Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara

(1)

PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN

KONVERSI LAHAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI (DAS) DELI SUMATERA UTARA

Suci Arisa Purba 061201017

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN

KONVERSI LAHAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI (DAS) DELI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

SUCI ARISA PURBA 061201017

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN

KONVERSI LAHAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI (DAS) DELI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

SUCI ARISA PURBA

061201017/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli

Sumatera Utara

Nama : Suci Arisa Purba

NIM : 061201017

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS Ketua Departemen Kehutanan


(5)

ABSTRAK

SUCI ARISA PURBA: Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan YUNUS AFIFUDDIN.

Belum adanya informasi tentang tingkat kerawanan konversi lahan hutan di DAS Deli menyebabkan DAS Deli berada pada kekritisan. Kegiatan konversi lahan hutan akan berdampak terhadap menurunnya fungsi hutan, terutama fungsinya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta penyerapan karbon. Penelitian ini dilakukan di DAS Deli meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan pada April – Juli 2009 dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) yang merupakan tiga teknologi spasial yang sangat berguna. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter penentu kerawanan konversi lahan hutan) untuk menghasilkan unit pemetaan baru (unit lahan) yang akan digunakan sebagai unit analisis. Hasil penelitian menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan tinggi mempunyai luasan 662,13 Ha atau 11,42 % yang menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli, di bagian hulu pada Kecamatan Berastagi, di bagian tengah pada Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Namorambe serta di bagian hilir pada kecamatan Hamparan perak dan Medan Labuhan berupa hutan mangrove. Dari seluruh kawasan dengan tingkat kerawanan konversi hutan tinggi tersebut, 132,98 Ha merupakan hutan lindung dan sisanya 529,15 Ha adalah hutan rakyat.


(6)

ABSTRACT

SUCI ARISA PURBA: Spatial Modeling of Forest Land CONVERSION Rate Vulnerability in Deli Watershed, North Sumatera. Supervised by Nurdin SULISTIYONO and YUNUS AFIFUDDIN.

The absence of information about the level of vulnerability to conversion of forest land in the river basin watershed caused Deli Deli is at criticality. Forest land conversion activities will impact on the decrease of forest functions, especially its function as regulator of water management, flood prevention, erosion and carbon sequestration. This research was conducted in the watershed includes Karo, Deli Serdang and Medan in April-July 2009 using Geographic Information System (GIS), Remote Sensing (RS) and Global Positioning System (GPS), which are three very useful spatial technology. Spatial analysis was done by overlaying several spatial data (parameters determining vulnerability to conversion of forest land) to produce a new mapping units (land units) which will be used as the unit of analysis. The results showed the area with the level of vulnerability of high conversion of forest land has an area of 662.13 hectares or 11.42%, which is spread in all districts in the Deli watershed, upstream from the District of Berastagi, in the middle of the Sibiru-biru, Pancur Batu District and District Namorambe and in part downstream of the district of Medan Labuhan carpet of silver and mangroves. Of all the regions with high levels of vulnerability to forest conversion, the 132.98 hectares are protected forests and the remaining 529.15 hectares are forest people.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai pada tanggal 18 Desember 1988 dari ayahanda Ahmad Bakri Purba dan Ibunda Siti Aisyah Damanik. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sipispis dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) Departemen Kehutanan, sebagai anggota bidang Keputrian di Badan Kenaziran Musholla Baitul Asjar Departemen Kehutanan, sebagai asisten praktikum Mata kulian Dendrologi, asisten praktikum Mata Kuliah Klimatologi Hutan, asisten praktikum Mata Kulian Ekologi Hutan dan asisten lapangan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H).

Prestasi yang pernah diraih adalah sebagai salah satu pemenang dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Artikel Ilmiah dan PKM Penelitian tahun 2009 dari DIKTI, selain itu pernah menjadi finalis pada program Student Enterpreneur Center (SEC) USU.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Tangkahan dan Pulau Sembilan Kabupaten Langkat serta kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di KPH Bandung Selatan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada 2 Januari - 2 Februari 2010.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara” ini dapat selesai sebagaimana mestinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M. Si dan Bapak Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan- rekan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis maupun pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2010


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Tujuan Penelitian... ... . 2

Manfaat penelitian... ... 2

Kerangka pemikiran ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli ... 4

Landsat TM 7 ... ... 4

Sistem Informasi Geografisdan Penginderaan Jauh ... 6

Model Data Spasial ... ... 7

Konversi Lahan ... ... 10

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu... ... 14

Bahan Dan Alat... ... 14

Metode Penelitian... ... 14

Pengumpulan Data... ... 14

Analisis Citra... ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Indikator Kerawanan Konversi Lahan Hutan ... 21

Tutupan lahan... ... 21

Kelerengan lahan... ... 25

Ketinggian tempat... ... 28

Jarak dari pemukiman ... 28

Jarak dari sungai... ... 31

Jarak dari jalan... ... 33

Kepadatan penduduk ... 33

Pendapatan perkapita... 37


(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... ... 41

Saran... ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Karakterstik sensor Landsat 7... 6

2. Parameter penentuan rawan konversi lahan hutan... 19

3. Klasifikasi tutupan lahan citra satelit Landsat TM 7 tahun 2009... 22

4. Hasil evaluasi separabilitas tutupan lahan citra Landsat TM 7 tahun 2009.. 23

5. Hasil evaluasi kontingensi tutupan lahan citra Landsat TM7 tahun 2009... 24

6. Monogram citra landsat TM 7 DAS Deli (band 543)... 26

7. Sebaran ketinggian di DAS Deli... 27

8. Sebaran kelerengan di DAS Deli... 28

9. Sebaran kelas jarak dari jalan di DAS Deli... 29

10. Sebaran kelas jarak dari sungai di DAS Deli... 29

11. Sebaran kelas jarak dari pemukiman di DAS Deli... 34

12. Kepadatan penduduk menurut kecamatan di DAS Deli 2008... 36

13. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota 2008... 37


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Kerangka pemikiran ... ... 3

2. Tahapan penelitian... 20

3. Peta sebaran tutupan lahan DAS Deli... 25

4. Peta sebaran kelerengan di DAS Deli... 30

5. Peta sebaran ketinggian di DAS Deli... 31

6. Peta sebaran jarak dari jalan di DAS Deli... 32

7. Peta sebaran jarak dari sungai di DAS Deli ... 33

8. Peta sebaran jarak dari pemukiman di DAS Deli ... 35

9. Peta sebaran kepadatan penduduk di DAS Deli... 40

10. Peta sebaran pendapatan perkapita di DAS Deli... 41


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Titik koordinat berdasarkan pada pengecekan lapangan dengan GPS.... 46 2. Peta admnistrasi DAS Deli... 56 3. Kondisi tutupan lahan di lapangan... 57


(14)

ABSTRAK

SUCI ARISA PURBA: Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara. Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan YUNUS AFIFUDDIN.

Belum adanya informasi tentang tingkat kerawanan konversi lahan hutan di DAS Deli menyebabkan DAS Deli berada pada kekritisan. Kegiatan konversi lahan hutan akan berdampak terhadap menurunnya fungsi hutan, terutama fungsinya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta penyerapan karbon. Penelitian ini dilakukan di DAS Deli meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan pada April – Juli 2009 dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) yang merupakan tiga teknologi spasial yang sangat berguna. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter penentu kerawanan konversi lahan hutan) untuk menghasilkan unit pemetaan baru (unit lahan) yang akan digunakan sebagai unit analisis. Hasil penelitian menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan tinggi mempunyai luasan 662,13 Ha atau 11,42 % yang menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli, di bagian hulu pada Kecamatan Berastagi, di bagian tengah pada Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Namorambe serta di bagian hilir pada kecamatan Hamparan perak dan Medan Labuhan berupa hutan mangrove. Dari seluruh kawasan dengan tingkat kerawanan konversi hutan tinggi tersebut, 132,98 Ha merupakan hutan lindung dan sisanya 529,15 Ha adalah hutan rakyat.


(15)

ABSTRACT

SUCI ARISA PURBA: Spatial Modeling of Forest Land CONVERSION Rate Vulnerability in Deli Watershed, North Sumatera. Supervised by Nurdin SULISTIYONO and YUNUS AFIFUDDIN.

The absence of information about the level of vulnerability to conversion of forest land in the river basin watershed caused Deli Deli is at criticality. Forest land conversion activities will impact on the decrease of forest functions, especially its function as regulator of water management, flood prevention, erosion and carbon sequestration. This research was conducted in the watershed includes Karo, Deli Serdang and Medan in April-July 2009 using Geographic Information System (GIS), Remote Sensing (RS) and Global Positioning System (GPS), which are three very useful spatial technology. Spatial analysis was done by overlaying several spatial data (parameters determining vulnerability to conversion of forest land) to produce a new mapping units (land units) which will be used as the unit of analysis. The results showed the area with the level of vulnerability of high conversion of forest land has an area of 662.13 hectares or 11.42%, which is spread in all districts in the Deli watershed, upstream from the District of Berastagi, in the middle of the Sibiru-biru, Pancur Batu District and District Namorambe and in part downstream of the district of Medan Labuhan carpet of silver and mangroves. Of all the regions with high levels of vulnerability to forest conversion, the 132.98 hectares are protected forests and the remaining 529.15 hectares are forest people.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan yang baik terutama melakukan analisis tingkat kerawanan maupun kekritisan suatu lahan, khususnya hutan mutlak diperlukan untuk menjaga kelestariannya. Untuk itu, diperlukan informasi yang memadai yang bisa dipakai oleh pengambil keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial. Akurasi tinggi, kebutuhan akan data terkini, dan mencakup areal yang luas mengenai suatu kondisi lahan dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) yang merupakan tiga teknologi spasial yang sangat berguna untuk memantau tingkat kerawanan konversi hutan.

Kerusakan sumberdaya alam hutan yang terjadi saat ini telah menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan hidup daerah aliran sungai (DAS) seperti tercermin pada sering terjadinya erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai dan waduk serta saluran irigasi (Asdak, 1995). Tekanan yang besar terhadap sumber daya alam oleh aktivitas manusia, salah satunya dapat ditunjukkan adanya perubahan penutupan lahan begitu cepat.

