normatif kedermawanan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak terdistorsi dan dimanipulasi oleh kepentingan yang tidak sehat.
Tahapan Charity Philanthropy
Corporate Citizenship
Motivasi Agama, tradisi,
adat Norma
etika, hukum
universal: redistribusi kekayan
Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan
ketertiban sosial Misi Mengatasi
masalah sesaat
Mencari dan mengatasi masalah
Memberikan kontribusi kepada
masyarakat Pengelolaan Jangka
pendek, menyelesaikan
masalah sesaat Terencana,
terorganisir, terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan
perusahaan Pengorganisasian Kepanitiaan YayasanDana
Abadi, profesionalisasi
Keterlibatan baik dana maupun
sumberdaya lain Penerima Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah sosial maupun
pembangunan dan keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama
Sumber: Zaim Saidi ”Pengembangan Kedermawanan Perusahaan”, dalam Zaim Saidi dan Hamid Abidin, 2004. hal. 57.
Gambar 1. Matriks Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan
2.3 Konsep Lembaga Keuangan Mikro
Istilah lembaga keuangan mikro LKM atau juga sering disebut dengan kredit mikro, pertama kali didefinisikan dalam pertemuan The World Summit on
Micro Credit di Washington tanggal 2 sampai 4 Februari 1997, yang menyatakan
bahwa kredit mikro adalah programkegiatan yang memberikan pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha dalam
meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya. Sementara Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan
kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta
rupiah per tahun. Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya
disebut LKM. Menurut Asian Development Bank ADB, lembaga keuangan mikro microfinance adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan
deposits, kredit loans, pembayaran berbagai transaksi jasa payment services serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil
insurance to poor and low-income households and their microenterprises. Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: 1 lembaga formal misalnya bank desa
dan koperasi, 2 lembaga semi formal misalnya organisasi non pemerintah, dan 3 sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan
menyalurkan kepada masyarakat SK Menteri Keuangan No. Kep.-38MKIV72. Basit 1997 mengemukakan lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan
penyalur dana bagi nasabahnya. Salah satu bentuk penyaluran dana dan menjadi kegiatan utama adalah kredit. Peran kredit merupakan kebutuhan penting bagi
nasabah, dan juga menjadi penggerak utama perekembangan lembaga keuangan. Di pedesaan lembaga keuangan informal dapat berupa lembaga legal sererti arisan
atau kelompok simpan pinjam yang memiliki aturan jelas, dibentuk atas keputusan dan kesepakatan bersama, juga ada yang dibentuk berdasar program
atau keputusan pemerintah. Lembaga keuangan dalam bentuk kelompok dapat disebut juga Credit
Union CU, yaitu sekumpulan orang yang telah bersepakat untuk berama-sama menabung uang mereka, kemudian uang tersebut dipinjamkan diantara mereka
sendiri dengan bunga yang ringan untuk maksud-maksud produktif dan kesejahteraan. Selanjutnya dikemukakan CU belum mempunyai badan hukum
namun memilki ikatan pemersatu bagi anggota-anggotanya. Ikatan pemersatu dapat dianggap sebagai pembatas keanggotaan Badan PDKK Sumut, 1980.
Krisnamurthi 2005 berpendapat walaupun terdapat banyak definisi keuangan mikro, namun secara umum terdapat tiga elemen penting dari berbagai
definisi tersebut. Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro dalam pengalaman masyarakat tradisional Indonesia seperti
lumbung desa, lumbung ‘pitih nagari’ dan sebagainya menyediakan pelayanan keuangan yang beragam seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito
maupun asuransi. Kedua, melayani masyarakat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang pada awalnya memang untuk melayani rakyat yang
terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas. Ketiga, menggunakan prosedur dan
mekanisme yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang
dikembangkan untuk keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
Perkembangan berikutnya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya
dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah
satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan
sesuai skala dan sifat usaha kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian disebut sebagai LKM.
2.4 Konsep Koperasi