Penggambaran malaikat dalam al-Quran (studi perbandingan antara penafsiran Ibn Katsir dan Hamka

PENGGAMBARAN MALAIKAT
DALAM AL-QUR’AN
(Studi Perbandingan Antara Penafsiran Ibn Katsir dan Hamka)

SKRIPSI
D i a j u k a n Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh
IRFAN ABDURRAHMAT
NIM. 104034001243

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M

LEMBAR PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2011

Irfan Abdurrahmat

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam, Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, yang selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
sehingga penulisan skripsi dengan judul: “Penggambaran Malaikat Dalam AlQur’an (Studi Perbandingan Antara Penafsiran Ibnu Katsir dan Hamka)”

dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga tercurah bagi Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, para shahabatnya dan orang-orang yang
mencintainya, berkat perjuangan beliau dan ketabahannya dalam menyampaikan
ajaran Islam sehingga penulis bersyukur dapat menikmati cahaya Islam.
Sesungguhnya perjuangan itu amat berat. Hal itu sangat penulis rasakan
dalam upaya menyelesaikan skripsi ini. Pada awalnya pekerjaan ini terlihat
mudah, namun setelah penulis masuk pada persoalan yang dikemukakan untuk
dibahas, baru terasa betapa rumitnya, namun demikian dengan tekad dan
semangat yang kuat akhirnya dengan izin Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan walau dengan rintangan dan pengorbanan yang cukup berat.
Penulis juga menyadari bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari karunia
Tuhan serta bantuan, dorongan dan sumbangsih yang tidak ternilai harganya dari
berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. Selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya

i

2. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, M.A. Selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat beserta para Pembantu Dekan I, II, dan III.
3. Bapak Dr. Bustamin, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Lilik Umi Kultsum, Selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A. Selaku Pembimbing Penulis.
Terimakasih atas bimbingannya yang telah mengarahkan dan memberikan
semangat

yang

diberikan

kepada

penulis

sehingga

penulis


dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Yang mulia Ayahanda Mukhaffa Syaokky Bay dan Ibunda Popon, atas cinta
dan kasih sayang serta pengorbanannya yang telah berusaha memberikan
nasihat, doa dan restunya terhadap karir akademis penulis, serta telah
memberikan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
8. Abang penulis Zaky Abdurrahman dan adik yang tersayang Fadhilatul Azizah,
yang selalu mensuport dan memberikan semangat kepada penulis.
9. Rekan-rekan Mahasiswa Tafsir Hadis angkatan 2004, antara lain Ahmad Zaki,
Tirta Rismahadi Jaya, Sri Rahayu, Imanul Hakim, dan kawan-kawan diskusi
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namanya.

ii


Mudah-mudahan jasa dan amal baik tersebut mendapatkan balasan yang
setimpal dari Allah SWT, sebagai amal saleh dan senantiasa berada dalam
ampunan-Nya.
Akhirnya, semoga skripsi yang sederhana ini dapat memenuhi harapan
dalam ikut serta membantu kemajuan pendidikan kearah yang lebih baik,
khususnya dalam bidang Studi Tafsir-Hadis. Mudah-mudahan tulisan ini
bermanfaat bagi orang banyak dan menjadi amal ibadah bagi penulis yang
pahalanya membawa keberkahan di dunia dan akhirat. Semoga Allah SWT
memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan mencurahkan taufik serta hidayahNya kepada kita sekalian. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin..

Jakarta,

Agustus 2011

Penulis

iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
PEDOMAN TRANSLITERASI .........................................................................vi
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................10
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..............................................10
D. Manfaat dan Tujuan Penulisan ........................................................11
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 11
F. Metode Penelitian ...........................................................................12
1. Metode Pengumpulan Data ......................................................13
2. Metode Pembahasan .................................................................13
G. Sistematika Penulisan .....................................................................14

BAB II BIOGRAFI

IBN

KATSIR


DAN

HAMKA

SERTA

KARAKTERISTIK TAFSIR MASING-MASING
A. Biografi Ibn Katisr ..........................................................................16
1. Riwayat Hidup Ibn Katsir ........................................................16
2. Karakteristik Tafsir Ibn Katsir...................................................17
a. Metodologi Tafsir Ibn Katsir ...............................................17
b. Corak Tafsir Ibn Katsir ........................................................18
c. Sistematika Tafsir Ibn Katisr ...............................................19
d. Sumber Tafsir Ibn Katsir ......................................................19
1. Sumber Riwayah ..............................................................19
2. Sumber Dirayah ...............................................................19
3. Karya-Karya Ibn Katsir .............................................................20
B. Biografi Hamka ...............................................................................22
1. Riwayat Hidup Haji Abdul Malik Karim Amrullah..................22

2. Sejarah Intelektual (Pendidikan) ………...…………………....26
3. Karya-karyanya ......................................................…………...28
4. Profil Tafsir Al-Azhar …………………….…………………..30

iv

a. Sejarah Penulisan Tafsir al-Azhar ........................................30
b. Metodologi Penafsiran Tafsir al-Azhar ................................32
BAB III ANALISIS PERBANDINGAN TENTANG PENGGAMBARAN
MALAIKAT
A. Hakikat Malaikat …………..………………………..…………….35
B. Tugas Malaikat ……………………………………………………40
C. Sifat Malaikat ……………………………………………………..42
D. Tabel Perbandingan Atas Penafsiran Ibn Katsir dan Hamka ..........48
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….………52
B. Saran ………………………………………………………………53
DAFTAR PUSTAKA

v


TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
I.

