UNIT BISNIS NATA DE COCO

UNIT BISNIS NATA DE COCO

4.1.1. Aspek Pemasaran Nata De Coco (Kajian Pustaka) Produk kelapa yang biasanya dijual oleh masyarakat adalah kopra, minyak

goreng, gula merah dan kelapa butiran. Padahal banyak sekali produk- produk yang bisa diturunkan dari buah kelapa. Salah satunya adalah nata de coco yang menggunakan bahan baku air kelapa. Kebutuhan kelapa dan produksi kelapa nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari sisi permintaan, kebutuhan kelapa setara konsumsi kopra terus mengalami peningkatan. Dari peningkatan konsumsi tersebut mengindikasikan peningkatan supply air kelapa yang bisa dimanfaatkan dalam pembuatan nata de coco.

Di tengah situasi semakin maraknya konsumsi berbagai ragam minuman ringan dengan label 'minuman kesehatan' oleh masyarakat, nata de coco memiliki prospek yang cerah sebagai salah satu 'makanan kesehatan' yang alamiah dari air kelapa. Nata

de coco merupakan 'makanan kesehatan' karena memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah kalori. Orang Jepang percaya bahwa produk ini mampu melindungi tubuh dari kanker dan baik bagi pencernaan.

Pasar dan pemasaran merupakan aspek yang penting dalam usaha nata de coco, selain aspek-aspek yang lain seperti pengelolaan, distribusi, lembaga keuangan, pasokan bahan lain, sumberdaya manusia, yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Pasar dalam usaha nata de coco terdiri dari pasar input dan pasar output. Pasar input nata de coco meliputi pasar bahan baku, tenaga kerja dan modal. Karakteristik pasar input nata de coco akan mempengaruhi pola produksi nata de coco. Seperti pada umumnya pasokan bahan baku produk-produk agribisnis, input nata de coco juga dipengaruhi oleh musim, meskipun tidak terlalu besar penyimpangannya.

Pasar kedua adalah pasar output nata de coco. Setelah output dihasilkan oleh perusahaan kemudian dipasarkan dengan tujuan akhir konsumen. Di pasar domestik, jalur pemasaran ke konsumen dapat melalui pedagang pengecer maupun pedagang besar. Sedangkan untuk pasar luar negeri, jalur pemasaran ke konsumen melalui eksportir. Untuk usaha nata de coco skala kecil biasanya hanya melayani konsumen domestik: lokal, luar daerah, luar pulau.

Produk nata de coco memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah kalori sehingga sangat cocok untuk orang yang sedang menjalankan diet. Produk nata de coco dapat dibagi menjadi dua yaitu nata de coco tawar (bentuk lembaran dan kubus kecil- Produk nata de coco memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah kalori sehingga sangat cocok untuk orang yang sedang menjalankan diet. Produk nata de coco dapat dibagi menjadi dua yaitu nata de coco tawar (bentuk lembaran dan kubus kecil-

Permintaan nata de coco seorang konsumen merupakan hasil interaksi antara variabel-variabel yang mempengaruhi seperti: harga nata de coco, harga barang-barang lain, selera, pendapatan, ekspektasi dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan perekonomian konsumen maka kesadaran akan pentingnya kesehatan akan semakin meningkat dengan mengkonsumsi makanan-makanan yang sehat. Sehingga prospek nata

de coco sebagai makanan kesehatan adalah cerah. Namun demikian, perlu diperhatikan perkembangan faktor-faktor lain, seperti produk pesaing, kejenuhan pasar dan lain-lain.

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produksi nata de coco mengingat Indonesia sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Jumlah perusahaan baik perusahaan jenis I (penghasil nata de coco lembaran), perusahaan jenis II (penghasil nata de coco kemasan saja), maupun perusahaan jenis III (penghasil nata de coco lembaran dan kemasan sekaligus) cukup banyak. Perusahaan yang dapat mencapai skala ekonomi akan berproduksi secara kontinyu, sedang perusahaan yang tidak mencapai skala ekonomi hanya berproduksi secara sporadis melayani limpahan permintaan domestik pada hari-hari khusus seperti puasa, lebaran, tahun baru dan sebagainya.

Tidak terdapat hambatan legal (legal barriers) khusus untuk perusahaan baik pemerintah daerah maupun penguasaan input. Perusahaan formal hanya perlu mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah. Bahkan banyak yang informal karena merupakan usaha rumah tangga yang berproduksi secara sporadis. Pasokan nata de coco tidak tergantung dari musim mengingat pasokan kelapa yang bisa sepanjang tahun.

Tingkat persaingan usaha nata de coco sesuai dengan jenis yang dihasilkan dalam bentuk lembaran atau kemasan. Di Sumatera Selatan, banyak terdapat industri nata de coco, namun mayoritas masih berskala industri rumah tangga. Segmen pasarnya umumnya adalah pasar lokal, dan daerah sekitar. Persaingan antar home industri itu terjadi lebih ketat pada input karena rerata mengambil input air kelapa dari sumber yang relatif sama.

Pada faktor harga pasar, baik nata de coco lembaran maupun kemasan (gelas) harga relatif stabil dan terjangkau. Hal ini disebabkan oleh harga input utama air kelapa yang relatif sama. Persaingan dalam mendapatkan input serta sifat input yang mudah rusak merupakan faktor utama kestabilan harga air kelapa.

Nata de coco tawar dapat dipasarkan ke produsen-produsen nata de coco kemasan yang ada di daerah maupun luar daerah. Adanya perusahaan besar yang sekaligus membuat nata de coco tawar dan nata de coco kemasan siap konsumsi membuka kesempatan bagi produsen kecil nata de coco tawar untuk memasok bahan bakunya. Pasar produsen besar bahkan sudah menembus pasar ekspor. Sayangnya, sering kualitas dan standar nata de coco tawar tidak sesuai yang diharapkan produsen besar. Produsen besar menghadapi permasalahan standarisasi dan kualitas pada pasokan usaha kecil. Akibatnya, produsen besar tidak menerima nata de coco tawar dari usaha kecil. Produsen besar hanya bermitra dengan petani penyedia input air kelapa tidak dengan produsen nata de coco tawar.

