Bahaya lisan dan pencegahannya dalam al-qur'an (sebuah kajian tematik)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
DIKALUSTIAN RIZKIPUTRA NIM:107034001545
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
Skipsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam
(s.Th.r)
Oleh:
DIKALUSTIAN RIZKIPUTRA
NrM. 107034001545
Di bawah Bimbingan :
JURUSAN
TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
T]NIVBRSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432H/2011M
Mbstut.
[t..q.n.(3)
(Sebuuh
Kttjiun
Tematik) telahdi ujikan
dalam sidang munaclasah FakultaslJshuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 I)csember 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi
Islam (S. Th.l) pada Jurusan Tafsir Hadits.
Jakarta" 13 l)csember 2011
SIDANG MUNAQASAI{
Ketua Sidang" Sekrclaris Sidang,
ry
Dr. M. Suryadinata. MA
NrP. 19600908 198903
I
00sDr. Lilik Ummi Kaltsum. MA
NIP. 19711003 r99903 2 001
NIP: 19680901 I
Anggota,
Pembimbing I
J
A
Dr. Liliktlllnmi Kaltsdm. MA
NIP. 19711003 199903 2 001
Muslih. MA
(4)
Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 (S1), di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 Desember 2011 Penulis,
(5)
i
Sebuah Kajian Tematik”
Dalam al-Quran kata lisan itu sendiri mengandung lima makna, yaitu : (1) lisan sebagai pancaindera, (2) lisan sebagai alat bicara, (3) lisan sebagai alat untuk mentrasformasikan pikiran kepada pendengar, (4) lisan sebagai kesan yang baik, dan (5) lisan sebagai do’a. Salah satu kelebihan yang diberikan Allah Swt. kepada
manusia selain akal adalah lisan. Lisan merupakan anggota tubuh yang amat penting bagi manusia, dengan lisan seseorang dapat berkomunikasi antar sesamanya dengan baik, dengan lisan juga seseorang dapat berkomunikasi dengan hewan, alam dan dengan tuhannya. Namun dibalik itu semua, lisan mempunyai bahaya yang sangat besar jika lisan seseorang tak terjaga dengan baik.
Salah satu bahaya lisan yang sudah mendarah daging dan juga sudah menjadi tradisi di setiap kalangan yaitu menggunjing, dusta, sumpah palsu, menuduh dan mengolok-olok. Pada zaman sekarang ini masih banyak orang-orang yang belum mengetahui bahaya lisan tersebut, masih banyak orang-orang-orang-orang yang menyepelekan bahaya tersebut. Mereka berbicara sana-berbicara sini, menggunjing sana-menggunjing sini, mengejek sana-mengejek sini tapi mereka tak sedikitpun menyadari bahwa akan ada bahaya yang menghampirinya. Dengan kata lain, tanpa disadari mereka menjerumuskan diri sendiri ke dalam neraka. Selain itu, masih banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi, seperti tawuran antar mahasiswa, keributan dalam rumah tangga, keributan antar warga, dan bahkan keributan-pun terjadi dikalangan pejabat. Semua itu tak lepas dari lisan yang tak terjaga.Itulah lisan, dibalik kelembutannya terdapat bahaya yang sangat besar.
Semua permasalahan di atas dapat di cegah dengan berbagai cara, Rasulullah Saw. memberikan alternatif kepada ummatnya agar tidak terjerumus ke dalam bahaya lisan, yaitu dengan diam. Karena diam merupakan salah satu cara yang sangat mudah dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, seperti apakah bahaya-bahaya yang akan mereka terima? bagaimanakah cara pencegahannya?. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari penulis untuk membahas tentang bahaya lisan dan pencegahannya berdasarkan al-Quran yang dihimpun secara tematik.
Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bahaya lisan dan pencegahannya dalam al-Quran sehingga penelitian ini dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai pelajaran oleh setiap ummat muslim, khususnya dalam setiap perbuatan dan tingkah laku sehari-hari sehingga setiap orang dapat bertanggungjawab dan mengetahui dampak yang terjadi terhadap apa yang telah diperbuatnya.
(6)
ii
Segala puji dan syukur penulis sanjungkan hanya kepada Allah Swt., yang dengan rahmat-Nya, taufiq-Nya, hidayah-Nya, penelitian berjudul “Bahaya Lisan Dan Pencegahannya Dalam Al-Qur’an (Sebuah Kajian Tematik)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Segala karya tulis yang da’if, tentunya di dalam penelitian ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini. Untuk itu penulis sangat menerima kritikan dan saran yang membangun sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada di masa datang.
Penelitian ini merupakan wujud kepedulian dan rasa keingin-tahuan penulis terhadap beberapa masalah yang kelihatannya sepele namun memiliki pengaruh yang sangat besar dalam bidang keislaman. Penulis juga menyadari bahwa, penelitian ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang telah membantu penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khusus kepada:
(7)
iii
(Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir Hadis), dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir Hadits).
2. Bapak Muslih, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang dengan keikhlasan dan kesabarannya membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis hingga selesai skripsi ini.
3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khusunya dosen-dosen di jurusan Tafsir Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat merekalah penulis mendapatkan setetes air dari samudra ilmu pengetahuan. 4. Pimpinan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Imanjama’ beserta jajaran pengelola
perpustakaan tersebut yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini hingga selesai.
5. Yang tercinta Ayahanda H. Syamsul Anwar, S.Ip dan Ibunda Hj. Rahmadiah yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap hati dan yang tidak lelah untuk terus mendoakan ananda untuk mencapai kesuksesan dimasa depan. Sungguh ananda belum bisa membalas semua kebaikan mama-papa, hanya do’a yang dapat penulis sampaikan kepada mama-papa. Semoga Allah Swt. selalu melindungi mama-papa dan semoga ananda selalu dapat berbakti kepadanya. Kakak-kakakku (Bang Asgi, Mas Andre, dan Teh Suci) serta saudara-saudaraku tercinta yang memberikan motivasi dan membantu penulis baik materil maupun inmaterial sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. I love My Family.
(8)
iv
yang tidak bisa disebutkan semuanya. Teman-teman senior TH (Qurthubi, S.Th.I, Umam, S.Th.I, Haikal, Encin, S.Th.I, Zami, S.Th.I dan Irfan, S.Th.I) yang telah memberikan bantuan, masukan-masukan tentang skripsi ini. “gak ada lo gak rame”. dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam ungkapan yang singkat ini.
7. Buat sahabat-sahabatku H. Ismail Amir, S.Th.I (Bule), Mu’min, Zainal Fathoni, Faiz, Zamroni, Arfan Akbar dan Arma yang senantiasa memberikan
banyolan-banyolan yang menghibur penulis di saat penulis sedang “Bt”,
suntuk dan lain-lain. Dan buat Arma “kapan kita main petasan lagi?.
Hhee…”. Dan semua rekan-rekan seperjuangan yang selalu memberi support dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Segenap kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (HMI-KOMFUF), yang telah memberikan banyak pelajaran mengenai ke-HMI-an, keorganisasian, perpolitikan, dan Nilai Dasar Perjuangan (NDP). Terutama untuk Aqib, Daud, Pipit, Ryan AF, dan lain-lain, yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi di sela-sela waktu kosong. Sukses untuk semuanya dan Yakin Usaha Sampai (Yakussa)
9. Seluruh alumni Ma’had Al-Zaytun 2001 angkatan tiga (GANGGA), terutama untuk tedy novian (Irex), Daniel, Nobel, Bangga, Aan (Idunk), Musthopa
(Pa’De), Arief Rizqi, Said Muchsin, dan lain-lain. Terimakasih atas semua
(9)
v
10. Kepada sang pujaan hati Siti Arfah Nasytaiyah yang selalu menemani penulis di saat susah maupun senang, yang selalu setia mendengarkan curahan hati penulis ketika penulis mempunyai masalah, yang selalu memberikan perhatian lebih kepada penulis dan yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan senyum dan tawa. I miss you
11. Para rekan kerja di Al-Azhar Peduli Ummat. Semoga kita dapat bekerja dengan solid sesuai visi dan misi lembaga sosial ini.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis. Amin
Jakarta, 08 Desember 2011 Ttd,
Dikalustian Rizkiputra Penulis
(10)
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j je
h h dengan garis bawah
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r er
z zet
s es
sy es dan ye
s es dengan garis bawah
d de dengan garis bawah
t te dengan garis bawah
z zet dengan garis bawah
„ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008/2009, hal. 492 – 495.
