MAKRO ERGONOMI

BAB VIII MAKRO ERGONOMI

A. PENDAHULUAN

Sasaran pembelajaran: • Mampu memahami hubungan antara makro ergonomi dengan ergonomic mikro • Mampu memahami metode CRT (Current Reality Tree) • Mampu memahami metode MOQS (Macroergonomic Organizational

Questionnaire Survey) • Mampu memahami penerapan Kaizen dalam perusahaan

B. OVERVIEW MAKRO ERGONOMI

Globalisasi di tandai oleh adanya 3C: Complexity, Competition and Change. Ini berarti bahwa masalah-masalah yang akan kita hadapi akan makin kompleks, sehingga memerlukan pendekatan yang lebih multi dan interdisipliner.

Salah satu kunci sukses dari keefektifan penerapan program-program ergonomi di perusahaan adalah suatu program perbaikan ergonomi yang menyeluruh dalam perusahaan. Hal ini menuntut dimilikinya pengetahuan dasar tentang ergonomi secara meluas di perusahaan, termasuk operator, supervisor, manajer, engineers, dan health and safety personnel.

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa program-program ergonomi yang lingkupnya terbatas pada level task dan sub-task, hanya memiliki pengaruh yang terbatas pula pada keefektifan pencapaian sasaran akhir dari Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa program-program ergonomi yang lingkupnya terbatas pada level task dan sub-task, hanya memiliki pengaruh yang terbatas pula pada keefektifan pencapaian sasaran akhir dari

C. PENGERTIAN MAKRO ERGONOMI

Makro Ergonomi adalah pendekatan sistem sosioteknik dari tingkatan atas ke bawah yang diterapkan pada perancangan sistem kerja secara keseluruhan pada berbagai level interaksi ergonomi seperti manusia- pekerjaan, manusia-mesin dan manusia-perangkat lunak. Ergonomi makro merupakan suatu perspektif untuk melihat sistem dalam skala yang lebih besar agar investasi dari ergonomi mikro lebih berhasil. Makro ergonomi bertujuan untuk mencapai keharmonisan dari suatu sistem.

Makroergonomi adalah suatu subdisiplin ergonomi yang fokus mengkaji mengenai perancangan sistem kerja (Brian, 2002). Suatu sistem pekerjaan terdiri atas personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras dan lunak. Suatu sistem pekerjaan melibatkan dua atau lebih individu yang bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan umum dalam suatu organisasi. Subdisiplin ergonomi juga berkaitan dengan teknologi yang lain. Makroergonomi telah dikenal sebagai subdisiplin ergonomi yang terkait dengan hubungan manusia, organisasi dan teknologi.

Makroergonomi merupakan subcabang keilmuan yang terintegrasi karena mencakup pengetahuan, metode, dan peralatan dari sistem sosio- teknik, psikologi industri, rancang-bangun sistem, ergonomi fisik, dan ergonomi teori. Dalam pelaksanaan makroergonomi tidak satupun dari area ini yang terabaikan. Sebagai ilmu pengetahuan, makro-ergonomi mengarahkan untuk mengembangkan suatu pemahaman sistem pekerjaan, perilaku, atau personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras atau Makroergonomi merupakan subcabang keilmuan yang terintegrasi karena mencakup pengetahuan, metode, dan peralatan dari sistem sosio- teknik, psikologi industri, rancang-bangun sistem, ergonomi fisik, dan ergonomi teori. Dalam pelaksanaan makroergonomi tidak satupun dari area ini yang terabaikan. Sebagai ilmu pengetahuan, makro-ergonomi mengarahkan untuk mengembangkan suatu pemahaman sistem pekerjaan, perilaku, atau personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras atau

