Efikasi Pemberian Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil Terhadap Kadar Retinol Serum

EFIKASI PEMBERIAN MINYAK GORENG CURAH YANG
DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OIL
TERHADAP KADAR RETINOL SERUM

SONI FAUZI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Pemberian
Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Karoten dari Red Palm Oil Terhadap
Kadar Retinol Serum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Soni Fauzi
NIM I14090071

ABSTRAK
SONI FAUZI. Efikasi Pemberian Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi
Karoten dari Red Palm Oil Terhadap Kadar Retinol Serum. Dibimbing oleh SRI
ANNA MARLIYATI dan VERA URIPI.
Fortifikasi karoten dari minyak sawit merah atau Red Palm Oil (RPO) ke
dalam makanan dapat menjadi alternatif dalam pengentasan permasalahan
kekurangan vitamin A di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efikasi
pemberian minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari red palm oil
(RPO) terhadap kadar retinol serum. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Quasy Experimental pre post treatment controlled trial dengan jumlah
responden 31 anak sekolah dasar usia 7–9 tahun. Penelitian yang dilakukan di
Desa Angsana, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dilaksanakan pada

bulan Mei–September 2013. Terdapat peningkatkan rata-rata kadar retinol serum
responden RPO dari 10.44 ± 1.81 µg/dL menjadi 15.76 ± 3.12 µg/dL setelah
intervensi. Sementara itu, peningkatan rata-rata kadar retinol serum responden
kontrol adalah 10.88 ± 2.53 µg/dL, menjadi 14.12 ± 3.41 µg/dL setelah intervensi.
Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar retinol pada
kedua kelompok perlakuan baik sebelum maupun setelah intervensi (p>0.05).
Namun, terdapat perbedaan rata-rata kadar retinol antara sebelum dan setelah
intervensi pada kedua kelompok perlakuan (p0.05). However,there were differences in average levels of retinol
between before and after intervention in both groups (p Zα) = 1-α/2, Z adalah peubah acak normal
baku
Z1-β = suatu nilai sehingga P(Z > Zβ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku
σ
= 4,61 (perkiraan standar deviasi serum Imunoglobulin G (IgG)
berdasarkan penelitian Gusthianza 2010)
δ
= 6,62 (Peningkatan titer IgG yang diharapkan setelah intervensi)
berdasarkan penelitian Gusthianza 2010)
(Sumber : Steel dan Torrie 1991)
Nilai Z1-α/2 diperoleh sebesar 2,575 dan Z1-β sebesar 1,272, berdasarkan
rumus perhitungan tersebut, maka diperoleh ukuran sampel (n) sebanyak 14

responden. Antisipasi drop out yang digunakan pada penelitian ini sebesar 10%,
sehingga diperoleh sebanyak 16 responden.
Variabel Penelitian
Variabel utama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh
pemberian minyak goreng yang difortifikasi RPO terhadap kadar retinol serum.
Variabel lain dalam penelitian ini adalah status gizi (yang diukur secara
antropometri dengan indeks IMT/U), karakteristik anak sekolah dasar dan
keluarganya, konsumsi pangan, dan angka kesakitan anak (skor morbiditas).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data
responden (unit penelitian) anak sekolah dasar dan keluarganya. Data responden
(unit penelitian) diantaranya identitas anak sekolah dasar (nama, jenis kelamin,
umur, urutan anak ke berapa, dan lain-lain), status kesehatan, konsumsi pangan,
kadar retinol serum, ukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan), kejadian
sakit, dan tingkat kepatuhan ibu (pengasuh). Jenis dan cara pengumpulan data
disajikan pada Tabel 2.

8

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data

No Data
Cara Pengukuran atau pengumpulan
1.
Identitas anak
Wawancara dengan orangtua atau
sekolah dasar
pengasuh anak sekolah dasar
(nama, jenis
menggunakan kuesioner
kelamin, umur,
urutan anak ke
berapa, dll)
2.
Status kesehatan
Pemeriksaan klinis dan observasi serta
-kejadian sakit
wawancara oleh tenaga medis dan
(morbiditas)
peneliti kepada orangtua (pengasuh)
anak sekolah dasar dan guru

menggunakan kuesioner

3

Konsumsi Pangan

4.

