Penerimaan dan Preferensi Rumah Tangga dan Jasa Boga terhadap Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Olein (RPO)

(1)

PENERIMAAN DAN PREFERENSI RUMAH TANGGA

DAN JASA BOGA TERHADAP MINYAK GORENG CURAH

YANG DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI

RED PALM OLEIN

(RPO)

TIKA NURMALASARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRACT

TIKA NURMALASARI. Acceptance and Preference of Households and Catering to Non-Branded Cooking Oil Fortified with Carotene from Red Palm Olein (RPO). Under direction of LILIK KUSTIYAH AND SRI ANNA MARLIYATI.

The purpose of this research was to find out acceptance and preference of households and catering to non-branded cooking oil fortified with carotene from Red Palm Olein (RPO). The respondent in this study was 30 peoples respectively for households and catering. Data was collected through interviews

and discussions using a questionnaire. Data of respondent’s acceptance and

preference were analyzed using descriptive statistics and Friedman test. Average cooking oil used by households respondent was 185.35+70.21 g/day and catering was 3.87+2.46 kg/day. Most households (73.33%) and catering (66.66%) could not accept cooking oil fortified with carotene from RPO. More than half of households and catering, respectively 66.67% and 63.33%, could not accept the fried product using fortified cooking oil. Friedman test showed that

there were differences in both respondent’s acceptance to nonfortified and

fortifified non-branded cooking oil (p<0.05). Both households and catering respondent preferred nonfortified cooking oil.


(3)

RINGKASAN

TIKA NURMALASARI. Penerimaan dan Preferensi Rumah Tangga dan Jasa Boga terhadap Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Olein (RPO). Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH DAN SRI ANNA MARLIYATI

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerimaan dan preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari Red Palm Olein (RPO). Tujuan khususnya adalah: 1) Mengkaji jumlah penggunaan minyak goreng curah pada rumah tangga dan jasa boga; 2) Mengkaji penerimaan rumah tangga dan jasa boga melalui uji organoleptik (warna dan aroma) minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) makanan yang telah diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO; 3) Mengkaji preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO; 4) Mengkaji keluhan rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai September 2012. Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, yaitu uji penerimaan dan preferensi minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO di laboratorium dan penelitian lapang berupa Home Use Test (Uji Penggunaan di Rumah) dan fokus panel. Pengolahan data primer dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi editing, coding, entry, dan cleaning. Data identitas, karakteristik responden, dan hasil uji organoleptik dianalisis dengan statistik deskriptif. Untuk mengetahui perbedaan penerimaan responden rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi dilakukan analisis menggunakan uji nonparametrik Friedman.

Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga dan jasa boga dengan jumlah masing-masing 30 orang. Usia rata-rata responden rumah tangga adalah 39,60+11,14 tahun dan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4,93+1,93 orang. Sebagian besar responden rumah tangga tamat SMA. Sebanyak 70% pendapatan keluarga responden rumah tangga berkisar antara Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00 per bulan. Pada responden jasa boga, keseluruhan responden termasuk golongan A atau yang disebut industri jasa boga kecil.

Rata-rata penggunaan minyak goreng curah pada responden rumah tangga adalah 185,35+70,21 g/hari dan pada responden jasa boga adalah 3,87+2,46 kg/hari. Sebagian besar (90%) responden rumah tangga maupun jasa boga membeli minyak goreng curah secara harian. Sebanyak 83,33% responden rumah tangga membeli ¼ kg minyak goreng curah dalam setiap kali pembelian, sedangkan 70% responden jasa boga membeli minyak goreng curah kurang dari 5 kg dengan pembelian minimal 1 kg dalam setiap pembelian.

Hampir separuh (43,33%) responden rumah tangga dan 33,33% responden jasa boga menggunakan minyak goreng curah sebanyak dua kali dalam pengolahan pangan. Sebanyak 70% responden rumah tangga menyimpan minyak goreng curah dalam botol plastik dan 23,33% responden menyimpan dalam kantong plastik. Sebaliknya, responden jasa boga lebih banyak (33,33%) menyimpan minyak goreng curah pada kantong plastik dibandingkan pada botol plastik (23,33%). Sebanyak 33,33% responden jasa boga menyimpan minyak goreng curah pada jeriken. Sebagian besar responden rumah tangga (63,33%) dan jasa boga (80%) menyimpan minyak goreng curah


(4)

kurang dari satu hari. Sebagian besar (63,33%) responden rumah tangga menyimpan minyak goreng curah di dekat kompor. Hampir separuh (46,67%) responden jasa boga menyimpan minyak goreng curah di tempat yang tidak terkena sinar atau tempat terbuka.

Terdapat 34 panelis rumah tangga dan 31 panelis jasa boga yang memberikan penilaian orgenoleptik. Secara keseluruhan, kurang dari separuh responden rumah tangga (36,67%) dan jasa boga (40,32%) dapat menerima minyak goreng curah fortifikasi. Berdasarkan Uji Friedman, terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi (p<0,05). Uji preferensi menunjukkan hampir seluruh (94,12%) responden rumah tangga dan 93,55% responden jasa boga lebih memilih minyak goreng curah nonfortifikasi. Sebagian besar panelis rumah tangga (83,82%) dan jasa boga (68,55%) dapat menerima produk gorengan dari minyak goreng curah fortifikasi. Hasil Uji Friedman menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada tingkat kesukaan panelis rumah tangga dan jasa boga terhadap produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi (p>0,05). Uji preferensi menunjukkan sebagian (50%) panelis rumah tangga dan 54,84% panelis jasa boga lebih memilih produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi.

Warna minyak goreng curah fortifikasi adalah oranye. Aroma minyak fortifikasi adalah agak langu dan langu. Penilaian panelis rumah tangga terhadap aroma dan rasa produk gorengan dari minyak nonfortifikasi dan fortifikasi hampir sama, yaitu aroma agak harum dan kesan rasa yang agak enak. Warna produk gorengan dari minyak fortifikasi adalah antara cokelat dan kuning keemasan. Selain itu, tekstur produk gorengan dari minyak fortifikasi adalah biasa dan kurang renyah.

Berdasarkan Home Use Test, sebagian besar responden rumah tangga (73,33%) dan jasa boga (66,67%) tidak dapat menerima minyak goreng curah fortifikasi. Uji Friedman menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi (p<0,05). Lebih dari separuh responden rumah tangga (66,67%) dan jasa boga (63,33%) tidak dapat menerima produk gorengan dari minyak goreng curah fortifikasi. Berdasarkan uji Friedman, terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan responden rumah tangga dan jasa boga terhadap produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi (p<0,05).

Hampir separuh responden jasa boga (43,33%) dan 13,33% responden rumah tangga mengeluh mengenai warna minyak goreng curah fortifikasi yang terlalu kuning. Terdapat 26,67% responden rumah tangga yang mengeluh produk gorengan berwarna kuning dan 33% responden jasa boga mengeluh warna produk gorengan yang berwarna kuning. Sebagian besar responden rumah tangga (96,67%) dan jasa boga (76,67%) menilai produk gorengan dari minyak fortifikasi berbeda dengan produk gorengan dari minyak goreng curah yang biasa digunakan responden. Minyak goreng curah fortifikasi sebaiknya digunakan untuk menggoreng atau menumis bahan pangan yang relatif tipis dan warna produk gorengannya gelap.


(5)

PENERIMAAN DAN PREFERENSI RUMAH TANGGA

DAN JASA BOGA TERHADAP MINYAK GORENG CURAH

YANG DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI

RED PALM OLEIN

(RPO)

TIKA NURMALASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Penerimaan dan Preferensi Rumah Tangga dan Jasa Boga terhadap Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Olein (RPO)

Nama : Tika Nurmalasari

NIM : I14080116

Menyetujui :

Tanggal Lulus :

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si NIP. 19600205 198903 2 002 Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si NIP. 19620507 198703 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Selama proses penelitian, banyak pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Mama, papa, kakak, adik, dan seluruh keluarga atas kasih sayang, dukungan, pengorbanan, dan pengertian yang diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si yang dengan

penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan arahan, motivasi, nasihat, dan semangat untuk pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi atas arahan dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan dana dan kerjasama dalam penelitian ini.

5. PT Multimas Nabati Asahan yang telah memberikan bantuan minyak goreng curah dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. PT Salim Ivomas Pratama yang telah memberikan bantuan Crude Palm Oil (CPO) dalam pelaksanaan penelitian ini.

7. Segenap rumah tangga dan jasa boga di daerah Dramaga yang telah berperan dalam penelitian ini.

8. Laeli Nur Hasanah, Trikorian Adesanjaya, Puspita Maharani, Mumtazul Amal, Saumi Lil Hairi, Fachruddin Perdana, Nia Andriani, dan Besti Verawati untuk semua bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi.

9. Nehemia Agus Wijaya yang telah bahu membahu dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian.

10. Pak Mashudi, Bu Rizki, Mas Arif, Pak Karya, Mbak Santi, dan SEAFAST Center yang senantiasa memberikan bantuan serta kesediaan untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama melakukan penelitian.

11. Teman-teman seperjuangan dalam memperoleh minor: Diana Mardhiah dan Junaida Astina yang telah memberikan keceriaan, bantuan, dan semangat dalam mencapai impian.


(8)

12. Chalida Diana Putri dan Siti Marsugi atas masukan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Sahabat terbaik semenjak SMA: Hilda Utami Anwar, Fauziah Dwi Hayati, Muhammad Nassa, dan Angga Nugraha Syaban Bahri atas masukan, bantuan, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis.

