ANALISIS USAHA TANI KAKAO RAKYAT DI BERBAGAI POLA TANAM TUMPANG SARI

ANALISIS USAHA TANI KAKAO RAKYAT DI BERBAGAI POLA TANAM TUMPANG SARI
1
1)

Yuli Hariyati

Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember
2)

Peneliti Ekonomi Pertanian

Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto - Jember 68121

ABSTRACT
The contribution of cocoa plantations to the income of farmers is an important issue for
farm-scale development. Cocoa plant is an annual plant that is capable of producing a year only
once. In order to earn income every month, the farmers implement intercropping pattern in their
cocoa farming folk. Application of intercropping patterns on their farm has a linkage with the
components of the costs incurred to cultivate these plants. This research was carried out to
determine: (1) the application of intercropping patterns and the reasons for choosing one type of
intercropping pattern on cocoa farming folk; (2) the differences of cost efficiency in each

intercropping patterns on cocoa farming folk; (3) the differences of profitability in each
intercropping patterns on cocoa farming folk; (4) the differences of labor productivity in each
intercropping patterns on cocoa farming folk. This research location was decided by purposive
method in Subak Abian Amertha Nadi, Yeh Embang Kauh Village, Mendoyo Distric. The research
method which are used in this research are descriptive, comparative and analytical. Data analysis
method which are used in this research are R/C ratio, revenue analysis, and labor productivity. The
research results showed that : (1) cloves provide the greatest contribution to revenue in the fourth
intercropping patterns and the farmers reasons for choosing intercropping patterns, among others :
hereditary system, large gains, increasing yields, profits every time, and risks of failure; (2) cost
efficiency among the four intercropping patterns were not significantly different, (3) gains among
the four intercropping patterns were not significantly different; (4) labor productivity among the
four intercropping patterns also were not significantly different.
Key Words : cocoa, intercropping patterns, cost efficiency, labour productivity

PENDAHULUAN

mengembangkan pasar domestik. Peningkatan

Tanaman perkebunan merupakan salah


produksi

dapat

diperoleh

dengan

satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai

mengalokasikan input produksi secara tepat

sentra

Jenis

dan berimbang. Hal ini berarti petani secara

tanaman tahunan perkebunan yang dominan


rasional melakukan usaha tani dengan tujuan

ditanam di Indonesia antara lain karet, tebu,

meningkatkan produksi untuk memaksimumkan

kelapa sawit, kopi, cengkeh, kakao, lada, pala

keuntungan.

agribisnis

yang

menggiurkan.

dan kayu manis (Pujiyanto, 1998). Terlebih
pada

produk-produk


tanaman

perkebunan,

Sebagian besar tanaman perkebunan
merupakan

usaha

perkebunan

rakyat,

Indonesia merupakan salah satu negara yang

sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan

membudidayakan tanaman kakao paling luas di


besar, baik milik pemerintah maupun swasta

dunia. Berorientasi pada pasar ekspor, peluang

yang saat ini mulai mengalami peningkatan

pasar kakao Indonesia masih relatif terbuka.

yang cukup berarti (Soetrisno, 2002). Salah satu

Beberapa hasil studi mendukung bahwa daya

cara meningkatkan produktivitas perkebunan

saing produk kakao Indonesia, khususnya biji

rakyat yang utamanya berada di lahan kering

kakao masih baik, sehingga Indonesia masih


adalah dengan pola tanaman tumpang sari

mempunyai

(intercropping).

ekspor,

peluang

disamping

untuk
secara

meningkatkan
bertahap

terus


Tumpang

sari

menjamin

berhasilnya penanaman menghadapi iklim yang

tidak menentu, serangan hama dan penyakit,

dengan kemampuan memperoleh manfaat yang

serta fluktuasi harga. Selain itu, dengan pola

sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana

ini distribusi tenaga kerja dapat lebih baik

yang tersedia dengan menghasilkan output yang


sehingga sangat berguna untuk daerah yang

optimal.

padat tenaga kerja, luas lahan pertanian

biaya produksi secara proporsional dan efisien,

terbatas, serta modal membeli sarana produksi

yang

juga terbatas. Dengan kata lain, usaha tumpang

ketrampilan pengusahaaan input, teknologi,

sari

dan


dan curahan kerja yang berorientasi pada

Koka,

pencapaian produksi yang maksimum. Oleh

berarti

meminimalkan

memaksimalkan

keuntungan

resiko
(Puslit

2005).

Petani


selalu

dipengaruhi

mempertimbangkan

oleh

pengetahuan,

karena itu, penelitian ini bertujuan : (1)
kakao

mengetahui penerapan pola tanam tumpang

Indonesia masih sangat bergantung pada pasar

Sampai


saat

ini,

komoditas

sari dan alasan pemilihan pola tanam tumpang

ekspor dalam bentuk biji yaitu sekitar 83%.

sari, (2) menganalisis ada tidaknya perbedaan

Disisi lain, kakao Indonesia khususnya yang

efisiensi

dihasilkan oleh perkebunan rakyat di pasaran

keuntungan, serta produktivitas tenaga kerja

internasional dihargai paling rendah, karena

dari keempat pola tanam tumpang sari.

penggunaan

biaya

produksi

dan

didominasi oleh biji-biji tanpa fermentasi,
kadar

kotoran

terkontaminasi

yang

tinggi

serangga,

dan
jamur

banyak

METODE PENELITIAN
Penentuan

dan

daerah

dilakukan

mikotoksin, serta cita rasa yang lemah. Diskon

berdasarkan metode yang sengaja (purposive

terhadap kakao Indonesia yang dikenakan oleh

methods) yaitu Subak Abian Amerta Nadi Desa

pemerintah Amerika Serikat terus meningkat

Yeh Embang Kauh. Metode yang digunakan

dari tahun ke tahun, yang pada tahun 2005

dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

telah mencapai US$ 250 per ton (Askindo,

komparatif dan analitis. Metode pengambilan

2005).

