Dasar Hukum Bagi Tukang Gigi

41 Akan tetapi berdasarkan kenyataan yang ada bahwa tukang gigi menjalankan pekerjaannya tidak hanya berdasarkan kewenangannnya saja, banyak ahli gigi yang melakukan tindakan medis yang seharusnya dilakukan oleh tanaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini yaitu dokter gigi. Oleh karena itu untuk melindungi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871MENKESPERIX2011. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871MENKESPERIX2011, dasar hukum tukang gigi untuk melakukan praktik pelayanan kesehatan gigi dihapuskan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871MENKESPERIX2011 berisi tentang pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339MENKESPERV1989 tentang Pekerjaan Tukang gigi. Pertimbangan dikeluarkannya peraturan tersebut bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan bukan merupakan kewenangan tukang gigi. Yang menjadi dasar penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871MENKESPERIX2011 berisi tentang pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339MENKESPERV1989 tentang Pekerjaan Tukang gigi yaitu Pasal 73 Ayat 2 dan pasal 78 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Pada Pasal 73 ayat 2 UU Praktik Kedokteran dinyatakan bahwa, Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi danatau 42 surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah. Serta Pasal 78 UU Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah adalah tukang gigi . Berdasarkan kedua pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan tukang gigi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat merupaka suatu tindakan pidana. Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871MENKESPERIX2011, Hamdani Prayogo salah satu tukang gigi mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran kepada Mahkamah Konstitusi MK, yang kemudian pada tanggal 15 Januari 2013, MK memutuskan mengabulkan Permohonan pengujian Pasal 73 Ayat 2 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam pertimbangannya MK mengemukakan, penyimpangan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh tukang gigi ataupun juga karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh tukang gigi dalam menjalankan pekerjaannya dapat diselesaikan melalui pembinaan, perizinan, dan pengawasan 43 oleh Pemerintah. Pembinaan dimaksudkan agar tukang gigi mempunyai pengetahuan dasar ilmu kedokteran gigi sehingga dapat menjalankan pekerjaan sesuai ketentuan yang berlaku, pengawasan dimaksudkan untuk mengontrol pekerjaan tukang gigi agar menjalankan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah. Menurut MK, profesi tukang gigi dapat dimasukkan atau dikategorikan dalam satu jenis pelayanan kesehatan tradisional Indonesia yang harus dilindungi oleh Negara dalam suatu peraturan tersendiri. Dengan keputusan MK tersebut, tukang gigi tidak dapat langsung menjalankan pekerjaannya melainkan hanya tukang gigi yang mendapatkan izin dari pemerintah saja yang dapat membuka praktik. Tukang gigi yang mendapat izin dari pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah mereka yang telah mendapatkan izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53DPKIK1969 dan diperpanjang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339MenkesPer1989. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53DPKIK1969 menetapkan bahwa sejak tahun 1969 tidak dikeluarkan izin baru, sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339MenkesPer1989 hanya mengatur untuk meneruskan izin yang sudah ada. Kewenangan Tukang gigi sendiri tetap hanya sebatas membuat gigi tiruan lepasan dari arkilik sebagian atau penuh dan membuat gigi tiruan lepasan, sedangkan larangan pemasangan kawat gigi, penambalan dan pencabutan gigi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 339MENKESPERV1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi tetap diberlakukan. 44

3. Hak dan Kewajiban Tukang Gigi

Hak-hak tukang gigi sebagai pelaku usaha ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah : 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan, dibudang hukum kesehatan kondisi dan nilai tukar dari jasa kesehatan tidak dapat diperjanjikan, tenaga kesehatan hanya memberikan upaya terbaik. 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad tidak baik, misalnya konsumen yang menolak untuk dibeli. 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan, misalnya setelah adanya putusan pengadilan bahwa pelaku usaha tidak bersalah ia berhak atas permintaan maaf secara terbuka oleh konsumen. Sementara kewajiban dari tukang gigi terhadap konsumennya adalah sebagai berikut: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, 45 dan pemeliharaan, tukang gigi harus memberikan penjelasan dengan benar, jelas, dan jujur kepada konsumen mengenai kompetensi dan kewenangan yang dimilikinya. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, misalnya tidak membeda-bedakan pelayanan kepada konsumen berdasarkan suku, agama, ras atau jenis kelamin. 4. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian, apabila konsumen oleh karena pelayanan yang diberikan tergangu fungsi kesehatannya maka tukang gigi terkait yang harus meberikan kompensasi dan ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang diderita oleh konsumen. 23

4. Hak dan Kewajiban Konsumen Tukang gigi

Hak dan kewajiban konsumen terkait dengan praktik tukang gigi ditinjau dari Undang-Undang Perllindungan Konsumen yaitu: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa, konsumen penerima jasa dari tukang gigi dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika dari gigi dan mulut, atas jasa yang diberikan maka konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan selama menerima jasa dari tukang gigi. 2. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. Dalam hukum kesehatan hukum kesehatan hak atas 23 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan kosumen. 46 informasi yang benar, jelas, dan jujur dapat berupa informasi mengenai kompetensi dan kewenangan dari tenaga kesehatan yang menangani pasien tersebut apakah kompetensi dan kewenangan dari tenaga kesehatan yang menangani kesehatan tersebut sesuai dengan pelayanan kesehatan yang diberikan atau tidak. 3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan, apabila konsumen memiliki keluhan selama menerima jasa dari tukang gigi maka konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya. 4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya peyelesaian sengketa perlindungan konsumen dan dapat mengajukan ke pengadilan pengadilan perdata maupun pidana. 5. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, misalnya informasi dan pembinaan LPKSM bagi konsumen. 6. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, setiap orang yang datang ke tukang gigi memiliki hak yang sama untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak didiskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, atau golongannya. 7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sebagaimana mestinya, misalnya konsumen mengalami ganguan kesehatan akibat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tukang gigi maka konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi danatau ganti rugi dari tukang gigi sebagai pelaku usaha.

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN BARANG DAN JASA YANG TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIJANJIKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 1

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

1 4 136

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

0 1 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUMPANG JASA ANGKUTAN UMUM KERETA API DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

4 32 119

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM ATAS PANGAN (DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN).

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 33

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN JASA KOLAM RENANG DI KOTA PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 1 18