(11)
vii
gh ge dan ha
f ef
q ki
k ka
l el
m em
n en
w we
h ha
„ apostrof
y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ___
___ a fathah
______ i kasrah
___
___ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي__َ__ ai a dan i
__َ __
(12)
viii Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اَــ â a dengan topi di atas
يــ î i dengan topi di atas
وـــ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf tamarbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t)(lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
(13)
ix Contoh:
no Kata Arab Alih aksara
1 tarîqah
2 al-jâmî ah al-islâmiyyah
3 wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
(14)
x
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR………... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI………. vi
DAFTAR ISI……….. x
BAB I PENDAHULUAN………...1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah……….... 9
C. Tinjauan Pustaka………. 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 11
E. Metode Penelitian………... 11
F. Sistematika Penulisan………. 13
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LISAN... 15
A. Pengertian Lisan………. 15
B. Manfaat Penciptaan Lisan ……….. 22
C. Pendapat Ulama Mengenai Lisan………... 23
BAB III MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-QUR’AN……….……….......….. 26
A. Menggunjing………...……….... 26
(15)
xi
E. Sumpah Palsu………...………... 58
BAB IV MENCEGAH BAHAYA LISAN …….....………... 63
A. Metode Pencegahan………...……...………... 63
B. Manfaat Menjaga Lisan ………... 77
BAB V PENUTUP……… 80
A. Kesimpulan……….. 80
B. Saran……… 80
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah Swt. menciptakan manusia dengan berbagai keistimewaan dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan lain-Nya. Salah satu keistimewaan yang diberikan Allah Swt. kepada manusia adalah kemampuan berbicara dan memahami berbagai bahasa. Allah Swt. berfirman:
“Dan Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. al-Isrâ' : 70)
Dalam ayat lain, difirmankan:
“(Tuhan) yang maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara”. (QS. al-Rahmân/55: 1-4)
Para mufassir, seperti al-Suddi, al-Hasan, Abu 'Aliyah, dan Ibnu Zayd berpendapat mengenai firman Allah Swt. yang berbunyi ’allamah al-bayân,
adalah bahwa Allah Swt. mengajarkan manusia berbicara, menulis, memahami, dan mengerti apa yang diucapkannya dan yang diucapkan orang lain kepadanya.1
1 Ahsin Sakho Muhammad, dkk., ed.,
Tematis Ensiklopedi Al-Quran, jilid. 3. Terjemah al-Mausu’ah al-Qur’âniyah (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t.t.), h. 38-39.
(17)
Lisan manusia bukanlah lisan seperti burung beo yang tidak memahami apa yang diucapkannya. Lisan bagaikan pedang bermata dua. Lisan bisa dipergunakan untuk bertakwa kepada Allah, menyebarkan kebaikan kepada sesama dan juga bisa dijadikan alat untuk mencegah kemungkaran di tengah umat. Selain itu, lisan ternyata bisa sangat berbahaya apabila dipergunakan untuk mengikuti kehendak setan, memecah belah kaum muslimin dan perbuatan lainnya yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.2
Lisan atau lidah memang tak bertulang dan ini merupakan karunia yang amat vital dan sangat penting pada manusia. Karena dengan lisan seseorang dapat berkomunikasi antar sesama dengan baik, dengan lisan seseorang dapat berkomunikasi dengan hewan, alam dan bahkan dengan tuhannya. Namun, masih banyak orang yang kurang menyadari akan bahaya lisan ini, sehingga banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi disebabkan oleh lisan itu sendiri, seperti kasus pembakaran rumah, pembakaran kios, kerusuhan, tawuran massal, baku hantam antar warga masyarakat, sampai keributanpun terjadi di kalangan pejabat. Hal ini terjadi karena lisan yang tak di jaga dengan baik sehingga menyebabkan kesenjangan sosial dalam bermasyarakat.3
Lisan seringkali membuat seseorang dicampakkan ke dalam api neraka, karena lisan sangat memberikan kontribusi bagi akhir amalan seorang hamba. Seorang manusia akan terjerumus ke dalam jurang neraka yang jaraknya antara Timur sampai Barat ketika ia tidak bisa menjaga lisannya. Walaupun mungkin amalan ibadah ritualnya sangat baik, tapi tatkala lisannya kurang mendapat tempat
2 Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani,
Bahaya Lidah; Penyakit Lisan dan Terapinya. Penerjemah Eko Haryono, Aris Munandar (Jogjakarta: Media Hidayah, 2003), cet. 10, h. 5.
3 http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. Diakses pada
(18)
yang cukup untuk dijaga, maka sudah barang tentu akibatnya akan merusak ibadah4 yang lainnya. Sebagaimana Nabi Saw. bersabda di dalam hadisnya:
5 “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara Timur dan Barat”.(HR. Mutafaq ‘alaih).
Di sisi lain, Nabi memberikan alternatif kepada ummatnya untuk tidak terjerumus dalam bahayanya lisan, yaitu dengan diam. Karna diam merupakan usaha yang paling minimal dari manusia tanpa menguras tenaga dan mengorbankan materi, bahkan tanpa pemikiran mendalam.6 Nabi bersabda:
7
“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah. Bercerita kepada kami Abu al-Ahwas dari Abi Hasin dari Abi Salih dari Abi Hurairah berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya dan barang siapa beriman
4 Ibadah adalah penghambaan diri kepada Allah Swt. dengan mentaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala perintah-perintah-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw. “dan inilah hakekat Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah Swt. semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta”. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun bathin yang dicintai dan diridhoi Allah. Dan suatu ibadah hanya diterima Allah Swt. apabila diniati dengan ikhlash dan semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah saw. Lihat: Syekh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid (Jakarta: QALAM, 1995), cet. I, h. 15.
5 Mahyuddin Abî Zakariâ Yahya ibn Syarf al-Nawawi,
Riyâdhus Shalihin, bâb Tarjim al-Ghibah wa al-‘Amru Bihafidz.Juz II (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994) h. 176.
6 Eneng Maria Ulfah, "
Etika Menjaga Lisan Dalam al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12" (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), no. 429, h. 15.
7 Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri,
Sahîh Muslim, jilid I(Beirut: dâr al-Fikri, t.t.), h. 68
(19)
kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memulyakan tamunya dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam” (HR. Muslim)
Salah satu bahaya lisan yang telah menyebar di kalangan masyarakat Islam dan telah menjadi kebiasaan adalah menggunjing. Dalam setiap pertemuan, perkumpulan atau yang lainnya, tanpa disadari selalu saja ada orang yang membicarakan keburukan orang lain. Bahkan, orang yang menggunjing pada umumnya memiliki hubungan kerabat dengan orang yang digunjingnya. Mereka tampak menikmati membicarakan orang lain, mereka tampak asyik menggunjing orang lain ketika ada perkumpulan arisan, pengajian, atau kegiatan yang lainnya. Padahal tanpa disadari siksa pedih telah mengancam mereka di depan mata akibat menggunjing orang lain. Allah Swt. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”. (QS. Al -Hujurât/49: 12)
Kebiasaan menggunjing sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat Islam saat ini, menggunjing tidak hanya merajalela pada setiap perkumpulan-perkumpulan atau pengajian-pengajian saja. Bahkan, dengan kecanggihan teknologi dewasa ini seolah-olah memaksa manusia untuk berbuat ghibah dalam
(20)
Twitter, atau lewat SMS sekalipun, semua tak lepas dari menggunjing, dan juga
tak ketinggalan tayangan televisi seperti Insert, Sensasi Artis, Kiss, dan berita-berita gosip lainnya yang menjadi tontonan sehari-hari juga memberikan informasi plus bumbu-bumbu penyedap agar berita menjadi sedap di dengar dengan menggunjing ini.