sampel menggunakan Proportioned Stratified
Kabupaten

Jembrana

merupakan

kabupaten yang memiliki luas areal panen

Random

Sampling,

dengan

rumus

sebagai

berikut (Nazir, 2003):

kakao terluas di Provinsi Bali. Sebagian besar

2

N. Ni .

n=

produksi kakao diusahakan oleh perkebunan

2

2
i

N .D + Ni.

rakyat. Pendapatan yang diperoleh petani dari

2
i

usahatani kakao ini sangat berkaitan erat

Jumlah sampel per strata diperoleh demgan

dengan produksi dan alokasi faktor produksi.

dengan rumus sebagai berikut :

Demikian juga dengan penggunaan biaya untuk
pengeluaran

input

produksi.

Produktivitas

fi = Ni

xn

N

tenaga kerja pada usaha tani kakao terkait
Tabel 1. Penyebaran Populasi sebagai Sampel Berdasarkan Strata Pola Tanam Tumpang Sari
Populasi
Sampel
Strata
Keterangan
(orang)
(orang)
I

Kakao Pisang Cengkeh Kelapa Panili Kopi

11

7

II

Kakao Pisang Cengkeh Kelapa Panili

9

6

III

Kakao Pisang Cengkeh Kelapa

14

10

IV

Kakao Pisang Cengkeh Kelapa Kopi

11

7

45

30

Jumlah

Data

yang

akan

digunakan

dalam



F

Ho diterima apabila Fo

menggunakan metode wawancara, dan data

kerja pada keempat pola tanam tumpang

sekunder yang diperoleh dari instansi terkait

sari


Ho ditolak apabila Fo > F
terdapat

rakyat.

perbedaan

artinya

tidak

yang berhubungan dengan usaha tani kakao

terdapat

(v1: v2),

penelitian ini adalah data primer dengan

perbedaan

produktivitas

(v1: v2),

artinya

produktivitas

kerja

pada keempat pola tanam tumpang sari

Penerapan pola tanam tumpang sari dan
alasan pemilihan salah satu jenis pola tanam
tumpang sari pada usaha tani kakao rakyat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subak Abian Amerta Nadi dilakukan analisis

Penerapan dan Alasan Pemilihan Salah Satu

secara deskriptif. Pengujian terhadap efisiensi

Jenis Pola Tanam Tumpang sari
Pola diversifikasi tanaman kakao dengan

penggunaan biaya menggunakan analisis R/C

penerapan pola tanam tumpang sari merupakan

ratio, dengan rumus (Hernanto, 1991):
Total Penerimaan (Rp)

peluang untuk pengembangan kakao dengan

Total Biaya Produksi (Rp)

pemanfaatan tanaman yang mempunyai nilai

Pengujian terhadap keuntungan petani

ekonomis. Adapun tanaman yang diusahakan

R/C Ratio =

menggunakan

analisis

pendapatan

dengan

TR

:

TC

:

petani

anggota

subak

ini

meliputi

cengkeh, panili, dan kopi. Berdasarkan Gambar

= TR TC
:

oleh

kombinasi tanaman kakao, pisang, kelapa,

rumus :
keuntungan pada masing- masing

1. maka dapat diketahui alasan pemilihan pola

pola tanam tumpang sari

tanam tumpang sari oleh petani.

penerimaan



pada

masing-masing

Pola tanam tumpang sari I petani memilih

pola tanam tumpang sari

mengusahakan

biaya produksi pada masing-masing

pisang, cengkeh, kelapa, panili dan kopi.

pola tanam tumpang sari

42,68% petani yang memilih alasan sistem

keuntungan

kombinasi jenis tanaman yang ada pada

kakao

sudah

lahan

perhitungan

warisan dari nenek moyang yang tidak

usaha

tani

tanaman

mereka

sehingga

memasukkan biaya penyusutan sebagai syarat
analisis

perkebunan

istiadat,

dengan

turun

tani

adat

kakao

Analisis efisiensi biaya maupun perhitungan
usaha

temurun

tanaman

merupakan

mereka ubah dan tetap ditanami kombinasi

tahunan.

tanaman tersebut sampai kapanpun.

Pengujian terhadap produktivitas tenaga
kerja pada masing-masing pola tanam tumpang



Pola tanam tumpang sari II petani memilih

sari dengan rumus (Sinungan, 2000):

mengusahakan

Produktivitas =

pisang, cengkeh, kelapa, dan panili. Alasan

Output (Rp/periode)

tanaman

kakao

dengan

pemilihan pola tanam ini yaitu : 50% petani

Input (Jam kerja/periode)
Untuk menganalisis perbedaan efisiensi biaya

responden

produksi,

produktivitas

Petani merasa bahwa kombinasi tanaman

tenaga kerja pada masing-masing pola tanam

yang dipilih sudah tepat karena mampu

tingkat

keuntungan,

keuntungan

besar.

memberikan keuntungan paling besar.

tumpang sari menggunakan distribusi F ANOVA
dengan satu faktor yang berpengaruh apabila

memilih



Pola tanam tumpang sari III ini terdiri dari

varians sama atau uji Kruskal Wallis apabila

kombinasi tanaman kakao, pisang, cengkeh,

varians tidak sama (Hasan, 2001).

dan kelapa. Hanya terdapat dua alasan,

Adapun kriteria pengujiannya, yaitu :

dimana alasan paling banyak adalah sistem
turun-temurun (80,00%). Ketiga tanaman

tumpang sari tersebut merupakan tanaman

meyakini bahwa dengan menerapkan pola

yang sudah sejak lama menjadi pola tanam

tanam tumpang sari III keuntungan yang

tumpang

besar

sari

kakao.

generasi

Menurut

penerus

petani,

akan

didapatkan.

