Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis (Diptera : Tephritidae) Pada Beberapa Fase Warna Kematangan Buah Jeruk Tanah Karo di Laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, M. 2014. Studi Keefektifan Model Perangkap Kuning Atraktan Dan Model
Perangkap Cair Atraktan Terhadap Lalat Buah (Bactrocera Sp.) Pada
Tanaman Mentimun. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Adrika. 2004. Preferensi Lalat Buah Bactrocera Spp (Diptera : Tephritidae)
Terhadap Warna Perangkap Pada Tanaman Jambu Biji (Psidium Guajava
L.). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utama, Medan.
Astriyani, N. 2014. Keragaman Dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera:
Tephritidae) Yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan Di Bali. [Tesis].
Universitas Udayana, Denpasar.
Bangun, D. 2009. Kajian Beberapa Metode Perangkap Buah Pada Pertanaman
Jeruk (Citrus sp.) Manis Di Desa Sukanalu Kabupaten Karo. [Skripsi].
Universitas Sumatera Utara, Medan.
BPPH. 2014. Budidaya Jeruk Siam Banjar. Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Kalimantan Tengah
Budiawan, Nurul, Budhi, Taufan, Joni, Kemas,Dan Ranta. 2011. Perlakuan
Karantina Dengan Iradiasi Sinar Gamma (Co-60) Terhadap Lalat Buah
(Bactrocera Papayae Drew And Hancock.) Pada Buah Mangga Gedong
(Mangifera Indica L.). Badan Karantina Pertanian Balai Uji Terap Teknik
Dan Metode Karantina Pertanian.
Etebu, E. Dan A. B. Nwauzoma. 2014. A Review On Sweet Orange (Citrus
Sinensis L Osbeck): Health, Diseases And Management. American
Journal Of Research Communication, 2014, 2(2): 33-70. www.UsaJournals. Com, Issn: 2325-4076.
Handayani, L. 2015. Efektivitas Tiga Jenis Atraktan TerhadapLalat Buah (Diptera
: Tephritidae) Pada TanamanJeruk Pamelo Dan Belimbing Di
KabupatenMagetan. [Skripsi]. Fakultas PertanianUniversitas Jember.
Irwanto, B. 2008. Inventarisasi Hama-Hama Penting Dan Parasitoid Pada Buah
Mangga (Mangifera Spp.) Di Laboratorium. [Skripsi]. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Karindah, Toto Himawan, dan P. Wijayanto. 2013. Pengaruh Beberapa Aroma
Buah Terhadap PreferensiOviposisi Bactrocera Carambolae Drew Dan
Hancock (Diptera: Tephritidae). [Jurnal]. Vol 1 (2). Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya.
Mardiasih, W. P. 2010. Aktivitas Insektisida Dan Penghambat Peneluran Ekstrak
Cerbera odollam Dan Cymbopogon citratus Terhadap Lalat Buah
Bactrocera Carambolae Pada Belimbing. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Universitas Sumatera Utara
Munir, Karsadi, dan Lukman. 2015. Identifikasi Kematangan Buah Jeruk Dengan
Teknik Jaringan Syaraf Tiruan. Vol. 3 (2). Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Muthmainnah, H. 2014. Perubahan Warna Kulit Buah Tiga Varietas Jeruk Keprok
Dengan Perlakuan Degreeningdan Suhu Penyimpanan. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Novriarche, G. 2012. Identifikasi Lalat Buah (Diptera : Tephritidae) Pada Mangga
Malam (Mangifera indica) di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunung
Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. [Skripsi]. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.
Rahmawati, Y. P. 2014. Ketertarikan Lalat Buah Bactrocera Sp. Pada Senyawa
Atraktan Yang Mengandung Campuran Protein Dan Metil Eugenol.
[Skripsi]. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Riski, S. 2015. Preferensi Oviposisi Bactrocera Papayae Drew & Hancock
(Diptera: Tephritidae) Pada Lima Jenis Buah Inang Dan Peran Suplemen
Protein
Rosmaini, Elviansyah dan Syawaluddin. 2014. Kajian Identifikasi Lalat Buah Di
Kabupaten Simalungun. Balai Besar Karantina Pertanian Belawan.
Setiawan. 2015. Pengaruh Variasi Jenis Bahan pembungkus Terhadap
Performansi Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dan Efektifitasnya
Sebagai Proteksi Infeksi lalat Buah (Bactrocera carambola L.). [Skripsi].
Universitas Jember, Jember.
Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah Terhadap Berbagai
Papan Perangkap Berwarna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian.
Vol. 6(2). Politeknik Perdamaian Halmahera, Tobelo.
Tamim. 2009. Pemanfaatan Tanaman Selasih Ungu (Ocimum Sanctum Linn)
Sebagai Atraktan Lalat Buah (Bactrocera Dorsalis) Pada Tanaman Jambu
Biji (Psidium Guajava) Dalam Rangka Pengembangan Pestisida Nabati
Ramah Lingkungan. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tarigan, Binari, Dan Puji Prastowo. 2012. Pola Aktivitas Harian Dan Dinamika
Populasi Lalat Buah Bactrocera Dorsalis Complex Pada Pertanaman Jeruk
Di Dataran Tinggi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Vol. 12, No.
2: 103 – 110 .Universitas Negeri Medan, Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ±25 m di
atas permukaan laut. Penelitian ini akan dilaksanakan pada awal bulan Mei sampai
dengan akhir bulan Juni 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu buah jeruk tanah karo sebagai inang, lalat
buah spesies B. dorsalis yang telah dikembangbiakkan sebelumnya, kapas, kain
kassa, air, madu sebagai makanan imago Bactrocera, pasir steril, dan bahan lain
yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan yaitu Penetrometer Koehler sebagai alat untuk
mengukur tingkat kelunakan buah (TKB) jeruk, toples sebagai tempat
pembiakkan lalat buah, kurungan kassa, kawat sebagai penyangga buah jeruk,
kertas label, kamera, serta alat bantu lainnya yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial.
Terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan, yaitu :
F0
: Fase Out of Grade
F1
: Extra Class
F2
: Class 1
F3
: Class 2
(Ketentuan fase lihat pada lampiran 1.)
Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :
t (r-1)
≥ 15
4r -4
≥ 15
4r
≥ 19
Universitas Sumatera Utara
r
≥ 19/4
r
≥ 4,75 → 5
Ulangan yang digunakan adalah sebanyak 5 ulangan.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linear berikut:
Yij = μ + αi + εij
Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = nilai tengah umum atau rataan
αi = pengaruh perlakuan keεij = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Selanjutnya bila hasil analisa sidik ragam menunjukkan hasil yang nyata
maka dilanjutkan dengan uji Duncan/DMRT.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Perbanyakan lalat buah dilakukan dengan cara mengambil buah jeruk yang
busuk yang diduga sudah terserang larva lalat buah, kemudian dikupas buah jeruk
untuk diambil larvanya, kemudian larva dimasukkan kedalam wadah perbanyakan
yang berisi pasir yang sudah di sterilkan, dan ditutup dengan kain kasa. Dibasahi
pasir dengan air bersih secukupnya setiap 2 hari. Larva lalat buah yang terdapat di
dalam buah-buahan busuk dibiarkan meneruskan siklus hidupnya sampai melalui
stadium pupa hingga mencapai stadium dewasa (imago). Apabila pupa mulai
menetas menjadi imago maka diberikan madu sebagai pakan lalat buah tersebut.
Menurut Riski (2015) bahwa pada umumnya telur berhasil menetas dalam waktu
2-3 hari setelah diletakkan oleh imago betina, kemudian diikuti lama hidup fase
larva dan pupa berturut-turut 6-8 hari dan 7-9 hari.
Imago dipelihara dengan memberikan pakan berupa madu yang diteteskan
pada kapas, dan air yang diserapkan pada busa yang di simpan di atas kurungan.
Imago Bactrocera dorsalis dipelihara sampai berumur 2 minggu dan melakukan
perkawinan (Sianipar, 2008).
Penyediaan Kurungan Kassa
Kurungan kassa terbuat dari kayu dengan ukuran berukuran 30 cm x 30
cm x 30 cm dimana dari luar akan disungkup dengan kain kassa. Pada bagian atas
kain kassa digantungkan 4 kawat yang diatur secara acak sebagai wadah
diletakkan jeruk. Serta di setiap sisi kain kassa terdapat pintu masuk atau
keluarnya tangan untuk melakukan percobaan.
Universitas Sumatera Utara
a
b
Gambar 7. a) kurungan kassa, b) penyangga buah jeruk
Penyediaan Buah Sebagai Inang
Buah jeruk yang terdiri dari empat fase warna kematangan diperoleh dari
Tanah Karo Berastagi.
Mengukur Tingkat Kelunakan Buah (TKB) Buah Jeruk
Buah jeruk yang terdiri dari empat fase, terlebih dahulu diukur tingkat
kelunakan kulit pada buah tersebut. Buah diukur menggunakan alat penetrometer
dengan satuan gr/mm di laboratorium.
Uji Preferensi Oviposisi
Percobaan uji preferensi lalat buah B. dorsalis pada beberapa indeks warna
kematangan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu :
•
Masa Infestasi
Buah jeruk dimasukkan ke dalam kurungan yang berukuran 30 cm x 30
cm x 30 cm, setelah itu diinfestasikan 10 ekor imago betina dan 20 ekor imago
jantan B. dorsalis ke dalam kurungan kassa.
•
Masa Inkubasi
Setelah masa infestasi, jeruk yang dimasukkan dari setiap indeks warna
diinkubasi selama 3 hari, lalu setelah 3 hari kemudian diganti kembali dengan
Universitas Sumatera Utara
empat fase warna jeruk yang baru. Dua sampai tiga hari pertama, lalat buah
diperkirakan masih berkopulasi dan belum melakukan peletakkan telur, sesuai
literatur Karindah et al., (2013) bahwa hama meletakkan telur pada umur 5 hari,
minimal 3 hari dan maksimal 8 hari. Selama inkubasi, kurungan memakai kain
kasa yang memilki pori-pori kecil sebagai antisipasi dari gangguan serangga lain.
Preferensi oviposisi lalat buah B. dorsalis ini dilakukan selama masa hidup lalat
buah B. dorsalis yaitu ± 15 hari, lalu masing-masing jeruk yang terserang diamati
jumlah imago yang keluar tiap fase warna jeruk.
Pengamatan Parameter
Persentase Serangan
Pengamatan persentase serangan pada buah jeruk dimulai setelah inkubasi
dengan rumus :
Dimana :
�
PS = � � 100%
PS = Persentase Serangan
A = Jumlah buah yang terserang
B = Jumlah keseluruhan buah
Jumlah Larva Bactrocera dorsalis
Dihitung populasi larva lalat buah B. dorsalis yang muncul akibat
serangan lalat buah pada masing-masing fase warna jeruk.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Serangan Bactrocera dorsalis
Hasil pengamatan rata-rata dan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
setiap perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap persentase
serangan hama lalat buah B. dorsalis. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase serangan Bactrocera dorsalis terhadap 4 perlakuan
Perlakuan
TKB (gr/mm)
% Serangan
F0 (Out of Grade)
4,68
0,00c
F1 (Extra Class)
5,81
1,33c
F2 (Fase I)
7,45
20,00b
F3 (Fase II)
9,59
48,00a
Keterangan : TKB = Tingkat kelunakan buah dinyatakan dalam satuan kuat tekan gr/mm2
Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada Uji jarak Duncan taraf 5%.
Setiap perlakuan menggunakan fase warna buah jeruk yang berbeda.
Untuk mengetahui tingkat kelunakan buah (TKB) setiap fase warna buah jeruk,
dilakukan pengukuran TKB menggunakan alat penetrometer dengan satuan kuat
tekan gr/mm2. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa TKB F0, F1, F2, dan F3 semakin
lama semakin tinggi yang artinya bahwa setiap fase semakin lama memiliki
tingkat kelunakan buah yang semakin tinggi (semakin lunak). Pada Tabel 1 Dapat
diketahui bahwa tingkat serangan hama B. dorsalis terendah terdapat pada F0 lalu
mengalami peningkatan pada perlakuan F3, hal ini juga sesuai dengan tingkat
kelunakan buah yang semakin lama semakin tinggi (lunak).