Belum adanya informasi tentang tingkat kerawanan konversi lahan hutan di DAS Deli menyebabkan DAS Deli berada pada kekritisan. Kegiatan konversi lahan hutan akan berdampak terhadap menurunnya fungsi hutan, terutama fungsinya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta penyerapan karbon. Luasan hutan yang semakin berkurang di daerah hulu yang merupakan kawasan penyangga bagi Kota Medan, berdampak pada daerah tengah dan hilir. Salah satu dampak serius dari konversi hutan ini adalah banjir. Bertitik tolak dari


(17)

permasalahan diatas maka dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan spasial tingkat kerawanan konversi lahan hutan dengan Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografi (SIG) di DAS Deli Sumatera Utara.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun model spasial sehingga dapat menggambarkan atau memetakan tingkat kerawanan konversi lahan hutan di DAS Deli Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan di DAS Deli sehingga dapat digunakan sebagai informasi/masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk pencegahan konversi hutan yang semakin besar di masa yang akan datang.


(18)

Kerangka Pemikiran

Alur keranga pemikiran dari penelitian ini disajikan dalam Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka pemikiran Kondisi biofisik

- Ketinggian tempat - Kelerengan lahan - Jarak dari jalan - Jarak dari sungai - Jarak dari pemukiman

Kondisi sosial ekonomi - Tingkat kepadatan

penduduk

- Tingkat pendapatan - Nilai ekonomi lahan

Menurunnya fungsi hutan Sebagai penyangga daerah hilir DAS

Pemetaan tingkat kerawanan konversi lahan hutan di DAS

Deli Konversi lahan

hutan di DAS Banjir, longsor, erosi dll Di DAS Deli


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli

DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, manampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Selain itu DAS juga merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antar faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem maka setiap ada masukan ke dalam DAS, proses yang terjadi dan berlangsung di dalam DAS dapat dievaluasi berdasarkan keluaran sistem tersebut (Suripin, 2002).

DAS Deli berkelok-kelok melewati Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kota Medan. DAS Deli yang diapit oleh DAS Percut dan DAS Belawan terdiri dari tujuh gugus sungai yaitu Sungai Petani, Simai-mai, Deli, Babura, Bekala, Sei Kambing dan Paluh Besar. DAS Deli mengalir sepanjang 72 kilometer dari hulu digunung hingga ke hilir di laut.

Hasil analisis Tim SIG ESP menunjukan kawasan tangkapan air di Sungai Deli sudah sangat kritis. Hutan negara hanya tersisa 7,59 %, dengan tutupan vegetasi (termasuk kebun masyarakat dan kawasan mangrove) hanya 15%. Sebaliknya lahan kritis ditambah pemukiman mencapai 34,3%. Kawasan budidaya luasnya mencapai 45,5%. Sebaliknya badan air hanya 167,38 Ha atau 0,29%. Data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Deli (BPDAS) Wampu-Sei Ular mengungkapkan luas DAS Deli 48.162 Ha, sementara data ESP mendapatkan jumlah yang sedikit lebih luas yaitu 56.848,88 Ha. Di kawasan hulu, ancaman datang berupa penggundulan hutan melalui penebangan liar, konversi


(20)

lahan, perambahan liar serta pencurian humus. Kerusakan ini sudah berlangsung selama puluhan tahun tanpa adanya upaya memadai untuk menghentikannya. Para ahli konservasi sependapat bahwa kerusakan habitat merupakan penyebab utama punahnya keragaman hayati yang sangat kaya (ESP, 2006).

Landsat TM 7

Landsat TM 7 adalah satelit paling akhir dari

Diluncurkan pada tanggal

memperbarui rasio citra satelit, menyediakan citra yang up-to-date dan bebas

awan. Meski Program Landsat Program dikelola ole

dikumpulkan dan didistribusikan ole

memungkinkan gambar tiga dimensi dari Landsat 7 dan sumber-sumber lainnya untuk dapat dengan mudah dinavigasi dan dilihat dari berbagai sudut. Landsat 7 dirancang untuk dapat bertahan 5 tahun, dan memiliki kapasitas untuk mengumpulkan dan mentrasmisikan hingga 532 citra setiap harinya. Satelit ini adalah polar, memiliki orbit yang sinkron terhadap matahari, dalam arti dapat memindai seluruh permukaan bumi; yakni selama 232 orbit atau 15 hari. Massa satelit tersebut 1973 kg, memiliki panjang 4,04 meter dan diameter 2,74 meter. Tak seperti pendahulunya, Landsat memiliki memori 378 gigabits (kira-kira 100 citra). Instumen utama Landsat 7 adalah Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) (Wikipedia, 2009).

Landsat 7 adalah satelit remote sensing yang dioperasikan oleh USGS (United States Geological Survei), berorbit polar pada ketinggian orbit 705 Km, dengan membawa sensor ETM+ yang dapat menghasilkan citra multispektral dan pankhromatik yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 m dan 15 m. Misi


(21)

Landsat 7 adalah untuk menyajikan data inderaja berkualitas tinggi dan tepat waktu dari kanal tampak (visible) dan infra merah yang meliput seluruh daratan dan kawasan di sekitar pantai di permukaan bumi dan secara berkesinambungan memperbaharui data base yang ada. Namun setelah beroperasi lebih dari empat tahun, satelit ini mengalami kerusakan pada bagian SLC (Scan Line Collector) sehingga menghasilkan citra satelit yang tidak utuh, USGS telah berusaha memperbaiki kerusakan yang terjadi, tetapi tidak berhasil, bahkan sejak November 2003 kerusakan yang terjadi dinyatakan sebagai kerusakan yang permanen. Satelit Landsat telah lebih dari sepuluh tahun dimanfaatkan oleh pengguna di Indonesia untuk berbagai sektor kegiatan. Oleh karena itu sampai saat ini masih banyak pengguna data inderaja yang bergantung pada data Landsat, padahal banyak data inderaja satelit yang dihasilkan oleh satelit lainnya yang mungkin dapat mensubstitusi data Landsat paska kerusakan (Arief, 2004).

Tabel 1. Karakteristik sensor Landsat 7

Instrument (Sensor) Enhanced Thematics Mapper (ETM+)

Lebar Cakupan (swath width) 185 Km

Pengamatan Balik (revisit time) 16 hari Orbit

Ketinggian Orbit

Hampir Polar, Sinkron Dengan Matahari 705 Km Melintasi Ekuator (local time) 10,00 ±15 min Band Kisaran Spektral (µ) Resolusi spasial (m)

1. Biru (Blue) 0,450 - 0,515 30

2. Hijau (Green) 0,525 - 0,605 30

3. Merah (Red) 0,630 - 0,690 30

4. Infra merah dekat (NIR) 0,750 - 0,900 30

5. Gelombang infra merah pendek (SWIR)

1,550 - 1,750 30

6 Gelombang infra merah Thermal (TIR)

10,40 - 12,50 60

Short Wave IR 2.090 - 2,350 30

Modus Mono 0,520 - 0,900 15

Tanggal diluncurkan 15 April 1999

Misi dirancang dalam waktu (Mission life)


(22)

Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh

Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut. Sistem ini menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan. Data spasial dan sistem informasi geografis hanya merupakan model penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata, sedangkan untuk meningkatkan peran data dalam pengambilan keputusan mengenai kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan untuk menggambarkan obyek –obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin dkk, 2006).

Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut (Howard, 1996).

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar

Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di

suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan. Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi


(23)

kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi dkk, 2007).

Model Data Spasial

SIG dengan penyederhanaannya melakukan pendekatan terutama secara spasial dan non spasial. Analisis spasial dalam SIG berusaha menerangkan fenomena dunia nyata melalui model dunia nyata (real world model). Model dunia nyata ditujukan untuk mengurangi kompleksitas dengan mengambil fenomena-fenomena tertentu saja yang sejalan dengan tujuan. Model dunia nyata selanjutnya diterangkan melalui model data. Proses interpretasi fenomena alami dengan menggunakan model dunia nyata dan model data disebut dengan pemodelan data (Bernhardsen, 1998).

Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia nyata melalui penyederhanaan bentuk fenomena tersebut. Pemodelan spasial terdiri dari sekumpulan proses yang dilakukan pada data spasial untuk menghasilkan suatu informasi umumnya dalam bentuk peta. Kita dapat menggunakan informasi tersebut untuk pembuatan keputusan, kajian ilmiah, atau sebagai informasi umum. Representasikan model dunia nyata di dalam SIG ada dua. Pertama adalah jenis data spasial yang merepresentasikan aspek keruangan yang disebut data-data posisi, ruang, koordinat. Kedua adalah jenis data yang merepresentasikan aspek deskriptif terhadap fenomena yang dimodelkan yang disebut data non-spasial (Prahasta, 2002).


(24)

Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitas yang membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian data spasial. Data spasial menjelaskan fenomena geografi terkait dengan lokasi relatif terhadap permukaan bumi (georeferensi), berformat digital dari penampakan peta, berbentuk koordinat titik-titik, dan simbol-simbol mendefinisikan elemen-elemen penggambaran (kartografi), dan dihubungkan dengan data atribut yang disimpan dalam tabel-tabel sebagai penjelasan dari data spasial tersebut (georelational data structure) (Hurvitz, 2003).

Hurvitz (2003) membagi model data spasial kedalam dua kategori dasar, yaitu model data vektor dan model data raster.

1. Model Data Vektor

Model data vektor merepresentasikan setiap fitur ke dalam baris dalam tabel dan bentuk fitur didefinisikan dengan titik x, y dalam space. Fitur-fitur dapat memiliki ciri-ciri yang berbeda lokasi atau titik, garis atau poligon. Lokasi-lokasi seperti alamat customer direpresentasikan sebagai point yang memiliki pasangan koordinat geografis. Garis, seperti sungai atau jalan, direpresentasikan sebagai rangkaian dari pasangan koordinat. Poligon didefinisikan dengan batas dan direpresentasikan dengan poligon tertutup. Semua itu dapat didefinisikan secara legal, seperti paket dari tanah; administratif, seperti kabupaten. Saat menganalisa data vektor, sebagian besar dari analisa melibatkan atribut-atribut dari tabel data layer.

