Analisis perbandingan keakuratan Capital Asset Pricing Model(CAMP)dan Arbitrage Pricing Theori(APT)dalam memprediksi Return Saham Lq-45 Di Bursa Efek Indonesia

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN KEAKURATAN CAPITAL

ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING

THEORY (APT) DALAM MEMPREDIKSI RETURN SAHAM

LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA

Skripsi

Oleh :

SULISTIARINI WIDIANITA NIM : 104081002482

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009/1430 H


(2)

Analisis Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Return Saham LQ-45 Di

Bursa Efek Indonesia

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana

Ekonomi Oleh:

Sulistiarini Widianita 104081002482

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Titi Dewi Warninda, SE, M.SI

NIP: 150 317 955 NIP: 150 368 746

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Analisis Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dssan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Return Saham

LQ-45 Di Bursa Efek Indonesia

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Sulistiarini Widianita 104081002482

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Titi Dewi Warninda, SE, M.SI

NIP: 150 317 955 NIP: 150 368 746

Penguji Ahli

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP: 131 474 891

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Hari ini Senin Tanggal 29 Bulan September Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Sulistiarini Widianita NIM: 104081002482 dengan judul Skripsi “ANALISIS PERBANDINGAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRGE PRICING THEORY (APT) DALAM MEMPREDIKSI RETURN SAHAM LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 September 2008

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Titi Dewi Warninda, SE, M.SI

Ketua Sekertaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Sulistiarini Widianita

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 10 Februari 1986 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Tugu karya III No.33 Rt.02 Rw.10 Cipondoh- Tangerang 15148

E-mail : missliz4ever@yahoo.com

Telepon : 021-55742209/ 08568066548/ 021-98956196 Agama : Islam

PENDIDIKAN

Tahun 1990-1992: TK Dewi Sartika Tahun 1992-1998 : SDN Daan Mogot I Tahun 1998-2001 : SLTPN 1 Tangerang Tahun 2001-2004 : SMUN 2 Tangerang

Tahun 2004-2009 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

2004-2005 : Staff Divisi Usaha KOPMA (Koperasi Mahasiswa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2005 : Divisi Administrasi FLAT (Foreign Languange Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2005-2006 : Divisi (PMB) Pengembangan Minat dan Bakat Kopma (Koperasi Mahasiswa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006-2007 : Divisi Litbang (Penelitian dan Pengembangan) BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2007-sekarang : Paguyuban KangNong Tangerang. 2008 : Bendahara KangNong Tangerang 2008. 2008 : Bendahara KangNong Banten 2008.

2009-sekarang : Anggota KNPI Kab. Tangerang Bidang Perindustrian dan perdagangan.


(6)

ABSTRACT

There are two models that can be used by the investors to predict the company stock return, which are up to now still controversial among the financial management experts regarding their accuracy for predicting the company stock return, are Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT). This Research to recognize the accuracy of CAPM and APT models in predicting the stock returns of LQ-45 at Indonesia Stock Exchange. The accuracy of CAPM and APT models is measured by using Mean Absolute Deviation (MAD), while the t-test is used to compare the accuracy between CAPM and APT models.

The population of this research is all monthly stock returns of the already go-public LQ-45 companies at Indonesia Stock Exchange. Whereas the sample used monthly stock returns of 14 LQ-45 companies during 2001-2007. There are two period that used for this research, are estimation period that used to estimate alpha and beta of each stocks from January 2001 until December 2003 and test period that used to compare the accuracy of CAPM and APT models in predicting the stock returns of LQ-45 from January 2004 until December 2007.

The result of the research showed that: (a) There is significant difference between the accuracy of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in predicting the stock returns of LQ-45; and (b) The CAPM model was more accurate than APT model in predicting the stock return of LQ-45 companies. The less-accuracy of APT model compared with CAPM model can be result of: (a) The unsuitable constructing variables of APT model used in this result; (b) Not all all investors used ARIMA method in estimating the variables of macro economy; and (c) inability of APT model constructed in this research in explaning the variation of returns as a result of non economic factors and coorporate actions. Besides, APT models result in high MAD and standard deviation.

Keywords: Capital Asset Pricing model (CAPM), Arbitrage Pricing Theory (APT), LQ-45.


(7)

ABSTRAK

Terdapat dua model yang dapat digunakan para investor untuk memprediksi return saham perusahaan dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatannya dalam memprediksi return saham perusahaan, yaitu Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT). Penelitian ini untuk mengakui keakuratan model CAPM dan model APT dalam memprediksi return saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Keakuratan model CAPM dan Model APT diukur dengan Mean Absolute Deviation (MAD), sementara itu uji t student digunakan untuk membandingkan keakuratan antara model CAPM dan model APT.

Populasi penelitian ini adalah seluruh return saham perbulan perusahaan-perusahaan LQ-45 yang sudah go-publik Di Bursa Efek Indonesia. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah return saham perbulan 14 perusahaan LQ-45 tahun 2001-2007. Terdapat dua periode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu periode estimasi yang digunakan untuk mengestimasi parameter alpha dan beta tiap-tiap saham dari Januari 2001 sampai dengan Desember 2003 dan periode uji yang digunakan untuk membandingkan keakuratan model CAPM dan model APT dalam memprediksi return saham LQ-45 dari Januari 2004 sampai dengan Desember 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) Terdapat perbedaan yang siginifikan antara keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan

Arbitrage Pricing Theory (APT) dalam memprediksi return saham LQ-45; dan (b) model CAPM lebih akurat dibandingkan model APT dalam memprediksi return

saham perusahaan-perusahaan LQ-45. Kekurangakuratan model APT dibandingkan model CAPM pada penelitian ini dapat disebabkan oleh: (a) Ketidaksesuaian variabel pembentuk model APT yang digunakan dalam penelitian ini; (b) Tidak semua investor menggunakan metode ARIMA dalam mengestimasi variabel makroekonomi; dan (c) Ketidakmampuan model APT yang dibentuk dalam penelitian ini menjelaskan variasi return yang disebabkan oleh faktor nonekonomi serta coorporate actions. Selain itu model APT juga menghasilkan MAD dan standar deviasi yang tinggi.

Kata kunci : Capital Asset Pricing model (CAPM), Arbitrage Pricing Theory (APT), LQ-45.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhlo-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Return Saham LQ-45 Di Bursa Efek Indonesia”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada tauladan terbaik Rasul Allah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Kedua orang tuaku, Abah dan Ibu atas do’a yang selalu dipanjatkan siang dan malam tiada henti, kerja keras, banting tulang tanpa lelah, kesabaran dalam memberi motivasi dan nasehat saat penulis hampir menyerah, cinta dan sayang yang tulus tak bersyarat.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus penguji ahli, Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. sebagai pembimbing 1, dan Ibu Titi Dewi warninda, SE, M.SI sebagai pembimbing 2, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen FEIS yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.

4. Keluarga tercinta. Adik-adikku, Ipad dan si Ndut Fahri.

5. My beary, Little Bear dan Doppy yang selalu setia mamberi motivasi dan bantuannya sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan jadi temen buat refreshing ketika penulis merasa lelah mengerjakan skripsi.

6. My best friend dan Soulmatequw yang paling pengertian, NengNop.

7. Anak-anak LCW: Lia, Vhea, Ita, Hani, Astri, Emma, Elin, Biah, Endah, Marnimar, Nori, Osa, Selly, Ulfa dan Ka Uus yang senantiasa memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi.


(9)

8. Desti yang telah mengajarkan minitab dan ARIMA, dan Dyah yang telah minjemin buku time seriesnya.

9. Paguyuban Kangnong Kabupaten Tangerang: F4 (Feri, Riki, Ajat, dan Hendri), Indah, Maya, Angkatan 2007, Teh Ike dan Teh Ditte yang maniez semoga kita makin kompak.

10.Teh Intan dan Bang Awang selaku pembina Kangnong, semoga tidak pernah lelah ngurusin anak Kangnong.

11.Teman-teman KNPI Kabupaten Tangerang.

12.Temen-teman di IZZA, Ncit, Santi, Sancil, Reni, Desi dan anak-anak yang ngungsi dari kosan wida yang mengisi kebersamaan dalam suka dan duka. 13.Temen-temen manajemen B angkatan 2004 yang sudah SE duluan, barengan

atau pun akan menyusul. Terimakasih atas kebersamaan yang pernah ada sampai akhir penulisan skripsi.