Dapat dilihat dari perlakuan F0 dengan persentase 0%, dan F1 dengan
persentase 1,33% dimana pada fase ini keadaan jeruk masih mentah dan berwana
hijau tua, berbeda dengan F2 dan F3 dengan persentase serangan 20% dan 40%
yang berbeda sangat nyata karena perubahan warna yang semakin cerah/berwarna
Universitas Sumatera Utara
kuning kejinggaan (Lampiran 1.), sehingga hama B. dorsalis lebih tertarik untuk
menyerang jeruk tersebut. Hal ini dikarenakan salah satu cara serangga mengenali
inangnya, yaitu dengan cara mengenali stimulus visual melalui indera penglihatan
(Setiawan, 2015), sedangkan pada perlakuan F3 mengalami gejala serangan
tertinggi yaitu 48%, dimana tingkat kematangan buah yang lebih matang lebih
disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau
(Siwi, 2014).
a
b
c
d
Gambar 8. Serangan B. dorsalis pada setiap perlakuan (a) fase 0, (b) fase 1, (c) fase 2,
(d) fase 3
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa semakin matang buah jeruk,
yang ditandai dengan perubahan warna dari fase 0 (out of grade) sampai fase 3
(class II) maka tingkat serangan hama lalat buah juga semakin meningkat
(Gambar 8.). Hal ini dapat diketahui bahwa sebelum meletakkan telur, hama
B. dorsalis akan melihat spektrum warna inang yang akan didatangi untuk
Universitas Sumatera Utara
beroviposisi. Selain itu, B. dorsalis memiliki spektrum warna yang berbeda
dengan penglihatan manusia. Hal ini didukung oleh pendapat Meyer dalam
Sunarno (2011), bahwa kebanyakan serangga hanya memiliki dua tipe pigmen
penglihatan, yaitu pigmen yang dapat menyerap warna hijau dan kuning terang,
serta pigmen yang dapat menyerap warna biru dan sinar ultraviolet. Imago betina
tertarik pada warna kuning bila dibandingkan dengan warna lainnya.
Hasil penelitan menyatakan bahwa perlakuan F0 yaitu pada fase out of
grade dan F1 dengan tingkat kelunakan yang lebih rendah dibanding perlakuan
lainnya merupakan fase yang paling efektif untuk dilakukan pengendalian
(pembungkusan) serangan hama lalat buah. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan
F2, dan F3 lebih banyak diserang oleh hama lalat buah B. dorsalis serta
menghasilkan jumlah larva yang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan warna
kuning kejinggaan terdapat pada fase II dan III, dimana hama ini lebih tertarik
untuk melakukan oviposisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muryati dan Jan
(2005) dalam Bangun (2009) bahwa Bactrocera spp. lebih menyukai warna
kuning dan putih dibandingkan dengan warna lainnya, dimana lalat buah betina
dapat mengenali inangnya untuk bertelur. Ini artinya bahwa selain perangkap bisa
digunakan sebagai salah satu teknik pengendalian, perangkap berwarna juga bisa
dijadikan sebagai penarik serangga hama.
Grafik 1. Persentase peningkatan serangan Bactrocera dorsalis berdasarkan perlakuan fase warna
kematangan buah jeruk
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengamatan, persentase serangan B. dorsali berhubungan erat
dengan fase warna kematangan buah jeruk beserta tingkat kelunakan buah (TKB)
jeruk. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada perlakuan F3 lebih banyak
diserang oleh hama B. dorsalis dikarenakan tingkat kelunakan yang lebih tinggi
dibanding perlakuan lain. Hal ini akan mempermudah B. dorsalis untuk
menusukkan ovipositornya pada permukaan buah jeruk dengan tingkat kelunakan
yang tinggi. Dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna pada buah
jeruk mempengaruhi perilaku hama B. dorsalis dalam menyerang buah jeruk.
Aktivitas B. dorsalis dalam menemukan inangnya ditentukan oleh warna dan
aroma dari buah (Setiawan, 2015). Tiga karakteristik visual tanaman yang
menyebabkan suatu tanaman dipilih oleh serangga untuk meletakkan telur
maupun
makan
adalah
ukuran,
bentuk
dan
kualitas
warna
tanaman
(Sunarno, 2011).
Jumlah Larva Bactrocera dorsalis
Hasil pengamatan rata-rata dan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
setiap perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap populasi larva
B. dorsalis. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah larva B. dorsalis yang
tertinggi adalah pada perlakuan F3 sebesar 7,85 diikuti F2 sebesar 4,89 kemudian
F1 sebesar 1,15 dan F0 yaitu sebesar 0,71.
Tabel 2. Rataan jumlah larva Bactrocera dorsalis terhadap 4 perlakuan
Perlakuan
Jumlah Larva (Ekor)
F0 (Out of Grade)
0,71c
F1 (Extra Class)
1,15c
F2 (Fase I)
4,89b
F3 (Fase II)
7,85a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada Uji jarak Duncan taraf 5%.
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan F0 dan F1 memiliki rataan jumlah larva terendah dibandingkan
dengan perlakuan lain. Hal ini karena jumlah gula pada perlakuan F0 dan F1
paling rendah sehingga kurang tersedianya jumlah nutrisi yang dapat
dimanfaatkan oleh larva B. dorsalis. Hama ini tergolong serangga holometabola
yaitu serangga mengalami metamorfosis sempurna. Setelah mengalami fertilisasi,
telur berkembang menjadi larva. Larva bergerak aktif dan memakan makanan
untuk pertumbuhannya. B. dorsalis lebih menyukai makanan yang mengandung
banyak nutrisi untuk perkembangannya. Dalam pertumbuhannya, protein
hidrolisat menyebabkan diperolehnya larva besar (Rahmawaty, 2014). Pada
penelitian Aini (2008) mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis regresi tingkat
produktivitas larva optimal terdapat pada level penambahan pakan broiler starter
47.66% dengan protein kasar 11,96% dan energi 2050,88 kal/gram.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa jumlah kemunculan larva yang
tidak terlalu banyak juga didukung dengan minimnya persentase serangan pada
fase 0 dan I yaitu 0% dan 1,33% dengan jumlah larva 0,71 dan 1,15 ekor.
Kelunakan buah dan kadar protein pada berbagai fase kematangan buah
mempengaruhi jumlah larva B. dorsalis. Berbeda dengan fase II dan III yang
memiliki persentase yang tinggi yaitu 20% dan 48% dengan jumlah larva 4,89
dan 7,85 ekor. Rahmawati (2014) mengungkapkan bahwa lalat buah betina
membutuhkan protein hidrolisat dalam jumlah besar, hal ini berkaitan dengan
perkembangan organ reproduksi dan pembentukan telur-telur yang fertil. Dan
diketahui bahwa dalam komposisi buah jeruk terdapat 0,9 gram komponen protein
per 100 gram buah jeruk yang matang (Anshori, 2006).
Hal ini diketahui bahwa dari keempat fase buah jeruk yang diuji, lalat
buah B. dorsalis menyukai buah jeruk fase kedua (F2) dan ketiga (F3) karena
Universitas Sumatera Utara
memiliki tekstur kelunakan buah yang lunak. Hal ini diduga kurangnya
ketertarikan oleh lalat buah untuk beroviposisi di fase 0 dan fase I dibandingkan
fase II dan fase III yang memiliki persentase serangan yang tinggi. Dimana
ketertarikan lalat betina lebih tinggi pada fase II dan III disebabkan kandungan
ester dan asam organik yang terdapat pada buah jeruk, serta adanya rangsangan
visual berupa warna kuning yang menyebabkan lalat buah betina datang pada
rangsangan tersebut. Menurut Allwood (1996) dalam Riski (2015) lalat buah
mencari makan dan tempat untuk beroviposisi dimulai dengan penempatan sebuah
habitat dengan menggunakan isyarat penciuman dan penglihatan. Komponen
volatil pada buah yang matang merupakan rangsangan yang mengundang imago
lalat buah untuk mendekat ke tanaman inang. Lalat buah berhenti dekat sumber
aroma buah, kemudian hinggap lebih lama pada buah tersebut dan melakukan
kopulasi dan juga beroviposisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah larva pada fase III lebih
banyak dibandingkan pada fase I maupun pada fase II, hal ini dapat disebabkan
karena pada fase III buah jeruk yang semakin matang yang memungkinkan
komposisi makanan larva B. dorsalis terpenuhi. Penelitian oleh Putra (1991)
membuktikkan bahwa telur akan diletakkan pada jaringan tumbuhan yang cocok
(cukup nutrisi) bagi keturunannya, memilih buah yang mulai masak agar lebih
mudah ditembus oleh ovipositor dan memiliki kandungan gula yang mulai
meningkat. Riski (2015) juga mengungkapkan bahwa perlakuan protein hidrolisat
tunggal dapat mempercepat peletakkan telur lalat buah dan memiliki jumlah telur
paling tinggi dibandingkan perlakuan campuran air dan gula. Hal tersebut di atas
menunjukkan bahwa kandungan nutrisi sangat menentukan preferensi serangga
terhadap tanaman inang, baik untuk makanan maupun meletakkan telur.
Universitas Sumatera Utara
Insting imago dalam memilih inang sebagai tempat oviposisi diduga lebih
berperan pada upaya mempertahankan keberlanjutan keturunannya, untuk
mendukung keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan larvanya. Pertumbuhan
dan keberhasilan hidup serangga pra dewasa seringkali dipengaruhi habitat dan
komposisi nutrisi inang. Nutrisi penting untuk pertumbuhan lalat buah (imago dan
larva) di antaranya adalah asam amino, vitamin, gula, mineral, dan faktor
pertumbuhan lainnya (Allwood 1996).
Rataan populasi larva lalat buah B. dorsalis berbeda-beda hal ini
disebabkan karena setiap perlakuan memiliki beberapa fase warna kematangan
dan tingkat kelunakan buah jeruk yang berbeda. Berikut rataan populasi larva lalat
buah B. dorsalis terhadap perlakuan beberapa fase warna buah jeruk pada grafik
berikut :
Grafik 2. Rataan populasi larva Bactrocera dorsalis berdasarkan perlakuan fase
kematangan buah jeruk
warna
Preferensi lalat B. dorsalis pada 4 perlakuan dengan TKB yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap perilaku pemilihan peletakkan telur pada setiap jenis
dan kekerasan buah tertentu (Tabel 2). Hasil percobaan menunjukkan bahwa
populasi larva terbanyak terdapat pada fase II dan III dengan jumlah 4,89 ekor dan
Universitas Sumatera Utara
7,85 ekor diduga karena kedua perlakuan tersebut memiliki tingkat kematangan /
kelunakan yang tinggi sehingga ketersediaan kandungan gula dalam buah juga
semakin meningkat. Menurut Romoser & Stoffolano (1998) dalam Sianipar
(2008) aroma yang ditimbulkan oleh tanaman dapat menarik serangga untuk
makan dan meletakkan telur. Kandungan gula menentukan preferensi lalat buah
terhadap berbagai jenis buah (Sarangga, 1997), maka semakin tinggi kandungan
gula yang terdapat di dalam buah akan lebih disukai oleh lalat buah.
.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan F3 (TKB = 9,59
gr/mm) sebesar 48% dan yang terendah terdapat pada perlakuan F0 (TKB =
4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0%.
2. Perlakuan F0 (4,68 gr/mm) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan F2 (7,45
gr/mm), dan F3 (TKB = 9,59 gr/mm) dan tidak berbeda nyata dengan F1
(TKB = 5,81 gr/mm), serta F1 berbeda sangat nyata dengan F2 dan F3 tetapi
tidak berbeda nyata dengan F0.
3. Jumlah larva Bactrocera dorsalis yang tertinggi adalah pada perlakuan F3
(TKB = 9,59 gr/mm) sebesar 7,85 ekor dan yang terendah pada perlakuan F0
(TKB = 4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0,71 ekor.
4. Semakin tinggi tingkat kelunakan daging buah jeruk maka semakin tinggi
tingkat persentase serangan dan jumlah larva Bactrocera dorsalis.
Saran
Sebaiknya dilakukan pengendalian berupa pembungkusan sebelum buah
jeruk mengalami
perubahan warna jeruk memasuki fase II untuk mencegah
serangan Bactrocera dorsalis di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk
Botani Tanaman
Tanaman jeruk termasuk dalam susunan taksonomi sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo :
Rutales Famili : Rutaceae Genus : Citrus Species : Citrus sinensis L.
Tanaman jeruk mempunyai akar tunggang panjang dan akar serabut
(bercabang pendek kecil) serta akar-akar rambut. Bila akar tunggang mencapai
tanah yang keras atau yang terendam air, maka pertumbuhannya akan berhenti.
Tetapi bila tanahnya gembur, panjang akar tunggang mencapai 4 meter. Akar
cabang yang mendatar bisa mencapai 6-7 meter (Soelarso, 1996 dalam Ginting,
2004).
