ANALISIS PEMICU BISNIS DAN KEBERHASILAN USAHA (Studi Kasus Pada Pemilik Industri Sepatu dan Sandal Kulit Di Kota Malang)

(1)

ANALISIS PEMICU BISNIS DAN KEBERHASILAN

USAHA

(Studi Kasus Pada Pemilik Industri Sepatu dan Sandal Kulit Di

Kota Malang)

SKRIPSI

Oleh: Rinda Yuliastuty

09610315

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


(2)

ANALISIS PEMICU BISNIS DAN KEBERHASILAN

USAHA

(Studi Kasus Pada Pemilik Industri Sepatu dan Sandal Kulit Di

Kota Malang)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi

Oleh: Rinda Yuliastuty

09610315

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah diteliti atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Malang, 29 Januari 2014 Mahasiswa

Rinda Yuliastuty 09610315


(11)

Karya Ilmiah ini kutujukan kepada

Ayahanda dan Ibunda tercinta

Dan kakakku tersayang

Nury Purwandari


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tentang

“ANALISIS PEMICU BISNIS DAN KEBERHASILAN USAHA(Studi Kasus Pada Pemilik Industri Sepatu dan Sandal Kulit Di Kota Malang)”.

Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata 1 (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang.

Atas berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan untuk memberikan segala yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, perkenankanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti kegiatan perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Aniek Rumijati, M.M, selaku Ketua Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang atas kebijakan dalam penyusunan mata kuliah sesuai konsentrasi penjurusan.

3. Dra. Titiek Ambarwati, MM dan Dra. Hj.Triningsih Sri Supriati, M.P selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran memberikan pengarahan, saran serta dukungan hingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.


(13)

4. Dra. Nurul Asfiah, M.M, selaku dosen wali yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Ibu dan Ayahku, Ibu Suparty dan Bapak Wahnur Janah serta kakakku Nury Purwandari yang selalu memberikan doa, dukungan, fasilitas, serta kasih sayang yang luar biasa hingga terselesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang yang bersedia memberikan informasi serta semangat untuk menunjang penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman KKN Kelompok 50 Universitas Muhammadiyah Malang, Desa Ubalan, Kec. Ngajum – Malang.

Penulis menyadari akan kekurang sempuranaan penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu segala kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar kelak dikemudian hari dapat menghasilkan karya yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Malang, Januari 2014 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peneliti Terdahulu Pustaka ... 11

B. Landasan Teori ... 12

1.Usaha Kecil dan Menengah ... 12

2.Pemicu Bisnis, Kewirausahaan, Faktor – faktor Pemicu Bisnis ... 17

3.Perilaku Wirausaha ... 22

4.Karakteristik Wirausaha ... 23

5.Keberhasilan Usaha dan Indikator Keberhasilan Usaha ... 27

C. Kerangka Pemikiran ... 30

D. Hipotesis ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ... 32

B. Jenis Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Sumber Data ... 34

E. Metode Pengumpulan Data ... 35

F. Definisi Operasional Variabel ... 38

G. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Profil Industri SAGGA Leather ... 42

2. Profil Industri Harry Hand Made ... 46

3. Profil Industri Kaseno Hand Made ... 50

B. Gambaran Karakteristik Responden ... 52

C. Analisis Data Penelitian ... 56

D. Diskripsi keberhasilan usaha pada industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang ... 69


(15)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran ... 31

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Industri ”SAGGA Leather” ... 44

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Industri ” Harry Hand Made” ... 46


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 54

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ... 54

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 55

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 56

Tabel 4.6 Diskripsi Jawaban Responden Mengenai Faktor Personal (X1) ... 57

Tabel 4.7 Diskripsi Jawaban Responden Mengenai Faktor Lingkungan (X2) ... 63

Tabel 4.8 Diskripsi Jawaban Responden Mengenai Faktor Sosiologi (X3) ... 66

Gambar 4.9 Pertumbuhan Penjualan Tahun 2009-2013 ... 70

Gambar 4.10 Jumlah Output Produksi Tahun 2009-2013 ... 71

Gambar 4.11 Jumlah Karyawan Tahun 2009-2013 ... 71

Gambar 4.12 Pertumbuhan Penjualan Tahun 2009-2013 ... 72

Gambar 4.13 Jumlah Output Produksi Tahun 2009-2013 ... 73

Gambar 4.14 Jumlah Karyawan Tahun 2009-2013 ... 74

Gambar 4.15 Pertumbuhan Penjualan Tahun 2009-2013 ... 75

Gambar 4.16 Jumlah Output Produksi Tahun 2009-2013 ... 75


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Angket Penelitian 2. Skor Hasil Penelitian 3. Hasil Distribusi Frekuensi


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Buchari, Alma, 2011. Kewirausahaan Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta. Bungin, H.M.Burhan.2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Istijanto, 2006, Riset Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kamsir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyono, Sri. 2003. Statistika Untuk Ekonomi, Edisi Kedua. Jakata: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Robbins, Timothy.A. 2008. Perilaku Organisasi.Jakarta: Salemba Empat.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suryana. 2006. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses menuju Sukses; Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Sukmadinata, 2006, Metode Penelitian Survai, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Zimmerer,Thomas.W,Norman.M.Scarborough.2004.Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil. Jakarta: PT. Indeks.


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kewirausahaan (Entrepreneurship) adalah proses mengidentifikasi, mengembangakan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian.

Kewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat dan penekanannya. Richard Cantillon (1775), misalnya, mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian.

Berbeda dengan para ahli lainnya, menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan mencakup indentfikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi sedangkan menurut Harvey Leibenstein (1968, 1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya dan menurut Peter Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk


(21)

2

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan.

Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul.

Dalam aspek lain keberanian membentuk kewirausahaan didorong oleh guru sekolah, sekolah yang memberikan mata pelajaran kewirausahaan yang praktis dan menarik dapat membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha, seperti yang terjadi pada alumni MIT. Harvard University dan perguruan tinggi lainnya. Pendidikan formal dan pengalaman bisnis kecil – kecilan yang dimiliki oleh seorang dapat menjadi potensi utama untuk menjadi wirausaha yang berhasil.

Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan.

Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri. Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa mutu wirausaha belum bisa dikatakan hebat,


(22)

3

sehingga persoalan pembangunan wirausaha Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan.