Tidak

perlu

perlu

mengkombinasi banyak tanaman, dengan

melanjutkan penerapan pola tanam tanpa

menanam sedikit tanaman namun tanaman

perlu untuk merubah yang sudah diwariskan

tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi

kepada

dirasa sudah sangat menguntungkan.

mereka.

20%

hanya

petani

lainnya

80,00%

sebagai

90%
80%

20%

57,14%

Sistem Turun
Temurun
Keuntungan Besar

42,86%

50,00%

Peningkatan Hasil

20,00%

14,29%
14,29%
14,29%

30%

16,67%

40%

16,67%

28,57%

50%

42,86%

60%

16,67%

Persentase alasan

70%

Keuntungan
Setiap Waktu
Resiko Kegagalan

10%
0%

Sumber : Data Primer (diolah), 2010

1
4 sari
Gambar
1. Alasan2Pemilihan Pola3Tanam Tumpang



Pola

tanam

tumpang

(39,95%) Sari
pada
sari Tanam
IV
Pola
Tumpang
alasan

tanaman kelapa mempunyai kemampuan

sebelumnya, alasan yang paling banyak

berproduksi sepanjang tahun secara terus

dipilih

menerus.

Bertolakbelakang
oleh

dengan

petani

responden

adalah

Tanaman

panili

memberikan

keuntungan yang besar (57,14%). Petani

kontribusi yang paling rendah disebabkan

yang menerapkan pola tanam tumpang sari

tanaman

ini meyakini bahwa kombinasi tanaman yang

pemeliharaan yang baik sehingga banyak

maksimal.



Berdasarkan Tabel 2. dan Gambar 2 dapat
diketahui

kontribusi

penerimaan

tanaman

kurang

mendapat

Pola tanam tumpang sari II, Tanaman
cengkeh memiliki kontribusi yang lebih
besar daripada tanaman cengkeh pada pola
tanam

tumpang sari.

panili

tanaman panili yang mati dan tidak disulam.

diterapkan memberikan keuntungan yang



urutan kedua, disebabkan

tumpang

sari

I,

yaitu

73,29%.

Pola tanam tumpang sari I, Tanaman

Cengkeh memiliki nilai ekonomi tinggi,

cengkeh memiliki kontribusi paling tinggi

dengan harga jual pada pola tanam ini

yaitu Rp 16.043.214,29 atau 56,40%. Hal ini

berkisar Rp 42.500,00 hingga Rp 44.500,00.

disebabkan harga jual tanaman ini yang juga

Kontribusi

relatif

tanaman pisang dan panili dengan nilai Rp

cukup

tinggi.

Tanaman

kelapa

yang

rendah

diberikan

oleh

228.686,87

atau

sebesar

1,02%

untuk

sebab kuantitas pemanenannya lebih cepat

tanaman pisang dan sebesar Rp 57.840,91

dari tanaman kelapa.

atau 0,26% untuk tanaman panili. Tanaman
pisang



meskipun

memberikan



kontribusi

Pola tanam tumpang sari IV, Kontribusi
penerimaan tanaman tumpang sari paling

yang cukup rendah namun komoditas ini

besar

cukup menjanjikan akan keuntungan, sebab

tumpang sari sebelumnya yaitu tanaman

tanaman pisang dapat tumbuh dan berbuah

cengkeh dengan nilai kontribusi sebesar

tanpa pemeliharaan yang baik sekalipun.

71,25%. Kontribusi tanaman kopi masih lebih

Pola tanam tumpang sari III, tanaman

tinggi daripada tanaman pisang. Hal ini

cengkeh memiliki kontribusi yang juga masih

disebabkan,

tinggi,

yaitu

rendah

diberikan

71,82%.
oleh

masih

sama

dengan

tanaman

kopi

pada

pola

mempunyai

Kontribusi

paling

tingkat harga yang lebih tinggi daripada

tanaman

pisang

tanaman pisang. Sekalipun tanaman kopi

(1,03%). Hal ini disebabkan nilai ekonomi

kurang

pisang yang masih lebih rendah daripada

pemeliharaannya, namun komoditas kopi

tanaman

kelapa

tanaman

ini

diperhatikan

dalam

dan

cengkeh.

Namun,

tetap

menjadi

tumpuan

apabila

mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga

sewaktu-waktu petani membutuhkan uang,

merupakan

kontribusinya

masih

komoditas
tetap

lebih

yang
tinggi

daripada tanaman pisang.
Tabel 2. Penerimaan per Pola Tanam Tumpang Sari
Penerimaan per Pola Tanam Tumpang Sari (Rp)
No

Jenis Tanaman
I

1.

Pisang

2.

II

III

IV

265.678,57

228.686,87

265.678,57

188.011,90

Cengkeh

16.043.214,29

16.407.678,03

18.495.766,60

18.971.476,19

3.

Kelapa

11.363.692,86

5.693.926,77

6.992.619,30

6.827.666,67

4.

Panili

57.840,91

57.840,91

5.