Produsen kecil nata de coco tawar relatif lebih banyak bermitra dengan produsen menengah dan kecil nata de coco kemasan baik di daerah maupun luar daerah. Sayangnya, hubungan menguntungkan ini tidak terdapat kontrak sehingga kepastian keberlanjutan tidak terjamin. Produsen nata de coco tawar memproduksi berdasarkan permintaan produsen nata de coco kemasan. Nata de coco kemasan umumnya dapat dipasarkan dengan sistem konsinyasi yaitu titip jual di warung, toko, supermarket, swalayan dan lain-lain.

4.1.2. Aspek Produksi Nata De Coco (Kajian Pustaka) Jenis produk nata de coco umumnya terbagi menjadi 3 jenis produk, yaitu : (1)

produsen yang menghasilkan nata de coco lembaran, (2) produsen yang menggunakan nata de coco lembaran untuk diolah kembali menjadi nata de coco kemasan siap konsumsi dan (3) produsen yang menangani keduanya membuat nata de coco lembaran sekaligus membuat nata de coco kemasan. Input utama dari nata de coco adalah air kelapa.

Lokasi usaha untuk semua jenis usaha nata de coco tidak menuntut tempat khusus dan tidak harus dekat dengan sumber inputnya. Usaha nata de coco lembaran tidak harus dekat dengan sumber pasokan air kelapa mengingat air kelapa yang digunakan tidak harus air kelapa segar. Air kelapa bisa ditampung selama kurang lebih 5-6 hari sebelum memasuki proses produksi. Begitu juga usaha nata de coco kemasan tidak harus dekat dengan sumber nata de coco lembaran mengingat nata de coco lembaran dapat disimpan dengan teknologi yang sederhana yaitu, mengganti air rendaman dan perebusan.

Dalam proses pembuatan nata de coco, terdapat fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan. Usaha ini sangat membutuhkan fasilitas bangunan, sumber air dan pembuangan limbah cair. Peralatan usaha nata de coco sangat sederhana dan dapat Dalam proses pembuatan nata de coco, terdapat fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan. Usaha ini sangat membutuhkan fasilitas bangunan, sumber air dan pembuangan limbah cair. Peralatan usaha nata de coco sangat sederhana dan dapat

1. Bangunan untuk proses produksi. Proses produksi membutuhkan suhu kamar yang optimal, sehingga harus dilakukan dalam ruangan yang ada dalam bangunan.

2. Pompa air untuk memasok air dari sumur

3. Tandon air untuk tempat menyimpan cadangan air dalam proses pencucian

4. Tempat pembuangan limbah cair peralatan:

5. Botol bekas sirup untuk tempat menyiapkan starter atau bibit

6. Jerigen untuk mengumpulkan air kelapa dari sumber: petani kopra, pasar dll.

7. Hand refractometer untuk mengukur kandungan padatan air kelapa.

8. Ember untuk menampung air kelapa dan membersihkan lembaran nata de coco.

9. Penyaring digunakan untuk memisahkan material lain dari air kelapa.

10. Panci/Dandang Perebus sebaiknya terbuat dari stainless steel untuk menghindari reaksi dengan media maupun produk nata de coco yang dihasilkan. Panci ini digunakan untuk memasak air kelapa dan juga nata de coco.

11. Kompor (minyak atau gas) ataupun tungku (kayu bakar). Jenis kompor bisa dengan kompor spiral yang dilengkapi dengan selenoid.

12. Pengaduk sebaiknya dari kayu atau stainless steel.

13. Lori (kereta dorong) digunakan untuk sarana mengangkut/ memindahkan

14. Gayung plastik (gelas ukur/alat pengukur volume) digunakan untuk menuangkan bahan air kelapa yang sudah di masak ke dalam baki plastik.

15. Meja panjang untuk menempatkan baki/nampan fermentasi

16. Baki/nampan plastik digunakan untuk tempat media fermentasi

17. Kain saring atau kertas koran sebagai penutup baki/nampan selama proses fermentasi

18. Tali karet (elastik) untuk mengikat kain/koran penutup baki/nampan

19. Ember pencuci

20. Pisau dan talenan digunakan untuk mengiris nata de coco yang semula berbentuk lembaran agar menjadi bentuk kubus. Pisau mesin dapat digunakan standarisasi bentuk.

21. Rak untuk fermentasi dan pengeringan alat

22. Teko

23. Kursi

24. Sepatu plastik

25. Sarung tangan

26. Timbangan

27. Mesin pres

Bahan Baku : Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan baku dan bahan pembantu. Bahan baku pembuatan nata de coco adalah air kelapa yang telah dibasikan/disimpan kurang lebih 5 sampai 6 hari. Bahan pembantu digunakan untuk mempercepat proses pertumbuhan bakteri ( acetobacter xylinum ) dan untuk mengatur kondisi air kelapa agar sesuai bagi pertumbuhan bakteri. Penggunaan bahan baku tersebut bervariasi tergantung dari produsen. Berikut ini adalah bahan tambahan yang biasa digunakan: Untuk nata de coco lembaran:

a. Air Kelapa

b. Gula pasir sebagai sumber karbohidrat

c. Asam cuka glasial/cuka untuk membantu mengatur tingkat keasaman (pH)

d. Pupuk ZA sebagai sumber nitrogen

e. Garam inggris untuk membantu pembentukan lapisan nata de coco

f. Asam sitrat (zitrun zuur)

g. Bibit nata de coco

h. Air

i. Minyak tanah Untuk nata de coco kemasan:

a. Gula/syrup

b. Pewarna

c. Pewangi

d. Pengawet

e. Kemasan (gelas plastik, penutup, sendok plastik)

f. Kardus

g. Lakban

Produksi nata de coco tidak membutuhkan pendidikan formal atau pengetahuan khusus tetapi lebih memerlukan ketrampilan dan ketekunan. Kebutuhan tenaga dapat dipenuhi dari keluarga sendiri atau dari tetangga sekitar. Tenaga kerja biasanya ada yang tetap dan tidak tetap (borongan). Tenaga kerja tetap bekerja kurang lebih 8 jam per hari, sedangkan tenaga tidak tetap biasanya berdasarkan borongan. Misalnya untuk Produksi nata de coco tidak membutuhkan pendidikan formal atau pengetahuan khusus tetapi lebih memerlukan ketrampilan dan ketekunan. Kebutuhan tenaga dapat dipenuhi dari keluarga sendiri atau dari tetangga sekitar. Tenaga kerja biasanya ada yang tetap dan tidak tetap (borongan). Tenaga kerja tetap bekerja kurang lebih 8 jam per hari, sedangkan tenaga tidak tetap biasanya berdasarkan borongan. Misalnya untuk

Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan; pemasakan dan pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan dan pendinginan; inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter); pemeraman (fermentasi); panen dan pasca panen (pengolahan lanjut sampai setengah jadi atau siap konsumsi).

Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari. Kemudian, air kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring lembut untuk memisahkan air kelapa dengan material-material atau kotoran- kotoran seperti: sabut, pecahan batok kelapa, cikal/buah kelapa dan lain- lain. Kandungan air kelapa yang masih segar berkisar antara 400-500 ml per butir. Buah kelapa yang berumur 4-5 bulan memiliki volume air yang maksimum. Namun demikian, kualitas air kelapa yang paling baik adalah ketika buah kelapa berumur kurang lebih 5 bulan dengan kandungan total padatan maksimal 6 gram per 100 ml. Kandungan gula terlarut biasa diukur dengan menggunakan hand refractometer (Sutardi 2004).

Kedua, Pemasakan dan Pencampuran Bahan Pembantu. Air kelapa yang sudah di saring selanjutnya dimasukkan ke dalam panci/dandang stainlessteel untuk dimasak sampai mendidih selama kurang lebih 30 menit. Selama mendidih bahan-bahan pembantu seperti: gula pasir; pupuk ZA; garam inggris, asam sitrat (zitrun zuur) ditambahkan. Sebelum pendidihan diakhiri, ditambahkan asam asetat glasial/cuka hingga mencapai pH kurang lebih 3,2 (Sutarminingsih, 2004). Tidak terdapat relevansi antara citarasa dengan pH.

Ketiga, Penempatan dalam baki/nampan plastik. Semua peralatan harus bersih dan steril. Nampan plastik yang digunakan harus terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara dicelup dalam air mendidih, dijemur, dibasahi dengan alkohol 70% atau spiritus. Media fermentasi (air kelapa dan bahan tambahan yang dididihkan) dituangkan dalam nampan dan selanjutnya segera ditutup rapat dengan koran dan diikat karet/elastik. Volume media fermentasi sebanyak 1,2 sampai 1,3 liter untuk setiap nampan tergantung ukurannya. Kemudian, media fermentasi tersebut dibiarkan sampai hangat-hangat kuku selama satu malam.

Keempat, Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan yang berisi fermentasi yang telah didinginkan selama satu malam tersebut ditambahkan bibit (starter) sebanyak dengan perbandingan 10% bibit (kurang lebih 13 ml) (Sutardi 2004). Inokulasi bibit dengan cara membuka sedikit tutup kain/koran dan segera ditutup kembali.

Kelima, Fermentasi. Media fermentasi yang sudah ditambahkan bibit selanjutnya diperam selama 6-7 hari. Kebersihan tempat pemeraman dengan suhu kamar (28o-31o) sangat mutlak diperlukan untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain atau serangga yang dapat menggagalkan proses fermentasi (Sutardi, 2004). Keberhasilan proses fermentasi ini dapat dilihat dari ada tidaknya lapisan tipis pada permukaan media fermentasi setelah dua hari dan akan semakin bertambah tebal dari hari ke hari.

Ketujuh, Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari, lapisan nata de coco akan memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk lembaran-lembaran (slab) yang asam dalam bau, cita rasa dan pH-nya. Lembaran-lembaran ini kemudian diangkat dan lendirnya dibuang melalui pencucian.

Lembaran-lembaran ini siap untuk di jual atau mungkin harus di potong kecil- kecil berbentuk kubus, tergantung dari permintaan. Baik dalam bentuk lembaran ataupun potongan kubus harus direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Air rendaman setiap hari harus diganti agar bau dan rasa asam hilang. Kemudian, nata de coco dicuci kembali dan direbus untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan bau dan rasa asam. Pencucian dan perebusan ini pada hakekatnya dilakukan hingga nata de coco menjadi tawar. Penyimpanan nata de coco tawar cukup dilakukan dengan merendamnya dalam air tawar yang harus sering diganti.

Di pasaran, nata de coco sering diminta dalam bentuk lembaran; bentuk kubus kecil-kecil tawar atau sudah dalam keadaan manis larutan gula atau syrup. Bentuk lembaran dan kubus-kubus kecil tawar biasanya diminta oleh produsen/pengusaha lain untuk diolah kembali. Dengan kata lain nata de coco lembaran dan kubus-kubus kecil tawar sebagai bahan baku proses produksi nata de coco dalam syrup. Bila nata de coco ingin dipasarkan dalam keadaan tawar maka, nata de coco tersebut direbus kembali dengan air bersih hingga mendidih dan dalam keadaan panas segera dilakukan pengemasan dalam kantung plastik dan diikat rapat dan didinginkan. Sedangkan nata de coco dalam syrup siap untuk dikonsumsi harus melalui beberapa proses: pembuatan syrup; pencampuran nata de coco dan bahan lain; pengemasan dan pengepakan.

Pertama, Pembuatan Syrup. Gula dituangkan ke dalam air dan dipanaskan sampai mendidih dan disaring beberapa kali sampai jernih. Tingkat kemanisan syrup disesuaikan dengan selera. Komposisi umum untuk 3 kg nata de coco dibutuhkan 2 kg gula pasir dan 4,5 liter air (Sutarminingsih 2004).

Kedua, Pencampuran. Nata de coco kubus ke d l-kecil tawar dicampur dalam larutan syrup dan dididihkan selama 15 menit. Bisa ditambahkan: garam, cita rasa (flavour misal vanili, frambosen, cocopandan, rose, mangga) dan essence. Kemudian, nata de coco dibiarkan selama kurang lebih setengah hari dengan tujuan terjadi proses penyerapan gula dan cita rasa. Nata de coco direbus kembali dalam larutan syrup (gula) dan untuk mengawetkan bisa ditambah natrium benzoat 0,1 persen ke dalam larutan syrup perendam.

Ketiga, Pengemasan dan Pengepakan. Dalam keadaan panas, nata de coco dimasukkan ke dalam kemasan kantong/gelas plastik pengemas, ditutup rapat dan direbus dalam air mendidih selama 30 menit. Selanjutnya, kantong/gelas plastik diangkat dan disimpan dalam suhu kamar dalam posisi terbalik. Pengepakan dilakukan dan siap untuk dipasarkan. Namun jika berniat menjualnya dalam bentuk kemasan gelas (cup) seperti minuman mineral, maka anda membutuhkan bahan pengawet, gelas plastik, Mesin Cup Sealer plus sablon (harga sekitar 2 jutaan rupiah), kardus, dan juga bahaN JBMn pewarna (opsional). Untuk semakin menambah kepercayaan konsumen pada produk anda, maka ada baiknya mengajukan registrasi produk (izin) ke Badan Pengawas Obat Makanan.