Tanaman jeruk berupa pohon dengan tinggi antara 2-3 m. Batangnya
mempunyai duri yang kuat. Cabang muda umumnya pipih bersudut, warnanya
hijau tua agak mengilat dan bila batang sudah tua akan terdapat retak-retak halus
yang pada sudut ketiak akan terdapat duri yang umumnya berwarna hijau tua
(Pracaya, 2003 dalam Bangun, 2009).
Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk
lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit
sangat lemah dengan panjang 3,5-8cm. Bunganya mempunyai diameter 1,52,5cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Bunga beraturan berbentuk anak
payung, tandan atau malai (Wahyuningsih, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Komposisi Jeruk Manis
Komposisi buah jeruk manis terdiri dari bermacam-macam, diantaranya
air 70-92 % (tergantung kualitas buah ), gula, asam organik, asam amino, vitamin,
zat warna, mineral, dan lain-lain. Buah jeruk manis yang semakin tua, kandungan
gulanya semakin bertambah, tetapi kandungan asamnya berkurang dan jika
langsung terkena sinar matahari akan mengandung gula lebih banyak. Pada waktu
masih muda banyak mengandung asam oksalat, tetapi akan berkurang pada waktu
buah masak. Kandungan asam sitrat jeruk manis pada waktu muda cukup banyak,
tetapi setelah buah masak semakin berkurang sampai dua per tiga bagian. Asam
amino adalah persenyawaan yang dapat menjadi struktur protein, selama
perkembangan buah, kandungan asam amino berubah-ubah secara kuantitatif dan
kualitatif. Buah jeruk manis Valencia dan Washinton semakin tua kandungan
prolinenya semakin tinggi. Selain itu kandungan carotenoid dapat memberikan
warna kuning, orange, dan merah diantaranya yaitu xanthophyll, violaxanthin,
lycopene. Kandungan flavonoid terbagi menjadi dua yang tidak ada rasa disebut
hesperidin sedangkan limonin menyebabkan rasa pahit pada sari buah jeruk manis
(Pracaya, 2000).
Pada umumnya buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang berguna
untuk kesehatan manusia. Sari buah jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per
100 g bahan, tergantung jenisnya. Makin tua buah jeruk, biasanya makin
berkurang kandungan vitamin C-nya tetapi buah jeruk manis yang langsung
terkena sinar matahari akan mengandung lebih banyak vitamin C-nya. Vitamin C
terdapat dalam sari buah, daging dan kulit, terutama pada lapisan terluar kulit
buah (Pangesti, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Adapun komposisi kimia buah jeruk manis dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Kandungan dalam Buah Jeruk
Komponen
Jumlah per 100 gram
Energi
45 kkal
Protein
0,9 gram
Lemak
0,2 gram
Karbohidrat
11,2 gram
Fosfor
23 mg
Kalsium
33 mg
Besi
0,4 mg
Vitamin A
190 SI
Vitamin B1
0,08 mg
Vitamin C
49 mg
Air
87,2 gram
(Sumber : Anshori, 2006)
Tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah.
Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur
daripada buah yang masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi
populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin,
mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan
keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur
buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk
peletakan telur (Siwi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Hama Lalat Buah Bactrocera dorsalis
Biologi
Menurut Rosmaini et al., (2014) klasifikasi lalat buah sebagai berikut
kingdom : Animalia, Phylum : Arthropoda, Class : Insecta, Order : Diptera,
Family : Tephritidae, Genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera dorsalis.
Famili tephritidae beranggotakan lalat-lalat yang berukuran kecil sampai
sedang yang biasanya yang mempunyai bintik-bintik atau pita (band) pada sayap
sayapnya. Bintik-bintik tersebut seringkali membentuk pola menarik dan rumit.
Pada kebanyakan jenis lalat buah sel anak pada sayapnya memiliki juluran distal
yang lancip di bagian posterior (Handayani, 2015).
Lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan
holometabola yang memiliki 4 fase metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan
imago. Telur diletakkan pada buah berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina
dapat meletakkan telur 1- 40 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur
100-500 butir (Handayani, 2004). Menurut Riski (2015), bahwa satu ekor betina
Bactrocera dorsalis dapat menghasilkan telur sebanyak 22.6-32.8 butir/imago/5
hari.
Telur berwarna putih transparan berbentuk bulat panjang dengan salah
satu ujungnya runcing yang berukuran kurang lebih 1 mm. Telur lalat buah
berbentuk seperti pisang memiliki ukuran panjang dan lebar 1,17 × 0,21 mm.
Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang,
sebaliknya pupa lalat tidak akan menetas apabila terkena cahaya (Setiawan, 2015).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Kelompok Telur Bactrocera dorsalis (Budiawan et al., 2011)
Larva berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing (Gambar 2). Tubuh larva lalat buah
terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, toraks (tiga ruas), dan abdomen (delapan
ruas). Fase larva terdiri atas tiga instar. Larva membuat saluran-saluran di dalam
buah dan mengisap cairan buah. Larva hidup dan berkembang dalam daging buah
selama 6-9 hari dan menyebabkan buah menjadi busuk (Mardiasih, 2010).
Gambar 2. Larva Bactrocera. dorsalis
Pupa awalnya dari berwarna putih, kemudian mengalami perubahan warna
menjadi kekuningan dan coklat kemerahan. Perkembangan pupa tergantung
dengan kelembapan tanah. Kelembapan tanah yang sesuai dengan stadium pupa
adalah 0-9 %. Masa perkembangan pupa antara 4–10 hari. Pupa berada di dalam
tanah sekitar 2– 3 cm di bawah permukaan tanah. Pupa berubah menjadi imago
setelah 13-16 hari kemudian (BPPH, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pupa Bactrocera dorsalis
Imago lalat buah umumnya memiliki ciri-ciri penting di kepala, toraks,
sayap, dan abdomen. Panjang tubuh lalat dewasa sekitar 3,5–5mm, berwarna
hitam kekuningan. Kepala dan kaki berwarna coklat. Thorak berwarna hitam,
abdomen jantan berbentuk bulat sedangkan betina terdapat alat tusuk. Siklus
hidup lalat buah dari telur sampai imago berlangsung selama kurang lebih 27 hari
(Astriyani, 2014).
a
b
Gambar 4: Imago Bactrocera dorsalis (a) jantan, (b) betina
Universitas Sumatera Utara
Gejala Serangan
Lalat betina mengunakan ovipositornya menusuk buah atau sayur untuk
meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan
menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila
diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas
tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga
meletakkan telurnya tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan
batang. Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang
dihasilkan kecil-kecil dan menguning (Rosmaini et al., 2014).
Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak.
Gejala awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak
telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Selanjutnya karena
aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva
akan makan daging buah sehingga menyebabkan buah busuk sebelum masak.
Buah tersebut apabila dibelah pada daging buah terdapat ulat-ulat kecil dengan
ukuran
antara
4-10
mm
yang
biasanya
meloncat
apabila
tersentuh
(Sunarno dan Stefen, 2013).
a
b
Gambar 5. Gejala Serangan Bactrocera dorsalis pada jeruk (a) setelah dibelah, (b) masih utuh
Larva lalat buah hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9
hari. Larva pengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau
Universitas Sumatera Utara
pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah dihisap dan
dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri
pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Jika aktivitas
pembusukan (karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang
menjadi meluas) sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah,
bersamaan dengan masaknya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa,
larva masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa (Sunarno, 2011).
Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval dengan panjang 5 mm. Lalat
dewasa berwarna kecoklatan, dada berwarna gelap dengan dua garis kuning
membujur dan pada bagian perut terdapat garis melintang (Rahmawati, 2014).
Preferensi Oviposisi
Peletakan telur merupakan masalah yang penting bagi lalat buah,
mengingat kehidupan larva sepenuhnya terjadi di dalam tubuh inang. Induk lalat
buah harus memilih tanaman inang yang tepat, terutama dari segi pemenuhan gizi
bagi keturunannya. Induk lalat buah sangat menyukai inang yang berupa buah
setengah masak. Menurut Adrika (2004) pada tanaman jambu biji, pepaya, pisang,
jeruk, dan mangga. Bactrocera dorsalis lebih menyukai buah yang matang
daripada buah muda.
Bactrocera dorsalis lebih menyukai warna kuning dan putih dibandingkan
dengan warna-warna lainnya. Bila buah menjelang masak dan warna kuning
mulai tampak, lalat betina dapat mengenali inangnya untuk bertelur. Lalat
Tephritidae yang menyerang buah, umumnya tertarik oleh substansi yang
mengandung ammonia dalam buah, contoh lainnya protein hidrolisis atau protein
autolisis. Oleh karena itu zat-zat tersebut dapat digunakan sebagai perangkap lalat
buah, baik jantan maupun betina. Lalat buah jantan mengenal pasangannya selain
Universitas Sumatera Utara
melalui feromon, juga melalui kilatan warna tubuh dan pita atau bercak pada
sayap (Budiawan et al., 2011).
Uji preferensi dilakukan untuk mengetahui tingkat preferensi suatu hama
terhadap varietas yang diuji, sehingga dapat ditentukan apakah suatu varietas
menjadi inang utama atau sebagai inang alternatif. Makin tinggi tingkat preferensi
suatu hama berarti makin rentan suatu varietas, sehingga dapat ditentukan apakah
suatu varietas dapat dijadikan sebagai sumber gen ketahanan atau tidak. Variabel
yang diamati dalam uji prefensi adalah intensitas serangan hama, populasi larva,
dan berat larva (Sianipar, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan Oka (2005), preferensi adalah dipilih
atau disukainya suatu varietas lain untuk tempat bertelur, sebagai pakan, maupun
tempat berlindung. Menurut penelitian yang dilakukan Untung (2001), ciri-ciri
morfologi tanaman dapat menghasilkan rangsangan fisik untuk kegiatan makan
serangga atau kegiatan peletakan telur. Selain itu, ciri-ciri fisiologi yang
mempengaruhi serangga biasanya berupa zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
metabolisme tanaman. Hal ini didukung penelitian Sianipar (2008) bahwa
kandungan gula menentukan preferensi lalat buah terhadap berbagai jenis buah,
maka semakin tinggi kandungan gula yang terdapat di dalam buah akan lebih
disukai oleh lalat buah.
Perilaku Serangga dalam Mencari Inang
Sebagaimana pada serangga fitofagus terutama lalat buah, terdapat
hubungan antara tanaman dengan serangga. Hubungan tersebut dapat terjadi
secara fisik maupun secara kimiawi terutama dengan adanya senyawa yang
mudah menguap dan mampu menolak (repellent) maupun menarik (attractant)
kehadiran serangga ke tanaman inang. Rangsang yang bisa menarik serangga
Universitas Sumatera Utara
secara
umum
inang
dan
berupa
tergolong
rangsang
senyawa
bau
yang
kimia
dikeluarkan
hasil
oleh
metabolisme
tanaman
sekunder
(Setiawan, 2015).
a
b
Gambar 6. Bactrocera dorsalis betina meletakkan telur kedalam daging buah jeruk
(a) fase II, (b) fase III
Aktivitas lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh
warna, bentuk, dan aroma (bau) dari buah. Menurut Abadi (2014) lalat buah aktif
pada sore hari menjelang senja. Bactrocera spp., berkopulasi biasanya pada senja
hari. Lalat buah termasuk serangga yang kuat terbang, lalat jantan mampu terbang
4 – 15 mil (6,44 – 24,14 km) tergantung pada kecepatan dan arah angin. Lalat
buah banyak beterbangan di antara pohon-pohon buahan bila buah sudah hampir
matang atau masak.
Salah satu cara serangga mengenali inangnya yaitu dengan cara stimulus
visual melalui indera penglihatan, selain itu juga secara stimulus chemical melalui
indera penciuman. Serangga dari ordo diptera kelompok hama, umumnya
memiliki ketertarikan serangga terhadap inang melaui rangsangan visual akibat
Universitas Sumatera Utara
dari warna. Hal ini berarti bahwa tiap fase warna buah juga merupakan faktor
pendukung untuk hama ini mau meletakkan telurnya (Setiawan, 2015),
Lalat buah betina memiliki alat peletak telur disebut ovipositor. Menurut
Rahmawati (2014) lalat betina meletakkan telurnya di dalam buah sedalam 2-4
mm melalui kulit buah. Lalat buah betina dapat meletakkan 10 sampai 12 telur
setiap hari dan sekitar 200-250 telur selama hidupnya, dimana penelitian
Karindah et al., (2013) sebelumnya mengungkapkan bahwa pada hari ke-8, lalat
buah betina mulai bertelur pada masing-masing tempat peneluran. Jumlah telur
pada tempat peneluran beraroma jeruk terus bertambah hingga hari ke-14.