Kopi

716.678,57

Total

28.447.105,19

Sumber : Data Primer (diolah), 2010

22.388.132,58

378.571,43

25.754.064,47

26.365.726,19

56,40%

70%

71,96%

80%

71,82%

73,29%

90%

Pisang
39,95%

Cengkeh
25,43%

40%

27,15%

50%

30%

25,90%

60%

Kelapa
Panili

1,44%

0,71%

1,03%

0,26%

10%

1,02%

0,93%

0,20%
2,52%

20%

0%

Kopi
1

2

3

4

Pola Tanam Tumpang Sari
Sumber : Data Primer (diolah), 2010

Gambar 2. Kontribusi Tanaman pada Berbagai Pola Tanam Tumpang sari
Perbedaan Efisiensi Biaya pada Keempat Pola

responden biaya yang paling besar digunakan

Tanam Tumpang sari

untuk

Total biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk

juga cukup tinggi digunakan oleh petani untuk

berusahatani kakao, pola tanam tumpang sari I

pembelian pupuk. Akan tetapi, tidak semua

mengeluarkan biaya sebesar Rp 7.967.797,02,

petani menggunakan seluruh jenis pupuk pada

pola

Rp

usahatani kakao mereka. Ada beberapa petani

5.937.316,41, pola tanam tumpang sari III

yang menggunakan seluruh jenis pupuk untuk

sebesar Rp 6.501.529,35, dan pola tanam

tanaman mereka, namun ada juga yang karena

tumpang sari IV sebesar Rp 7.030.335,71.

alasan

Pengeluaran biaya paling besar terdapat pada

dipergunakan bahkan diganti dengan pupuk

petani yang mengusahakan pola tanam tumpang

organik atau pupuk kandang. Penggunaan pupuk

sari I, yaitu sebesar Rp 7.967.797,02. Semakin

kandang belum secara intensif dimanfaatkan

tinggi biaya variabel yang dikeluarkan oleh

oleh petani kakao anggota Subak Abian Amerta

petani maka semakin banyak pula total biaya

Nadi. Ini terbukti dari 30 petani responden,

yang dikeluarkan petani. Berdasarkan biaya

hanya

variabel

menggunakan pupuk kandang.

tanam

tumpang

yang

sari

dipergunakan

II

sebesar

oleh

petani

tenaga kerja. Penggunaan biaya yang

biaya

7

tidak

orang

semua

petani

jenis

responden

pupuk

yang

Tabel 3. Perbedaan Penerimaan, Penggunaan Biaya dan tingkat keuntungan Per Hektar pada
Masing-Masing Pola Tanam Tumpang sari
Total
No.

Uraian

1.

Pola tanam I

Pola tanam II

Pola tanam III

Pola tanam IV

Penerimaan Tanaman (Rp)
Kakao

8.280.864,29

7.760.835,86

9.929.677,70

12.766.644,64

Pisang

265.678,57

228.686,87

253.840,88

194.083,33

Cengkeh

16.043.214,29

16.407.678,03

18.495.766,60

20.494.083,33

Kelapa

11.363.692,86

5.693.926,77

6.992.619,30

7.675.047,62

Panili

38.642,86

57.840,91

-

-

Kopi

716.678,57

-

-

401.428,57

36.708.771,43

30.148.968,43

35.671.904,48

41.531.287,50

559.380,95

335.654,17

385.433,33

525.065,48

1.996.314,29

964.969,70

1.222.351,97

1.838.571,43

32.714,29

336.111,11

180.164,86

-

Total Penerimaan
2

Biaya (Rp) :
Biaya tetap
Pupuk
- Pupuk Anorganik
- Pupuk Organik
Obat-obatan
Tenaga Kerja
Total Biaya

3

Pendapatan (Rp)

4

R/C Ratio

10.714,29

16.704,55

30.624,32

13.095,24

5.368.673,21

4.283.876,89

4.682.954,86

4.653.603,57

7.967.797,02

5.937.316,41

6.501.529,35

7.030.335,71

28.740.974,40

24.211.652,02

29.170.375,13

34.500.951,79

4,61

5,08

5,49

5,91

Sumber : Data Primer (diolah), 2010

Nilai

R/C

tinggi

memberikan penerimaan rata-rata sebesar Rp

dihasilkan pada pola tanam tumpangsari IV

5,91. Hal ini berarti usahatani kakao dengan

yaitu sebesar 5,91. Petani yang mengusahakan

pola tanam tumpangsari IV layak untuk tetap

lahannya dengan menanam tanaman kakao,

diusahakan. Sedaqngkan untuk nilai R/C Ratio

pisang,

yang paling rendah adalah pada pola tanam

cengkeh,

pengeluaran

biaya

ratio

yang

kelapa

paling

dan

sebesar

kopi

Rp

1,00

setiap
akan

tumpangsari I dengan nilai 4,61.

Tabel 4. Hasil Pengujian Statistik untuk Perbedaan R/C Ratio
Sum of Squares

Df

Mean Square

Between Group

11,993

3

3,998

Within Group

79,944

26

3,075

Total

91,937

29

F

Sig.
1,300

0,295

Berdasarkan hasil pengujian secara statistik

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan

dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%

tidak adanya perbedaan secara nyata yang

terlihat bahwa nilai Fhitung=1,300

F 0,05

(2,26)=

2,99 atau Sig=0,295>0,05 maka hipotesis nol

ditunjukkan oleh hasil uji statistik, antara lain :
1. Rata-rata nilai R/C Ratio pada masing-

(H0) diterima atau nilai rata-rata R/C Ratio

masing

pada masing-masing pola tanam tumpang sari

dibandingkan dengan rata-rata nilai R/C

tidak berbeda secara nyata.

pada seluruh pola tanam tumpang sari. Hal

kelompok

tani lebih kecil bila

ini yang menyebabkan nilai signifikansi yang
dihasilkan semakin besar, sehingga tidak ada

selisih yang nyata diantara nilai rata-rata

Perbedaan Tingkat Keuntungan dari keempat

R/C Ratio yang dimiliki keempat pola tanam

Pola Tanam Tumpang sari

tumpang sari tersebut.