14.Temen-temen Keuangan A angkatan 2004 serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb

Jakarta, Maret 2009


(10)

DAFTAR ISI

Daftar Riwayat Hidup ... i

Abstract... ii

Abstrak... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar isi... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Investasi... 9

B. Return Saham Dan Return Market Serta Pengukurannya ... 15

C. Risiko... 19

D. Model Keseimbangan... 22

E. Variabel-Variabel Makroekonomi... 34

F. Penelitian Terdahulu ... 42

G. Perumusan Hipotesis ... 48

H. Kerangka Pemikiran... 49

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Ruang Lingkup Penelitian... 50

B. Metode penentuan Sampel ... 50

C. Metode Pengumpulan Data ... 51

D. Metode analisis... 52


(11)

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Sekilas gambaran Umum Objek Penelitian... 66

B. Deskripsi Statistik... 69

BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Implikasi ... 100

C. Keterbatasan Penelitian Dan Saran ... 101

Daftar Pustaka... 103


(12)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

3.1 Daftar Perusahaan LQ-45 Periode 2004-2007 ... 51

4.1 Rata-Rata Return Saham Per Bulan Perusahaan LQ-45 ... 70

Tahun 2004-2007 4.2 Rata-Rata Return Market (Rm) Tahun 2004-2007 ... 71

4.3 Risiko Sistematis Atau Beta Tahun 2004-2007 ... 73

4.4 Perubahan Tingkat Inflasi Aktual, Perubahan Tingkat Bunga SBI .... 74

Aktual, Perubahan Jumlah Uang Beredar Aktual, dan Perubahan Kurs Aktual Periode Januari 2001 – Desember 2003 4.5 Statistik Ljung-Box Untuk Inflasi ... 76

4.6 Statistik Ljung-Box Untuk Bunga ... 76

4.7 Statistik Ljung-Box Untuk Uang ... 77

4.8 Statistik Ljung-Box Untuk Kurs ... 78

4.9 Perubahan Tingkat Inflasi Aktual, Perubahan Tingkat Inflasi ... 80

Yang Diharapkan, dan perubahan Tingkat Inflasi Yang Tidak Diharapkan Periode Januari 2004-Desember 2007 4.10 Perubahan Tingkat Bunga Aktual, Perubahan Tingkat Bunga ... 82

Yang Diharapkan, Dan Perubahan Tingakt Bunga yang Tidak Diharapkan Periode Januari 2004-Desember 2007 4.11 Perubahan Jumlah Uang Beredar Aktual, Perubahan Jumlah... 85

Uang Beredar Yang Diharapkan, Dan Perubahan Jumlah Uang Beredar Yang Tidak Diharapkan Periode Januari 2004-Desember 2007 4.12 Perubahan Kurs Aktual, perubahan Kurs Yang Diharapkan, ... 87

Dan Perubahan Kurs Yang Tidak Diharapkan Periode Januari 2004-Desember 2007 4.13 Return Perusahaan LQ-45 Dengan Kolmogorov-Smirnov... 90

2004-2007 4.14 Pengujian Durbin Watson (D-W) Pada Market Model... 92

Saham LQ-45 2004-2007 4.15 Pengujian Durbin Watson (D-W) Pada Model APT... 93

Perusahaan LQ-45 2004-2007 4.16 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 95


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

1 Market Model Saham LQ-45 ... 106

2 Model APT saham LQ-45... 120

3 Uji Heterokedastisitas Saham perusahaan LQ-45... 134

4 Hasil Uji model ARIMA ... 141

5 MAD CAPM ... 146

6 MAD APT... 153


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, salah satu hal yang harus dilakukan oleh suatu negara adalah dengan menggalakkan aktivitas investasi. Aktivitas ini memerlukan aliran modal (dana jangka panjang) yang sangat besar. Dalam hal ini diperlukan peranan pasar modal sebagai suatu wadah untuk memobilisasi dana masyarakat selain lembaga keuangan seperti bank dan asuransi.

Pasar modal memang merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan yang mempunyai peranan yang sangat penting yaitu untuk menjembatani hubungan antara penyedia dana atau yang disebut investor dan pengguna dana yang disebut emiten atau perusahaan yang go public. Instrumen yang diperdagangkan oleh pasar modal yaitu instrumen ekuitas seperti saham dan instrumen utang seperti obligasi untuk keperluan investasi portofolio yang pada akhirnya dapat memaksimalkan penghasilan.

Secara umum bursa saham menganut pergerakan harga saham yang membentuk suatu pola untuk jangka waktu tertentu. Artinya tidak ada bursa saham yang meningkat terus menerus. Bursa saham akan bergerak meningkat dan menurun sesuai dengan siklus dan polanya yang berlaku di bursa saham yaitu murni hukum permintaan dan penawaran. Semakin banyak orang ingin


(16)

membeli suatu saham, semakin harga itu akan bergerak naik. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit orang ingin membeli saham, maka harga saham tersebut akan bergerak turun. Namun dalam jangka panjang kinerja perusahaan dan gerakan harga saham akan selalu bergerak searah.

Investor membeli saham perusahaan pada hakekatnya untuk mendapatkan deviden (bagian laba yang dibagikan) dan capital gains

(kenaikan harga saham). Keduanya harus lebih besar atau paling tidak sama dengan return (pengembalian) yang dikehendaki stock holder. Kondisi seperti inilah yang memotivasi investor untuk berinvestasi dalam membeli saham.

Suatu hal yang perlu diketahui adalah bahwa investasi pada saham merupakan investasi yang beresiko. Harga saham sewaktu-waktu bisa naik, dan juga bisa turun, karena sifat komoditasnya yang peka terhadap perubahan-perubahan faktor eksternal ataupun faktor internal perusahaan. Menurut teori investasi, semakin tinggi tingkat risiko suatu saham maka akan mengakibatkan tingkat return yang diisyaratkan oleh investor akan semakin tinggi. Oleh karena itu, seorang investor yang baik selain mangharapkan

return yang tinggi, dia juga harus memperhatikan risiko atas investasi saham yang dilakukannya.

Dalam berinvestasi, baik dalam aset keuangan maupun aset riil seseorang atau perusahaan pasti akan mengharapkan pengembalian atas investasinya. Dalam investasi pada aset keuangan khususnya saham ada dua model untuk memprediksi return investasi. Model yang pertama yaitu model CAPM, model ini mengasumsikan bahwa return saham dipengaruhi satu


(17)

faktor yaitu return market. Model yang kedua yaitu model APT, model ini mengasumsikan jika investor memiliki peluang untuk meningkatkan return

tanpa meningkatkan risiko maka investor tersebut akan memanfaatkan peluang tersebut. Sehingga dalam model APT ini faktor-faktor yang mempengaruhi return saham lebih banyak dari pada model CAPM. Kedua model tersebut pada dasarnya dapat memprediksi return yang diharapkan investor, namun berbeda dalam variabel yang digunakan.

Capital Assets Pricing Model (CAPM) yang diperkenalkan oleh Sharp (1964) dan Lintner (1965) merupakan model untuk menentukan harga suatu

assets pada kondisi equilibrium. Dalam keadaan equilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut. Dalam hal ini risiko yang diperhitungkan adalah risiko sistematis yang diwakili oleh beta, karena risiko yang tidak sistematik bisa dihilangkan dengan cara diversifikasi.

Kelemahan-kelemahan empiris yang terjadi pada model Capital Asset Pricing Model (CAPM) mendorong para ahli manajemen keuangan untuk mencari model alternatif yang menerangkan hubungan pendapatan dengan risiko saham. Pada tahun 1976 Stephen A. Ross merumuskan sebuah teori yang disebut dengan Arbitrage Pricing Theory (APT). Meskipun model ini tidak bisa secara keseluruhan memecahkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM, tetapi model inilah yang pertama kali dikembangkan untuk mencoba mengeliminir kekurangan-kekurangan yang terjadi pada model CAPM dan mempunyai kesempatan untuk menggantikan model tersebut. APT


(18)

menyatakan bahwa harga suatu aktiva bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, tidak hanya satu faktor (portofolio pasar) seperti yang telah dikemukakan pada teori CAPM.

Beberapa penelitian empiris dalam penerapan multi-factor CAPM dengan menggunakan beta dan faktor fundamental sebagai faktor pengukur risiko telah dilakukan diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Banz (1981) yang menguji ukuran perusahaan sebagai faktor fundamental; Rosenberg, Reid, and Lainstein (1985) yang menguji ratio of book-to-market value; Chan, Hamao, and Lakonnishock (1991) yang menguji faktor makro dan price to earnings ratio. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Sudarto, dkk (1999) dengan menggunakan variabel beta saham dan Debt Equity Ratio (DER), demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2000) dengan melakukan penambahan nilai saham yang beredar.

Lain halnya dengan CAPM, model APT menggambarkan beragam tingkat sensitivitas terhadap berbagai variabel sistematis. Model APT pertama kali dikembangkan oleh Ross yang merupakan bentuk pengembangan dari CAPM. Beberapa penelitian empiris dalam penerapan model APT juga telah dilakukan diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Chan, Rol, dan Ross (1986) yang menggunakan empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu tingkat inflasi, premi risk-default, dan suku bunga. Selain itu, Berry, Burneister, dan McElroy (1988) yang menggunakan variabel risk-default, tingkat bunga, inflasi, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan risiko residual.