14. Andi Adhitya Atmaja, S.Gz atas dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman GM 44, 45, dan 46 yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas keceriaan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memperkaya hasanah keilmuan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2013


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara pasangan Asep Koswara dan Popon Sukminingsih yang dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Februari 1990. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995-1996 di TK Pertiwi Ciawi Bogor. Tahun 1996-2002, penulis menempuh pendidikan di SDN Bangka 3 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Bogor pada tahun 2002-2005. Penulis dinyatakan lulus dari SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2008 dan melanjutkan jenjang pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ilmu Gizi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan. Penulis menjadi staf divisi Pengembangan Budaya, Olahraga, dan Seni (PBOS) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) periode 2009-2010, kartunis Majalah Pangan dan Gizi EMULSI tahun 2009, staf Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (BP Himagizi) tahun 2009-2011.

Selama perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2009-2012. Penulis menjadi asisten praktikum M.K. Fisika Dasar tahun 2009-2012 dan asisten praktikum M.K. Pendidikan Gizi tahun 2012. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Pekasiran Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah pada tahun 2011. Selain itu, penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada tahun 2012. Pada tahun 2011-2012, penulis menjadi guru di lembaga bimbingan belajar Kharisma Prestasi.

Penulis mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dengan judul : ‘Mo Mie’ Mie Instan Berbahan Baku Mocaf yang Tinggi Protein dan Aman Dikonsumsi pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis menjadi finalis Pekan Ilmiah Nasional XXIV (PIMNAS) di Universitas Hasanuddin. Selain itu, pada tahun 2011 penulis mendapatkan penghargaan dari DEKAN Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) sebagai Mahasiswa Berprestasi bidang akademik. Penulis menjadi juara 2 pada lomba catur putri LIGIMA (Liga Gizi Masyarakat) tahun 2012.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... xi

DAFTAR GAMBAR ... ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .. ... xiv

PENDAHULUAN ... ... 1

Latar belakang ... ... 1

Tujuan ... ... 2

Kegunaan ... ... 3

TINJAUAN PUSTAKA. ... 4

Minyak Goreng dan Penggunaannya di Masyarakat Indonesia ... 4

Fortifikasi pada Minyak Goreng ... 5

Red Palm Olein (RPO) ... 6

Karotenoid ... ... 8

Penerimaan terhadap Produk Pangan... 9

Home Use Test ... ... 11

Fokus Panel ... ... 11

METODE ... ... 13

Desain Penelitian ... ... 13

Waktu dan Tempat ... 13

Alat dan Bahan ... ... 13

Tahapan Penelitian ... 13

Pengolahan dan Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Karakteristik Responden ... 17

Penggunaan Minyak Goreng Curah ... 18

Kontribusi β-karoten per 23 gram/kap/hari dari Minyak Goreng Curah terhadap AKG Vitamin A Untuk Masing-Masing Kelompok Usia ... 24

Penerimaan dan Preferensi Minyak Goreng Curah ... 25

Penerimaan dan Preferensi Produk Gorengan ... 28

Home Use Test (Uji Penggunaan di Rumah) ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

Kesimpulan ... ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA……… ... 46


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik RPO ... 7

2 Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin A ... 9

3 Sebaran responden rumah tangga berdasarkan tingkat pendidikan ... 17

4 Sebaran responden jasa boga berdasarkan jenis usahanya ... 18

5 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pembelian, jumlah setiap kali pembelian, dan penggunaan minyak dalam pengolahan pada rumah tangga dan jasa boga ... 20

6 Sebaran responden berdasarkan penggunaan wadah, lama, dan lokasi penyimpanan minyak goreng curah ... 22

7 Kontribusi vitamin A (dari β-karoten) per konsumsi/kap/hari ... 25

8 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna minyak goreng curah... 26

9 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap aroma minyak goreng curah ... 27

10 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi ... 29

11 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan aroma produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi ... 30

12 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan rasa produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi ... 31

13 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan tekstur produk gorengan yang digoreng dengan minyak nonfortifikasi dan fortifikasi ... 32

14 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan mutu hedonik warna dan aroma minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi ... 34

15 Sebaran responden rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi ... ... 36

16 Sebaran responden rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi ... 38


(12)

17 Sebaran responden rumah tangga dan jasa boga berdasarkan

keberadaan perbedaan minyak goreng curah ... 42 18 Sebaran responden rumah tangga dan jasa boga berdasarkan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Buah kelapa sawit ... 7

2 Struktur β-karoten ... 8

3 Minyak nonfortifikasi ... 26

4 Minyak fortifikasi .. ... 26

5 Penerimaan panelis terhadap minyak goreng curah ... 28

6 Penerimaan panelis terhadap produk gorengan ... 33

7 Grafik deskriptif organoleptik panelis rumah tangga terhadap produk gorengan .. ... 35

8 Grafik deskriptif organoleptik panelis jasa boga terhadap produk gorengan ... ... 35

9 Penerimaan responden terhadap minyak goreng curah pada HUT ... 37


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Form uji hedonik .. ...51

2 Form uji mutu hedonik...52

3 Perhitungan fortifikasi RPO pada minyak goreng curah ...54

4 Perhitungan kandungan vitamin A (dari β-karoten) ...54

5 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap minyak goreng curah ...54

6 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap produk gorengan ...55

7 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap minyak goreng curah pada Home Use Test (HUT) ...55

8 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap produk gorengan pada Home Use Test (HUT)...55


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vitamin A adalah zat gizi yang penting untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Diantara anak-anak prasekolah diperkirakan terdapat 6-7 juta kasus baru xeroptalmia tiap tahun di seluruh dunia (WHO 1991), kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini, 60% meninggal dalam waktu 1 tahun, sedangkan diantara yang hidup, 25% menjadi buta dan 50 sampai 60% setengah buta. Selain itu, kekurangan vitamin A meningkatkan risiko anak terhadap penyakit infeksi (Almatsier 2001).

Defisiensi vitamin A merupakan salah satu masalah utama gizi mikro di Indonesia. Lima puluh persen anak di bawah 5 tahun memiliki serum retinol rendah (<20 µg/dL) (Martianto et al. 2005). Fortifikasi vitamin A merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan vitamin A. Menurut Soekirman (2008), tren global perkembangan program gizi menunjukkan peran program suplementasi (di Indonesia berupa kapsul vitamin A) akan berkurang secara bertahap, sedangkan program fortifikasi makin meningkat. Selain itu, distribusi kapsul vitamin A tidak pernah cukup tinggi untuk memberikan dampak signifikan pada prevalensi vitamin A (Fiedler & Afidra 2010)

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk pangan yang difortifikasi, antara lain: (1) banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat miskin, (2) produsen yang memproduksi dan mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya, (3) tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih, (4) rasa, warna, dan konsistensi makanan tidak berubah setelah difortifikasi, (5) tidak membahayakan kesehatan, dan (6) harga makanan yang difortifikasi tetap terjangkau daya beli konsumen (Soekirman 2008).

Fortifikasi vitamin A yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan vitamin A yang diproduksi komersial, namun dapat pula digunakan bahan pangan sumber provitamin A. Provitamin A yang paling aktif adalah β karoten. Sumber vitamin A umumnya terdapat pada pangan hewani, sedangkan provitamin A terdapat pada buah, sayuran, dan red palm oil (IOM 2001).

Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia menggantikan Malaysia. Produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia pada tahun 2010 mencapai 23 juta ton (GAPKI 2011). RPO (Red Palm Olein) merupakan hasil pemurnian CPO yang diproses secara minimal, sehingga nilai karotennya masih tinggi.


(16)

Kandungan vitamin A (dari β-karoten) pada RPO 15 kali lebih tinggi dibandingkan wortel dan 300 kali dibandingkan tomat (Ball 1988).

Salah satu pangan di Indonesia yang potensial untuk difortifikasi karoten dari RPO adalah minyak goreng curah. Lotfi et al. (1996) menyatakan minyak sesuai digunakan sebagai bahan yang difortifikasi vitamin A dan provitamin A karena keduanya dapat terdistribusi dengan baik dan stabil dalam minyak. Konsumsi rata-rata minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23 gram per hari dan 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng. Hal ini menunjukkan bahwa fortifikasi minyak goreng di Indonesia akan memberikan keuntungan tidak hanya pada rumah tangga miskin tapi juga bagi rumah tangga tidak miskin (Martianto et al. 2005).

Penambahan karoten dari RPO pada minyak goreng curah dapat meningkatkan kandungan gizi terutama β-karoten. Meskipun nilai kandungan gizinya tinggi, jika tidak seorang pun yang mau mengonsumsi maka nilai gizinya dapat tidak termanfaatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penerimaan dan preferensi minyak goreng curah dengan penambahan karoten dari RPO khususnya oleh rumah tangga dan jasa boga.

Tujuan Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji penerimaan dan preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari Red Palm Olein (RPO).

Tujuan Khusus

1. Mengkaji jumlah penggunaan minyak goreng curah pada rumah tangga dan jasa boga.

2. Mengkaji penerimaan rumah tangga dan jasa boga melalui uji organoleptik (warna dan aroma) minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) makanan yang telah diolah menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO.

3. Mengkaji preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO.

4. Mengkaji keluhan rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO.


(17)

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna melengkapi informasi pada fortifikasi minyak goreng, khususnya mengenai daya terima organoleptik dan preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO. Info ini penting baik bagi masyarakat, industri, maupun pemerintah dalam pengembangan fortifikasi pangan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Goreng dan Penggunaannya di Masyarakat Indonesia

Minyak digunakan sebagai medium memasak, baik dalam penggorengan dengan minyak terbatas (pan frying atau shallow frying) ataupun dalam minyak melimpah (deep fat frying). Minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak saja menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat. Karena pencokelatan makanan suatu yang dikehendaki, minyak yang digunakan harus tahan pada suhu tinggi. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177 sampai 201oC dan tergantung pada bahan yang digoreng (Winarno 1999).

