e. Kelembagaan estetika dan rekreasi: kebutuhan manusia untuk menyatakan
rasa keindahannya dan rekreasi. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusastraan, dan lain-lain.
f. Kelembagaan keagamaan: memenuhi kebutuhan manusia untuk
berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib. Contoh: upacara, selamatan, pantangan, dan lain-lain.
g. Kelembagaan politik: memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur
kehidupan kelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara. Contoh: pemerintahan, kepartaian, demokrasi, kepolisian, kehakiman, dan
lain-lain. h.
Kelembagaan somatik: memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh: pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kecantikan, dan lain-lain.
2.2 Konsep Corporate Social Responsiblity
Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata ‘corporate’, ‘social’ dan ‘responsibility’ yang terkandung dalam istilah ini maka
CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau
menjalankan usahanya
1
. Kamus online Wikipedia mendefinisikan CSR sebagai suatu konsep bahwa suatu organisasi khususnya, tapi tidak terbatas pada,
perusahaan memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan, pemegang saham, komunitas dan pertimbangan-pertimbangan
1
http:www6.miami.eduethicspdf_filescsr_guide.pdf, , diakses pada tanggal 18 Agt. 2009
ekologis dalam segala aspek dari usahanya
2
. Sementara Schermerhorn 1993 secara singkat mendefinisikannya sebagai kewajiban dari suatu perusahaan untuk
bertindak dalam cara-cara yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan masyarakat secara luas
3
. The International Organization of Employers IOE mendefinisikan CSR
sebagai initiatives by companies voluntarily integrating social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with
their stakeholders. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, CSR merupakan tindakan perusahaan yang bersifat sukarela dan melampaui kewajiban
hukum terhadap peraturan perundang-undangan Negara. Kedua, definisi tersebut memandang CSR sebagai aspek inti dari aktifitas bisnis di suatu perusahaan dan
melihatnya sebagai suatu alat untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan
4
. Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah
definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk
berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi
komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya
5
. Dari definisi ini kita melihat
2
Asongu, J.J., “The History of Corporate Social Responsibility” http:www.jbpponline.comarticleview1104842
, diakses pada tanggal 1 Agt. 2009
3
http:www.personal.psu.edukez5001CSR.htm mengutip Schermerhorn, John. Management. New York: John Wiley Sons, Inc. 2005, diakses pada tanggal 1 Okt. 2009
4
Burkett W., Brian dan Douglas G. Gilbert, “Voluntary Regulation of International Labour Standards: An Overview of the Corporate Social Responsibility Phenomenon” diakses dari
http:library.findlaw.com2005Jul11246322.html pada tanggal 20 Agt. 2009 mengutip Corporate Social Responsibility: An IOE Approach, International Organization of Employers
Position Paper, at p. 2, online: http:www.uscib.org docs03_21_03_CR.pdf
5
Asongu, J.J., op.cit. dan http:www.mallenbaker.netcsrCSRfilesdefinition.html , diakses pada tanggal .1 Agt. 2009
pentingnya ‘sustainability’ berkesinambungan berkelanjutan, yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk efek jangka panjang dan bukan hanya dilakukan
sekali-sekali saja. Konsep CSR memang sangat berkaitan erat dengan konsep sustainability development pembangunan yang berkelanjutan.
Pada dasarnya CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang berkembang sebagai wujud dari sebuah good corporate governence. Pada sisi ini,
CSR dilihat sebagai aplikasi dari keberadaan korporat sebagai salah satu elemen sosial yang merupakan bagian dari etika bisnis. Dalam hal ini, pelaksanaan CSR
mengacu pada konsep yang lebih luas dan global. Corporate social ResponsibilityTanggung Jawab Sosial Perusahaan TJSP merupakan suatu
komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat disekelilingnya
dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan Budimanta, 2002.