Sekarang ini, banyak anak muda mulai tertarik dan melirik profesi bisnis yang cukup menjanjikan masa depan cerah. Diawali oleh anak – anak pejabat, para sarjana dan diploma lulusan perguruan tinggi, sudah mulai terjun ke pekerjaan bidang bisnis. Kaum remaja zaman sekarang, dengan latar belakang profesi orang tua yang beraneka ragam mulai mengarahkan pandangannya ke bidang bisnis. Hal ini didorong oleh kondisi persaingan diantara pencari kerja yang mulai ketat. Lowongan mulai terasa sempit.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sesungguhnya memiliki nilai strategis di dalam perekonomian Indonesia. Sektor UKM telah memberikan bukti, di tengah krisis ekonomi melanda pada tahun 1997 bahkan sampai sekarang, UKM mampu bertahan. Bahkan, ketika BBM melejit pun UKM walaupun ikut terpukul mampu menghadapi realitas perubahan iklim perekonomian.

Ini disebabkan, UKM sesungguhnya merupakan sektor ekonomi yang memiliki efisiensi tinggi dibandingkan usaha dalam skala besar. UKM yang lebih banyak dikelola dan menjadi milik keluarga, memiliki flesibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan pasar. Bandingkan dengan sektor usaha berskala besar yang memiliki dilingkupi banyak faktor pada saat sebuah keputusan perusahaan akan diambil. Disamping itu, usaha skala besar biasanya sangat tergantung kepada kemajuan teknologi yang dimiliki pula.Risiko pada usaha skala besar pun lebih tinggi dibandingkan UKM.


(23)

4

Selain itu, penyelesaian manajemen pada usaha skala besar tentu lebih rumit dibandingkan UKM. Sebagai contoh penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menelan dana dalam jumlah triliun rupiah dipastikan sangat rumit. Lebih kompleks lagi, karena pemberian BLBI sarat dengan kongkalikong antara bank dan pemilik usaha. Akibatnya, ketika dilakukan audit terhadap aset yang dimiliki, jauh lebih rendah dibandingkan nilai dana yang diperoleh. Itulah sebabnya, mengapa dana BLBI yang sudah diterima para konglomerat Indonesia itu sangat sulit diselesaikan.

Pemerintah sendiri mengalami dilema, karena tindakan tegas atau pengenaan sanksi pidana tidak menjadi solusi, jika berkeinginan dana yang sudah diberikan bisa ditarik kembali.Penanganan persoalan usaha skala besar, seperti Salim Group, Syamsul Nursalim, dan sejumlah pengusaha besar lainnya, terbukti membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan, dalam kasus Syamsul Nursalim, Kejaksaan Agung harus membayar mahal akibat tindakan aparatnya yang culas.

Coba kita membandingkan usaha skala besar dan UKM dari sisi permodalan. Rata-rata UKM paling tinggi membutuhkan dana untuk melakukan produksi tidak mencapai Rp 1 miliar. Bandingkan dengan BLBI yang diterima para konglomerat yang mencapai ratusan triliun rupiah tersebut? Sebut saja kalau setiap UKM bisa dibangun dengan dana sebesar Rp 50 juta, berapa ribu pengusaha baru yang bisa dibangun oleh pemerintah? Belum lagi kalau kita menghitung jumlah tenaga kerja yang bisa diserap? Selain itu, UKM lebih memiliki hubungan langsung dengan banyak lapisan masyarakat di


(24)

5

daerah, sehingga manfaatnya bisa lebih dirasakan oleh masyarakat secara langsung.

Sedangkan, usaha skala besar keuntungan yang diperoleh lebih banyak dinikmati oleh para pemilik usaha tersebut. Pemerintah pada saat ini memang tengah mendorong pertumbuhan UKM di Indonesia. Sebagai regulator, pemerintah harus mampu memberikan gambaran peluang usaha yang memiliki prospek tinggi pada masa datang. Yang tidak kalah penting, pemerintah juga harus mendorong dunia perbankan untuk lebih memberi kesempatan kepada para pelaku UKM untuk mengakses ketersediaan pinjaman.

Pada sisi lain, kelemahan manajemen keuangan dan marketing dari UKM bisa ditutup dengan menggandeng perguruan tinggi, khususnya jurusan-jurusan yang bisa mendukung perbaikan manajemen setiap UKM. Langkah-langkah tersebut sesungguhnya tidak sulit diimplementasikan. Yang terpenting adalah ada kemauan politik pemerintah untuk membangun UKM dan menjadikannya sebagai basis perekonomian nasional. Dalam kerangka penghematan devisa Negara, UKM bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri.

Artinya, UKM bisa bermanfaat lebih besar untuk memproduksi kebutuhan konsumsi dalam negeri daripada harus menggunakan hasil industri asing, seperti dari RRC, Jepang, Taiwan, Malaysia, Eropa dan Amerika Serikat. Pemakaian produk lokal juga bermanfaat untuk membangun nasionalisme di kalangan masyarakat. Kondisi demikian tentu saja harus didorong oleh pemerintah. Sebagai regulator, dinamisator, pemerintah juga harus kreatif


(25)

6

dalam membangun semangat enterpreunership di kalangan masyarakat. Sebab, masyarakat memang tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Namun demikian UKM memiliki beberapa kelamahan terkait dengan stuktural, dimana dalam proses pengelolaannya masih sederhana sehingga masih kesulitan untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan permodalan dan akses untuk pemasaran produk. Kondisi ini terjadi karena juga yang menjadi kelemahan UKM yaitu adanya kelemahan kultural terkait dengan proses pengelolaan yang dilakukan oleh pemilik usaha.

Di Malang ada berbagai jenis usaha, salah satunya adalah industri sepatu. Industri sepatu ini membuat sendiri produknya kemudian disalurkan kepada pedagang lalu kemudian sampai pada tangan konsumen atau konsumen bisa langsung membeli di tempat produksi langsung. Ada berbagai macam alasan sang pemilik mendirikan usaha tersebut. Ada beberapa faktor pemicu bisnis dilihat dari berbagai segi, yaitu personal, lingkungan (environment), sosiologi (sociological). Faktor – faktor inilah yang memicu orang mengapa mereka ingin berwirausaha (Alma, 2011). Industri sepatu dan sandal memiliki peran yang penting terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu masuk dalam kebutuhan sandang. Namun demikian kondisi yang terjadi sekarang ini masyarakat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sandang, namun demikian upaya untuk mengukuti fashion yang terjadi menjadi pilihan bagi masyarakat dalam keputusan pembelian produk.