Ergonomi itu sendiri dalam penerapannya pada industri bertujuan untuk memperbaiki performansi pekerja melalui peningkatan kenyamanan dan kesesuaian pekerja dengan lingkungan dan tempat kerjanya, serta job task requirement. Tujuan tersebut secara umum dapat dicapai dengan dua pendekatan: reaktif dan proaktif. Pendekatan reaktif mengidentifikasi masalah dan memperbaikinya. Sebagai contoh, ketika seorang pekerja manual handling harus mengangkat suatu beban, maka berat beban tersebut harus berada dalam range kemampuan/ kekuatan pekerja. Masalah diidentifikasi melalui bermacam cara, tetapi biasanya muncul dalam laporan kecelakaan/cidera, atau melalui inspeksi ergonomi. Setelah masalah teridentifikasi, maka solusi dapat dikembangkan dan diterapkan melalui metode-metode analisis ergonomi. Pendekatan proaktif mengharuskan engineer untuk mengantisipasi ketidaksesuaian antara pekerja-pekerjaan, dan kemudian merancang sedemikian sehingga masalah tersebut dapat dicegah. Pendekatan proaktif mengharuskan engineer untuk memiliki kemampuan untuk mengantisipasi masalah performansi manusia pada tahap desain awal. Penerapan yang terbaik adalah kombinasi antara pendekatan reaktif dan proaktif dalam analisis ergonomi, untuk melengkapi kekurangan dan menggabungkan kelebihannya.

Transportasi dan system manufaktur terdiri dari beberapa orang yang memiliki tingkatan / level yang berbeda, semuanya berinteraksi satu sama lain dan dengan teknologi-teknologi yang berbeda dan semuanya memiliki tugas.dan tanggung jawab yang berbeda. Untuk desain seperti sistem sociotechnical dalam hubungannya dengan “ Human-organization interface technology” membutuhkan makro ergonomic, seperti yang telah dipaparkan oleh Hendrik dan Kleiner (2000). Makroergonomi menjadi melebihi teknologi interface mikroergonomi tradisional yang memberikan perhatian khusus pada spesifikasi hardware, software, pekerjaan, dan lingkungan. Tentu, mendesain sebuah sikat gigi atau sebuah warning (larangan) lebih dari sekedar mempertimbangkan

yang membaca ketajamannnya. label tugas mikro atau mikroergonomi dapat menjadi persoalan untuk menetukan keputusan. Desain system kerja terus

ukuran

tangan

seseorang seseorang

Comparison of the person and task

Abilities Requirements of of

the task person

Mismatches require solutions

Gambar 8.1. Ergonomi: Match/Mismatch antara Pekerja-Pekerjaan

Makro ergonomi juga merupakan suatu study of work, tetapi analisis makro ergonomi menganalisa pekerjaan dan system pekerjaan dari sudut pandang yang lebih luas dibandingkan dengan analisis ergonomi. Beberapa issue penting dalam makro ergonomi adalah struktur organisasi, interaksi orang dalam organisasi, dan aspek motivasi dalam bekerja. Jika analisis ergonomi berfokus pada level task, analisis makro ergonomi berfokus pada level organisasi.

Macro-ergonomics: organizations, Job design, work system

Ergonomics: Task, equipment, machines, information

Gambar 8.2. Makro Ergonomi dan Ergonomi

Penggunaan konsep makro ergonomi merupakan suatu pendekatan untuk mengimplementasikan ergonomi tradisional ke dalam level organisasi. Penerapan analisis makro ergonomi diharapkan dapat memastikan bahwa seluruh personel dalam perusahaan dapat memiliki work life yang berkualitas tinggi, sehingga perusahaan dapat memiliki tingkat kualitas, keamanan, dan produktifitas yang tinggi.

Keterlibatan karyawan dalam program makro ergonomi dapat memberikan beberapa keuntungan. Pertama, keterlibatan karyawan akan menghilangkan ketidaksesuaian antara orang-pekerja. Selain itu para pekerja akan dapat mengidentifikasi permasalahan yang real, serta membiarkan mereka sendiri yang memecahkan masalah tersebut akan menghasilkan suatu solusi yang cost-effective, atau kontrol administrasi yang dapat diterapkan dengan efektif.

Pendekatan makro ergonomi dilakukan oleh sebuah system team dengan latar belakang yang multi dan interdisipliner. Komunikasi yang lebih baik, tingkat respon yang lebih cepat, juga moral karyawan yang lebih baik menjadi tambahan nilai plus bagi penerapan makro ergonomi.

Makro ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang pertama kali diperkenalkan oleh Hal W. Hendrik pada era tahun 80’an. Cabang ergonomi ini muncul diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat, melebihi kecepatan perkembangan organisasi, selain itu juga disebabkan terdapatnya kelemahan dalam mikro ergonomi.