Konsonan
Huruf Arab

Huruf Latin

Keterangan
tidak dilambangkan

b

be


t

te

ts

te dan es

j

je

h

h dengan garis bawah

kh

ka dan ha


d

de

dz

de dan zet

r

er

z

zet

s

es

sy

es dan ye

s

es dengan garis dibawah

d

de dengan garis dibawah

t

te dengan garis dibawah

z

zet dengan garis dibawah

c

koma terbalik diatas hadap kanan

gh

ge dan ha

f

ef

q

ki

k

ka

vi

II.

l

el

m

em

n

en

w

we

h

ha

i

apostrof

y

ye

Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

‫و‬
III.

fathah

i

kasrah

u

dammah

Tanda Vokal Latin

Keterangan

â

a dengan topi diatas

î

i dengan topi diatas

û

u dengan topi diatas

Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab

V.

a

Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab

IV.

Keterangan

Tanda Vokal Latin

Pembauran
: al
: al-sy
: wa al

vii

Keterangan

Âi

a dan i

Au

a dan u

VI.

Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf

huruf, yaitu

syamsiyyah maupun huruf qamariyyahi. Contoh: al-Rijâl bukan ar-Rijâl.

VII. Syaddah (tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ّ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda Syaddah itu. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda Syaddah itu
terletak setelah kata sandang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,
kata

tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-Darûrah.

VIII. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menhadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟at) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (isim), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No

Kata Arab

Alih Aksara

1

Tarîqah

2

al-Jâmi‟ah al-Islâmiyyah

3

Wahdat al-Wujûd

IX.

Hurup Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan., dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
viii

nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh al-Kindi, bukan Al-Kindi.
Berkaitan dengan penulisan nama (nama-nama tokoh yang berasal dari
Nusantara), atau pun judul buku. Penulis tidak mengalihaksarakannya, tetapi
disesuaikan dengan nama atau judul buka tersebut. Meskipun akar katanya itu
berasal dari bahasa Arab.
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (isim), maupun huruf (harf),
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimatkalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di
atas:
Kata Arab

Alih Aksara
Dzahaba al-ustâdzu
Tsabata al-ajru
Asyhadu an lâ ilâha illâ Allah

ix

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Falsafah adalah bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata, yaitu
philos, yang berarti lebih mengutamakan, dan shofos, yang berarti al-hikmah
(kebijaksanaan). ‟Aqidah para ahli filsafat mengenai Malaikat tidak lebih
baik daripada ‟aqidah mereka terhadap rukun-rukun iman lainnya. Mereka
mengklaim bahwa Malaikat langit adalah jiwa langit, para Malaikat alKarubiyyun al-Muqarrabiin hanyalah penafsiran akal semata, yaitu
permata-permata yang tegak dengan sendirinya, yang tidak berbentuk dan
tidak mampu berbentuk dan tidak mampu berbuat apa-apa di dalam tubuh.
Menurut mereka Malaikat adalah garis-garis orbit yang terlihat di ruang
angkasa.
Sementara para orang-orang kafir Makkah mengakui Malaikat, tetapi
pengakuan mereka rusak dan tidak memberikan manfaat, bahkan membuat
mereka bertambah jauh dari Allah. Sebab, mereka mengatakan bahwa
Malaikat itu adalah perempuan dan putri-putri Allah. al-Qur‟an membantah
pandangan tersebut dengan tegas dalam surat al-Baqarah ayat 26.
Allah berfirman:
          

”Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah Telah
mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikatmalaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan.”1 (QS. Al-Anbiya‟
[21] : 26)

1

Ayat Ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik
yang mengatakan bahwa Malaikat-malaikat itu anak Allah.

2

Penulis akan coba menjelaskan bagaimana al-Qur‟an berbicara
tentang Malaikat, dan nanti akan dibuktikan apakah benar yang ahli filsafat
dan orang-orang kafir Makkah katakan. Penulis akan memaparkan
penjelasan yang disampaikan oleh Ibn Katsir dan HAMKA dalam kitab
tafsirnya masing-masing.
Alasan penulis memilih penafsiran Ibn Katisr dan HAMKA adalah
penulis akan membandingkan penafsiran Ibn Katsir yang memadukan
sumber Riwayah dan Dirayahnya dengan penafsiran HAMKA yang
menggabungkan antara riwayah (Ma‟tsur) dan pemikiran (Ra‟yi), dan
bagaimana penafsiran Ibn Katsir dan HAMKA mengenai penggambaran
Malaikat
Iman kepada para Malaikat adalah rukun kedua dari enam rukun
iman, sehingga iman seorang hamba tidak dianggap sah tanpa meyakininya.
Iman kepada Malaikat adalah salah satu tema besar keimanan dan inti
akidah seorang muslim sebagaimana dikukuhkan al-Qur‟an dan Sunnah. alQur‟an sendiri sarat dengan ayat-ayat yang berbicara tentang para Malaikat,
kelompok-kelompok dan tingkatan-tingkatan mereka.
Demikian pula perintah untuk beriman kepada mereka, peringatan
untuk tidak mengingkari mereka, keterangan mengenai kondisi mereka
bersama dengan Allah dan manusia, dan penjelasan mengenai tingkatantingkatan dan perbuatan-perbuatan mereka. Allah berfirman:
             