Faktor personal ini berkaitan dengan individu itu sendiri. Yang dimasudkan individu dalam hal ini adalah pengusaha atau pemilik usaha. Sehingga faktor


(26)

7

personal ini berkaitan dengan dorongan atau paksaan yang terjadi dalam individu itu sendiri. Faktor lingkungan ini berkaitan dengan lingkungan dari individu (pengusaha atau pemilik usaha). Misalnya persaingan, sumber daya, dan lain – lain. Faktor sosiologi ini berkaitan dengan hubungan sosial individu (pengusaha atau pemilik usaha). Misalnya hubungan atau relasi dengan orang lain, tim untuk bekerjasama, bantuan dari keluarga, dan lain – lain.

Keberhasilan usaha pada industri sepatu pada umumnya ditandai dengan kemampuan manajemen dalam melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan datang. Dalam konteks industri atau usaha sepatu sebagai organisasi ekonomi, maka keberhasilan usaha pada penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Bienayme dalam Novari (2002), keberhasilan usaha diartikan sebagai suatu proses peningkatan kuantitas dari dimensi perusahaan, baik itu dalam perkembangan perusahaan, pertumbuhan jumlah karyawan, peningkatan omzet penjualan dan lain – lain.

Pengelolaan tenaga kerja yang baik mendukung kelangsungan hidup perusahaan atau usaha, karena ketersediaan tenaga yang kompeten dan efisien akan menguntungkan bagi perusahaan atau usaha. Tenaga kerja yang kompeten akan memiliki produktivitas yang tinggi sehingga berakibat pada meningkatnya pendapatan yang diperoleh perusahaan atau usaha. Produktivitas yang tinggi akan berdampak langsung terhadap output produksi yang tinggi pula. Sehingga dengan output produksi yang tinggi tersebut akan meningkatkan pendapatan. Pentingnya melakukan penelitian faktor pemicu bisnis dan keberhasilan usaha pada industri sepatu di Malang, dikarenakan peneliti ingin mengetahui


(27)

8

sejauh mana keberhasilan usaha pada industri ini jika dilihat dari beberapa indikator keberhasilan usaha yaitu peningkatan output produksi, dari hasil wawancara peneliti dengan pengusaha industri sepatu Sagga bahwa hasil output produksi sepatu mulai mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, karena adanya target penjualan dari pengusaha industri sepatu Sagga tersebut. Jika dilihat dari segi peningkatan karyawannya ada peningkatan jumlah karyawan dari beberapa tahun terakhir meskipun hanya satu atau dua orang saja.

Sedangkan faktor pemicu bisnis pada seorang pengusaha akan menentukan keberhasilan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan ada beberaba faktor yang memicu atau mendorong atau memaksa seseorang untuk berwirausaha atau menjalankan usaha. Salah satunya adalah karena faktor personal. Pada pemilik industri sepatu dia berani untuk menanggung resiko dan memiliki komitmen atau minat yang tinggi terhadap bisnis. Pemilik industri sepatu ini pernah mengalami kegagalan, namun karena memiliki komitmen atau minat yang tinggi pada bsnis pemilik industri sepatu ini membuka kembali bisnisnya dan saat ini usaha yang dijalankan selama dua tahun terakhir ini mengalami perkembangan. Apabila dikaitkan dengan keberhasailan dari pencapaian keberhasilan menunjukan adanya peningkatan dari hasil penjualan, dimana untuk Industri

“SAGGA Leather” hasil penjualan menunjukkan adanya peningkatan mencapai Rp. 545.500.050,- pada tahun 2013, pada Industri “Harry Hand


(28)

9

Made” yaitu mencapai Rp. 421.500.550,- dan Industri “Kaseno Hand Made” yaitu mencapai sebesar Rp. 301.700.750,-.

Bertitik tolak pada uraian latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat masalah ini dalam penelitian yang berjudul, “Analisis Pemicu Bisnis Dan Keberhasilan Usaha (Studi Kasus Pada Pemilik Industri Sepatu dan Sandal Kulit di Kota Malang)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disajikan beberapa masalah pokok sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pemicu bisnis jika dilihat dari segi personal, lingkungan, dan sosiologi pada industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang?

2. Bagaimanakah keberhasilan usaha pada industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis hanya membatasi penelitian ini, yaitu mengenai faktor – faktor pemicu bisnis dengan menggunakan teori Bygrave dalam Alma (2011) dan keberhasilan usaha menggunakan teori Sukere dalam Novari (2002). Sedangkan objek penelitian yang diambil adalah pemilik usaha industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang yang terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang yaitu Industri “SAGGA Leather”, Industri “Harry Hand Made” dan Industri


(29)

10

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pemicu bisnis jika dilihat dari segi personal, lingkungan, dan sosiologi pada industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang

2. Untuk mendeskripsikan keberhasilan usaha pada industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang.

E. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang akan didapatkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah: a. Bagi pemilik industri sepatu dan sandal kulit di Kota Malang

Bagi pemilik Industri Sepatu di Malang dapat memberikan sumbangan pikiran bagi Indstri Sepatu di Malang dalam rangka mencapai keberhasilan usaha, sehingga dapat menjadi pedoman kerja dalam melaksanakan aktivitas pada Industri Sepatu di Malang tersebut.

b. Bagi Instansi

Dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan jiwa Entrepreneurship sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Manfaat bagi peneliti selanjutnya adalah sebagai sumbangan pustaka yang dapat dipakai dan sebagai acuan bagi mahasiswa – mahasiswi lain yang hendak menyusun skripsi di waktu – waktu yang akan datang.