Tiga macam model data vektor yaitu :

- Titik, adalah representasi grafis yang paling sederhana untuk suatu obyek Representasi ini tidak memiliki dimensi tetapi dapat


(25)

diidentifikasi di atas peta dan dapat ditampilkan pada layar monitor dengan menggunakan simbol-simbol.

- Garis adalah bentuk linier yang akan menghubungkan paling sedikit dua titik dan digunakan untuk mempresentasikan obyek-obyek dua dimensi. Obyek atau entitas yang dapat direpresentasikan dengan garis antara lain jalan, sungai, jaringan listrik, saluran air.

- Poligon digunakan untuk merepresentasikan obyek-obyek dua dimensi, misalkan: Pulau, wilayah administrasi, batas persil tanah adalah entitas yang ada pada umumnya direpresentasikan sebagai poligon. Satu poligon paling sedikit dibatasi oleh tiga garis di antara tiga titik yang saling bertemu membentuk bidang. Poligon mempunyai sifat spasial luas, keliling terisolasi atau terkoneksi dengan yang lain, bertakuk

(intended), dan overlapping.

2. Model Data Raster

Model data raster merepresentasikan fitur-fitur ke dalam bentuk matrik yang berkelanjutan. Setiap layer merepresentasikan satu atribut (meskipun atribut lain dapat diikutsertakan ke dalam sel matrik). Entiti spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber entiti spasial raster adalah citra satelit (misalnya Ikonos).

Konversi Lahan

Sihaloho (2004) menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab konversi lahan di Kelurahan Mulyaharja, Bogor, Jawa Barat sebagai berikut:


(26)

1. Faktor pertambahan penduduk yang begitu cepat berimplikasi kepada permintaan terhadap lahan pemukiman yang semakin meningkat dari tahun ke tahun;

2. Faktor ekonomi yang identik dengan masalah kemiskinan. Masyarakat pedesaan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui hasil penjualan kegiatan pertanian yang umumnya rendah, berusaha mencari bentuk usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk mendapatkan modal dalam memulai usahanya, petani pada umumnya menjual tanah yang dimilikinya. Masyarakat pedesaan beranggapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari penjualan lahan pertanian untuk kegiatan industri dibandingkan harga jual untuk kepentingan persawahan. Di sisi lain pengerjaan lahan pertanian memerlukan biaya tinggi. Sehingga petani lebih memilih sebagian tanah pertaniannya untuk dijual untuk kegiatan non-pertanian;

3. Faktor luar, yaitu pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT); 4. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan produktif

milik warga;

5. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10 hektar; dan

6. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Berdasarkan RTRW tahun 2005, seluas 269,42 hektar lahan Kelurahan Mulyaharja akan dialokasikan untuk pemukiman/perumahan real estate;


(27)

Kecilnya manfaat ekonomi yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat dari penggunaan lahan sebagai hutan, mengakibatkan banyak terjadinya perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan lindung menjadi penggunaan lahan yang secara ekonomi memberikan nilai yang lebih tinggi, sehingga pola penggunaan lahan di Sub DAS Ciesek, sesuai penelitian Sulistiyono (2006) yang ada sekarang ini tidak sesuai dengan pola peruntukannya sebagaimana yang telah disusun dalam RTRW tahun 2000. Sebagai dampaknya kawasan lindung menjadi tergangu akibat desakan penggunaan lahan oleh masyarakat.

Barlow (1978) menyatakan bahwa pola penggunaan lahan ditentukan oleh besarnya land rent (nilai manfaat lahan) yang diterima pemilik/pengguna lahan dari suatu pola penggunaan lahan. Pola penggunaan lahan yang memberikan land

rent yang tinggi yang diterima akan mengganti pola penggunaan lahan dengan

sewa lahan yang rendah. Nilai land rent yang rendah suatu penggunaan lahan akan digantikan oleh nilai land rent yang lebih tinggi dari suatu pola penggunaan lahan.

Apabila dilakukan alih fungsi (konversi) lahan dari hutan menjadi lahan pertanian (sawah atau tegalan), maka akan lepas/keluar air dari lahan tersebut sebanyak 600- 1.050 m3 per hektar (600 ribu – 1,05 juta) liter. Apalagi bila lahan hutan dikonversi menjadi lahan pemukiman maka sekitar 1.300 m3 (1,3 juta liter) air akan keluar/lepas dari setiap hektar kawasan yang dikonversi tersebut. Volume air sebanyak ini jelas dapat menimbulkan banjir pada lingkungan sekitar atau di bagian hilir suatu wilayah (Rauf, 2009).


(28)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini mengambil lokasi di DAS Deli yang meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Medan. Analisis data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 – Juli 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Data spasial : citra Landsat TM 7 path/row 129/58 (Mei 2009 dan April 2009) dan 129/57 (Oktober 2009) dari Glovis, data digital elevation model (DEM) dari shuttle radar topography mission (SRTM), peta digital administrasi DAS Deli, peta digital jalan, peta digital sungai dan peta digital kota dari BPKH b. Data non spasial : data kepadatan penduduk dan data tingkat pendapatan

perkapita dari BPS

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer (PC), Software pengolah data GIS, Global Positioning System (GPS) dan kamera digital.

Metode Penelitian Pengumpulan data

Data primer diperoleh dari pengambilan titik di lapangan dengan menggunakan GPS sebagai training area. Data sekunder berupa data utama dan data pendukung. Data utama berupa citra landsat TM 7 path/row 129/58 (Mei


(29)

2009 dan April 2009) dan path/row 129/57 (Oktober 2009), data DEM dari SRTM dan data pendukung diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), BPDAS, BPS, dan stakeholder (peneliti, universitas dan lain-lain). Data yang dikumpulkan yaitu data spasial berupa peta digital jalan, peta digital sungai, peta digital administrasi, serta data non spasial berupa data kepadatan penduduk dan data tingkat pendapatan perkapita.

Analisis data

1. Analisis citra untuk pembuatan peta tutupan lahan

Citra Landsat TM 7 dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta penutupan lahan (land cover) dari kawasan yang diteliti. Analisis citra dapat dilakukan dalam empat tahap sebagai berikut:

a. Mosaik citra, adalah penggabungan dua citra yakni citra landsat 129/57 dan citra landsat 129/58 sehingga gambaran pada kedua citra tersebut bertampalan. b. Subset citra, adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah

kawasan yang diteliti dari kedua citra tersebut.

c. Klasifikasi citra (image classification), bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitaif. Klasifikasi citra yang digunakan yakni klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.

d. Uji ketelitian, dilakukan dengan menggunakan metode maksimum likelihood. Uji ketelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi


(30)

yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutupan/penggunaan lahan yang homogen. Besarnya tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian, yang dihitung dari matriks analisis akurasi dengan formulasi sebagai berikut:

Producer’s accuracy = x100%

X X

kt kk

User’s accuracy= x100% X

X

tk kk

Kappa accuracy = 100%

2 x X X N X X X N tk r k kt r k r k tk kt kk

− −

Overall accuracy = x100%

N X r k kk

Keterangan :

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xkk= Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matriks)

Xkt = ∑Xij (jumlah semua kolom pada baris ke i)

Xtk = ∑Xij (jumlah semua kolom pada lajur ke j)

2. Pembuatan peta ketinggian

Data SRTM ditampalkan dengan daerah penelitian kemudian diubah dalam bentuk file DEM. Proses ini menggunakan fitur export raster and elevation

data pada menu file. Kemudian data dalam bentuk file DEM tersebut

dikonversikan ke grid dengan menggunakan model builder. Setelah dikonversikan, data tersebut di reclassification sesuai dengan kelas ketinggian


(31)

yang telah ditentukan sehingga diperoleh peta ketinggian. Kemudian peta ketinggian tersebut diproyeksi dalam koordinat projected dengan datum WGS 84 UTM.

3. Pembuatan peta kelerengan

Prosedur pembuatan peta kelerengan hampir sama dengan pembuatan peta ketinggian. Peta kelerengan diperoleh dari data DEM melalui proses terrain slope.

3. Pembuatan peta jarak dari sungai

Peta buffer diperoleh dengan memanfaatkan perangkat lunak GIS. Peta digital jaringan sungai dalam bentuk shapefile dipotong sesuai dengan daerah penelitian. Kemudian diolah dengan menggunakan fitur create buffer pada menu

theme, sehingga diperoleh peta jarak dari sungai.

4. Pembuatan peta jarak dari jalan

Prosedur pembuatan peta jarak dari jalan hampir sama dengan pembuatan peta jarak dari sungai. Peta acuan yang digunakan adalah peta jaringan jalan dalam bentuk shapefile.

5. Pembuatan peta jarak dari pemukiman

Prosedur pembuatan peta jarak dari pemukiman hampir sama dengan pembuatan peta jarak dari sungai dan peta jarak dari jalan. Peta acuan yang digunakan adalah peta digital kota dalam bentuk shapefile.

6. Pembuatan peta spasial kepadatan penduduk dan pendapatan perkapita

Dilakukan dengan editing data atribut pada peta digital administrasi DAS Deli. Data pendukung yang diperoleh kemudian dimasukkan pada atribut dengan menambahkan field pada peta DAS Deli tersebut.


(32)

Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter penentu kerawanan konversi lahan hutan) untuk menghasilkan unit pemetaan baru (unit lahan) yang akan digunakan sebagai unit analisis. Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan rawan konversi lahan hutan menggunakan perangkat lunak GIS dengan bantuan ekstensi

geoprocessing. Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk

penyusunan data spasial (peta) rawan konversi lahan hutan terdiri dari 4 tahap, yaitu (a) tahap tumpangsusun data spasial, (b) tahap editing data atribut, (c) tahap analisis tabuler, dan (d) presentasi grafis (spasial) hasil analisis

. Metode yang digunakan dalam tahap analisis tabuler adalah metode skoring. Setiap parameter penentu kerawanan konversi lahan hutan (Tabel 2) diberi skor tertentu, dan kemudian pada setiap unit analisis skor tersebut dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor (skor akhir )selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkat kerawanan konversi lahan hutan.