Berdasarkan tabel 3. rata-rata keuntungan per

2. Total varians rata-rata dari R/C Ratio pada

hektar pada usaha tani kakao rakyat dengan

masing-masing pola tanam tumpang sari

pola tanam tumpang sari yang paling tinggi

lebih kecil dari rata-rata varians dari R/C

adalah pada pola tanam tumpang sari IV sebesar

Ratio

Rp 34.500.951,79. Hal ini disebabkan tanaman

pada

masing-masing

pola

tanam

tumpang sari. Hal ini yang menyebabkan

tumpang

sari

yang

ditanam

merupakan

nilai F0 semakin kecil sehingga disimpulkan

komoditas

tidak ada perbedaan keuntungan yang nyata

seperti pisang, cengkeh, kelapa dan kopi.

pada keempat pola tanam tumpang sari

Pendapatan yang tinggi pada urutan kedua

yang diterapkan.

adalah petani yang menerapkan pola tanam

yang

produktif

dan

prospektif,

3. Tingkat pengeluaran biaya yang digunakan

tumpang sari III yaitu Rp 29.170.375,13. Pada

oleh petani responden relatif seimbang

urutan ketiga, yaitu pola tanam tumpang sari I

dengan penerimaan dari produksi tanaman

Rp 28.740.974,40. Berdasarkan tabel 3. pula

yang diperoleh. Penerimaan yang tinggi

dapat diketahui bahwa pendapatan yang tinggi

diikuti pengeluaran yang

tinggi,

tidak selalu berasal dari penerimaan produksi

sebaliknya penerimaan yang rendah juga

relatif

tanaman yang tinggi. Penerimaan produksi

diikuti penerimaan yang relatif rendah. Hal

tanaman mempunyai peran yang cukup besar

ini menyebabkan nilai R/C Ratio antara pola

dalam meningkatkan keuntungan yang diperoleh

tanam tumpang sari yang satu dengan yang

petani. Pada tanaman kakao, petani menjual

lain tidak memiliki perbedaan yang terlalu

kakao dalam dua jenis, yaitu kakao basah dan

jauh.

unfermentasi. Kakao basah adalah kakao yang

4. Komponen biaya tetap, seperti pajak tanah

langsung dijual kepada petani setelah dipanen

dan pajak air adalah sama antara petani

dan pecah buah. Kakao basah ini dijual oleh

yang menerapkan pola tanam tumpang sari

petani responden kepada subak abian Amerta

satu dan yang lainnya. Pajak air yang

Nadi.

dibebankan kepada petani tidak melihat

menyetorkan kakao hasil panennya kepada

luasan lahan yang dimiliki, dibebankan sama

subak abian. Kewajiban ini memang bukan

yaitu Rp 5.000,00 per bulan atau Rp

merupakan peraturan yang tertulis dalam awig-

Seluruh

petani

responden

wajib

60.000,00 per tahun. Sehingga biaya tetap

awig subak, akan tetapi loyalitas yang tinggi

komponen ini pada pola tanam tumpang sari

dari petani kakao anggota subak membuat

I, II, III maupun IV relatif sama.

mereka

merasa

berkewajiban

untuk

turut

mengembangkan subaknya.
Tabel 5. Hasil Pengujian terhadap Keuntungan pada Masing-Masing Pola Tanam Tumpang sari
Sum of Squares

Df

Mean Square

Between Group

3,3E+014

3

1,112E+ 014

Within Group

1,8E+015

26

7,089E+ 013

Total

2,2E+015

29

F

Sig.
1,569

0,221

Berdasarkan hasil pengujian secara statistik

(H0) diterima atau rata-rata keuntungan pada

dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%
F 0,05 (2,26)=
terlihat bahwa nilai Fhitung=1,569

masing-masing pola tanam tumpang sari tidak

2,99 atau Sig=0,221> 0,05 maka hipotesis nol

dengan yang ditunjukkan pada tabel 3, dimana

berbeda secara nyata. Hal ini bertolak belakang

secara nominal terdapat perbedaan keuntungan

Tingkat

dari masing-masing pola tanam tumpang sari.

Keempat Pola Tanam Tumpang sari

Adapun

yang

menyebabkan

tidak

adanya

Produktivitas Tenaga Kerja

pada

Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan

perbedaan secara nyata, antara lain :

oleh tenaga kerja pada usaha tani kakao dengan

1. Rata-rata keuntungan pada masing-masing

pola tanam tumpang sari antara lain:

kelompok tani lebih kecil bila dibandingkan

a. Perbaikan teras

dengan rata-rata keuntungan pada seluruh

Perbaikan teras ini dilakukan pada saat awal

pola tanam tumpang sari. Hal ini yang

musim tanam kakao, atau setelah panen

menyebabkan

yang

berakhir. Hampir seluruh petani responden

dihasilkan semakin besar, sehingga tidak ada

menyadari akan pentingnya perbaikan teras.

nilai

signifikansi

selisih yang nyata diantara nilai rata-rata

b. Pembuatan rorak

keuntungan yang dimiliki keempat pola

Seluruh

tanam tumpang sari tersebut.

mengusahakan pola tanam tumpang sari I,

2. Total varians rata-rata dari keuntungan
pada masing-masing pola tanam tumpang

petani

responden

baik

yang

II, III dan IV melakukan kegiatan ini.
c. Pembuatan lubang tanam

sari lebih kecil dari rata-rata varians dari

Pada awal musim tanam biasanya petani

keuntungan pada masing-masing pola tanam

juga melakukan penanaman terhadap bibit-

tumpang sari. Hal ini yang menyebabkan

bibit baru tanaman kakao, untuk mengganti

nilai F0 semakin kecil sehingga disimpulkan
tidak ada perbedaan keuntungan yang nyata

tanaman kakao yang mati.
d. Olah tanaman sulaman

pada keempat pola tanam tumpang sari

Olah tanaman sulaman ini dilakukan apabila

yang diterapkan.