              
 

3

”Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasulrasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah
kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. AlBaqarah [2] : 285)
Kaum Muslimin juga telah berijma‟ atas wajibnya beriman kepada
para Malaikat. Mereka menyatakan bahwa beriman kepada para Malaikat
merupakan salah satu hal yang wajib diyakini oleh kaum Muslimin. Allah
sendiri telah menetapkan hukum kafir bagi orang yang mengingkari
keberadaan mereka, bahkan Allah menjadikan keingkaran terhadap mereka
sama halnya dengan ingkar (kafir) kepada-Nya. Allah berfirman:
           

             
   

”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya
serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya.” (Q.S
An-Nisa‟ [4] : 136)
Menurut Imam al-Razi, iman kepada Malaikat bisa diwujudkan
dengan empat hal: Pertama, iman kepada wujud mereka sambil mengkaji
apakah mereka hanya ruh, memiliki jasad, atau memiliki ruh dan jasad. Jika
kita menganggap para Malaikat memiliki jasad, jasad mereka tentu halus
dan lembut. Jika halus dan lembut, berarti jasad mereka terbuat dari cahaya
dan udara. Lantas bagaimana kelembutan jasad Malaikat mengandung unsur

4

kekuatan yang sangat dahsyat? Itulah ciri utama yang sangat kuat dalam hal
ilmu hikmah quraniah dan burhaniah.
Kedua, meyakini bahwa mereka suci dan bebas dari kesalahan. Allah
berfirman tentang para malaikat:
            

 

”Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh
untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” (QS. Al-Anbiya‟ [21]
: 19)
Malaikat senantiasa bertasbih siang dan malam tiada hentinya. Rasa
nikmat yang mereka rasakan dalam berzikir kepada Allah dan ketaatan
beribadah kepada-Nya layaknya nikmat yang kita rasakan ketika menghirup

udara. Seperti itulah kehidupan para Malaikat yang selalu berzikir,
mengenal, dan taat kepada Allah. Allah berfirman:
            

       

“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan

malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh
untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu
bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya‟ [21] : 19
– 20)
Ketiga, meyakini bahwa mereka adalah perantara antara Allah dan
manusia. Setiap Malaikat ditugasi mengurus satu bagian dari alam semesta

5

ini. Keempat, meyakini bahwa kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada
para nabi melalui perantaraan Malaikat. Allah berfirman:
               

”Sesungguhnya Al Qur'aan itu benar-benar firman (Allah yang
dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang
mempunyai kedudukan Tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy, yang
ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.” (QS. Al-Takwir [81] : 19
– 21)
Tingkatan ini harus dijalani dalam beriman kepada Malaikat.
Semakin akal mendalami tingkatan tersebut maka semakin besar dan
sempurna keimanan kepada Malaikat.2 Penggunaan kata Malaikat dalam
bahasa Indonesia biasanya dianggap berbentuk tunggal, sama dengan kata

ulama. Dalam bahasa Arab – dari mana kata-kata itu berasal – keduanya
merupakan bentuk jamak dari kata malak (‫ ) ك‬untuk malaikat dan ‟alim
( ‫ )عال‬untuk ulama.
Kalau dari segi kebahasaan memberikan pengertian seperti itu,
apakah pengertiannya menurut terminologi? Malaikat adalah makhluk halus
yang diciptakan Allah dari cahaya yang dapat berbentuk dalam aneka
bentuk, taat mematuhi perintah Allah, dan sedikit pun tidak pernah
membangkang.3
Indera manusia sangat lemah untuk melihat Malaikat dan mendengar
pembicaraannya, dan tidak diragukan lagi bahwa ketidakmampuannya ini
memberikan maslahat baginya. Seandainya manusia dapat mendengar dan
melihat seluruh apa yang meliputi Malaikat, maka manusia itu tidak akan
mampu untuk bertahan hidup. Sebab hakikat yang disebutkan oleh dalil2

Al-Tafsir al-Kabir, jilid 7, hal. 143.
M. Quraish Shihab, “Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Yang Tersembunyi Dalam AlQur‟an, As-Sunnah, serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini”, (Ciputat:
Lentera Hati, 2007), cet kedua, h. 318
3

6

dalil tentang tema ini memiliki pengaruh yang besar dalam menghilangkan
khurafat dan penyimpangan dari akal.4
Rasulullah

mengenalkan

kepada

kita

melalui

hadis

yang

diriwayatkan oleh Aisyah binti Abu Bakar dari ayahnya, bahwasanya materi
yang menjadi bahan untuk menciptakan malaikat adalah cahaya.
Raslulullah bersabda:
.ْ ‫ و خ ق ا د َا و صف لك‬, ‫ْ ا ر ج ْ ا ر‬
‫ و خ ق الْجا‬, ‫خ قتْ الْ ا ئكة ْ وْ ر‬
”Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api,
dan Adam diciptakan dari sesuatu yang menjadi sifat kalian.”5 (HR.
Muslim)
Tidak diketahui dari cahaya apa ia diciptakan. Ada beberapa riwayat
berbicara tentang hal ini, namun riwayat-riwayat tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan

keshahihannya.