Selain itu, minyak goreng berfungsi menambah rasa gurih, nilai gizi, dan kalori dalam bahan pangan selama proses penggorengan. Menggoreng merupakan proses memasak pangan menggunakan lemak atau minyak pangan. Pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama akan menghasilkan kerusakan pada minyak. Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur dan flavor dari bahan pangan yang digoreng (Ketaren 1986). Minyak goreng curah adalah minyak goreng yang dijual tanpa kemasan khusus sehingga kualitas minyak goreng tersebut kurang baik dan cepat tengik baik pada penyimpanan maupun saat pemanasan (Nugraheni 2000).

Minyak goreng yang baik adalah minyak yang tidak berbau, enak rasanya, disukai warnanya, dan stabil pada cahaya serta tahan terhadap panas (Muchtadi 1996). Menurut Winarno (1999), minyak goreng sebaiknya tidak berbau dan seharusnya beraroma netral. Menggoreng dengan minyak mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur makanan menjadi kenyal dan renyah. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Winarno 1986).

Minyak goreng dikonsumsi oleh sebagian besar rumah tangga dengan status ekonomi rendah. Susenas dalam Martianto et al. (2005) menunjukkan bahwa 100% rumah tangga mengkonsumsi minyak goreng dan lemak. Lebih dari 90% rumah tangga menggunakan minyak goreng setiap hari untuk mengolah berbagai makanan. Konsumsi rata-rata minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23 gram/kapita/hari dan 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng (Martianto et al. 2005).


(19)

Udara merupakan faktor utama penyebab kerusakan minyak goreng. Kontak udara dengan minyak sulit untuk dihindarkan dalam proses penggorengan. Kerusakan minyak selama proses pemanasan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses: 1) oksidasi, menghasilkan senyawa aldehida, keton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik, dan 2) polimerasi adisi dari asam lemak tidak jenuh dan dibuktikan dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar katel (Ketaren 1986).

Selain itu, lemak dapat terhidrolisi menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya air. Minyak yang telah terhidrolisis, titik asapnya menurun, bahan-bahan menjadi cokelat, dan lebih banyak menyerap minyak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, dan peroksida lemak atau hidroperoksida. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Proses ketengikan dapat dihambat dengan antioksidan. Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin (Winarno 2008).

Fortifikasi pada Minyak Goreng

Fortifikasi pangan adalah upaya meningkatkan mutu gizi bahan pangan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada bahan pangan atau makanan. Fortifikasi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu fortifikasi sukarela dan fortifikasi wajib. Fortifikasi sukarela dilakukan pengusaha produsen pangan sendiri tanpa diharuskan oleh undang-undang atau peraturan pemerintah. Hal ini dapat menarik konsumen karena produknya memiliki nilai tambah. Sasaran fortifikasi sukarela adalah semua orang yang mampu dan mau membeli komoditi yang difortifikasi.

Dasar pertimbangan fortifikasi sukarela lebih banyak dari segi bisnis dan komersial. Fortifikasi wajib diharuskan oleh undang-undang atau peraturan


(20)

pemerintah. Tujuan utamanya untuk melindungi rakyat dari masalah kekurangan zat gizi mikro (KGM). Sasaran fortifikasi wajib adalah masyarakat miskin, meskipun mencakup masyarakat lain yang tidak miskin. Oleh karena itu, fortifikasi wajib lebih banyak menjadi perhatian pemerintah sebagai bagian tanggung jawabnya untuk mensejahterakan rakyat (Soekirman 2008).

Untuk fortifikasi sukarela, pilihan komoditi makanan lebih banyak dan leluasa, sedangkan komoditi untuk fortifikasi wajib tidak leluasa karena harus memenuhi syarat tertentu. Pertama, makanan yang difortifikasi umumnya selalu ada di setiap rumah tangga dan dimakan secara teratur oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin. Kedua, makanan tersebut diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas jumlahnya. Ketiga, tersedia teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih. Selain itu, makanan yang difortifikasi tidak berubah rasa, warna, dan konsistensinya dan juga aman. Syarat lainnya, harga makanan setelah difortifikasi tetap terjangkau oleh daya beli konsumen yang menjadi sasaran (Soekirman 2008).

Fortifikasi pangan dapat berkontribusi pada kebutuhan gizi tanpa mengubah kebiasaan makan. Dosis fortifikasi mempertimbangkan variasi jumlah pangan yang dikonsumsi agar dosis tersebut aman dan juga memberikan manfaat. Fortifikasi pangan merupakan intervensi dengan biaya paling efektif dan cepat hasilnya jika pangan yang difortifikasi dikonsumsi oleh banyak orang (Sanghvi et al. 2007)

Red Palm Olein (RPO)

Minyak sawit kasar yang dikenal dengan sebutan CPO (Crude Palm Oil) mengandung sejumlah komponen-komponen seperti asam lemak bebas, air, fosfatisida, karotenoid, dan komponen-komponen yang memberikan rasa dan bau (Muchtadi 1996). CPO diperoleh dari mesokarp dari buah kelapa sawit dan terdiri dari gliserida dan komponen nongliserida seperti asam lemak bebas, karotenoid, tokoferol, sterol, hidrokarbon. Karotenoid memberikan karakteristik warna oranye kemerahan pada CPO (Nagendran et al. 2000) Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit dilanjutkan dengn proses bleaching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang bau) agar minyak tersebut menjadi jernih, bening, dan tidak berbau atau biasa disebut refined, bleached and deodorized (RBD) stearine dan olein.


(21)

Gambar 1 Buah kelapa sawit

Proses produksi dari bahan baku CPO menjadi minyak goreng melalui 2 (dua) tahap yakni proses rafinasi dan fraksinasi, dimana antara keduanya merupakan satu kesatuan proses untuk menghasilkan minyak goreng yang berkualitas. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada dalam CPO, sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (rendah), dan warna yang normal.

Pemurnian dengan alkali mempunyai tujuan untuk menghilangkan dan menetralisasi Phosphat. Bleaching adalah proses untuk menghilangkan bahan-bahan warna yang terlarut dalam minyak. Deodorizing adalah proes terakhir dari proses pemurnian minyak yang mempunyai tujuan menghilangkan bau yang keras maupun bau yang tidak normal. Fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng (Indiarto et al. 1996).

RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. Proses produksi RPO prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit komersial (minyak goreng). Salah satu yang membedakan adalah pada proses produksi RPO ini tidak ada tahapan pemucatan sehingga minyak masih berwarna merah. RPO memiliki aktivitas provitamin A yang jauh lebih tinggi dibandingkan minyak goreng biasa (Jatmika & Guritno 1997). Karakteristik RPO disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik RPO

Parameter Jumlah

Asam Lemak Bebas 0,04%

Bilangan peroksia 0,10 meq peroksida/kg

Karoten 513 ppm

Tokoferol 707 ppm

Sumber: Choo et al. (1989) dalam Hadi (2010)

Menurut Olson (1990) dalam Trimulyono (2008), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami proses penjernihan dan bleaching memiliki warna merah


(22)

karena mengandung karoten dalam jumlah yang banyak. Van Stuijvenberg et al. (2001) menyatakan bahwa RPO merupakan alternatif yang baik untuk digunakan sebagai fortifikan vitamin A pada produk makanan. Tidak hanya karena mengandung β-karoten, tetapi juga mengandung beberapa karotenoid lainnya. Selain itu, menurut Lietz et al. (2001), RPO memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Bioavaiailabilitas β-karoten pada RPO lebih baik dibandingkan gandum dan wortel. Kritchevsky (2000) menyatakan bahwa RPO meningkatkan serum retinol pada populasi yang kekurangan vitamin A. Tidak ditemukan kemungkinan keracunan atau hipertaminosis pada konsumsi RPO yang terus menerus dalam proses metabolisme in vivo dari β-karoten menjadi vitamin A. Absorpsi dan konversi β-karoten menjadi vitamin A menurun dengan meningkatnya konsumsi pangan (Nagendran et al. 2000).

Karotenoid

Karotenoid adalah suatu pigmen alami berupa zat warna kuning sampai merah yang mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh 8 unit isoprena dan 4 gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonyugasi diantara gugus metil tersebut (Muchtadi 1996). Semua provitamin A mempunyai persamaan pada bagian tengah struktur kimianya, yang berupa rantai alifatik simetris yang terdiri dari 18 atom karbon dan memiliki ikatan rangkap secara kontinu. Perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat di kedua sisi rantai alifatik tersebut. Beta karoten memiliki 2 struktur cincin yang sama pada kedua sisi karbon alifatik tersebut, yaitu β-ionon. Senyawa karotenoid yang mempunyai isomer trans mempunyai aktivitas provitamin A 100%. Apabila terdapat oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim, dan kooksidasi dengan hidroperoksida lemak (Andarwulan 1992). Menurut Ball (1988), umumnya karotenoid mudah rusak atau berubah oleh asam dan udara, terutama oleh cahaya dan temperatur yang tinggi. Karoten berubah dari struktur trans menjadi isomer cis-trans.


(23)

Kandungan vitamin A (dari β-karoten) pada RPO 15 kali lebih tinggi dibandingkan wortel dan 300 kali dibandingkan tomat (Ball 1988). Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain untuk menanggulangi kebutaan karena xeroptalmia, penuaan yang terlalu dini, meningkatkan imunisasi tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif (Muchtadi 1996). Selain mempunyai aktivitas sebagai vitamin A, β-karoten juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat bagi tubuh (Hariyadi 2002). Berikut disajikan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin A pada tabel 2.

