Korelasi Kadar Seskuiterpena dengan Mutu Gaharu Standar Nasional Indonesia

KORELASI KADAR SESKUITERPENA DENGAN MUTU
GAHARU STANDAR NASIONAL INDONESIA

FADLI AHMAD MUNTAQO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Korelasi Kadar
Seskuiterpena dengan Mutu Gaharu Standar Nasional Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2012
Fadli Ahmad Muntaqo
NIM G44080106

ABSTRAK
FADLI A MUNTAQO. Korelasi Kadar Seskuiterpena dengan Mutu Gaharu
Standar Nasional Indonesia. Dibimbing oleh SUMINAR S ACHMADI dan
GAYUH RAHAYU.
Gaharu (Aquilaria malaccensis) dengan 3 mutu perdagangan yang berbeda telah diidentifikasi
kadar seskuiterpenanya. Ketiga mutu gaharu tersebut, dari mutu terendah ke tertinggi ialah
kemedangan, super tanggung A, dan super A. Penentuan mutu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) pada komoditas ini hanya didasarkan pada sifat fisik secara kualitatif. Tujuan penelitian ini
ialah mendapatkan parameter kimia yang bersifat kuantitatif guna melengkapi parameter SNI yang
ada. Dalam langkah identifikasi, sampel gaharu diekstraksi dengan 2 jenis pelarut, yakni aseton
dan etil asetat. Identifikasi senyawa menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa
menunjukkan keberadaan senyawa seskuiterpena pada semua mutu gaharu. Kadar resin ekstrak
aseton dalam kemedangan, super tanggung A, dan super A berturut-turut adalah 8.5%, 13.3%, dan
19.9%. Kadar senyawa seskuiterpena ekstrak aseton untuk kemedangan, super tanggung A, dan
super A berturut-turut adalah 6.1%, 7.1%, dan 11.9%, dan untuk ekstrak etil asetat 5.4%, 9.6%,

dan 13.4%. Baik kadar resin maupun kadar senyawa seskuiterpena dalam ekstrak aseton secara
konsisten meningkat sesuai dengan peningkatan mutu gaharu komersial. Senyawa penciri yang
didapat pada semua mutu dan ekstrak gaharu adalah aromadendrena. Kadar aromadendrena
ekstrak aseton dari gaharu mutu terendah sampai tertinggi berturut-turut ialah 1.2%, 1.6%, dan
2.2%.
Kata kunci: gaharu, seskuiterpena, Standar Nasional Indonesia

ABSTRACT
FADLI A. MUNTAQO. Correlation between Sesquiterpene Content and Quality
of Agarwood Based on the Indonesia National Standard. Supervised by
SUMINAR S ACHMADI and GAYUH RAHAYU.
Sesquiterpene content of agarwoods (Aquilaria malaccensis) of 3 different commercial
grades, namely kemedangan, super tanggung A and, super A, representing low to high grades, has
been identified. However, parameters designated in Indonesia National Standard (SNI) are merely
qualitative, based on some physical properties of this commodity. The purpose of this study was to
obtain quantitative chemical parameters in order to complement the existing parameters of SNI. In
the identification step, agarwood samples were extracted using 2 different solvents, i.e. ethyl
acetate and acetone. Gas chromatography-mass spectrophotometer analyses indicated that
sesquiterpenes were present in all agarwood grades. Resin contents in acetone extract for
kemedangan, super tanggung A, and super A were 8.5%, 13.3%, and 19.9%, respectively.

Sesquiterpene content of acetone extract for kemedangan, super tanggung A, and super A were
6.1%, 7.1%, and 11.9%, respectively, and for ethyl acetate extract were 5.4%, 9.6%, and 13.4%.
Resin and sesquiterpene content in acetone extracts consistently increased corresponding to the
quality of commercial gaharu. A marker compound obtained in all the quality of agarwoods and
agarwood extract was aromadendrene. Aromadendrene content in acetone extract from the lowest
to the highest grades of commercial agarwoods were 1.2%, 1.6%, and 2.2%, respectively.
Keywords: agarwoods, Indonesia National Standard, sesquiterpene

KORELASI KADAR SESKUITERPENA DENGAN MUTU
GAHARU STANDAR NASIONAL INDONESIA

FADLI AHMAD MUNTAQO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi : Korelasi Kadar Seskuiterpena dengan Mutu Gaharu Standar
Nasional Indonesia
Nama
: Fadli Ahmad Muntaqo
NIM
: G440080106

Disetujui oleh

Prof Ir Suminar S. Achmadi, PhD
Pembimbing I

Dr Ir Gayuh Rahayu
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Korelasi Kadar Seskuiterpena dengan Mutu Gaharu Standar
Nasional Indonesia”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012 di Laboratorium Kimia Organik,
Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerjasama yang telah diberikan oleh Ibu Prof Ir Suminar S. Achmadi, PhD selaku
pembimbing I dan Ibu Dr Ir Gayuh Rahayu selaku pembimbing II. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Budi Arifin, MSi, Farid Anwar, SSi, dan
Farid Sidik, MSi atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian. Terima
kasih juga kepada Bapak Sabur dan Ibu Yenni Karmila atas bantuan yang telah
diberikan selama saya melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Organik.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, September 2012

