Return dan Risiko Saham

13 dividen dari kepemilikan saham tesebut. 4. Delisting dari Bursa Efek Penghapusan perusahaan di bursa delisting dapat juga terjadi. Apabila suatu perusahaan telah tidak lagi listing pada bursa, maka perusahaan tersebut akan berubah status dari perusahaan publik menjadi perusahaan privat. Jika itu terjadi, maka investor akan kesulitan dalam melakukan transaksi jual beli atau keluar masuk dalam kepemilikan saham.

2.2 Faktor Makro

Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro terdiri dari makro ekonomi dan makro nonekonomi Samsul, 2006. Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan antara lain : 2.2.1 Suku Bunga Bank Indonesia BI Rate Suku bunga Bank Indonesia BI rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumunkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal stance kebijakan moneter Siamat, 2005. BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap rapat dewan gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas liquidity management di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. 14 Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga pasar uang antar bank overnight PUAB ON. Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi pada periode mendatang diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Besarnya tingkat BI rate berpengaruh terhadap besarnya tingkat bunga pinjaman dan hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten karena akan menurunkan laba bersih. Samsul, 2006. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham menurun dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap menurunnya harga saham di pasar. Disisi lain, naiknya BI rate mendorong naiknya suku bunga deposito dan hal tersebut mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjualan tersebut ke dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham dipasar. Sebaliknya, penurunan tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham. 15

2.2.2 Kurs Valuta Asing USD

Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, kenaikan kurs USD yang tajam terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam dolar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal. Sementara itu, emiten yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari kenaikan kurs USD tersebut. Ini berarti harga saham emiten yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek, sementara emiten yang terkena dampak positif akan meningkat harga sahamnya. Sebagian emiten yang tercatat di Bursa Efek akan terkena dampak negatif dan sebagian lagi terkena dampak positif dari perubahan kurs USD yang tajam. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya. Oleh karena itu, investor harus ekstra hati-hati dalam menggunakan IHSG sebagai acuan untuk menganalisis saham individu Samsul, 2006.

2.2.3 Indeks Harga Saham Gabungan IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan Composite Stock Price Indeks = CSPI merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek Samsul, 2006. Sementara itu, pihak di luar bursa efek tidak tertarik menerbitkan IHSG karena indeks tersebut masih kalah manfaatnya dengan indeks harga saham parsial, seperti untuk keperluan hedging. Cara perhitungan IHSG sama seperti indeks harga saham parsial, yang berbeda 16 hanya jumlah emitennya. IHSG dihitung setiap hari atau setiap detik selama jam perdagangan sesuai dengan kebutuhan. IHSG berubah setiap hari karena 1 perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari dan 2 adanya saham tambahan. Pertambahan jumlah saham beredar berasal dari emisi baru, yaitu masuknya emiten baru yang tercatat di Bursa Efek, atau terjadi tindakan corporate action berupa split, right, waran, dividen saham, saham bonus, dan saham konversi. Perubahan harga saham individu di pasar terjadi karena faktor permintaan dan penawaran. Terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran, baik yang rasional maupun irrasional. Pengaruh yang sifatnya rasional mencakup kinerja perusahaan, tingkat bunga, tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan, kurs valuta asing, atau indeks harga saham dari negara lain. Pengaruh irrasional mencakup rumor di pasar, mengikuti mimpi, bisikan teman, atau permintaan harga. Pada umumnya, kenaikan harga atau penurunan harga dapat terjadi secara bersama-sama. Oleh karena itu, jika kenaikan atau penurunan berlangsung terus menerus selama beberapa hari, maka hal itu akan diiukuti oleh arus balik reversal. Hal ini membuktikan bahwa dalam kenaikan atau penurunan selalu ada kesalahan yang dinamakan overreaction atau mispriced. Jika harga terus naik, maka akan diikuti dengan penurunan harga pada periode berikutnya.

Dokumen yang terkait

Analisis perbandingan keakuratan Capital Asset Pricing Model(CAMP)dan Arbitrage Pricing Theori(APT)dalam memprediksi Return Saham Lq-45 Di Bursa Efek Indonesia

4 33 175

Perbandingan Metode Capm Dan Apt Dalam Menghitung Return Saham Jii

7 57 130

PERBANDINGAN RETURN SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT).

4 21 50

PERBANDINGAN RETURN SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) - repository UPI S MAT 1006661 Title

0 1 3

PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) UNTUK MENILAI RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2015

0 0 5

PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) UNTUK MENILAI RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2015

0 0 2

PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) UNTUK MENILAI RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2015

0 2 42

PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) UNTUK MENILAI RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2015

0 0 15

PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) UNTUK MENILAI RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2015

0 0 1

PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) UNTUK MENILAI RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2015

0 0 1