Status gizi
antropometri
- Berat badan
(BB)

- Tinggi badan
(TB)
-Status gizi
(IMT/U)

Food recall (Wawancara dengan anak
menggunakan kuesioner recall)


Frekuensi
Satu kali pada
saat sebelum
intervensi

Lima kali (satu
kali pada
sebelum
intervensi, tiga
kali pada saat
intervensi, dan
satu kali pada
akhir
intervensi)
10x24 jam
(2x24 jam pada
sebelum
intervensi, dan
8x24 jam pada

saat intervensi)

Penimbangan dengan timbangan berat
badan injak digital, dengan ketelitian
0.1 kg

Dua kali (satu
kali sebelum
intervensi dan
satu kali setelah
intervensi)

Pengukuran TB dengan microtoise,
dengan ketelitian 0.1 cm

Satu kali (pada
sebelum
intervensi)

Perhitungan berdasarkan keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010
Tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak, dengan cut
off point sebagai berikut :
sangat kurus (IMT/U 2 SD)

Dua kali (satu
kali pada
sebelum
intervensi dan
satu kali setelah
intervensi)

9

No Data
5. Status vitamin A
(Kadar retinol
serum)


Cara Pengukuran atau pengumpulan
Metode ektraksi (Concurrent Liquid
Chromatographic Assay of Retinol)

6.

Observasi dan catatan dalam form isian

Tingkat kepatuhan
ibu

Frekuensi
Dua kali (satu
kali sebelum
intervensi dan
satu kali setelah
intervensi)
56 hari (selama
intervensi)


Data konsumsi pangan hasil food recall, dihitung energi dan kadar zat gizi
dari masing-masing jenis bahan makanan untuk mengetahui tingkat konsumsi
anak. Perhitungan energi dan kadar zat gizi dilakukan dengan menggunakan
rumus menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), sebagai berikut:
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
KGij = kosnsumsi zat gizi i dari bahan makanan j dalam jumlah B gram
Bj
= berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram)
Gij
= kadar zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = persen berat bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD)
Kadar zat gizi bahan makanan dan persen BDD dapat diketahui dari Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Pada penelitian ini setiap jenis makanan
yang dikonsumsi anak, terutama makanan olahan minyak akan dihitung energi
dan kadar zat gizinya berdasarkan komposisi bahan mentahnya agar dapat
diketahui jumlah minyak goreng yang dikonsumsi. Minyak goreng yang
dikonsumsi ditentukan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus
konversi berat mentah masak dan konversi berat penyerapan minyak. Nilai faktor

dapat diketahui dari Daftar Konversi Berat Mentah Masak (DMM 2007) dan
Daftar Konversi Berat Penyerapan Minyak (DPM 2007).
BMj = Fj x BOj
Keterangan :
BMj = berat makanan j dalam bentuk mentah (gram)
Fj
= faktor konversi mentah masak bahan makanan j
BOj = berat makanan j dalam bentuk olahan (gram)
BKj = (Mj x BMj)/100
Keterangan :
BKj = minyak goreng yang diserap bahan makanan j (gram)
Mj
= faktor konversi penyerapan minyak goreng pada bahan makanan j (%)

10

Tingkat kecukupan gizi (TKG) subyek penelitian dihitung berdasarkan
konsumsi energi dan zat gizi harian. Selain itu, untuk menghitung TKG perlu
diketahui angka kecukupan gizi (AKG) dari masing-masing subyek berdasarkan
standar. Standar yang digunakan pada penelitian ini adalah AKG 2012. Berikut
adalah cara menghitung AKG masing-masing subyek penelitian.
AKG = (BBi/BBj) x zat gizi yang dianjurkan
TKG (%)

= (konsumsi zat gizi/AKG) x 100

Keterangan :
BBi = bobot badan subyek penelitian (kg)
BBj = bobot badan standar AKG 2012 (kg)