Betapa

kuatnya

keterlibatan

Malaikat dengan seluruh manusia tanpa terkecuali, taat atau durhaka, sejak
lahir hingga wafatnya, bahkan hingga kehidupan di akhirat kelak.
Malaikat sebagai pencatat amal manusia. Allah berfirman dalam
surat Qaaf sebagai berikut:
              
               
  

”Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat
4

DR. Umar Sulaiman Al-Asyqar, “Misteri Alam Malaikat dan Mengenal Lebih
Dekat Satu Persatu Malaikat”, (Jakarta: Inas Media, 2009), cet pertama, h. 11
5
Muslim bin Hajaj an-Naysaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya at-Tiratsi alArabi) Bab Ahadis Mutafariqah Juz 4.s 2294
Sebagian orang-orang yang mengaku dirinya berilmu menolak hadis ini dan hadishadis yang serupa. Mereka menganggap bahwa hadis ini hadis ahad dan hadis ahad tidak
dapat menetapkan suatu hukum dalam aqidah. Pendapat ini telah didiskusikan dan
dijelaskan bahwa pendapat ini batil. Disebutkan di dalam sebuah artikel dengan judul
”Landasan Pokok Aqidah”.

7

mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain
duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan
ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 16
– 18)
Malaikat mencabut nyawa manusia atas perintah Allah. Allah
berfirman:
                

              
            
      

”Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat
kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada
saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang
berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah."
alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang
zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul
dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari Ini
kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, Karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (Perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu
selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al-An‟am [6] :
93)
Malaikat adalah salah satu dari ciptaan Allah dari alam ghaib. Tidak
seorang pun yang tahu berapa banyak jumlah mereka, rupa dan keadaan
mereka, kecuali Allah. Bagaimanakah sifat-sifat dari tentara-tentara Allah
ini? Malaikat tidak pernah jemu beribadah dan juga tidak pernah letih. Allah
berfirman:
     

”Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”
(QS. Al-Anbiya‟ [21] : 20)

8

Malaikat antara lain mendapat tugas memelihara manusia, bahkan
sementara ulama memahami perintah sujud Malaikat kepada Adam dan
kesediaannya

untuk

bersujud

adalah

lambang

kesetiaan

mereka

melaksanakan tugas yang dibebankan Allah itu. Sifat yang dapat kita lihat di
sini adalah Malaikat senantiasa patuh terhadap apa yang Allah perintahkan
kepada mereka. Allah berfirman:
               
              

”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah [2] : 30)
Allah berfirman:

            



Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat:
"Sujudlah6 kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia
enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir. (QS. Al-Baqarah [2] : 34)
Malaikat ini memiliki keadaan fisik yang sangat besar. Allah telah
menyebutkan yang demikian dalam firman-Nya:
           

              

6

Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud
memperhambakan diri, Karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata
kepada Allah.

9

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan
malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan)
yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Fathir [35] : 1)
Ini berarti bahwa ada sebagian Malaikat yang memiliki dua sayap,
sebagian memiliki tiga sayap dan sebagian lagi empat sayap, dan juga ada
sebagian malaikat yang memiliki sayap lebih dari itu, karena Nabi melihat
Malaikat Jibril dan dia memiliki 600 sayap – setiap sayap memenuhi ufuk.
Imam al-Razi dalam Tafsir-nya berpendapat: sayap Malaikat adalah
gambaran arah, yang bermakna tak satu pun Malaikat yang lebih tinggi dari
Allah.7 Ini hanya salah satu dari Malaikat yang ada. Allah mensifati
Malaikat Jibril dengan kekuatan yang sangat besar, sebagaimana Allah
berfirman:
   

”Yang memberinya ajaran ialah yang sangat kuat.8” (QS. An-Najm
[53] : 5)
Allah melebihkan para Malaikat dari manusia dengan memberikan
sayap yang dapat membuat mereka dapat terbang di antara langit dan bumi,
dengan kecepatan yang sangat tinggi, melebihi segala yang pernah dikenal
manusia di dunia ini.9 Dari berbagai penjelasan latar belakang masalah di
atas penulis tertarik untuk mengangkat tema besar tersebut ke dalam sebuah
skripsi dengan judul: “P
Penggambaran Malaikat Dalam al-Qur’an (Studi
Perbandingan antara Penafsiran Ibnu Katsir dan Hamka).”
7

Muhammad Sayyid al-Musayyar, “Buku Pintar Alam Gaib”, (Jakarta: Zaman,
2009), cet pertama, hal. 54
8
Yang dimaksud adalah Malaikat Jibril
9
Muhammad bin „Abdul Wahhab al-„Aqil, “Menyelisik Alam Malaikat Rukun
Iman Kedua yang Sering Disalahpahami dan Dilupakan Banyak Orang”, (Jakarta: Pustaka
Imam Asy-Syafi‟I, 2010), cet pertama, hal 92