Makro ergonomi juga meneliti tentang pekerjaan, namun makro ergonomi memeriksa pekerjaan dan sistem kerja secara lebih luas. Beberapa hal yang dibahas dalam makro ergonomi adalah struktur organisasi, interaksi antara orang-orang yang ada dalam organisasi dan aspek motivasi dari pekerja. Dengan kata lain, ergonomi hanya melihat dari tingkat pekerjaan, namun makro ergonomi melihat dari tingkat pekerjaan dan juga tingkat organisasi.

Hendrick mendeskripsikan ergonomi dalam sebuah seri dari tiga generasi :

a. Generasi pertama Ergonomi berkaitan dengan kemampuan fisik, fisiologis, lingkungan, dan karekteristik perceptual dalam merancang dan mengaplikasikan sistem antar manusia dan mesin. Hal ini meliputi control, display, penyusunan ruang kerja dan lingkungan kerja.

b. Generasi kedua Generasi ini ditandai ketika beralihnya perhatian para ahli dengan berkembangnya sistem komputer. Disini para ahli ergonomi menekankan penelitian pada bagaimana manusia menerima, mempersepsikan, mengolah, dan menyimpulkan data dan informasi. Hendrick menjelaskan bahwa generasi kedua meningkatkan penekanan pada pengembangan dan aplikasi penggunaan sistem antar teknologi dan pengguna.

c. Generasi ketiga Generasi ini ditandai dengan masuknya unsur eksternal yaitu organisasi dan sistem sosioteknik ke dalam ergonomi. Generasi ini menekankan perhatian pada aspek penerapan pengetahuan tentang individu dan organisasi pada perancangan, implementasi dan penggunaan teknologi baru. Atau dengan kata lain, generasi ketiga fokus pada makro ergonomi, atau keseluruhan organisasi sistem kerja dan berkonsentrasi pada pengembangan dan aplikasi dari teknologi dihubungankan dengan organisasi.

Makro ergonomi dapat dimulai pada tingkat organisasi dari atas ke Makro ergonomi dapat dimulai pada tingkat organisasi dari atas ke

Tabel 8.1. Perbandingan Antara Mikro Ergonomi Dengan Makro Ergonomi

Makro Ergonomi Tingkat bahasan

Unit kerja

Divisi kerja Tujuan

Tugas, sub tugas

Mengoptimalkan pekerja

Mengoptimalkan system

kerja

Focus

Peninjauan secara luas Alat pengukuran

Perincian

Umumnya mengukur secara Umumnya organisasionaldan fisik seperti: luas, tenaga, mengukur

subjektifitas

luminasi, decibel, waktu

seperti jumlah orang, rentang kendali, perilaku dan moral

Aplikasi keahlian Anatomi, psikologi, psikologi Organisasi, psikologi

persepsi, teknik industri

organisasi

Pendekatan makroergonomi merupakan suatu proses pemecahan yang sistemik yang selanjutnya dilakukan pengkajian secara holistik dan melalui lintas disiplin ilmu serta melakukan pelibatan komponen atau pihak terkait dengan desain. Lebih jelasnya sistemik diartikan semua faktor yang diasumsikan mempengaruhi proses perancangan sistem kerja dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus diperhitungkan dengan cara memasukkan kaidah ergonomi dalam setiap tahap perancangan desain. Pemecahan masalah dilakukan secara holistik yang menekankan bahwa semua faktor yang terkait atau yang diperkirakan terkait dengan masalah yang ada harus dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh. Pendekatan holistik dalam intervensi ergonomi menekankan cara berpikir dan bertindak dalam melakukan perbaikan dengan menggunakan teknologi tepat guna.

Penerapan pendekatan holistik memungkinkan terjadinya proses tawar menawar untuk mendapatkan suatu perbaikan kondisi kerja yang memenuhi Penerapan pendekatan holistik memungkinkan terjadinya proses tawar menawar untuk mendapatkan suatu perbaikan kondisi kerja yang memenuhi

Selain keterlibatan terkait dengan lintas disiplin ilmu pendekatan makroergonomi juga menggunakan partisipasian (ergonomi partisipasi). Wilson dan Haines (1998) mendefinisikan ergonomi partisipasi adalah proses perencanaan dan pengendalian dari sejumlah aktivitas yang melibatkan operator dengan pengetahuan dan kemampuan yang memadai dalam mempengaruhi proses dan hasil untuk mencapai tujuan tertentu. Manuaba (1999) menyatakan bahwa ergonomi partisipasi adalah semua yang akan terlibat terhadap pemecahan masalah atau terlaksananya satu gagasan harus dilibatkan sedini mungkin. Sedangkan Nagamachi (1995) menyatakan bahwa ergonomi partisipasi adalah pekerja aktif terlibat dalam mengimplementasikan pengetahuan dan prosedur ergonomi di tempat kerja mereka. Ergonomi partisipasi berawal dari mengorganisasi tim proyek untuk menyelesaikan masalah-masalah ergonomi di tempat kerja. Ergonomi partisipasi menekankan pada pemecahan masalah secara holistik dengan melibatkan semua pihak terkait sedini mungkin dengan melalui proses yang sistematis (Manuaba, 2003).