Tahapan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah
penyiapan minyak goreng curah dan minyak goreng curah yang difortifikasi RPO
(selanjutnya disebut minyak goreng RPO) untuk diberikan kepada keluarga
responden selama 8 minggu. Tahap kedua adalah uji pengaruh (efikasi) pemberian
minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari Red Palm Oil (RPO) terhadap
kadar retinol serum anak usia 7–9 tahun.
Penyiapan Minyak Goreng RPO
Proses penyiapan minyak goreng RPO dilakukan dengan menggunakan
metode Wijaya (2013). Penyiapan minyak goreng RPO dilakukan seminggu
sebelum intervensi pemberian minyak kepada responden. Minyak goreng curah
dibeli dari salah satu produsen minyak goreng di daerah Jabodetabek. Fortifikan
yang digunakan adalah minyak sawit merah (RPO) yang diperoleh dari Southeast
Asian Food and Agricultural Science and Technology (Seafast) Center IPB.
Fortifikan yang ditambahkan setara dengan kandungan vitamin A 45 IU (27
mg/kg betakaroten = 4.5 RE/g vitamin A) sesuai dengan RSNI (Rancangan
Standar Nasional Indonesia). Berdasarkan perhitungan, fortifikan yang
dibutuhkan untuk 1 kg minyak goreng curah adalah 64.52 g atau setara dengan
3.22 kg untuk 50 kg minyak goreng curah.
Proses pencampuran diawali dengan pengadukan minyak goreng curah
sebanyak 25 kg dalam tank (ember) menggunakan alat pengaduk dengan 2 balingbaling. Kecepatan yang digunakan pada proses pengadukan adalah 500 rpm
selama 1 jam. Selama proses tersebut berlangsung, RPO dimasukkan secara
perlahan dan sedikit demi sedikit dengan menggunakan corong. Setelah proses
tersebut selesai, minyak campuran tersebut disimpan dalam jirigen kecil dengan
jumlah masing-masing sebanyak 500 g (0.5 kg). Semua tahap penyiapan minyak
goreng RPO dilakukan pada suhu ruang dan tidak terkena sinar matahari
langsung.

11

Uji Pengaruh (Efikasi) Pemberian Minyak Goreng RPO Terhadap
Peningkatan Retinol Darah
Langkah awal yang dilakukan yaitu mengurus perizinan penelitian dan
ethical clearance dari komisi etik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemudian, dilakukan survei lapang untuk menentukan lokasi penelitian.
Pengurusan perizinan kepada Kepala Desa, Puskemas, dan Dinas Pendidikan
setempat dilakukan sebelum survei lapang. Lokasi penelitian yang dipilih adalah
SDN 1 Angsana (kelompok RPO) dan SDN 2 Angsana (kelompok kontrol),
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Alasan terpilihnya lokasi tersebut yaitu
kedua SD tersebut terletak berdekatan dan tempat tinggal murid berada di sekitar
lingkungan sekolah tersebut (kondisi geografi sama), sehingga dapat diasumsikan
bahwa contoh cenderung homogen dari segi pola konsumsi pangan, karakteristik
contoh, kondisi sosial ekonomi keluarga, serta paparan infeksi penyakit yang
mungkin terjadi.
Setelah izin penelitian dari Kepala Sekolah didapatkan, tahap berikutnya
adalah melakukan screening contoh pada kedua sekolah tersebut terutama siswa
yang sedang duduk di bangku kelas dua atau tiga. Contoh yang terpilih sebagai
responden adalah siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah
responden terpilih, orang tua responden diundang ke sekolah untuk mendapatkan
penjelasan mengenai penelitian sekaligus penandatanganan informed consent
sebagai bentuk persetujuan orang tua yang menyatakan kesediaan orang tua
terhadap proses penelitian yang dilakukan kepada anaknya.
Kelompok penelitian terdiri atas kelompok RPO dan kelompok kontrol.
Kelompok RPO adalah kelompok yang akan diberikan minyak goreng curah
dengan penambahan RPO, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang
diberikan minyak goreng curah tanpa penambahan RPO. Total responden
minimum adalah 28 anak (14 anak untuk masing-masing kelompok). Sebelum
intervensi, responden yang terpilih adalah 34 orang, yaitu 17 responden pada
kelompok RPO dan 17 responden pada kelompok kontrol. Terdapat tiga anak
yang dikeluarkan (drop out), yaitu dua anak dari kelompok RPO dan satu anak
dari kelompok kontrol. Hal itu dilakukan karena anak tidak memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, yaitu berumur 6 tahun, 10 tahun, dan orang tua tidak patuh
selama masa penelitian.
Intervensi pemberian minyak goreng dilakukan selama 8 minggu. Minyak
goreng diberikan kepada ibu responden dari kedua kelompok penelitian (kontrol
dan RPO) untuk digunakan dalam keluarga. Setiap rumah tangga memperoleh
minyak goreng sebanyak 1 kg per minggu (total 8 kg selama penelitian). Minyak
goreng yang diberikan selama intervensi dapat dilihat pada Gambar 2.