Skor akhir = (3 *[Skor ketinggian tempat]) + (5*[Skor kelerengan]) + (10*[Skor jarak dari jalan]) + (2*[Skor jarak dari sungai]) + (20*[Skor jarak dari pemukiman]) + (10*[Skor kepadatan]) + (10*[Skor pendapatan]) 7. Uji Ketelitian

Dari hasil interpretasi tingkat kerawanan konversi lahan hutan dilakukan validasi terhadap kondisi sesungguhnya di lapangan. Untuk itu perlu dilakukan pengecekan lapangan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan konversi lahan hutan pada lokasi rawan konversi lahan hutan. Hasil dari pengecekan lapangan dengan bantuan alat Global Positioning System (GPS) dimana fungsinya dapat menentukan keberadaan lokasi contoh tersebut. Uji ketelitian dilakukan dengan cara ground check (cek lapangan) di beberapa titik pengamatan yang dipilih sebagai perwakilan dari luas daerah yang diteliti.


(33)

Pengambilan titik ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal yakni biaya, waktu, dan tenaga.

Tabel 2. Parameter penentuan rawan konversi lahan hutan

No Peubah Satuan Bobot Kriteria dan skor

1. Input

a Biofisik Lahan

• Ketinggian

Tempat mdpl 3

0 mdpl -500 mdpl (10), 500 mdpl-1000 mdpl (7), mdpl-1000 mdpl -1500 mdpl (5), 1500 mdpl – 2000 mdpl (3),> 2000 mdpl(1)

• Kelerengan

lahan % 5

0-8% (10), 8-15% (7), 15-25% (5), 25-40% (3), >40% (1)

• Jarak dari jalan m 10

0 m - 200 m(10), 200 m – 400 m (8), 400 m – 600 m (7), 600 m – 800 m (5), 800 m – 1000 m (4), > 1000 m (2)

• Jarak dari

sungai m 2

0 m – 200 m (10), 200 m – 400 m (7), 400 m – 600 m (5), 600 m -800 m (2), > -800 m (1)

• Jarak dari

pemukiman m 20

0 m - 1000 m(10), 1000 m – 2000 m (7), 2000 m – 3000 m (5), 3000 m – 4000 m (2), > 4000 m (1) b Sosial Ekonomi

• Kepadatan Penduduk

Pddk/

Km2 10

>700/ Km2, (10), 600/Km2 -700/Km2 (8), 400 /Km2-600 /Km2 (6), 300 /Km2-400/Km2 (3), < 300/Km2 (1)

• PDRB Perkapita

Juta

rupiah 10 < 15 (10), 15-30 (8), > 30 (4) 2. Output

Tingkat kerawanan konversi lahan


(34)

Gambar 2. Tahapan penelitian Mulai

Persiapan

Pengumpulan data utama dan data pendukung

Pembuatan data spasial sosial ekonomi masyarakat - Kepadatan penduduk - Tingkat pendapatan

perkapita

- Peta Kepadatan penduduk - Peta Tingkat

pendapatan perkapita

Skoring

Overlay

Pengklasifikasian

nilai-nilai rawan konversi lahan hutan

Tidak Peta Tingkat kerawanan konversi lahan hutan Ground Check

Pembuatan data spasial biofisik

- Ketinggian Tempat - Kelerengan lahan - Jarak dari jalan - Jarak dari sungai - Jarak dari pemukiman

- Peta Ketinggian Tempat - Peta Kelerengan lahan - Peta Jarak dari jalan - Peta Jarak dari sungai - Peta Jarak dari pemukiman Citra Landsat

TM 7 Tahun 2009 Path/ row 129/58 dan 129/57 Klasifikasi supervised Peta Penutupan Lahan Peta kawasan hutan


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Indikator Kerawanan Konversi Lahan Hutan Tutupan lahan

Berdasarkan hasil pengambilan titik di lapangan dengan GPS dan interpretasi citra Landsat TM 7 yang dilakukan, menunjukkan tipe penutupan lahan di DAS Deli yang meliputi Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo dan Medan adalah beragam. Tipe tutupan lahan yang ditemukan di lapangan dikelompokkan menjadi sebelas kelas tutupan lahan yaitu hutan, kebun campuran, sawit, semak belukar, awan, pemukiman, badan air, lahan kosong, pertanian lahan kering, tambak dan sawah.

Berdasarkan klasifikasi tutupan lahan yang dilakukan (Tabel 3.) dapat dilihat luas hutan tahun 2009 adalah 5.721,52 Ha atau 11,5 % dari luas keseluruhan daerah aliran sungai Deli sebesar 48.340,69 Ha. Penggunaan lahan yang paling besar yaitu pada pemukiman sebesar 10.713,92 Ha atau 22,17 %. Hal ini menandakan bahwa kondisi penggunaan lahan di DAS Deli saat ini lebih didominasi oleh kawasan pemukiman.

Kriteria pengelompokan kelas pada klasifikasi terbimbing (supervised

classification) ditetapkan berdasarkan penciri kelas (signature editor) yang

diperoleh melalui pembuatan training area. Penciri kelas ini akan mengelompokkan piksel yang sama ke dalam suatu kelas berdasarkan pada Area

of interest (AOI) yang dibuat pada citra yang akan diklasifikasi. Training area

yang dibuat adalah titik koordinat X dan Y yang diperoleh berdasarkan pada pengecekan lapangan dengan GPS (Lampiran 1.).


(36)

Tabel 3. Klasifikasi tutupan lahan citra satelit Landsat TM 7 tahun 2009

No Tutupan lahan Luas (Ha) Luas (%)

1 Hutan 5.721,52 11,82 2 Kebun campuran 4.549,69 9,42 3 Sawit 10.528,92 21,79 4 Semak belukar 4.356,63 9,02 5 Awan 1.108,97 2,29 6 Pemukiman 10.713,92 22,17 7 Badan air 1.313,54 2,72 8 Lahan kosong 1.352,35 2,80 9 Pertanian lahan kering 7.138,36 14,77 10 Tambak 923,91 1,91 11 Sawah 624,98 1,29 Total 48.340,69 100 Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM 7 tahun 2009

Klasifikasi tutupan lahan yang sudah dibuat kemudian diuji ketelitiannya dengan evaluasi separabilitas dan kontingensi. Separabilitas adalah ukuran statistik antar dua kelas. Ukuran separabilitas yang digunakan yaitu transformed

divergence yang dianggap baik untuk evaluasi keterpisahan antar kelas (Jaya,

1996). Hasil dari evaluasi separabilitas (Tabel 4.) menunjukkan nilai terendah berada diantara lahan kosong dan pemukiman dengan nilai 1712,48 yang berarti sedang keterpisahannya. Menurut Jaya (1996) nilai separabilitas 1700-1899 adalah sedang keterpisahannya.

Akurasi dari klasifikasi tutupan lahan kemudian dievaluasi dengan menggunakan matrik kontingensi (error matrix/confusion matrix) yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Akurasi yang digunakan adalah Kappa accuracy, karena akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matrik. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Kappa accuracy adalah 95,56 %(Tabel 5.), yang berarti hasil klasifikasi dapat diterima. Menurut Jaya (1996) bahwa nilai akurasi di atas 85% berarti hasil klasifikasi dapat diterima dengan tingkat kesalahan kurang atau sama dengan 15% sehingga tidak perlu dilakukan


(37)

pengklasifikasian ulang pada penutupan lahan tersebut dan dari hasil klasifikasi tersebut dapat dibuat peta tutupan lahan (Gambar 3.)

Analisa tutupan lahan beserta monogram dari citra landsat TM 7 tahun 2009 (Tabel 6.), dibuat berdasarkan hasil klasifikasi terbimbing (supervised

classification) yang dilakukan dan interpretasi citra dengan menggunakan

kombinasi saluran (band) 5 (mid IR), 4 (near IR) dan 3 (red). Saluran tersebut sesuai untuk menggambarkan kenampakan yang ada di lapangan. Lillesand dan Kiefer (1997) menyatakan bahwa band 5 dapat membedakan salju dan awan, band 4 untuk membedakan jenis tumbuhan, aktifitas dan untuk membatasi tubuh air, dan band 3 dibuat untuk melihat daerah yang menyerap klorofil, yang dapat digunakan nuntuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan budidaya manusia.


(38)

Tabel 4. Hasil evaluasi separabilitas tutupan lahan citra Landsat TM 7 tahun 2009

Tutupan lahan Awan Badan air Hutan Kebun

campuran

Lahan kosong

Pemukiman Pertanian lahan kering

Sawah Sawit Semak

belukar

Tambak

Awan 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000

Badan air 2000 0 1990,79 1999,97 2000 1991,57 2000 1996,42 2000 1997,82 1877,36

Hutan 2000 1990,79 0 1992,05 2000 2000 2000 2000 1999,25 1917,86 2000

Kebun campuran 2000 1999,97 1992,05 0 1999,98 1999,85 1909,76 2000 1957,95 1995,46 2000

Lahan kosong 2000 2000 2000 1999,98 0 1712,48 1871,51 1999,99 2000 2000 1999,98

Pemukiman 2000 1991,57 2000 1999,85 1712,48 0 1844,73 1974,97 2000 2000 1850,24

Pertanian lahan kering

2000 2000 2000 1909,76 1871,51 1844,73 0 1998,69 2000 1999,99 1999,25

Sawah 2000 1996,42 2000 2000 1999,99 1974,97 1998,69 0 2000 2000 1974,56

Sawit 2000 2000 1999,25 1957,96 2000 2000 2000 2000 0 1792,37 2000

Semak belukar 2000 1997,82 1917,86 1995,46 2000 2000 1999,99 2000 1792,37 0 1999,92


(39)