Untuk produksi 20 liter air kelapa, Sutarminingsih (2004) menemukan komposisi bahan-bahan pembantu sebagai berikut:

a. 1 Kg gula pasir sebagai sumber energi/karbohidrat atau karbon

b. 20 ml (2 sendok makan) asam asetat glasial/cuka untuk membantu mengatur keasaman (pH)

c. 20 g (2 sendok makan) pupuk ZA sebagai sumber nitrogen

d. 10 g (1 sendok makan) garam inggris untuk membantu pembentukan lapisan nata de coco

e. 10 g (1 sendok makan) asam sitrat (zitrun zuur)

f. 2 liter bibit nata de coco Apabila proses pembuatan nata de coco berjalan optimal maka dari 20 liter air kelapa dapat dihasilkan 17-18 kg nata de coco tawar (rendemen 80-90 persen).

Kendala Produksi : Kendala produksi utama yang dihadapi oleh produsen adalah cuaca yaitu musim penghujan. Selain pada musim penghujan input air kelapa mengalami penurunan supply, musim hujan juga akan mengganggu suhu udara yang bisa sangat mempengaruhi proses fermentasi. Kestabilan suhu kamar 28° - 31°C dibutuhkan dalam proses fermentasi.

4.1.3. Aspek Keuangan Usaha Nata De Coco (Kajian Pustaka) (a) Asumsi dan Parameter Perhitungan Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah: - Analisis keuangan untuk usaha nata de coco ini dibuat dengan dua pola usaha, yaitu pola usaha skala rumah tangga, dan pola usaha skala pabrik. - Bahan baku, bahan pembantu dan bahan pengemas tersedia secara kontinyu sepanjang tahun. - Kapasitas alat atau mesin selama umur ekonomis tidak mengalami penurunan produksi. - Harga dan biaya perhitungan kelayakan finansial adalah yang berlaku pada saat perhitungan. - Suku bunga 18 %. - Permintaan produk stabil, produk terjual habis setiap akhir tahun dan selama umur

(b) Sumber Modal Sumber modal dalam usaha nata de coco ini diasumsikan diasumsikan mengikuti pola usahanya, yaitu :

1. Pola usaha rumah tangga diasumsikan modal berasal drai milik sendiri

2. Pola usaha pabrik nata de coco diasumsikan diperoleh dari bank sebesar 40 % dari total modal dengan masa pengembalian 5 tahun dan 60% modal sendiri.

(c) Biaya Investasi untuk Usaha Skala Rumah Tangga Biaya investasi yang diperlukan untuk usaha nata de coco untuk skala rumah tangga dengan kapasitas produksi untuk bahan baku yang berasal dari 100 butir kelapa per periode produksi, disajikan pada Tabel 13. Tabel

13 Jenis dan biaya investasi untuk usaha nata de coco skala rumah tangga untuk kapasitas 100 butir kelapa per periode produksi

No Jenis Biaya Volume Harga Satuan

4 Saringan plastik

5 Pengaduk kayu

6 Pisau stainless

1 bh 5.000

7 Baki kotak

8 Botol kaca

9 Gelas ukur plastik

1 bh

Jumlah 316.000

(d) Biaya Investasi untuk Usaha Skala Pabrik Hasil analisa ekonomi untuk mendirikan unit produksi nata de coco diperlukan modal investasi total sebesar Rp. 32.391.868,-. Biaya investasi ini terdiri atas modal tetap sebesar Rp. 29.447.125,-dan modal kerja sebesar Rp.4.417.100,-. Modal yang digunakan untuk mendirikan unit produksi nata de coco ini direncanakan 70% berasal dari modal sendiri yaitu sebesar Rp. 20.613.000,- dan 30% berupa pinjaman bank sebesar Rp. 8.834.146,- dengan masa angsuran 5 tahun dan bunga 18 %.

(e) Biaya Operasional untuk Usaha Skala Rumah Tangga Biaya operasional usaha nata de coco merupakan biaya variabel (variabel cost) yang besarnya tergantung dengan jumlah nata de coco yang diproduksi. Dalam analisis keuangan ini analisis biaya operasional juga dibuat berdasarkan asumsi pola usaha.

Biaya operasional yang diperlukan untuk usaha nata de coco untuk skala rumah tangga dengan kapasitas produksi untuk bahan baku yang berasal dari 100 butir kelapa per periode produksi, disajikan pada Tabel 14. Tabel

14 Jenis dan biaya operasional untuk usaha nata de coco skala rumah tangga untuk kapasitas 100 butir kelapa per periode produksi

Harga Satuan

No Jenis Biaya Volume

Jumlah

(Rp)

Biaya variable

1 Air kelapa (100 butir)

2 Gula pasir

3 Asa cuka glacial

4 Bibit nata

5 Plastik kemasan 1 Kg

6 Kertas Koran untuk penutup

7 Minyak tanah

8 Tenaga kerja

Jumlah 102.000 Biaya Tetap

1 Penyusutan alat

6.583 Total 108.583

(f) Biaya Operasional untuk Usaha Skala Pabrik Besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan usaha nata de coco untuk skala pabrik adalah sebesar Rp.88.196.398,-. Biaya operasional ini ini terdiri atas biaya pembuatan nata de coco sebesar Rp. 84.482.931, dan biaya pengeluaran umum Rp.3.713.467,-. Rincian biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional penbuatan nata

de coco ini disajikan secara rinci pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel

15 Jenis dan biaya operasional untuk usaha nata de coco skala pabrik No Jenis Biaya

Jumlah

1 Biaya pembuatan nata de coco

84.482.931

1. biaya produksi langsung

80.550.938

2. biaya tetap

3.003.600

3. biaya pabrik tidak langsung

928.384

2 Biaya pengeluaran umum

3.713.467

Total 88.196.398

(g) Analisis Kelayakan Finansial untuk Usaha Skala Rumah Tangga Pada usaha nata de coco skala rumah tangga dengan asumsi pengolahan berasal dari 100 butir kelapa ini untuk analisa kelayakan hanya menggunakan kriteria B/C rasio, yang dihitung berdasarkan perhitungan produksi dari bahan baku 100 butir kelapa mampu menghasulkan 36 Kg nata de coco yang akan dijual dengan harga Rp.5.000/kg. Hasil perhitungan analisa kelayakan ini disajikan pada Tabel 16. Tabel