Partisipasi adalah keikutsertaan pihak terkait dalam sistem yang ada dalam menyelesaikan masalah secara bersama untuk mencapai tujuan tertentu (Adiputra, et al. 1997). Dengan demikian ergonomi partisipasi merupakan proses pemecahan masalah ergonomi dalam suatu sistem dengan melibatkan pihak terkait dari proses perencanaan sampai pada implementasi. Penerapan ergonomi partisipasi terbukti dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam program pelatihan melalui workshop di berbagai negara (Kawakami, et al. 2004). Intervensi ergonomi partisipasi merupakan studi yang cukup berhasil dalam merancang sistem kerja dan cukup efektif dalam mengurangi rasa nyeri serta mengurangi beban kerja pada industri (Laing, et al. 2005). Disamping itu ergonomi partisipasi sangat membantu dalam proses pelatihan pekerja dengan lebih baik dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas produk. Beberapa penelitian lain yang cukup berhasil dengan intervensi ergonomi partisipasi diantaranya pada rumah sakit, optimalisasi rotasi kerja pada pekerja pemadam kebakaran, Partisipasi adalah keikutsertaan pihak terkait dalam sistem yang ada dalam menyelesaikan masalah secara bersama untuk mencapai tujuan tertentu (Adiputra, et al. 1997). Dengan demikian ergonomi partisipasi merupakan proses pemecahan masalah ergonomi dalam suatu sistem dengan melibatkan pihak terkait dari proses perencanaan sampai pada implementasi. Penerapan ergonomi partisipasi terbukti dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam program pelatihan melalui workshop di berbagai negara (Kawakami, et al. 2004). Intervensi ergonomi partisipasi merupakan studi yang cukup berhasil dalam merancang sistem kerja dan cukup efektif dalam mengurangi rasa nyeri serta mengurangi beban kerja pada industri (Laing, et al. 2005). Disamping itu ergonomi partisipasi sangat membantu dalam proses pelatihan pekerja dengan lebih baik dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas produk. Beberapa penelitian lain yang cukup berhasil dengan intervensi ergonomi partisipasi diantaranya pada rumah sakit, optimalisasi rotasi kerja pada pekerja pemadam kebakaran,

D. PENERAPAN ANALISIS MAKRO ERGONOMI

Beberapa metode analisis sering digunakan untuk menganalisis permasalahan dengan pendekatan makro ergonomi. Salah satu metode analisis dengan pendekatan makro ergonomi yang sering digunakan adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif Current Reality Trees (CRT) dan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey (MOQS) .

D.1. Current Reality Tree (CRT)

Current Reality Tree adalah suatu alat analisis sistem yang dapat membantu mendapatkan fundamental underlying forces yang menjaga berjalannya sistem yang sekarang berlangsung (current system), dan sekaligus juga bisa menjadi hambatan dalam program perubahan current system, ke arah masa depan yang diinginkan. Pembuatan Current Reality Tree (CRT) diawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan hal-hal mendasar yang menjaga keberlangsungan situasi sekarang (root causes). Beberapa dari roots inilah yang akan menjadi core problems yang harus diatasi, untuk mendapatkan perubahan yang kita inginkan.