Tabel 2 Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin A Golongan umur Angka Kecukupan Vitamin A (RE)

1-3 tahun 400

4-6 tahun 450

7-9 tahun 500

Pria

10-64 tahun 600

>65 tahun 600

Wanita

10-18 tahun 600

19-64 tahun 500

>65 tahun 500

Sumber: Muhilal & Sulaeman (2004)

Karoten banyak terdapat dalam makanan yang berasal dari tumbuhan. Jika proses pemasakan singkat, kehilangan β-karoten rendah. Beta karoten dapat berpindah ke dalam minyak goreng (Boskou & Elmadfa 1999). Setelah dikonsumsi, β-karoten yang diabsorpsi akan bergabung ke dalam fat micelles dengan bantuan empedu. Di dalam sel mukosa usus, β-karoten akan mengalami beberapa hal antara lain berpindah ke permukaan sel mukosa, lalu bergabung dengan chylomicron, masuk ke saluran limpa atau dipecah oleh 15-15-dioksigenase menjadi 2 molekul retinol (Muchtadi 1996). Aktifitas provitamin A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen (RE, 1RE = 1 µg retinol = 6 µg β-karoten = 12 µg karoten lainnya) (Gallagher 2004). Tidak terdapat gejala keracunan dari kelebihan asupan karoten. Konsekuensi yang diketahui hanya menyebabkan kulit berwarna kuning. Beta karoten tidak menyebabkan keracunan dan sama efektifnya dengan retinyl palmitate (Carlier et al. 1993).

Penerimaan terhadap Produk Pangan Penilaian Organoleptik

Menurut Soekarto (1985), proses penginderaan yang terjadi pada tubuh manusia meliputi: (1) penerimaan rangsangan (stimulus) pada sel-sel peka khusus pada indera; (2) terjadinya reaksi biokimia dalam sel-sel peka khusus


(24)

pada reseptor; (3) perubahan energi kimia menjadi energi listrik (impuls) pada sel saraf; (4) penghantaran energi listrik melalui urat saraf ke saraf pusat (otak); (5) interpretasi psikologis dalam saraf pusat untuk menghasilkan kesadaran; (6) sikap atau kesan psikologis. Uji organoleptik terhadap suatu produk biasanya dilakukan di laboratorium penilaian organoleptik. Laboratorium penilaian organoleptik memiliki beberapa persyaratan, diantaranya: terisolasi, kedap suara, kedap bau, suhu kamar dan kelembaban kira-kira 65%, cukup cahaya, dapur penyiapan contoh terpisah namun tidak terlalu jauh dari ruang pencicipan (Soekarto 1985). Panelis adalah sekelompok orang yang menilai mutu atau memberikan kesan subjektif berdasarkan prosedur pengujian sensori. Panelis yang mewakili konsumen disebut panel konsumen yang terdiri dari 30-100 orang (Setyaningsih et al. 2010)

Uji Penerimaan dan Preferensi

Uji penerimaan disebut juga acceptance test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan seseorang menyenangi. Uji ini bersifat subjektif sehingga beberapa panelis yang ekstrim senang atau benci terhadap suatu komoditi, tidak lagi dapat digunakan untuk uji penerimaan. Uji penerimaan meliputi uji kesukaan atau hedonik dan uji mutu hedonik. Panelis mengemukakan tanggapan pribadi, yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai pada uji penerimaan (Resurreccion 1998).

Menurut Soekarto (1985), panelis mengemukakan tanggapan pribadinya pada uji kesukaan, yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Uji kesukaan disebut juga uji hedonik. Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan pada uji hedonik. Panelis juga mengungkapkan tingkat kesukaannya. Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tantang baik atau buruk. Pengujian dengan panel konsumen biasanya mengenai uji kesukaan.

Uji preferensi atau preference test merupakan pilihan yang melibatkan perbandingan antara dua produk atau beberapa produk. Dilakukan dengan ranking, produk mana yang paling disukai dan paling tidak disukai. Pengulangan dalam uji kesukaan dapat memberikan bukti bahwa kesukaan konsumen stabil


(25)

terhadap produk (Heymann & Lawless 2010). Anggota panel ini mulai dari 30 sampai 100 orang. Hasil uji ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterima oleh masyarakat. Tetapi uji dengan panel konsumen tidak menggambarkan kesediaan konsumen untuk membeli makanan tersebut. Anggota panel konsumen dapat dilakukan dengan mendatangi rumah konsumen (Soekarto 1985).

Home Use Test

Uji penerimaan dilakukan untuk menilai penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap produk. Respon konsumen terhadap penerimaan atau preferensi yang dapat dilakukan dengan Home Use Test (HUT) yang biasa dikenal dengan Uji Penggunaan di Rumah. HUT dilakukan di rumah masing-masing. Selain itu, responden diundang untuk ke laboratorium organoleptik. Responden adalah konsumen yang biasa direkrut dan memenuhi syarat partisipasi dalam tes. Meskipun, pada kenyataannya, pegawai perusahaan yang memiliki sedikit atau tidak memiliki respon untuk memproduksi, menguji, atau memasarkan sering digunakan. Keuntungan menggunakan HUT adalah produk yang digunakan diuji di bawah penggunaan normal. Oleh karena produk diuji dalam kondisi aktual di rumah, maka memungkinkan pendapat dari anggota keluarga berbeda-beda. Kerugian utama dari HUT adalah dibutuhkan pertimbangan waktu yang digunakan, cara mendistribusikan sampel pada responden, dan mengumpulkan respon dari responden (Resurreccion 1998).

Seluruh pendapat keluarga dan pengaruh anggota keluarga satu sama lainnya dapat dipertimbangkan. Uji penggunaan di rumah biasanya dilakukan terhadap dua produk dan dilakukan selama 4 sampai 7 hari. Kedua produk tidak boleh diberikan secara bersamaan karena pelaksanaan bisa tidak sesuai petunjuk yang diberikan (Meilgaard et al. 1999). Uji penggunaan di rumah memungkinkan konsumen memberikan pendapat selama mengkonsumsi atau menggunakan produk yang diuji. Produk yang diberikan biasanya dikemas dengan wadah berukuran sama dengan produk yang dijual (Stone & Sidel 2004).

Fokus Panel

Fokus panel digunakan untuk mengetahui respon konsumen terhadap atribut produk dengan memperoleh pendapat konsumen mengenai apa yang dirasakannya terhadap produk tersebut. Hal ini juga berfungsi untuk mengetahui dan memahami kebutuhan konsumen yang tidak terduga dan membantu mengetahui tren prilaku konsumen dan kegunaan produk, mengetahui reaksi


(26)

konsumen mengenai produk yang diujikan, dan untuk mempelajari bagaimana konsumen mendeskripsikan atribut produk. Fokus panel menginjinkan konsumen untuk berdiskusi mengenai atribut produk dalam kata-kata mereka sendiri untuk mengetahui prilaku konsumen dalam menggunakan produk dan menggali alasan. Dalam fokus panel, digunakan kelompok konsumen yang sama sebanyak 2 sampai 3 kali. Hal ini bertujuan membangun kontak awal dengan kelompok, diskusi mengenai topik tertentu, menggunakan produk, dan berdiskusi mengenai pengalaman selama menggunakan produk (Meilgaard 1999).


(27)

METODE

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penelitian laboratorium dan penelitian lapang. Penelitian laboratorium berupa uji organoleptik terhadap minyak goreng yang telah difortifikasi RPO. Penelitian lapang meliputi uji afektif berupa Home Use Test serta fokus panel penerimaan dan preferensi rumah tangga dan jasa boga tehadap minyak goreng curah yang telah difortifikasi RPO.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan Mei sampai September 2012. Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Penilaian Organoleptik dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian lapang dilaksanakan di rumah responden rumah tangga dan tempat usaha jasa boga yang terletak di daerah Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada uji organoleptik adalah kuesioner uji organoleptik, perlengkapan memasak, dan perlengkapan uji organoleptik. Alat yang digunakan pada uji penggunaan minyak goreng di rumah adalah kuesioner uji penggunaan di rumah, jeriken, dan plastik. Bahan yang digunakan pada uji organoleptik adalah minyak goreng curah nonfortifikasi, minyak goreng curah fortifikasi, dan tahu sebagai bahan yang lazim diolah dengan cara digoreng. Bahan yang digunakan pada uji penggunaan minyak goreng di rumah adalah minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi.

Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan sebagai berikut:

1. Uji Penerimaan dan Preferensi Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi RPO di Laboratorium

Penelitian laboratorium dilakukan untuk menilai penerimaan dan preferensi responden terhadap sifat organoleptik minyak goreng curah yang difortifikasi RPO dengan menggunakan uji kesukaan (Hedonic Test) dan Uji Mutu Hedonik dengan form seperti yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Sampel yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah minyak goreng curah tidak difortifikasi (nonfortifikasi) dan difortifikasi karoten dari RPO serta bahan pangan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah


(28)

nonfortifikasi dan fortifikasi. Karakteristik organoleptik yang dinilai adalah warna dan aroma dari minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari RPO dan minyak goreng curah yang tidak difortifikasi, serta warna, rasa, aroma, dan tekstur dari makanan yang diolah menggunakan kedua jenis minyak goreng yang diuji.

Untuk uji hedonik, digunakan skala sebagai berikut: (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka. Penerimaan minyak goreng curah yang difortifikasi RPO didapat dengan mengakumulasi kesukaan responden terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi RPO dan pangan yang digoreng dengan minyak tersebut. Pernyataan (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka yang diberikan oleh responden menunjukkan bahwa produk yang diuji masih dapat diterima secara organoleptik dan cenderung sama dengan produk sejenis yang tersedia di pasaran.

Selain uji hedonik, dilakukan juga uji mutu hedonik terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi RPO dan pangan yang digoreng dengan minyak goreng curah yang difortifikasi RPO. Uji mutu hedonik terhadap warna minyak menggunakan skala sebagai berikut: (1) oranye, (2) agak oranye, (3) antara oranye dan kuning, (4) agak kuning keemasan, dan (5) kuning keemasan. Uji mutu hedonik terhadap aroma minyak menggunakan skala sebagai berikut: (1) langu, (2) agak langu, (3) antara langu dan harum, (4) agak harum, dan (5) harum. Untuk makanan yang digoreng, uji mutu hedonik terhadap warna menggunakan skala sebagai berikut: (1) Cokelat, (2) agak cokelat, (3) antara cokelat dan kuning keemasan, (4) agak kuning keemasan, dan (5) kuning keemasan. Uji mutu hedonik terhadap aroma pangan yang digoreng menggunakan skala sebagai berikut: (1) langu, (2) agak langu, (3) antara langu dan harum, (4) agak harum, dan (5) harum. Uji mutu hedonik terhadap rasa pangan yang digoreng menggunakan skala sebagai berikut: (1) tidak enak, (2) agak tidak enak, (3) biasa, (4) agak enak, dan (5) enak. Uji mutu hedonik terhadap tekstur pangan yang digoreng menggunakan skala sebagai berikut: (1) tidak renyah, (2) agak tidak renyah, (3) biasa, (4) agak renyah, dan (5) renyah.