(19)

Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan (2004) meneliti mengenai Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan Selain Bank Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi Di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitiannya menemukan bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan APT baik sebelum dan semasa krisis ekonomi. Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan (2004) juga meneliti mengenai Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Manufaktur Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan APT baik sebelum dan semasa krisis ekonomi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gancar Chandra Premananto dan Muhammad Madyan (2004) menggunakan variabel independen yaitu CAPM dan APT. Pada APT menggunakan tiga variabel yaitu perubahan tingkat suku bunga yang tidak diharapkan, perubahan tingkat inflasi yang tidak diharapkan, dan perubahan kurs yang tidak diharapkan sedangkan khususnya APT pada penelitian ini penulis mencoba menambahkan satu variabel lagi yaitu perubahan jumlah uang beredar selain tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, perubahan kurs (dalam hal ini rupiah terhadap dollar). Pada penelitian sebelumnya variabel dependen yang digunakan adalah tingkat pendapatan


(20)

saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi sedangkan pada penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah return saham LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka hasil analisis ini akan dapat memperbandingkan model mana yang lebih akurat digunakan untuk memprediksi return saham. Motivasi inilah yang mendorong untuk dilakukan sebuah penelitian tentang perbandingan keakuratan model keseimbangan CAPM dan APT. Guna mempermudah dan memperjelas ruang lingkup pembahasan maka penelitian tersebut akan dikhususkan pada saham-saham yang membentuk indeks LQ-45, yaitu saham yang stabil dan aktif serta likuid, sehingga mudah diperjualbelikan baik dalam kondisi pasar bearish

maupun bullish. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul skripsi ini: ”Analisis Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Return Saham LQ-45 Di Bursa Efek Indonesia”.

Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan saham amat banyak, maka dalam pembahasan penelitian ini penulis membatasi masalah hanya pada variabel-variabel tertentu (return market, perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat suku bunga SBI, perubahan kurs, dan perubahan jumlah uang yang beredar) terhadap return saham pada beberapa perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada perusahaan-perusahaan yang hanya terdaftar dalam LQ-45 pada Bursa Efek Indonesia. Sampel perusahaan ditentukan dengan syarat yaitu:


(21)

perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mempunyai data keuangan yang lengkap dan dapat diandalkan kebenarannya dan yang saham-sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2007.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang akan digunakan, antara lain:

1. Apakah terdapat perbedaan akurasi antara model CAPM dengan APT dalam memprediksi return saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia.

2. Model Manakah (CAPM atau APT) yang lebih akurat dalam memprediksi return saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian meliputi: a. Menganalisis perbedaan akurasi yang signifikan antara model CAPM

dengan APT dalam memprediksi return saham LQ-45 di BEI.

b. Menganalisis model mana (CAPM atau APT) yang lebih akurat dalam memprediksi return saham LQ-45 di BEI.

2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai kepentingan, diantaranya sebagai berikut:

a. Bagi Investor Maupun Calon Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan investasi yang optimal khususnya perusahaan yang tergolong LQ-45.


(22)

b. Bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan ilmu manajemen khususnya bidang keuangan dan pasar modal yang telah diperoleh selama kuliah dalam menganalisis perbandingan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi return saham LQ-45.

c. Bagi Akademik

Dapat memberikan sedikit masukan dan informasi yang diharapkan mampu memberikan manfaat baik dalam bidang akademik maupun dalam bidang praktisi.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat memberikan masukkan bagi peneliti selanjutnya dan menjadikan penelitian ini sebagai informasi pelengkap dalam penyusunan penelitian yang sejenis.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Investasi

1. Pengertian Investasi

Menurut E.A Koetin dalam Fauzan (2007:7), Investasi adalah penggunaan uang untuk objek-objek tertentu dengan tujuan bahwa nilai objek tersebut selama jangka waktu investasi akan meningkat, paling tidak bertahan dan selama jangka waktu itu pula memberikan hasil secara teratur.

Menurut Donald E. Fischer dan Ronald J. Jordan dalam Komarruddin Ahmad (2004:1), An Investment is a commitment of funds made in the expectation of some positive rate of return. Sedangkan menurut Jack Clark Francis dalam buku yang sama juga menyatakan an investment is an commitment of money that is expected to generate of additional money. Dalam Komarrudin Ahmad (2004:3), Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau kekurangan tertentu atas uang atau dana tersebut. Umumnya investasi dikategorikan menjadi dua jenis yaitu, yaitu aset riil (real assets) dan aset keuangan (finacial assets). Asset riil adalah bersifat berwujud seperti gedung-gedung, kendaraan, dan sebagainya. Sedangkan aset keuangan merupkan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktiva riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut. Bagi seseorang yang ingin melakukan investasi yang


(24)

menguntungkan atau setidak-tidaknya untuk mengamankan kekayaan dari berbagai risiko yang mungkin terjadi, dia mempunyai banyak pilihan investasi.

Investasi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan yang meningkatkan kemampuan ekonomi untuk memproduksi output di masa yang akan datang dan hal itu sangat mempengaruhi sumbangan sektor perbankan terhadap pembangunan ekonomi yang dapat dilihat besarnya sumbangan pada PDB (Produk Domestik Bruto) dan hal itu dapat menunjukkan bahwa bank mempunyai sumbangan yang cukup berarti bagi pertumbuhan PDB di Indonesia salah satunya melalui penyaluran kredit investasinya (jurnal skripsi).

Menurut Myers dalam Agustina M.V Norpratiwi (2007:4), perusahaan adalah kombinasi antara nilai asset in place dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan yang hilang. Nilai kesempatan investasi merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa mendatang.

Investasi atau penanaman modal adalah bagian dari total pendapatan nasional atau pengeluaran nasional yang khusus digunakan


(25)

untuk membiayai produksi barang-barang modal (capital goods) pada suatu periode tertentu. Investasi bruto mengacu pada pengeluaran total yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang modal yang baru, sementara investasi neto berarti tambahan produksi barang modal setelah dikurangi yang rusak atau aus karena dipakai dan membutuhkan pengganti.

Menurut Suad Husnan (1996:19), investasi adalah setiap penggunaan uang dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Dalam suatu investasi selalu dipastikan terdapat unsur risiko. Keputusan investasi berkaitan positif dengan perbandingan antara tingkat pengembalian dan risiko. Berkaitan dengan risiko dalam suatu investasi, maka terdapat dua jenis investasi berdasarkan tingkat risiko, yaitu:

a. Investasi bebas risiko: jenis investasi ini memiliki tingkat risiko yang relatif kecil, dan biasanya memberikan tingkat keuntungan rendah. Yang termasuk dalam investasi bebas risiko yaitu deposito berjangka dan obligasi.

b. Investor berisiko: suatu jenis investasi yang ditandai dengan tingkat keuntungan dan risiko yang berfluktuasi dimana investor mungkin saja tidak mendapatkan keuntungan atau sebaliknya yang termasuk dalam investasi berisiko yaitu investasi saham.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa investasi saham adalah menempatkan uang dan dana dalam pembelian efek berupa saham dengan harapan mendapatkan tambahan atau keuntungan tertentu atas


(26)

dana yang diinvestasikan dalam perdagangan saham tersebut di bursa efek.

2. Motif Investasi

Menurut Warsono dalam Aliansyah (2001:8), dalam melakukan investasi, investor dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:

a. Risk Seeker

Risk seeker atau yang lebih dikenal dengan pengambil risiko, yaitu investor yang di dalam melakukan investasi lebih menyukai adanya risiko. Mereka memandang, semakin besar tingkat risiko yang mereka ambil maka akan menghasilkan tingkat pengembalian (return of investment) yang besar pula.

b. Risk Averter

Risk averter atau penghindar risiko adalah investor yang enggan atau tidak suka terhadap adanya investasi. Mereka beranggapan bahwa di dalam melakukan investasi jika terdapat risiko, akan berakibat pengembalian menjadi berkurang dan bisa jadi investasi yang mereka tanamkan akan hilang.

c. Risk indeference

Investor jenis ini sering pula disebut sebagai investor yang acuh terhadap risiko. Para investor tidak memandang seberapa besar risiko yang bakal mereka hadapi, mereka hanya mempunyai keinginan untuk berinvestasi. Tinggi rendahnya tingkat risiko tidak berpengaruh terhadap investor dalam berinvestasi. Sebagai surat berharga yang


(27)

ditransaksikan di pasar modal, harga saham selalu mengalami fluktuasi harga tersebut pada kekuatan penawaran dan permintaan.

Dalam pasar modal tersebut selalu mengandung kelebihan dan kekurangan. Investasi yang dilakukan selalu mengandung dua sisi yaitu keuntungan dan kerugian dalam melakukan penanaman modal.

3. Tujuan Investasi

Menurut Komarrudin Ahmad (2004:3), ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:

a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. Seseorang yang bijak akan berfikir bagaimana cara meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidak-tidaknya bagaimana berusaha untuk mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.

b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam memilih perusahaan atau objek lain seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena digerogoti oleh inflasi.

c. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak yang melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.


(28)

4. Investasi Pada Saham Biasa

Calon investor dapat menggunakan kelebihan dananya untuk membeli saham. Saham dibeli dapat dicatat sebagai investasi jangka pendek atau investasi jangka panjang tergantung pada tujuan pembeliannya. Apabila saham tersebut dibeli dengan tujuan penggunaan uang yang menganggur dan penjualannya untuk memenuhi kebutuhan uang, maka pembelian uang akan dicatat sebagai investasi jangka pendek dan termasuk kelompok aktiva lancar. Tetapi jika saham tidak dibeli dengan tujuan seperti di atas maka dicatat sebagai investasi jangka panjang.

Secara sederhana saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyerta atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha dalam perusahaan. Saham adalah tanda bukti berupa surat berharga sebagai pernyataan ikut memiliki modal suatu perusahaan. Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK 013/1990, saham adalah penyertaan modal dalam pemilikan Perseroan Terbatas.