Langkah awal dari pembangunan CRT, adalah menyatakan problem utama dengan suatu pertanyaan kunci (key question). Selanjutnya, dibuat suatu daftar dari alasan atau jawaban dari key question tadi, yang disebut dengan Undesirable Effects (UDEs). Kemudian UDEs tersebut dihubungkan dengan hubungan logis sebab-akibat. Setiap UDEs harus dipandang sebagai pernyataan, sekaligus sebagai pointer ke pertanyaan yang lebih dalam. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh pemahaman yang lebih dalam, sampai pada akar permasalahan (root causes). Selanjutnya, core problem – Langkah awal dari pembangunan CRT, adalah menyatakan problem utama dengan suatu pertanyaan kunci (key question). Selanjutnya, dibuat suatu daftar dari alasan atau jawaban dari key question tadi, yang disebut dengan Undesirable Effects (UDEs). Kemudian UDEs tersebut dihubungkan dengan hubungan logis sebab-akibat. Setiap UDEs harus dipandang sebagai pernyataan, sekaligus sebagai pointer ke pertanyaan yang lebih dalam. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh pemahaman yang lebih dalam, sampai pada akar permasalahan (root causes). Selanjutnya, core problem –

Key Question: WHY is ……… happening?

Undesirable Effect - UDE Undesirable Effect - UDE

Undesirable Effect - UDE

Undesirable Effect - UDE Undesirable Effect - UDE

Undesirable Effect - UDE Undesirable Effect - UDE

Undesirable Effect - UDE

Root Cause

Root Cause and CORE PPROBLEM

Gambar 8.3. Current Reality Tree

Dengan metode CRT, core problem yang akan menjadi prioritas masalah yang harus diselesaikan dalam tahap selanjutnya, yaitu mikro ergonomi, ditentukan secara kualitatif. Metode CRT sangat membantu dalam memberikan pemahaman yang sangat mendalam tentang permasalahan- permasalahan yang terjadi dalam current system.

Tetapi, dalam hal pemilihan prioritas masalah –yang akan menjadi program mikro ergonomi pada tahap selanjutnya, diperlukan suatu metode analisis yang dapat memberikan gambaran kuantitatif tentang core problem yang paling besar dampaknya, misalnya biaya yang dapat dihemat paling besar, atau tingkat kecelakaan yang paling besar, dll.

Dengan menggunakan ukuran kuantitatif, keberhasilan proyek perbaikan akan dapat lebih terukur, dan dapat memberikan gambaran yang jelas pada system team tentang urgency dari masing-masing root causes.

D.2. MACROERGONOMIC ORGANIZATIONAL QUESTIONNAIRE SURVEY (MOQS) Sebagaimana survei

penelitian, Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey (MOQS) juga digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai aspek atau variabel dari suatu sistem kerja (Carayon and Smith, 2000). Informasi dapat berupa tugas, kondisi organisasi, masalah lingkungan, peralatan kerja, teknologi dan karakteristik individual. Sebagai tambahan, MOQS juga digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai variabel keluaran seperti kepuasan kualitas kerja (misalnya kepuasan kerja / job satisfaction), stress fisik dan psikologis, kesehatan mental dan fisik, kinerja dan sikap (misalnya niat untuk meninggalkan pekerjaan).

kuisioner dalam

MOQS dapat sangat bermanfaat dalam beberapa tahap seperti pada tahap diagnosa, penilaian organisasi, evaluasi pengaruh suatu perubahan pada suatu karakteristik kunci, serta memonitor opini pekerja terhadap implementasi sesuatu yang baru.

Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam MOQS yaitu pada tahap pengembangan kuisioner. Metode yang diterapkan dalam mengembangkan, implementasi dan penyebaran kuisioner menjadi sangat penting dalam menentukan kualitas dan kegunaan data yang dikumpulkan.

Carayon dan Hoonakker (2001) menekankan bahwa terdapat lima langkah penting dalam mengembangkan suatu survei kuisioner yaitu :

1. Konseptualisasi Menentukan konsep apa yang akan diukur dengan MOQS, antara lain :

− Elemen sistem kerja mana yang akan dievaluasi ; tugas (task), kondisi organisasi, lingkungan fisik, peralatan dan teknologi serta karakteristik individual.

− Elemen keluaran mana yang akan dievaluasi; kualitas bekerja, stress fisik dan psikologis, kesehatan fisik dan mental, kinerja serta sikap. Serta menentukan tujuan utama penelitian dan mencocokkannya dengan konsep yang akan diukur dengan kuisioner penelitian.

2. Operasionalisasi Menentukan dimensi dari setiap konsep yang akan diukur, memeriksa apakah terdapat elemen yang tumpang tindih dan melakukan pemeriksaan ulang setiap dimensi.