Tabel 5. Hasil evaluasi kontingensi tutupan lahan citra Landsat TM7 tahun 2009

Kelas tutupan

lahan Awan Badan air Hutan

Kebun campuran

Lahan

kosong Pemukiman

Pertanian lahan

kering Sawah Sawit

Semak

belukar Tambak

Row

Total PA

Awan 703 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 706 99,58

Badan air 0 618 1 0 0 0 0 1 0 20 23 663 93,21

Hutan 0 2 394 0 0 0 0 0 0 0 0 396 99,50

Kebun campuran 3 0 0 2733 0 0 2 0 23 23 0 2784 98,17

Lahan kosong 0 0 0 7 1179 74 10 0 0 0 0 1270 92,83

Pemukiman 0 10 0 0 19 2976 12 9 0 0 10 3036 98,02

Pertanian lahan

kering 17 6 0 33 28 66 230 5 9 10 0 404 56,93

Sawah 0 6 0 0 0 84 1 220 0 2 8 321 68,54

Sawit 0 4 0 2 0 0 0 0 752 24 0 782 96,16

Semak belukar 0 3 0 0 0 0 1 0 6 1688 1 1699 99,35

Tambak 0 44 0 0 0 20 0 8 0 0 441 513 85,96

Column Total 723 693 395 2775 1226 3220 257 243 790 1769 483 12574

UA 97,23 89,18 99,75 98,49 96,17 92,42 89,49 90,53 95,19 95,42 91,30

OA 94,91


(40)

(41)

Tabel 6. Monogram citra landsat TM 7 DAS Deli (band 543) No Kelas tutupan

lahan

Keterangan Monogram

1 Badan Air Meliputi semua kawasan perairan seperti sungai, kolam, laut, kanal dan lain-lain yang ditandai dengan warna biru kehitaman

2 Hutan Meliputi hutan alam dan hutan rakyat (agroforestri) seperti campuran pohon buah dan pohon kehutanan atau tanaman perkebunan dan pohon kehutanan serta hutan rakyat monokultur. Ditandai dengan tekstur yang kasar dan warna hijau tua kehitaman

3 Kebun

campuran

Meliputi campuran antara tanaman pertanian dan perkebunan termasuk perkebunan tebu, perkebunan tembakau, ditandai dengan warna hijau tua dan pola yang tidak teratur

4 Lahan kosong Meliputi lapangan bola, puncak gunung (batuan), kawah vulkanik, lahan bekas kebakaran dan lain-lain yang ditandai dengan warna merah muda dan tekstur halus

5 Pemukiman Meliputi semua kawasan

perkampungan, perkotaan, pelabuhan, bandara, dan lain-lain yang ditandai dengan warna ungu namun tekstur yang agak kasar dan terdapat jaringan jalan

6 Pertanian lahan kering

Meliputi pertanian sayuran dan pertanian monokultur yang ditandai dengan warna ungu sampai merah muda dengan bercak-bercak hijau, tekstur agak kasar, dekat dengan pemukiman dan pola yang tidak teratur


(42)

Tabel 6. (Lanjutan)

No Kelas tutupan lahan

Keterangan Monogram

8 Semak

Belukar

Kawasan bekas hutan yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami) atau kawasan dengan dominasi vegetasi rendah termasuk alang-alang, ditandai dengan warna hijau muda kekuningan, tekstur halus, pola teratur dan juga tidak

9 Tambak Semua aktivitas perikanan darat atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar pantai yang ditandai dengan warna biru agak kehitaman, tekstur halus dan pola seragam 10 Sawit Semua perkebunan sawit yang

ditandai dengan warna hijau muda dan tekstur agak kasar

11 Awan Semua kenampakan awan yang

menutupi kawasan di bawahnya, ditandai dengan warna putih terang

Ketinggian tempat

Secara umum kondisi DAS Deli seluas 48.340,69 Ha, memiliki sebaran ketinggian 0 mdpl sampai > 2000 mdpl (Tabel 7.). Sebagian besar kawasan berada pada ketinggian 0 mdpl – 500 mdpl (85, 92 %) dan sedikit sekali yang berada pada ketinggian > 2000 mdpl (0,16 %).

Berdasarkan peta sebaran ketinggian tempat di DAS Deli (Gambar 4), dapat dilihat bahwa daerah dataran rendah berada pada Kota Medan dan Kabupaten Deli serdang. Kondisi topografi berupa dataran rendah berpeluang terjadinya banjir di daerah tersebut, apalagi dengan kondisi hutan yang semakin berkurang di daerah hulu.


(43)

Tabel 7. Sebaran ketinggian di DAS Deli

No Ketinggian (mdpl) Deskripsi Luas (Ha) Luas (%) 1 0 - 500 Dataran rendah 41.534,36 85,92 2 500 - 1000 Berombak 3.608,77 7,47 3 1000 - 1500 Bergelombang 1.779,71 3,68 4 1500 - 2000 Perbukitan 1.338,55 2,77 5 > 2000 Pegunungan 79,31 0,16 Total 48.340,69 100 Sumber: Hasil analisis citra Landsat TM 7 dan SRTM (2009)

Kelerengan lahan

Sebaran kelas kelerengan lahan di DAS deli bervariasi dari landai (0-8%) sampai sangat curam (> 40 %) (Tabel 8.). Kelas lereng yang paling mendominasi yaitu pada kelas datar (93,5 %) dan yang paling sedikit pada kelas sangat curam (0,01 %). Peta sebaran kelerengan di DAS Deli dapat dilihat pada Gambar 5. Secara umum, kelerengan berpengaruh pada tingkat kerawanan konversi lahan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, konversi lahan akan terjadi pada kondisi topografi datar sampai sedang.

Tabel 8. Sebaran kelerengan di DAS Deli

No Kelerengan Keterangan Luas (Ha) Luas (%) 1 0 - 8 % Datar 45.207,09 93,5 2 15 - 25 % Landai 713,05 1,48 3 25 - 40 % Sedang 83,91 0,17 4 8 - 15 % Curam 2.332,54 4,83 5 > 40 % Sangat curam 4,09 0,01 Total 48.340,69 100 Sumber: Hasil analisis citra Landsat TM 7 dan SRTM (2009)

Jarak dari jalan

Sebaran kelas jarak dari jalan di DAS deli berada pada jarak terendah 0 m - 200 m dan tertinggi > 800 m (Tabel 9.). Jarak dari jalan merupakan indikator yang sangat menentukan pada kerawanan konversi lahan hutan. Semakin dekat kawasan hutan dengan jalan, maka tingkat kerawanan konversi lahan akan


(44)

semakin ekstrim. Peta sebaran kelas jarak dari jalan di DAS Deli tersaji pada Gambar 6.

Tabel 9. Sebaran kelas jarak dari jalan di DAS Deli

No Jarak dari jalan (m) Luas (Ha) Luas (%)

1 0 – 200 22.803,76 47,17 2 200 – 400 9.851,94 20,38 3 400 – 600 5.126,98 10,61 4 600 – 800 3.227.53 6,68 5 800 – 1000 2.163.92 4,48 6 > 1000 5.166,29 10,69 Total 48.340,69 100 Sumber: Hasil analisis citra Landsat TM 7 (2009)

Jarak dari sungai

Sebaran kelas jarak dari sungai di DAS deli berada pada jarak terendah 0 m - 200 m dan tertinggi > 800 m (Tabel 10.). Jarak kawasan hutan ke sungai akan menjadi pemicu terjadinya konversi lahan hutan ke pertanian. Semakin dekat dengan air, kecenderungan untuk konversi lahan hutan akan semakin meningkat. Lahan pertanian membutuhkan banyak air, untuk itu petani biasanya memanfaatkan air tersebut untuk menyiram tanaman. Peta sebaran kelas jarak dari sungai di DAS Deli tersaji pada Gambar 7.

Tabel 10. Sebaran kelas jarak dari sungai di DAS Deli

No Jarak dari sungai (m) Luas (Ha) Luas (%) 1 0 – 200 20.730,67 42,88 2 200 - 400 12.971,93 26,83 3 400 - 600 6.763,40 13,99 4 600 - 800 3.440,48 7,12 5 > 800 4.433,90 9,17 Total 48.340,69 100 Sumber: Hasil analisis citra Landsat TM 7 (2009)


(45)

(46)

(47)

(48)

(49)

Jarak dari pemukiman

Sebaran kelas jarak dari pemukiman di DAS deli berada pada jarak terendah 0 m - 1000 m dan tertinggi > 4000 m (Tabel 11.). Jarak dari pemukiman berpengaruh terhadap konversi lahan hutan, yaitu semakin dekat kawasan hutan dengan pemukiman, masyarakat akan cenderung untuk melakukan konversi hutan. Hal ini terjadi karena bertambahnya jumlah anggota dalam keluarga, adanya perpindahan penduduk dan lain-lain yang menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal akan semakin meningkat, tidak ada cara lain selain mengkonversi lahan hutan untuk pemukiman. Peta sebaran kelas jarak dari pemukiman di DAS Deli tersaji pada Gambar 8.

Tabel 11. Sebaran kelas jarak dari pemukiman di DAS Deli

No Jarak dari pemukiman (m) Luas (Ha) Luas (%) 1 0 - 1000 31.485,12 65,13 2 1000 - 2000 13.272,09 27,46 3 2000 – 3000 2.200,49 4,55 4 3000 – 4000 787,52 1,63 5 > 4000 595,47 1,23 Total 48.340,69 100 Sumber: Hasil analisis citra Landsat TM 7 (2009)

Kepadatan penduduk

Sebaran kepadatan penduduk di kawasan berhutan DAS deli yaitu kepadatan terendah 120 jiwa/Km2 pada Kecamatan Sibolangit dan tertinggi 25.613 jiwa/Km2 pada Kecamatan Medan Perjuangan (Tabel 12.). Hasil penelitian yang dilakukan oleh A.I. Fraser (1996) dalam Arifin (2001) menyatakan bahwa tekanan penduduk merupakan penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia. Peta sebaran kelas kepadatan penduduk di DAS Deli tersaji pada Gambar 9.