Uji hedonik dan uji mutu hedonik menggunakan panelis ibu rumah tangga dan jasa boga yang berdomisili di Dramaga, Bogor. Jumlah panelis yang diundang masing-masing 34 orang pada rumah tangga dan 31 orang pada


(29)

jasa boga. Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Penilaian Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

2. Penelitian Lapang

a. Uji Penggunaan Minyak Goreng Curah

Penelitian lapang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang penerimaan dan preferensi responden terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi RPO melalui metode Home Use Test (Uji Penggunaan di Rumah). Home Use Test dilakukan untuk menilai penerimaan dan preferensi responden terhadap minyak goreng curah yang dikonsumsi sesuai dengan tujuan penggunaan minyak goreng curah pada umumnya. Pemakaian jenis minyak goreng curah yang diuji diserahkan sepenuhnya kepada responden. Jenis uji yang dilakukan pada uji ini, yaitu uji kesukaan terhadap warna dan aroma minyak goreng curah. Selain itu, responden juga diminta untuk menilai perbedaan warna dan aroma dari minyak goreng curah yang biasa dipakai oleh responden.

Uji ini dilakukan di rumah dan tempat usaha masing-masing responden selama tujuh hari dan dilanjutkan dengan pengisian lembar penilaian untuk produk pertama, yaitu minyak goreng curah yang tidak difortifkasi RPO. Uji penggunaan di rumah terhadap produk kedua, yaitu minyak goreng curah yang telah difortifikasi RPO dilakukan setelah uji pada produk pertama selesai. b. Fokus Panel

Fokus panel dilakukan untuk mengkaji jumlah penggunaan minyak goreng curah per hari pada responden rumah tangga dan jasa boga,, penyimpanan minyak goreng curah, dan penggunaan kembali minyak goreng curah yang sudah digunakan melalui wawancara menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Selain itu, ditanyakan pula mengenai keberadaan keluhan, manfaat, dan saran dalam penggunaan minyak goreng curah yang diujikan. Responden pada fokus panel adalah rumah tangga dan jasa boga masing-masing sebanyak 30 orang. Pelaksanaan fokus panel dilakukan di Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Data primer yang dikumpulkan, yaitu karakteristik keluarga dan jasa boga. Karakteristik keluarga meliputi: nama, umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan responden rumah tangga, pendapatan seluruh anggota keluarga, dan kepemilikan aset. Karakteristik jasa boga meliputi nama, alamat, jenis usaha, dan kapasitas produksi.


(30)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data primer dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi editing, coding, entry,dan cleaning untuk melihat konsistensi informasi. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif. Data identitas dan karakteristik keluarga responden dan karakteristik usaha dianalisis dengan statistik deskriptif. Data yang diperoleh dari hasil uji kesukaan dan penerimaan responden terhadap minyak goreng curah fortifikasi dan nonfortifikasi dianalisis secara deskriptif menggunakan presentase penerimaan responden dan nilai modus penerimaan masing-masing jenis minyak goreng. Untuk mengetahui perbedaan penerimaan responden rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi dilakukan analisis menggunakan uji nonparametrik Friedman. Data yang telah diverifikasi diolah menggunakan software Microsoft Excel dan dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 16.0 for Windows.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari rumah tangga dan jasa boga yang berlokasi di daerah Dramaga, Bogor. Terdapat 30 responden rumah tangga dan 30 responden jasa boga. Responden rumah tangga adalah ibu rumah tangga dengan usia berkisar antara 22 sampai 66 tahun (rata-rata adalah 39,60+11,14 tahun). Rumah tangga adalah sekumpulan orang terdiri dari seorang ayah, ibu, anak, dan orang lain atau keluarga, tinggal di bagian atau keseluruhan bangunan fisik dari suatu rumah dan mengkonsumsi makanan dari satu dapur, atau sekumpulan orang yang tinggal di bawah satu atap dan melakukan aktivitas bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengolahan sumberdaya yang sama (Sukandar 2007). Besar keluarga responden rumah tangga berkisar antara 1 sampai 10 orang (rata-rata adalah 4,93+1,93 orang). Keseluruhan responden rumah tangga berjenis kelamin perempuan. Sebaran responden rumah tangga berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran responden rumah tangga berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan n %

Tidak Sekolah 1 3,33 Tidak Tamat SD 2 6,67

Tamat SD 9 30,00

Tamat SMP 8 26,67

Tamat SMA 10 33,33

Total 30 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (33,33%) responden rumah tangga tamat SMA. Lebih lanjut dapat dilihat bahwa 40% responden rumah tangga tamat SD atau kurang. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang meiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi yang lebih baik dan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi (Sukandar 2007).

Pendapatan keluarga responden rumah tangga (70%) adalah berkisar antara Rp1.000.000,00–Rp2.000.000,00/bulan, sedangkan sisanya berpendapatan <Rp1.000.000,00/bulan. Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah Rp 175.000/kapita/bulan.


(32)

Sebagian besar responden adalah rumah tangga tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan dengan pertimbangan jumlah anggota keluarga dan pendapatan. Menurut Sukandar (2007), Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik.

Selain responden rumah tangga, terdapat pula responden jasa boga. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 87 Tahun 2010, jasa boga merupakan usaha penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian. Sebaran responden jasa boga berdasarkan jenis usaha dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran responden jasa boga berdasarkan jenis usahanya

Jenis Usaha n %

Nasi Goreng 5 16,67

Ayam Goreng 12 40,00

Pempek 2 6,67

Warteg 6 20,00

Produk Gorengan 4 13,33

Telur Penyet 1 3,33

Total 30 100

Terdapat 6 jenis usaha pada responden jasa boga dan 40% responden jasa boga yang memiliki usaha ayam goreng (Tabel 4). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, industri jasa boga dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu golongan A atau disebut industri jasa boga kecil, golongan B (industri jasa boga besar), dan golongan C (industri jasa boga skala besar sekali). Keseluruhan responden jasa boga pada penelitian ini termasuk ke dalam jasa boga golongan A.

Penggunaan Minyak Goreng Curah

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan (Ketaren 2008). Fungsi utama minyak tidak hanya menghantar panas, tetapi juga dapat meningkatkan rasa dan aroma (Matthaus 2007). Penggunaan minyak goreng curah pada responden rumah tangga berkisar antara 50–250 gram/hari (rata-rata adalah 185,35+70,21 gram/hari) dengan asumsi seluruh minyak goreng curah yang diberikan habis digunakan oleh keluarga. Penggunaan minyak goreng curah pada responden jasa boga berkisar antara 1- 10 kg/hari dengan rata-rata (3,87+2,46) kg per hari. Penggunaan minyak goreng curah responden jasa boga lebih banyak dibandingkan rumah tangga karena usaha jasa boga banyak menggunakan


(33)

minyak goreng curah dalam pengolahan pangannya untuk memenuhi pesanan konsumen. Penggunaan minyak goreng curah dalam pengolahan bahan pangan pada rumah tangga hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Hardinsyah (2002) menyatakan kemungkinan yang bisa menjadi pemicu tingginya konsumsi minyak goreng adalah banyaknya industri minyak goreng. Tingginya jumlah industri minyak goreng tersebut memungkinkan untuk menjadikan tingginya akses penduduk atas minyak goreng untuk dikonsumsi. Menurut Winarno (1999), untuk mencapai keperluan 15% total kalori dari lemak per orang per hari diperlukan konsumsi sebesar 22 g minyak nabati per orang per hari. Tingkat konsumsi sebesar 22 g minyak nabati per orang per hari dianggap jumlah yang dikehendaki. Jumlah tersebut bukan saja mampu menyediakan kalori yang cukup bagi menu makanan, tetapi secara praktis sekaligus sudah memenuhi kebutuhan kenikmatan dan kepuasan. Batas maksimal konsumsi lemak atau minyak telah ditentukan, yaitu secara umum jumlah total kalori tidak boleh lebih dari 30% energi. Bagi orang dewasa yang mengonsumsi jumlah kalori sekitar 2400 Kal, konsumsi lemak atau minyak sebesar 40-45 g/hari.

Frekuensi Pembelian Minyak Goreng Curah

Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa sebagian besar responden rumah tangga dan jasa boga, yaitu masing-masing 90%, membeli minyak goreng curah secara harian. Hasil ini sesuai dengan penelitian Martianto et al. (2005) yang menunjukkan hampir separuh rumah tangga miskin (45,1%) dan tidak miskin (49,3%) membeli minyak goreng secara harian.

Jumlah Setiap Kali Pembelian Minyak Goreng Curah

Jumlah minyak goreng curah dalam setiap kali pembelian pada responden rumah tangga berkisar antara 0,25 – 1 kg. Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden jasa boga, yaitu berkisar antara 1-10 kg (Tabel 5). Sebanyak 83,33% responden rumah tangga membeli ¼ kg minyak goreng curah dalam setiap kali pembelian, sedangkan 70% responden jasa boga membeli minyak goreng curah kurang dari 5 kg dengan pembelian minimal 1 kg dalam setiap pembelian. Menurut Martianto et al. (2005), hampir separuh rumah tangga miskin (45,9%) dan tidak miskin (53,1%) membeli minyak goreng 1–3 kg dalam setiap pembelian. Perbedaan jumlah dalam setiap pembelian dikarenakan responden rumah tangga lebih banyak membeli minyak secara harian sehingga jumlah minyak dalam setiap pembelian pun relatif sedikit.


