mendekati sasaran inflasi. Apabila kondisi ini terjadi, maka biaya pengendalian moneter dapat diminimalkan.
Secara teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur channel, yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan, jalur nilai tukar,
jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan ditransmisikan dan berpengaruh ke sektor finansial dan sektor riil setelah
beberapa waktu lamanya lag of monetery policy .
Selain kebijakan moneter yang bersifat “langsung” seperti di atas, bank sentral juga dapat mempengaruhi tujuan akhirnya secara “tidak langsung”, yaitu melalui berbagai regulasi
dan himbauan moral suassion kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Dalam melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan kewenangan dalam menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada i Operasi
Pasar Terbuka open market operation, ii penetapan tingkat diskonto discount rate, iii penetapan Giro Wajib Minimum minimum reserve requirement, dan iv pengaturan
kredit atau pembiayaan.
D. Alasan Perubahan Kerangka Kerja Sebelumnya Base Money Targetting
Sejak dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia mentargetkan base money base money targeting dalam kerangka kebijakan moneternya. Kerangka tersebut tidak terlepas
dari upaya Bank Indonesia untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di perbankan sebagai dampak dari adanya bantuan likuiditas Bank Indonesia sebagai konsekuensi
fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Kerangka kebijakan moneter dengan menggunakan program moneter ini diformalkan sebagai bagian dari program
IMF.
Base money targeting framework didasarkan pada teori kuantitas uang quantity theory of money, yaitu MV=PY
4
. Efektivitas kerangka ini sangat tergantung kepada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu,
framework ini akan berjalan baik apabila i hubungan antara base money dan inflasi stabil, dan ii bank sentral dapat mengendalikan uang kartal.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia menghadapi permasalahan dalam menggunakan framework ini. Hal ini disebabkan oleh :
Hubungan M0 dengan P dan Y tidak stabil, karena terdapat perubahan struktural pasca krisis
5
.
Seolah-olah terdapat dua nominal anchor, yaitu pencapaian sasaran inflasi dan target base money
Respon kebijakan moneter cenderung backward looking.
Cukup sulit mengendalikan base money, karena sebagian besar komponennya terdiri dari uang kartal yang perilakunya lebih dipengaruhi oleh permintaan
demand determined
6
. Berbagai perubahan-perubahan struktural pasca krisis antara lain ditandai dengan :
Penerapan floating exchange rate yang menyebabkan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
Restrukturisasi dan fungsi intermediasi perbankan terkait dengan program rekapitalisasi dan pergeseran portfolio aset dari kredit ke obligasi
Permasalahan sektor riil yang mengakibatkan turunnya permintaan kredit.
Munculnya berbagai inovasi produk perbankan, diantaranya reksadana. Studi di Bank Indonesia menyimpulkan bahwa akibat adanya perubahan struktural di
atas, peran suku bunga menjadi semakin penting dibandingkan dengan uang beredar dalam mempengaruhi inflasi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang dan perubahan
formulasi kerangka kerja kebijakan moneter monetary policy framework Bank Indonesia yang selama ini telah dianut, dari pendekatan yang sifatnya pragmatis eclectic
approach ke dalam suatu framework baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat sound.
E. Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter yang Sehat