Menurut KH. Said Agil Siradj (pengurus besar NU), beliau mengatakan bahwa 70% acara infotainment adalah menggunjing, dan beliau juga mengatakan
hal tersebut berdasarkan musyawarah ulama NU Juli 2006 yang menyimpulkan bahwa berita infotainment mengarah kepada menggunjing dan fitnah. Hal yang
sama juga dinyatakan oleh guru besar Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Din Syamsuddin (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah), mengatakan bahwa berita yang tujuannya merusak orang lain atau keluarga adalah bentuk dari menggunjing dan hukumnya haram. 8
Sebagai manusia yang beriman dan meyakini ajaran Islam sebagai pedoman hidup, maka setiap manusia harus pandai-pandai menjaga lisan dari bahayanya. Baik itu bahaya yang berhubungan dengan kehidupan sosial seperti berakhlak dengan manusia ataupun bahaya yang berhubungan dengan persoalan
ukhrowi seperti melafazkan sesuatu yang bukan untuk Allah seperti misalnya
bersumpah bukan atas nama Allah, sumpah palsu maupun sebutan-sebutan kesyirikan lainnya.9
Dari permasalahan di atas akan berdampak pada akhlak seseorang. karena akhlak merupakan pondasi terhadap sikap baik-buruknya seseorang. akhlak
8 http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/bahaya-lisan-terhadap-ghibah-hukum.html.
Diakses pada tanggal 27 Januari 2011
9 http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. Diakses pada
(21)
merupakan bentuk plural dari al-khuluq yang artinya budi pekerti dan kata ini
biasa digunakan untuk mengistilahkan sebuah karakter dan tabiat dasar penciptaan manusia.10
Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, akhlak tersebut dapat dibagi kepada dua bagian. Pertama, akhlak yang terpuji atau akhlak mahmudah seperti
berlaku jujur, pemaaf, sabar dan sebagainya. Kedua, akhlak yang tercela atau
akhlak madzmumah seperti pemarah, pembohong, mencuri, dan sebagainya.11
Dari contoh permasalahan di atas mengenai bahaya lisan, maka sudah dipastikan semua sifat atau perbuatan yang berkaitan dengan bahaya lisan ini termasuk kategori akhlak madzmumah.
Menurut Ibnu Taimiyah, akhlak berkaitan erat dengan iman karena iman terdiri atas beberapa unsur berikut:12
1. Berkeyakinan bahwa Allah Swt. adalah sang pencipta satu-satunya, pemberi rizki dan penguasa seluruh kerajaan.
2. Mengenal Allah dan meyakini bahwa hanya Allah Swt. yang patut di sembah.
3. Cinta kepada Allah Swt. melebihi segala cinta terhadap semua makhluk-Nya. Tidak ada cinta yang dirasakan seorang hamba, kecuali didasarkan atas cintanya kepada Allah Swt..
10 Mahmud al-Mishri,
Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin, dkk.(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), cet. 1, h. 4
11 Siti Hidayah,
"Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Analisis QS. Al-A’râf/7: 199-202)", (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2009), h. 5
12 Mahmud al-Mishri,
Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin, dkk.(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), cet. 1, h. 6
(22)
4. Cinta hamba terhadap Tuhannya akan mengantarkannya pada tujuan yang satu, yaitu demi mencapai ridha Allah Swt., baik terhadap hal-hal kecil maupun hal-hal besar dalam kehidupan sehari-hari.
5. Arahan ini mengalahkan egoisme pribadi, nafsu keji dalam diri, dan segala tujuan semu dunia. Kekuatan dasar ini yang memudahkan seseorang untuk melahirkan perspektif objektif dan langsung atas pandangan terhadap esensi segala sesuatu. Ini merupakan pondasi yang utama dalam tataran akhlak.
6. Ketika telah berhasil tercipta suatu pandangan objektif dan langsung akan esensi sesuatu maka perilaku dan perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlak.
7. Jika perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlak, hal itu merupakan pertanda bahwa seseorang telah melalui jalan-jalan yang harus di tempuh menuju kesempurnaan manusia.
Dalam realita kehidupan sekarang ini, ternyata masih banyak sekali orang yang tidak tahu tentang bahaya lisan dan tidak memperhatikan terhadap masalah kecil ini. Bahkan masih banyak orang-orang yang tidak menyadari bahwa ia sesungguhnya telah menggunakan lisannya dengan tidak baik di dalam setiap pembicaraan sehingga tanpa disadari akan mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri.
Al-Quran sebagai hudâ al-linnâs sudah selayaknya menjadi referensi
utama dalam hal apapun. Ketika al-Quran dihubungkan dengan permasalahan-permasalahan yang ada dalam segala aspek kehidupan manusia di dunia ini, maka pada saat itulah al-Quran berada pada posisi sebagai bayyinât min al-Hudâ yang
(23)
menjelaskan tentang petunjuk tersebut. Namun, penampilan al-Quran yang bersifat global membuat setiap permasalahan/tema yang dikandungnya tidak dapat dipahami secara menyeluruh tetapi diperlukan penafsiran berdasarkan metode-metode yang disepakati oleh para ulama tafsir,13 mengingat al-Quran sebagai pedoman hidup, jalan keselamatan, maka segala sesuatu yang terkandung dalam al-Quran haruslah dipahami agar manusia tidak tersesat pada akhirnya nanti.
Para ulama tafsir dalam memahami kandungan al-Quran berdasarkan suatu masalah/tema menggunakan metode tematik, yaitu menafsirkan al-Quran berdasarkan masalah/tema yang dibicarakan dengan cara menghimpun seluruh atau sebagian ayat dari berbagai surat yang berbicara tentang tema yang sama untuk kemudian dikaitkan dengan ayat yang lainnya, sehingga pada akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan tentang masalah/tema tersebut menurut al-Quran.
Banyak tema yang diteliti dalam kerangka metode tafsir tematik, diantaranya adalah mengenai bahaya lisan. Penulis beralasan, karena bahaya lisan termasuk dalam suatu bentuk kerusakan dalam akhlak sehingga Rasulullah saw di
13 Dari segi metode, penafsiran al-Quran dari waktu ke waktu mengalami perkembangan.
Abdul Hayyi al-Farmawi membagi metode penafsiran al-Quran menjadi empat macam, yakni tahlili, ijmali, muqarran dan maudu’î. Metode tahlili ialah metode penafsiran yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Quran sebagaimana tercantum dalam al-Quran. Metode ijmali ialah cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menyajikan makna-maknanya secara global, yakni dengan menyajikan ayat demi ayat sesuai urutan mushaf dan bacaan serta menjelaskan maksud lafal-lafal yang dikandungnya sehingga maksud dari setiap ayat menjadi lebih jelas. Metode Muqarran atau perbandingan ialah metode penafsiran dengan membandingkan ayat-ayat al-Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, atau berbicara dengan redaksi yang berbeda tentang masalah yang sama atau diduga sama. Termasuk dalam objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis Nabi saw yang tampaknya bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsîr yang berkaitan dengan ayat al-Quran. Metode maudu’î atau tematik ialah cara menafsirkan al-Quran melalui penetapan topik tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari berbagai surat yang berbicara tentang topik tersebut untuk dikaitkan dengan ayat yang lainnya, lalu diambil kesimpulan secara menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al-Quran. Lihat : Muhammad Chirzin, Permata Al-Quran (Yogyakarta: QIRTAS, 2003), h. 81- 82
(24)
utus bertujuan untuk menyempurnakan akhlak kepada ummatnya. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw. bersabda:
)
14Maka dari penjelasan singkat di atas, itulah sebabnya penulis ingin membahas tentang bahaya lisan dengan judul skripsi “BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QURAN” (Sebuah Kajian Tematik).