(34)

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pembelian, jumlah setiap kali pembelian dan penggunaan minyak goreng curah dalam pengolahan pada rumah tangga dan jasa boga

Penggunaan Rumah Tangga (%) Jasa Boga (%) Frekuensi Pembelian:

Harian 90 90

Mingguan 10 10

Total 100 100

Jumlah Setiap Pembelian

0,25 kg 83,33

0,5 kg 13,33

1 kg 3,33

1- <5kg 70

5– 10 kg 20

>10 kg 10

Total 100 100

Penggunaan Minyak dalam Pengolahan:

Satu Kali 13,33 13,33

Dua Kali 43,33 33,33

Tiga Kali 30,00 20,00

Lebih Dari Tiga Kali 13,33 33,33

Total 100 100

Penggunaan Minyak Goreng Curah dalam Pengolahan

Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir separuh (43,33%) responden rumah tangga dan 33,33% responden jasa boga menggunakan minyak goreng curah sebanyak dua kali dalam pengolahan pangan. Sebanyak 33,33% responden jasa boga dan 13,33% responden rumah tangga menggunakan lebih dari tiga kali minyak goreng dalam pengolahan pangan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Martianto et al. (2005) dimana sebagian besar rumah tangga miskin (62,1%) dan tidak miskin (66,3%) menggunakan minyak yang sama sebanyak 2 kali dalam pengolahan. Manurut Rao (2000), menggunakan minyak lebih dari 3 kali dengan deep frying dapat menghilangkan seluruh karoten.

Lemak yang digunakan secara berulang-ulang sebagai medium untuk menggoreng cenderung membentuk busa. Hal ini mungkin disebabkan pada permukaan lemak terdapat larutan yang berasal dari bahan pangan yang digoreng dan tidak baik digunakan untuk menggoreng bahan pangan yang berkadar air tinggi (Ketaren 2008). Selain itu, minyak yang digunakan lebih dari sekali menggoreng akan lebih cepat berasap pada suhu yang lebih rendah. Minyak seharusnya dipanaskan tidak lebih tinggi dan tidak lebih lama dari yang diperlukan untuk menjaga proses hidrolisis terjadi secara minimal (Winarno 1999).


(35)

Minyak yang digunakan untuk menggoreng bahan pangan, khususnya pedagang kaki lima, praktis tidak mengalami pergantian dengan minyak baru. Para pedagang tersebut hanya menambahkan beberapa liter (0,5-1,0 liter) setiap hari ke dalam minyak goreng lama. Hal itu dilakukan agar dapat menghemat biaya produksi. Setelah 8 hari, minyak goreng akan mengalami penurunan kualitas minyak yang ditunjukkan dengan warna yang semakin gelap, viskositas yang meningkat (Winarno 1999).

Beta karoten berkurang setelah penggorengan pertama, namun pada penggoreng kedua dan berikutnya terjadi penurunan β-karoten yang lebih banyak. Terjadi degradasi semua trans-β karoten dalam RPO pada suhu 170oC selama 30 menit. Pada menit ke-20, semua trans-β karoten hampir tidak ada pada minyak itu sendiri (Fillion & Hendry 1998).

Wadah Penyimpanan Minyak Goreng Curah

Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa 70% responden rumah tangga menyimpan minyak goreng curah dalam botol plastik dan sebanyak 23,33% responden menyimpan dalam kantong plastik. Hal ini sesuai dengan penelitian Martianto et al. (2005) bahwa rumah tangga menggunakan botol plastik sebagai wadah penyimpanan minyak. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa responden rumah tangga membeli minyak goreng dalam botol plastik dan menggunakannya sebagai wadah isi ulang minyak goreng. Sebaliknya, responden jasa boga lebih banyak (33,33%) menyimpan minyak goreng curah pada kantong plastik dibandingkan pada botol plastik (23,33%). Terdapat 6,67% responden jasa boga yang menyimpan minyak goreng curah dalam kaleng.

Hanya 3,33 % responden rumah tangga yang menyimpan minyak goreng curah dalam jeriken. Berbeda dengan responden jasa boga yang sepertiganya (33,33%) menyimpan minyak goreng curah dalam jeriken. Jeriken adalah wadah yang lebih banyak digunakan dalam menyimpan minyak goreng curah pada responden jasa boga. Hal ini terkait jumlah penggunaan minyak goreng curah yang banyak pada responden jasa boga.

Menurut Winarno (2008), penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari alumunium atau stainless steel, logam besi atau tembaga harus dihindari. Selain itu, kehilangan vitamin A pada kaleng lebih kecil dibandingkan botol plastik (Martianto et al. 2005). Minyak goreng seharusnya dikemas dalam wadah yang


(36)

tertutup rapat (SNI 1995). Perawatan terhadap minyak goreng dapat dilakukan dengan menyimpan dalam wadah bebas air pada suhu rendah (Ketaren 2008).

Menurut Pusyuwan et al. (2007), kehilangan vitamin A selama penyimpanan pada botol PET di kondisi terang dan gelap signifikan setelah 2 minggu. Cahaya merupakan penyebab utama kehilangan vitamin A pada minyak nabati yang difortifikasi (80% sampai 85%). Kehilangan vitamin A tidak ditemukan pada sampel yang disimpan pada botol PET di kondisi gelap dan metal kontainer. Kehilangan dapat diminimalisasi (<10%) selama 3 sampai 18 bulan penyimpanan jika dilindungi dari cahaya dan udara, seperti disegel, menggunakan kontainer buram atau kaleng logam. Nilai peroksida terendah ditemukan pada minyak sawit yang disimpan pada kaleng logam.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan penggunaan wadah, lama, dan lokasi penyimpanan minyak goreng curah

Penggunaan Rumah Tangga (%) Jasa Boga (%) Wadah Penyimpanan:

Botol Plastik 70,00 23,33

Gelas 3,33 0

Kantong Plastik 23,33 33,33

Kaleng 0 6,67

Jeriken 3,33 33,33

Lainnya 0 3,33

Total 100 100

Lama Penyimpanan:

Kurang Dari Satu Hari 63,33 80

Kurang Dari Satu Minggu 36,67 20

Total 100 100

Lokasi Penyimpanan:

Tempat Terbuka/Terkena Sinar Matahari 6,67 33,33

Dekat Kompor 63,33 20,00

Tidak Terkena Sinar dan Panas 30,00 46,67

Total 100 100

Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Pembungkusan atau pembotolan minyak dalam wadah berwarna dapat mempengaruhi kecepatan oksidasi oleh cahaya. Berdasarkan daya absorpsi bahan pembungkus terhadap cahaya, maka bahan pembungkus untuk minyak dapat dibagi menjadi 3 kelas, yaitu: 1) bahan pembungkus dengan daya absorpsi rendah, terdiri dari bahan pembungkus berwarna biru pucat, merah jambu, oranye, lemon, dan transparan; 2) bahan pembungkus yang mampu mengasorpsi sinar aktif, yaitu berwarna hijau muda; 3) bahan pembungkus yang mampu mengabsorpsi sinar ultra violet, yaitu berwarna biru tua, hijau tua, cokelat


(37)

tua, dan merah tua. Pengaruh cahaya pun dapat dikurangi dengan melapisi bagian luar bahan pembungkus dengan kertas timah (Ketaren 2008).

Lama Penyimpanan Minyak Goreng Curah

Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar responden rumah tangga (63,33%) dan jasa boga (80%) menyimpan minyak goreng curah kurang dari satu hari. Penyimpanan pada periode yang pendek ini diharapkan tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas minyak. Sebanyak 36,67% responden rumah tangga dan 20% responden jasa boga yang menyimpan minyak goreng curah kurang dari satu minggu. Menurut Winarno (1999), jika disimpan dalam waktu yang cukup lama, minyak akan mengalami perubahan bau dan cita rasa serta mutunya menurun. Kondisi dan lama penyimpanan secara nyata (p<0,05) mempengaruhi β karoten dan total karoten serta aktivitas vitamin A dari keripik wortel yang dikemas (Sulaeman et al 2002). Selama pemanasan dan penyimpanan, minyak akan mengalami oksidasi. Selain itu, Butt et al (2004) menyebutkan bahwa kehilangan karotenoid dapat dikarenakan oksidasi pigmen pada suhu tinggi selama penyimpanan. Terdapat hubungan linear antara kehilangan β-karoten dan lama penyimpanan.

Lokasi Penyimpanan Minyak Goreng Curah

Sebagian besar (63,33%) responden rumah tangga menyimpan minyak goreng curah di dekat kompor (Tabel 6). Kecepatan oksidasi lemak di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam suhu dingin (Ketaren 2008).

Hampir sepertiga (30%) responden rumah tangga menyimpan minyak goreng curah di lokasi yang tidak terkena sinar dan panas. Berbeda dengan responden jasa boga yang hampir separuhnya (46,67%) menyimpan minyak goreng curah di tempat yang tidak terkena sinar atau tempat terbuka. Sebanyak 6,67% responden rumah tangga dan 33,33% responden jasa boga yang menyimpan minyak goreng curah di lokasi yang terkena sinar atau tempat terbuka.