12

(a) Minyak goreng kontrol

(b) Minyak goreng RPO

Gambar 2 Minyak goreng intervensi
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil dengan frekuensi dua kali yaitu pada saat satu hari
sebelum intervensi dan satu hari setelah intervensi dengan melibatkan tenaga
medis dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Teknologi
Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, Bogor. Darah untuk analisis retinol diambil dari pembuluh darah vena.
Pengambilan darah dilakukan pada bulan Mei dan Juli 2013 dan selesai dianalisis
pada September 2013.
Pengukuran Status Gizi
Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mengetahui
status gizi responden. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak
digital dengan ketelitian 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan menggunakan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Pengukuran status gizi dilakukan pada
sebelum dan setelah intervensi oleh peneliti. Status gizi dinilai berdasarkan indeks
IMT/U dengan menggunakan standar baku Kemenkes 2012.
Analisis Retinol Serum
Analisis kadar retinol serum dilakukan dengan menggunakan metode
ektraksi (Concurrent Liquid Chromatographic Assay of Retinol). Metode ini
menggunakan prinsip serum diencerkan dengan larutan retinil asetat pada etanol,
larutan retinil asetat berperan sebagai standar dan etanol berperan mengendapkan
protein, yang membebaskan retinol, kemudian diekstraksi dengan heptana.
Ekstrak dievaporasi dalam nitrogen atmosfer dan residu dilarutkan dalam metanol
diklorometan. Retinol dipisahkan dengan menggunakan HPLC.
Jumlah serum yang digunakan untuk analisis retinol adalah sebanyak 100
µL. Analisis tersebut menggunakan alat HPLC dengan menginjeksi sampel secara
terpisah. Bahan yang digunakan antara lain serum, eksternal standar (retinil
asetat), internal standar (C23), metanol (MeOH), diklorometan (DCM), dan
heptana.

13

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data primer dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi
entry data, editing dan coding untuk melihat konsistensi informasi. Data yang
telah diverifikasi, diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan
dianalisis menggunakan software Statistical Program for Social Science (SPSS)
v.16.0 for Windows.
Analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif. Data identitas dan
karakteristik keluarga responden dianalisis dengan statistik deskriptif dan statistik
frekuensi. Alat uji yang digunakan adalah uji beda t-test, uji beda Mann Whitney,
dan uji beda berpasangan. Perbedaan kadar retinol serum dan status gizi kelompok
RPO dan kelompok kontrol baik pada awal intervensi maupun akhir intervensi,
dianalisis dengan uji beda yaitu uji t. Selain itu, uji t juga digunakan untuk
mengetahui perbedaan usia anak dan orang tua, pekerjaan dan pendidikan orang
tua, kondisi ekonomi, pengeluaran keluarga, dan asupan zat gizi, antara kelompok
RPO dan kelompok kontrol. Uji Mann Whitney digunakan untuk menganalisis
perbedaan tingkat kepatuhan ibu, konsumsi minyak, dan skor morbiditas anak. Uji
t berpasangan digunakan untuk melihat pengaruh intervensi terhadap kadar retinol
serum responden sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Apabila nilai p hasil
uji kurang dari 0,05 (α sebesar 5%) maka terdapat perbedaan yang signifikan
antara variabel yang dianalisis.