Sedangkan Siwi (2014) mengungkapkan bahwa tingkat kematangan buah
berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai
oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Tingkat
kematangan buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis pakan yang
banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat
memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur
dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi
dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur (Siwi, 2014).
Pengendalian Hama
1.
Peraturan dan Kebijakan
Pencegahan B. dorsalis ini telah banyak yang dilakukan, salah satunya
yaitu
penerapan
Peraturan
Pemerintah
Menteri
Pertanian
No.37/KPTS/HK.060/I/2006. Peraturan ini menjelaskan tentang pencegahan,
penyebaran, dan masuknya lalat buah dari wilayah atau negara lain. Pengendalian
B. dorsalis dengan membungkus buah dan penyemprotan insektisida sintetik
(Sunarno, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.
Pembungkusan
Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara
tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau
daun kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu,
petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat
menarik lalat buah jantan. Pengendalian lalat buah lainnya yaitu dengan
menggunakan
musuh
alami
sebagai
pengatur
keseimbangan
di
alam
(Astriyani, 2014).
3.
Perangkap
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk
memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat
buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan
berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang
banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat
mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau
wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah
dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam
perangkap karena aroma atraktan dan akan menarik lalat buah untuk masuk ke
dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan lalat buah mati
karena pengaruh insektisida (Abadi, 2014).
4.
Sanitasi
Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah
sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan 24
dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang
masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau
Universitas Sumatera Utara
dibenamkan dalam tanah. Dengan demikian, larva-larva yang masih terdapat di
dalam buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi pupa dalam
tanah. Namun demikian sebagian besar petani beranggapan bahwa sanitasi buah
buah yang gugur tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Untuk
mengganggu daur hidup lalat buah dapat juga dilakukan pencacahan
(pembongkaran) tanah yang agak dalam dibawah tajuk pohon (tetapi harus hatihati agar tidak melukai akar) merata dan sering. Pupa yang terdapat di dalam
tanah akan terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati
(Abadi, 2014).
Universitas Sumatera Utara
PEDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang
permintaannya cukup besar dari tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk
diusahakan. Potensi pengembangan yang tinggi ini belum dapat dimanfaatkan
secara optimal, padahal permintaan buah jeruk di dalam negeri saja terus
meningkat sepanjang tahun seiring dengan meningkatnya kesadaran akan gizi dari
masyarakat
serta
permintaan
untuk
industri
olahan
asal
buah
jeruk
(Tarigan et al., 2012).
Data Dinas Pertanian Sumut menunjukkan bahwa luas panen tahun 2008
mencapai 13.090 hektar dan pada tahun 2009 menjadi 12.086 hektar. Sementara
total produksinya sebesar 858.508 ton, dan menurun pada tahun 2009 yaitu
sebesar 728.796 ton per hektar. Kondisi tersebut menunjukan terjadinya
penurunan total produksi jeruk di Sumatera Utara sebagai salah satu daerah
produksi jeruk terbesar di Indonesia. Sedangkan data produksi jeruk nasional
berkisar 17 – 25 ton/hektar dari potensi 25-40 ton/hektar (Setiawan, 2015).
Pengembangan buah jeruk di Indonesia mengalami berbagai kendala,
mulai penyediaan benih bermutu, budidaya, sampai dengan penanganan pasca
panen. Salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu buah
jeruk di Indonesia terutama Tanah Karo Berastagi adalah adanya serangan hama
lalat buah (Bactrocera dorsali). Lebih kurang 75 % dalam suatu pertanaman dapat
diserang oleh lalat buah sedangkan pada populasi yang tinggi, intensitas
serangannya dapat mencapai 100%. Oleh karena itu, hama ini telah menarik
perhatian
seluruh
dunia
untuk
dilakukan
upaya
pengendalian
(Sianipar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Hama lalat buah diperkirakan telah merusak sekitar 17.000 hektar tanaman
jeruk yang menyebabkan produksi per hektarnya mengalami penurunan yang
drastis menjadi 20 ton dari sebelumnya 60 ton. Bahkan kualitas buah jeruk yang
dihasilkannya juga amat buruk sehingga harga jualnya di tingkat petani turun
hingga 50% (Tarigan et al., 2012).
Secara ekonomis beberapa spesies lalat buah merupakan hama penting
yang berasosiasi dengan berbagai buah-buahan dan sayuran tropika. Menurut Van
Sauers & Muller, A. (2005) pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang
kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada
buah yang hampir masak. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 3060%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya
buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan.
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka monitoring
dan pengendalian lalat buah yang menyerang tanaman jeruk adalah memahami
preferensi oviposisi dari lalat buah tersebut. Banyaknya para petani yang tidak
mengetahui
waktu
yang
tepat
untuk
melakukan
pembungkusan
buah,
menyebabkan buah jeruk sudah terlebih dahulu terserang lalat buah. Sejumlah
hasil penelitian tentang preferensi lalat buah Bactrocera spp. telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Misalnya, penelitian oleh karindah et al., (2013) tentang
pengaruh aroma buah terhadap preferensi oviposisi bactrocera; Riski (2015)
tentang peran suplemen protein terhadap keperidiannya. Seperti yang diutarakan
oleh Mardiasih (2010) bahwa pengendalian lalat buah pada jeruk yang biasa
dilakukan petani adalah penggunaan tanaman perangkap, pengasapan, sanitasi
lingkungan serta pembungkusan buah menggunakan mulsa plastik dan kertas
karton.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat perubahan warna pada buah jeruk sebagai penentu preferensi
oviposisi lalat buah belum banyak diketahui, dimana hal ini dapat mempermudah
dalam menentukan waktu pembungkusan buah yang dilakukan oleh petani dalam
melakukan pengendalian. Sesuai literatur Sianipar (2008) bahwa biofisik buah
seperti, bau (aroma), zat gula, dan zat atraktan akan berpengaruh terhadap
preferensi buah tersebut dan biofisik jeruk seperti bentuk, kekerasan, warna, dan
ketebalan kulit mangga juga dapat menentukan seberapa jauh preferensi lalat buah
terhadap jeruk. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dasar untuk mengetahui
preferensi lalat buah dan kaitannya dengan biofisik jeruk maupun warna pada
buah jeruk.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti preferensi oviposisi lalat
buah (Bactrocera dorsalis) (Diptera : Tephritidae) pada beberapa indeks warna
kematangan buah jeruk tanah karo di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan indeks warna kematangan buah jeruk yang
sesuai jenis dalam preferensi oviposisi lalat buah (Bactrocera dorsalis)
(Diptera : Tephritidae).
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh warna kematangan buah jeruk yang sesuai pada preferensi
oviposisi lalat buah (Bactrocera dorsalis) (Diptera : Tephritidae) pada beberapa
fase warna kematangan buah jeruk tanah karo di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan dalam melakukan tindakan preventif terhadap serangan
lalat buah di lapangan, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Universitas Sumatera Utara
sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
DEWI NATALIA NAPITUPULU: “Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis
Pasa Beberapa Fase Warna Kematangan Buah Jeruk Tanah Karo di
Laboratorium”. Preferensi oviposisi pada buah jeruk belumk banyak dipelajari.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui preferensi oviposisi B. dorsalis terhadap
fase kematangan buah jeruk. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di
laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(±25 m dpl) mulai bulan Mei sampai Juni 2016, menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Fase kematangan
buah dilihat dengan melakukan pengukuran tingkat kelunakan buah (TKB), yaitu
pada fase F0 ; 4,68 gr/mm, F1 ; 5,81 gr/mm, F2 ; 7,45 gr/mm, dan F3 ; 9,59
gr/mm. Parameter yang diamati adalah persentase serangan dan jumlah larvaB.
dorsalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fase warna kematangan
berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Persentase
serangan B. dorsalis tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59 gr/mm) sebesar 48%
sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah terdapat pada F0 (TKB = 4,68
gr/mm) yaitu sebesar 0%. Jumlah larva tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59
gr/mm) sebesar 7,85 ekor sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah
terdapat pada F0 (TKB = 4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0,71 ekor.
Kata kunci : Bactrocera dorsalis, fase warna, tingkat kelunakan buah (TKB),
preferensi oviposisi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
DEWI NATALIA NAPITUPULU : “Oviposition Preferences Test of Bactrocera
dorsalis (Diptera : Tephritidae) in Some Colors Maturity Phase Karo Citrus at
laboratory” supervised by MARHENI and HASANUDDIN. Oviposition
Preferences of Bactrocera dorsalis on citrus fruit maturation stage not been
studied. This research aim to know oviposition preferences of Bactrocera dorsalis
in some colors maturity phase citrus. Therefore, a research had been conducted in
the laboratory of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, University of
North Sumatera (± 25 m asl) Medan in May until June 2016. This research used
non-factorial completely randomized design with four treatments and five
replications. Phase of fruit maturity seen by measuring softness fruit, the stage
where F0 ; 4,68 gr/mm, F1 ; 5,81 gr/mm, F2 ; 7,45 gr/mm, dan F3 ; 9,59 gr/mm.
The parameters observed were the percentage of attacks and number of larvae
Bactrocera dorsalis. The result showed that color phases of maturity and softness
fruit very significant effect on all parameters observed. Bactrocera dorsalis attack
percentage is highest in the F3 amounted to 48 % while the percentage of B.
dorsalis attack was lowest for the F0 amounted to 0 %. The highest total of larvae
found on F3 amounted to 7,85 tail while the total of larvae of B. dorsalis was
lowest for the F0 amounted to 0,71 tail.
Keywords: Bactrocera dorsalis, color maturity phase, softness fruit (TKB),
oviposition preferences
Universitas Sumatera Utara
UJI PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera dorsalis (Diptera:Tephritidae)
PADA BEBERAPA FASE WARNA KEMATANGAN BUAH
JERUK TANAH KARO DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh :
DEWI NATALIA NAPITUPULU
120301187
AGROEKOTEKNOLOGI - HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
UJI PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera dorsalis (Diptera:Tephritidae)
PADA BEBERAPA FASE WARNA KEMATANGAN BUAH
JERUK TANAH KARO DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh :
DEWI NATALIA NAPITUPULU
120301187
AGROEKOTEKNOLOGI - HPT
Skripsi Sebagai Salah Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
Judul
Nama
NIM
Program Studi
Jurusan
: Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis (Diptera :
Tephritidae) Pada Beberapa Fase Warna Kematangan
Buah Jeruk Tanah Karo di Laboratorium
: Dewi Natalia Napitupulu
: 120301187
: Agroekoteknologi
: Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Marheni, MP)
Ketua
(Dr. Ir. Hasanuddin, MS)
Anggota
Mengetahui
(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc)
Ketua Program Studi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
DEWI NATALIA NAPITUPULU: “Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis
Pasa Beberapa Fase Warna Kematangan Buah Jeruk Tanah Karo di
Laboratorium”. Preferensi oviposisi pada buah jeruk belumk banyak dipelajari.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui preferensi oviposisi B. dorsalis terhadap
fase kematangan buah jeruk. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di
laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(±25 m dpl) mulai bulan Mei sampai Juni 2016, menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Fase kematangan
buah dilihat dengan melakukan pengukuran tingkat kelunakan buah (TKB), yaitu
pada fase F0 ; 4,68 gr/mm, F1 ; 5,81 gr/mm, F2 ; 7,45 gr/mm, dan F3 ; 9,59
gr/mm. Parameter yang diamati adalah persentase serangan dan jumlah larvaB.
dorsalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fase warna kematangan
berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Persentase
serangan B. dorsalis tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59 gr/mm) sebesar 48%
sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah terdapat pada F0 (TKB = 4,68
gr/mm) yaitu sebesar 0%. Jumlah larva tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59
gr/mm) sebesar 7,85 ekor sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah
terdapat pada F0 (TKB = 4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0,71 ekor.
Kata kunci : Bactrocera dorsalis, fase warna, tingkat kelunakan buah (TKB),
preferensi oviposisi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
DEWI NATALIA NAPITUPULU : “Oviposition Preferences Test of Bactrocera
dorsalis (Diptera : Tephritidae) in Some Colors Maturity Phase Karo Citrus at
laboratory” supervised by MARHENI and HASANUDDIN. Oviposition
Preferences of Bactrocera dorsalis on citrus fruit maturation stage not been
stu
Abadi, M. 2014. Studi Keefektifan Model Perangkap Kuning Atraktan Dan Model
Perangkap Cair Atraktan Terhadap Lalat Buah (Bactrocera Sp.) Pada
Tanaman Mentimun. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Adrika. 2004. Preferensi Lalat Buah Bactrocera Spp (Diptera : Tephritidae)
Terhadap Warna Perangkap Pada Tanaman Jambu Biji (Psidium Guajava
L.). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utama, Medan.