Kehilangan vitamin A selama penyimpanan pada botol PET di kondisi terang dan gelap signifikan setelah 2 minggu. Cahaya merupakan penyebab utama kehilangan vitamin A pada minyak nabati yang difortifikasi (80% sampai 85%). Kehilangan tidak ditemukan pada sampel yang disimpan pada botol PET


(38)

di kondisi gelap dan kaleng logam. Kehilangan dapat diminimalisasi (<10%) selama 3 sampai 18 bulan penyimpanan jika dilindungi dari cahaya dan udara, seperti disegel, kontainer buram, dan kaleng logam. Nilai peroksida terendah ditemukan pada minyak sawit yang disimpan pada kaleng logam. Setelah botol minyak dibuka dan digunakan untuk 1 bulan, minyak lebih sering berinteraksi dengan oksigen sehingga kadar vitamin A pada minyak dalam botol lebih rendah. Selama pemasakan, kehilangan vitamin A dan nilai peroksida signifikan dipengaruhi suhu dan waktu (Puysuwan et al. 2007). Karotenoid RPO stabil selama penyimpanan dalam gelap dan suhu kamar. Wadah penyimpanan dalam suhu ini selama 1 tahun dapat mengurangi karotenoid sebanyak 50% (Puspitasai 2002).

Selama penyimpanan minyak, akan terjadi perubahan flavor dan rasa. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya komponen-komponen yang tidak diinginkan dan ditandai dengan timbulnya bau tengik. Bahan harus dilindungi dari kemungkinan oksigen, cahaya, serta temperatur tinggi. Minyak yang difortifikasi rentan terhadap cahaya. Tindakan responden dalam menyimpan minyak tidak membantu mempertahankan β-karoten. Meskipun waktu penyimpanan kurang dari 1 hari, namun minyak yang terkena cahaya dan panas dapat memberikan efek negatif pada β-karoten dalam minyak. Untuk mencegah hal tersebut, konsumen harus diberikan pendidikan mengenai bagaimana cara menyimpan miyak. Pendidikan gizi penting dalam mendukung program fortifikasi.

Menurut Lietz et al. (2001), RPO memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Bioavailabilitas β-karoten pada RPO lebih baik dibandingkan gandum dan wortel. Hanya sedikit β-karoten yang masih ada ketika minyak digunakan untuk menggoreng. Mukherjee & Mitra (2009) menyatakan bahwa karotenoid dapat meningkatkan imunitas dan meningkatkan kesehatan kardiovaskuler. Minyak sawit yang teroksidasi menyebabkan keracunan pada organ seperti ginjal, paru-paru, hati, dan jantung. Minyak sawit sebenarnya meningkatkan kolesterol baik dan mengurangi kolesterol jahat dalam darah. Minyak sawit meningkatkan plasma kolesterol jika konsumsi kolesterol berlebihan dalam pengaturan makan

Kontribusi β-karoten per 23 gram/kap/hari dari Minyak Goreng Curah terhadap AKG Vitamin A Untuk Masing-Masing Kelompok Usia

Proses menggoreng menghilangkan β-karoten sekitar 22-30% atau retensinya 70-88%. Lemak merupakanan media transportasi vitamin A dan karotenoid dari perut ke lumen usus. RPO memiliki efisiensi yang tinggi untuk mengkonversi karotenoid ke vitamin A dibandingkan sayuran lainnya yang tidak


(39)

mengandung lemak. Beta karoten dari RPO tersedia secara biologis dan absorpsinya dapat difasilitasi dengan lemak (Manorama et al. 1995)

Dalam penelitian ini, minyak goreng curah difortifikasi karoten dari RPO sampai mencapai konsentrasi setara dengan 45 IU vitamin A. Untuk mencapai konsentrasi tersebut, dalam pelaksanaan fortifikasi sebanyak 50 kg minyak goreng curah ditambah 3,79 kg RPO (Lampiran 3). Pendekatan menggunakan data Martianto et al. (2005) bahwa konsumsi minyak goreng adalah 23 gram/kapita/hari. Maka, kontribusi maksimal vitamin A (dari β-karoten) dari minyak goreng curah terhadap Angka Kecukupan Vitamin A dengan mempertimbangkan retensi minyak goreng curah sebesar 70% (Manorama et al. 1995) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kontribusi vitamin A (dari β-karoten) per konsumsi/kap/hari Golongan

umur

Kandungan Vitamin A (dari β -karoten) dalam 23 g minyak

(RE) x Retensi 70%

Angka Kecukupan Vitamin A (RE)

Kontribusi vitamin A /23 gram (%)

1-3 tahun 77,55 400 19,39

4-6 tahun 77,55 450 17,23

7-9 tahun 77,55 500 15,51

Pria

10-64 tahun 77,55 600 12,93

>65 tahun 77,55 600 12,93

Wanita

10-18 tahun 77,55 600 12,93

19-64 tahun 77,55 500 15,51

>65 tahun 77,55 500 15,51

Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kkal

Hasil recovery fortifikasi yang dilakukan lebih besar dari pada target dosis fortifikasi sebesar 45 IU. Recovery kandungan β-karoten pada minyak goreng curah fortifikasi sebesar 107,06% sehingga diperoleh 48,15 IU . Konsumsi minyak goreng sebesar 23 gram/kap/hari (Martianto et al. 2005), sehingga diperoleh kandungan vitamin A (dari β-karoten) dalam 23 g minyak goreng curah dengan mempertimbangkan retensi sebesar 70% adalah 77,55 RE (Lampiran 4).

Penerimaan dan Preferensi Minyak Goreng Curah

Sampel yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi yang ditunjukkan oleh Gambar 3 dan 4. Karakteristik organoleptik yang dinilai adalah warna dan aroma dari minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi. Terdapat 34 panelis rumah tangga dan 31 panelis jasa boga yang memberikan penilaian orgenoleptik.


(40)

Gambar 3 Minyak nonfortifikasi Gambar 4 Minyak fortifikasi Warna

Warna sering mempengaruhi respon dan persepsi panelis karena sifatnya yang mudah dikenali. Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna minyak goreng curah nonfortifkasi dan fortifikasi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna minyak goreng curah

Tingkat Kesukaan Warna

Minyak Nonfortifikasi Minyak Fortifikasi Rumah

Tangga (%)

Jasa Boga (%)

Rumah Tangga (%)

Jasa Boga (%)

Tidak Suka 0 0 58,82 48,39

Agak Tidak Suka 0 0 11,76 12,90

Biasa 11,76 6,45 17,66 16,13

Agak Suka 2,94 9,68 8,82 9,68

Suka 85,29 83,87 2,94 12,90

Total 100 100 100 100

Tidak Menerima 0 0 70,58 61,29

Dapat Menerima 100 100 29,42 38,71

Total 100 100 100 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh (100%) panelis baik rumah tangga maupun jasa boga dapat menerima warna minyak goreng curah nonfortifikasi dengan modus 5 (suka). Berbeda dengan minyak goreng curah fortifikasi, sebagian besar besar panelis rumah tangga dan jasa boga, yaitu masing- masing 70,58% dan 61,29%, tidak dapat menerima warna minyak goreng curah fortfikasi tersebut dengan nilai modus 1 (tidak suka). Alasan warna minyak goreng curah yang difortifikasi tidak dapat diterima antara lain warnanya yang oranye, berbeda seperti yang biasa digunakan oleh panelis rumah tangga. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak (Ketaren 2008).


(41)

Uji Friedman menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis baik rumah tangga maupun jasa boga terhadap warna minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi (p<0,05, Lampiran 5).

Aroma

Aroma sangat penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil mengenai kesukaan panelis terhadap produk. Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap aroma minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap aroma minyak goreng curah

Tingkat Kesukaan Aroma

Minyak Nonfortifikasi Minyak Fortifikasi Rumah

Tangga (%)

Jasa Boga (%)

Rumah Tangga (%)

Jasa Boga (%)

Tidak Suka 5,88 0 38,24 41,94

Agak Tidak Suka 11,76 0 17,65 16,13

Biasa 14,71 45,16 17,65 29,03

Agak Suka 14,71 12,90 5,88 9,67

Suka 52,94 41,94 20,58 3,23

Total 100 100 100 100

Tidak Menerima 17,64 0 55,89 58,07

Dapat Menerima 82,36 100 44,11 41,93

Total 100 100 100 100

Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar (82,36%) panelis rumah tangga dan seluruh (100%) panelis jasa boga dapat menerima aroma minyak goreng curah nonfortifikasi. Modus pada panelis rumah tangga, yaitu 5 (suka) dan modus pada panelis jasa boga, yaitu 3 (biasa). Lebih dari separuh panelis rumah tangga dan jasa boga, yaitu masing-masing 55,89 % dan 58,07%, tidak dapat menerima aroma minyak goreng curah fortifikasi dengan modus 1 (tidak suka). Alasan minyak goreng curah fortifikasi tidak dapat diterima karena aroma yang langu. Aroma langu pada minyak dikarenakan terdapat beta ionone dari minyak kelapa sawit (Ketaren 2008).

Uji Friedman menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis baik rumah tangga maupun jasa boga terhadap aroma minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi (p<0,05, Lampiran 5).

Keseluruhan

Persentase penerimaan secara keseluruhan panelis rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi disajikan pada Gambar 5.


(42)

Gambar 5 Penerimaan panelis terhadap minyak goreng curah

Gambar 5 menunjukkan bahwa kurang dari separuh responden rumah tangga dan jasa boga, yaitu masing-masing 36,76% dan 40,32% yang dapat menerima minyak goreng curah fortifikasi. Berdasarkan Uji Friedman, terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak oreng curah nonfortifikasi dengan fortifikasi (p<0,05, Lampiran 5). Proses yang berkembang di Malaysia menghasilkan produk RPO yang dapat diterima dengan kandungan karoten yang tetap tinggi seperti CPO. Proses produksi RPO dilakukan dengan decolourization dan deodorisasi dengan distilasi molekular. Produk tersebut tidak berbau, hambar, sangat stabil, dan berwarna merah cerah (Scrimshaw 2000)

Selain penerimaan, diperoleh hasil preferensi panelis rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang diujikan. Hampir seluruh panelis rumah tangga (94,12%) dan panelis jasa boga (93,55%) lebih memilih minyak goreng curah nonfortifikasi.