Secara umum, saham dapat dibedakan menjadi dua macam saham, yaitu: a. Saham biasa, saham biasa adalah saham yang pelunasannya dilakukan

dalam urutan yang paling akhir setelah kewajiban terhadap kreditur pemegang saham preferen dilunasi, baik dalam hal pembagian deviden, (jika perusahaan tersebut mengeluarkan tentang pembagian deviden, apabila tidak ada pengumuman maka pemilik saham biasa tidak memiliki klaim atas perusahaan, meskipun perusahaan pada


(29)

periode tersebut memperoleh keuntungan) maupun pembagian aktiva pada saat perusahaan tersebut dilikuidasi. Adapun fungsi dari saham biasa perusahaan adalah :

1) Sebagai alat membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akan modal permanen.

2) Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba kepada investor berdasarkan jumlah lembar saham yang dimilikinya.

3) Sebagai alat untuk menguasai perusahaan.

b. Saham preferen: saham preferen adalah saham yang mempunyai beberapa kelebihan di atas saham biasa, terutama dalam hal pembagian deviden atau pembagian aktiva pada saat perusahaan dilikuidasi. Deviden atau kekayaan yang pertama kali harus dibagikan pertama kali kepada pemegang saham preferen (sesudah semua hutang perusahaan kepada kreditur dilunasi), jika ada kelebihan baru dibagikan kepada pemegang saham biasa. Tetapi di lain pihak pemegang saham preferen juga memiliki kelemahan dibandingkan dengan pemegang saham biasa, karena pemegang saham preferen umumnya tidak mempunyai suara dalam RUPS. Adapun persamaannya adalah pemegang saham biasa maupun saham preferen hanya berhak menerima deviden pada saat memperoleh keuntungan.

B. Return Saham Dan Return Market Serta Pengukurannya

Menurut Rodoni dan Othman Yong (2002:11), Return atau tingkat keuntungan merupakan persentase kekayaan pemegang saham untuk sesuatu


(30)

jangka waktu. Peningkatan dalam rupiah adalah sama dengan deviden tunai yang diterima dalam satu jangka waktu ditambah dengan perubahan dalam nilai saham yang berlaku pada jangka waktu tersebut.

Tingkat pengembalian saham (return) merupakan suatu pendapatan saham atau tingkat keuntungan yang berasal dari perubahan harga saham dan diperoleh dari deviden yang dihasilkan ditambah selisih antara harga saham pada periode tertentu dan harga saham pada periode berikutnya (Maulidah dan Irwan Gunawan dalam Widayanti 2007:24).

Menurut Sunariyah dalam Hamidah (2005:8) tingkat pengembalian investasi saham ditentukan berdasarkan ratio perubahan harga saham individual. Indeks harga saham individual menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham, sampai pada periode tertentu, yang dapat berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham di bursa efek.

Menurut Siebert dalam Widayanti (2007:25), total return adalah keseluruhan uang yang diterima oleh investor dalam saham, merupakan kombinasi antara deviden dan capital gain.

Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi saham.

Return saham dapat berupa imbalan realisasi yang sudah terjadi expected return yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa mendatang.

Imbalan realisasi (realized return) merupakan imbalan yang telah terjadi. Imbalan realisasi dihitung berdasarkan data historis. Imbalan realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan.


(31)

Imbalan ini juga berguna sebagai dasar penentuan expected return dan risiko di masa datang.

Imbalan yang diharapkan (expected return) adalah imbalan yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan imbalan realisasi yang sifatnya sudah terjadi, imbalan harapan sifatnya belum terjadi (Jogiyanto, 2003:109).

Komponen return saham meliputi :

1. Capital gain (loss), merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder.

2. Dividend yield, merupakan pendapatan atas aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa deviden atau bunga. Yield

dinyatakan dalam presentase dari modal yang ditanamkan.

Dari kedua komponen return tersebut, selanjutnya dapat dihitung

return total dan rate of return sebagai berikut :

Return Total = Capital Gain (loss) + devidend yield

Rate of Return = Cash Payment Received + Price Change Over The period

Purchase Price of The Security

Dalam melakukan penelitian biasanya return saham yang digunakan adalah return saham yang berasal dari capital gain dan dividend yield, karena

dividen mempunyai sifat yang tetap sehingga relevan jika dimasukkan ke dalam penelitian return saham dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut :


(32)

Rit = (Pi,t – Pi, t-1) Pi,t-1 Dimana :

Ri,t = Return saham ke-i pada periode t Pi,t = Harga saham ke-i pada periode t Pi,t-1 = Harga saham ke-i pada periode t

Keputusan investor memilih suatu saham sebagai objek investasinya membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa, baik secara individual, kelompok, dan gabungan. Mengingat transaksi investasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang sangat rumit dan berbeda-beda, pergerakan harga saham memerlukan identifikasi dan penyajian informasi yang bersifat spesifik.

Agar keputusan investasi yang diambil para investor tidak keliru, mereka perlu juga memperhatikan tren atau pergerakan tingkat return pasar. Investor selalu mencari investasi pada saham yang returnnya lebih besar daripada return pasar. Return pasar pada umumnya dipengaruhi oleh harga-harga saham perusahaan gabungan dan tingkat suku bunga nominal.

Return pasar adalah jumlah yang disyaratkan dan digunakan sebagai solusi dari beberapa investasi dan masalah-masalah keuangan perusahaan.

Return pasar dihitung dengan formula:

Return Pasar (Rm) = IHSG t – IHSG t-1

IHSG t-1

Dimana :

Rm = Return pasar


(33)

IHSG t-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode sebelumnya t-1

Selain itu, investor juga perlu memperhatikan return asset yang bebas risiko agar return yang sudah diperoleh sudah melebihi return minimum yang disyaratkan. Secara teoritis, imbalan asset bebas risiko adalah imbalan minimum yang diharapkan investor untuk investasinya sehingga investor tidak akan menerima risiko tambahan.

C. Risiko

Risiko merupakan besarnya penyimpangan antara return yang diharapkan (expected return) dengan return yang dicapai secara nyata (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya. Apabila risiko dinyatakan sebagai berapa jauh hasil yang diperoleh bisa menyimpang dari hasil yang diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat analisis yang digunakan sebagai ukuran penyebaran tersebut adalah variance atau standar deviasi. Semakin besar nilainya, berarti semakin besar penyimpangannya. Ini artinya, risiko akan semakin tinggi.

Menurut Gallati dalam Ferry N. Idroes dan Sugiarto (2006:7), risiko didefinisikan sebagai “a condition in which there exist an exposure to adversity”. Bessis (2002:11) mendefinisikan risiko sebagai “Risks are uncertainties resulting in adverse variations of probability or in losses”. Kemudian Ferry N. Idroes dan Sugiarto (2006: 7) risiko didefinisikan sebagai “chance of a bad outcome”, maksudnya adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian


(34)

apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya.

Menurut Bramantyo Djohanputro (2006:15), pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif. Anda dapat menghitung tingkat ketidakpastian apabila anda dapat memperoleh informasi. jadi, yang membedakan risiko dan ketidakpastian adalah informasi. Menurut Agus Sartono dalam Fithroty (2005:8), risiko adalah penyimpangan tingkat keuntungan yang diharapkan. Semakin besar penyimpangan tingkat keuntungan yang diharapkan berarti semakin besar tingkat risikonya.

Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2006:205), risiko sistematis (Systematic Risk) adalah risiko yang selalu ada dan tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Risiko ini dihadapi seluruh perusahaan, misalnya: resesi ekonomi, risiko suku bunga, atau inflasi, merupakan risiko yang dihadapi seluruh perusahaan, pada sektor apapun perusahaan tersebut beroperasi. Risiko jenis ini sering juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat didiversifikasi (undiversifiable risk) atau risiko pasar (market risk). Sebaliknya, risiko tidak sistematis (nonsystematic risk) merupakan jenis risiko yang hanya dihadapi sejumlah perusahaan dalam perekonomian atau risiko yang hanya berpengaruh pada sejumlah kelompok aset, contohnya: sebuah kebijakan baru yang diterapkan pada industri bank hanya berpengaruh pada bank dan tidak berdampak risiko pada perusahaan industri lain. Risiko ini sering pula disebut risiko spesifik (specific risk).


(35)

yaitu:

1. Risiko sistematis karena dampak risiko ini tidak dapat dihindarkan sebagai akibat kondisi perekonomian secara umum, sehingga berpengaruh terhadap semua perusahaan.

2. Risiko tidak sistematis yang dapat dihindarkan dengan melakukan diversifikasi investasi dengan melakukan portofolio saham. Karena risiko sistematis ini berkaitan dengan kondisi perusahaan secara spesifik, sehingga berpengaruh terhadap sekelompok kecil perusahaan.

Terdapat beberapa jenis risiko, yang mungkin timbul dan dipertimbangkan dalam membuat keputusan investasi:

1. Risiko bisnis (bussiness risk), merupakan risiko yang timbul akibat menurunnya profitabilitas perusahaan emiten.

2. Risiko likuiditas (liquidity risk), risiko ini berkaitan denagn kemampuan saham yang bersangkutan untuk dapat segera diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.