10

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah benarkah
pendapat para ahli filsafat yang mengatakan bahwa para Malaikat alKarubiyyun al-Muqarrabiin hanyalah penafsiran akal semata dan garis-garis
orbit yang terlihat di ruang angkasa, dan bagaimana pendapat orang-orang
kafir Mekah yang mengatakan bahwa Malaikat itu adalah perempuan dan
putri-putri Allah. Lalu apa sebenarnya Malaikat itu baik dari segi hakikat,
sifat serta tugas-tugasnya. Apa penafsiran Ibn Katsir terhadap ayat-ayat
yang menjelaskan tentang hakikat, sifat, dan tugas Malaikat tersebut. Apa
reaksi al-Qur‟an terhadap pandangan orang-orang kafir Mekah tentang
Malaikat.

Apa

penafsiran

HAMKA

mengenai

ayat-ayat

yang

menggambarkan tentang Malaikat.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka penulis mendapatkan ada
beberapa masalah yang akan di kaji dalam skripsi ini, antara lain:
1. Menyelesaikan kekeliruan pandangan yang di utarakan oleh para ahli
filsafat dan orang-orang kafir Mekah tentang Malaikat.
2. Menjelaskan penafsiran Ibn Katsir dan Hamka terhadap surat-surat
dalam al-Qur‟an yang berkaitan tentang Malaikat.
3. Menjelaskan ayat-ayat seputar hakikat Malaikat.
4. Menjelaskan ayat-ayat seputar sifat-sifat Malaikat.
5. Menjelaskan ayat-ayat seputar tugas-tugas Malaikat.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Kiranya akan lebih menarik bagi penulis untuk mengungkapkan
penggambaran Malaikat dalam al-Qur‟an menurut interpretasi Ibn Katsir

11

dan Hamka mengenai sifat Malaikat, tugas Malaikat, serta hakikat
Malaikat. Pemilihan masalah ini berdasarkan informasi yang telah penulis
dapatkan terkait dengan sifat Malaikat, tugas Malaikat dan hakikat malaikat,
untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan yang akan dibahas adalah: Apa persamaan dan perbedaan
antara penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dengan
penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhim mengenai sifat
Malaikat, tugas Malaikat, dan hakikat Malaikat?
D. Manfaat dan Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat yang akan dicapai dalam penyusunan
skripsi ini adalah untuk mengetahui apa sajakah sifat-sifat, tugas-tugas dan
hakikat Malaikat yang disebutkan dalam al-Qura‟n, sebagai penguatan
keimanan kita kepada Malaikat agar memperoleh kebenaran akan akidah
kita dan tidak melenceng nantinya kelak. Penulis ingin memberikan
sumbangsih kepada para pembaca pada umumnya dan bagi penulis sendiri
pada khususnya, akan manfaat dari karya ilmiah ini.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian penggambaran Malaikat dalam al-Qur‟an bukanlah
merupakan hal yang baru. Kajian dan eksplorasi terhadap Malaikat telah
berlangsung sejak lama. Dalam dunia akademis, ditemukan beberapa karya
ilmiah yang mengkaji pemikirannya baik dalam bentuk makalah, bukubuku, laporan penelitian, skripsi, maupun disertasi. Terdapat beberapa nama

12

yang berhasil menyumbangkan karyanya yang membahas Malaikat ini, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Studi Sanad dan Matan Hadis Nabi Tentang Qorin dari Golongan
Jin dan Malaikat (Kualitas Sanad dan Matan Hadis Tentang Qorin
dari Golongan Jin dan Malaikat).10 Skripsi ini meneliti kualitas
hadis tentang qorin dari golongan jin dan malaikat dan bagaimana
pengaruhnya bagi kehidupan manusia, hadis-hadis yang berkenaan
dengan qorin dari golongan jin dan malaikat adalah shahih setelah di
takhrij.
b. Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Yang Tersembunyi dalam al-Qur‟an –
as-Sunnah, serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa
Kini. Dalam buku ini dijelaskan tentang iman kepada malaikat, karya
Muhammad Quraish Shihab.
c. Buku Pintar Alam Gaib. Dalam buku ini dijelaskan mengenai iman
kepada malaikat, malaikat dalam pandangan syariat dan hakikat
malaikat, karya Muhammad Sayyid al-Musayyar
d. Misteri Makhluk Bersayap Menjelajah Alam Malaikat. Dalam buku
ini dijelaskan mengenai kewajiban beriman kepada malaikat, dan
permulaan penciptaan malaikat, karya Jalaluddin as-Suyuthi alSyafi‟I.
F. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga aspek metode
penelitian, yaitu:
10

Abdul Gofur Rojali, “Studi Sanad dan Matan Hadis Nabi Tentang Qorin dari
Golongan Jin dan Malaikat,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)