B. Perbatasan dan Perumusan Masalah 1. Perbatasan Masalah
Masalah lisan merupakan masalah yang cukup luas dan penting dalam kehidupan bermasyarakat, dan di dalam al-Quran banyak sekali yang menjelaskan mengenai bahaya lisan. Namun demikian, untuk menghindari pembahasan yang berbelit-belit dan tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis perlu membatasi permasalahan skripsi ini yakni lebih menitikberatkan pada permasalahan-permaslahan yang sering terjadi di kalangan masyarakat, seperti menggunjing, menuduh, dusta, mengolok-olok, dan sumpah palsu. Adapun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah ini adalah QS. Hujurât/49 ayat 12, QS. Qalam/68 ayat 11, QS. Humazah/14 ayat 1, QS.
14 Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali al-Baihaqî,
Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, bab Bayâni Makârim al-Akhlâq, Juz. 10 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.) h. 191.
(25)
Nisâ/4 ayat 20, 112, QS. al-Ahzab/33 ayat 58, QS. al-Mumtahanah/60 ayat 12, QS. al-Baqarah/2 ayat 14-15, QS. al-Mâ’idah/5 ayat 58, QS. al-Nisâ/4 ayat 140, QS. al-An’âm/6 ayat 10, QS. at-Taubah/9 ayat 79, QS. Luqman/31 ayat 6, QS, al-Hujurât/49 ayat 11, QS. al-Nisâ/4 ayat 50, QS. al-An’âm/6 ayat 93, QS. al-A’râf/7 ayat 36, 40, QS. at-Taubah/9 ayat 77, QS. al-Nahl/16 ayat 62, QS. al-Ankabut/29 ayat 68, QS. ali ‘Imrân/3 ayat 77, QS. at-Taubah/9 ayat 42, 107.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan tersebut, kemudian penulis merumuskan permasalahan utama dalam skripsi ini dirumuskan dengan, Bagaimana pandangan al-Quran terhadap bahaya lisan dan pencegahannya?
C. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penulis menemukan ada satu karya yang membahas permasalahan ini, yaitu : Skripsi oleh Eneng Maria Ulfah dengan judul “Etika Menjaga Lisan Dalam Al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12”, tahun 2005, no. 429.
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini berbeda dengan karya di atas, karna penulis membahas bahaya lisan serta
(26)
pencegahannya berdasarkan ayat-ayat al-Quran secara umum dan dikumpulkan secara tematik dan kemudian diambil kesimpulannya berdasarkan ayat-ayat tersebut.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bahaya lisan yang dikabarkan dalam al-Quran.
2. Untuk memperoleh pengetahuan mengenai metode mencegah bahaya lisan.
3. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) Sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan penambahan informasi mengenai bahaya lisan dengan harapan dapat menjadi bahan kajian keislaman, khususnya di bidang tafsir. Sekaligus penulis dapat memberikan sumbangsih dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam.
E. Metodologi Penelitian
Metode penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu metode dengan mengadakan studi
kepustakaan terhadap buku-buku/kitab-kitab, kamus, majalah, koran, artikel dan sebagainya yang ada hubungan dengan masalah yang akan dibahas.
(27)
Ada dua jenis data dalam pembuatan skripsi ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber kepustakaan yang berasal dari sumber utama yang digunakan dalam pembahasan ini, yaitu al-Quran al-Karim.
Sedangkan data sekunder adalah data pendukung berupa buku-buku, kitab-kitab tafsir, artikel-artikel, makalah dan lain-lain yang berkaitan dengan pembahasan ini.
Teknik pembahasan dalam skripsi ini, adalah tematik yaitu salah satu metode penafsiran dalam al-Quran yang berusaha menjelaskan ayat-ayat al-Quran dengan mengacu pada satu pokok bahasan tertentu sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang lebih utuh dan lebih sistematis. Ada enam langkah yang dilakukan penulis dalam menerapkan metode tematik ini, yaitu:
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (tema/topik).
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut. 3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan kronologisnya disertai dengan
asbâb an-Nuzûl
4. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
5. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan
6. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama sehingga kesemuanya bertemu dalam satu analisa tanpa ada perbedaan. Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku “Pedoman Akademik –Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for
(28)
Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2008 – 2009
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini berusaha memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
Bab kedua membahas tentang gambaran umum tentang lisan yang meliputi : pengertian lisan, hikmah penciptaan lisan, dan pendapat ulama tentang lisan. Bab ini berusaha menjelaskan tentang lisan secara umum baik ditinjau dari segi kebahasaan, istilah maupun kedokteran. Selain itu juga, bab ini berusaha menjelaskan hikmahnya dan pendapat dari para ulama tentang lisan tersebut. Output yang diharapkan pada bab ini adalah pembaca dapat memahami pengertian lisan serta hikmahnya secara baik dan benar.
Bab ketiga membahas tentang ayat-ayat yang berkaitan tentang bahaya lisan yang meliputi : ayat-ayat tentang menggunjing, ayat-ayat tentang menuduh, ayat-ayat tentang dusta, ayat-ayat tentang mengolok-olok, dan ayat-ayat tentang sumpah palsu. Bab ini berusaha menjelaskan pokok pembahasan dengan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan bahaya lisan berdasarkan metode
(29)
tematik. Adapun output yang diharapkan adalah pembaca dapat memahami bahaya lisan dengan berbagai bentuk dan dampaknya berdasarkan dalil yang ada sehingga dapat memberikan dorongan kepada pembaca untuk mencegahnya.
Bab empat membahas tentang mencegah bahaya lisan yang meliputi : mencegah bahaya lisan dalam al-Quran, metode pencegahan bahaya lisan, dan manfaat menjaga bahaya lisan. Bab ini berusaha menjelaskan tentang cara pencegahan berdasarkan al-Quran dan manfaatnya sehingga para pembaca dapat memahami dengan baik dan mempraktekkannya dengan benar.
Bab lima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dan juga memuat saran-saran yang diperlukan. Bab ini berusaha menjawab pertanyaan yang dibuat pada perumusan masalah sehingga para pembaca dapat mengetahui jawaban dari masalah tersebut. Selain itu juga, bab ini memberikan saran kepada para pembaca agar mereka mempunyai motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan ini.
