Epidominologi Amoebiasis dan Upaya Pencegahannya

EPIDOMINOLOGI AMOEBIASIS DAN UPAYA PENCEGAHANNYA
Drh. RASMALIAH, M.Kes
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
1. SEJARAH
Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan
atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food
Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba,
penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropis
terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek.
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja
disentrai seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan
Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui
hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut.
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica bentuk
kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica
dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu
Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filiphina
membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa entamoeba histolytica
merupakan parasit komensal dalam usus besar.
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan

simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis
intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh
pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik (simptomatik)
maupun yang tidak (asimptomatik).
2. EPIDEMIOLOGI
Amooebasis tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada berbagai
survei menunjukkan frekwensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan langsung
dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah
tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumahrumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.
Sumber infeksi terutama "carrier" yakni penderita amoebiasis tanpa gejala
klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu
perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama.
Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang
terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista.
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat
dan kecoak (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler)
yang menderita sebagai "carrier", sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia
dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak
langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara penularan.
Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak

sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran
atau parit.
Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau
pembantu rumah tangga yang merupakan "carrier", dapat mengkontaminasi
makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.

©2003 Digitized By USU digital library

1

Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang
disebabkan berbagai masalah, antara lain:
1. Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar.
2. Tdak adanya jamban, defikasi disembarang tempat, memungkinkan amoeba
dapat dibawa oleh lalat atau kecoa.
3. Pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau
lipas yang berperan sebagai vektor mekanik.
Pengandung kista yang jumlahnya besar dan penderita dalam keadaan
konvalesensi merupakan bahaya potensial yang merupakan sumber infeksi dan
harus diobati dengan sempurna karena keduanya merupakan masalah kesehatan

yang besar.
Kista dapat hidup lama dalam air (10 -14 hari). Dalam lingkungan yang dingin
dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan terhadap
Khlor yang terdapat dalam air leding dan kista akan mati pada suhu 50° C atau
dalam keadaan kering.
Entamoeba histolytica ini juga menyebabkan Dysenteriae amoeuba, abses
hati dan Giardia lamblia yang banyak ditemukan pada anak-anak. Infeksi juga
ditularkan dalam bentuk kista, sehingga pengandung kista adalah penting dalam
penyebaran penyakit ini.
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi.
Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10
–18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada
berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 -50 % dan berhubungan dengan
sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik
dan subtropik yang sanitasinya jelek.
Di RRC, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 –11,5%, di
Eropa utara 5 -20%, di Eropa Selatan 20 -51 % dan di Amerika Serikat 20%.
Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung
kista. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai
berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-kadang

amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.
3. DAUR HIDUP ENTAMOEBA HISTOLYTICA
Daur hidup E. histolytica sangat sederhana, dimana parasit ini didalam usus
besar akan memperbanyak diri. Dari sebuah kista akan terbentuk 8 tropozoit yang
apabila tinja dalam usus besar konsistensinya padat maka, tropozoit langsung akan
terbentuk menjadi kista dan dikeluarkan bersama tinja, sementara apabila
konsistensinya cair maka, pembentukan kista terjadi diluar tubuh. (Brotowidjoyo,
1987).
Amoebiasis terdapat diseluruh dunia (kosmopolit) terutama didaerah tropik
dan daerah beriklim sedang. Dalam daur hidupya Entamoeba histolytica memiliki 3
stadium yaitu:
1. Bentuk histolitika.
2. Bentuk minuta
3. bentuk kista
Bentuk histolitika dan bentuk minuta adalah bentuk rofozoit. Perbedaan antara
kedua bentuk tropozoit tersebut adalah bahwa bentuk histolytika bersifat fatogen
dan mempunyai ukuran yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika
berukuran 20 – 40 mikron, mempunyai inti entamoeba yang terdapat di endoplasma.
Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata.
Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih seperti daun, di

bentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat. Endoplasma berbutir halus,