Penerimaan dan Preferensi Produk Gorengan

Uji kesukaan terhadap produk gorengan dilakukan dengan menilai kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dari tahu goreng sebagai bahan yang umum dikonsumsi masyarakat. Menurut SNI (1998), tahu merupakan produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat melalui proses

91,18

36,76 100

40,32

0 20 40 60 80 100 120

Nonfortifikasi Fortifikasi

Pe

rs

e

n

ta

se

Rumah Tangga Jasa Boga


(43)

pengolahan kedelai dengan cara pengendapan proteinnya dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Selain itu, tahu umum dikonsumsi sebagai lauk pauk di daerah Bogor (Khomsan et al. 2006)

Produk gorengan merupakan hasil penggorengan pertama dari setiap goreng curah yang digunakan untuk menggoreng. Skala hedonik dan perhitungan persentase penerimaan panelis yang digunakan pada uji ini sama dengan yang digunakan pada uji kesukaan terhadap minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi.

Warna

Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1991). Nilai modus tingkat kesukaan terhadap warna produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi adalah 5 (suka) baik pada panelis rumah tangga maupun jasa boga. Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan warna produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi

Tingkat Kesukaan Warna

Nonfortifikasi Fortifikasi Rumah

Tangga (%)

Jasa Boga

(%)

Rumah Tangga (%)

Jasa Boga (%)

Tidak Suka 5,88 16,13 14,71 12,90

Agak Tidak Suka 2,94 6,45 5,88 19,35

Biasa 14,71 19,35 14,71 16,13

Agak Suka 17,65 16,13 14,71 6,45

Suka 58,82 41,94 50,00 45,16

Total 100 100 100 100

Tidak Menerima 8,82 22,58 20,59 32,25

Dapat Menerima 91,18 77,42 79,42 67,74

Total 100 100 100 100

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar (91,18%) panelis rumah tangga dan 77,94% panelis jasa boga dapat menerima warna produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi. Sebagian besar (79,42%) panelis rumah tangga dan 67,74% panelis jasa boga dapat menerima warna produk gorengan dari minyak goreng curah fortifikasi.


(44)

Permukaan lapisan luar bahan pangan yang digoreng akan berwarna cokelat keemasan akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng, juga komposisi permukaan luar dari bahan pangan (Ketaren 2008)

Uji Friedman menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada tingkat kesukaan panelis baik rumah tangga maupun jasa boga terhadap warna produk gorengan dari minyak nonfortifikasi dan fortifikasi (p>0,05, Lampiran 6).

Aroma

Nilai modus tingkat kesukaan panelis rumah tangga terhadap produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi adalah 5 (suka), sedangkan nilai modus panelis jasa boga adalah 3 (biasa). Nilai modus tingkat kesukaan panelis rumah tangga terhadap produk gorengan dari minyak goreng curah fortifikasi adalah 5 (suka) dan nilai modus 3 (biasa) pada panelis jasa boga. Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan terhadap aroma produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran panelis rumah tangga dan jasa boga berdasarkan tingkat kesukaan aroma produk gorengan yang digoreng dengan minyak goreng curah nonfortifikasi dan fortifikasi

Tingkat Kesukaan Aroma

Nonfortifikasi Fortifikasi Rumah

Tangga (%)

Jasa Boga

(%)

Rumah Tangga

(%)

Jasa Boga (%)

Tidak Suka 8,82 6,45 5,88 12,90

Agak tidak suka 2,94 6,45 5,88 12,90

Biasa 14,71 45,16 26,47 38,71

Agak suka 14,71 16,13 11,76 9,68

Suka 58,82 25,81 50,00 25,81

Total 100 100 100 100

Tidak Menerima 11,76 12,9 11,77 25,8

Dapat Menerima 88,24 87,1 88,23 74,2

Total 100 100 100 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar panelis rumah tangga dan jasa boga, yaitu masing-masing 88,24% dan 87,1%, dapat menerima aroma produk gorengan dari minyak goreng curah nonfortifikasi. Sebagian besar panelis rumah tangga (88,23%) dan jasa boga (74,2%) dapat menerima aroma produk gorengan dari minyak goreng curah fortifikasi.


(1)

(2)

Lampiran 1 Form uji hedonik

Nama : Tanggal :

Jenis Kelamin : P/L

Dihadapan Bapak/Ibu disajikan minyak goreng curah dan produk yang digoreng dengan minyak goreng tersebut. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian warna dan aroma dari minyak goreng curah tersebut dan penilaian warna, aroma, rasa, dan tekstur dari produk gorengan berdasarkan skala berikut ini:

1 : Tidak suka 2 : Agak tidak suka 3 : Biasa

4 : Agak suka 5 : Suka

 Silakan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Bapak/Ibu menilai sampel berikutnya

 Mohon tidak membandingkan antar produk saat Bapak/Ibu melakukan penilaian

A. Minyak Goreng Curah

Kode Warna Aroma

385 469

 Produk mana yang lebih Bapak/Ibu sukai? Kode ... B. Produk gorengan

Kode Warna Aroma Rasa Tekstur

727 541

 Produk mana yang lebih Bapak/Ibu sukai? Kode ... Komentar

... ...


(3)

Lampiran 2 Form uji mutu hedonik

Nama : Tanggal :

Jenis Kelamin : P/L

Dihadapan Bapak/Ibu disajikan minyak goreng curah dan produk yang digoreng dengan minyak goreng tersebut. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian warna dan aroma dari minyak goreng curah tersebut dan penilaian warna, aroma, rasa, dan tekstur dari produk gorengan tersebut.  Lingkarilah skala yang menurut Bapak/Ibu paling sesuai dengan penilaian

Bapak/Ibu.

 Silakan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Bapak/Ibu menilai sampel berikutnya

 Mohon tidak membandingkan antar produk saat Bapak/Ibu melakukan penilaian

A. Minyak Goreng Curah

Kode Warna Aroma

385

1. Oranye 2. Agak oranye 3. Antara oranye dan

kuning keemasan 4. Agak kuning keemasan 5. Kuning keemasan

1. Langu 2. Agak langu 3. Antara langu dan

harum 4. Agak harum 5. Harum

469

1. Oranye 2. Agak oranye 3. Antara oranye dan

kuning keemasan 4. Agak kuning keemasan 5. Kuning keemasan

1. Langu 2. Agak langu 3. Antara langu dan

harum 4. Agak harum 5. Harum


(4)

Lampiran 2 Form uji mutu hedonik (lanjutan)

Nama : Tanggal :

Jenis Kelamin : P/L

B. Produk gorengan

Kode Warna Aroma Rasa Tekstur

727

1. Cokelat 2. Agak cokelat 3. Antara cokelat dan

kuning keemasan 4. Agak kuning

keemasan

5. Kuning keemasan

1. Langu 2. Agak langu 3. Antara

langu dan harum 4. Agak harum 5. Harum

1. Tidak enak 2. Agak tidak

enak 3. Biasa 4. Agak enak 5. Enak

1. Tidak renyah 2. Agak tidak

renyah 3. Biasa 4. Agak

renyah 5. Renyah

541

1. Cokelat 2. Agak cokelat 3. Antara cokelat dan

kuning keemasan 4. Agak kuning

keemasan

5. Kuning keemasan

1. Langu 2. Agak langu 3. Antara

langu dan harum 4. Agak harum 5. Harum

1. Tidak enak 2. Agak tidak

enak 3. Biasa 4. Agak enak 5. Enak

1. Tidak renyah 2. Agak tidak

renyah 3. Biasa 4. Agak

renyah 5. Renyah

Komentar ... ... ... ... TERIMA KASIH


(5)

Lampiran 3 Perhitungan fortifikasi RPO pada minyak goreng curah 1 g RPO = 356 µg

1 IU = 0,6 µg β-karoten 45 IU = 27 µg β-karoten

 Untuk 1 kg minyak goreng curah diperlukan RPO:

= 1000 gram x 27 µg/g

356 µg/g = 75,84 gram

 Untuk 50 kg minyak goreng curah diperlukan RPO: = 50 x 75,84 gram= 3,79 kg RPO

Lampiran 4 Perhitungan kandungan vitamin A (dari β-karoten)

Pendekatan data konsumsi minyak goreng sebesar 23 gram/kap/hari (Martianto et al. 2005)

Recovery = 107%

= (27 ppm x 107%) = 28,9 ppm Retensi = 70%

Maka diperoleh:

 Kandungan β-karoten = 28,9 ppm x 23 g x 70% = 465,29 µg/g

 Konversi vitamin A (RE) 1 µg RE = 6 µg β-karoten

465,29 µg β-karoten = 465,29/6 = 77,55 RE

Lampiran 5 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap minyak goreng curah

Rumah Tangga Jasa Boga

Warna Chi-Square 26.471 20.571

df 1 1

Asymp.Sig .000 .000

Aroma Chi-Square 9.996 15.385

df 1 1

Asymp.Sig .002 .000

Keseluruhan Chi-Square 26.133 23.148

df 1 1


(6)

Lampiran 6 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap produk gorengan

Rumah Tangga Jasa Boga

Warna Chi-Square .360 .182

df 1 1

Asymp.Sig .549 .670

Aroma Chi-Square .182 .053

df 1 1

Asymp.Sig .670 .819

Rasa Chi-Square .862 .048

df 1 1

Asymp.Sig .353 .827

Tekstur Chi-Square .143 9.800

df 1 1

Asymp.Sig .705 .002

Keseluruhan Chi-Square .310 .615

df 1 1

Asymp.Sig .577 .433

Lampiran 7 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap minyak goreng curah pada Home Use Test (HUT)

Rumah Tangga Jasa Boga Keseluruhan Chi-Square 24.000 15.211

df 1 1

Asymp.Sig .000 .000

Lampiran 8 Hasil uji Friedman data organoleptik terhadap produk gorengan pada Home Use Test (HUT)

Rumah Tangga Jasa Boga Keseluruhan Chi-Square 24.000 17.190

df 1 1