(30)
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANGLISAN
A. Pengertian Lisan 1. Lisan Menurut Bahasa
Lisan “ناســل”berasal dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf; lam - sin – nun yang dihubungkan menjadi “نـســل” dan mempunyai makna dasar yaitu
panjang yang agak lembut. Dalam lisân al-‘Arabi, kata lisan “ناســل” diartikan
“ اــكلا ةحراـج” jârihat al-Kalâm, yaitu anggota badan yang bisa mengeluarkan
perkataan. Sedangkan bentuk jamak dari lisan adalah alsun “ْنــسْلأ” dan alsinah
“هنــسلأ”. Samin Halabi, penulis buku kosakata al-Quran, ‘Umdat al-Huffaz fi Tafsîr Asyraf al-Alfaz, membedakan dua bentuk jamak tersebut. Jika kata lisan
diposisikan sebagai muzakkar maka bentuk jamaknya adalah “هنــسلأ” alsinah,
tetapi jika lisan diposisikan sebagai mu’annats maka bentuk jamaknya adalah
“ْنــسْلأ” alsun. Para ahli bahasa memaknai lisan sebagai salah satu organ tubuh
yang terdapat di bagian mulut yang menghasilkan kekuatan berbicara yang dapat dimengerti oleh sesama manusia atau disebut juga “ةحاصـفــلا كــيرحتـب” bi tahrîk al-fasâhat, yaitu ketajaman lisan oleh pengguna bahasa Arab disebut “نــس لا” al-lasan.1
1 Ibnu Manzûr,
Lisân al-‘Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi), h. 275 -276. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. II (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 520
(31)
Kata lisan dalam bentuk tunggal dan jamak disebut dalam al-Quran sebanyak 25 kali. Menurut para pakar penyusun Mu’jam Alfâzh Al-Qur’ân al -Karîm, kata lisan sendiri mengandung lima makna, yaitu:2
1.1. Lisan sebagai salah satu pancaindera, seperti dalam QS. Al-Balad [90] ayat 9, yang berbunyi:
“Lidah dan dua buah bibir”.
Kata lisan yang dimaksud ayat di atas adalah salah satu pancaindera yang mendatangkan banyak manfaat seperti alat perasa untuk mencicipi makanan, mengatur suara, menggerakkan makanan di dalam mulut agar mudah dikunyah dan ditelan.
1.2. Lisan sebagai alat berbicara, seperti dalam QS. An-Nahl [16] ayat 116, yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.
Kata lisan/alsinatikum yang dimaksud ayat di atas adalah salah
satu fungsi lisan yang bisa dijadikan untuk berbicara baik atau bohong. Ayat ini menjelaskan tentang peringatan Allah Swt. kepada umat Nabi
2Sahabuddin, dkk, ed.,
Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. II (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 520-521
(32)
Muhammad Saw. agar tidak membuat kebohongan dengan lisannya tentang hukum halal dan haram dengan tidak berlandaskan pada pikiran sehat dan wahyu agama.
1.3. Lisan sebagai bahasa atau ucapan yang berfungsi mentransformasikan pikiran seorang pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembaca. Lisan yang bermakna ucapan ditemukan dalam ungkapan Nabi Musa yang menyatakan bahwa Harun, saudaranya yang mampu berbicara secara fasih, seperti dalam QS. Al-Qasas [28] ayat 34, yang berbunyi:
“Dan saudaraku Harun Dia lebih fasih lidahnya daripadaku,3 Maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku. Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku". 1.4. Lisan sebagai citra atau kesan baik. Kata lisan mencerminkan demikian
jika disandingkan setelahnya dengan kata sidqin, seperti dalam QS.
Maryam [19] ayat 50 dan asy-Syu’ara [26] ayat 84, yang berbunyi :
“Dan kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi”.
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian”.
3 Nabi Musa a.s. selain merasa takut kepada Fir'aun juga merasa dirinya kurang lancar
berbicara menghadapi Fir'aun. Maka dimohonkannya agar Allah mengutus Harun a.s. bersamanya, yang lebih fasih lidahnya. Lihat al-Quran digital versi 2.1
(33)
Pada ayat yang pertama dinyatakan Nabi Ibrahim dan keturunannya diberikan kesan dan pujian baik dari orang lain karena ketegarannya memperjuangkan ajaran tauhid. Sedangkan pada ayat kedua, diungkapkan doa Nabi Ibrahim agar ia dijadikan kenangan yang baik bagi orang setelahnya.
1.5. Lisan sebagai do’a, seperti dalam QS. Al-Mâidah [5] ayat 78, yang berbunyi :
“Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas”.
2. Lisan Menurut Istilah
Lisan adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lisan berada di dalam mulut manusia, dan bertetangga dengan gigi dan gusi. Lisan hanyalah segumpal otot lentur yang melintang dan panjang sehingga dapat digerakkan atau dijulurkan. Normalnya, lisan memiliki ukuran 5-6 cm. Lisan juga dikenal sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap4. Lisan juga turut membantu dalam tindakan bicara.5
4Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir
papila, terdiri dari dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor. Sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang. Terdapat lebih dari 10.000 tunas pengecap pada lidah manusia usianya hanya seminggu. Tunas itu akan mati dan segera digantikan oleh sel-sel yang baru. Sel-sel reseptor (tunas pengecap) terdapat pada tonjolan-tonjolan kecil pada permukaan lidah (papila). Sel-sel inilah yang bisa membedakan rasa manis asam, pahit, dan asin. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah dan lihat juga http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm.
(34)
Lisan merupakan nikmat Allah Swt. yang sangat besar dan luar biasa bagi manusia. Lisan juga merupakan karunia besar yang harus disyukuri oleh manusia, karena dengan lisan manusia dapat merasakan berbagai citra rasa masakan, dengan lisan manusia dapat berkata-kata dan berbicara, dengan lisan manusia menjadi makhluk yang paling mulia dan istimewa dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain yang telah diciptakan-Nya.
Perkataan yang diucapkan lisan tidak akan keluar dari empat hal berikut ini. Pertama, ucapan yang seluruhnya mengandung mudarat. Kedua, ucapan yang
seluruhnya mengandung manfaat. Ketiga, ucapan yang mengandung manfaat dan mudarat. Keempat, ucapan yang tidak mengandung manfaat ataupun mudarat.6
Adapun ucapan yang seluruhnya mengandung mudarat, maka sudah
seharusnya seseorang menjaga diri dari bahaya lisan, demikian pula terhadap ucapan yang aspek mudarat-nya lebih banyak daripada aspek manfaatnya.
Sedangkan ucapan yang tidak mengandung manfaat dan tidak mengandung
mudarat hanya menghasilkan kesia-siaan waktu saja.
Tiga dari empat macam perkataan telah nyata kerugiannya, sehingga tinggallah yang ke empat yang sudah jelas manfaatnya, yaitu perkataan yang aspek manfaatnya lebih besar dari aspek mudarat-nya. Inilah jenis perkataan yang
harus dibiasakan dan hendaknya seseorang menyibukkan diri dengannya, karena di dalamnya terdapat tazkiah an-Nafs (pensucian jiwa).7
6 Abdullah bin Jaarullah,
Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI, h. 8.
7 Abdullah bin Jaarullah,
Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI, h. 8.
(35)
3. Lisan Menurut Ilmu Kedokteran
Dalam ilmu kedokteran, lisan merupakan organ tubuh yang tersusun atas otot-otot yang berada di dalam rongga mulut.8 Lisan terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar lisan dan tubuh lisan. Akar lisan terdiri atas tonsil lisan (amandel) dan
jendela buntu yang terletak pada tulang lisan, rahang bawah, dan katup jakun oleh otot-otot. Sedangkan, tubuh lisan terdiri atas celah lisan, punggung lisan, dan ujung lisan yang terletak pada bagian bawah lisan yang dihubungkan dengan dasar mulut oleh urat di bawah lisan.9 Bila lisan digulung ke belakang, maka tampaklah permukaan bawahnya yang disebut frenulum linguae, sebuah struktur urat halus
yang mengaitkan bagian belakang lisan pada dasar mulut. Bila dijulurkan, maka ujung lisan meruncing, dan bila terletak tenang di dasar mulut, maka ujung lisan berbentuk bulat.10
Lisan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan indera khusus pengecap. Lisan sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot. Otot intrinsik lisan
melakukan semua gerakan halus, sementara otot extrinsik mengaitkan lisan pada
bagian-bagian sekitarnya serta melaksanakan gerakan-gerakan-kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan. Lisan mengaduk-aduk makanan, menekannya pada langit-langit dan gigi. dan akhirnya mendorongnya masuk
farinx.11
8 http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah. di akses pada tanggal 06 Maret 2011
9 http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm. Di akses pada tanggal 06 Maret 2011. 10 Evelyn C. Pearce,
Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.310.