DEFINISI OPERASIONAL
Karakteristik Responden adalah ciri-ciri dan keadaan umum anak yang terkait
gizi, meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan lainlain.
Morbiditas adalah keadaan sakit atau terjadinya penyakit yang mengubah
kesehatan dan kualitas hidup anak.
Pola Konsumsi adalah bentuk atau susunan keragaman konsumsi pangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi setiap hari.
Retinol adalah vitamin A dalam bentuk alkohol yang diukur dengan satuan
g/dL, merupakan indikator status vitamin A
Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh responden (anak) yang diakibatkan
oleh konsumsi, penerapan, dan penggunaan zat gizi. Dalam hal ini, ditentukan
berdasarkan antropometri dengan menggunakan indeks IMT/U menurut standar
baku Kemenkes 2010.
Status Kesehatan adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan klinis yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah
intervensi.
Tingkat Konsumsi adalah tingkatan upaya pemanfaatan makanan dan minuman
yang biasa dikonsumsi sehari-hari merupakan gambaran pemenuhan kebutuhan
zat gizi responden

14

Kepatuhan Ibu adalah tingkatan ketaatan dan kedisiplinan orang tua atau
pengasuh responden untuk menggunakan minyak goreng penelitian dalam proses
pengolahan makanan minimal satu kali per hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran keadaan responden (anak
sekolah dasar) saat ini. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditentukan. Data karakteristik responden terdiri atas umur
responden, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, dan pengasuh anak selain
ibu.
Umur
Pada kedua kelompok penelitian responden mayoritas berumur delapan
tahun, yaitu sebesar 53.3% pada kelompok RPO dan 50% pada kelompok kontrol.
Kelompok RPO memiliki sebanyak lima responden (33.3%) berumur tujuh tahun
dan sebanyak dua orang (13.4%) berumur sembilan tahun dengan rata-rata umur
sebesar 7.8 ± 0.7 tahun. Kelompok kontrol memiliki responden berumur sembilan
tahun sebanyak lima orang (31.2%) dan sebanyak tiga orang (18.8%) berumur
tujuh tahun dengan rata-rata umur 8.1 ± 0.7 tahun. Uji statistik menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan umur yang nyata pada kedua kelompok tersebut
(p = 0.202).

Jenis Kelamin
Total responden penelitian adalah sebanyak 31 orang yang terdiri atas
responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 45.2% dan responden berjenis
kelamin perempuan sebesar 54.8%. Responden yang memenuhi kriteria inklusi
pada kelompok RPO adalah sebanyak 15 responden, antara lain sembilan orang
(60%) berjenis kelamin laki-laki dan enam orang (40%) berjenis kelamin
perempuan, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 16 responden, meliputi
responden laki-laki sebanyak lima orang (31.3%) dan responden perempuan
sebanyak 11 orang (68.7%) memenuhi kriteria inklusi. Jumlah responden pada
kedua kelompok tersebut telah memenuhi kriteria jumlah responden minimum
yaitu 14 orang. Data sebaran responden berdasarkan jenis kelamin pada kedua
kelompok tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok RPO dan
kelompok kontrol
RPO
Kontrol
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