Astriyani, N. 2014. Keragaman Dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera:
Tephritidae) Yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan Di Bali. [Tesis].
Universitas Udayana, Denpasar.
Bangun, D. 2009. Kajian Beberapa Metode Perangkap Buah Pada Pertanaman
Jeruk (Citrus sp.) Manis Di Desa Sukanalu Kabupaten Karo. [Skripsi].
Universitas Sumatera Utara, Medan.
BPPH. 2014. Budidaya Jeruk Siam Banjar. Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Kalimantan Tengah
Budiawan, Nurul, Budhi, Taufan, Joni, Kemas,Dan Ranta. 2011. Perlakuan
Karantina Dengan Iradiasi Sinar Gamma (Co-60) Terhadap Lalat Buah
(Bactrocera Papayae Drew And Hancock.) Pada Buah Mangga Gedong
(Mangifera Indica L.). Badan Karantina Pertanian Balai Uji Terap Teknik
Dan Metode Karantina Pertanian.
Etebu, E. Dan A. B. Nwauzoma. 2014. A Review On Sweet Orange (Citrus
Sinensis L Osbeck): Health, Diseases And Management. American
Journal Of Research Communication, 2014, 2(2): 33-70. www.UsaJournals. Com, Issn: 2325-4076.
Handayani, L. 2015. Efektivitas Tiga Jenis Atraktan TerhadapLalat Buah (Diptera
: Tephritidae) Pada TanamanJeruk Pamelo Dan Belimbing Di
KabupatenMagetan. [Skripsi]. Fakultas PertanianUniversitas Jember.
Irwanto, B. 2008. Inventarisasi Hama-Hama Penting Dan Parasitoid Pada Buah
Mangga (Mangifera Spp.) Di Laboratorium. [Skripsi]. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Karindah, Toto Himawan, dan P. Wijayanto. 2013. Pengaruh Beberapa Aroma
Buah Terhadap PreferensiOviposisi Bactrocera Carambolae Drew Dan
Hancock (Diptera: Tephritidae). [Jurnal]. Vol 1 (2). Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya.
Mardiasih, W. P. 2010. Aktivitas Insektisida Dan Penghambat Peneluran Ekstrak
Cerbera odollam Dan Cymbopogon citratus Terhadap Lalat Buah
Bactrocera Carambolae Pada Belimbing. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Universitas Sumatera Utara
Munir, Karsadi, dan Lukman. 2015. Identifikasi Kematangan Buah Jeruk Dengan
Teknik Jaringan Syaraf Tiruan. Vol. 3 (2). Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Muthmainnah, H. 2014. Perubahan Warna Kulit Buah Tiga Varietas Jeruk Keprok
Dengan Perlakuan Degreeningdan Suhu Penyimpanan. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Novriarche, G. 2012. Identifikasi Lalat Buah (Diptera : Tephritidae) Pada Mangga
Malam (Mangifera indica) di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunung
Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. [Skripsi]. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.
Rahmawati, Y. P. 2014. Ketertarikan Lalat Buah Bactrocera Sp. Pada Senyawa
Atraktan Yang Mengandung Campuran Protein Dan Metil Eugenol.
[Skripsi]. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Riski, S. 2015. Preferensi Oviposisi Bactrocera Papayae Drew & Hancock
(Diptera: Tephritidae) Pada Lima Jenis Buah Inang Dan Peran Suplemen
Protein
Rosmaini, Elviansyah dan Syawaluddin. 2014. Kajian Identifikasi Lalat Buah Di
Kabupaten Simalungun. Balai Besar Karantina Pertanian Belawan.
Setiawan. 2015. Pengaruh Variasi Jenis Bahan pembungkus Terhadap
Performansi Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dan Efektifitasnya
Sebagai Proteksi Infeksi lalat Buah (Bactrocera carambola L.). [Skripsi].
Universitas Jember, Jember.
Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah Terhadap Berbagai
Papan Perangkap Berwarna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian.
Vol. 6(2). Politeknik Perdamaian Halmahera, Tobelo.
Tamim. 2009. Pemanfaatan Tanaman Selasih Ungu (Ocimum Sanctum Linn)
Sebagai Atraktan Lalat Buah (Bactrocera Dorsalis) Pada Tanaman Jambu
Biji (Psidium Guajava) Dalam Rangka Pengembangan Pestisida Nabati
Ramah Lingkungan. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tarigan, Binari, Dan Puji Prastowo. 2012. Pola Aktivitas Harian Dan Dinamika
Populasi Lalat Buah Bactrocera Dorsalis Complex Pada Pertanaman Jeruk
Di Dataran Tinggi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Vol. 12, No.
2: 103 – 110 .Universitas Negeri Medan, Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ±25 m di
atas permukaan laut. Penelitian ini akan dilaksanakan pada awal bulan Mei sampai
dengan akhir bulan Juni 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu buah jeruk tanah karo sebagai inang, lalat
buah spesies B. dorsalis yang telah dikembangbiakkan sebelumnya, kapas, kain
kassa, air, madu sebagai makanan imago Bactrocera, pasir steril, dan bahan lain
yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan yaitu Penetrometer Koehler sebagai alat untuk
mengukur tingkat kelunakan buah (TKB) jeruk, toples sebagai tempat
pembiakkan lalat buah, kurungan kassa, kawat sebagai penyangga buah jeruk,
kertas label, kamera, serta alat bantu lainnya yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial.
Terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan, yaitu :
F0
: Fase Out of Grade
F1
: Extra Class
F2
: Class 1
F3
: Class 2
(Ketentuan fase lihat pada lampiran 1.)
Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :
t (r-1)
≥ 15
4r -4
≥ 15
4r
≥ 19
Universitas Sumatera Utara
r
≥ 19/4
r
≥ 4,75 → 5
Ulangan yang digunakan adalah sebanyak 5 ulangan.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linear berikut:
Yij = μ + αi + εij
Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = nilai tengah umum atau rataan
αi = pengaruh perlakuan keεij = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Selanjutnya bila hasil analisa sidik ragam menunjukkan hasil yang nyata
maka dilanjutkan dengan uji Duncan/DMRT.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Perbanyakan lalat buah dilakukan dengan cara mengambil buah jeruk yang
busuk yang diduga sudah terserang larva lalat buah, kemudian dikupas buah jeruk
untuk diambil larvanya, kemudian larva dimasukkan kedalam wadah perbanyakan
yang berisi pasir yang sudah di sterilkan, dan ditutup dengan kain kasa. Dibasahi
pasir dengan air bersih secukupnya setiap 2 hari. Larva lalat buah yang terdapat di
dalam buah-buahan busuk dibiarkan meneruskan siklus hidupnya sampai melalui
stadium pupa hingga mencapai stadium dewasa (imago). Apabila pupa mulai
menetas menjadi imago maka diberikan madu sebagai pakan lalat buah tersebut.
Menurut Riski (2015) bahwa pada umumnya telur berhasil menetas dalam waktu
2-3 hari setelah diletakkan oleh imago betina, kemudian diikuti lama hidup fase
larva dan pupa berturut-turut 6-8 hari dan 7-9 hari.
Imago dipelihara dengan memberikan pakan berupa madu yang diteteskan
pada kapas, dan air yang diserapkan pada busa yang di simpan di atas kurungan.
Imago Bactrocera dorsalis dipelihara sampai berumur 2 minggu dan melakukan
perkawinan (Sianipar, 2008).
Penyediaan Kurungan Kassa
Kurungan kassa terbuat dari kayu dengan ukuran berukuran 30 cm x 30
cm x 30 cm dimana dari luar akan disungkup dengan kain kassa. Pada bagian atas
kain kassa digantungkan 4 kawat yang diatur secara acak sebagai wadah
diletakkan jeruk. Serta di setiap sisi kain kassa terdapat pintu masuk atau
keluarnya tangan untuk melakukan percobaan.
Universitas Sumatera Utara
a
b
Gambar 7. a) kurungan kassa, b) penyangga buah jeruk
Penyediaan Buah Sebagai Inang
Buah jeruk yang terdiri dari empat fase warna kematangan diperoleh dari
Tanah Karo Berastagi.
Mengukur Tingkat Kelunakan Buah (TKB) Buah Jeruk
Buah jeruk yang terdiri dari empat fase, terlebih dahulu diukur tingkat
kelunakan kulit pada buah tersebut. Buah diukur menggunakan alat penetrometer
dengan satuan gr/mm di laboratorium.
Uji Preferensi Oviposisi
Percobaan uji preferensi lalat buah B. dorsalis pada beberapa indeks warna
kematangan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu :
•
Masa Infestasi
Buah jeruk dimasukkan ke dalam kurungan yang berukuran 30 cm x 30
cm x 30 cm, setelah itu diinfestasikan 10 ekor imago betina dan 20 ekor imago
jantan B. dorsalis ke dalam kurungan kassa.
•
Masa Inkubasi
Setelah masa infestasi, jeruk yang dimasukkan dari setiap indeks warna
diinkubasi selama 3 hari, lalu setelah 3 hari kemudian diganti kembali dengan
Universitas Sumatera Utara
empat fase warna jeruk yang baru. Dua sampai tiga hari pertama, lalat buah
diperkirakan masih berkopulasi dan belum melakukan peletakkan telur, sesuai
literatur Karindah et al., (2013) bahwa hama meletakkan telur pada umur 5 hari,
minimal 3 hari dan maksimal 8 hari. Selama inkubasi, kurungan memakai kain
kasa yang memilki pori-pori kecil sebagai antisipasi dari gangguan serangga lain.
Preferensi oviposisi lalat buah B. dorsalis ini dilakukan selama masa hidup lalat
buah B. dorsalis yaitu ± 15 hari, lalu masing-masing jeruk yang terserang diamati
jumlah imago yang keluar tiap fase warna jeruk.
Pengamatan Parameter
Persentase Serangan
Pengamatan persentase serangan pada buah jeruk dimulai setelah inkubasi
dengan rumus :
Dimana :
�
PS = � � 100%
PS = Persentase Serangan
A = Jumlah buah yang terserang
B = Jumlah keseluruhan buah
Jumlah Larva Bactrocera dorsalis
Dihitung populasi larva lalat buah B. dorsalis yang muncul akibat
serangan lalat buah pada masing-masing fase warna jeruk.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Serangan Bactrocera dorsalis
Hasil pengamatan rata-rata dan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
setiap perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap persentase
serangan hama lalat buah B. dorsalis. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase serangan Bactrocera dorsalis terhadap 4 perlakuan
Perlakuan
TKB (gr/mm)
% Serangan
F0 (Out of Grade)
4,68
0,00c
F1 (Extra Class)
5,81
1,33c
F2 (Fase I)
7,45
20,00b
F3 (Fase II)
9,59
48,00a
Keterangan : TKB = Tingkat kelunakan buah dinyatakan dalam satuan kuat tekan gr/mm2
Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada Uji jarak Duncan taraf 5%.
Setiap perlakuan menggunakan fase warna buah jeruk yang berbeda.
Untuk mengetahui tingkat kelunakan buah (TKB) setiap fase warna buah jeruk,
dilakukan pengukuran TKB menggunakan alat penetrometer dengan satuan kuat
tekan gr/mm2. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa TKB F0, F1, F2, dan F3 semakin
lama semakin tinggi yang artinya bahwa setiap fase semakin lama memiliki
tingkat kelunakan buah yang semakin tinggi (semakin lunak). Pada Tabel 1 Dapat
diketahui bahwa tingkat serangan hama B. dorsalis terendah terdapat pada F0 lalu
mengalami peningkatan pada perlakuan F3, hal ini juga sesuai dengan tingkat
kelunakan buah yang semakin lama semakin tinggi (lunak).