13

1. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kajian
kepustakaan (library research) yaitu menghimpun buku atau tulisan
yang ada kaitannya dengan tema skripsi. Data-data tersebut diambil
dari tulisan Ibn Katsir dan Hamka sendiri yang terdokumentasikan
dalam kitab tafsirnya, baik yang berbahasa Arab maupun yang sudah
diterjemahkan. Data ini merupakan sumber primer yang dijadikan
rujukan utama dalam penulisan skripsi ini.
Sedangkan tulisan-tulisan tentang Malaikat baik yang
terdokumentasikan dalam buku, makalah, artikel, skripsi, jurnal, dan
majalah yang mempunyai relevansi dengan maksud uraian skripsi
ini, merupakan sumber sekunder yang menjadi penunjang sumber
primer.
2. Metode Pembahasan
Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Deskriptif adalah
metode penyajian fakta secara sistematis sehingga dapat dengan
mudah dipahami dan disimpulkan.11 Sedangkan analitis adalah
mengurai sesuatu dengan tepat dan terarah. yaitu sebuah model
penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin informasi yang
terdapat dalam buku-buku. Data-data yang diperoleh dari berbagai
literature tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap lalu

11

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 6.

14

dianalisis,12 deskripsi dilakukan yaitu setelah mendapatkan datadata yang berkaitan dengan pembahasan yang dituangkan dalam
tulisan-tulisan sehingga dapat tergambar situasi atau keadaan topik
yang dibahas yang akan berpengaruh terhadap analisis, setelah ada
gambaran tentang kondisi topik yang dibahas barulah dilakukan
analisa dalam rangka pengembangan teori berdasarkan data yang
diperoleh, sehingga mendapatkan informasi yang lebih akurat.
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan historis (sejarah). Oleh karena itu, masalah yang
dielaborasi dalam penelitian ini akan ditinjau dari sudut sejarah,
karena data yang terhimpun lebih bersifat kualitatif (tertulis).
3. Teknik Penulisan
Secara teknis, skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), Jakarta:
CeQDA, Cet. II, 2007.
G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi dalam
lima bagian, sebagai berikut:
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan
tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
manfaat dan tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode serta sistematika
penulisan.

12

Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Bogor: Granada Sarana
Pustaka, 2005), Cet. I, h. 23-24. Untuk pengertian lebih lanjut tentang pendekatan
deskriptif dan analitis dapat dilihat Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, h. 6.

15

BAB II : Bab ini merupakan penjelasan tentang biografi dan
metode penafsiran meliputi: Biografi Ibnu Katsir, Latar belakang
penulisan tafsir al-Qur‟an al-Azhim, metode penafsiran tafsir al-Qur‟an
al-Azhim, Biografi Hamka, Latar belakang penulisan tafsir al-Azhar,
serta metode penafsiran tafsir al-Azhar.
BAB III : Bab ini berisi analisa perbandingan tentang
penggambaran Malaikat meliputi : interpretasi Ibnu Katsir tentang ayatayat mengenai hakikat Malaikat, sifat Malaikat, dan ayat-ayat tentang
tugas-tugas Malaikat, serta interpretasi Hamka tentang ayat-ayat
mengenai hakikat Malaikat, sifat Malaikat, dan ayat-ayat tentang tugastugas Malaikat, disertai analisis penulis terkait masalah tersebut
berdasarkan informasi yang didapat.
BAB IV : Bab ini merupakan penutup yang berisi uraian tentang
kesimpulan dan saran-saran.

16
BAB II
BIOGRAFI IBN KATSIR DAN HAMKA

A. Ibn Katsir
1. Riwayat Hidup
Pada masa kanak-kanak, Ibn Katsir dipanggil dengan sebutan Isma‟il. Nama
lengkapnya adalah ‟Imad al-Din Abu al-Fida ‟Isma‟il Ibn ‟Amr Ibn Katsir Ibn Zara‟ alBusra al-Dimasyqi. Ia lahir di desa Mijdal dalam wilayah Busra (Basrah), tahun 701
H./1301 M. Ayahnya bernama al-Khatib Syihab al-Din ‟Amr Ibn Katsir, beliau adalah
seorang pemuka agama dalam bidang fiqih.1
Ibn Katsir berasal dari keluarga terhormat, ayahnya seorang ulama terkemuka di
masanya, Syihab al-Din Abu Hafs ‟Amr Ibn Katsir Ibnu Dhaw‟ Ibn Zara‟ al-Quraisy,
pernah mendalami Mazhab Hanafi, kendatipun menganut Mazhab Syafi‟i setelah menjadi
khatib di Basra.2
Dalam usia kanak-kanak, setelah ayahnya meninggal, beliau pergi ke Damsyik
bersama saudaranya untuk belajar ke beberapa ulama di sana. Di sanalah ia mulai belajar.
Guru pertamanya adalah Bahr al-Din al-Farazi (660-729 H./1261-1328 M.), tidak lama
setelah itu ia berada di bawah pengaruh Ibn Taimiyah (w. 728 H./1328 M.). Untuk jangka
waktu cukup panjang, ia hidup di Suriah sebagai seorang yang sederhana dan tidak
popular. Sebagian ulama menganggap beliau sebagai salah seorang murid Ibn Taimiyah
yang paling setia dan paling gigih mengikuti pandangan gurunya dalam masalah fiqih dan