selama

3. Rata-rata petani yang mengusahakan pola
tanam tumpang sari I, II dan IV secara jenis
tanaman

yang

diusahakan

jumlahnya

masa

pertumbuhannya

terdapat

tanaman kakao yang mati.
e. Menutup Lubang
Penutupan

lubang

dilakukan

setelah

memang lebih banyak daripada petani yang

tanaman ditanam. Mayoritas kegiatan ini

menerapkan pola tanam III, akan tetapi

dilakukan

secara jumlah pohon yang ditanam dalam

keluarganya. Hal ini dikarenakan tingkat

luasan 1 hektar relatif sama. Sehingga dari
segi

penerimaan

sekalipun

terdapat

oleh

petani

sendiri

dan

kesulitan pekerjaan yang rendah.
f. Sulaman

perbedaan namun tidak signifikan karena

Tidak hanya pada tanaman kakao, beberapa

masing-masing

petani

tanaman

menghasilkan

penerimaan yang cukup besar.
Hasil

analisis

dan

juga

melakukan

olah

tanaman

sulaman pada tanaman pisang, cengkeh,
perhitungan

merekomendasikan keseluruhan pola tanam

kelapa, panili dan kopi.
g. Semprot herbisida

memberikan keuntungan yang relatif sama bagi

Tidak semua petani melakukan kegiatan ini,

petani kakao anggota Subak Abian Amerta Nadi

umumnya petani yang pertanaman kakaonya

di Desa Yeh Embang Kauh. Semakin banyak

sudah tua tidak melakukan kegiatan ini.

kombinasi tanaman yang dipilih petani untuk

h. Pengendalian penyakit

ditanam pada lahan mereka tidak berpengaruh

Penyakit

secara

adalah penyakit busuk buah yang disebabkan

nyata

terhadap

keuntungan

yang

diterima. Pola tanam tumpang sari baik I, II, III,
maupun IV layak untuk diusahakan karena
sama-sama menguntungkan.

kakao

yang

cukup

merugikan

oleh jamur Phythophtora palmivora.
i. Pengendalian hama

Hama penting dalam usaha pertanaman

Subak Abian Amerta Nadi hanya melakukan

kakao yang sulit dideteksi dan dikendalikan

satu

adalah PBK atau penggerek buah kakao.

setelah

Upaya pengendalian yang dilakukan oleh

berdasarkan hasil wawancara merasa sayang

petani biasanya pada saat hama sudah

untuk memangkas pohon kakaonya yang

menyerang dan merusak tanaman kakao

tumbuh

dengan menyemprotkan insektisida dengan
Marcis atau Regent.

kali

kegiatan
panen.

lebat,

pemangkasan
Mayoritas

sebab

yaitu
petani,

mereka

khawatir

pemangkasan yang dilakukan salah.
n. Wiwil halus

j. Pemeliharaan penaung

Petani kakao anggota Subak Abian Amerta

Kegiatan pemeliharaan tanaman penaung ini

Nadi

sangat penting bagi pertumbuhan tanaman

membuang

kakao, meliputi aspek sinar matahari, suhu,

tumbuh

kelembapan udara, hama penyakit serta

Mereka tidak memiliki pengetahuan yang

gulma. Mayoritas kegiatan ini dilakukan oleh

tepat

petani sendiri dan keluarganya.

yang

k. Pemupukan

umumnya

cabang-cabang

pada

penambahan

unsur-unsur

hara

tertentu

tanaman

selama

ini

telah

mereka.

tersebutlah

justru

tanaman

untuk

yang

kakao

bahwa cabang-cabang

produktivitas

Pemupukan ini dilakukan sebagai upaya

menyayangkan

membuat

kakao

mereka

menurun.
o. Wiwil kasar

didalam tanah yang tidak mencukupi bagi

Beberapa petani mayoritas tidak melakukan

kebutuhan

diusahakan.

kegiatan ini karena petani beranggapan

Seluruh petani melakukan kegiatan ini,

bahwa tunas-tunas ini selanjutnya akan

namun pemupukan lebih diutamakan pada

tumbuh dan membuat tanaman mereka

tanaman

yang

tanaman kakao. Sedangkan pada tanaman
tumpang

sarinya,

beberapa

petani

berbuah lebat.
p. Panen

menaburkan sisa-sisa pupuk yang masih

Untuk pemanenan cengkeh, panili, dan kopi

tersisa dari tanaman kakao untuk tanaman

dilakukan

tumpang sarinya. Kegiatan pemupukan ini

keluarganya.

dilakukan oleh petani itu sendiri maupun

cengkeh

tenaga kerja luar keluarga yang diupah.

membutuhkan tenaga kerja luar keluarga

Pada tanaman kakao, sebaiknya pemupukan

sesuai dengan tingkat kesulitan pemanenan

dilakukan dua kali, namun beberapa petani

yang tidak memungkinkan dilakukan sendiri

hanya melakukan satu kali pemupukan. Hal

oleh petani.

ini yang kemudian juga turut menurunkan

q. Pasca Panen

produktivitas tanaman kakao petani.

biasanya

Sedangkan
dan

petani
untuk

kelapa

dan

tanaman

pemanenan

petani meliputi :

banyak

pentingnya

oleh

Kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh

l. Pengomposan
Tidak

sendiri

petani

kegiatan
dilakukan

yang
ini.

menganggap

-

Pengomposan

sebagai

Pecah buah
Kegiatan ini dilakukan oleh petani kakao

tambahan

mengingat yang dijual pada tanaman ini

terhadap kegiatan pemupukan yang telah

bukan buah tetapi biji. Mayoritas dilakukan

dilakukan sebelumnya.

lebih

m. Pangkas setelah panen

produksi, namun mayoritas petani anggota

oleh

petani

sendiri

atau

keluarganya yang sebelumnya juga turut

Biasanya kegiatan pemangkasan dilakukan
dua kali dalam setahun untuk meningkatkan

lanjut

memanen kakao.
-

Penjemuran

Penjemuran

terhadap

tanaman

kakao

mengeluarkan

dengan

melibatkan

tenaga kerja baik dari dalam keluarga

tidak dijual kepada subak. Harga biji kakao

maupun luar keluarga dilakukan setelah

yang

panen adalah pada tanaman kelapa.

dijemur

terlebih

dahulu

memiliki

perbedaan dengan harga kakao yang masih

-

Sortasi

basah. Tidak hanya pada tanaman kakao

Petani tidak melakukan sortasi terhadap

tetapi kegiatan ini juga dilakukan pada

hasil panen tanaman kakao dan tumpang

tanaman cengkeh, panili dan kopi.

sarinya.

