PEMAKAMAN SASANA SARASEHAN Peraturan Menteri Bersama Menteri Dalam Negeri Depdagri dan Menteri Kebudayaan

5 2 gunaan lahan yang disediakan oleh Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 untuk menjadi pemakaman umum.

BAB V SASANA SARASEHAN

ATAU SEBUTAN LAIN Pasal 9 Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain 1. didasarkan atas keperluan nyata dan sungguh- sungguh bagi Penghayat Kepercayaan. Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain se- 2. bagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa bangunan baru atau bangunan lain yang dialih fungsikan. Pasal 10 Sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana di- maksud dalam Pasal 9 harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un- dangan. 5 3 Penghayat Kepercayaan mengajukan permoho- 1. nan ijin mendirikan bangunan untuk penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain dengan ban- gunan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 kepada BupatiWalikota. BupatiWalikota memberikan keputusan paling 2. lambat 90 sembilan puluh hari sejak diteriman- ya permohonan pendirian sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memenuhi persyaratan se- bagaimana dimaksud pada ayat 1. Pasal 12 Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain- 1. nya yang telah mendapat ijin sebagaimana di- maksud dalam Pasal 11 mendapat penolakan dari masyarakat, Pemerintah Daerah memfasilitasi pelaksanaan pembangunan sasana sarasehan di- maksud. Dalam hal fasilitasi pemerintah daerah seba- 2. gaimana dimaksud pada ayat 1 tidak terlaksana, Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi lokasi baru untuk pembangunan sasana sarase- han atau sebutan lain. 5 4 BupatiWalikota memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ru- ang wilayah.

BAB VI PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 14 Perselisihan antara Penghayat Kepercayaan den- 1. gan bukan Penghayat Kepercayaan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat antar kedua belah pihak. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak ter- 2. capai, gubernur atau bupatiwalikota memfasili- tasi penyelesaian perselisihan sebagaimana di- maksud pada ayat 1. Dalam hal fasilitasi penyelesaian perselisihan se- 3. bagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pros- es peradilan. 5 5 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan 1. dan pengawasan umum atas pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan. Pembinaan umum sebagaimana dimaksud pada 2. ayat 1 dilakukan dengan mengoordinasikan gubernur dalam pelayanan kepada penghayat kepercayaan dan pembinaan kepada bupatiwa- likota dalam pelayanan kepada Penghayat Keper- cayaan. Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada 3. ayat 1 dilakukan dengan memantau gubernur dalam pelayanan kepada penghayat kepercayaan dan pembinaan kepada bupatiwalikota dalam pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan. Pasal 16 Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melakukan 1. pembinaan dan pengawasan teknis atas pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan. Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada 2. ayat 1 meliputi: a. pemberian pedoman; b. pemberian bimbingan teknis, konsultasi, su-