(30)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peneliti Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu secara sistematis dapat disajikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1

Nama Judul Hasil

Betana Mirah Christi (2012) Gambaran Proses Kewirausahaan dan Faktor Pemicu

Kewirausahaan pada Usaha Zig Zag Juice di Salatiga

Pembentukan jiwa kewirausahaan dalam diri pemilik usaha Zig Zag Juice dapat diketahui dari faktor pemicu kewirausahaan seperti pribadi (person) meliputi kemampuan dan karakteristik seorang wirausahawan, sosiologi meliputi pembentukan dari keluarga, orang tua, jaringan dan kelompok serta lingkungan (environment) yang mencakup peluang dan model peranan yang ada disekitar pemilik usaha. Proses kewirausahaan pada usaha Zig Zag terdiri dari 4 langkah-langkah yaitu (1) langkah menentukan dan mengidentifikasi ide usaha, (2) Langkah mencari sumber daya atau modal, (3) Langkah penetapan pasar, (4) Profit Dari penelitian ini dapat dibuktikan bahwa dalam suatu proses kewirausahaan dapat membentuk jiwa kewirausahaan pada diri seseorang. Selain itu, proses kewirausahaan pun membentuk kemampuandan nilai-nilai yang bermanfaat dalam diri seseorang untuk berkembang secara pribadinya maupun dalam kegiatan usahanya. Pembentukan jiwa kewirausahaan tidak terjadi sekejap saja akan tetapi harus melalui proses pembelajaran dengan melihat lingkungan di sekitar. Hj. Khairiy ahtul Anwar, Elrifada h (2012) Karakteristik, Potensi, Keberhasilan Usaha Industri Kain Sasirangan dan Kebijakan Pengembangan Kain Sasirangan sebagai Produk Unggulan Kalimantan Selatan

a)Variabel karakteristik pengrajin sasirangan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha.

b)Variabel potensi pengrajin sasirangan tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha.

c)Variabel kebijaksanaan pengembangan UKM terbukti tidak memoderasi baik pengaruh karakteristik pengrajin sasirangan terhadap keberhasilan usaha maupun pengaruh potensi pengrajin sasiranngan terhadap keberhasilan usaha.

d)Penelitian yang dilakukan menghasilkan temuan bahwa variabel kebijaksanaan pengembangan UKM akan memiliki pengaruh yang bermakna terhadap keberha-silan usaha jika ditempatkan sebagai variabel bebas (independent variable).


(31)

12

B. Landasan Teori

1. Usaha Kecil dan Menengah

a. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Di Indonesia sedikitnya terdapat tiga pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sebagai berikut:

a. Menurut BPS, suatu usaha yang dijalankan oleh kurang dari 4 tenaga kerja disebut industri rumah tangga, kemudian jika usaha dijalakan oleh 5-19 orang pekerja digolongkan pada industri kecil dan jika usaha dijalakan oleh 20-99 orang pekerja digolongkan industri menengah.

b. Menurut kementrian industri dan perdagangan, usaha yang mempunyai nilai asset (tidak termasuk tanah dan bangunan) dengan asset kurang dari 200 juta rupiah disebut industri kecil, sedangkan suatu usaha yang memiliki asset antara 200 juta – 5 milyar rupiah tergolong usaha kecil dan menengah.

c. Menurut undan-undang industri kecil tahun 1995 kementrian usaha kecil dan menengah serta Bank Indonesia, usaha berskala kecil adalah usaha yang mempunyai modal kurag dari 200 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) atau memiliki penjualan kurang dari 1 milyar rupiah pertahun (Setiawan, 2007).

Sedangkan definisi usaha menengah menurut Instruksi Presiden No.10 Tahun 1999 adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha


(32)

13

lebih besar dari 200 juta rupiah – paling banyak 10 milyar rupiah (Suhardjono, 2003).

Batasan usaha kecil dan menengah-industri dagang menurut keputusan yang telah dikeluarkan:

a. Menurut undang-undang No.9 Tahun 1995: yang disebut usaha kecil dan menengah adalah suatu usaha yang mempunyai kekayaan bersih maksimum 200 juta rupiah diluar tanah dan bangunan atau mempunyai omset penjualan maksimal 1 milyar rupiah pertahun. b. Menurut undang-undang No.10 Tahun 1999 mengenai usaha kecil

dan menengah-industri dagang yang disebut usaha menengah adalah usaha yang mempunyai kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta rupiah sampai dengan maksimal 10 milyar rupiah. Sedangkan berdasarkan SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.589 Tahun 1999 adalah usaha yang mempunyai nilai investasi seluruhnya sampai dengan 1 milyar rupiah.

b. Kriteria Usaha Kecil dan Menengah

Menurut Suharjono (2003), kriteria usaha kecil sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.9 Tahun 1995 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/9/Bkr Tahun 2001 adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan bersih paling banyak 1 milyar rupiah. c. Milik warga Negara Indonesia.


(33)

14

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah dan besar.

e. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi.

Menurut KADIN dan Asosiasi serta himpunan pengusaha kecil, juga kriteria dari Bank Indonesia, maka yang termasuk kategori usaha kecil adalah:

a. Usaha Perdagangan

Keagenan, pengecer, ekspor-impor dengan modal aktif perusahaan (MAP) tidak melebihi 150 juta rupiah pertahun dan Capital Turn Over (CTO) atau perputaran modal tidak melebihi 600 ribu rupiah b. Usaha Pertanian

Pertanian maupun perkebunan, perikanan darat atau laut, peternakan atau usaha lain yang termasuk lingkup pengawasan Departemen Pertanian ketentuan MAP dan CTO seperti usaha perdagangan diatas.

c. Usaha Industri

Industri logam atau kimia, makanan atau minuman, pertambangan, bahan galian serta aneka industri kecil lainnya dengan batas MAP 250 juta rupiah serta batas CTO 1 Milyar Rupiah.


(34)

15

d. Usaha Jasa

Menjual tenaga pelayanan bagi pihk ke-3, konsultan, perencana, perbengkelan, transportasi serta restoran dan lainnya dengan batas MAP dan CTO seperti usaha perdagangn dan pertanian diatas. e. Usaha jasa Konstruksi

Kontraktor bangunan, jalan kelistrikan, jembatan pengairan dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan teknik konstruksi bangunan, dengan batas MAP dan CTO seperti usaha industri.

c. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil dan Menengah

Menurut Suryana (2006), usaha kecil memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa kekuatan usaha kecil antara lain: a. Memiliki kebebasan untuk bertindak

Bila ada perubahan misalnya perubahan produk baru, teknologi baru, dan perubahan mesin baru usaha kecil bisa bertindak dengan cepat untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berubah tersebut. b. Fleksibel

Perusahaan kecil dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja, dan pemasaran produk usaha kecil pada umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat lokal.


(35)

16

c. Tidak mudah goncang

Karena bahan baku kebanyakan lokal dan sumber daya lainnya bersifat lokal, maka usaha kecil tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor.

Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan ke dalam 2 aspek, antara lain:

a. Aspek Kelemahan Struktural

Yaitu kelemahan dalam strukturnya, misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal dan terbatasnya akses pasar.

b. Aspek Kelemahan Kultural

Kelemahan cultural ini mengakibatkan kelemahan structural karena kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran dan bahan baku seperti informasi peluang dan cara memasarkan produk, informasi untuk mendapatkan bahan baku murah dan mudah didapat, informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan permodalan dan pemasaran informasi tentang tata cara pengembangan produk baik desain, kualitas maupun kemasannya,


(36)

17

serta informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratn yang terjangkau.