Pengiriman

-

biaya

dilakukan terhadap tanaman kakao yang

Berdasarkan hasil wawancara dengan

Pengiriman ini tidak berlaku untuk tanaman

petani diperoleh rata-rata kebutuhan tenaga

kakao, sebab kakao yang tidak dijual pada

kerja pada usaha tani kakao dengan pola tanam

subak diambil sendiri oleh pengepul biji

tumpang sari yang ditunjukkan oleh tabel 6.

kakao.

Kegiatan

pengiriman

yang

Tabel 6. Rata-Rata Curahan Tenaga Kerja Dalam dan Luar Keluarga Per Hektar pada Keempat Pola
Tanam Tumpang sari
Curahan Tenaga Kerja (HKP)
No. Tanaman

Pola tanam

Pola tanam

Pola tanam

Pola tanam

I

II

III

IV

Rataan

DK

LK

DK

LK

DK

LK

DK

LK

DK

LK

Total

1.

Kakao

46,88

9,01

35,94

19,04

39,71

22,57

42,59

16,92

41,28

16,89

58,17

2.

Pisang

10,49

0,71

9,52

2,09

7,79

1,20

10,45

0,86

9,56

1,22

10,78

3.

Cengkeh

17,21

13,13

18,19

12,52

24,08

11,30

22,97

11,15

20,61

12,03

32,64

4.

Kelapa

12,26

26,41

5,46

17,48

8,24

18,76

13,43

20,91

9,85

20,89

30,74

5.

Panili

10,83

0,00

9,18

0,45

5,00

0,11

5,12

6.

Kopi

11,82

1,07

5,46

2,13

4,32

0,80

5,12

Sumber : Data Primer (diolah), 2010

Secara keseluruhan pada berbagai pola

tinggi adalah pada pola tanam tumpang sari I,

tanam tumpang sari, terdapat pada tanaman

yaitu sebesar Rp 5.368.673,21. Pada pola tanam

kakao, yaitu sebesar 58,17 HKP.

Hal ini

ini kombinasi jenis tanaman yang ditanam lebih

disebabkan tanaman ini merupakan tanaman

banyak daripada pola tanam lainnya. Hal ini

pokok yang memerlukan pemeliharaan extra

yang menyebabkan pengeluaran tenaga kerja

dibandingkan tanaman yang lain. Usaha tani

untuk kegiatan usaha tani pola tanam ini juga

cengkeh juga menggunakan tenaga kerja yang

lebih tinggi dari pada pola tanam lainnya.

cukup

banyak,

yaitu

32,64

HKP

dengan

Hasil

wawancara

dengan

petani

penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang

responden memperoleh perhitungan perbedaan

lebih banyak daripada luar keluarga.

produktivitas tenaga kerja yang ditunjukkan

Berdasarkan Tabel 3. biaya total yang

oleh Tabel 7.

dikeluarkan untuk curahan kerja yang paling
Tabel 7. Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja pada Masing-Masing Pola Tanam Tumpang sari
No.

Uraian

1. Penerimaan tanaman
2. Curahan TK
3. Produktivitas

Total
Pola tanam I
28.740.974,40

Pola tanam II
24.211.652,02

Pola tanam III
29.170.375,13

Pola tanam IV
34.500.951,79

159,84

129,89

133,65

146,86

179.816

186.406

218.253

234.930

Produktivitas tenaga kerja paling tinggi adalah

produktivitas pada masing-masing pola

pada pola tanam tumpang sari IV, yaitu sebesar

tanam

tumpang

sari.

Hal

ini

yang

semakin

kecil

234.930. Artinya penggunaan tenaga kerja

menyebabkan

setiap 1 HKP mampu memberikan konstribusi

sehingga disimpulkan tidak ada perbedaan

terhadap penerimaan pada pola tanam tumpang

produktivitas yang nyata pada keempat

sari III sebesar Rp 234.930,00.

pola tanam tumpang sari yang diterapkan.

Semakin
menunjukkan

tinggi

produktivitas

bahwa

semakin

kerja

3.

Mayoritas petani yang bekerja berada
lebih

penerimaan

berusahatani

besar.

Secara

F0

pada usia produktif, petani yang berumur

efisien

penggunaan biaya sehingga mampu memberikan
yang

nilai

statistika,

dari

50

tahun

biasanya

dibantu

oleh

dalam
anggota

perbedaan mengenai produktivitas tenaga kerja

keluarga lain yang usianya rata-rata masih

ditunjukkan uji Kruskal Wallis.

produktif. Hal ini yang kemudian membuat

Tabel 8. Hasil Pengujian Statistik

kemampuannya pada keempat pola tanam
tumpang sari relatif sama.

Produktivitas
Chi-Square

4.

3,286

Df

saat

3

Asymp. Sig.