Dapat dilihat dari perlakuan F0 dengan persentase 0%, dan F1 dengan
persentase 1,33% dimana pada fase ini keadaan jeruk masih mentah dan berwana
hijau tua, berbeda dengan F2 dan F3 dengan persentase serangan 20% dan 40%
yang berbeda sangat nyata karena perubahan warna yang semakin cerah/berwarna
Universitas Sumatera Utara
kuning kejinggaan (Lampiran 1.), sehingga hama B. dorsalis lebih tertarik untuk
menyerang jeruk tersebut. Hal ini dikarenakan salah satu cara serangga mengenali
inangnya, yaitu dengan cara mengenali stimulus visual melalui indera penglihatan
(Setiawan, 2015), sedangkan pada perlakuan F3 mengalami gejala serangan
tertinggi yaitu 48%, dimana tingkat kematangan buah yang lebih matang lebih
disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau
(Siwi, 2014).
a
b
c
d
Gambar 8. Serangan B. dorsalis pada setiap perlakuan (a) fase 0, (b) fase 1, (c) fase 2,
(d) fase 3
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa semakin matang buah jeruk,
yang ditandai dengan perubahan warna dari fase 0 (out of grade) sampai fase 3
(class II) maka tingkat serangan hama lalat buah juga semakin meningkat
(Gambar 8.). Hal ini dapat diketahui bahwa sebelum meletakkan telur, hama
B. dorsalis akan melihat spektrum warna inang yang akan didatangi untuk
Universitas Sumatera Utara
beroviposisi. Selain itu, B. dorsalis memiliki spektrum warna yang berbeda
dengan penglihatan manusia. Hal ini didukung oleh pendapat Meyer dalam
Sunarno (2011), bahwa kebanyakan serangga hanya memiliki dua tipe pigmen
penglihatan, yaitu pigmen yang dapat menyerap warna hijau dan kuning terang,
serta pigmen yang dapat menyerap warna biru dan sinar ultraviolet. Imago betina
tertarik pada warna kuning bila dibandingkan dengan warna lainnya.
Hasil penelitan menyatakan bahwa perlakuan F0 yaitu pada fase out of
grade dan F1 dengan tingkat kelunakan yang lebih rendah dibanding perlakuan
lainnya merupakan fase yang paling efektif untuk dilakukan pengendalian
(pembungkusan) serangan hama lalat buah. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan
F2, dan F3 lebih banyak diserang oleh hama lalat buah B. dorsalis serta
menghasilkan jumlah larva yang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan warna
kuning kejinggaan terdapat pada fase II dan III, dimana hama ini lebih tertarik
untuk melakukan oviposisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muryati dan Jan
(2005) dalam Bangun (2009) bahwa Bactrocera spp. lebih menyukai warna
kuning dan putih dibandingkan dengan warna lainnya, dimana lalat buah betina
dapat mengenali inangnya untuk bertelur. Ini artinya bahwa selain perangkap bisa
digunakan sebagai salah satu teknik pengendalian, perangkap berwarna juga bisa
dijadikan sebagai penarik serangga hama.
Grafik 1. Persentase peningkatan serangan Bactrocera dorsalis berdasarkan perlakuan fase warna
kematangan buah jeruk
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengamatan, persentase serangan B. dorsali berhubungan erat
dengan fase warna kematangan buah jeruk beserta tingkat kelunakan buah (TKB)
jeruk. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada perlakuan F3 lebih banyak
diserang oleh hama B. dorsalis dikarenakan tingkat kelunakan yang lebih tinggi
dibanding perlakuan lain. Hal ini akan mempermudah B. dorsalis untuk
menusukkan ovipositornya pada permukaan buah jeruk dengan tingkat kelunakan
yang tinggi. Dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna pada buah
jeruk mempengaruhi perilaku hama B. dorsalis dalam menyerang buah jeruk.
Aktivitas B. dorsalis dalam menemukan inangnya ditentukan oleh warna dan
aroma dari buah (Setiawan, 2015). Tiga karakteristik visual tanaman yang
menyebabkan suatu tanaman dipilih oleh serangga untuk meletakkan telur
maupun
makan
adalah
ukuran,
bentuk
dan
kualitas
warna
tanaman
(Sunarno, 2011).
Jumlah Larva Bactrocera dorsalis
Hasil pengamatan rata-rata dan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
setiap perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap populasi larva
B. dorsalis. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah larva B. dorsalis yang
tertinggi adalah pada perlakuan F3 sebesar 7,85 diikuti F2 sebesar 4,89 kemudian
F1 sebesar 1,15 dan F0 yaitu sebesar 0,71.
Tabel 2. Rataan jumlah larva Bactrocera dorsalis terhadap 4 perlakuan
Perlakuan
Jumlah Larva (Ekor)
F0 (Out of Grade)
0,71c
F1 (Extra Class)
1,15c
F2 (Fase I)
4,89b
F3 (Fase II)
7,85a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada Uji jarak Duncan taraf 5%.
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan F0 dan F1 memiliki rataan jumlah larva terendah dibandingkan
dengan perlakuan lain. Hal ini karena jumlah gula pada perlakuan F0 dan F1
paling rendah sehingga kurang tersedianya jumlah nutrisi yang dapat
dimanfaatkan oleh larva B. dorsalis. Hama ini tergolong serangga holometabola
yaitu serangga mengalami metamorfosis sempurna. Setelah mengalami fertilisasi,
telur berkembang menjadi larva. Larva bergerak aktif dan memakan makanan
untuk pertumbuhannya. B. dorsalis lebih menyukai makanan yang mengandung
banyak nutrisi untuk perkembangannya. Dalam pertumbuhannya, protein
hidrolisat menyebabkan diperolehnya larva besar (Rahmawaty, 2014). Pada
penelitian Aini (2008) mengungkapkan bahwa berdasarkan analisis regresi tingkat
produktivitas larva optimal terdapat pada level penambahan pakan broiler starter
47.66% dengan protein kasar 11,96% dan energi 2050,88 kal/gram.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa jumlah kemunculan larva yang
tidak terlalu banyak juga didukung dengan minimnya persentase serangan pada
fase 0 dan I yaitu 0% dan 1,33% dengan jumlah larva 0,71 dan 1,15 ekor.
Kelunakan buah dan kadar protein pada berbagai fase kematangan buah
mempengaruhi jumlah larva B. dorsalis. Berbeda dengan fase II dan III yang
memiliki persentase yang tinggi yaitu 20% dan 48% dengan jumlah larva 4,89
dan 7,85 ekor. Rahmawati (2014) mengungkapkan bahwa lalat buah betina
membutuhkan protein hidrolisat dalam jumlah besar, hal ini berkaitan dengan
perkembangan organ reproduksi dan pembentukan telur-telur yang fertil. Dan
diketahui bahwa dalam komposisi buah jeruk terdapat 0,9 gram komponen protein
per 100 gram buah jeruk yang matang (Anshori, 2006).
Hal ini diketahui bahwa dari keempat fase buah jeruk yang diuji, lalat
buah B. dorsalis menyukai buah jeruk fase kedua (F2) dan ketiga (F3) karena
Universitas Sumatera Utara
memiliki tekstur kelunakan buah yang lunak. Hal ini diduga kurangnya
ketertarikan oleh lalat buah untuk beroviposisi di fase 0 dan fase I dibandingkan
fase II dan fase III yang memiliki persentase serangan yang tinggi. Dimana
ketertarikan lalat betina lebih tinggi pada fase II dan III disebabkan kandungan
ester dan asam organik yang terdapat pada buah jeruk, serta adanya rangsangan
visual berupa warna kuning yang menyebabkan lalat buah betina datang pada
rangsangan tersebut. Menurut Allwood (1996) dalam Riski (2015) lalat buah
mencari makan dan tempat untuk beroviposisi dimulai dengan penempatan sebuah
habitat dengan menggunakan isyarat penciuman dan penglihatan. Komponen
volatil pada buah yang matang merupakan rangsangan yang mengundang imago
lalat buah untuk mendekat ke tanaman inang. Lalat buah berhenti dekat sumber
aroma buah, kemudian hinggap lebih lama pada buah tersebut dan melakukan
kopulasi dan juga beroviposisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah larva pada fase III lebih
banyak dibandingkan pada fase I maupun pada fase II, hal ini dapat disebabkan
karena pada fase III buah jeruk yang semakin matang yang memungkinkan
komposisi makanan larva B. dorsalis terpenuhi. Penelitian oleh Putra (1991)
membuktikkan bahwa telur akan diletakkan pada jaringan tumbuhan yang cocok
(cukup nutrisi) bagi keturunannya, memilih buah yang mulai masak agar lebih
mudah ditembus oleh ovipositor dan memiliki kandungan gula yang mulai
meningkat. Riski (2015) juga mengungkapkan bahwa perlakuan protein hidrolisat
tunggal dapat mempercepat peletakkan telur lalat buah dan memiliki jumlah telur
paling tinggi dibandingkan perlakuan campuran air dan gula. Hal tersebut di atas
menunjukkan bahwa kandungan nutrisi sangat menentukan preferensi serangga
terhadap tanaman inang, baik untuk makanan maupun meletakkan telur.
Universitas Sumatera Utara
Insting imago dalam memilih inang sebagai tempat oviposisi diduga lebih
berperan pada upaya mempertahankan keberlanjutan keturunannya, untuk
mendukung keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan larvanya. Pertumbuhan
dan keberhasilan hidup serangga pra dewasa seringkali dipengaruhi habitat dan
komposisi nutrisi inang. Nutrisi penting untuk pertumbuhan lalat buah (imago dan
larva) di antaranya adalah asam amino, vitamin, gula, mineral, dan faktor
pertumbuhan lainnya (Allwood 1996).
Rataan populasi larva lalat buah B. dorsalis berbeda-beda hal ini
disebabkan karena setiap perlakuan memiliki beberapa fase warna kematangan
dan tingkat kelunakan buah jeruk yang berbeda. Berikut rataan populasi larva lalat
buah B. dorsalis terhadap perlakuan beberapa fase warna buah jeruk pada grafik
berikut :
Grafik 2. Rataan populasi larva Bactrocera dorsalis berdasarkan perlakuan fase
kematangan buah jeruk
warna
Preferensi lalat B. dorsalis pada 4 perlakuan dengan TKB yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap perilaku pemilihan peletakkan telur pada setiap jenis
dan kekerasan buah tertentu (Tabel 2). Hasil percobaan menunjukkan bahwa
populasi larva terbanyak terdapat pada fase II dan III dengan jumlah 4,89 ekor dan
Universitas Sumatera Utara
7,85 ekor diduga karena kedua perlakuan tersebut memiliki tingkat kematangan /
kelunakan yang tinggi sehingga ketersediaan kandungan gula dalam buah juga
semakin meningkat. Menurut Romoser & Stoffolano (1998) dalam Sianipar
(2008) aroma yang ditimbulkan oleh tanaman dapat menarik serangga untuk
makan dan meletakkan telur. Kandungan gula menentukan preferensi lalat buah
terhadap berbagai jenis buah (Sarangga, 1997), maka semakin tinggi kandungan
gula yang terdapat di dalam buah akan lebih disukai oleh lalat buah.
.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan F3 (TKB = 9,59
gr/mm) sebesar 48% dan yang terendah terdapat pada perlakuan F0 (TKB =
4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0%.
2. Perlakuan F0 (4,68 gr/mm) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan F2 (7,45
gr/mm), dan F3 (TKB = 9,59 gr/mm) dan tidak berbeda nyata dengan F1
(TKB = 5,81 gr/mm), serta F1 berbeda sangat nyata dengan F2 dan F3 tetapi
tidak berbeda nyata dengan F0.
3. Jumlah larva Bactrocera dorsalis yang tertinggi adalah pada perlakuan F3
(TKB = 9,59 gr/mm) sebesar 7,85 ekor dan yang terendah pada perlakuan F0
(TKB = 4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0,71 ekor.
4. Semakin tinggi tingkat kelunakan daging buah jeruk maka semakin tinggi
tingkat persentase serangan dan jumlah larva Bactrocera dorsalis.
Saran
Sebaiknya dilakukan pengendalian berupa pembungkusan sebelum buah
jeruk mengalami
perubahan warna jeruk memasuki fase II untuk mencegah
serangan Bactrocera dorsalis di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk
Botani Tanaman
Tanaman jeruk termasuk dalam susunan taksonomi sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo :
Rutales Famili : Rutaceae Genus : Citrus Species : Citrus sinensis L.
Tanaman jeruk mempunyai akar tunggang panjang dan akar serabut
(bercabang pendek kecil) serta akar-akar rambut. Bila akar tunggang mencapai
tanah yang keras atau yang terendam air, maka pertumbuhannya akan berhenti.
Tetapi bila tanahnya gembur, panjang akar tunggang mencapai 4 meter. Akar
cabang yang mendatar bisa mencapai 6-7 meter (Soelarso, 1996 dalam Ginting,
2004).
Tanaman jeruk berupa pohon dengan tinggi antara 2-3 m. Batangnya
mempunyai duri yang kuat. Cabang muda umumnya pipih bersudut, warnanya
hijau tua agak mengilat dan bila batang sudah tua akan terdapat retak-retak halus
yang pada sudut ketiak akan terdapat duri yang umumnya berwarna hijau tua
(Pracaya, 2003 dalam Bangun, 2009).
Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk
lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit
sangat lemah dengan panjang 3,5-8cm. Bunganya mempunyai diameter 1,52,5cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Bunga beraturan berbentuk anak
payung, tandan atau malai (Wahyuningsih, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Komposisi Jeruk Manis
Komposisi buah jeruk manis terdiri dari bermacam-macam, diantaranya
air 70-92 % (tergantung kualitas buah ), gula, asam organik, asam amino, vitamin,
zat warna, mineral, dan lain-lain. Buah jeruk manis yang semakin tua, kandungan
gulanya semakin bertambah, tetapi kandungan asamnya berkurang dan jika
langsung terkena sinar matahari akan mengandung gula lebih banyak. Pada waktu
masih muda banyak mengandung asam oksalat, tetapi akan berkurang pada waktu
buah masak. Kandungan asam sitrat jeruk manis pada waktu muda cukup banyak,
tetapi setelah buah masak semakin berkurang sampai dua per tiga bagian. Asam
amino adalah persenyawaan yang dapat menjadi struktur protein, selama
perkembangan buah, kandungan asam amino berubah-ubah secara kuantitatif dan
kualitatif. Buah jeruk manis Valencia dan Washinton semakin tua kandungan
prolinenya semakin tinggi. Selain itu kandungan carotenoid dapat memberikan
warna kuning, orange, dan merah diantaranya yaitu xanthophyll, violaxanthin,
lycopene. Kandungan flavonoid terbagi menjadi dua yang tidak ada rasa disebut
hesperidin sedangkan limonin menyebabkan rasa pahit pada sari buah jeruk manis
(Pracaya, 2000).
Pada umumnya buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang berguna
untuk kesehatan manusia. Sari buah jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per
100 g bahan, tergantung jenisnya. Makin tua buah jeruk, biasanya makin
berkurang kandungan vitamin C-nya tetapi buah jeruk manis yang langsung
terkena sinar matahari akan mengandung lebih banyak vitamin C-nya. Vitamin C
terdapat dalam sari buah, daging dan kulit, terutama pada lapisan terluar kulit
buah (Pangesti, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Adapun komposisi kimia buah jeruk manis dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Kandungan dalam Buah Jeruk
Komponen
Jumlah per 100 gram
Energi
45 kkal
Protein
0,9 gram
Lemak
0,2 gram
Karbohidrat
11,2 gram
Fosfor
23 mg
Kalsium
33 mg
Besi
0,4 mg
Vitamin A
190 SI
Vitamin B1
0,08 mg
Vitamin C
49 mg
Air
87,2 gram
(Sumber : Anshori, 2006)
Tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah.
Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur
daripada buah yang masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi
populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin,
mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan
keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur
buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk
peletakan telur (Siwi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Hama Lalat Buah Bactrocera dorsalis
Biologi
Menurut Rosmaini et al., (2014) klasifikasi lalat buah sebagai berikut
kingdom : Animalia, Phylum : Arthropoda, Class : Insecta, Order : Diptera,
Family : Tephritidae, Genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera dorsalis.
Famili tephritidae beranggotakan lalat-lalat yang berukuran kecil sampai
sedang yang biasanya yang mempunyai bintik-bintik atau pita (band) pada sayap
sayapnya. Bintik-bintik tersebut seringkali membentuk pola menarik dan rumit.
Pada kebanyakan jenis lalat buah sel anak pada sayapnya memiliki juluran distal
yang lancip di bagian posterior (Handayani, 2015).
Lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan
holometabola yang memiliki 4 fase metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan
imago. Telur diletakkan pada buah berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina
dapat meletakkan telur 1- 40 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur
100-500 butir (Handayani, 2004). Menurut Riski (2015), bahwa satu ekor betina
Bactrocera dorsalis dapat menghasilkan telur sebanyak 22.6-32.8 butir/imago/5
hari.
Telur berwarna putih transparan berbentuk bulat panjang dengan salah
satu ujungnya runcing yang berukuran kurang lebih 1 mm. Telur lalat buah
berbentuk seperti pisang memiliki ukuran panjang dan lebar 1,17 × 0,21 mm.
Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang,
sebaliknya pupa lalat tidak akan menetas apabila terkena cahaya (Setiawan, 2015).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Kelompok Telur Bactrocera dorsalis (Budiawan et al., 2011)
Larva berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing (Gambar 2). Tubuh larva lalat buah
terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, toraks (tiga ruas), dan abdomen (delapan
ruas). Fase larva terdiri atas tiga instar. Larva membuat saluran-saluran di dalam
buah dan mengisap cairan buah. Larva hidup dan berkembang dalam daging buah
selama 6-9 hari dan menyebabkan buah menjadi busuk (Mardiasih, 2010).
Gambar 2. Larva Bactrocera. dorsalis
Pupa awalnya dari berwarna putih, kemudian mengalami perubahan warna
menjadi kekuningan dan coklat kemerahan. Perkembangan pupa tergantung
dengan kelembapan tanah. Kelembapan tanah yang sesuai dengan stadium pupa
adalah 0-9 %. Masa perkembangan pupa antara 4–10 hari. Pupa berada di dalam
tanah sekitar 2– 3 cm di bawah permukaan tanah. Pupa berubah menjadi imago
setelah 13-16 hari kemudian (BPPH, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pupa Bactrocera dorsalis
Imago lalat buah umumnya memiliki ciri-ciri penting di kepala, toraks,
sayap, dan abdomen. Panjang tubuh lalat dewasa sekitar 3,5–5mm, berwarna
hitam kekuningan. Kepala dan kaki berwarna coklat. Thorak berwarna hitam,
abdomen jantan berbentuk bulat sedangkan betina terdapat alat tusuk. Siklus
hidup lalat buah dari telur sampai imago berlangsung selama kurang lebih 27 hari
(Astriyani, 2014).
a
b
Gambar 4: Imago Bactrocera dorsalis (a) jantan, (b) betina
Universitas Sumatera Utara
Gejala Serangan
Lalat betina mengunakan ovipositornya menusuk buah atau sayur untuk
meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan
menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila
diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas
tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga
meletakkan telurnya tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan
batang. Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang
dihasilkan kecil-kecil dan menguning (Rosmaini et al., 2014).
Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak.
Gejala awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak
telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Selanjutnya karena
aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva
akan makan daging buah sehingga menyebabkan buah busuk sebelum masak.
Buah tersebut apabila dibelah pada daging buah terdapat ulat-ulat kecil dengan
ukuran
antara
4-10
mm
yang
biasanya
meloncat
apabila
tersentuh
(Sunarno dan Stefen, 2013).
a
b
Gambar 5. Gejala Serangan Bactrocera dorsalis pada jeruk (a) setelah dibelah, (b) masih utuh
Larva lalat buah hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9
hari. Larva pengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau
Universitas Sumatera Utara
pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah dihisap dan
dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri
pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Jika aktivitas
pembusukan (karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang
menjadi meluas) sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah,
bersamaan dengan masaknya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa,
larva masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa (Sunarno, 2011).
Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval dengan panjang 5 mm. Lalat
dewasa berwarna kecoklatan, dada berwarna gelap dengan dua garis kuning
membujur dan pada bagian perut terdapat garis melintang (Rahmawati, 2014).
Preferensi Oviposisi
Peletakan telur merupakan masalah yang penting bagi lalat buah,
mengingat kehidupan larva sepenuhnya terjadi di dalam tubuh inang. Induk lalat
buah harus memilih tanaman inang yang tepat, terutama dari segi pemenuhan gizi
bagi keturunannya. Induk lalat buah sangat menyukai inang yang berupa buah
setengah masak. Menurut Adrika (2004) pada tanaman jambu biji, pepaya, pisang,
jeruk, dan mangga. Bactrocera dorsalis lebih menyukai buah yang matang
daripada buah muda.
Bactrocera dorsalis lebih menyukai warna kuning dan putih dibandingkan
dengan warna-warna lainnya. Bila buah menjelang masak dan warna kuning
mulai tampak, lalat betina dapat mengenali inangnya untuk bertelur. Lalat
Tephritidae yang menyerang buah, umumnya tertarik oleh substansi yang
mengandung ammonia dalam buah, contoh lainnya protein hidrolisis atau protein
autolisis. Oleh karena itu zat-zat tersebut dapat digunakan sebagai perangkap lalat
buah, baik jantan maupun betina. Lalat buah jantan mengenal pasangannya selain
Universitas Sumatera Utara
melalui feromon, juga melalui kilatan warna tubuh dan pita atau bercak pada
sayap (Budiawan et al., 2011).
Uji preferensi dilakukan untuk mengetahui tingkat preferensi suatu hama
terhadap varietas yang diuji, sehingga dapat ditentukan apakah suatu varietas
menjadi inang utama atau sebagai inang alternatif. Makin tinggi tingkat preferensi
suatu hama berarti makin rentan suatu varietas, sehingga dapat ditentukan apakah
suatu varietas dapat dijadikan sebagai sumber gen ketahanan atau tidak. Variabel
yang diamati dalam uji prefensi adalah intensitas serangan hama, populasi larva,
dan berat larva (Sianipar, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan Oka (2005), preferensi adalah dipilih
atau disukainya suatu varietas lain untuk tempat bertelur, sebagai pakan, maupun
tempat berlindung. Menurut penelitian yang dilakukan Untung (2001), ciri-ciri
morfologi tanaman dapat menghasilkan rangsangan fisik untuk kegiatan makan
serangga atau kegiatan peletakan telur. Selain itu, ciri-ciri fisiologi yang
mempengaruhi serangga biasanya berupa zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
metabolisme tanaman. Hal ini didukung penelitian Sianipar (2008) bahwa
kandungan gula menentukan preferensi lalat buah terhadap berbagai jenis buah,
maka semakin tinggi kandungan gula yang terdapat di dalam buah akan lebih
disukai oleh lalat buah.
Perilaku Serangga dalam Mencari Inang
Sebagaimana pada serangga fitofagus terutama lalat buah, terdapat
hubungan antara tanaman dengan serangga. Hubungan tersebut dapat terjadi
secara fisik maupun secara kimiawi terutama dengan adanya senyawa yang
mudah menguap dan mampu menolak (repellent) maupun menarik (attractant)
kehadiran serangga ke tanaman inang. Rangsang yang bisa menarik serangga
Universitas Sumatera Utara
secara
umum
inang
dan
berupa
tergolong
rangsang
senyawa
bau
yang
kimia
dikeluarkan
hasil
oleh
metabolisme
tanaman
sekunder
(Setiawan, 2015).
a
b
Gambar 6. Bactrocera dorsalis betina meletakkan telur kedalam daging buah jeruk
(a) fase II, (b) fase III
Aktivitas lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh
warna, bentuk, dan aroma (bau) dari buah. Menurut Abadi (2014) lalat buah aktif
pada sore hari menjelang senja. Bactrocera spp., berkopulasi biasanya pada senja
hari. Lalat buah termasuk serangga yang kuat terbang, lalat jantan mampu terbang
4 – 15 mil (6,44 – 24,14 km) tergantung pada kecepatan dan arah angin. Lalat
buah banyak beterbangan di antara pohon-pohon buahan bila buah sudah hampir
matang atau masak.
Salah satu cara serangga mengenali inangnya yaitu dengan cara stimulus
visual melalui indera penglihatan, selain itu juga secara stimulus chemical melalui
indera penciuman. Serangga dari ordo diptera kelompok hama, umumnya
memiliki ketertarikan serangga terhadap inang melaui rangsangan visual akibat
Universitas Sumatera Utara
dari warna. Hal ini berarti bahwa tiap fase warna buah juga merupakan faktor
pendukung untuk hama ini mau meletakkan telurnya (Setiawan, 2015),
Lalat buah betina memiliki alat peletak telur disebut ovipositor. Menurut
Rahmawati (2014) lalat betina meletakkan telurnya di dalam buah sedalam 2-4
mm melalui kulit buah. Lalat buah betina dapat meletakkan 10 sampai 12 telur
setiap hari dan sekitar 200-250 telur selama hidupnya, dimana penelitian
Karindah et al., (2013) sebelumnya mengungkapkan bahwa pada hari ke-8, lalat
buah betina mulai bertelur pada masing-masing tempat peneluran. Jumlah telur
pada tempat peneluran beraroma jeruk terus bertambah hingga hari ke-14.