©2003 Digitized By USU digital library

2

biasanya tidak mengandung bakteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel
darah merah. Bentuk histolytica ini patogen dan dapat hidup dijaringan usus besar,
hati, paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang
di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya
Entomoeba histolitica (histo= jaringan, lysis = hancur).
Bentuk minuta adalah bentuk pokok esensial, tanpa bentuk minuta daur
hidup tidak dapat berlangsung, besamya 10-20 mikron. Inti entamoeba terdapat di
endoplasma yang berbutir-butir. Endoplasma tidak mengandung sel darah merah
tetapi mengandung bakteri dan sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata, hanya
tampak bila membentuk pseudopodium. Pseudopodium dibentuk perlahan-lahan
sehingga pergerakannya lambat. Bentuk minuta berkembang biak secara belah
pasang dan hidup sebagai komensal di rongga usus besar, tetapi dapat berubah
menjadi bentuk histolitika yang patogen.
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, besamya 10 -20 mikron,

berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entamoeba. Dalam
tinja bentuk ini biasanya berinti 1 atau 2, kadang-kadang terdapat yang berinti 2. Di
endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar, menyerupai lisong dan terdapat
juga vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai
makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda. Pada kista matang, benda
kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Bentuk kista ini tidak
patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif.
Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus
besar manusia, berkembang biak secara belah pasang, kemudian dapat membentuk
dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Dengan
adanya dinding kista, bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar
tubuh manusia.
4. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala klinik dari amoebiasis tergantung daripada lokalisasi dan
beratnya infeksi. Penyakit disentri yang ditimbulkannya hanya dijumpai pada
sebagian kecil penderita tanpa gejala dan tanpa disadari merupakan sumber infeksi
yang penting yang kita kenal sebagai "carrier", terutama didaerah dingin, yang dapat
mengeluarkan berjuta-juta kista sehari. Penderita amoebiasis intestinalis sering
dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak diperut yang samar-samar,
dengan adanya konstipasi, lemah dan neurastenia. Infeksi menahun dengan gejala

subklinis dan terkadang dengan eksaserbasi kadang-kadang menimbulkan terjadinya
kolon yang "irritable" sakit perut berupa kolik yang tidak teratur.
Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1-14 minggu. Dengan adanya
sindrom disentri berupa diare yang berdarah dengan mukus atau lendir yang disertai
dengan perasaan sakit perut dan tenesmusani yang juga sering disertai dengan
adanya demam. Amoebiasis yang menahun dengan serangan disentri berulang
terdapat nyeri tekan setempat pada abdomen dan terkadang disertai pembesaran
hati. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan menurunnya berat
badan.
Amoebiasis ekstra intestinalis memberikan gejala sangat tergantung kepada
lokasi absesnya. Yang paling sering dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan
metastasis dari mukosa usus melalui aliran sistem portal. Sering dijumpai pada
orang-orang dewasa muda dan lebih sering pada pria daripada wanita dengan gejala
berupa demam berulang, kadang-kadang disertai menggigil, icterus ringan, bagian
kanan diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa sakit sekali pada bahu kanan dan

©2003 Digitized By USU digital library

3


hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan nyeri tekan
intercostal, pleural effusion dengan demam disertai dengan menggigil.
Pada pemeriksaan darah dijumpai lekositosis kadang-kadang amoebiasis hati
sudah lama diderita tanpa tanda-tanda dan gejalanya khas yang sukar didiagnosa.
Infeksi amoeba di otak menunjukkan berbagai tanda dan gejala seperti abses atau
tumor otak. Sayang sekali infeksi seperti ini baru didiagnosa pada autopsi otak.
Amoebiasis ekstra intestinalis ini dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit
setentang hati atau kulit setentang colon atau di tempat lain dengan tanda-tanda
suatu ulkus dengan pinggirnya yang tegas, sangat sakit dan mudah berdarah.
5. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti penderita amoebiasis adalah menemukan parasit didalam tinja
atau jaringan. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan pemeriksaan mikroskopis
atau menemukan parasit dalam biakan tinja sering dijumpai Entamoeba histolytica
bersama-sama dengan kristal Charcot-Leyden. Diagnosis tidak selalu mudah, maka
perlu dilakukan pemeriksaan berulang teristimewa pada kasus menahun. Kegagalan
dapat terjadi dengan teknik yang salah, mencari parasit tidak cukup teliti atau sering
dikacaukan dengan protozoa lain dan sel-sel artefak.
Pemeriksaan tinja dengan sediaan langsung dengan memakai air garam faal,
atau lugol, dengan pengecatan trichrom, hematoksilin (sediaan permanen) atau
dengan metode konsentrasi. Pada umumnya pada tinja encer akan di jumpai bentuk