C. Pemicu Bisnis, Kewirausahaan, Faktor – faktor Pemicu Bisnis

Stephen P. Robbins mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu. Menurut Robbins, kemampuan dibedakan atas kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kapasitas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kapasitas untuk menjalankan tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik-karakteristik serupa. Lebih lanjut, Robbins menjelaskan bahwa setiap jenis pekerjaan membutuhkan kesesuaian dengan kemampuan tertentu agar dapat berhasil dalam pelaksanaannya (2006:51-56).

Berbeda dengan Robbins, Keith Davis merumuskan kemampuan (ability) sebagai kapasitas dalam melaksanakan pekerjaan yang dipengaruhi oleh pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Ability dan motivation adalah kombinasi yang menghasilkan prestasi individu (human perfomance) atau kinerja individu. Motivation dipengaruhi oleh faktor sikap (attitude) dan situation (Mangkunegara, 2000:67). Kemampuan sumber daya manusia juga dapat dilihat dari persepektif perilaku. Bloom membagi ranah psikologi manusia dalam kategori cognitive, affective, dan psychomotorik (Polondu, 2006:37,


(37)

18

Chatab, 2007:94). Diutarakan pula oleh Siagian (1998:66) tentang pentingnya peningkatan kemampuan kerja birokrasi melalui upaya penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan ini penting bukan saja untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang manajerial, fungsional, atau teknis operasional tetapi sekaligus untuk pengembangan perilaku yang relevan dengan bidang kerja.

a. Pemicu Bisnis

Pemicu berasal dari kata picu dalam bahasa Inggris berarti trigger. Berdasarkan Business Dictionary trigger point merupakan perubahan dalam atribut, kondisi, faktor, parameter, atau nilai yang mewakili melintasi ambang dan menggerakkan atau memulai mekanisme atau reasksi yang dapat menyebabkan pada keadaan yang sangat berbeda. Perubahan dalam hal ini yang dimaksudkan adalah untuk membuat sesuatu yang berbeda. Atribut dalam pemasaran merupakan sebuah karakteristik atau fitur dari produk yang dianggap menarik untuk pelanggan. Bygrave dalam Alma (2011) triggering event artinya yang memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis.

b. Kewirausahaan

Istilah kewirausahaan saat ini semakin sering dijumpai baik dunia usaha, pendidikan, maupun masyarakat umum. Kewirausahaan mempunyai definisi yang beragam dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut Sutanto (2002), kewirausahaan sering


(38)

19

diartikan sebagai seseorang yang mengerti dan dapat membedakan antara peluang lalu memanfaaatkannya untuk kepentingan mereka. Secara lebih luas, kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan social yang menyertainya serta menerima balas asa moneter dan kepuasan pribadi.

Kewirausahaan dapat diartikan pula sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya atau mampu menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, maupun pelayanan yang dihasilkan dengan mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kewirausahaan sering dikenal sebagai entrepreneurship dan seseorang yang berwirausaha disebut wirausaha, pengusaha, atau entrepreneur.

Menurut Suryana (2006), kewirausahaan adalah kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dalam menghadapi tantangan hidup untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (creat new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang.


(39)

20

1. Wirausaha

Wirausaha adalah suatu sikap mental yang berani menanggung resiko, berpikiran maju, berani berdiri diatas kaki sendiri. Sikap mental inilah yang akan membawa seorang pengusaha untuk dapat berkembang secara terus-menerus dalam jangka panjang. Wirausaha bukan sekedar pengusaha swasta, akan tetapi mereka yang mengerti dan dapat membedakan antara tantangan dan peluang kemudian memanfaatkannya untuk keuntungan mereka (Sutanto, 2002).

Wirausaha adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia mengambil risiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkan, serta permodalan operasinya (Rianti, 2003).

2. Manfaat dan Resiko Berwirausaha

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh seorang wirausaha menurut Zimmerer dan Scarbourough (2004), yaitu:

a. Peluang mengendalikan nasib sendiri b. Kesempatan melakukan perubahan


(40)

21

d. Peluang meraih keuntungan tanpa batas

e. Peluang untuk berperan bagi masyarakat dan mendapat pengakuan atas usahanya, yaitu dengan memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuahan masyarakat.

f. Peluang untuk melakukan sesuatu yang disukai untuk dikerjakan.

Disamping memperoleh manfaat, menjadi seorang wirausaha akan menghadapi beberapa resiko dalam melakukan usahanya, resiko yang sering dihadapi seorang wirausaha (Zimmer dan Scarbourough, 2002) diantaranya:

a. Pendapatan tidak pasti dan risiko kehilangan seluruh investasi karena pendapatan yang diterima setiap hari berbeda-beda. Kegagalan dalam mengelola usaha dapat menyebabkan kebangkrutan.

b. Kerja lama dan kerja keras.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, seorang wirausaha harus menyediakan waktu untuk bekerja lebih banyak.

c. Mutu hidup rendah sampai bisnis mapan.

Dengan adanya kerja keras panjang akan menyita banyak waktu istirahat, sehingga waktu untuk keluargapun akan berkurang.


(41)

22

d. Ketegangan mental tinggi.

Setiap wirausaha akan selalu dibayangi oleh kegagalan yang menyebabkan modal yang ditanamkan tidak kembali.

e. Tingkat stress yang tinggi yang disebabkan oleh terjadinya kegagalan dalam usaha.

f. Tanggung jawab penuh karena semua fungsi dalam usaha hanya dikendalikan oleh pemilik usaha tersebut.

3. Perilaku Wirausaha

David Mc Clelland (Suryana, 2006) mengemukakan enam ciri perilaku kewirausahaan yaitu:

a. Keterampilan mengambil keputusan dan resiko yang moderat dan bukan atas kebetulan belaka.

b. Energik, khususnya dalam bentuk berbagai kegiatan inovatif.

c. Tanggung jawab individual.

d. Mengetahui hasil – hasil dari berbagai keputusan yang diambilnya dengan tolak ukur satuan uang sebagai indikator keberhasilan.

e. Mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan dimasa datang.

f. Memiliki kemampuan berorganisasi, yang meliputi kemampuan kepemimpinan, dan manajerial.