(50)

(51)

Tabel 12. Kepadatan penduduk menurut kecamatan di DAS Deli 2008

Kecamatan

Luas Wilayah (Km2)

Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)

Kelas kepadatan penduduk (jiwa/Km2)

Medan Tuntungan 20,68 69.447 3.358 > 700 Medan Johor 14,58 115.182 7.900 > 700 Medan Amplas 11,19 114.127 10.199 > 700 Medan Denai 9,05 138.689 15.324 > 700 Medan Area 5,52 108.277 19.615 > 700 Medan Kota 5,27 83.539 15.851 > 700 Medan Maimum 2,98 57.342 19.242 > 700 Medan Polonia 9,01 52.950 5.876 > 700 Medan Baru 5,84 43.822 7.503 > 700 Medan Selayang 12,81 84.913 6.628 > 700 Medan Sunggal 15,44 109.679 7.103 > 700 Medan Helvetia 13,16 144.077 10.948 > 700 Medan Petisah 6,82 67.512 9.899 > 700 Medan Barat 5,33 78.392 14.707 > 700 Medan Timur 7,76 112.857 14.543 > 700 Medan Perjuangan 4,09 104.758 25.613 > 700 Medan Tembung 7,99 140.519 17.586 > 700 Medan Deli 20,84 148.735 7.136 > 700 Medan Labuhan 36,67 105.966 2.889 > 700 Medan Marelan 23,82 125.487 5.268 > 700 Medan Belawan 26,25 95.835 3.650 > 700 Sibolangit 179,96 21.671 120 < 300 Kutalimbaru 174,92 37.594 214 < 300 Pancur Batu 122,53 84.831 692 600-700 Namo Rambe 62,3 28.239 453 400-600 Biru-Biru 89,69 34.638 386 300-400 Patumbak 46,79 76.352 1.631 > 700 Deli Tua 9,36 58.441 6.243 > 700 Sunggal 92,52 233.941 2.528 > 700 Hamparan Perak 230,15 145.483 632 600-700 Labuhan Deli 127,23 55.764 438 400-600 Simpang Empat 93,48 20.610 220 < 300 Berastagi 30,5 45.011 1.475 > 700 Tiga Panah 32,25 31.976 991 > 700 Sumber: Data olahan BPS dan analisis citra Landsat TM 7 (2009)

Pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan suatu daerah. Berdasarkan pendapatan daerah perkapita di kawasan berhutan DAS deli dapat dilihat bahwa pendapatan daerah terendah yaitu Rp.14.017.621,34

(Kabupaten Karo) dan tertinggi Rp. 31.026.883,44 (Kota Medan) (Tabel 13.). Peta


(52)

Tabel 13 . Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota 2008 Kabupaten/Kota PDRB (jutarupiah) Penduduk Pertengahan Tahun (jiwa) PDRB Perkapita Kelas pendapatan (juta)

Medan 65.221.766,81 2.102.105 31.026.883,44 > 30 Deli Serdang 30.116.831,18 1.715.164 17.559.155,38 15 – 30

Karo 5.058.679,19 360.880 14.017.621,34 < 15 Sumber: Data olahan BPS dan analisis citra Landsat TM 7 (2009)

Model Spasial dan Analisis Tingkat Kerawanan Konversi Lahan

Model spasial dibangun dengan overlay antara parameter penentu kerawanan konversi lahan. Tingkat kerawanan konversi lahan hutan di kawasan berhutan DAS Deli diklasifikasikan berdasarkan skor akhir dari penjumlahan semua hasil kali bobot dan skor masing-masing variabel. Kelas tingkat kerawanan konversi hutan diklasifikasikan menjadi tiga kelas yakni tinggi, sedang dan rendah dengan luasan yang berbeda-beda (Tabel 14.). Sebaran daerah dengan tingkat kerawanan konversi hutan di DAS Deli disajikan pada Gambar 11.

Tabel 14. Sebaran tingkat kerawanan konversi lahan hutan DAS Deli

No Skor Kelas Kerawanan Luas (Ha) Luas (%)

1 ≤350 Rendah 1.280,64 22,02 2 350-500 Sedang 3.778,75 66,56 3 >500 Tinggi 662,13 11,42 Total 5.721,52 100 Sumber : Data olahan Citra Landsat TM 7 tahun 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelas kerawanan tinggi dengan luas 662,13 Ha atau 11,42 % dari seluruh kawasan berhutan di DAS Deli. Berdasarkan peta administrasi DAS Deli (Lampiran 2.) daerah tersebut menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli, di bagian hulu pada Kecamatan Berastagi, di bagian tengah pada Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Namorambe serta di bagian hilir pada kecamatan Hamparan perak dan Medan Labuhan berupa hutan mangrove. Dari luasan daerah dengan kerawanan konversi


(53)

lahan hutan tinggi tersebut, 132,98 Ha merupakan hutan lindung dan sisanya 529,15 Ha adalah hutan rakyat.

Berdasarkan model spasial yang dibangun, dapat dianalisis bahwa pada umumnya tingkat kerawanan konversi lahan yang tinggi terjadi pada kawasan yang dekat dengan jalan raya. Hal ini dikarenakan kemudahan akses apabila dilakukan perambahan hutan maupun nilai manfaat yang akan diperoleh apabila hutan dikonversi menjadi pemukiman, industri, maupun kegiatan pertanian. Sesuai literatur Sulistiyono (2009), besarnya nilai manfaat langsung dari hutan di DAS Deli hanya sebesar Rp. 439,32/m2/tahun. Nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan alternatif penggunaan lahan sawah, pertanian lahan kering, perkebunan serta perumahan. Rendahnya manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat ini bepotensi menjadi salah satu penyebab semakin banyaknya lahan hutan yang dialihfungsikan ke penggunaan non kehutanan yang mempunyai nilai ekonomi lebih besar.

Kemiskinan merupakan salah satu faktor ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya konversi lahan. Kecilnya nilai guna langsung sebesar 4,41 % dari nilai ekonomi total kawasan hutan menunjukkan masih kecilnya manfaat ekonomi kawasan hutan yang langsung dirasakan masyarakat sekitar hutan (Sulistiyono, 2006). Masyarakat sekitar hutan akan mencari bentuk usaha lain untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, seperti alih fungsi ke pertanian atau menjual lahan hutan kepada pengusaha luar untuk dijadikan untuk perumahan dan industri.

Faktor sosial terjadinya konversi lahan yaitu pertambahan penduduk yang sangat cepat. Semakin tingginya tingkat kelahiran maupun migrasi penduduk


(54)

menyebabkan kebutuhan akan lahan pun semakin meningkat. Untuk itu masyarakat cenderung mengganti lahan hutan yang ada untuk dijadikan pemukiman. Faktor lain yaitu kelembagaan (kebijakan pemerintah) yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, merupakan salah satu faktor penentu proses alih fungsi lahan (Nasoetion, 2006). Adanya pengaturan tata ruang yang kurang baik dan terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa mempertimbangkan faktor lingkungan.


(55)

(56)

(57)

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan model spasial yang dibangun, daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan tinggi mempunyai luasan 662,13 Ha atau 11,42 % yang menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli, di bagian hulu pada Kecamatan Berastagi, di bagian tengah pada Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Namorambe serta di bagian hilir pada kecamatan Hamparan perak dan Medan Labuhan berupa hutan mangrove. 2. Dari seluruh kawasan dengan tingkat kerawanan konversi hutan tinggi

tersebut, 132,98 Ha merupakan hutan lindung dan sisanya 529,15 Ha adalah hutan rakyat.

Saran

Diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan DAS Deli untuk mencegah terjadinya konversi hutan yang semakin meningkat dan melakukan kegiatan reforestasi terutama di daerah hulu agar kejadian banjir di daerah hilir dapat dikurangi.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, H., 2004. Resourcesat-1 : Apakah Merupakan Generasi Penerus

Landsat-7?. BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004

Arifin, B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Perspektif Ekonomi, Etika, dan Fraksis Kebijakan. Erlangga: Jakarta.

Arifin S, Carolita I dan Ghatot W. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor (Propinsi Lampung). Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital. Vol. 3. No.1. LAPAN.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Barlow, R. 1978. Land Resources Economic. 3rd Edition. Prentice Hall, Inc., Engelwood Cliffs: New Jersey.

Bernhardsen, T. 1998. Geographic Information System. Arendal Press. Washington .

BPDAS Wampu – Sei Ular. 2003. Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Deli. BPDAS Wampu – Sei Ular. Medan

BPS. 2009. Deli Serdang dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang.

BPS. 2009. Kabupaten Karo dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo.

BPS. 2009. Medan dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kota Medan.

BPS. 2009. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota 2004-2008. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Harjadi, B., D. Prakosa, A. Wuryanta. 2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik Lahan DAS DENGAN PJ dan SIG di DAS Benain-Noelmina, NTT. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 (2007) p: 74-79

Howard, J.A. 1996 Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(60)

Hurvitz, P. 2003. The GIS Spatial Data Mode. The University of Washington Spatial Technology.

Jaya, N. S. 1996. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Edisi I. IPB Press. Bogor. Lillesand dan Kiefer, 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri

(Penerjemah). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nasoetion, L.I. 2006. Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional Disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.

Informatika, Bandung

Rauf, A. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Pertanian Hubungannya dengan Upaya Memitigasi Banjir, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian, USU. Medan

Sihaloho, M. 2004. Konversi Lahan pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB.

SRTM. 2010. Data and Elevation Model (DEM). dari [28 April 2010].

Sulistiyono, N. 2006. Penilaian Ekonomi Berbagai Pola Pengunaan Lahan Berdasarkan Citra Satelit IKONOS Tahun 2003 (Studi Kasus di Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor). Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB

Sulistiyono, N. 2009.

Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

, 2009. Landsat 7 dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas,


(61)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Titik koordinat berdasarkan pada pengecekan lapangan dengan GPS

No X Y Tipe Tutupan Lahan 1 463173 371788 Badan Air 2 463039 369878 Hutan 3 457831 362768 Hutan 4 456477 361721 Hutan 5 455767 361381 Hutan 6 455116 361843 Hutan 7 451576 360288 Hutan 8 462802 368568 Hutan 9 460740 365633 Hutan 10 464673 377704 Hutan 11 462930 372301 Hutan 12 463059 370812 Hutan 13 457176 362417 Hutan 14 455976 361025 Hutan 15 450040 360096 Hutan

16 458281 363170 Pertanian Lahan Kering 17 452042 360123 Pertanian Lahan Kering 18 460046 363994 Pertanian Lahan Kering 19 461510 393279 Pemukiman 20 451402 360619 Pemukiman 21 449386 360250 Pemukiman 22 465192 383658 Pemukiman 23 463481 373506 Pemukiman 24 462791 372358 Pemukiman 25 462174 368100 Pemukiman 26 461342 366425 Pemukiman 27 460347 365264 Pemukiman 28 454419 361954 Pemukiman 29 452844 361206 Pemukiman 30 452402 360400 Semak Belukar 31 459036 363785 Sawah 32 456846 361958 Sawah 33 453804 361858 Sawah 34 463173 371788 Badan Air 35 454386 405134 Badan Air 36 455079 410153 Badan Air 37 463039 369878 Hutan 38 457831 362768 Hutan 39 456477 361721 Hutan


(62)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 40 455767 361381 Hutan 41 455116 361843 Hutan 42 451576 360288 Hutan 43 462802 368568 Hutan 44 454534 410582 Kebun Campuran 45 460740 365633 Hutan 46 458501 382522 Hutan 47 461310 383211 Hutan 48 461733 384158 Kebun Campuran 49 464029 388870 Kebun Campuran 50 463448 386886 Kebun Campuran 51 457457 383353 Kebun Campuran 52 457284 384348 Kebun Campuran 53 458871 382397 Kebun Campuran 54 463519 387672 Kebun Campuran 55 463337 386378 Kebun Campuran 56 462395 385134 Kebun Campuran 57 462333 385685 Kebun Campuran 58 463541 388163 Pertanian Lahan Kering 59 457609 382832 Pertanian Lahan Kering 60 464673 377704 Kebun Campuran 61 462930 372301 Kebun Campuran 62 463059 370812 Kebun Campuran 63 457176 362417 Kebun Campuran 64 455976 361025 Kebun Campuran 65 450040 360096 Kebun Campuran 66 454609 404963 Kebun Campuran 67 454758 409762 Kebun Campuran 68 455115 403262 Kebun Campuran 69 461489 393286 Pemukiman 70 455519 406805 Tebu 71 455603 407314 Tebu 72 455849 407914. Tebu

73 458281 363170 Pertanian Lahan Kering 74 452042 360123 Pertanian Lahan Kering 75 460046 363994 Pertanian Lahan Kering 76 463726 388861 Alang-alang 78 461510 393279 Pemukiman 79 451402 360619 Pemukiman 80 449386 360250 Pemukiman 81 465192 383658 Pemukiman


(63)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 82 463481 373506 Pemukiman 83 462791 372358 Pemukiman 84 462174 368100 Pemukiman 85 461342 366425 Pemukiman 86 460347 365264 Pemukiman 87 454419 361954 Pemukiman 88 452844 361206 Pemukiman 89 464262 390432 Pemukiman 90 456300 384506 Pemukiman 91 456495 398195 Pemukiman 92 455166 405633 Pemukiman 93 454444 404854 Pemukiman 94 454817 402258 Pemukiman 95 455139 410123 Pemukiman 96 460831 383189 Sawah 97 457936 382535 Sawah 98 455685 384739 Sawah 99 452402 360400 Semak Belukar 100 459254 382432 Badan Air 101 457158 384395 Badan Air 102 463077 386216 Semak Belukar 103 461101 383309 Badan Air 104 461003 383262 Badan Air 105 459036 363785 Sawah 106 456846 361958 Sawah 107 453804 361858 Sawah 108 455125 400559 Kebun Campuran 109 455125 400653 Kebun Campuran 110 455548 409274 Kebun Campuran 111 455779 406439 Kebun Campuran 112 463262 387778 Lahan Kosong 113 460522 383188 Lahan Kosong 114 463803 388739 Lahan Kosong 115 456060 371147 Kebun Campuran 116 456051 371263 Sawah 118 455865 369537 Hutan 119 455938 369692 Kebun Campuran 120 455697 370064 Badan Air 121 454944 369908 Pemukiman 122 454353 369698 Hutan 123 453945 369370 Badan Air


(64)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 124 453872 368986 Hutan 125 453784 368727 Hutan 126 453159 367618 Pemukiman 127 453429 368032 Hutan 128 453242 367471 Hutan 129 451435 363479 Sawah 130 450713 362920 Pemukiman 131 450566 362691 Hutan

132 450276 362313 Pertanian Lahan Kering 133 449703 361557 Lahan kosong 134 449647 361495 Lahan kosong 135 450319 360627 Hutan 136 449637 361116 Pemukiman 137 449046 360089 Pemukiman 138 448422 358834 Hutan 139 448610 356361 Kebun Campuran 140 447774 356002 Kebun Campuran 141 447766 356048 Pertanian Lahan Kering 142 447753 356087 Pertanian Lahan Kering 143 447728 356067 Pertanian Lahan Kering 144 447744 356159 Pertanian Lahan Kering 145 447788 355967 Hutan

146 446036 356477 Pemukiman 147 446002 356335 Pemukiman 148 446013 356274 Pemukiman 149 446018 356116 Pemukiman 150 446027 356067 Pemukiman 151 446346 355949 Pertanian Lahan Kering 152 446352 355993 Pertanian Lahan Kering 153 447922 356118 Pemukiman 154 447896 356183 Pemukiman 155 447833 356244 Pemukiman 156 448015 356087 Pemukiman 158 449175 360420 Pemukiman 159 449680 359951 Badan Air 160 451581 360698 Pertanian Lahan Kering 161 451488 360667 Pemukiman 162 451411 360621 Pemukiman 163 451319 360539 Pemukiman 164 450977 360394 Pemukiman 165 450597 360401 Pertanian Lahan Kering 166 459137 403844 Tebu


(65)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 167 459036 403847 Tebu 168 455334 402924 Pemukiman 169 455290 402926 Pemukiman 170 455180 402930 Pemukiman 171 455561 405719 Kebun Campuran 172 455301 405253 Tebu 173 455366 405257 Tebu 174 455434 405261 Tebu 175 455572 405267 Tebu 176 455515 405237 Tebu 177 455519 405162 Tebu 178 457360 404439 Kebun Campuran 179 457338 404726 Kebun Campuran 180 457143 404915 Kebun Campuran 181 456964 404902 Kebun Campuran 182 456524 404876 Tebu 183 456199 404859 Tebu 184 455764 404833 Tebu 185 455221 404153 Pemukiman 186 454986 403503 Pemukiman 187 454914 403289 Pemukiman 188 454918 403063 Pemukiman 189 454912 402822 Pemukiman 190 455033 402313 Kebun Campuran 191 462794 385984 Alang-alang 192 462793 386019 Alang-alang 193 462438 384966 Pertanian Lahan Kering 194 462087 384580 Pertanian Lahan Kering 195 461148 384866 Pertanian Lahan Kering 196 461149 384792 Pertanian Lahan Kering 198 461150 384625 Pertanian Lahan Kering 199 461300 384615 Pertanian Lahan Kering 200 461425 384609 Pertanian Lahan Kering 201 461547 384603 Pertanian Lahan Kering 202 461659 384599 Pertanian Lahan Kering 203 461790 384257 Pertanian Lahan Kering 204 461730 384159 Hutan

205 461617 383952 Pertanian Lahan Kering 206 461608 383899 Hutan

207 461587 383438 Pertanian Lahan Kering 208 461510 381335 Kebun Campuran 209 461531 381180 Lahan Kosong


(66)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 210 460642 379482 Lahan Kosong 211 460842 379626 Pertanian Lahan Kering 212 460918 379613 Pertanian Lahan Kering 213 460985 379611 Pertanian Lahan Kering 214 461052 379612 Pertanian Lahan Kering 215 460906 379905 Badan Air 216 460939 379950 Badan Air 217 461676 380157 Badan Air 218 461642 380147 Badan Air 219 461595 380150 Badan Air 220 461551 380154 Hutan

221 461442 380156 Pertanian Lahan Kering 222 461399 380158 Pertanian Lahan Kering 223 461356 380159 Pertanian Lahan Kering 224 461317 380160 Pertanian Lahan Kering 225 461266 380162 Pertanian Lahan Kering 226 461166 380169 Badan Air 227 461309 380619 Pemukiman 228 461151 380623 Lahan Kosong 229 462552 380354 Badan Air 230 462525 380495 Pertanian Lahan Kering 231 462417 380505 Sawah

232 462340 380544 Badan Air 233 462332 380576 Sawah 234 462240 380615 Badan Air 235 462207 380609 Badan Air 236 462149 380593 Hutan 238 461986 380597 Sawah 239 461942 380597 Sawah

240 461867 380601 Pertanian Lahan Kering 241 461817 380603 Pertanian Lahan Kering 242 461748 380606 Pertanian Lahan Kering 243 461679 380606 Pertanian Lahan Kering 244 461523 380609 Pertanian Lahan Kering 245 461379 380669 Pemukiman 246 461482 381477 Badan Air 247 461485 381534 Badan Air 248 461731 383130 Badan Air 249 461711 383126 Badan Air 250 461767 383124 Badan Air 251 461962 383128 Lahan Kosong 252 461978 383122 Hutan


(67)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 253 462111 383122 Sawah 254 462334 383116 Hutan 255 462497 383112 Badan Air 256 462667 383332 Hutan 257 463307 383838 Kebun Campuran 258 463649 383990 Hutan

259 463864 384137 Pertanian Lahan Kering 260 464084 384161 Badan Air 261 464317 384269 Badan Air 262 464380 384257 Badan Air 263 464393 384167 Sawah 264 464402 384111 Sawah 265 464410 384075 Badan Air 266 464418 384028 Badan Air 267 464436 383915 Badan Air 268 464447 383828 Badan Air 269 464481 383607 Badan Air 270 464507 383458 Badan Air 271 464519 383368 Badan Air 272 462831 383411 Alang-alang 273 462619 383247 Kebun Campuran 274 462522 383107 Sawah 275 462396 383110 Sawah 276 461378 383182 Hutan 278 461227 383229 Hutan 279 461201 383267 Badan Air 280 461106 383309 Badan Air 281 460990 383259 Sawah 282 460861 383205 Hutan 283 460586 383187 Semak Belukar 284 460491 383174 Hutan 285 460376 383129 Hutan 286 460167 382994 Hutan 287 460085 382941 Hutan 288 459967 382869 Badan Air 289 459249 382426 Kebun Campuran 290 458863 382397 Hutan 291 458808 382412 Hutan 292 458723 382426 Hutan 293 458623 382443 Hutan 294 458523 382517 Hutan 295 458397 382521 Hutan