Sedangkan Siwi (2014) mengungkapkan bahwa tingkat kematangan buah
berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai
oleh lalat buah untuk meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Tingkat
kematangan buah sangat mempengaruhi populasi lalat buah. Jenis pakan yang
banyak mengandung asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat
memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Peletakan telur
dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah. Bagian buah yang ternaungi
dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk peletakan telur (Siwi, 2014).
Pengendalian Hama
1.
Peraturan dan Kebijakan
Pencegahan B. dorsalis ini telah banyak yang dilakukan, salah satunya
yaitu
penerapan
Peraturan
Pemerintah
Menteri
Pertanian
No.37/KPTS/HK.060/I/2006. Peraturan ini menjelaskan tentang pencegahan,
penyebaran, dan masuknya lalat buah dari wilayah atau negara lain. Pengendalian
B. dorsalis dengan membungkus buah dan penyemprotan insektisida sintetik
(Sunarno, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.
Pembungkusan
Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara
tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau
daun kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu,
petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat
menarik lalat buah jantan. Pengendalian lalat buah lainnya yaitu dengan
menggunakan
musuh
alami
sebagai
pengatur
keseimbangan
di
alam
(Astriyani, 2014).
3.
Perangkap
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk
memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat
buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan
berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang
banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat
mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau
wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah
dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam
perangkap karena aroma atraktan dan akan menarik lalat buah untuk masuk ke
dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan lalat buah mati
karena pengaruh insektisida (Abadi, 2014).
4.
Sanitasi
Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah
sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan 24
dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang
masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau
Universitas Sumatera Utara
dibenamkan dalam tanah. Dengan demikian, larva-larva yang masih terdapat di
dalam buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi pupa dalam
tanah. Namun demikian sebagian besar petani beranggapan bahwa sanitasi buah
buah yang gugur tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Untuk
mengganggu daur hidup lalat buah dapat juga dilakukan pencacahan
(pembongkaran) tanah yang agak dalam dibawah tajuk pohon (tetapi harus hatihati agar tidak melukai akar) merata dan sering. Pupa yang terdapat di dalam
tanah akan terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati
(Abadi, 2014).
Universitas Sumatera Utara
PEDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang
permintaannya cukup besar dari tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk
diusahakan. Potensi pengembangan yang tinggi ini belum dapat dimanfaatkan
secara optimal, padahal permintaan buah jeruk di dalam negeri saja terus
meningkat sepanjang tahun seiring dengan meningkatnya kesadaran akan gizi dari
masyarakat
serta
permintaan
untuk
industri
olahan
asal
buah
jeruk
(Tarigan et al., 2012).
Data Dinas Pertanian Sumut menunjukkan bahwa luas panen tahun 2008
mencapai 13.090 hektar dan pada tahun 2009 menjadi 12.086 hektar. Sementara
total produksinya sebesar 858.508 ton, dan menurun pada tahun 2009 yaitu
sebesar 728.796 ton per hektar. Kondisi tersebut menunjukan terjadinya
penurunan total produksi jeruk di Sumatera Utara sebagai salah satu daerah
produksi jeruk terbesar di Indonesia. Sedangkan data produksi jeruk nasional
berkisar 17 – 25 ton/hektar dari potensi 25-40 ton/hektar (Setiawan, 2015).
Pengembangan buah jeruk di Indonesia mengalami berbagai kendala,
mulai penyediaan benih bermutu, budidaya, sampai dengan penanganan pasca
panen. Salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu buah
jeruk di Indonesia terutama Tanah Karo Berastagi adalah adanya serangan hama
lalat buah (Bactrocera dorsali). Lebih kurang 75 % dalam suatu pertanaman dapat
diserang oleh lalat buah sedangkan pada populasi yang tinggi, intensitas
serangannya dapat mencapai 100%. Oleh karena itu, hama ini telah menarik
perhatian
seluruh
dunia
untuk
dilakukan
upaya
pengendalian
(Sianipar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Hama lalat buah diperkirakan telah merusak sekitar 17.000 hektar tanaman
jeruk yang menyebabkan produksi per hektarnya mengalami penurunan yang
drastis menjadi 20 ton dari sebelumnya 60 ton. Bahkan kualitas buah jeruk yang
dihasilkannya juga amat buruk sehingga harga jualnya di tingkat petani turun
hingga 50% (Tarigan et al., 2012).
Secara ekonomis beberapa spesies lalat buah merupakan hama penting
yang berasosiasi dengan berbagai buah-buahan dan sayuran tropika. Menurut Van
Sauers & Muller, A. (2005) pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang
kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada
buah yang hampir masak. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 3060%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya
buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan.
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka monitoring
dan pengendalian lalat buah yang menyerang tanaman jeruk adalah memahami
preferensi oviposisi dari lalat buah tersebut. Banyaknya para petani yang tidak
mengetahui
waktu
yang
tepat
untuk
melakukan
pembungkusan
buah,
menyebabkan buah jeruk sudah terlebih dahulu terserang lalat buah. Sejumlah
hasil penelitian tentang preferensi lalat buah Bactrocera spp. telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Misalnya, penelitian oleh karindah et al., (2013) tentang
pengaruh aroma buah terhadap preferensi oviposisi bactrocera; Riski (2015)
tentang peran suplemen protein terhadap keperidiannya. Seperti yang diutarakan
oleh Mardiasih (2010) bahwa pengendalian lalat buah pada jeruk yang biasa
dilakukan petani adalah penggunaan tanaman perangkap, pengasapan, sanitasi
lingkungan serta pembungkusan buah menggunakan mulsa plastik dan kertas
karton.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat perubahan warna pada buah jeruk sebagai penentu preferensi
oviposisi lalat buah belum banyak diketahui, dimana hal ini dapat mempermudah
dalam menentukan waktu pembungkusan buah yang dilakukan oleh petani dalam
melakukan pengendalian. Sesuai literatur Sianipar (2008) bahwa biofisik buah
seperti, bau (aroma), zat gula, dan zat atraktan akan berpengaruh terhadap
preferensi buah tersebut dan biofisik jeruk seperti bentuk, kekerasan, warna, dan
ketebalan kulit mangga juga dapat menentukan seberapa jauh preferensi lalat buah
terhadap jeruk. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dasar untuk mengetahui
preferensi lalat buah dan kaitannya dengan biofisik jeruk maupun warna pada
buah jeruk.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti preferensi oviposisi lalat
buah (Bactrocera dorsalis) (Diptera : Tephritidae) pada beberapa indeks warna
kematangan buah jeruk tanah karo di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan indeks warna kematangan buah jeruk yang
sesuai jenis dalam preferensi oviposisi lalat buah (Bactrocera dorsalis)
(Diptera : Tephritidae).
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh warna kematangan buah jeruk yang sesuai pada preferensi
oviposisi lalat buah (Bactrocera dorsalis) (Diptera : Tephritidae) pada beberapa
fase warna kematangan buah jeruk tanah karo di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan dalam melakukan tindakan preventif terhadap serangan
lalat buah di lapangan, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Universitas Sumatera Utara
sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
DEWI NATALIA NAPITUPULU: “Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis
Pasa Beberapa Fase Warna Kematangan Buah Jeruk Tanah Karo di
Laboratorium”. Preferensi oviposisi pada buah jeruk belumk banyak dipelajari.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui preferensi oviposisi B. dorsalis terhadap
fase kematangan buah jeruk. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di
laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(±25 m dpl) mulai bulan Mei sampai Juni 2016, menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Fase kematangan
buah dilihat dengan melakukan pengukuran tingkat kelunakan buah (TKB), yaitu
pada fase F0 ; 4,68 gr/mm, F1 ; 5,81 gr/mm, F2 ; 7,45 gr/mm, dan F3 ; 9,59
gr/mm. Parameter yang diamati adalah persentase serangan dan jumlah larvaB.
dorsalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fase warna kematangan
berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Persentase
serangan B. dorsalis tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59 gr/mm) sebesar 48%
sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah terdapat pada F0 (TKB = 4,68
gr/mm) yaitu sebesar 0%. Jumlah larva tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59
gr/mm) sebesar 7,85 ekor sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah
terdapat pada F0 (TKB = 4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0,71 ekor.
Kata kunci : Bactrocera dorsalis, fase warna, tingkat kelunakan buah (TKB),
preferensi oviposisi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
DEWI NATALIA NAPITUPULU : “Oviposition Preferences Test of Bactrocera
dorsalis (Diptera : Tephritidae) in Some Colors Maturity Phase Karo Citrus at
laboratory” supervised by MARHENI and HASANUDDIN. Oviposition
Preferences of Bactrocera dorsalis on citrus fruit maturation stage not been
studied. This research aim to know oviposition preferences of Bactrocera dorsalis
in some colors maturity phase citrus. Therefore, a research had been conducted in
the laboratory of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, University of
North Sumatera (± 25 m asl) Medan in May until June 2016. This research used
non-factorial completely randomized design with four treatments and five
replications. Phase of fruit maturity seen by measuring softness fruit, the stage
where F0 ; 4,68 gr/mm, F1 ; 5,81 gr/mm, F2 ; 7,45 gr/mm, dan F3 ; 9,59 gr/mm.
The parameters observed were the percentage of attacks and number of larvae
Bactrocera dorsalis. The result showed that color phases of maturity and softness
fruit very significant effect on all parameters observed. Bactrocera dorsalis attack
percentage is highest in the F3 amounted to 48 % while the percentage of B.
dorsalis attack was lowest for the F0 amounted to 0 %. The highest total of larvae
found on F3 amounted to 7,85 tail while the total of larvae of B. dorsalis was
lowest for the F0 amounted to 0,71 tail.
Keywords: Bactrocera dorsalis, color maturity phase, softness fruit (TKB),
oviposition preferences
Universitas Sumatera Utara
UJI PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera dorsalis (Diptera:Tephritidae)
PADA BEBERAPA FASE WARNA KEMATANGAN BUAH
JERUK TANAH KARO DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh :
DEWI NATALIA NAPITUPULU
120301187
AGROEKOTEKNOLOGI - HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
UJI PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera dorsalis (Diptera:Tephritidae)
PADA BEBERAPA FASE WARNA KEMATANGAN BUAH
JERUK TANAH KARO DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh :
DEWI NATALIA NAPITUPULU
120301187
AGROEKOTEKNOLOGI - HPT
Skripsi Sebagai Salah Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Universitas Sumatera Utara
Judul
Nama
NIM
Program Studi
Jurusan
: Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis (Diptera :
Tephritidae) Pada Beberapa Fase Warna Kematangan
Buah Jeruk Tanah Karo di Laboratorium
: Dewi Natalia Napitupulu
: 120301187
: Agroekoteknologi
: Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Marheni, MP)
Ketua
(Dr. Ir. Hasanuddin, MS)
Anggota
Mengetahui
(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc)
Ketua Program Studi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
DEWI NATALIA NAPITUPULU: “Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis
Pasa Beberapa Fase Warna Kematangan Buah Jeruk Tanah Karo di
Laboratorium”. Preferensi oviposisi pada buah jeruk belumk banyak dipelajari.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui preferensi oviposisi B. dorsalis terhadap
fase kematangan buah jeruk. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di
laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(±25 m dpl) mulai bulan Mei sampai Juni 2016, menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Fase kematangan
buah dilihat dengan melakukan pengukuran tingkat kelunakan buah (TKB), yaitu
pada fase F0 ; 4,68 gr/mm, F1 ; 5,81 gr/mm, F2 ; 7,45 gr/mm, dan F3 ; 9,59
gr/mm. Parameter yang diamati adalah persentase serangan dan jumlah larvaB.
dorsalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fase warna kematangan
berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Persentase
serangan B. dorsalis tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59 gr/mm) sebesar 48%
sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah terdapat pada F0 (TKB = 4,68
gr/mm) yaitu sebesar 0%. Jumlah larva tertinggi terdapat pada F3 (TKB = 9,59
gr/mm) sebesar 7,85 ekor sedangkan persentase serangan B. dorsalis terendah
terdapat pada F0 (TKB = 4,68 gr/mm) yaitu sebesar 0,71 ekor.
Kata kunci : Bactrocera dorsalis, fase warna, tingkat kelunakan buah (TKB),
preferensi oviposisi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
DEWI NATALIA NAPITUPULU : “Oviposition Preferences Test of Bactrocera
dorsalis (Diptera : Tephritidae) in Some Colors Maturity Phase Karo Citrus at
laboratory” supervised by MARHENI and HASANUDDIN. Oviposition
Preferences of Bactrocera dorsalis on citrus fruit maturation stage not been
stu