16 Hasil perhitungan analisa kelayakan nata de coco skala rumah tangga No Uraian

Nilai Kriteria

1 Biaya operasional

3 Harga jual

Rp.5000/kg

B/C rasio

1,4

Layak

Berdasarkan bahan baku tersebut, dihasilkan bahan Nata de Coco untuk 40 cetakan ukuran sedang (30x20 cm). Jika persentase keberhasilan mencapai 90% berarti Nata yang diperoleh sebanyak 36 cetakan. Masing-masing 25 cetakan memiliki bobot 1 kg sehingga diperoleh hasilnya 36 kg. Penjualan Nata de Coco dalam keadaan mentah adalah Rp. 5.000/kg sehingga diperoleh penerimaan per hari sebesar Rp 270.000 sedangkan pendapatan yang diperoleh satu periode pembuatan sebesar Rp 161.417. Jika usaha ini berkembang dan intensif dilakukan maka keuntungan perbulan diperoleh 166.417 x 30 = Rp.4.992.510. Tingkat kelayakan teknologi yang diindikasikan dengan nilai B/C Ratio yang diperoleh sebesar 1,4. yang artinya setiap investasi Rp. 1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1,4 (> 1). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi pemanfaatan air kelapa menjadi nata de coco layak untuk dikembangkan.

(h) Analisis Kelayakan Finansial untuk Usaha Nata De Coco Skala Pabrik Hasil perhitungan analisa finansial diperoleh harga pokok produksi per kemasan sebesar Rp. 5.357,- untuk tiap kemasan berisi 700 ml produk. Dalam penentuan harga jual, margin ditentukan dengan angka dari 1-100% dan margin yang diinginkan dinyatakan dalam persentase (Soekartawi, 2005). Laba yang diinginkan yaitu 40% dan pajak, maka harga jual sebesar Rp. 8.000 per kemasan. Jadi harga jual produk selama satu tahun dari perhitungan diperoleh nilai sebesar Rp. 137.088.000,-. Menurut Subagyo (2007), besarnya mark up ditingkat produsen langsung ke konsumen sebesar 20%, jika melalui agen atau pengecer mark up sebesar 40% dan bila pengecer menjual produk ke konsumen akhir mark up yang ditetapkan bisa mencapai 70%. Harga jual produk ditingkat konsumen relatif, dimana harga produk sejenis yang ada di pasaran sebesar Rp. 7.000 hingga Rp. 13.000 per kemasan. Hasil perhitungan dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dikembangkan, dengan nilai masing-masing kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 17 berikut ini. Tabel

17 Hasil perhitungan kelayakan finansial usaha nata de coco No

Jenis Kriteria Kelayakan

- Kapasitas produksi

45,86% - Volume penjualan 12.599 kemasan, atau senilai Rp. 56.741.777,-.

2 IRR 76%

Layak

3 R/C ratio 1,49

Layak

4 Profitability Index (PI)

(i) Break Even Point (BEP) Pada kapasitas produksi 45,86% volume penjualan 12.599 kemasan atau senilai Rp. 56.741.777,-. Perimbangan kas masuk (inflow) dan kas keluar (outflow) akan menentukan besarnya uang pada waktu tertentu. Arus kas bersih yang menunjukkan perputaran uang hingga akhir masa produksi menunjukkan bahwa pabrik mampu memperoleh keuntungan bersih hingga akhir masa proyek sebesar Rp.484.520.541.

(j) Laju Pengembalian Modal Dari hasil perhitungan diperoleh nilai IRR (Internal Rate of Return) sebesar 76 %. Harga yang diperoleh jauh lebih besar dari harga untuk bunga pinjaman yaitu 18%, sehingga bila ditinjau dari segi IRR maka perancangan unit produksi nata de coco ini layak dan menguntungkan dengan kondisi tingkat bunga pinjaman 18%. Untuk IRR (j) Laju Pengembalian Modal Dari hasil perhitungan diperoleh nilai IRR (Internal Rate of Return) sebesar 76 %. Harga yang diperoleh jauh lebih besar dari harga untuk bunga pinjaman yaitu 18%, sehingga bila ditinjau dari segi IRR maka perancangan unit produksi nata de coco ini layak dan menguntungkan dengan kondisi tingkat bunga pinjaman 18%. Untuk IRR

(k) Waktu Pengembalian Modal ( Payback Period ) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai waktu pengembalian modal dicapai pada 1,88 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut nilai investasi usaha sebesar Rp. 32.391.686,- telah kembali. Kembalinya investasi dalam waktu yang cukup cepat ini menunjukkan bahwa proyek sangat menguntungkan, sehingga jika ada investor mempunyai kesempatan untuk melakukan investasi lagi setelah tahun keempat. Lama Pay Out Time lebih pendek daripada umur proyek yang direncanakan yaitu selama 10 tahun,sehingga dapat dikatakan proyek ini layak untuk dilaksanakan.

(l) Net Present Value (NPV) Hasil perhitungan untuk tingkat suku bunga 18% diperoleh nilai NPV sebesar Rp.118.522.756,. NPV menunjukan nilai positif sehingga unit agroindustri ini layak untuk didirikan. Nilai tersebut memberi arti bahwa unit agroindustri ini mampu memperoleh laba sebesar Rp. 118.522.756,- dimasa dating apabila diukur dengan nilai sekarang. Nilai NPV yang positif menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut layak untuk dilaksanakan sementara nilai NPV negatif berarti proyek tidak layak dilakukan (Kusuma, 2012).

(m) Profitability Index (PI) Hasil perhitungan diperoleh nilai Profitability Index (PI) sebesar 5,32 atau lebih besar dari 1 sehingga ini menunjukan bahwa unit agroindustri ini layak untuk diteruskan ke tahap pendirian. Pemakaian metode Profitability Index (PI) adalah

menghitung melalui perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari rencana penerimaan.

(n) R/C Rasio Total penerimaan yang didapat dari unit produksi nata de coco skala industri kecil sebesar Rp. 137.088.000,- dengan total biaya Rp. 87.879.841,- sehingga didapatkan nilai efisiensi usaha R/C sebesar 1,49. Hal ini berarti bahwa usaha tersebut sudah efisien dan menguntungkan sesuai dengan criteria efisiensi usaha yaitu bila nilai R/C>1. Dari beberapa uji kriteria kelayakan ekonomi yaitu IRR, NPV, PI dan R/C menyatakan bahwa unit pengolahan nata de coco ini layak untuk diteruskan ke tahap pendirian.