n
9
6
15

%
60
40
100

n
5
11
16

%
31.3
68.7
100

15

Urutan Kelahiran Anak
Secara umum, responden anak merupakan anak pertama atau kedua di
dalam keluarga (29%). Urutan anak ketiga dan keempat memiliki proporsi yang
hampir sama dari keseluruhan responden, secara berturut-turut yaitu 16.1% dan
19.4%. Mayoritas responden kelompok RPO adalah anak pertama (40%),
sedangkan urutan anak terkecil adalah urutan kedua, yaitu hanya satu orang
responden (6.7%). Sebagian besar responden kelompok kontrol merupakan anak
kedua di dalam keluarga (50%), sedangkan urutan anak terkecil adalah urutan
anak ketiga, yaitu 12.4%. Sebanyak dua reponden anak (6.5%) dari total
responden merupakan anak dengan urutan ≥ 5. Responden tersebut tergolong
dalam kelompok RPO. Urutan kelahiran anak diduga dapat memengaruhi status
gizi anak. Hal ini terkait dengan pengalaman ibu dalam merawat anak (prenatal
dan postnatal care) pada pertama kehamilan mungkin berbeda dengan kehamilan
berikutnya. Selain itu, terdapat hubungan positif antara interval kelahiran dengan
status gizi anak (Rutstein 2005; Shahjada et al. 2014). Kozuki dan Walker (2013)
menyebutkan bahwa interval kelahiran yang rendah berhubungan dengan
tingginya mortalitas anak. Menurut hasil uji beda Mann Whitney, urutan kelahiran
anak antara kelompok RPO dan kelompok kontrol tidak berbeda (p = 0.396).
Sebaran responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok RPO dan
kelompok kontrol disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan urutan kelahiran anak pada kelompok
RPO dan kelompok kontrol
RPO
Kontrol
Total
Urutan
P value
anak
n
%
n
%
n
%
1
6
40.0
3
18.8
9
29.0
2
1
6.7
8
50.0
9
29.0
3
3
20.0
2
12.4
5
16.1
0.396
4
3
20.0
3
18.8
6
19.4
≥5
2
13.3
0
0.0
2
6.5
Pengasuh Anak Selain Ibu
Pengasuh responden merupakan salah satu variabel yang diteliti pada
penelitian ini. Tabel 5 merupakan sajian data sebaran responden berdasarkan
pengasuh anak (selain ibu) selama masa intervensi pada kedua kelompok
penelitian. Sebagian besar dari total responden penelitian diasuh oleh ibu (61.3%),
sisanya (38.7%) diasuh oleh orang lain, tetapi masih memiliki hubungan kerabat.
Orang lain yang dimaksud meliputi kakek/nenek, paman/bibi, kakak, dan anggota
keluarga lainnya. Selain ibu, responden sering diasuh oleh kakak (19.4%).
Terdapat satu anak (3.2%) yang diasuh oleh anggota keluarga lain, yaitu
responden pada kelompok RPO. WHO (2004) menyatakan bahwa interaksi antara
pengasuh dan anak penting bagi perkembangan kesehatan anak. Pengasuhan yang
baik berhubungan dengan peningkatan status gizi anak (Nti dan Lartey 2008).
Selain itu, karakteristik pengasuh juga dapat memengaruhi status gizi anak,
bahkan ketika status sosial ekonomi terkontrol. Beberapa karakterisitk pengasuh
yang berkaitan dengan hubungan anak-pengasuh meliputi umur, pengetahuan,