(42)

23

4. Karakteristik Wirausaha

Karakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat – sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakteristik dapat juga berarti tabiat, watak, perangai, perbuatanyang selalu dilakukan dan mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku.

Sikap atau karakteristik wirausaha merupakan bagian penting dalam kewirausahaan. Karakteristik wirausaha dapat menentukan keberhasilan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha. Menurut Sutanto (2002), seorang wirausaha yang berhasil memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Kreatif dan inovatif. 2) Berambisi tinggi. 3) Energik.

4) Percaya diri.

5) Pandai dan senang bergaul.

6) Bekerja keras dan berpandangan ke depan. 7) Berani menghadapi resiko.

8) Banyak inisiatif dan bertanggung jawab. 9) Senang mandiri dan bebas.

10)Bersikap optimistic.

11)Berpikiran dan bersikap positif, yang memandang kegagalan sebagai pengalaman yang berharga.


(43)

24

12)Beriman dan berbuat kebaikan sebagai syarat kejujuran pada diri sendiri.

13)Berwatak maju.

14)Bergairah dan mampu menggunakan daya gerak dirinya. 15)Ulet, tekun, dan tidak cepat putus asa.

16)Memelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya. 17)Selalu ingin meyakinkan diri sebelum bertindak. 18)Menghargai waktu.

19)Bersedia melakukan pekerjaan rendahan.

20)Selalu mensyukuri yang kecil – kecil yang ada pada dirinya.

c. Faktor - Faktor Pemicu Bisnis

Bygrave dalam Alma (2011:11) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong atau memicu untuk memulai bisnis, yaitu: 1. Faktor personal

Faktor personal dalam hal ini merupakan dorongan atau paksaan seseorang menjalankan bisnis yang berasal dari dalam diri atau individu itu sendiri. Faktor personal ini berkaitan dengan kepribadian orang tersebut. Beberapa faktor personal yang memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis adalah:

a. Adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang sekarang. Merasa kurang puas dengan pekerjaan misalnya masalah gaji, ketidakcocokan antara pekerjaan dengan minat, dll.


(44)

25

b. Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak ada pekerjaan lain.

Karena telah di PHK oleh pihak perusahaan dan tidak memiliki pekerjaan lain, maka memilih untuk menjalankan bisnis sendiri. c. Dorongan karena faktor usia.

Dorongan karena faktor usia ini biasanya berada pada usia produktif. Karena pada usia produktif biasanya seseorang mulai menghasilkan misalnya uang.

d. Keberanian menanggung resiko.

Keberanian untuk menanggung resiko maksudnya berani mengambil resiko untuk gagal dalam usaha yang dijalankan. e. Komitmen atau minat yang tinggi terhadap bisnis.

2. Faktor-faktor lingkungan (environment)

Faktor lingkungan dalam hal ini merupakan dorongan atau paksaan seseorang menjalankan bisnis yang dipengaruhi dari lingkungan individu itu sendiri. Faktor lingkungan terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Lingkungan internal merupakan lingkungan yang berasal dari dalam diri pemilik usaha. Adapun faktor lingkungan ini berkaitan dengan lingkungan eksternal sekitar orang tersebut, lingkungan eksternal berasal dari faktor diluar pemilik usaha. Dalam penelitian ini menggunakan faktor lingkungan eksternal, beberapa faktor lingkungan yang


(45)

26

memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis adalah:

a. Adanya persaingan dalam dunia kehidupan

b. Adanya sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan, misalnya memiliki tabungan, modal, warisan, memiliki bangunan yang lokasi strategis, dan sebagainya

c. Mengikuti pelatihan atau inkubator bisnis. Sekarang banyak kursus-kursus bisnis dan lembaga menejemen fakultas ekonomi melaksanakan pelatihan dan inkubator bisnis

d. Kebijaksanaan pemerintah misalnya adanya kemudahan-kemudahan dalam lokasi berusaha ataupu fasilitas kredit, dan bimbingan usaha yang dilakukan oleh Depnaker

3. Faktor-faktor sosiologi (sociological)

Faktor sosiologi dalam hal ini merupakan dorongan seseorang menjalankan bisnis yang dipengaruhi dari lingkungan sosial individu itu sendiri. Faktor lingkungan sosial ini berkaitan dengan hubungan, timbal balik antar manusia dalam kelompok-kelompok. Faktor sosiologi ini terkait secara langsung dengan kondisi hubungan timbal balik antar individu dengan kondisi yang tedapat disekitar pemilik usaha. Beberapa faktor sosiologi yang memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis adalah:

a. Adanya hubungan-hubungan atau relasi-relasi dengan orang lain


(46)

27

b. Adanya tim yang dapat diajak kerjasama dalam berusaha

Memiliki tim untuk bekerjasama dalam menjalankan usaha atau bisnis.

c. Adanya dorongan dari orang tua untuk membuka usaha

d. Adanya bantuan family atau keluarga dalam berbagai kemudahan e. Adanya pengalaman-pengalaman dalam dunia bisnis

sebelumnya.

5. Keberhasilan Usaha dan Indikator Keberhasilan Usaha a. Definisi Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha merupakan tujuan utama dari sebuah perusahaan atau usaha, dimana segala aktifitas yang ada di dalamnya ditujukan untuk mencapai suatu keberhasilan. Dalam pengertian umum, keberhasilan usaha untuk menunjukkan suatu keadaan yang lebih baik/unggul dari pada masa sebelumnya. Hal tersebut selaras dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Moch. Kohar Mudzakar (1998) yang menyatakan bahwa: keberhasilan usaha adalah suatu keadaan yang menggambarkan lebih daripada lainnya sederajat atau sekelasnya. Maksudnya adalah suatu usaha dikatakan berhasil apabila memiliki suatu kelebihan dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dengan perusahaan sekelasnya.

Berhasil tidaknya suatu usaha dapat diketahui dari membesarnya skala usaha yang dimiliki (Haryadi, 1998). Keberhasilan usaha diidentikan dengan perkembangan perusahaan. Istilah itu diartikan


(47)

28

sebagai suatu proses peningkatan kuantitas dari dimensi perusahaan atau usaha. Perkembangan perusahaan atau usaha adalah proses dalam pertambahan jumlah karyawan, peningkatan omzet penjualan, dan lain-lain (Bienayme dalam Novari, 2002).

b. Indikator Keberhasilan Usaha

Kevit dan Lawton dalam Samsir (2005) menggunakan indikator dalam mengukur keberhasilan usaha/kinerja organisasi, sebagai berikut:

1. Produktivitas, yang diukur melalui perubahan output kepada perubahan di semua faktor input (modal dan tenaga kerja).

2. Perubahan di tingkat kepegawaian (output, teknologi, cadangan modal, mekanisme penyesuaian, dan pengaruh terhadap perubahan status).

