7 Tabel 2.1 Antigen tumor yang dikenal oleh limfosit T Abbas, Lichtman and
Pillai, 2007b
2.3 Multiple myeloma
Multiple myeloma merupakan proliferasi abnormal sel plasma ganas. Kanker ini
menghasilkan monoclonal
immunoglobulin yang
menginvasi dan
menghancurkan jaringan tulang sekitar Berenson, 2008. Sel limfoid dapat menjadi malignan pada tiap fase maturasi dan membentuk
klon yang terdiri dari sel-sel dalam stadium tertentu yang mengalami hambatan diferensiasi lebih lanjut maturation arrest. Jika klon berproliferasi maka akan
terbentuk kelompok sel monoklonal. Sel ini merupakan tanda keganasan yang menunjukan fenotip sama dengan sel sejenis yang serupa Kresno, 2000.
8 Tabel 2.2 Beberapa penyakit yang berkaitan dengan monoklonal
imunoglobulin Henry, 2001.
Sel B matur atau sel plasma ganas seperti pada multiple myeloma mempunyai
ciri-ciri yang sama dengan sel B pada stadium diferensiasi yang sudah lanjut. Sel plasma normal maupun sel myeloma termasuk dalam sel B stadium diferensiasi
terminal Kresno, 2000.
Gambar 2.2 Asal mula multiple myeloma Peakman and Vergani, 2006.
Proliferasi sel B secara monoklonal akan menghasilkan sel dengan pola rearrangement gen yang sama. Selanjutnya sel tersebut memproduksi
9 imunoglobulin dengan struktur dan sifat yang identik dalam hal susunan H dan L-
chain, spesifisitas, kecepatan migrasi serta sifat lain. Imunoglobulin ini disebut juga sebagai M-protein atau paraprotein yang umumnya tersusun dari satu kelas
H-chain baik rantai gama, alfa, mu, delta ataupun epsilon dan satu jenis L-chain, yaitu kappa dan lambda. Akibatnya terbentuk imunoglobulin yang homogen
Rose, 2002; Kresno, 2003a. Jenis M-protein tersebut adalah IgG 37 penderita myeloma dan IgA 27, kadang-kadang terdapat IgD pada 1,5 kasus dan IgE
sebesar 0,1 Baratawijaya, 2009. Baik pada penderita yang menghasilkan IgG maupun IgA, sebanyak 40 memiliki Bence Jones proteinuria sebagai hasil
sekresi sel plasma pada 15 – 20 penderita. Proteinuri tersebut menunjukan
adanya monoclonal atau light chain bebas dalam urin. Hal ini merupakan
diagnosis pasti multiple myeloma Berenson, 2008.
Gambar β.γ Imunoglobulin rantai λ pada multiple myeloma Cruse, 1999
10 Gambar 2.4 Bence Jones Protein Cruse, 1999
Penyebab terjadinya multiple myeloma belum diketahui dengan pasti, diduga akibat radiasi, infeksi virus, stimulasi antigen berulang kali, dan genetik. Gejala
klinik tergantung dari ada tidaknya organ yang menunjukkan kelainan sekunder, misalnya kelainan faal ginjal, saraf, jantung, gangguan hemostasis dan lain-lain
Kresno, 2000. Gejalanya dapat berupa: amiloidosis, nyeri tulang dan penekanan saraf akibat lesi osteolitik, anemia, infeksi akibat netropenia, perdarahan, gagal
ginjal, sindrom hiperviskositas, parestesia atau paraplegia. Kadang pada penderita tidak tampak adanya gejala Bakta, 2007.
Diagnosis dapat ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan: darah lengkap CBC dengan platelets, pengecatan darah perifer, ESR, BUN, kreatinin, kalsium,
asam urat dan laktat dehidrogenase LDH, elektroforesis protein serum dan urin, x-rays skeletal survey, pemeriksaan sumsum tulang Handojo, 2003.
Pada biopsi sumsum tulang, khas terdapat sel myeloma sel plasma abnormal, biasanya
terdapat 5-10 sel myeloma sedangkan bila jumlahnya lebih dari 15, kemungkinan multiple myeloma sangat besar Kresno, 2000. Sel myeloma adalah
11 sel plasma abnormal dengan inti besar, bizarre, ukuran bervariasi dan sering ada
bentukan multinukleus Bakta, 2007.