11
Farinx adalah pangkal tenggorokan atau kerongkongan. Lihat Pius Abdillah, Kamus Ilmiah Populer Lengkap (Surabaya: Arkola, t.t.), h. 145, dan lihat jugaEvelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.310.
(36)
Lisan memiliki permukaan kasar yang berwarna merah dan berbintik-bintik kecil yang tumbuh pada lisan. Bintik-berbintik-bintik ini disebut dengan papilla yang
berfungsi sebagai pengecap rasa. Terdapat tiga jenis papila yaitu:12
1. Papila Filiformis (fili=benang), adalah yang terbanyak dan menyebar pada
seluruh permukaan lisan yang berbentuk seperti benang halus dan terletak pada 2/3 bagian lisan. Organ-ujung untuk pengecapan adalah puting-puting pengecap yang sangat banyak terdapat dalam dinding Papila Sirkumvalata
dan Papila Fungiformis.
2. Papila Sirkumvalata atau Circum Valata (sirkum/circum=bulat), adalah
jenis papilla yang terbesar dan masing-masing dikelilingi semacam
lekukan seperti parit yang tersusun berjejer membentuk seperti huruf “V” di belakang lisan.
3. Papila Fungiformis (fungi=jamur), berbentuk seperti jamur dan terletak
pada bagian sisi lidah dan ujung lisan.
Gambar 1. Struktur Lisan
Sumber dari http://oyariaflorentina.blogspot.com
12 Evelyn C. Pearce,
Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.311.
(37)
B. Manfaat Penciptaan Lisan
Dengan lisan, manusia bisa merasakan manis, pahit, pedas, asam, asin, hambar ataupun tawar. Maha besar Allah Swt. yang menciptakan hanya dalam satu batang lisan yang tak bertulang, manusia bisa merasakan begitu banyak rasa. Dari ujung lisan, tengah lisan, tepi lisan sampai dengan pangkal lisan. Masing-masing mampu mendeteksi rasa yang berbeda-beda dalam satu lisan yang sama.
Gambar 2. Pengecapan Rasa Sumber dari Pustekkom Depdiknas
Di dalam lisan juga terdapat ribuan zat yang sangat membantu dalam pencernaan dan melemahkan zat-zat yang berbahaya bagi lambung. Lisan juga mempunyai fungsi sebagai pendeteksi masuknya racun ataupun virus ke dalam tubuh, sehingga dengan lisan juga dokter pun akan sangat terbantu dalam mendiagnosa pasiennya yang terserang penyakit.13
Selain sebagai alat deteksi rasa dan penyakit, lisan juga bermanfat untuk membantu manusia dalam mengeluarkan kata-kata. Seorang manusia tidak dapat bersuara atau berbicara dengan jelas apabila tidak dilengkapi dengan lisan. Lisan mampu membentuk suara seseorang jadi kencang atau pelan. Lisan juga mampu mempengaruhi merdu tidaknya suara seseorang. Maka tidak heran jika banyak
13 William F. Ganong,
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Penerjemah Djauhari Widjayakusumah, ed. (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003), h.184
(38)
penyanyi yang rela mengasuransikan lisannya hingga jutaan dollar, karena dengan lisannya juga ia bisa mendapatkan jutaan dollar. Selain itu, seorang penceramah juga mampu mendapatkan ratusan juta rupiah dalam sekali tampil. Semuanya itu karena kepandaian seseorang dalam berceramah.
Lisan juga dapat bermanfaat sebagai perantara untuk menyampaikan perasaan hati seseorang. Sanjungan atau celaan, rasa cinta, rasa kesal, rasa marah, rasa malu, dan lain-lain. Semuanya dapat diekspresikan melalui lisan. Oleh karena itu sudah sepatutnya seseorang mewaspadai lisannya sendiri dari bahaya lisan. Dengan demikian, tanpa disadari lisan manusia yang diciptakan Allah SWT mempunyai manfaat yang sungguh luar biasa. Oleh sebab itu sangatlah wajar apabila manusia diperingatkan untuk berhati-hati terhadap lisannya.
C. Pendapat Ulama Tentang Lisan ‘Ali bin Abi Tâlib14 berkata :
15
“Lisan itu sebagai ukuran yang tidak dimengerti oleh kebodohan dan dikuatkan oleh akal pikiran”
14 Beliau adalah khalifah yang terakhir (keempat) dari khulafâ’ ar
-Râsyidîn. Ayah beliau bernama Abu Tâlib bin Abdul Mutâlib bin Hasyim bin Abd. Manaf, adalah kakak kandung dari ayah Nabi SAW, yaitu Abdullah bin Abdul Mutâlib. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd. Manaf. Ali merupakan orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak atau sepupu Nabi SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ali ibn Abi Tâlib di bunuh oleh Ibnu Muljam, ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan menunaikan shalat shubuh di Masjid Kufah. Ali mengembuskan nafas terakhir setelah memegang tampuk pimpinan sebagai khalifah selama kurang lebih empat tahun. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. III, h. 111
15 Abul Hasan Ali Al Mawardi,
Mutiara Akhlak Al-Karimah, terj: Adâb an-Nafs (Jakarta: Pustaka Amani, 1993), h. 134.
(39)
Berkata seorang fushaha’ :
16
“Ikatlah lisan-mu kecuali karena kebenaran yang akan kamu jelaskan atau karena kebatilan yang akan kamu patahkan, atau karena hikmah yang akan kamu sebar-luaskan atau karena kenikmatan yang akan kamu sebut-sebutkan”.
Abdullah ibnu Mas’ud17 berkata,
18
“Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada sesuatu yang lebih membutuhkan penjara dari pada lisan" .
Syair dari Sayyidina Ibnu Abi Muthi,
,
.
,
“Lisan seseorang ibarat singa dalam kandang, jika dilepas pasti menerkam. Jagalah mulut dari ucapan kotor dan kendalikanlah, niscaya kendali itu akan menjadi dinding dari segala perkataan”19
Muhammad bin Wasi’ berkata bahwa menjaga lisan itu lebih berat tanggungannya daripada menjaga dinar dan dirham.20
Menurut KH. Mawardi Labay El-Sulthani di dalam bukunya yang berjudul “Lidah Tidak Bertulang”, ia mengatakan bahwa lisan ibarat mata pedang tajam
16 Abul Hasan Ali Al Mawardi,
Mutiara Akhlak Al Karimah, terj: Adâb an-Nafs (Jakarta: Pustaka Amani, 1993), h. 136.
17 Nama lengkapnya adalah Abdullah ibnu Mas’ud ibnu Gafil ibnu Hubaib. Beliau
dilahirkan di Mekkah dan termasuk kelompok pertama yang masuk Islam. Abdullah Ibnu Mas’ud merupakan seorang sahabat Rasulullah dan juga seorang pelayan Rasulullah yang setia dan dipercaya dalam memegang rahasia dan beliau selalu menemani Rasulullah dalam setiap perjalanannya. Oleh sebab itu ia banyak sekali mengetahui hal-ihwal Rasulullah SAW. Lihat Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), 371.
18 Al-Ghazali, Mutiara Ihyâ’ ‘Ulû
muddîn. Penerjemah Irwan Kurniawan (Bandung: Mizan, 1997), cet. I, h.235.