(o) Analisis Nilai Tambah Nata De Coco Nilai tambah yang diperoleh dari nata de coco adalah sebesar Rp.3.412 per kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai output (produksi nata de coco) dengan biaya bahan baku dan biaya bahan penunjang lainnya. Sedangkan rasio nilai tambah nata de coco adalah sebesar 60%, artinya 60% (persen) dari nilai output nata de coco merupakan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan agroindustri nata

de coco.

4.1.4. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan Usaha Nata De Coco Dalam Aspek Keuangan telah dibahas analisis keuangan (financial analysis)

usaha nata de coco. Dalam analisis finansial, perhatian utamanya adalah keuntungan individual. Analisis sosial-ekonomi memiliki cakupan yang luas, yaitu kesejahteraan masyarakat keseluruhan sebagai satu kesatuan.

Analisis sosial-ekonomi usaha nata de coco pada hakekatnya merupakan analisis yang ingin melihat bagaimana pengaruh usaha tersebut terhadap masyarakat keseluruhan, yaitu: rumah tangga, swasta (perusahaan), pemerintah dan aktivitas luar neger (ekspor-impor). Usaha nata de coco dapat memberikan tambahan pendapatan bagi rumah tangga yang megusahakan tanaman kelapa. Tambahan pendapatan tersebut dapat berasal dari penjualan air kelapa dengan harga Rp 100 - Rp 150 per liter oleh petani- petani kelapa. Apalagi air kelapa sebenarnya hanya merupakan limbah bagai petani yang mengusahakan usaha kopra yang sudah ada sebelumnya.

Dengan adanya usaha nata de coco limbah air kelapa tersebut menjadi memiliki nilai ekonomis yang relatif tinggi. Dari data yang diperoleh pada hasil-hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa umumnya petani penyetor limbah air kelapa kepada pengusaha nata de coco, rata-rata mendapatkan tambahan penghasilan Rp 20.000 - Rp 30.000 per hari. Air kelapa tidak hanya ditampung oleh perusahaan-perusahaan kecil dan menengah tetapi juga perusahaan besar yang sudah orientasi ekspor (export oriented).

Selain dari penjualan air kelapa, tambahan pendapatan juga dapat berasal dari upah di perusahaan nata de coco. Dengan kata lain, rumah tangga telah menerima manfaat dari keberadaan usaha nata de coco dari tidak hanya segi pendapatan upah tetapi lebih fundamental lagi adalah peningkatan lapangan pekerjaan di daerah.. Dengan demikian usaha nata de coco juga telah memiliki kontribusi dalam menyejahterakan masyarakat sekitar melalui penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan limbah industri kopra.

Analisis keuangan yang telah dibahas pada Aspek Keuangan, menunjukkan bahwa usaha nata de coco menguntungkan bagi perusahaan. Keuntungan tersebut dapat digunakan untuk pembesaran usaha (capital accumulation). Usaha nata de coco telah juga memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah baik dalam hal penyediaan penyerapan tenaga kerja seperti yang sudah diuraikan di atas maupun peningkatan aktivitas-aktivitas perekonomian daerah. Sebagai salah satu rangkaian kegiatan agroindustri, usaha nata de coco kemungkinan dapat berkaitan dengan lembaga- lembaga lain seperti: pemerintah, lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran dan distribusi, koperasi, lembaga formal dan informal, lembaga penyuluhan pertanian lapangan, lembaga riset, lembaga penjamin dan penanggungan risiko.

Dalam proses produksi nata de coco lembaran terdapat limbah cair. Setelah 6-7 hari pemeraman (fermentasi), lapisan atau lembaran nata de coco yang terbentuk akan mencapai ketebalan 0,8-1,5 cm. Lapisan ini bersifat asam baik bau, cita rasa maupun pH-nya. Lembaran ini kemudian diangkat dan lendirnya dibuang melalui proses pencucian. Setelah dicuci bersih nata de coco direndam bisa dalam bentuk lembaran atau sudah dipotong kecil-kecil (1x1x1) cm selama 2-3 hari. Air rendaman ini diganti setiap hari supaya bau dan rasa asam hilang. Selanjutnya, nata de coco dicuci kembali dan direbus untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan bau dan rasa asam. Limbah cair berasal dari proses pencucian, perendaman dan perubahan ini. Dibutuhkan jumlah air yang cukup banyak untuk proses- proses ini, sehingga juga dihasilkan limbah cair yang cukup banyak.

Syarat mutlak keberhasilan fermentasi, adalah sanitasi lingkungan dan media fermentasi. Oleh karena itu pengusaha harus memperhatikan kebersihan lingkungan termasuk pembuangan limbah cair tersebut. Pada beberapa daerah, biasanya pengusaha membuang limbah cari tersebut ke dalam tanah (lubang sumur yang tertutup). Jika lubang sumur tempat limbah cair tersebut besar maka akan bisa menampung limbah cair yang banyak, sehingga tidak perlu penyedotan.

4.1.5. Kajian Empiris Hasil Survey: Aspek Produksi dan Pemasaran Nata De Coco Hasil analisis survey lapangan menunjukkkan bahwa usaha nata de coco ini tidak

berjalan sesuai dengan harapan. Kelompok yang mengusahakan usaha ini tidak berjalan lagi. Produksi nata de coco hanya dilakukan pada saat pelatihan dan bantuan diberikan, setelah itu kegiatan ini tidak berjalan lagi. Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan usaha ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu:

1. Fasilitas pendukung utama yang terdiri dari fasilitas bangunan, sumber air dan pembuangan limbah cair belum tersedia dengan baik. -

Fasililitas bangunan produksi belum tersedia, sehingga produksi nata de coco dilakukan di rumah-rumah anggota kelompok.

- Sumber air yang tersedia belum layak, dikarena desa ini berada di lahan pasang surut yang kondisi airnya tidak layak untuk dikonsumsi (sumber air sungai mayoritas keruh dan tingkat keasaman tinggi). Hal ini menyulitkan pelaksanaan pembuatan nata de coco, mengingat air merupakan fasilias penting harus tersedia dengan kondisi air yang bersih dan sehat,

2. Pemasaran sulit dilakukan (permasalahan utama) karena nata de coco merupakan produk pangan yang langsung dikonsumsi manusia, sehingga idealnya usaha ini harus memiliki izin BPOM, Dinas Kesehatan dan izin lain yang terkait, sedangkan usaha ini belum ada izin kesehatan dan uji lab untuk menentukan kelayakan produk ini dan batas expired data dari produk nata de coco yang dihasilkan, sehingga sulita untuk menembus pasar konsumen.