3. Risiko tingkat bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul akibat perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Biasanya risiko ini berjalan berlawanan dengan harga-harga instrumen pasar modal.

4. Risiko pasar (market risk), merupakan risiko yang timbul akibat kondisi perekonomian negara yang berubah-ubah yang dipengaruhi oleh resesi dan kondisi perekonomian lain. Ketika security market index meningkat secara terus-menerus selama jangka waktu tertentu, trend yang menaik ini disebut bull market. Sebaiknya, ketika security market index menurun


(36)

secara terus-menerus selama jangka waktu tertentu, trend yang menurun ini disebut bear market. Dengan kekuatan bull market dan bear market ini cenderung mempengaruhi semua saham secara sistematis, sehingga imbalan pasar menjadi berfluktuasi.

5. Risiko daya beli (purchasing power-risk), merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan tingkat inflasi, dimana perubahan ini akan menyebabkan berkurangnya daya beli uang yang diinvestasikan maupun bunga yang diperoleh dari investasi sehingga menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.

6. Risiko mata uang (currency risk), merupakan risiko yang timbul akibat perubahan nilai tukar mata uang domestik (misalnya rupiah) dengan mata uang negara lain (misalnya dollar Amerika).

D. Model Keseimbangan

Menurut Jacob dan Pettit dalam Ahmad Rodoni dan Othman Yong, (2002:117), keseimbangan pasar adalah keadaan dimana kuantitas setiap sekuritas dalam pasar modal yang lengkap menyamai kuantitas setiap sekuritas yang ditawarkan kepada pasaran, oleh investor yang ingin menjual kepemilikan mereka, oleh perusahaan yang menerbitkannya atau oleh pemerintah yang memerlukan modal untuk membiayai pembelian aset dan harga yang keseimbangan sedemikian dicapai dikenali sebagai harga keseimbangan.

1. Capital Asset Pricing Model (CAPM)


(37)

Harga Aset Modal merupakan sebuah alat untuk memprediksikan keseimbangan imbal hasil yang diharapkan dari suatu aset berisiko. Pada tahun 1952, Harry Markowitz meletakkan fondasi manajemen portofolio modern. Kemudian (1964-1966), CAPM yang dipelopori oleh Sharpe, Lintner, dan Mossin mengasumsikan bahwa individu melakukan investasi berdasarkan teori portofolio, yaitu setiap individu akan memaksimumkan tingkat keuntungan pada sesuatu tahap risiko.

Menurut Liliana Inggrit Wijaya (2000:60) CAPM merupakan model untuk menjelaskan besaran expected return. Pengertian Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah merupakan model penetapan harga sekuritas (aktiva) berisiko dalam keseimbangan pasar dalam portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Capital Asset Pricing Model (CAPM) mencoba untuk menjelaskan hubungan antara risk dan return. Dalam penilaian mengenai risiko biasanya saham biasa digolongkan sebagai investasi yang berisiko. Risiko sendiri berarti kemungkinan penyimpangan perolehan aktual dari perolehan yang diharapkan (possibility), sedangkan derajat risiko (degree of risk) adalah jumlah dari kemungkinan fluktuasi (amount of potential fluctuation). Menurut Suad Husnan (1998:6), Definisi CAPM bahwa antara return dan risiko mempunyai korelasi yang positif dan linier, sehingga kenaikan risiko juga menyebabkan naiknya

return, dengan demikian asumsi CAPM sangatlah rasional, yaitu risiko yang tinggi diharapkan menikmati return yang tinggi pula.


(38)

adalah nama yang diberikan kepada satu kedudukan prinsip yang menerangkan bagaimana para investor berperilaku dalam pasaran. CAPM sangat berguna karena:

a. Secara relatif CAPM adalah mudah dan dapat dibentuk melalui aplikasi secara langsung teori portofolio.

b. Implikasinya adalah seperti Hipotesis Pasaran Efisien, yaitu CAPM telah diuji dengan data sebenarnya dan didapatkan agak sesuai dengan ramalan teori. CAPM juga dapat digunakan sebagai satu asas untuk penyesuaian selanjutnya yaitu sebagaimana yang digunakan oleh para analisis sekuritas.

Secara ringkas, asumsi-asumsi penting CAPM adalah seperti berikut:

a. Tidak ada biaya perdagangan, tidak ada pajak dan sekuritas dapat dipecah-pecahkan kepada unit terkecil.

b. Semua peserta adalah pesaing yang sempurna.

c. Semua investor mempunyai ujung investasi yang sama.

d. Investor membuat keputusan investasi berdasarkan keuntungan diharapkan portofolio dan standar deviasi keuntungan.

e. Semua investor mempunyai pengharapan secara umum yang sama. f. Asset bebas risiko wujud dan sedia ada bagi semua investor untuk

tujuan meminjam dan memberi pinjaman.

Bodie et al. (2006) menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern.


(39)

Capital Asset Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Walaupun Capital Asset Pricing Model belum dapat dibuktikan secara empiris, Capital Asset Pricing Model sudah luas digunakan karena Capital Asset Pricing Model akurasi yang cukup pada aplikasi penting.

Capital Asset Pricing Model mengasumsikan bahwa para investor adalah perencana pada suatu periode tunggal yang memiliki persepsi yang sama mengenai keadaan pasar dan mencari mean-variance dari portofolio yang optimal. Capital Asset Pricing Model juga mengasumsikan bahwa pasar saham yang ideal adalah pasar saham yang besar, dan para investor adalah para price-takers, tidak ada pajak maupun biaya transaksi, semua aset dapat diperdagangkan secara umum, dan para investor dapat meminjam maupun meminjamkan pada jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga tetap yang tidak berisiko (fixed risk free rate). Dengan asumsi ini, semua investor memiliki portofolio yang risikonya identik.

Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa dalam keadaan ekuilibrium, portofolio pasar adalah tangensial dari rata-rata varians portofolio. Sehingga strategi yang efisien adalah passive strategy. Capital Asset Pricing Model berimplikasi bahwa premium risiko dari sembarang aset individu atau portofolio adalah hasil kali dari risk premium pada portofolio pasar dan koefisien beta.


(40)

return) oleh investor untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh saham tersebut. Dalam hal ini risiko yang diperhitungkan hanyalah risiko sistematis (systematic risk) atau risiko pasar yang diukur dengan beta. Sedangkan risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) tidak relevan, karena risiko ini dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi.

Menurut teori CAPM tingkat pendapatan yang diharapkan dari suatu sekuritas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

E (Ri) = RF + βi [ E(RM)-RF] Dimana :

E(Ri) = Tingkat pendapatan yang diharapkan dari sekuritas i yang mengandung risiko.

RF = Tingkat pendapatan bebas risiko.

E(RM) = Tingkat pendapatan yang diharapkan dari portofolio pasar.

βi = Tolak ukur risiko yang tidak bisa terdiversifikasi dari berharga yang ke-i.

Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, bisa digunakan

market model. Rumus dari persamaan market model adalah sebagai berikut:

Ri = αi + βi RM + ei Dimana :

Ri = Tingkat pendapatan sekuritas i RM = Tingkat pendapatan indeks pasar


(41)

βi = Slope (beta)

αi = Intersep

ei = random residual error

Pendapatan sesungguhnya (actual return) adalah pendapatan yang telah diterima para investor dari selisih harga saham pada periode t dengan harga saham pada periode t-1.

Pendapatan yang diharapkan (expected return) adalah pendapatan masing-masing saham yang diharapkan oleh para investor pada masa yang akan datang, yang diukur dengan menggunakan model CAPM.

Pendapatan pasar (market return) adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode t dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode t-1 di Bursa Efek Indonesia.

Hubungan formal antara risiko dan tingkat keuntungan dalam investasi aset keuangan dinyatakan dengan garis pasar, yang terdiri atas dua jenis, yaitu :

a. Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line – SML)

Hubungan antara risiko yang diukur dengan beta dengan

return yang disyaratkan ditujukan oleh garis pasar sekuritas (SML). Dalam hal ini jika beta suatu saham dapat diukur dengan tepat, maka dalam keadaan equilibrium required return juga dapat diperkirakan. Penaksirannya didasarkan pada hasil investasi beban risiko ditambah dengan premi risiko pasar dikalikan dengan beta. Dengan demikian


(42)

SML dapat dirumuskan sebagai berikut : SML = Rf + (Rm –Rf) β

Dimana :

SML = Garis pasar sekuritas

Rf = Return saham atas investasi bebas risiko

β = Kepekaan atas return saham i terhadap expected return

market

Rm-Rf = Premi risiko pasar

Beta (β) merupakan risiko yang berasal dari hubungan antara

return suatu saham dengan return pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi beta:

1) Cyclicality, yaitu seberapa jauh suatu perusahaan dipengaruhi perubahan kondisi makroekonomi. Semakin peka terhadap kondisi, maka beta akan semakin tinggi.

2) Operating leverage, yaitu proporsi dari biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap.

3) Financial leverage, yaitu proporsi penggunaan utang dalam struktur pembiayaan perusahaan.