Gambar 2.5 Sel plasma normal Abbas, Lichtman and Pillai, 2007a
Gambar 2.6 A. Plasmacytoma pada soft tissue; B. Aspirasi sumsum tulang multiple myeloma, sel-sel plasma dan plasmablas menggantikan jaringan
hematopoesis normal Bernadette and Rodak, 2002 Dari analisis yang dilakukan oleh Peinert dan kawan-kawan pada 81 sampel
sumsum tulang, menunjukkan adanya ekspresi sedang antigen Le
Y
pada sel plasma penderita myeloma sebanyak 52 kasus Peinert et al, 2010. Normalnya
sel T tidak dapat mengenali antigen ini Westwood et al, 2005. Pada elektroforesis protein didapatkan paraprotein M-protein yang
membentuk spike pada daerah gamma. Melalui immunoelektrophoresis didapatkan: IgG 59, IgA 23, IgD 1, hanya light chain 16 dan tanpa
12 M-protein 1. Pada multiple myeloma tipe IgA, spike sering terdapat pada
daerah globulin beta Bakta, 2007.
Gambar 2.7 Protein M pada immunoelectrophoresis Kresno, 2003b
Berdasarkan pemeriksaan di atas, diagnosis penyakit ini juga ditegakkan dengan 2 kriteria major atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. Terdapat 3
kriteria major, yaitu: minimal ditemukan 10 sel plasma dalam sumsum tulang, lesi osteolitik atau osteoporosis serta adanya protein-M dalam serum atau urin.
Walaupun tidak terdapat osteolitik, diagnosis dapat pula ditegakkan bila peningkatan persentase sel plasma diikuti peningkatan progresif protein-M atau
terjadi plasmositoma ekstramedular Kresno, 2000.
13 Selain kriteria major juga ada kriteria minor, yaitu: anemia, hiperkalsemia,
oostegangguan fungsi ginjal yang dinyatakan dengan peningkatan kadar kreatinin dan karnofsky performance 70. Terkadang tidak dijumpai adanya protein-M.
Keadaan ini termasuk kasus nonsekretorik karena itu diperlukan penentuan monoklonalitas sel plasma dengan mengidentifikasi sIg, khususnya rantai-L
monoklonal Kresno, 2000.
Tabel 2.3 Gejala klinis dan patofisiologi multiple myeloma Braunwald, 2003
14 Gambar 2.8 Lesi osteolitik pada os humerus dekstra Beutler, 2001.
Prognosis penyakit ini sangat bervariasi, sebagian besar ditentukan oleh tingkat penyakit. Durie dan Salmon membuat kriteria klasifikasi tingkat penyakit
sebagai berikut Bakta, 2007: 1
Stadium I, bila memenuhi seluruh kriteria berikut: a.
Foto rongent normal atau osteolitik soliter. b.
Kadar Hb 10 gdl, kalsium serum 12 mgdl dan IgG 5 gdl atau IgA 3 gdl dalam serum atau rantai ringan dalam urine 4
g24 jam. 2
Stadium II, bila tidak memenuhi kriteria stadium I atau III. 3
Stadium III, jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut: a.
Ditemukan lesi osteolitik luas dengan foto rontgen.
15 b.
Kadar Hb 8,5 gdl, kalsium serum 12 mgdl, dan IgG 7 gdl atau IgA 5 gdl atau light chain dalam urin 12 g24 jam.
Klasifikasi tadi memiliki subklasifikasi berdasarkan kadar serum kreatinin, yaitu:
A: bila serum kreatinin 2 mgdl B: bila serum kreatinin 2 mgdl
Selain berdasarkan klasifikasi di atas, prognosis ditentukan pula oleh kadar
2
-microglobulin serum Braunwald, 2003; Nagura, 2007. Penderita dengan stadium IA dan kadar
2
-microglobulin 0,004 gdl 4 µgml memiliki harapan hidup 4γ bulan. Harapan hidup pada stadium II dengan kadar
2
-microglobulin serum 0,004 gdl 4 µgml adalah 12 bulan sedangkan stadium IIIB hanya 5
bulan Braunwald, 2003; Bakta, 2007.
16 Tabel 2.4 Klasifikasi multiple myeloma Braunwald, 2003
Pengobatan untuk penyakit tersebut, yaitu dengan: terapi spesifik, suportif dan dengan imunomodulator atau immunotherapy seperti interferon. Terapi
spesifik bertujuan untuk membunuh sel myeloma, yaitu dengan regimen melphalan dan prednison, VAD untuk penderita yang akan melakukan
transplantasi sumsum tulang. Pengobatan suportif ditujukan untuk mengatasi gejala atau komplikasi yang timbul. Penderita stadium I tidak memerlukan
pengobatan karena kemoterapi akan memperpendek masa hidup Bakta, 2007; Baratawijaya dan Rengganis, 2009. Hasil kedua terapi yang pertama tidak
17 memuaskan. Oleh karena itu sekarang dikembangkan cara ketiga, yaitu terapi
dengan mempergunakan sistem imun.
2.4 Respon Imun terhadap Tumor