ISSN
1693 – 9093
Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012 hal 195 - 211
Jurnal EKSOS
Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat
di Provinsi di Indonesia
Rini Sulistiawati
Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak. Jalan Ahmad Yani Pontianak Alamat Korespondensi, email: rini_s5300yahoo.co.id
Abstract - The achievement of social welfare as the ultimate goal of development requires the
creation of basic conditions, namely: 1 sustainable economic growth; 2 the creation of a strong economic sector; and 3 an inclusive and equitable economic development Bappenas,
2010. The social welfare are expected to be achieved if the economy continues to grow that in turn will create more job opportunities and absorb more labor at fair wages.This study aims to
examine and analyze the effect of wages on labor absorption and social welfare at province in Indonesia. The study period was five years i.e. from 2006 to 2010 by using secondary data
provided by Central Bureau of Statistics in the form of combination between times series data from 2006 to 2010 and cross section data 33 province in Indonesia also known as panel
data. Hypothesis testing in this study is conducted by using Path Analysis Model under SPSS 17.0.
Test of 2 two hypothesis with level of significance α = 0.05 obtained the following results: First, minimum wage has a negative and significance effect on labor absorption. The
effect of minimum wages on employment has a path coefficient of - 0.39 with a probability value of significance Sig of 0.000. The results of this study indicate that the increase in
minimum wages will reduce employment of low productivity labor that commonly absorb in primary sector, the sector that absorb most labor. Second, labor absorption has positive but
not significance effect on social welfar
e. The effect of labor absorption on social welfare has a
path coefficient of 0.08 with a probability value of significance Sig of 0.332. The results of this study indicate that the increase in labor absorption does not cause an increase in social
welfare of province in Indonesia due to: 1. Minimum wages received by the labor is lower than minimum basic necessities, 2 minimum wages received by the labor is lower than taxed
income level. Keyword
s: minimum wages, labor absorption and social welfare
I. LATAR BELAKANG
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyebutkan bahwa negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2010
– 2014 menyatakan bahwa pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.. Pada tataran global
, ”Deklarasi Millennium” yang ditandatangani di New York tahun 2000 juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, yaitu berisi komitmen untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan. Komitmen tersebut diterjemahkan menjadi beberapa tujuan dan target yang dikenal
sebagai Millennium Development Goals MDGs Bappenas, 2007.
Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu negara hanya diukur berdasarkan capaian
pertumbuhan Gross National Product GNP baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan menetes sendiri trickle down effect terhadap lapangan pekerjaan dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat demi terciptanya distribusi pendapatan. Fakta yang terjadi adalah beberapa
196 Rini Sulistiawati Eksos
negara berkembang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun gagal memperbaiki taraf hidup kesejahteraan masyarakatnya Todaro, 2000: 18.
Pembangunan ekonomi maupun pembangunan pada bidang-bidang lainnya selalu melibatkan sumber daya manusia sebagai salah satu pelaku pembangunan, oleh karena itu jumlah penduduk di
dalam suatu negara adalah unsur utama dalam pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjamin keberhasilan pembangunan bahkan dapat menjadi beban bagi keberlangsungan
pembangunan tersebut. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja akan menyebabkan sebagian dari penduduk yang berada pada usia kerja tidak
memperoleh pekerjaan.
Kaum klasik seperti Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus berpendapatan bahwa selalu ada perlombaan antara tingkat perkembangan output dengan tingkat perkembangan
penduduk yang akhirnya dimenangkan oleh perkembangan penduduk. Karena penduduk juga berfungsi sebagai tenaga kerja, maka akan terdapat kesulitan dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
Kalau penduduk itu dapat memperoleh pekerjaan, maka hal ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Tetapi jika tidak memperoleh pekerjaan berarti mereka akan menganggur,
dan justru akan menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah Irawan dan Suparmoko, 2002:88
Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas namun jauh lebih serius dengan penyebab yang berbeda-beda.