Pandangan konsep manajemen modern, menyebutkan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya dan
stakeholders di luar perusahaan. Oleh karena itu selain bertanggung jawab secara internal bagi kelangsungan usahanya, pemilik perusahaan juga memiliki tanggung
jawab sosial kepada publik. Menurut pandangan ini, masyarakat adalah sumber dari segala sumberdaya yang dimiliki dan direproduksinya. Para profesional
bekerja untuknyapun memiliki tanggung jawab ganda, selain kepada pemilik juga kepada publik. Kesan dan komitmen perusahaan dalam memenuhi tanggung
jawab sosialnya merupakan keputusan yang secara sepintas tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan tanggung jawab lainnya, terutama, tanggung
jawab untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya. Memberi sumbangan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial, bukan saja terkesan sebagai pekerjaan
yang tidak perlu, melainkan juga bisa mengacaukan misi utama perusahaan-yakni mencari keuntungan Saidi, dkk. 2003.
Nursahid 2006 menyatakan bahwa penerapan etik dalam dunia bisnis berkaitan erat dengan apa yang sekarang ini berkembang dan dikenal sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility; yakni tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi
stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dari operasi perusahaan. Perusahaan dapat mengadopsi konsep CSR ini
dalam pengertian terbatas dan luas, meski pada umumnya pengertian dalam arti luas lebih dapat diterima. Dalam pengertian terbatas, tanggung jawab sosial suatu
perusahaan dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan memenuhi hukum dan aturan main yang ada. Perusahaan tidak bertanggung jawab untuk memahami
”apa yang ada” konteks di sekitar aturan tersebut, karena perusahaan mungkin saja menginterpretasikan secara ”kreatif” aturan-aturan hukum untuk kepentingan
mereka, terutama ketika aturan tersebut tidak cukup spesifik mengatur apa yang legal dan tidak legal, atau perilaku apa yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan. CSR dalam pengertian luas dipahami sebagai konsep yang lebih
”manusiawi” di mana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi–termasuk di
dalamnya organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur tanggung
jawab sosial dapat dilakukan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya.
Perusahaan juga harus bertanggung jawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktikkan hal-hal yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya
sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab filantropis yang mensyaratkan agar perusahaan dapat memberikan kontribusi
kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan Nursahid, 2006.
Motif Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Steiner dalam Nursahid 2006 menyatakan bahwa terdapat sejumlah
alasan mengapa perusahaan memiliki program-program filantropik atau program tanggung jawab sosial, yaitu: pertama, untuk mempraktikkan konsep ”good
corporate citizenship”. Kedua, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Dan ketiga adalah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terdidik.
Tanggung jawab sosial perusahaan biasanya didasari dua motif sekaligus, yakni: motivasi untuk menyenangkan atau membahagiakan orang lain altruisme
pada satu sisi dan pada saat yang bersamaan terjadi pula bias kepentingan perusahaan di sisi lain. Tipologi kedermawanan tanggung jawab sosial terbagi
menjadi lima kategori, yaitu: charity amal atau derma, image building promosi, facility insentif pajak, security prosperity ketahanan hidup atau
peningkatan kesejahteraan, dan money laundring manipulasi. Memahami beragam motivasi kedermawanan ini penting dari perspektif etis agar tujuan
normatif kedermawanan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak terdistorsi dan dimanipulasi oleh kepentingan yang tidak sehat.
Tahapan Charity Philanthropy
Corporate Citizenship
Motivasi Agama, tradisi,
adat Norma
etika, hukum
universal: redistribusi kekayan
Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan
ketertiban sosial Misi Mengatasi
masalah sesaat
Mencari dan mengatasi masalah
Memberikan kontribusi kepada
masyarakat Pengelolaan Jangka
pendek, menyelesaikan
masalah sesaat Terencana,
terorganisir, terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan
perusahaan Pengorganisasian Kepanitiaan YayasanDana
Abadi, profesionalisasi
Keterlibatan baik dana maupun
sumberdaya lain Penerima Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah sosial maupun
pembangunan dan keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama
Sumber: Zaim Saidi ”Pengembangan Kedermawanan Perusahaan”, dalam Zaim Saidi dan Hamid Abidin, 2004. hal. 57.
Gambar 1. Matriks Karakterisasi Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan
2.3 Konsep Lembaga Keuangan Mikro