3. Sumber Kuisioner Menelaah jenis survei kuisioner yang telah ada yang memungkinkan untuk digunakan dan sebagai landasan untuk penelitian. Adapun jenis survei kuisioner dalam ergonomi makro yang telah dikembangkan antara lain:

- Office worker survey (University of Wisconsin – Madison) - NIOSH (Job Stress Questionnaire)

- Karasek’s Job Strain Questionnaire

4. Pembuatan Kuisioner Menentukan bentuk kuisioner yang akan digunakan, menentukan skala pengukuran serta item pertanyaan, petunjuk pengisian, layout dan sebagainya.

5. Pengujian Awal Kuisioner Dalam hal ini menentukan siapa yang akan berpartisipasi dalam tahap pengujian awal kuisioner yang bertujuan untuk memeriksa kejelasan setiap pertanyaan, menguji format kuisioner serta menilai durasi waktu pengisian kuisioner.

Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey (MOQS) dalam pelaksanaannya akan melewati beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Pengumpulan Informasi Tahap ini meliputi pengumpulan informasi sebanyak – banyaknya tentang sistem kerja yang diamati, siapa yang menjadi partisipan dalam survei serta komitmen perusahaan / pihak manajemen dalam memperbaiki sistem kerjanya.

2. Tahap Penetapan Tujuan Tahap ini meliputi perumusan tujuan yang ingin dicapai dalam survei tersebut serta manfaat yang dapat diperoleh oleh pihak perusahaan. Tujuan penelitian ini selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak manajemen serta kepada responden yang terlibat.

3. Tahap Pelaksanaan Tahap ini meliputi penentuan kapan survei akan dilaksanakan, prosedur pelaksanaan, serta metode untuk pengumpulan data survei.

4. Tahap Analisis dan Interpretasi Tahap ini meliputi penggunaan metode dan software statistik untuk menyajikan, mengolah, menganalisa dan menginterpretasikan data hasil survei kuisioner. Serta mengaitkan hasil olahan statistik tersebut dengan tujuan penelitian.

5. Tahap Penyampaian Hasil Tahap ini berkaitan dengan penyusunan format hasil penelitian untuk menggambarkan keadaan sistem kerja yang diteliti.

6. Tahap Follow – Up Action Merupakan tahap akhir dari penelitian yaitu untuk merencanakan kegiatan atau aksi berikutnya yang harus dilakukan sesuai dengan hasil survei kuisioner yang diperoleh, seperti memberikan usulan perbaikan atau implementasi suatu metode, teknologi dan komponen baru lainnya pada sistem kerja yang diamati.

E. KAIZEN

E.1. PENGERTIAN KAIZEN

Kaizen merupakan filosofi yang berasal dari Jepang, yang menyatakan bahwa setiap aspek kehidupan harus secara terus menerus diperbaiki. Secara bahasa, Kai berarti perubahan, zen berarti baik. Sehingga secara harfiah Kaizen berarti perubahan untuk menjadi baik.

Perbaikan bertahap yang continyu ini diimplementasikan dalam industry dan manajemen, sebagai konsep tentang perbaikan secara terus menerus (continuous improvement) dalam melakukan pekerjaan. Filosofi Kaizen ini mendasari berbagai konsep manajemen industry Jepang, seperti TQM (Total Quality Management), lingkaran control kualitas (quality control circle), aktivitas grup kecil (small group activities), dan sebagainya.

Perusahaan-perusahaan di Jepang membedakan antara inovasi dengan Kaizen. Inovasi dianggap sebagai perubahan yang radikal, sedangkan Kaizen Perusahaan-perusahaan di Jepang membedakan antara inovasi dengan Kaizen. Inovasi dianggap sebagai perubahan yang radikal, sedangkan Kaizen

Sasaran akhir kaizen adalah tercapainya Kualitas, Biaya, Distribusi (Quality, Cost, Delivery -- QCD), sehingga pada praktiknya kaizen menempatkan kualitas pada prioritas tertinggi. Kaizen mengajarkan bahwa perusahaan tidak akan mampu bersaing jika kualitas produk dan pelayanannya tidak memadai, sehingga komitmen manajemen terhadap kualitas sangat dijunjung tinggi. Kualitas yang dimaksud dalam QCD bukan sekedar kualitas produk melainkan termasuk kualitas proses yang ditempuh dalam menghasilkan produknya.