Pada dasawarsa yang lalu, masalah pokoknya tertumpu pada kegagalan penciptaan lapangan kerja yang baru pada tingkat yang sebanding dengan laju pertumbuhan output industri. Seiring dengan
berubahnya lingkungan makro ekonomi mayoritas negara-negara berkembang, angka pengangguran
yang meningkat pesat terutama disebabkan oleh ”terbatasnya permintaan” tenaga kerja, yang selanjutnya semakin diciutkan oleh faktor-faktor eksternal seperti memburuknya kondisi neraca
pembayaran, meningkatnya masalah utang luar negeri dan kebijakan lainnya, yang pada gilirannya telah mengakibatkan kemerosotan pertumbuhan industri, tingkat upah, dan akhirnya, penyedian
lapangan kerja Todaro,2000:307.
Perkembangan keadaan ketenagakerjaan di Indonesia selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 yang ditampilkan pada Tabel 1.1 menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik, walaupun di
beberapa daerah terjadi musibah bencana alam dan perubahan ekonomi global, yang berdampak terhadap aktivitas ekonomi dan lapangan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK yaitu
rasio antara Angkatan kerja dibandingkan dengan seluruh penduduk usia kerja umur15 tahun ke atas terus mengalami peningkatan yaitu dari 66,16 persen pada tahun 2006 menjadi 67,72 persen pada
tahun 2010. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka juga mengalami penurunan yang terus menerus yaitu dari 10,28 persen tahun 2006 menjadi 7,14 persen pada tahun 2010. Menurunnya
jumlah pengangguran mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi telah dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Pasar tenaga kerja, seperti pasar lainnya dalam perekonomian dikendalikan oleh kekuatan penawaran dan permintaan, namun pasar tenaga kerja berbeda dari sebagian besar pasar lainnya
karena permintaan tenaga kerja merupakan tenaga kerja turunan derived demand dimana permintaan akan tenaga kerja sangat tergantung dari permintaan akan output yang dihasilkannya
Borjas,2010:88; Mankiw,2006:487. Dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
tersebut. Dengan menelaah hubungan antara produksi barang-barang dan permintaan tenaga kerja, akan dapat diketahui faktor yang menentukan upah keseimbangan.
Volume 8, 2012 197
Tabel 1 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2010 No
Jenis Kegiatan Tahun Jiwa
2006 2007
2008 2009
2010 1
Penduduk Berumur 15 Tahun
160.811.498 164.118.323 166.641.050 169.328.208
172.070.339
2 Angkatan Kerja 106.388.935 109.941.359 111.947.265 113.833.280
116.527.546
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
66,16 66,99
67,18 67,23
67,72
Bekerja 95.456.935
99.930.217 102.552.750 104.870.663 108.207.767
Pengangguran Terbuka
10.932.000 10.011.142
9.394. 515 8. 962.617
8.319.779
Tingkat Pengangguran
Terbuka 10,28
9,11 8,39
7,87 7,14
3 Bukan Angkatan
Kerja 54.422. 563
54.176.964 54.693.785
55.494.928 55.542.793
Sekolah 13.530.160
13.777.378 13.226.066
13.810.846 14.011.778
Mengurus Rumah Tangga
31.977.973 31.989.042
32.770.941 33.346.950
32.971.456
Lainnya
8 .914.430 8 .410.544
8.696.778 8 .337.132
8 559.559
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2010
a
Kebijakan upah minimum merupakan sistem pengupahan yang telah banyak diterapkan di beberapa negara, yang pada dasarnya bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, upah minimum merupakan
alat proteksi bagi pekerja untuk mempertahankan agar nilai upah yang diterima tidak menurun dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, sebagai alat proteksi bagi perusahaan untuk
mempertahankan produktivitas pekerja Simanjuntak, 1992 dalam Gianie, 2009:1. Di Indonesia,
pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05Men1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum.