3. Rasio finansial (mengurangi biaya kepegawaian dan meningkatkan nilai tambah pegawai).

Finansial (profitabilitas) memang dianggap sebagai aspek utama dalam pengukuran kinerja perusahaan/ organisasi/usaha namun belum menandai untuk menjelaskan efektifitas perusahaan/usaha secara umum. Sehingga perlu ada kelengkapan kinerja dari aspek lain.

Pandangan ini dikemukakan antara lain oleh Kevit, Lawton dan Dess dalam Ajat Sudrajat (2006) menurut Dess pengukuran kinerja hanya dengan menekankan aspek keuangan punya kelemahan,


(48)

29

misalnya tidak mampu mengukur kinerja harta tidak tampak (Intangible assets) dan harta intelektual (sumber daya manusia).

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini variabel yang akan dijadikan indikator keberhasilan yang dikemukakan oleh Sukere dalam Novari (2002) adalah terdiri dari pertumbuhan penjualan, pertumbuhan jumlah produksi, dan pertumbuhan karyawan. 1. Pertumbuhan Penjualan

Faktor kunci yang sangat menentukan dalam mendukung aktifitas usaha adalah penjualan. Faktor inilah yang menjadi kunci sekaligus indikator apakah sebuah usaha dapat dikatakan mengalami kemajuan atau mengalami kemunduran. Bila dikaitkan dengan proses produksi dalam satu perusahaan, hampir bisa dipastikan tanpa adanya penjualan atau pemasaran dari produk yang dihasilkan, perusahaan atau usaha tersebut mengalami kerugian. 2. Pertumbuhan Output Produksi

Produksi merupakan suatu aktifitas dalam perusahaan industri berupa penciptaan nilai tambah dari input menjadi output secara efektif dan efisiensi sehingga produk sebagai output dari proses penciptaan nilai tambah itu dapat dijual dengan harga yang kompetitif dipasar global (Gasvers, 2001). Demikian pula dengan industri sepatu di Malang, dimana dengan harga yang kompetitif perusahaan akan bertahan dan terus berproduksi dengan kapasitas produksi yang semakin meningkat.


(49)

30

3. Pertumbuhan Jumlah karyawan

Dalam proses produksi sebuah industri termasuk industri sepatu di Malang sangat tergantung terhadap peran tenaga kerja. Tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku (actor) dalam mencapai tujuan perusahaan. Pengelolaan tenaga kerja biasa disebut Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pendayagunaan, pembinaan, pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga kerja,baik berstatus baru, karyawan maupun pegawai dengan segala kegiatan dalam usaha mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesar-besarnya sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga maupun instansi (Siswanto, 2003). Dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara konsisten maka perusahaan akan mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-sebesarnya, tercapainya daya guna dan hasil guna yang maksimal menjadikan perkembangan jumlah karyawan bisa dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran akan mengarahkan proses penelitian sesuai tujuan yang ingin dicapai dan akan menjadi alur pemikiran penelitian.


(50)

31

Gambar 2.1: Alur Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran diatas ingin menjelaskan bahwa ketika seorang pengusaha ingin berhasil dalam menjalankan usahanya ada beberapa faktor yang mendorong atau memaksa seseorang untuk berbisnis. Beberapa faktor pemicu bisnis yaitu faktor personal, faktor lingkungan dan faktor sosiologi. Faktor personal merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk menjalankan bisnis yang datang dari dalam diri orang tersebut. Faktor lingkungan merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk menjalankan bisnis yang dipengaruhi oleh lingkungan orang tersebut. Faktor sosiologi merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk menjalankan bisnis yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Sedangkan bisnis dikatakan berhasil jika dilihat dari hasil penjualan, hasil produksi, dan jumlah karyawan. Jika hasil penjualan, hasil produksi, dan jumlah karyawan meningkat maka bisnis tersebut bisa dikatakan meningkat. Jika usaha/bisnis mengalami keberhasilan maka usaha tersebut bisa brtahan. Namun jika mengalami kegagalan usaha tersebut akan tidak bertahan bahkan bisa mati. Pemicu keberhasilan usaha ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil penjualan, produksi dan jumlah karyawan, dengan semakin meningkatkan ketiga faktor tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan bertahan yang dimiliki para pemilik dalam menjalankan usahanya.

Pengusa ha Industri Sepatu PEMICU BISNIS 1. Personal 2. Lingkungan 3. Sosiologi KEBERHASILAN USAHA 1. Hasil Penjualan

2. Hasil Produksi 3. Jumlah Karyawan


(1)

memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis adalah:

a. Adanya persaingan dalam dunia kehidupan

b. Adanya sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan, misalnya memiliki tabungan, modal, warisan, memiliki bangunan yang lokasi strategis, dan sebagainya

c. Mengikuti pelatihan atau inkubator bisnis. Sekarang banyak kursus-kursus bisnis dan lembaga menejemen fakultas ekonomi melaksanakan pelatihan dan inkubator bisnis

d. Kebijaksanaan pemerintah misalnya adanya kemudahan-kemudahan dalam lokasi berusaha ataupu fasilitas kredit, dan bimbingan usaha yang dilakukan oleh Depnaker

3. Faktor-faktor sosiologi (sociological)

Faktor sosiologi dalam hal ini merupakan dorongan seseorang menjalankan bisnis yang dipengaruhi dari lingkungan sosial individu itu sendiri. Faktor lingkungan sosial ini berkaitan dengan hubungan, timbal balik antar manusia dalam kelompok-kelompok. Faktor sosiologi ini terkait secara langsung dengan kondisi hubungan timbal balik antar individu dengan kondisi yang tedapat disekitar pemilik usaha. Beberapa faktor sosiologi yang memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis adalah:

a. Adanya hubungan-hubungan atau relasi-relasi dengan orang lain


(2)

b. Adanya tim yang dapat diajak kerjasama dalam berusaha

Memiliki tim untuk bekerjasama dalam menjalankan usaha atau bisnis.

c. Adanya dorongan dari orang tua untuk membuka usaha

d. Adanya bantuan family atau keluarga dalam berbagai kemudahan e. Adanya pengalaman-pengalaman dalam dunia bisnis

sebelumnya.