1

Nur Faizin Maswan, Tafsir Ibn Katsir, Membedah Khazanah Klasik, (Yogyakarta: Menara Kudus,
2002), Cet. Ke-1, h.35
2
Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, (Beirut: Dar al-Fikr, tth). Jilid XIV, h. 32

17
tafsir, sampai-sampai beliau mengidentikkan diri dengan gurunya dalam masalah talak
tiga dengan satu lafaz.
Pada usia sebelas tahun, beliau menyelesaikan hafalan al-Qur‟an, dilanjutkan
memperdalam qira‟at, dari studi tafsir dan ilmu tafsir dari Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah
(661-728 H.). Di samping ulama lain, metode penafsiran Ibn Taimiyah menjadi bahan
acuan pada penulisan tafsir Ibn Katsir. Dalam bidang tafsir ia diangkat menjadi guru
besar oleh gubernur Mankali Bugha di Masjid Ummayah Damaskus.3
Selama hidupnya Ibn Katsir didampingi seorang istri yang dicintainya, bernama
Zainab, putri al-Mizzi, salah seorang gurunya. Setelah mengarungi bahtera hidup yang
panjang, dengan penuh perhatian yang besar dalam berbagai disiplin dunia keilmuan,
akhirnya pada tanggal 26 Sya‟ban 744 H/ Februari 1373 M. Ibn Katsir meninggal dunia
di Damaskus dan dimakamkan di pemakaman sufi, di samping gurunya Ibn Taimiyah.
2. Karakteristik Tafsir Ibn Katsir
a. Metodologi Tafsir Ibn Katsir
Keberadaan metode analitis (tahlili) telah memberikan sumbangan yang sangat
besar dalam melestarikan dan mengembangkan khazanah intelektual Islam, khususnya di
bidang tafsir al-Qur‟an. Berkat metode ini, maka lahirlah karya-karya tafsir yang besar, di
antaranya kitab Tafsir al-Tabari, Tafsir Ruh al-Ma‟ani, Tafsir al-Maraghi dan lain-lain.
Metodologi tafsir Ibn Katsir dipandang dari segi tafsirnya termasuk dalam
kategori tahlili, yakni, suatu metode analitis yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di tafsirkan

3

157

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, 1994), h.

18
itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian
dan kecendrungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.4
Ibn Katsir mengemukakan metode penafsiran yang terbaik dalam mukadimah
tafsirnya sebagai berikut:
Jika ada orang yang menanyakan, bagaimana metode penafsiran yang
terbaik, maka jawabannya adalah penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an. Yang
mujmal pada suatu ayat diuraikan maksudnya pada ayat lain. Apabila metode ini
tidak dapat engkau lakukan, maka tafsirkanlah dengan al-Sunnah, karena alSunnah merupakan penjelasan al-Qur‟an.5
Dalam metode ini, biasanya mufasir menguraikan makna yang terkandung dalam
al-Qur‟an ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf
atau disebut juga tartib mushafi.6 Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang
dikandung ayat yang ditafsirkan, seperti: pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar
belakang turunnya ayat, kaitannya (kolerasi) dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum
maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak ketinggalan pula pendapat-pendapat yang
telah diberikan berkenaan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi,
sahabat, para tabi‟in maupun ahli tafsir lainnya.
b. Corak Tafsir Ibn Katsir
Tafsir Ibn Katsir disepakati oleh para ahli termasuk dalam kategori Tafsir alMa‟tsur. Kategori atau corak Ma‟tsur yaitu penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat
dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasakan sulit atau

4

II, h. 31
5

Nashirudin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000), Cet.

Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-Adzim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), Cet. I, jilid I, h. 10
Tartib Mushafi yaitu menyusun ayat demi ayat, surat demi surat dimulai dengan surat al-Fatihah
dan di akhiri dengan an-nas. lih. Nur Faizin Maswan, Kajian Deskriptif Ibnu Katsir, Tafsir (Yogyakarta:
Menara Kudus, 2002), h. 35-36
6

19
penafsiran dengan hasil ijtihad para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad
para tabi‟in.7
c. Sistematika Tafsir Ibn Katsir
Sistematika yang ditempuh Ibn Katsir dalam tafsirnya yaitu, menafsirkan seluruh
ayat-ayat al-Qur‟an sesuai susunannya dalam Mushaf al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat
demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Maka,
secara sistematis, tafsir ini menempuh tartib mushafi.
d. Sumber Tafsir Ibn Katsir
Secara garis besar sumber-sumbernya dapat dibagi dua, yakni:
1. Sumber Riwayah
Sumber ini antara lain meliputi: al-Qur‟an, Sunnah, pendapat sahabat, pendapat
tabi‟in. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam tafsir ibn Katsir.
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa materi sumber ini berasal dari sumber kedua
(dirayah), karena walaupun Ibn Katsir hafizh dan muhaddis yang mempunyai
periwayatan hadis dan menguasai periwayatan tentang hadis tafsir, dia cenderung
mengutip riwayat-riwayat penafsiran dari kitab-kitab kodifikasi dari pada menyampaikan
hasil periwayatannya. Namun, karena materi tersebut identik dengan riwayah, maka
sumber-sumber tersebut adalah sumber riwayah. Sebagai ulama mutaakhkhirin yang
sudah jauh rentang masanya dengan pemilik sumber riwayah adalah suatu sikap yang
berhati-hati dan menjaga diri apabila dia merujukan riwayat tafsir dengan kitab
modifikasi, sekalipun menguasai periwayatan.