(68)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 296 458296 382522 Hutan 297 458194 382527 Hutan 298 457977 382531 Sawah 299 457941 382532 Kebun Campuran 300 457841 382535 Pertanian Lahan Kering 301 457732 382540 Pemukiman 302 457647 382624 Pertanian Lahan Kering 303 457599 382833 Kebun Campuran 304 457537 382975 Kebun Campuran 305 457495 383072 Kebun Campuran 306 457456 383302 Kebun Campuran 307 457464 383461 Kebun Campuran 308 457472 383623 Kebun Campuran 309 457478 383747 Kebun Campuran 310 457487 383924 Kebun Campuran 311 457478 383820 Semak Belukar 312 464087 414845 Alang-alang 313 464033 413487 Alang-alang 314 464699 407995 Alang-alang 315 448666 357875 Pemukiman 316 450092 360196 Hutan 318 464993 414237 Hutan 319 465180 383852 Hutan 320 465178 383449 Hutan 321 465266 379329 Hutan

322 465187 379185 Pertanian Lahan Kering 323 449187 356695 Kebun Campuran 324 462483 385732 Pertanian Lahan Kering 325 461917 384587 Pertanian Lahan Kering 326 456663 402932 Hutan

327 456699 402395 Hutan 328 455371 402874 Kebun Campuran 329 455228 373549 Hutan 330 455802 377136 Hutan 331 451087 360452 Badan Air 332 454859 372787 Kebun Campuran 333 455973 370955 Kebun Campuran 334 461655 405257 Kebun Campuran 335 461630 405818 Kebun Campuran 336 455197 401575 Kebun Campuran 337 455567 401564 Kebun Campuran 338 455639 401503 Kebun Campuran


(69)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 339 455638 401414 Kebun Campuran 340 465174 390414 Badan Air 341 465447 380700 Kebun Campuran 342 465423 379851 Kebun Campuran 343 464689 377773 Kebun Campuran 344 455835 370704 Kebun Campuran 345 462052 384548 Badan Air 346 453972 371953 Badan Air 347 463046 371664 Badan Air 348 465029 389891 Pemukiman 349 450683 360463 Hutan 350 446795 355854 Hutan 351 449901 360060 Hutan 352 450781 360411 Hutan 353 455301 404976 Lahan Kosong 354 462676 372365 Lahan Kosong 355 466690 417542 Hutan 356 465261 417610 Hutan 358 465276 415764 Hutan 359 464578 412612 Hutan 360 447854 355980 Badan Air 361 464291 411806 Pemukiman 362 457885 399697 Pemukiman 363 465362 418525 Pemukiman 364 464757 415507 Pemukiman 365 464443 411291 Pemukiman 366 462399 385151 Kebun Campuran 367 454605 399949 Pemukiman 368 466846 414941 Pemukiman 369 464229. 408285 Pemukiman 370 462381 385701 Kebun Campuran 371 464736 416095 Pemukiman 372 463962 414493 Semak Belukar 373 457389 399493 Sawah 374 457390 399451 Sawah 375 460304 398601 Sawah 376 465175 383233 Sawah 377 455143 370020 Sawah 378 464175 375766 Kebun Campuran 379 455617 376043 Kebun Campuran 380 464905 415635 Semak Belukar 381 464907 415566 Semak Belukar


(70)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan 382 465179 383621 Semak Belukar 383 465178 383544 Semak Belukar 384 466592 417626 Semak Belukar 385 467147 417734 Semak Belukar 386 465035 378833 Pertanian Lahan Kering 387 450702 360456 Semak Belukar 388 455861 370847 Badan Air 389 455209 373387 Badan Air 390 454560 372434 Badan Air 391 461866 384589 Sawah 392 455431 370048 Sawah 393 455858 398892 Sawah 394 455597 399283 Sawah 395 455479 399479 Sawah 396 454932 399500 Sawah 398 454938 399588 Sawah 399 454590 399590 Sawah 400 454597 399773 Sawah 401 455665 398793 Sawah 402 455609 398905 Sawah 403 455672 399007 Sawah 404 455626 398996 Sawah 405 455661 399280 Sawah 406 455450 374713 Kebun Campuran 407 454917 402534 Lahan Kosong 408 455210 383967 Lahan Kosong 409 466447 414862 Lahan Kosong 410 461808 407754 Lahan Kosong 411 461630 405725 Lahan Kosong 412 465997 414906 Tambak 413 456687 402960 Tebu 414 456699 403768 Tebu 415 457964 403887 Tebu 416 459177 403553 Tebu 417 459177 403746 Tebu 418 459178 403642 Tebu 419 466995 417575 Lahan Kosong 420 464957 385414 Lahan Kosong 421 456093 402723 Lahan Kosong


(71)

(72)

Lampiran 3. Kondisi tutupan lahan di lapangan

Hutan Semak belukar

Pemuki


(73)

Sungai Deli Kebun campuran


(1)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan

296 458296 382522 Hutan

297 458194 382527 Hutan

298 457977 382531 Sawah

299 457941 382532 Kebun Campuran

300 457841 382535 Pertanian Lahan Kering

301 457732 382540 Pemukiman

302 457647 382624 Pertanian Lahan Kering

303 457599 382833 Kebun Campuran

304 457537 382975 Kebun Campuran

305 457495 383072 Kebun Campuran

306 457456 383302 Kebun Campuran

307 457464 383461 Kebun Campuran

308 457472 383623 Kebun Campuran

309 457478 383747 Kebun Campuran

310 457487 383924 Kebun Campuran

311 457478 383820 Semak Belukar

312 464087 414845 Alang-alang

313 464033 413487 Alang-alang

314 464699 407995 Alang-alang

315 448666 357875 Pemukiman

316 450092 360196 Hutan

318 464993 414237 Hutan

319 465180 383852 Hutan

320 465178 383449 Hutan

321 465266 379329 Hutan

322 465187 379185 Pertanian Lahan Kering

323 449187 356695 Kebun Campuran

324 462483 385732 Pertanian Lahan Kering

325 461917 384587 Pertanian Lahan Kering

326 456663 402932 Hutan

327 456699 402395 Hutan

328 455371 402874 Kebun Campuran

329 455228 373549 Hutan

330 455802 377136 Hutan

331 451087 360452 Badan Air

332 454859 372787 Kebun Campuran

333 455973 370955 Kebun Campuran

334 461655 405257 Kebun Campuran

335 461630 405818 Kebun Campuran

336 455197 401575 Kebun Campuran

337 455567 401564 Kebun Campuran


(2)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan

339 455638 401414 Kebun Campuran

340 465174 390414 Badan Air

341 465447 380700 Kebun Campuran

342 465423 379851 Kebun Campuran

343 464689 377773 Kebun Campuran

344 455835 370704 Kebun Campuran

345 462052 384548 Badan Air

346 453972 371953 Badan Air

347 463046 371664 Badan Air

348 465029 389891 Pemukiman

349 450683 360463 Hutan

350 446795 355854 Hutan

351 449901 360060 Hutan

352 450781 360411 Hutan

353 455301 404976 Lahan Kosong

354 462676 372365 Lahan Kosong

355 466690 417542 Hutan

356 465261 417610 Hutan

358 465276 415764 Hutan

359 464578 412612 Hutan

360 447854 355980 Badan Air

361 464291 411806 Pemukiman

362 457885 399697 Pemukiman

363 465362 418525 Pemukiman

364 464757 415507 Pemukiman

365 464443 411291 Pemukiman

366 462399 385151 Kebun Campuran

367 454605 399949 Pemukiman

368 466846 414941 Pemukiman

369 464229. 408285 Pemukiman

370 462381 385701 Kebun Campuran

371 464736 416095 Pemukiman

372 463962 414493 Semak Belukar

373 457389 399493 Sawah

374 457390 399451 Sawah

375 460304 398601 Sawah

376 465175 383233 Sawah

377 455143 370020 Sawah

378 464175 375766 Kebun Campuran


(3)

Lampiran 1. (Lanjutan)

No X Y Tipe Tutupan Lahan

382 465179 383621 Semak Belukar

383 465178 383544 Semak Belukar

384 466592 417626 Semak Belukar

385 467147 417734 Semak Belukar

386 465035 378833 Pertanian Lahan Kering

387 450702 360456 Semak Belukar

388 455861 370847 Badan Air

389 455209 373387 Badan Air

390 454560 372434 Badan Air

391 461866 384589 Sawah

392 455431 370048 Sawah

393 455858 398892 Sawah

394 455597 399283 Sawah

395 455479 399479 Sawah

396 454932 399500 Sawah

398 454938 399588 Sawah

399 454590 399590 Sawah

400 454597 399773 Sawah

401 455665 398793 Sawah

402 455609 398905 Sawah

403 455672 399007 Sawah

404 455626 398996 Sawah

405 455661 399280 Sawah

406 455450 374713 Kebun Campuran

407 454917 402534 Lahan Kosong

408 455210 383967 Lahan Kosong

409 466447 414862 Lahan Kosong

410 461808 407754 Lahan Kosong

411 461630 405725 Lahan Kosong

412 465997 414906 Tambak

413 456687 402960 Tebu

414 456699 403768 Tebu

415 457964 403887 Tebu

416 459177 403553 Tebu

417 459177 403746 Tebu

418 459178 403642 Tebu

419 466995 417575 Lahan Kosong

420 464957 385414 Lahan Kosong

421 456093 402723 Lahan Kosong


(4)

(5)

Lampiran 3. Kondisi tutupan lahan di lapangan

Hutan Semak belukar

Pemuki


(6)

Sungai Deli Kebun campuran