5. Keberhasilan Usaha dan Indikator Keberhasilan Usaha a. Definisi Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha merupakan tujuan utama dari sebuah perusahaan atau usaha, dimana segala aktifitas yang ada di dalamnya ditujukan untuk mencapai suatu keberhasilan. Dalam pengertian umum, keberhasilan usaha untuk menunjukkan suatu keadaan yang lebih baik/unggul dari pada masa sebelumnya. Hal tersebut selaras dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Moch. Kohar Mudzakar (1998) yang menyatakan bahwa: keberhasilan usaha adalah suatu keadaan yang menggambarkan lebih daripada lainnya sederajat atau sekelasnya. Maksudnya adalah suatu usaha dikatakan berhasil apabila memiliki suatu kelebihan dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dengan perusahaan sekelasnya.

Berhasil tidaknya suatu usaha dapat diketahui dari membesarnya skala usaha yang dimiliki (Haryadi, 1998). Keberhasilan usaha diidentikan dengan perkembangan perusahaan. Istilah itu diartikan


(3)

sebagai suatu proses peningkatan kuantitas dari dimensi perusahaan atau usaha. Perkembangan perusahaan atau usaha adalah proses dalam pertambahan jumlah karyawan, peningkatan omzet penjualan, dan lain-lain (Bienayme dalam Novari, 2002).

b. Indikator Keberhasilan Usaha

Kevit dan Lawton dalam Samsir (2005) menggunakan indikator dalam mengukur keberhasilan usaha/kinerja organisasi, sebagai berikut:

1. Produktivitas, yang diukur melalui perubahan output kepada perubahan di semua faktor input (modal dan tenaga kerja).

2. Perubahan di tingkat kepegawaian (output, teknologi, cadangan modal, mekanisme penyesuaian, dan pengaruh terhadap perubahan status).

3. Rasio finansial (mengurangi biaya kepegawaian dan meningkatkan nilai tambah pegawai).

Finansial (profitabilitas) memang dianggap sebagai aspek utama dalam pengukuran kinerja perusahaan/ organisasi/usaha namun belum menandai untuk menjelaskan efektifitas perusahaan/usaha secara umum. Sehingga perlu ada kelengkapan kinerja dari aspek lain.

Pandangan ini dikemukakan antara lain oleh Kevit, Lawton dan Dess dalam Ajat Sudrajat (2006) menurut Dess pengukuran kinerja hanya dengan menekankan aspek keuangan punya kelemahan,


(4)

misalnya tidak mampu mengukur kinerja harta tidak tampak (Intangible assets) dan harta intelektual (sumber daya manusia).

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini variabel yang akan dijadikan indikator keberhasilan yang dikemukakan oleh Sukere dalam Novari (2002) adalah terdiri dari pertumbuhan penjualan, pertumbuhan jumlah produksi, dan pertumbuhan karyawan. 1. Pertumbuhan Penjualan

Faktor kunci yang sangat menentukan dalam mendukung aktifitas usaha adalah penjualan. Faktor inilah yang menjadi kunci sekaligus indikator apakah sebuah usaha dapat dikatakan mengalami kemajuan atau mengalami kemunduran. Bila dikaitkan dengan proses produksi dalam satu perusahaan, hampir bisa dipastikan tanpa adanya penjualan atau pemasaran dari produk yang dihasilkan, perusahaan atau usaha tersebut mengalami kerugian. 2. Pertumbuhan Output Produksi

Produksi merupakan suatu aktifitas dalam perusahaan industri berupa penciptaan nilai tambah dari input menjadi output secara efektif dan efisiensi sehingga produk sebagai output dari proses penciptaan nilai tambah itu dapat dijual dengan harga yang kompetitif dipasar global (Gasvers, 2001). Demikian pula dengan industri sepatu di Malang, dimana dengan harga yang kompetitif perusahaan akan bertahan dan terus berproduksi dengan kapasitas produksi yang semakin meningkat.


(5)

3. Pertumbuhan Jumlah karyawan

Dalam proses produksi sebuah industri termasuk industri sepatu di Malang sangat tergantung terhadap peran tenaga kerja. Tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku (actor) dalam mencapai tujuan perusahaan. Pengelolaan tenaga kerja biasa disebut Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pendayagunaan, pembinaan, pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga kerja,baik berstatus baru, karyawan maupun pegawai dengan segala kegiatan dalam usaha mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesar-besarnya sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga maupun instansi (Siswanto, 2003). Dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara konsisten maka perusahaan akan mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-sebesarnya, tercapainya daya guna dan hasil guna yang maksimal menjadikan perkembangan jumlah karyawan bisa dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran akan mengarahkan proses penelitian sesuai tujuan yang ingin dicapai dan akan menjadi alur pemikiran penelitian.


(6)

Gambar 2.1: Alur Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran diatas ingin menjelaskan bahwa ketika seorang pengusaha ingin berhasil dalam menjalankan usahanya ada beberapa faktor yang mendorong atau memaksa seseorang untuk berbisnis. Beberapa faktor pemicu bisnis yaitu faktor personal, faktor lingkungan dan faktor sosiologi. Faktor personal merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk menjalankan bisnis yang datang dari dalam diri orang tersebut. Faktor lingkungan merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk menjalankan bisnis yang dipengaruhi oleh lingkungan orang tersebut. Faktor sosiologi merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk menjalankan bisnis yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Sedangkan bisnis dikatakan berhasil jika dilihat dari hasil penjualan, hasil

produksi, dan jumlah karyawan. Jika hasil penjualan, hasil produksi, dan jumlah karyawan meningkat maka bisnis tersebut bisa dikatakan meningkat. Jika usaha/bisnis mengalami keberhasilan maka usaha tersebut bisa brtahan. Namun jika mengalami kegagalan usaha tersebut akan tidak bertahan bahkan bisa mati. Pemicu keberhasilan usaha ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil penjualan, produksi dan jumlah karyawan, dengan semakin meningkatkan ketiga faktor tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan bertahan yang dimiliki para pemilik dalam menjalankan usahanya.

Pengusa ha Industri

Sepatu

PEMICU BISNIS 1. Personal 2. Lingkungan

3. Sosiologi

KEBERHASILAN USAHA 1. Hasil Penjualan

2. Hasil Produksi 3. Jumlah Karyawan