16

tahapan mental, dan hubungan perkawinan (WHO 2004). Hal tersebut diduga
menjadi faktor yang membedakan pola asuh pada anak antara ibu dan anggota
keluarga lain. Wanita (ibu) secara umum merupakan pengasuh utama di dalam
keluarga, menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjaga dan merawat anak
dari pada pria. Ibu memiliki kematangan umur, berpengalaman, dan mental lebih
stabil dibanding saudara (si anak), sehingga dapat memengaruhi pola asuh yang
diberikan. Penelitian lain menyebutkan bahwa dukungan keluarga (terutama
nenek) dapat membantu ibu dalam melaksanakan praktek pengasuhan anak
(Sharma dan Kanani 2006). Sebuah tren penting yang terlihat adalah nenek dapat
melakukan pengasuhan lebih seperti bermain dengan anak, menjaga anak tetap
bersih, dan memberi asupan makanan kepada mereka.
Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan pengasuh anak (selain ibu) pada
kelompok RPO dan kelompok kontrol
RPO
Kontrol
Total
Pengasuh anak
(selain ibu)
n
%
n
%
n
%
Tidak ada
8
53.3
11
68.8
19
61.3
Kakek/Nenek
1
6.7
1
6.2
2
6.5
Paman/Bibi
2
13.3
0
0.0
2
6.5
Kakak
2
13.3
4
25.0
6
19.4
Anggota
1
6.7
0
0.0
1
3.2
keluarga lain
Karakteristik Keluarga Responden
Karateristik keluarga responden yang diteliti meliputi umur, jenjang
pendidikan, jenis pekerjaan orang tua responden, jumlah anggota keluarga, dan
pengeluaran keluarga (pangan dan non pangan). Selain itu, penelitian ini juga
menilai pendapatan perkapita untuk menggambarkan kondisi ekonomi keluarga
responden.
Umur Orang Tua
Umur orang tua responden dibedakan menjadi empat rentang yaitu umur
20–30, 31–40, 41–50, dan >50 tahun. Secara keseluruhan, sebagian besar (55.2%)
ayah responden berumur 31 hingga 40 tahun. Terdapat satu ayah responden
kelompok RPO yang berumur lebih dari 50 tahun. Rata-rata total umur ayah
responden adalah 36.4 ± 6.6 tahun. Menurut Santrock (2003), umur ayah
responden berada pada rentang dewasa akhir. Hasil uji beda menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan antara umur ayah kelompok RPO dan kelompok kontrol
(p=0.774). Data sebaran responden berdasarkan umur ayah dari kedua kelompok
disajikan pada Tabel 6.

17

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan umur ayah pada kelompok RPO dan
kelompok kontrol
Umur
ayah
(tahun)
20-30
31-40
41-50
>50
Rata-rata
± SD

RPO

Kontrol

P value

Total

n

%

n

%

n

%

3
7
3
1

21.4
50.0
21.4
7.2

4
9
2
0

26.7
60.0
13.3
0.0

7
16
5
1

24.1
55.2
17.2
3.5

36.8 ± 7.1

36.1 ± 6.3

0.774

36.4 ± 6.6

Tabel 7 memperlihatkan bahwa mayoritas responden kedua kelompok
tersebut memiliki ibu berusia muda, yaitu pada rentang umur 20 30 tahun
(61.3%). Menurut Santrock (2003), umur ibu responden berada pada rentang
dewasa awal. Pada kedua kelompok penelitian tidak ditemukan ibu yang berumur
lebih dari 50 tahun. Rata-rata total umur ibu adalah 30.7 ± 5.8 tahun. Rata-rata
umur ibu kelompok RPO lebih tinggi dibanding rata-rata umur ibu kelompok
kontrol, berturut-turut yaitu 32.3 ± 7.1 tahun dan 29.1 ± 5.8 tahun. Umur ibu
antara kedua kelompok tersebut juga tidak berbeda (p=0.126).
Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur ibu pada kelompok RPO dan
kelompok kontrol
RPO
Kontrol
Total
P value
Umur ibu
(tahun)
n
%
n
%
n
%
20-30
7
46.7
12
75.0
19
61.3
31-40
6
40.0
4
25.0
10
32.3
0.126
41-50
2
13.3
0
0.0
2
6.4
Rata-rata
32.3 ± 7.1
29.1 ± 3.8
30.7 ± 5.8
± SD
Tingkat Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua merupakan masa tempuh belajar orang tua
yang terhitung sejak duduk di bangku sekolah dasar dalam kurun waktu tahun.
Jenis pendidikan yang ditempuh terdiri atas : tidak tamat SD, SD, SMP
(sederajat), dan SMA (sederajat). Tingkat pendidikan ayah responden hanya
mencapai bangku SD dengan presentase total sebesar 73.1%. Ayah berpendidikan
SD mendominasi baik di kelompok RPO maupun kelompok kontrol. Sebanyak 5
ayah (19.2%) tidak berhasil menuntaskan pendidikan sekolah dasar. Namun, pada
kedua kelompok tersebut terdapat seorang ayah yang menempuh pendidikan
hingga bangku SMU. Rata-rata total lama pendidikan yang ditempuh ayah adalah
6.0 ± 2.3 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan yang nyata
tingkat pendidikan ayah pada kedua kelompok tersebut (p>0.05).Tabel 8
menunjukkan sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah pada
kelompok RPO dan kelompok kontrol.