19 Imam al-Ghazali,
Wasiat Imam al-Ghazali; Minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum press, 1986), h. 140-142
20 Said Hawwa,
Induk Pensucian diri. Penerjemah Syed Ahmad Semait, dkk. (Singapura: Pustaka Nasional, t.t.), h. 1172
(40)
yang siap menghujam ke mana saja ia mau. Karena lisan, walaupun kecil tapi ia mampu menjangkau segala sesuatu, baik itu yang haq maupun yang bathil, yang taat maupun yang maksiat, bahkan lisan-pun bisa mengubah seseorang dari iman ke kufur, dan sebaliknya.
Abu Bakar as-Siddiq r.a21 pernah meletakkan batu pada mulutnya untuk mencegah dirinya dari berbicara dan kemudian ia menunjuk pada lisan-nya seraya berkata, “inilah yang menjerumuskanku ke dalam kesulitan dan kebinasaan”.22
Al-Ghazali23 mengatakan anggota tubuh yang paling durhaka kepada manusia adalah lisan. Sungguh lisan itu merupakan alat perangkap setan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia.24
Demikianlah beberapa pendapat ulama mengenai lisan dan begitu banyak yang harus diberikan perhatian untuk menjaga lisan dari bahayanya. Dengan berkenalan terhadap semua bahaya lisan, maka seseorang dapat menahan diri dari
hal-hal yang dapat menjermuskan seseorang ke dalam neraka hanya karena lisan yang tak terjaga.
21 Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Beliau termasuk khalifah
pertama dari khulafâ’ ar-Râsyidîn dan juga sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk orang-orang yang pertama masuk islam (as-Sâbiqûn al-Awwalûn). Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedangkan gelar as-Siddiqyang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia sering kali membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama pada peristiwa Isra’ Mi’raj. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. III, h. 37.
22 Said Hawwa,
Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun-Nafs terpadu. Penerjemah Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. (Jakarta: Robbani Press, 1999), cet.II, h. 469
23 Nama aslinya adalah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Imam Abu Hamid
al-Ghazali, yang terkenal dengan gelar Hujjatul Islam. Beliau lahir di Thus sebuah tempat di Khurasan (Iran), pada tahun 450 H/1058 M. Kitab beliau yang sangat popular dan terbesar ialah kitab Ihya Ulumuddin dan Minhajul ‘Abidin sebuah kitab tasawuf. Pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H, beliau wafat setelah beliau berwudhu dengan sempurna, kemudian berbaring, dan meluruskan kakinya, lalu menghadap ke kiblat. Lihat Mahyudin Ibrohim, Nasehat 125 Ulama Besar (Jakarta: Darul Ulum, 1987), cet. I, h. 188-192
24 Imam al-Ghazali,
(41)
BAB III
MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-QUR’AN
Lisan adalah suatu anugerah Allah Swt, kenikmatan dari Allah Swt. dan termasuk pula ciptaannya yang halus dan penuh dengan keajaiban. Lisan itu bentuknya kecil, tetapi sangat besar manfaatnya. Besar ketaatannya kepada Allah dan besar pula dosanya kepada Allah.
Adapun bahaya lisan yang sudah menjadi budaya di kalangan masyarakat saat ini adalah menggunjing, menuduh, mengolok-olok, dusta, dan sumpah palsu. Kelima hal tersebutlah yang melatarbelakangi permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini. Selain itu juga, masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui dampak dari perbuatan kelima tersebut. Oleh sebab itu, pada bab ini penulis berusaha menjelaskan kelima macam bahaya lisan tersebut dan dampaknya berdasarkan al-Qur’an. Berikut uraian kelima macam bahaya lisan tersebut :
A. Menggunjing
Hasil penelusuran penulis dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm ditemukan beberapa bentuk kata yang mengandung makna
menggunjing, antara lain: “ بـــــ ــغــــــــ ” dalam QS. al-Hujurât (49) ayat 12, “ ـــــ ” dalam QS. al-Qalam (68) ayat 11, dan “ ـــــــ ” dalam QS. al -Humazah (104) ayat 1.1
1 Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqî, Mu‟jam al
-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 643, 904.
(42)
1. Memakan Bangkai Dalam QS. al-Hujurat/49 Ayat 12
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang.”
Asbabun Nuzul
Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang banyak menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salmân al-Fârisî. Suatu ketika, Salman memakan sesuatu kemudian tidur lalu mengorok. Seseorang yang mengetahui hal tersebut langsung menyebarkan perihal makan dan tidurnya Salmân al-Fârisî kepada orang banyak. Oleh sebab itu turunlah ayat ini” 2
2. Menghambur Fitnah Dalam QS. al-Qalam/68 Ayat 11
“yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah”. 3. Neraka Wail Dalam QS. al-Humazah/104 Ayat 1
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.
2 Jalâluddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti,
Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl (al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 204.
(43)
Asbabun Nuzul
Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishâq yang berkata, “Setiap kali Umayyah bin Khalaf melihat Rasulullah, maka ia selalu menghina dan mencaci maki beliau. Maka Allah menurunkan ayat-ayat dalam surah ini secara keseluruhan.3
Kata ( ــ ) yaghtab terambil dari kata (ةــ ) ghîbah yang berasal dari
kata ( ــ ) ghayb, yakni tidak hadir. Ghîbah adalah menyebut orang lain yang
tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Jika keburukan tersebut tidak terdapat oleh yang bersangkutan, maka itu termasuk buhtân/kebohongan besar.4
Dalam kitab lisân al-„Arabi, ghîbah berasal dari kata “ يـــ ــ إا” al-Ightiyâb, “ ـــ ـ إ” Ightâba, “ــ يـــ ــ إ” Igtiyâbân, yang berarti menggunjing atau
menuturkan keburukan orang lain yang tidak disukai. Jika yang digunjingnya itu memang benar adanya pada diri seseorang. Maka itulah ghîbah . Dan jika yang
digunjingnya itu tidak terdapat pada seseorang, maka itu disebut buhtân.5
Nabi Muhammad Saw telah menerangkan definisi ghîbah sebagai berikut :
:
6
3 Jalâluddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti,
Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl (al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 242.
4 M. Quraish Shihab,
Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 256
5 Ibnu Manzûr,
Lisân al-„Arabi, juz 10 (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t.), h. 152 6 Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri,
Sahih Muslim (Beirut: Dâr Ihyâ’I al-Turâts al-‘Arabi, t.t.), vol.4, hadis 2589, h. 201.
(44)
“Diceritakan dari Yahya ibn Ayub dan Qutaibah dan Ibn Hajar berkata diceritakan dari Ismâ’îl dari al-‘Alâ’ dari bapaknya dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tahukah kalian apakah ghîbah itu ? para
sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu beliau melanjutkan: yaitu kamu menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak disukainya. Kemudian seseorang bertanya: bagaimana pendapat tuan jika yang aku ceritakan itu memang ada pada diri saudaraku yang aku ceritakan itu?. Beliau menjawab: bila apa yang kamu ceritakan itu memang ada pada diri saudaramu, maka kamu telah melakukan ghîbah terhadapnya. Dan apabila yang kamu
ceritakan itu tidak ada pada diri saudaramu, berarti kamu telah mengada-ada tentangnya” (HR. Muslim)
Dalam hal ini perlu di garisbawahi pada ayat " ضـع ضـع ــ ا " (Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain). Yang dimaksud dengan menceritakan, menyebut-nyebut atau menggunjing dalam ayat ini adalah menggunjing secara terang-terangan atau dengan isyarat, dan lain-lain yang bisa menyakiti hati seseorang karena perkataannya. Dan bagi orang-orang yang menggunjing wajib bertaubat kepada Allah Swt dan meminta maaf kepada orang yang digunjingkannya.7
Dalam ayat ini Allah Swt. memberikan perumpamaan mengenai menggunjing agar hambanya menjauhi dan berhati-hati terhadap perbuatan keji ini, yaitu dengan perumpamaan " ـ ر ف ـ ـ أ ل أ أ حأ ـح أ" (Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?). Maka ada beberapa penekanan pada ayat ini untuk menggambarkan betapa buruknya menggunjing.