Koefisien beta dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

β = N (Σxy) – (Σx) (Σy) N (Σx2) – (Σx)2

Semakin besar koefisien beta, maka akan semakin peka excess return suatu saham terhadap perubahan excess return portofolio pasar, sehingga saham itu akan semakin berisiko. Dengan demikian dapat


(43)

dikatakan bahwa, tingkat return portofolio ditentukan oleh risiko sistematis atau risiko pasar yang diukur dengan beta dan tingkat return

pasar.

Atau dapat dinyatakan dengan rumus Bodie et al. (2006:385):

Βi = Cov (Ri.Rm) Var (Rm)

keterangan:

βI = Beta saham Cov = Covarian

Var = Varians

Ri = Return saham Rm = Return Pasar

b. Garis Pasar Modal (Capital Market Line-CML)

Dalam penjelasan sebelumnya diketahui bahwa SML merupakan garis yang menghubungkan beta atau risiko pasar dengan

required return untuk semua saham, baik yang efisien maupun yang tidak efisien. Sedangkan garis pasar modal (CML) merupakan garis yang menghubungkan antara risiko total yang diukur dengan standar deviasi (σ) dengan return yang disyaratkan (required return) portofolio yang efisien saja.

Hubungan risiko total dengan imbalan yang disyaratkan (required return) pada investasi yang efisien dinyatakan sebagai CML dan dirumuskan sebgai berikut :


(44)

CML = Rf + (Rm – Rf) SDp SDm

Dimana :

CML = Garis pasar modal

Rf = imbalan atas investasi bebas risiko SDm = Standar deviasi (total risk) pasar SDp = Standar deviasi (total risk) portofolio Rm-Rf = Premi risiko pasar

2. Arbitrage Pricing Theory (APT)

Capital Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut sebagai

Arbitrage Pricing Theory (APT). Menurut Robert Ang (1997:214), APT (Arbitrage Pricing Theory)menggunakan return dari suatu aset (sekuritas) yang dikaitkan dengan beberapa faktor yang dikaitkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi pasar. APT ini digunakan untuk memprediksi harga suatu saham di masa yang akan datang. Ross dalam Bodie et al. (2006:446), APT didasarkan pada tiga proporsi, yaitu:

a. Imbal hasil sekuritas dapat dijelaskan dengan sebuah model faktor. b. Terdapat cukup banyak sekuritas untuk menghilangkan risiko istimewa

dengan diversifikasi.

c. Pasar sekuritas yang berfungsi tidak baik tidak memugkinkan terjadinya peluang arbitrase secara terus menerus.


(45)

menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang memepunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda. Apabila aktiva yang karakteristik sama tersebut terjual dengan harga yang berbeda, maka akan dapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli aktiva yang berharga murah pada saat yang sama menjual dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko. Arbritrage Pricing Theory (APT) tidak menggunakan asumsi apapun tentang portofolio pasar. APT hanya mengatakan bahwa tingkat keuntungan suatu saham dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang jumlahnya bisa lebih dari satu.

Seperti halnya CAPM, teori pembentukan harga arbitrase (Arbitrage Pricing Theory-APT) menekankan bahwa tingkat keuntungan yang diharapakan tergantung pada pengaruh faktor-faktor makro ekonomi dan tidak oleh risiko unik. Kita bisa menganggap faktor-faktor yang ada pada APT adalah portofolio-pertofolio khusus yang cenderung dipengaruhi oleh pengaruh bersama. Daya tarik APT adalah bahwa kita tidak perlu mengidentifikasikan market portfolio (yang diperlukan untuk menghitung beta dalam CAPM) disamping itu APT memungkinkan penggunaan lebih dari satu faktor untuk menjelaskan tingkat keuntungan yang diharapkan.

Menurut Reilley dalam Muhammad Madyan (2004:6), APT menggambarkan hubungan antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan


(46)

menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah:

a. Pasar Modal dalam kondisi persaingan sempurna,

b. Para Investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan kepastian,

c. Hasil dari proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap sebagai K model faktor.

Dari asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k faktor risiko. Dengan demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ri,t = ai + bi1F1t + bi2 F2t + … …+ bik Fkt + eit Dimana:

Ri,t = Tingkat pendapatan sekuritas i pada periode t ai = Konstanta

bik = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k Fkt = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan

eit = random error.

Untuk menghitung pendapatan sekuritas yang diharapkan pada model APT dapat digunakan rumus sebagai berikut:

E(Ri,t) = ai + bi1F1t + bi2 F2t + … …+ bik Fkt Keterangan:


(47)

periode t ai = Konstanta

bik = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k pada periode t

Fkt = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan pada periode t eit = random error

Menurut Bodie et al. (2006:456), APT adalah model yang sangat menarik. Ini tergantung pada asumsi bahwa keseimbangan rasional di pasar modal akan menghilangkan peluang arbitrage. Pelanggaran terhadap hubungan pembentukan harga dalam APT akan menyebabkan tekanan yang sangat kuat untuk mengembalikan harga meskipun hanya sedikit sekali investor yang menyadari adanya ketidakseimbangan tersebut. Selanjutnya, APT menghasilkan hubungan antara imbal hasil yang diharapkan dengan beta yang menggunakan portofolio yang terdiversifikasi dengan baik yang prakteknya dapat dibentuk dari sejumlah besar sekuritas.

Menurut Ahmad Rodoni dan Othman Yong (2002:171), APT sebenarnya adalah berasaskan CAPM, tetapi ia telah mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keuntungan sekuritas memandang dunia jadi semakin kompleks. Faktor-faktor ini akan memberi kesan yang berlainan kepada sekuritas yang berlainan. Jadi, bagi sekuritas i dalam jangka waktu t, keuntungannya dapat diwakili oleh kombinasi antara pengharapan keuntungan seimbang dan faktor-faktor yang


(48)

mempengaruhinya. Pengharapan keuntungan seimbang ini adalah ditentukan oleh permintaan dan penawaran sekuritas perusahaan. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi keuntungan sekuritas adalah terdiri dari faktor-faktor makro dan mikro. Contoh faktor-faktor makro ialah seperti inflasi, politik, tingkat bunga, dan lain-lain .

E. Variabel-variabel Makroekonomi

Menurut Mankiw (dalam Widayanti, 2007:14), makroekonomi adalah studi mengenai perekonomian secara keseluruhan. Sedangkan menurut Case dan Fair dalam Widayanti (2007:15), makroekonomi membahas agregat seperti konsumsi agregat dan investasi agregat, melihat tingkat harga keseluruhan dan bukan harga individual. Perhatian utamanya inflasi, pertumbuhan keluaran, pendapatan nasional, dan pengangguran.

1. Inflasi

Menurut Sasana (dalam Widayanti, 2007:19), Inflasi adalah Keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan barang dalam perekonomian suatu negara secara keseluruhan.

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang berkaitan dengan dampaknya terhadap makro ekonomi agregat, pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga dan bahkan distribusi pendapatan. Inflasi juga sangat barperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal. Tingkat harga merupakan

opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang aset finansial. Semakin tinggi perubahan tingkat harga maka makin tinggi pula


(49)

opportunity cost untuk memegang aset finansial. Artinya masyarakat akan merasa lebih beruntung jika memegang aset dalam bentuk rill dibandingkan aset finansial jika tingkat harga tetap tinggi. Jika aset finansial luar negeri dimasukkan sebagai salah satu pilihan aset, maka perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dan internasional dapat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi

overvalued dan pada gilirannya akan menghilangkan daya saing komoditas Indonesia.

Menurut Sukirno dalam Widayanti (2007:20), dalam ilmu ekonomi, inflasi memang selalu terjadi. Kenaikan harga barang lebih baik daripada penurunan harga barang, karena akan memicu produsen untuk menghasilkan lebih banyak barang. Yang harus dikendalikan adalah berapa besar nilai inflasinya, agar jangan sampai mengganggu daya beli masyarakat. Untuk mengukur tingkat inflasi, indeks harga yang digunakan adalah indeks harga konsumen. Indeks harga konsumen adalah indeks harga dan barang-barang yang selalu digunakan para konsumen. Akibatnya suatu perekonomian dalam masa inflasi terdapat kecendrungan di antara pemilik modal untuk menggunakan uangnya dalam investasi bersifat spekulatif dan tingkat harga meningkat sehingga dapat mengurangi investasi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi masa depan. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya


(50)

nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi merupakan permasalahan perekonomian dalam bidang moneter yang ditakuti oleh semua negara. Inflasi tidak akan memilih sasarannya apakah itu negara maju atau pun negara berkembang. Perbedaannya hanya pada tingkat inflasi yang dialami. Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda-beda tetapi semuanya mempunyai makan sama yaitu membicarakan mengenai barang kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus menerus. Dengan kata lain inflasi diartikan sebagai suatu kecenderungan terjadinya kenaikan harga-harga umum secara terus menerus.

Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi dapat dibedakan atas domestic pressures (berasal dari dalam negeri) dan external pressures (berasal dari luar negeri). Tekanan yang berasal dari dalam negeri dapat diakibatkan oleh adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan serta kebijakan yang diambil oleh instansi lain di luar BI, misalnya kebijakan penghapusan subsidi pemerintah, kenaikan pajak, dan lain-lain. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul apabila terjadi musim kering yang


(51)

mengakibatkan gagal panen, terjadinya bencana alam, gangguan distribusi tidak lancar dan adanya kerusuhan-kerusuhan sosial yang berakibat terputusnya pasokan dari luar daerah. Gangguan dari sisi permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter menerapkan kebijakan uang longgar.

Inflasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

untuk mengukur pertumbuhan inflasi dapat digunakan formula sebagai berikut:

pinflasi = (inflasi t – inflasi t-1) inflasi t-1

Keterangan:

P inflasi = perubahan tingkat inflasi inflasi t = tingkat inflasi pada periode ke-t

inflasi t-1 = tingkat inflasi pada periode sebelum ke-t

Dari segi penyebab awal inflasi, inflasi dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai

barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand pull inflation. b. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi secara terus-menerus. Inflasi ini disebut dorongan ongkos atau cost push inflation.


(52)

c. Inflasi permintaan dan penawaran, inflasi ini disebabkan kenaikan permintaan di satu sisi dan penurunan penawaran di sisi lain. Kejadian ini akan menjadi penyebab timbulnya karena orang yang menginginkan barang bertambah sedangkan orang yang mau menjual barang berkurang.

2. Suku Bunga SBI

Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak, konsumsi masyarakat yang tinggi diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga yang tinggi diharapkan uang yang beredar berkurang karena masyarakat akan menginvestasikan uangnya di tabungan pada bank yang menggunakan tingkat suku bunga tersebut sebagai alat untuk mengendalikan jumlah uang beredar (Widayanti, 2007:17).

Adapun cara untuk menghitung suku bunga SBI adalah sebagai berikut :

pSBI = SBI rate t

12 Keterangan:

pSBI rate = perubahan suku bunga BI rate


(53)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan instrumen investasi jangka pendek (kurang dari satu tahun) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yang fungsi utamanya adalah untuk menjaga stabilitas moneter Indonesia.

Dengan menerbitkan SBI (yang dilakukan melalui mekanisme lelang), maka BI dapat menyerap likuiditas (uang yang beredar di masyarakat), sehingga nilai tukar rupiah dapat dikendalikan. Biasanya pembeli SBI itu mayoritas adalah kalangan investor asing dan korporasi, seperti dana pensiun, asset management, asuransi, dan lain-lain.

Dampak dari tingkat bunga yang tinggi adalah menurunnya harga saham karena dengan meningkatnya suku bunga, maka masyarakat akan lebih memilih investasi dalam bentuk tabungan atau deposito daripada menginvestasikan pada saham.

3. Kurs (Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar)

Menurut Sadono Sukirno dalam Fauzan (2007), kurs (nilai tukar) atau valas adalah suatu nilai yang menunjukkan mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan suatu unit mata uang asing. Sedangkan menurut Husnan dalam Fauzan (2007), menyatakan bahwa kurs valas di Indonesia biasanya dinyatakan sebagai berapa rupiah yang diperlukan oleh bank untuk membeli satu untuk mata uang (kurs beli) dan berapa rupiah yang akan diterima kalau menjual satu unit mata uang asing (kurs jual).


(54)

sebagai berikut:

pKurs = (Kurs tengah t – Kurs tengah t-1) Kurs tengah t-1

Keterangan:

pKurs = perubahan kurs

Kurs tengah t = kurs tengah periode ke-t

Kurs tengaht-1 = kurs tengah sebelum periode ke-t

Nilai sebuah mata uang, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tergantung pada daya tarik mata uang tersebut di pasar. Jika permintaan akan sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian akibat laju inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan, dapat juga mengakibatkan nilai sebuah mata uang yang stabil jatuh, karena para investor lebih memilih menukarkan uangnnya ke mata uang lain yang dianggap lebih stabil. Yang dimaksud dengan kurs valuta asing adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain.

Kurs valuta asing adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain. Nilai kurs terbagi menjadi dua, yaitu kurs jual dan kurs beli. Kurs jual adalah harga jual valuta asing atau bank atau

money changer. Kurs beli adalah kurs yang diberlakukan bank apabila bank membeli valuta asing.

4. Jumlah Uang Yang Beredar


(55)

bantu pembayaran, hingga saat ini telah terjadi evolusi dalam sistem pembayaran. Perkembangan cara masyarakat untuk melakukan pembayaran dalam transaksi ekonomi akan mempengaruhi makna uang di masa-masa yang akan datang. Uang beredar terdiri atas tiga jenis yaitu: a. Uang kartal, (logam dan kertas) yang ada di tangan masyarakat (di

luar bank umum) dan siap dibelanjakan, setiap saat dikeluarkan oleh bank sentral.

b. Uang giral, yaitu uang di rekening giro (demand deposits) yang diciptakan oleh bank-bank umum atau dikenal BPUG (Bank umum Pencipta Uang Giral).

c. Uang kuasi, yaitu uang dalam bentuk tabungan (saving deposits) dan deposito berjangka (time deposit) yang dikeluarkan oleh bank-bank umum.

Adapun jenis-jenis uang beredar di Indonesia terdiri dari dua macam:

a. Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter (bank sentral dan bank umum) terhadap sektor swasta domestik (penduduk) meliputi uang kartal (C) dan uang giral (D).

b. Uang beredar dalam arti luas (M2) disebut juga Likuiditas Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik meliputi M1 ditambah uang kuasi (T).

Untuk menghitung jumlah uang yang beredar dapat menggunakan rumus sebagai berikut :


(56)

pJUB = (JUB t – JUB t-1)

JUB t-1

Keterangan:

pJUB = perubahan jumlah uang yang beredar JUB t = jumlah uang yang beredar periode ke-t JUB t-1 =jumlah uang yang beredar sebelum periode

ke-t

Mekanisme penciptaan uang yaitu, Terdiri dari tiga pelaku, yaitu: bank sentral, bank umum dan sektor swasta domestik. Interaksi terjadi antara penawaran uang oleh sistem moneter dan permintaan uang oleh sektor swasta domestik. Penciptaan uang primer oleh otoritas moneter. Uang primer/inti (M0) adalah uang kartal dan simpanan giro bank umum. Disebut primer / inti karena jenis uang ini merupakan inti atau biang dalam proses penciptaan uang beredar (C, D, dan T). Uang kartal adalah uang primer tetapi tidak semua uang primer adalah uang kartal.

Uang memiliki peranan yang berarti dalam perekonomian, perkembangan perekonomian dapat diamati dari dua sektor yang saling terkait yaitu sektor riil (pasar barang dan jasa) dan sektor moneter (pasar uang). Aliran uang sebanding dengan aliran barang dan jasa.

F. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian empiris dalam penerapan multi-factor CAPM dengan menggunakan beta dan faktor fundamental sebagai faktor pengukur risiko telah dilakukan diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Banz (1981) yang menguji ukuran perusahaan sebagai faktor fundamental;


(57)

Rosenberg, Reid, and Lainstein (1985) yang menguji ratio of book-to-market value; Chan, Hamao, and Lakonnishock (1991) yang menguji faktor makro dan price to earnings ratio. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Sudarto, dkk (1999) dengan menggunakan variabel beta saham dan Debt Equity Ratio (DER), demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2000) dengan melakukan penambahan nilai saham yang beredar. Pengujian oleh Black, Jansen dan Schooles, juga oleh Fama dan MacBeth menggabungkan saham-saham menjadi portofolio untuk menaksir beta tiap-tiap portofolio, kemudian melakukan regresi cross sectional antara rata-rata

return dengan beta tiap-tiap portofolio.

Ada juga pengujian yang menggunakan surat-surat berharga individual, misalnya oleh Linzerberger, Ramaswamy dan Gibbons. Hasil pengujian tersebut rata-rata membuktikan bahwa:

1. Intersep CAPM secara signifikan tidak sama dengan tingkat bebas risiko, hal ini membuktikan bahwa zero beta CAPM lebih berlaku di dunia nyata. 2. Kemiringan atau slope dari persamaan CAPM ternyata lebih rendah

daripada yang diramalkan (Rm-Rf).

3. Tidak ada bukti bahwa hubungan antara risiko sistematis dan return tidak linear, hal ini masih sesuai dengan spesifikasi CAPM.

4. Faktor-faktor selain beta ternyata berperan di dalam menerangkan return

surat berharga, misalnya P/E rasio, besar kecilnya perusahaan, jenis perusahaan, musiman dan sebagainya.


(58)

1990 yaitu dengan menggunakan metode yang sama dengan Black, Jensen, Scholes pada tahun 1972, hasilnya adalah banyak beta yang signifikan secara statistik dan standar CAPM tidak berlaku di BEJ, tetapi yang berlaku adalah

zero beta CAPM.