18

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah pada kelompok
RPO dan kelompok kontrol
RPO
Kontrol
Total
Pendidikan
P value
Ayah
n
%
n
%
n
%
Tidak
3
21.4
2
16.7
5
19.2
tamat SD
SD
10
71.5
9
75.0
19
73.1
0.762
SMP
0
0.0
0
0.0
0
0.0
SMU
1
7.1
1
8.3
2
7.7
Rata-rata ±
5.9 ± 2.5
6.3 ± 2.2
6.0 ± 2.3
SD
Tabel 9 menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak jauh berbeda dengan
pendidikan ayah, sebagian besar ibu menempuh pendidikan hingga bangku SD
(71.4%). Ibu dengan pendidikan tidak tamat SD lebih tinggi dibanding ayah, yaitu
sebesar 25%. Secara keseluruhan, pendidikan ibu tertinggi hanya mencapai
tingkat SMP, yaitu terdapat 1 orang pada kelompok kontrol. Rata-rata total lama
pendidikan ibu yaitu 5.6 ± 1.4 tahun. Tingkat pendidikan orang tua (terutama ibu)
dapat memengaruhi bentuk pola asuh orang tua yang berdampak pada status gizi
dan kesehatan anak. Srivastava et al. (2012) menyebutkan bahwa pendidikan ibu
merupakan predictor kuat dari status gizi anak. Semakin tinggi tinggi pendidikan
orang tua diduga semakin baik pula pengetahuan gizinya, sehingga status gizi
anak lebih terjamin (Astari et al. 2005). Orang tua dengan pendidikan yang tinggi
memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai peranan orang tua dalam
mengasuh anak. Omokhodion et al. (2003) menyatakan bahwa ibu dengan tingkat
pendidikan rendah dapat menempatkan anak pada risiko penyakit. Menurut uji
statistik, pendidikan ibu juga tidak memiliki perbedaan bermakna pada kedua
kelompok tersebut (p>0.05).
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu pada kelompok
RPO dan kelompok kontrol
RPO
Kontrol
Total
P value
Pendidikan
Ibu
n
%
n
%
n
%
Tidak
5
33.3
2
15.4
7
25.0
tamat SD
SD
10
66.7
10
76.9
20
71.4
0.685
SMP
0
0.0
1
7.7
1
3.6
SMU
0
0.0
0
0.0
0
0.0
Rata-rata ±
5.3 ± 1.6
5.9 ± 1.2
5.6 ± 1.4
SD
Jenis Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat
memengaruhi kemampuan sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, baik
kebutuhan pangan maupun non pangan. Pekerjaan orang tua dibedakan menurut

19

jenisnya terdiri atas, a) tidak berkerja, b) petani, c) pedagang, d) buruh tani, e)
buruh non tani, f) jasa, dan g) lainnya.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa lebih dari setengah total ayah responden
memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani (55.3%). Urutan kedua adalah
buruh non tani yaitu sebesar 17.3%. Pada kategori lainnya ditemukan sebanyak 3
orang ayah, sedangkan bidang jasa terdapat 2 orang ayah. Kategori pedagang,
petani, dan tidak berkerja memiliki proporsi yang sama yaitu 3.4%. Secara
keseluruhan, mayoritas ibu responden tidak berkerja (77.4%) atau sebagai ibu
rumah tangga. Beberapa ibu berprofesi sebagai pedagang (12.9%) dan buruh tani
(6.5%). Terdapat satu ibu responden kelompok kontrol yang tergolong kategori
lainnya. Ibu yang bekerja dapat meningkatkan pendapatan per kapita keluarga,
sehingga meningkatkan akses pangan dan kesehatan. Namun, ibu yang bekerja
dapat mengurangi waktu ibu untuk mengawasi dan mengurus anak, sehingga
dapat menurunkan status kesehatan anak (Gennetian et al. 2010