3. Bahan baku utama berupa air kelapa supply nya tidak kontinue, sangat tergantung pada musim penjualan kelapa. Jika petani kelapa banyak menjual dalam butiran, maka supply bahan baku air kelapa menjadi rendah, sedangkan jika petani menjual dalam bentuk kopra, maka supply air kelapa bisa berlimpah. Saat ini, petani- petani kelapa mayoritas menjual produksi kelapanya dalam bentuk butiran, sehingga ketersediaan air kelapa relatif minim.

4.1.6. Alternatif Produk Hilir Berbasis Kelapa di Desa Muara Sungsang: Asap Cair Dari hasil survey lapangan teridentifikasi bahwa salah satu alternatif produk

hilir yang berpotensi untuk dikembangkan di Desa Muara Sungsang sebagai pengganti industri nata de coco yang gagal dikembangkan di wilayah tersebut adalah asap cair. Hal ini dikarenakan desa ini memiliki potensi komoditi kelapa sekaligus limbah tempurung kelapa cukup besar. Mayoritas kelapa yang dijual masyarakat dalam bentu daging buahnya (kopra) meninggalkan limbah berupa tempurung yang masih jarang dimanfaatkan masyarakat untuk produk yang memiliki nilai ekonomi, bahkan sering menjadi masalah dalam pembuangan limbah tempurung tersebut. Pengolahan tempurung kelapa menjadi asap cair menjadi salah satu alternatif usaha yang memiliki nilai ekonomis dan mudah diaplikasikan masyarakat serta memiliki pasar yang saat ini sudah mulai bagus.

Dari hasil desk study menunjukkan bahwa Tempurung kelapa sering dianggap sebagai bahan sisa (limbah) yang dihasilkan dalam proses pengolahan buah kelapa.

Sebagai limbah, tempurung kelapa banyak dihasilkan dari industri pengolahan buah kelapa, pasar tradisional, dan rumah tangga. Tempurung kelapa dapat diolah menjadi arang melalui proses pembakaran. Selain arang, dalam proses pembakaran juga dihasilkan asap hitam yang berbahaya bagi kesehatan dan mencemari lingkungan.

Pada hakekatnya, asap merupakan uap asap yang dapat terlihat di udara yang dihasilkan dari proses pembakaran berbagai macam bahan, termasuk tempurung kelapa. Berbasis pada usaha pembuatan arang tempurung, telah dikembangkan sebuah inovasi pemanfaatan asap menjadi produk cair (asap cair) yang berguna. Asap cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet alami, diantaranya pengawet bahan pangan atau non pangan, penggumpal dan penghilang bau karet, sumber energi bio-oil, serta pewarna pada industri karet dan plastik.

(a) Pembuatan Asap cair Asap dapat diubah menjadi produk cair (asap cair) melalui teknologi pembakaran (pirolisa) dan pengembunan (kondensasi). Melalui teknologi ini dapat dihasilkan asap cair, tar, dan arang dengan perbandingan 45% : 10% : 45%. Bahan dan Alat yang digunakan untuk pembuatan asap cair terdiri dari : - Tempurung kelapa - Ruang pembakaran (pirolisa) - Ruang pendinginan (kondensor)

Cara pembuatan asap cair melalui pemanfaatan tempurung kelapa : - Masukan sejumlah bahan yang mudah terbakar seperti sabut, daun kering, dll di dasar alat pirolisa. - Kemudian masukan tempurung hingga memenuhi 1-5 lapis permukaan bawah alat pirolisa. - Lakukan pembakaran hingga semua tempurung tersebut benar-benar terbakar. - Setelah itu, tambahkan tempurung secara bertahap hingga memenuhi alat pirolisa,

dengan tetap memperhatikan bahwa pembakaran masih tetap berlangsung, yang ditandai dengan asap hitam tetap mengepul (Catatan: cara ini adalah mirip sekali dengan teknik pembuatan arang yang umum dilakukan menggunakan drum).

- Tutup pintu alat pirolisa dengan rapat, sehingga sebagian besar asap masuk ke dalam pipa dan mengalir hingga ke ruang kondensor. - Tampung asap cair dan tar yang keluar melalui alat kondensor. - Proses penampungan dapat berlangsung selama 24 jam. - Proses pembuatan asap cair dapat diakhiri dengan cara menutup secara rapat-rapat

semua lubang udara yang ada pada alat pirolisa.

(b) Produksi dan Analisa Finansial Produk Asap Cair Pada pembakaran 100 kg tempurung kelapa akan diperoleh sekitar 45 liter produk asap cair, 10 liter tar, dan 45 kg arang. Produk asap cair yang diperoleh berwarna coklat transparan, rasa asam sedang, dan aroma asap lemah. Asap cair ini sudah dapat digunakan sebagai pengganti formalin untuk pengawet bahan makanan. Harganya sekitar Rp. 20.000/liter. Kandungan kimia utama penyusun asap cair ini adalah asam, fenol, dan karbonil. Produk kedua yang dihasilkan adalah tar. Tar yang dihasilkan berupa cairan berwarna hitam pekat dengan aroma asap kuat. Tar dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu (anti rayap) dan pengolahan karet (penggumpal dan penghilang bau). Harganya sekitar Rp 7.000 – Rp 10.000/liter.

Produk ketiga yang dihasilkan adalah arang. Arang yang dihasilkan memiliki kadar air relatif rendah. Arang ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket arang, arang aktif, dan produk bernilai ekonomi lainnya, atau dikemas langsung untuk dijual dengan Rp 3.500 – Rp 5.000/kg.

(c) Pemurnian Asap Cair Produk asap cair dapat dimurnikan menggunakan teknik pengendapan dan penyulingan (redestilasi). Pengendapan merupakan proses pemurnian asap cair yang paling efektif dari kandungan tar, yakni hingga 90% dalam waktu 6 jam. Asap cair murni merupakan asap cair tidak berwarna (bening), rasa sedikit asam, aroma netral, serta tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk diaplikasikan ke produk makanan. Asap cair ini dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan siap saji, seperti bakso, mie, tahu, dan berbagai bumbu bakar (barbaque). Harganya di pasar internasional sekitar Rp 35.000/liter. Produk asap cair murni (botol paling kanan) Untuk memperluas penggunaan asap cair murni sebagai pengawet bahan pangan yang aman maka asap cair murni dapat pula dibuat menjadi tepung asap. Tepung asap dibuat dengan cara mencampur asap cair murni bersama tepung (maltodekstrin) sebagai bahan pembawa, dengan perbandingan 3:1.