Budi Harsono Lim (2005) melakukan studi empiris yang didasarkan pada metode pengujian CAPM yang diajukan Lintner (1965) dan Fama dan MacBeth (1973). dalam pengujian hubungan risiko dan tingkat pengembalian dengan metode Lintner, selain menggunakan metode yang diajukan, juga mengelaborasi beberapa kritik Miller dan Shcoles yang menyatakan bahwa metode Lintner tersebut menyebabkan bias pada hasil yang ditemukan. Replikasi terhadap metode Fama dan MacBeth menggunakan pendekatan portofolio untuk memperoleh estimasi beta yang lebih akurat. Dengan menggunakan risiko portofolio tersebut, beliau melakukan pengujian hubungan tehadap risiko tingkat pengembalian bulan per bulan untuk mengamati relevansi risiko dan efisiensi pasar. secara keseluruhan, temuan empiris yang diperoleh menunjukan bahwa beta adalah relevan sebagai risiko sistematis dan kompensasi atas risiko tersebut adalah positif. Selain itu terbukti bahwa model dua faktor Black lebih mampu menggambarkan hubungan risiko tingkat pengembalian yang terjadi. Temuan dengan menggunakan metode Lintner menunjukkan bahwa:

1. Beta adalah relevan dan terdapat price of risk positif, 2. Risiko residual tidak relevan, dan


(59)

adalah negatif.

Ima Suryani (2003) melakukan pengujian empiris konsistensi CAPM di Pasar Modal Indonesia Periode 1999-2001 dengan menentukan korelasi antara E(Ri) dan Ri. dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa CAPM konsisiten di Pasar Modal Indonesia dan menyarankan agar investor, emiten, BAPEPAM dan peneliti selanjutya menggunakan CAPM sebagai landasan teori.

Moch. Taufik Riantoso (2000) telah menguji aplikasi model CAPM dan portofolio saham untuk mempelajari risiko dan keuntungan daham pasar modal sebagai alternatif pengelolaan investasi yang semakin menguntungkan dan membawa kita untuk menganalisa bagaimana investasi saham harus dilakukan dengan mengamati risiko dan return saham. Pendekatan dilakukan dengan menggunakan model CAPM dan teori portofolio, untuk menganalisa risiko dan return saham, dan dengan metodologi tertentu diharapkan memenuhi tujuan penelitian dengan menghasilkan keputusan dan rencana strategi yang baik. pengamatan dilakukan terhadap 12 saham yang termasuk dalam BI-40 dengan mengambil data kegiatan usaha, finansial dan data harga saham yang lalu. Data harga saham yang telah diolah digunakan untuk mengulas dan menganalisa saham. Data-data yang telah diolah tersebut dianalisa dengan model CAPM tentang pola pergerakan saham, bagaimana hubungannya dengan harga pasar dan kemudian melalui teori portofolio dicoba menggabungkan beberapa saham untuk memperkecil risiko. Kemudian, setelah dilakukan penelitian terhadap 12 saham tersebut,


(60)

disimpulkan bahwa investasi saham tidak dianjurkan untuk investasi jangka panjang dan disarankan dilakukan dengan investasi jangka pendek (transaksi harian atau mingguan).

Lain halnya dengan CAPM, model APT menggambarkan beragam tingkat sensitivitas terhadap berbagai variabel sistematis. Model APT pertama kali dikembangkan oleh Ross yang merupakan bentuk pengembangan dari CAPM. Beberapa penelitian empiris dalam penerapan model APT juga telah dilakukan diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Chan, Rol, dan Ross (1986) yang menggunakan empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu tingkat inflasi, premi risk-default , dan suku bunga. Selain itu, Berry, Burneister, dan McElroy (1988) yang menggunakan variabel risk-default, tingkat bunga, inflasi, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan risiko residual.

Dalam penelitiannya, Eko (2000) mencoba untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suku bunga clan inflasi dalam mempengaruhi imbal hasil saham sektoral clan untuk melihat sektor-sektor manakah yang menarik sebagai tempat investasi saham apabila terjadi perubahan-perubahan pada suku bunga clan inflasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data suku bunga SBI dan inflasi sebagai variabel bebas dan imbal hasil saham-saham sektoral sebagai variable tak bebas. Analisis dilakukan untuk dua periode waktu, yaitu sebelum krisis moneter (Januari 1996-Juni 1997) dan saat krisis ekonomi.


(61)

Pada tahun 2002, Rahmat Sudarsono meneliti tentang Analisis Multifaktor Dalam Penentuan Return Saham : Pengujian Presifikasi Arbitrage Pricing Theory (APT) Dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Dan Model Fama-French Di Bursa Efek Jakarta. Pada pengujian multifaktor APT variabel-variabel atau faktor-faktor risiko yang dianalisis adalah tingkat suku bunga SBI, Deposito Bank Pemerintah, deposito Bank Umum, Deposito Bank Asing, Tingkat Bunga Internasional (SIBOR, LIBOR, suku bunga Amerika Serikat dan Jerman), jumlah uang beredar, Tingkat return pasar saham domestik (IHSG), tingkat return pasar saham internasional (DJIA,S&P 500, Nikkei, dan Hangseng), kurs valuta asing (USD), inflasi (Indeks Harga Konsumen), Pertumbuhan Industri (Indeks pertumbuhan industri menengah dan sedang), market capitalization emiten, B/M ratio, dan P/E ratio.

Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan meneliti mengenai Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model Dan

Arbitrage Pricing Theory Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Manufaktur Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan APT baik sebelum dan semasa krisis ekonomi. Adapun penelitiannya yang lain dengan menggunakan model yang sama namun variabel independennya berbeda, yaitu Perbandingan Keakuratan CAPM Dan APT Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Industri Perbankan Dan Lembaga Keuangan Selain Bank Baik Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi Di Bursa Efek Jakarta yang menghasilkan bahwa CAPM lebih akurat dalam


(62)

memprediksi return saham dibandingkan dengan APT baik semasa ataupun sebelum krisis.

G. Perumusan Hipotesis

Ho : Tidak terdapat perbedaan kekuratan yang signifikan antara CAPM dan APT dalam memprediksi return saham LQ-45. Ha : Terdapat perbedaan keakuratan yang signifikan antara


(63)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran H. Kerangka Pemikiran

CAPM APT

Variabel-variabel makroekonomi

Jumlah Uang beredar Inflasi Suku

bunga SBI

Kurs Model untuk Mengestimasi Return Saham LQ-45

Return saham LQ-45 yang sesungguhnya

MADCAPM MADAPT

Uji beda 2 rata-rata MAD dengan menggunakan tabel t student Pendapatan bebas

risiko

Pendapatan pasar

Beta (β)

Return saham LQ-45 yang diharapkan Return saham LQ-45

yang diharapkan


(64)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah perubahan tingkat suku bunga SBI untuk mencari return asset bebas risiko, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) untuk mencari return pasar, perubahan tingkat inflasi, M1 untuk mengetahui pertumbuhan uang yang beredar, serta nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika. Selain itu dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah return saham perusahaan-perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari januari 2004 sampai dengan desember 2007. Semua data yang diambil adalah data bulanan seperti dalam penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan (2004).

B. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode

non-probability sampling yaitu dengan teknik pengambilan sampel proposive sampling. Ini merupakan suatu metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti karakter-karakter sampel yang sudah diketahui. Adapun kriteria-kriteria sampel yaitu sebagai berikut: a. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam LQ-45 di Bursa Efek

Indonesia yang mempunyai data keuangan yang lengkap dan dapat diandalkan kebenarannya pada tahun 2004-2007.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 7 : Two-Sample T-Test and CI: APT, CAPM

Two-sample T for APT vs CAPM

N Mean StDev SE Mean APT 14 0.502 0.631 0.17 CAPM 14 0.0799 0.0223 0.0060

Difference = mu (APT) - mu (CAPM) Estimate for difference: 0.422129

95% CI for difference: (0.075054, 0.769203)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.50 P-Value = 0.019 DF = 26 Both use Pooled StDev = 0.4467


Dokumen yang terkait

Perbandingan Metode Capm Dan Apt Dalam Menghitung Return Saham Jii

7 57 130

ANALISIS RETURN SAHAM SEKTOR PROPERTI DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2009-2013 MENGGUNAKAN MODEL ARBITRAGE PRICING THEORY (APT)

5 56 62

ANALISIS KOMPARATIF CAPITAL ASSET PRICING MODEL DENGAN ARBITRAGE PRICING THEORY DALAM MEMPREDIKSI RETURN DAN RISIKO SAHAM (Studi pada Perusahaan Food and Baverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015)

4 12 80

Perbandingan Keakuratan Capital Assets Pricing Model (CAMP) Dengan Arbitrage Pricing Theory (APT) Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Pada Perusahaan Logam Dan Baja Yang Terdaftar Di Bei

2 21 107

ANALISIS CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) PADA PERUSAHAAN YANG TERMASUK ANALISIS CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) PADA PERUSAHAAN YANG TERMASUK DALAM LQ 45 DI BURSA EFFEK JAKARTA

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN ANALISIS CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) PADA PERUSAHAAN YANG TERMASUK DALAM LQ 45 DI BURSA EFFEK JAKARTA PERIODE 2003-2005.

0 0 8

PERBANDINGAN RETURN SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT).

4 21 50

PERBANDINGAN RETURN SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) - repository UPI S MAT 1006661 Title

0 1 3

View of KEAKURATAN METODE CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAMP) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) DALAM MEMPREDIKSI RETURN SAHAM PADA BANK PERSERO (BUMN) DI INDONESIA

0 0 10

PERBANDINGAN KEAKURATAN CAPITAL ASSETS PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING THEORY (APT) DALAM MENENTUKAN PILIHAN BERINVESTASI PADA SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII)

0 1 27