PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SEKTOR INDUSTRI INDONESIA S.D. SEMESTER I TAHUN 2012 PERTUMBUHAN SUBSEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS

2 3 3

I. KINERJA INDUSTRI NASIONAL

4 4

A. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SEKTOR INDUSTRI INDONESIA S.D. SEMESTER I TAHUN 2012

Setelah mengalami pertumbuhan yang lambat pada periode tahun 2005 – 2009, pada tahun 2010 pertumbuhan industri manufaktur mulai pulih kembali dan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,83, lebih besar dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,46. Namun demikian, pada semester I tahun 2012 pertumbuhan sektor industri mengalami perlambatan yaitu 6,09 dibandingkan periode yang sama tahun 2011 sebesar 6,35.

5.86 5.27

5.15 4.05

2.56 5.12

6.83 6.09

5.69 5.51

6.32 6.01

4.63 6.20

6.46 6.35

2.00 3.00

4.00 5.00

6.00 7.00

8.00 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 SEM I 2012 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Pertumbuhan Ekonomi 3 5 5 LAPANGAN USAHA 2009 2010 2011 SEM I 2011 SEM I 2012

1. Makanan, Minuman dan Tembakau 11,22

2,78 9,19

6.93 7,03

2. Tekstil, Brg. kulit Alas kaki 0,60

1,77 7,52

9.45 2,86

3. Brg. kayu Hasil hutan lainnya. -1,38

-3,47 0,35

1.46 -4,36

4. Kertas dan Barang cetakan 6,34

1,67 1,50

4.17 -3,50

5. Pupuk, Kimia Barang dari karet 1,64

4,70 3,95

3.47 5,57

6. Semen Brg. Galian bukan logam -0,51

2,18 7,19

5.13 6,92

7. Logam Dasar Besi Baja -4,26

2,38 13,06

16.16 3,71

8. Alat Angk., Mesin Peralatannya -2,87

10,38 7,00

6.71 8,98

9. Barang lainnya 3,19

3,00 1,82

3.79 -1,30

Industri Non Migas 2,56 5,12 6,83 6,35 6,09 • Pertumbuhan cabang industri non-migas Semester I tahun 2012 yang tertinggi dicapai oleh Industri Alat Angkut, Mesin Peralatannya sebesar 8,98, Industri Minuman Tembakau sebesar 7,03, dan Industri Semen Barang Galian Bukan Logam sebesar 6,92. • Pertumbuhan terendah dialami oleh Industri Barang Kayu Hasil Hutan Lainnya sebesar -4,36 dan Industri kertas dan barang cetakan sebesar -3,50.

B. PERTUMBUHAN SUBSEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS

dalam persen 6 6 Beberapa permasalahan yang dihadapi sektor industri antara lain: 1. Industri yang ada tidak berbasis bahan baku domestik tetapi impor, sehingga harga biaya input mahal sehingga tidak berdaya saing; 2. Beberapa industri mengalami kekurangan bahan baku karena kebijakan ekspor barang input mineral, agro, gas; 3. Mahalnya biaya logistik karena kurangnya ketersediaan infrastruktur pelabuhan, jalan tol, rel kereta api dan proses administrasi di pelabuhan yang lama dan mahal; 4. Terlambatnya melakukan perlindungan atau pengamanan terhadap Industri lokal sebelum dan sesudah ACFTA dan FTA lainnya, yang berakibat:  Indonesia satu-satunya negara di ASEAN yang mengalami defisit perdagangan dengan China dalam skema ACFTA, dan terus membesar hingga 2012,  menurunnya produksi 25-50; menurunnya penjualan, keuntungan dan TK 10-25. 5. Bea masuk MFN Indonesia rata-rata sebesar 6,6 lebih rendah dibandingkan dengan Korea 12,1, Brasil 13,7, China 9,1 dan India 13, berakibat membanjirnya barang impor yang masuk, ditambah lagi kurangnya pengawasan di pelabuhan, dan tidak dioptimalkannya instrumen anti dumping dan safeguard dalam melindungi industri dalam negeri.

C. PERMASALAHAN