tropozoit disertai gejala klinik nyata, sedangkan pada tinja padat pada penderita
tanpa gejala terutama pada penderita menahun "carrier" akan dijumpai terutama
bentuk kista.
Bentuk trophozoit dapat dikenal karena gerakannya aktif, ektoplasma yang
berbatas jelas, nukleus dan adanya sel darah merah, cristal Charcot–Letden, yang
dicernakan dan kista-kista dapat dikenali dari bentuknya yang bulat dimana jumlah
inti 1 - 4 dan benda chromatoidnya.
Pemeriksaan serologis, test haemaglutinasi, test presipitin, pemeriksaan
radiologis atau scalhing berperan pada penderita ekstra intestinal amoebiasis.
Aspirasi abses dapat dilakukan dengan menemukan cairan warna coklat dan pada
akhir aspirasi akan ditemukan bentuk tropozoit.
Pada amoebiasis kolon akut biasanya diagnosis klinis ditetapkan bila terdapat
sindrom disentri disertai sakit perut (mules). Biasanya gejala diare berlangsung tidak
lebih dari 10 kali sehari.
Gejala tersebut dapat dibedakan dari gejala penyakit disentri basilaris. Pada
disentri basilaris terdapat sindrom disentri dengan diare yang lebih sering, kadangkadang sampai lebih dari 10 kali sehari, terdapat juga demam dan lekositosis.
Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica
bentuk histolytica dalam tinja.
Amoebiasis kolon menahun biasanya terdapat gejala diare yang ringan
diselingi dengan obstipasi. Dapat juga terjadi suatu eksaserbasi akut dengan sindrom

disentri. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba
histolytica bentuk histolytica dalam tinja.
Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu diulangi 3 hari
berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan untuk menunjang disgnosis.
Proktoskop dapat digunakan untuk melihat luka yang terdapat di rektum dan untuk
melihat kelainan di sigmoid digunakan sigmoidoskop.
Sedangkan pada amoebiasis hati secara klinis dapat dibuat diagnosis bila
terdapat gejala berat badan menurun, badan terasa lemah, demam, tidak nafsu
makan disertai pembesaran hati yang nyeri tekan. Pada pemeriksaan radiologi
biasanya didapatkan peninggian diafragma. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya

©2003 Digitized By USU digital library

4

leukositosis.
Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica
bentuk histolytica dalam biopsi dinding abses atau dalam aspirasi nanah abses. Bila
amoeba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan serologik, antara lain tes
hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi.

6. PENGOBATAN
Beberapa obat amoebiasis yang penting adalah :
Emetin Hidroklorida.
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya
efektif bila diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral
absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot
jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari. Lama
pengobatan 4 sampai 6 hari.
Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis harus dikurangi. Pemberian
emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada penderita dengan gangguan
jantung dan ginjal. Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin
dan dapat diberikan secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari, diberikan
selama 4–6 hari. Emetin dan dehidroemetin efektif untuk pengobatan abses hati
(amoebiasis hati).
Klorokuin.
Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk
histolytica. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain, mual,
muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari selama
2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3 minggu.
Anti Biotik.
Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid
dengan mempengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja langsung pada amoeba.
Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg bb/hari selama 5 hari, diberikan secara
terbagi.
Metronidazol (Nitraomidazol).
Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk
histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan
pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-turut
dan diberikan secara terbagi.
7. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit amoebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan
perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental hygiene).
Kebersihan perorangan antara lain adalah mencuci tangan dengan bersih sesudah
mencuci anus dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi: memasak air
minum, mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang
air besar dijamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup
dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat
dan lipas, membuang sampah ditempat sampah yang ditutup untuk menghindari
lalat.

©2003 Digitized By USU digital library

5

Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang
berupa pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka
pendek berupa penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara
serentak (gotong royong) dan juga dengan pengobatan massal ataupun individual.

DAFTAR PUSTAKA
1. A. Samik Wahab, Prof.dr. 1993., Imunologi III. Fakultas Kedokteran UGM,
Yogyakarta.
2. Brotowidjoyo, MD. 1987. Parasit dan Parasitisme. Media Sarana Press. Jakarta.
3. Dutta, G.P. Experimental and Clinical Studies on Amoebiasis. New Delhi.
4. Fak. Kedokteran UGM dan P.T. Kalbe Farma. 1980. Simposium Masalah Penyakit
Parasit Dalam Program Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta.
5. Napitupulu Tumpal, Dr, MPH., Protozologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Sri Oemijati, Prof.dr.dkk., 1988. Parasitologi Kedokteran. Bina Cipta Bandung.
7. Srisasi Gandhusada, dr, dkk., Parasitologi Kedokteran, 1992. Fakultas Kedokteran
U.I. Jakarta. Edisi Kedua.

©2003 Digitized By USU digital library

6