Dari uraian di atas dapat direkomendasikan bahwa arang aktif dan asap cair adalah dua produk hilir dari kelapa yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Arang aktif dan asap cair diperoleh dari prosesing lebih lanjut dari tempurung kelapa. Kedua produk ini merupakan sebagian dari banyak potensi tanaman kelapa dalam menghasilkan produk yang bernilai ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada skala rumah tangga, sehingga cukup layak untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif usaha untuk peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Muara Sungsang dan sekitarnya.

(d) Analisa Kelayakan Finansial Produk Asap Cair Asumsi :

Produk asap cair yang diasumsikan akan diproduksi adalah berbahan baku tempurung kelapa yang memiliki karakteristik cair, berwarna hitam, bau menyengat. Lokasi industri karbon aktif dan asap cair tempurung kelapa ini direncanakan terletak di Desa Muara Sungsang Kabupaten Banyuasin dengan pertimbangan bahwa Desa Muara Sungsang dan desa-desa sekitarnta mempunyai lahan perkebunan kelapa cukup besar

Kapasitas produksi asap cair dan karbon aktif yang direncanakan adalah berdasarkan pertimbangan skala usaha menengah yaitu sebesar 1,5 ton/hari kapasitas bahan baku (tempurung kelapa) atau kapasitas per tahunnya sebesar 540 ton yang akan menghasilkan 7.200 liter/tahun asap cair. Menururt Daryanto (2009) skala menengah memproduksi 100-10.000 unit/tahun. Direncanakan dalam proses produksi menggunakan

40 tungku pirolisis dengan kapasitas @75 kg.

(e) Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Pembantu Kebutuhan tempurung kelapa per harinya yaitu 1,5 ton atau 540 ton tiap tahunnya dengan asumsi 30 hari kerja selama 1 bulan. Bahan baku tempurung kelapa didapatkan tidak hanya dari Desa Muara Sungsang melainkan juga menampung tempurung kelapa dari desa-desa sekitar yang memiliki potensi kelapa yang rerata besar. Total produksi diperkirakan sebanyak 262.038 ton yang berarti terdapat sekitar 31.444,56 ton/tahun tempurung yang dihasilkan sedangkan kebutuhan untuk memproduksi asap cair hanya 540 ton tiap tahunnya, sehingga ketersediaan bahan baku tempurung kelapa adalah sangat memadai.

(f) Pemilihan Jenis Teknologi Proses produksi, jenis mesin dan peralatan yang direncanakan mengacu pada penelitian Syah (2007) yaitu pengarangan tempurung kelapa dalam tungku pirolisis dengan hasil samping asap cair. Proses pembuatan asap cair dan karbon aktif tempurung kelapa terdiri dalam tiga tahap, yaitu pembuatan arang tempurung kelapa, pengaktivasian arang tempurung kelapa serta penampungan hasil samping pembakaran arang tempurung kelapa yaitu asap cair.

(g) Pembuatan dan pengaktivasian arang tempurung kelapa Bahan baku tempurung kelapa dipersiapkan yaitu menghilangkan bahan-bahan yang mungkin terikut seperti kerikil, menjemur apabila bahan baku terlalu basah dan mengecilkan ukuran tempurung apabila terlalu besar. Bahan baku tersebut dimasukkan (g) Pembuatan dan pengaktivasian arang tempurung kelapa Bahan baku tempurung kelapa dipersiapkan yaitu menghilangkan bahan-bahan yang mungkin terikut seperti kerikil, menjemur apabila bahan baku terlalu basah dan mengecilkan ukuran tempurung apabila terlalu besar. Bahan baku tersebut dimasukkan

(h) Penampungan asap cair Selama proses pembakaran 2 x 24 jam berlangsung, asap dari proses pembakaran didinginkan dengan pipa kondensor dan ditampung menjadi asap cair. Pengambilan asap cair dari pipa pendingin dilakukan pagi, siang dan malam hari. Pengambilan asap cair dihentikan setelah tungku akan dibongkar. Asap cair yang sudah ditampung dikemas dalam botol plastik ukuran 330 ml.

(i) Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Dengan asumsi kapasitas produk sebesar 1,5 ton/hari maka tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 14 orang. Tenaga kerja langsung pada bagian produksi, staff bagian penjualan, staff bagian keuangan, serta staff bagian personalia.

(j) Kebutuhan Utilitas Proses pembuatan asap cair tempurung kelapa membutuhkan air, minyak tanah yang dibutuhkan selama proses produksi digunakan untuk proses pembakaran sebanyak

5 liter/hari, solar yang dibutuhkan selama proses produksi digunakan untuk proses pembakaran sebanyak

5 liter/hari, bensin yang dibutuhkan selama proses produksi digunakan untuk proses penggilingan sebanyak 2 liter/hari, listrik sebagai bahan pembantu dan sumber energi dari alat yang digunakan.

(k) Analisa Kelayakan Finansial Analisa kelayakan finansial dilakukan untuk menilai kelayakan pendirian unit pengolahan limbah tempurung kelapa (asap cair dan karbon aktif). Ringkasan biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel

18 Ringkasan biaya produksi karbon aktif dan asap cair tempurung kelapa No

Uraian Jenis

Karbon Aktif

Asap Cair

1 Biaya tetap

Rp 75.871.250 Biaya variable

Rp 75.871.250

Rp 1.302.941.871 Total biaya

Rp 1.302.941.871

Rp 1.378.813.121 HPP

biaya Rp 1.378.813.121

Rp 63.834 Harga jual

Rp 191.502

Rp 89.368 BEP unit

Rp 268.103

2.613 unit BEP rupiah

871 unit

Rp 233.436.408 Net B/C

Rp 233.436.408

3,51 Payback period

1 tahun 7 bulan 25

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

The correlation intelligence quatient (IQ) and studenst achievement in learning english : a correlational study on tenth grade of man 19 jakarta

0 57 61

An analysis of moral values through the rewards and punishments on the script of The chronicles of Narnia : The Lion, the witch, and the wardrobe

1 59 47

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22