Upah minimum yang ditetapkan tersebut berdasarkan pada Kebutuhan Fisik Hidup Layak berupa
kebutuhan akan pangan sebesar . Dalam Pasal 1 Ayat 1 dari
Per aturan Menteri Tenaga Kerja No. 11999, upah minimum didefinisikan sebagai ” Upah bulanan
terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap…”. Perkembangan tingkat upah minimum rata-rata nasional pada Tabel 1.2 menunjukkan dari
tahun 2005 sampai tahun 2008 upah minimum mengalami kenaikan yang terus menerus dengan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang besarnya mencapai 18,55 persen. Krisis global pada
tahun 2008 hingga tahun 2009 mengakibatkan perekonomian lesu sehingga perusahaan tidak berani menaikkan upah terlalu tinggi. Baru pada tahun 2010, upah minimum menunjukkan kenaikan paling
tinggi dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya yang berkisar antara 9 persen hingga 18 persen, yaitu menjadi sebesar 26,99 persen.
198 Rini Sulistiawati Eksos
Tabel 2 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM RATA- RATA NASIONAL
TAHUN 2004 SAMPAI DENGAN 2010 Tahun
Upah Minimum Rata-Rata Nasional Rupiah Pertumbuhan
2005 506.952
9,99 2006
608.828 11,95
2007 683.451
18,55 2008
756.612 12,97
2009 841.316
10,99 2010
1.068.399 26,99
Sumber: Depnakertrans, 2010. Direktorat Pengupahan, Jamsos Kesejahteraan Studi
Waisgrais 2003 menemukan bahwa kebijakan upah minimum menghasilkan efek positif dalam hal mengurangi kesenjangan upah yang terjadi pasar tenaga kerja. Studi Askenazy
2003 juga menunjukkan bahwa upah minimum memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui akumulasi modal manusia. Implikasi upah minimum terhadap kesejahteraan akan
terwujud dalam perekonomian yang kompetitif.
Fakta menunjukkan bahwa nilai IPM Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai IPM negara-negara ASEAN lainnya kecuali Laos, Kamboja, dan Myanmar. Tabel 2 memperlihatkan
IPM Indonesia terus meningkat, namun peningkatan ini ternyata masih jauh dari tujuan menyejahterakan masyarakat. Capaian prestasi pembangunan manusia Indonesia sudah tertinggal jauh
dibanding negara-negara tetangga, yaitu di bawah Singapura, Brunei, dan Malaysia yang sudah masuk pada kategori High Human Developtment, sementara Indonesia masih pada kategori Medium Human
developtment. Kondisi ini secara langsung juga menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia masih relatif rendah.
Tabel 3 PERINGKAT PEMBANGUNAN MANUSIA NEGARA ASEAN
TAHUN 2007 No
Negara Peringkat HDI
Indeks Harapan Hidup
Indeks Pendidikan
Kategori
1 Singapura 25
92.2 0.907
0.908 High Index
2 Brunai 30
89.4 0.862
0.877 High Index
3 Malaysia 63
81.1 0.811
0.839 High Index
4 Thailand 78
78.1 0.743
0.855 Medium Index
5 Filipina 90
77.1 0.767
0.888 Medium Index
6 Vietnam 105
73.3 0.812
0.815 Medium Index
7 Indonesia 107
72.8 0.745
0.830 Medium Index
8 Laos 130
60.1 0.637
0.663 Medium Index
9 Kamboja 131
59.8 0.550
0.691 Medium Index
10 Myanmar 132
58.3 0.596
0.764 Medium Index
Sumber: UNDP, 2008 dalam Kuncoro, 2010:149 Tercapainya kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan akhir pembangunan ekonomi,
memerlukan terciptanya kondisi-kondisi dasar yaitu : 1 pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; 2 penciptaan sektor ekonomi yang kokoh; dan 3 pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan
Volume 8, 2012 199
Bappenas, 2010. Kesejahteraan masyarakat diharapkan akan terwujud apabila pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat akan menciptakan lapangan kerja sehinggga dapat menyerap tenaga kerja lebih
banyak pada tingkat upah yang layak. Fakta yang ditemui adalah IPM secara nasional maupun provinsi masih rendah, yaitu masih pada kategori Medium Human developtment. Relatif rendahnya
capaian IPM tersebut berarti telah terjadi masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan minat dan ketertarikan untuk melakukan studi mengenai
“Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di
Indonesia”
II. RERANGKA TEORI