Pertama, pada gaya pertanyaan yang dinamai istifhâm taqrîri yakni yang
bukan bertujuan meminta informasi, tetapi mengundang yang ditanya untuk membenarkan. Kedua, ayat ini menjadikan apa yang pada hakikatnya sangat tidak
disenangi, dilukiskan sebagai hal yang disenangi. Ketiga, ayat ini
7 Ahmad Mustafâ al-Marâghî,
(1)
Demikianlah beberapa point tentang menjaga lisan yang dapat penulis kemukakan pada skripsi ini. Semoga ini menjadi rujukan bagi penulis khususnya dan pada masyarakat umumnya.
(2)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan akhir sebagai berikut:
1. Semua bahaya lisan dalam al-Qur’an ialah sifat yang sangat dibenci Allah Swt. dalam hal apapun, karena dapat merusak akhlak seseorang dan orang lain.
2. Pencegahan bahaya lisan menurut al-Qur’an, yaitu dengan cara membaca al-Quran serta memahami maknanya dan membiasakan diri dengan melakukan puasa, dzikir, dan shalat malam.
3. Pengaruh pencegahan ini dalam al-Quran memberikan kebaikan pada perilaku manusia sehingga manusia dapat menjalankan syariat agama dengan benar tanpa ada keraguan di dalam memahami agama tersebut.
B. Saran-Saran
Pada awalnya penulis mempunyai impian untuk membuat satu karya penulisan yang baik dan sesuai dengan standarisasi yang ideal. Tetapi mengingat waktu yang terus berjalan dan tuntutan yang terus meningkat, maka inilah tulisan penulis yang sederhana dan yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu hanya kritik dan saran dari para pembacalah yang akan menilai kapasitas penulisan ini.
(3)
Dalam penulisan ini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penelitian mengenai bahaya lisan, oleh karena itu saran penulis kepada para intelektual muslim agar melakukan penelitian lebih lanjut lagi terhadap bahaya lisan, karena bahaya lisan tidak hanya yang terdapat pada penulisan ini saja, masih banyak bahaya-bahaya lisan yang belum dikaji. Oleh karena itu, demi kesempurnaan peneltian ini dan untuk menambah wawasan pengetahuan keislaman dunia, alangkah baiknya diadakan penelitian lebih lanjut terhadap bahaya lisan. Terakhir semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit pengetahuan untuk penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Agama RI, Departemen. al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), Jilid 3, 4, 5, 7. Jakarta: Departemen agama RI, 2004.
al-Baihaqî, Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali. Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, Juz. 10, 8. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.
al-Bâqî, Muhammad Fuad ‘Abd. Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur’an al -Karîm. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.
al-Bukhârî, ‘Abdullâh Muhammad ibn Ismâ’îl. Matan al-Bukhârî Masykûl. Jilid 4 Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.
---. Sahih al-Bukhârî bi Hâsyah al-Sanadî. T.tp:Dâr Nahr al-Nayl, t.t. Chirzin, Muhammad. Permata Al-Quran. Yogyakarta: QIRTAS, 2003.
El-sulthani, Mawardi Labay. Bahaya Provokasi Lidah Tidak Bertulang; Pahit dan Manisnya Dunia Karena Lidah. Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002.
F. Ganong, William. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Penerjemah Djauhari Widjayakusumah, ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.
al-Ghazali, Imam. Mutiara Ihyâ’ ‘Ulûmuddîn. Penerjemah Irwan Kurniawan. Bandung: Mizan, 1997.
---, Wasiat Imam al-Ghazali; Minhajul Abidin. Jakarta: Darul Ulum press, 1986.
---, Bahaya Lidah. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Hawwa, Said. Induk Pensucian diri. Penerjemah Syed Ahmad Semait, dkk. Singapura: Pustaka Nasional, t.t.
---, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun-Nafs terpadu. Penerjemah Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. Jakarta: Robbani Press, 1999.
Hidayah, Siti. "Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Analisis QS. Al-A’raf/7: 199-202)." Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2009.
Ibrohim, Mahyudin. Nasehat 125 Ulama Besar. Jakarta: Darul Ulum, 1987.
(5)
Jaarullah, Abdullah bin. Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Juhara, Erwan dan Es-Shabar, Suhairi. Manajemen Lisân; Sarana Keselamatan Dunia-Akhirat. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005.
Manzûr, Ibnu. Lisân al-‘Arabi, Juz 1, 2, 3, 6, 10, 12, 14, 15. Beirut: Dâr Ihyâ’ al -Turâts al-‘Arabi, t.t.
al-Marâghî, Ahmad Mustafâ. Tafsîr Marâghî, Jilid 3, 4, 6, 8, 9. Mesir: Dâr al-Fikr, t.t.
al-Mawardi, Abul Hasan Ali. Mutiara Akhlak Al-Karimah. Terjemahan Adâb an-Nafs. Jakarta: Pustaka Amani, 1993.
al-Mishri, Mahmud. Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin, dkk. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009.
Muhammad, Ahsin Sakho, dkk., ed. Tematis Ensiklopedi Al-Quran, Jilid III. Terjemah al-Mausu’ah al-Qur’âniyah. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t.t. Mujib dan Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Pers, 2001.
al-Naisabûri, Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi. Sahih Muslim. Beirut: Dâr Ihyâ’I al-Turâts al-‘Arabi, t.t.
---. Sahih Muslim, Jilid I. Beirut: dâr al-Fikri, t.t.
Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Nawawi, Mahyuddin Abî Zakariâ Yahya ibn Syarf al-Nawawi. Riyâdhus Shalihin, bâb Tarjim al-Ghibah wa al-‘Amru Bihafidz. Juz II.
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani Handoyo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.
al-Qahthani, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf. Bahaya Lidah; Penyakit Lisan dan Terapinya. Penerjemah Eko Haryono, Aris Munandar. Jogjakarta: Media Hidayah, 2003.
al-Quran digital versi 2.1
al-Qazwaynî, Abî ‘Abdillâh Muhammad ibn Yazîd. Sunan Ibn Mâjah. Beirut:Dâr al-Fikr, 1995.
ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1. Penerjemah Drs. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani, 2008.
(6)
Ridwan, Kafrawi, dkk., ed. Ensiklopedi Islam, Vol. I. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Sahabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, Vol. I. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
---. Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, Vol. II. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Sahil, Azharuddin. Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam Al-Quran. Bandung: Mizan, 2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol. 1, 2, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 15. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
al-Suyûti, Jalâluddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar. Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl. al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.
al-Sya’râwi, Muhammad Mutawali. Tafsîr as-Sya’râwî, Jilid 3, 4, 5, 9. Kairo: Akhbâr al-Yaum, t.t.
At-Tamimi, Muhammad. Kitab Tauhid. Jakarta: QALAM, 1995.
Tim penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, Jilid I. Bandung: Angkasa, 2008.
Ulfah, Eneng Maria. "Etika Menjaga Lisan Dalam al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12." Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
Zaini, Syahminan. Penyakit Rohani dan Penyebabnya. Surabaya: al-Ikhlas, 1990. Zuhaili, Wahbah, dkk. Ensiklopedia Al-Qur’an. Penerjemah Tim Kuwais. Jakarta:
Gema Insani, 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah
http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm. http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah.
http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/bahaya-lisan-terhadap-ghibah