Kaizen menekankan bahwa tahap pemrosesan dalam perusahaan harus disempurnakan agar hasil dapat meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat ini mengutamakan proses. Dalam kaizen dipercaya bahwa proses yang baik akan memberikan hasil yang baik pula

Beberapa alasan perlunya menggunakan Kaizen: l Cepat dan mudah pelaksanaannya l Big impact dapat dirasakan, karena problem solving langsung ke

masalah l Hasil bisa langsung dirasakan l Menggunakan SDM yang ada l Fokus pada major issue

l Teamwork, lihat dengan kacamata berbeda l Melewati semua batasan birokrasi l Bisa dipakai untuk referensi Kaizen berikutnya

E.2. TIGA FAKTOR KUNCI DALAM PENERAPAN KAIZEN

1. Konsep 3M = Muda, Mura, dan Muri (untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu dan efisiensi biaya . Elimination of waste, atau dalam bahasa Jepang disebut “muda”. Penghilangan pemborosan atau inefisiensi dalam hal ini bisa berupa waktu yang boros, material yang boros, metode kerja yang tidak 1. Konsep 3M = Muda, Mura, dan Muri (untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu dan efisiensi biaya . Elimination of waste, atau dalam bahasa Jepang disebut “muda”. Penghilangan pemborosan atau inefisiensi dalam hal ini bisa berupa waktu yang boros, material yang boros, metode kerja yang tidak

2. Kaizen lima-S, yang terdiri dari: seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke (membereskan tempat kerja, mnyimpan dengan teratur, memelihara kebersihan tempat kerja, kebersihan pribadi, disiplin terhadap prosedur kerja)

3. Standardisasi, dalam hal ini bermakna bahwa setiap usaha perbaikan harus terdokumentasi dengan baik, dan menjadi metode kerja atau system kerja baru hasil perbaikan tersebut harus menjadi standar bagi karyawan.

Gambar 8.4. Lima-S dalam Kaizen

7 waste / muda yang harus dihilangkan dalam Kaizen:

1. Muda of over production yaitu memproduksi melebihi yang diinginkan oleh konsumen sehingga menimbulkan stock.

2. Muda of inventory, ini adalah hasil adanya over production, jika dapat memproduksi sesuai yang dibutuhkan pada proses selanjutnya berarti telah melakukan eliminasi muda of inventory.

3. Muda of waiting, seringkali ditemukan seorang operator menunggu materil tiba baru kemudian mereka menghidupkan mesin, hal ini merupakan sesuatu yang tidak ada nilainya (non-value added) ketika operator hanya melihat dan menunggu.

4. Muda of motion , ketika opertor berkeliling untuk mencari tools atau untuk mendapatkan benda kerja merupakan sesuatu yang tidak punya nilai tambah (no value added)

5. Muda of transportation , ketika material bergerak diatas truk, conveyor, forklift merupakan sesuatu yang no value added.

6. Muda of producing rejects, menghasilkan reject cenderung mengakibatkan rework atau bahkan material terbuang sia-sia (big muda).

7. Muda of processing, dengan menyusun lagi aliran proses dengan baik seringkali dapat menghilangkan beberapa proses yang tidak perlu

Gambar 8.5. Tiga Elemen Kunci dari Kaizen

Dalam beberapa kasus, penerapan Kaizen dapat mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan tersebut biasanya adalah beberapa hal di bawah ini:

l Fokus di area tertentu bukan pada perubahan budaya l Tidak melibatkan semua bagian l Ketakutan gagal dan ragu pada hal baru l Ketidakmampuan untuk melihat proses secara keseluruhan l Salah prioritas utama (produksi, design, bisnis) l Ketidakmampuan membaca peluang ke depan l Gagal menerapkan ADOPT, ADAPT &CREATIVITY

E.3. KAIZEN DIBANDINGKAN DENGAN BUSINESS PROCESS REENGINEERING

Ketika Kaizen disbandingkan dengan metode BPR, sangat jelas bahwa filosofi Kaizen lebih berorientasi pada orang, lebih mudah diimplementasikan, tetapi membutuhkan disiplin jangka panjang dari selruh level karyawan, dan perubahan yang terjadi melalui Kaien adalah perubahan bertahap yang tidak radikal. Sedangkan melalui pendekatan metode BPR, perubahan yang terjadi lebih berorientasi pada teknologi, dan perubahan yang terjadi adalah perubahan radikal, yang membutuhkan kemampuan yang tinggi untuk mengelola perubahan yang terjadi.

