masyarakat. Saat ini hanya ada 32 rumah sakit jiwa milik pemerintah dan 16 rumah sakit jiwa
swasta. Belum semua provinsi memiliki rumah sakit jiwa. Dari 1.678 rumah sakit umum yang terdata, sekitar 2 persen yang memiliki layanan kesehatan jiwa. Hanya 15 rumah
4
Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989, hlm. 26
5
Pasal 77 Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
6
Irmansyah. 2009.
Undang Undang
Kesehatan Jiwa,
Kebutuhan yang Mendesak.
http:noriyu.wordpress.com20090120undang-undang-kesehatan-jiwa-kebutuhan-yang- mendesak, diunduh pada tanggal 17022014 pukul 20.15
7
Dikutip dari Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori,Konsep, dan Pengembangannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2010, hlm. 37
sakit dari 441 rumah sakit umum daerah milik pemerintah kabupatenkota yang memiliki layanan psikiatri. Kondisi sama terjadi pada puskesmas, hanya 1.235 puskesmas yang
memberikan layanan kesehatan jiwa dari sekitar 9.000 puskesmas. Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, akan semakin memarginalkan layanan kesehatan jiwa dan akhirnya
akan membawa banyak masalah psikososial di komunitas seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya insiden bunuh diri, adiksi zat psikoaktif, kekerasan, banyaknya
penderita psikotik kronik yang menggelandang serta penderita psikotik yang di pasung oleh keluarganya.
B. Identifikasi Masalah