7

Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu‟iy, penterjemah Suryan A. Jamrah, (Jakarta:
Rajawali pers, 1994), h. 13

20
2. Sumber Dirayah
Yang dimaksud dengan sumber dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh
ibn Katsir dalam penafsirannya. Sumber ini selain dari kitab-kitab kodifikasi dari sumber
riwayah juga kitab-kitab tafsir dan bidang selainnya dari para mutaakhkhirin sebelum
atau seangkatan dengannya. Terdapat pula pada sumber ini karya ulama mutaqaddimin.
Hal ini merupakan keterbukaan Ibn Katsir terhadap karya-karya dari ulama
mutaakhkhirin yang berorientasi ra‟y. Maksudnya dia tidak membatasi pada kutipan
karya tafsir ma‟tsur saja, namun juga memasukkan pendapat para ulama tafsir yang lahir
dari pengaruh perkembangan dan kemajuan perkembangan ilmu dalam Islam.8
3. Karya-karyanya
Ibnu Katsir adalah sosok ulama yang terkenal. Kontribusi beliau dalam berbagai
disiplin ilmu begitu besar, sehingga beliau dijuluki al-hafidz, hujjah al-muhaddits, almu‟arrikh, al-mufassir dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya
karya-karya beliau yang dijadikan referensi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang tafsir antara lain :
1. Tafsir al-Qur‟an al-‟Azim, lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibn Katsir yang
diterbitkan pertama kalinya di Kairo pada 1342 H./1923 M.
2. Fada‟il al-Qur‟an, yang berisi ringkasan sejarah al-Qur‟an, kitab ini diterbitkan
pada halaman akhir Tafsir Ibn Katsir sebagai penyempurna.9
Dalam bidang hadis antara lain :
1. Kitab Jami‟ al-Masanad wa al-Sunnah (kitab penghimpun musnad dan asSunnah).
8

Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu‟iy, h. 14
Nur Faizin Maswan, Tafsir Ibn Katsir, Membedah Khazanah Klasik, (Yogyakarta: Menara Kudus,
2002), cet. Ke-1, h. 42.
9

21
2. Takhrij al-Hadits Adillah al-Tanbih li ‟Ulum al-Hadits, dikenal dengan al-Bait alHadits.
3. al-Kutub al-Sittah.
4. al-Takmilah fi Ma‟rifat al-Sighat wa al-Du‟afa wa al-Mujahil, merupakan
perpaduan dari kitab Tahdzib al-Kamal karya al-Mizzi dan Mizan al-I‟tidal karya
al-Dzahabi, berisi riwayat perawi-perawi hadis.
5. Ikhtisar Ulum al-Hadits, merupakan ringkasan dari kitab Muqaddimah Ibn Salah
(w. 642 H./1246 M.).
6. Syarh Sahih al-Bukhari, merupakan kitab penjelasan terhadap hadis-hadis
Bukhari.
Dalam bidang sejarah antara lain :
1. al-Bidayah wa al-Nihayah, merupakan rujukan terpenting bagi sejarawan yang
memaparkan berbagai peristiwa sejak awal penciptaan sampai peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada tahun 768 H.
2. al-Kawakib al-Darari, cuplikan dari al-Bidayah wa al-Nihayah.
3. Manaqib al-Imam al-Syafi‟i.
4. Tabaqah al-Syafi‟iyyah.
5. al-Fusul fi Sirat al-Rasul atau Sirah al-Nabawiyyah.
Dalam bidang fiqih.
1. Kitab al-Jihad fi Talab al-Jihad, ditulis tahun 1368-1369 M. Untuk
menggerakkan semangat juang dalam mempertahankan pantai Libanon (Syiria)
dari serbuan Raja Franks dari Cyprus, karya ini banyak memperoleh inspirasi dari
kitab Ibn Taimiyyah, al-Siyasah al-Syar‟iyyah.

22
2. Kitab al-Ahkam, kitab fikih yang didasarkan pada al-Qur‟an dan al-Hadis.
3. al-Ahkam ‟ala Abwab al-Tanbih, kitab ini merupakan komentar dari kitab alTanbih karya al-Syirazi.
B. HAMKA
1. Riwayat Hidup Haji Abdul Malik Karim Amrullah
Haji Abdul Malik Karim Amrullah biasa di singkat dengan HAMKA. Nama
ini adalah nama sesudah beliau menunaikan ibadah haji pada 1927, dan mendapat
tambahan ‟Haji‟10. Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Tanah Sirah,11 dalam
Nagari Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau12, Sumatra Barat, pada tanggal 17
Februari 1908 atau bertepatan pada tanggal 14 Muharram 1326 H, dari pasangan
Syekh Haji Abdul Karim Amrullah dan Siti Shafiyah. Ayahnya, Syekh Haji Abdul
Karim Amrullah, terkenal dengan sebutan Haji Rasul, adalah seorang ulama yang
cukup terkemuka dan pembukaa