Pada usaha tani cengkeh, umumnya pada
panen

raya

tenaga

kerja

yang

digunakan berasal dari luar keluarga, yaitu

0,350

Berdasarkan hasil pengujian terlihat

berasal dari Luar Pulau Bali. Jasa tenaga

pada

Sig/asymptotic

kerja luar keluarga ini hampir merata

significance adalah 0,350. Oleh karena Asymp.

dimanfaatkan oleh semua petani pada

Sig.=0,350>0,05

(H0)

berbagai pola tanam tumpang sari di

produktivitas

Subak Abian Amerta Nadi. Tenaga kerja

tenaga kerja pada masing-masing pola tanam

musiman ini umumnya masih berada pada

tumpang sari tidak berbeda secara nyata.

usia

Meskipun secara nominal terdapat perbedaan

mendukung bahwa tingkat produktivitas

dari penggunaan tenaga kerja yang digunakan

keempat pola tanam tumpang sari relatif

pada masing-masing pola tanam akan tetapi

sama.

bahwa

diterima

atau

kolom

asymp.

maka
nilai

hipotesis
rata-rata

nol

produktif.

Hal

ini

yang

turut

secara statistika produktivitas tenaga kerja
yang digunakan pada masing-masing pola tanam

KESIMPULAN DAN SARAN

tumpang sari tidak berbeda secara nyata.

Kesimpulan

Adapun yang menyebabkan hal ini antara lain :

1.

1.

Rata-rata nilai produktivitas pada masing-

tanaman cengkeh memberikan kontribusi

masing kelompok tani lebih kecil bila

penerimaan yang paling besar. Alasan

dibandingkan

rata-rata

petani mengusahakan pola tanam tumpang

produktivitas pada seluruh pola tanam

sari pada usaha tani kakao rakyat antara

tumpang sari. Hal ini yang menyebabkan

lain sistem turun temurun, keuntungan

nilai signifikansi yang dihasilkan semakin

besar,

besar, sehingga tidak ada selisih yang

kegagalan.

dengan

nyata diantara nilai rata-rata keuntungan
yang
2.

Pada keempat pola tanam tumpang sari,

dimiliki

keempat

pola

tanam

2.

peningkatan

hasil,

dan

resiko

Efisiensi biaya pada masing-masing pola
tanam tumpang sari tidak menunjukkan

tumpang sari tersebut.

perbedaan secara nyata. Baik pola tanam

Total varians rata-rata nilai produktivitas

tumpang sari I, II, III ataupun IV sama-

pada masing-masing pola tanam tumpang

sama

sari lebih kecil dari rata-rata varians

memiliki nilai R/C ratio yang relatif sama.

layak

untuk

diusahakan

karena

3.

Keuntungan

pada

masing-masing

pola

keluarga

sehingga

penggunaan

biaya

tanam tumpang sari tidak berbeda secara

tenaga kerja untuk tenaga kerja luar

nyata. Semakin banyak kombinasi tanaman

keluarga

yang dipilih petani untuk ditanam pada

memberikan tambahan pendapatan bagi

lahan mereka tidak memberikan pengaruh

petani.

dapat

ditekan

sekaligus

yang signifikan terhadap keuntungan yang
4.

diterima

DAFTAR PUSTAKA

Produktivitas tenaga kerja pada masing-

Asosiasi Kakao Indonesia

Prospek Agroindustri Kakao Indonesia di

tidak berbeda secara nyata. Kemampuan

Pasaran Dunia Sampai Dengan 2010.

petani

Temu

sebagai

tenaga

kerja

dalam

pada masing-masing pola tanam tumpang
sari mempunyai kemampuan yang relatif
tidak berbeda.

Petani

sebaiknya

lebih

tumpang

sari

yang

mampu

memberikan keuntungan tinggi, seperti
tanaman

Agroindustri

Kakao,

Hasan, I. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistika 2
(Statistika Inferensif). Bumi Aksara,
Jakarta.

meningkatkan

kuantitas maupun kualitas pemeliharaan
tanaman

Teknis

Jember, 27 September 2005.

Hernanto, F. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Saran

cengkeh

dan

kelapa

guna

meningkatkan pendapatan yang diterima.
2.

2005.

masing pola tanam tumpang sari rata-rata

keluarga dan tenaga kerja luar keluarga

1.

(ASKINDO).

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Pujiyanto. 1998. Penentuan Prioritas dalam
Merehabilitasi Kebun Kakao. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 14 (3) :
238-244.

Petani sebaiknya lebih mengintensifkan
penggunaan pupuk organik sehingga hasil
panen kakao petani dapat meningkat serta

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao [Puslit Koka].
2005. Paduan Lengkap Budidaya Kakao.
PT. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

dapat menekan pengeluaran biaya.
3.

Petani sebaiknya melakukan pengolahan
pasca panen terhadap tanaman tumpang
sari yang diproduksi sehingga mampu
memberikan

nilai

tambah

yang

mengguntungkan.
4.

Petani

sebaiknya

lebih

banyak

lagi

memanfaatkan potensi tenaga kerja dalam

Sinungan,M. 2000. Produktivitas apa
Bagaimana. Bumi Askara, Jakarta.

dan

Soetrisno,
L.
2002.
Paradigma
Baru
Pembangunan Pertanian : Sebuah
Tinjauan Sosiologis. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Dokumen yang terkait

Tingkat Pendapatan Usaha Tani Tumpang Sari Hutan di Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro

0 9 128

Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari

0 11 29

Analisis Komparasi Usaha Agribisnis antara Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai dengan Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

2 52 148

POLA USAHA TANI KONSERVASI

0 0 2

Analisis Komparasi Usaha Agribisnis antara Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai dengan Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 13

Analisis Komparasi Usaha Agribisnis antara Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai dengan Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 1

Analisis Komparasi Usaha Agribisnis antara Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai dengan Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 7

Analisis Komparasi Usaha Agribisnis antara Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai dengan Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 14

Analisis Komparasi Usaha Agribisnis antara Pola Tanam Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai dengan Tomat Monokultur dan Cabai Monokultur (Kasus : Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 2

ANALISIS KOMPARASI USAHA AGRIBISNIS ANTARA POLA TANAM TUMPANG SARI TANAMAN TOMAT DAN CABAI DENGAN TOMAT MONOKULTUR DAN CABAI MONOKULTUR

0 0 13