E.4. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN KAIZEN

Salah satu langkah penting penerapan kaizen adalah menjalankan siklus Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk menjamin terlaksananya kesinambungan kaizen. Siklus ini terdiri atas :

6. Rencana (plan) Penetapan target untuk perbaikan dan perumusan rencana tindakan guna

mencapai target tersebut. ▪ Lakukan (do)

Pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat. ▪ Periksa (check)

Kegiatan pemeriksaan segala prosedur yang telah dijalankan guna memastikannya agar tetap berjalan sesuai rencana sekaligus memantau kemajuan yang telah ditempuh.

▪ Tindak (act) Menindaklanjuti ketiga langkah yang ditempuh sekaligus memutuskankan

prosedur baru guna menghindari terjadinya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.

Siklus PDCA berputar secara terus menerus dengan diselingi oleh siklus Standardize-Do-Check-Act (SDCA) di antaranya. Dalam langkah Standar (Standarize) pada siklus ini, segala prosedur baru yang telah diputuskan pada langkah Tindak dalam siklus PDCA sebelumnya disahkan menjadi pedoman yang wajib dipenuhi. SDCA fokus pada kegiatan pemeliharaan, sedangkan PDCA lebih mengacu pada perbaikan

Metode pemecahan masalah dilakukan sebagai berikut: l Cara penyelesaian masalah ada dua yaitu analytical approach dan design approach l Analytical approach adalah cara penyelesaian masalah setelah masalah terjadi, kebanyakan ini yang dilakukan. l Setelah problem timbul baru dilakukan pengecekan untuk mencari akar penyebab masalah dan kemudian melakukan standarisasi prosedur baru sehingga masalah yang sama timbul lagi.

l Design Approach yaitu mengantisipasi masalah dan mencoba memecahkan masalah yang akan timbul. l Dampak penggunanaan design approach jauh lebih besar jika dibandingkan analytical approach l Design approach

dengan meningkatkan perencanan/planning yang baik.

dapat

dilakukan

Penerapan analisis makro ergonomi diharapkan dapat memastikan bahwa seluruh personel dalam perusahaan dapat memiliki work life yang berkualitas tinggi, sehingga perusahaan dapat memiliki tingkat kualitas, keamanan, dan produktifitas yang tinggi.

Keterlibatan karyawan dalam program makro ergonomi dapat memberikan beberapa keuntungan. Pertama, keterlibatan karyawan akan menghilangkan ketidaksesuaian antara orang-pekerja. Selain itu para pekerja akan dapat mengidentifikasi permasalahan yang real, serta membiarkan mereka sendiri yang memecahkan masalah tersebut akan menghasilkan suatu solusi yang cost-effective, atau kontrol administrasi yang dapat diterapkan dengan efektif.

Metode-metode analisis kualitatif yang digunakan dalam makro ergonomi sebaiknya dilengkapi dengan analisis kuantitatif agar keberhasilan proyek perbaikan akan dapat lebih terukur, dan dapat dipastikan bahwa proyek perbaikan tersebut adalah yang memberikan manfaat maksimal.

F. EVALUASI

1. Jelaskan pengertian dari makroergonomi!

2. Jelaskan hubungan antara makro ergonomi dengan ergonomic mikro!

3. Jelaskan tentang metode CRT (Current Reality Tree)!

4. Sebutkan manfaat metode MOQS (Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey) !

5. Jelaskan tahap-tahap pelaksanaan metode MOQS (Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey) !

6. Jelaskan pentingnya penerapan Kaizen dalam perusahaan!

7. Jelaskan 7 pemborosan yang harus dihilangkan dalam Kaizen!

G. DAFTAR PUSTAKA

Alexander, David.C. Macroergonomics: A Tool for the Ergonomist. Industrial Ergonomics Case Studies. Mc Graw-Hill. 1991. Gleaves, Susan.M, Mercurio, James J. Ergonomic Circles in Assembly Line Manufacturing. Industrial Ergonomics Case Studies. Mc Graw-Hill. 1991.

Hendrick, H.W., Kleiner B.M. Macroergonomis: An Introduction To Work System Design. Mc Graw Hill. 2001. Mosley, Henry. Current Reality Trees- An Action Learning Tool for Root Cause Analysis. Proceeding of Strategic Leadership Seminar. USA. 2001.

Masaaki Imai. 1991. Kaizen : The Key to Japan's Competitive Success.

Singapore, McGraw-Hill International