Fadli A Muntaqo

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Oktober 1989 dari Ayah Irwan
dan Ibu Elin Lindrawati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan studi di SMAKBo pada tahun 2008. Pada tahun yang sama
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti masa perkuliahan penulis aktif dalam komunitas Capoeira
IPB. Selain itu, pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada
tahun 2009−2012, mata kuliah Kimia Organik D-3 Analisis Kimia pada tahun
2012, dan praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi pada tahun 2011−2012.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Ekstraksi Resin Gaharu
Identifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Resin Gaharu
Identitas Senyawa Berdasarkan GCMS
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
vii
vii
1

1
2
2
2
2
3
6
6
6
6
8

DAFTAR TABEL
1 Jumlah seskuiterpena yang terdeteksi untuk kedua ekstrak
2 Kadar seskuiterpena berdasarkan klasifikasi mutu berbeda (Anwar 2011)
3 Kadar seskuiterpena

3
5
5


DAFTAR GAMBAR
1 Kandungan resin untuk ekstrak „etil asetat‟ dan „aseton‟ gaharu
2 Struktur -gurjunen dan aromadendrena
3 Struktur seskuiterpena
4 Kadar aromadendrena pada gaharu ekstrak etil asetat dan ekstrak aseton

3
4
4
4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Standar mutu gaharu SNI No. 7631:2011

2 Kadar seskuiterpena berdasarkan jenis pelarut dan mutu

8
9


PENDAHULUAN
Gaharu (Aquilaria sp) merupakan salah satu komoditas hutan bukan kayu
(HHBK) yang bernilai tinggi, terutama bila dilihat dari harga yang spesifik
dibandingkan dengan komoditas lainnya. Gaharu mempunyai aroma yang wangi
dan khas sehingga gaharu telah lama diperdagangkan sebagai komoditas elit.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Asosiasi Gaharu Indonesia
(Asgarin) membedakan mutu gaharu dalam bentuk gubal, kemedangan, dan abu
gaharu (Lampiran 1). Gubal gaharu dibagi menjadi double super, super A, super
B, super tanggung A, dan super tanggung B. Kemedangan dibagi menjadi sabah,
kemedangan A, kemedangan B, tanggung C, kemedangan hijau, dan kemedangan
putih. Serbuk gaharu dibagi menjadi serbuk gubal dan serbuk kemedangan.
Penetapan mutu gaharu dari kedua standar tersebut dilakukan dengan mengamati
warna, bobot, dan aromanya.
Gubal gaharu menurut SNI memiliki warna hitam mengilat merata sampai
hitam tidak merata, bobot tenggelam sampai terapung dalam air, dan aroma wangi
halus sampai wangi saat dibakar. Kemedangan menurut SNI memiliki warna
cokelat kehitaman sampai putih keabu-abuan garis hitam tipis, bobot melayang
sampai terapung dalam air, dan aroma wangi sampai wangi pedas saat dibakar.
Serbuk gaharu menurut SNI memiliki warna hitam kecokelatan sampai putih
kecokelatan dan aroma wangi sampai agak wangi saat dibakar. Semua parameter

tersebut didasarkan pada pengamatan visual dan penciuman sehingga penetapan
mutu bersifat subjektif, bergantung pada keterampilan penguji dan berpotensi
menimbulkan perbedaan saat penentuan mutu gaharu. Oleh karena itu, perlu ada
parameter yang bersifat kuantitatif agar dalam menentukan mutu gaharu lebih
pasti.
Seskuiterpena merupakan salah satu komponen utama gaharu. Burfield
(2005) mengungkapkan 8 komponen seskuiterpena, yaitu α-agarofuran, (-)-10epi-δ-eudesmol, agarospirol, jinkohol, jinkoh-eremol, kusunol, jinkohol II, dan
okso-agarospiral. Ishihara et al. (1993) melaporkan pula bahwa ada 8 komponen
seskuiterpena yang berbeda dari Burfield (2005), yaitu (-)-selina-3,11-dien-14-al,
(+)-selina-4,11-dien-14-al, asam selina-3,11-dien-14-at, asam selina-4,11-dien-14at, 9-hidroksiselina-4,11-dien-14-at, (+)-1,5-epoksi-nor-ketoguaiena, dehidrojinkoh-eremol, dan neo-petasana. Penelitian terdahulu tidak mengaitkan
komponen seskuiterpena dengan mutu gaharu. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan gaharu yang berpotensi menentukan
standar mutu gaharu.

METODE
Penelitian ini terbagi dalam 2 tahap, yaitu tahap preparasi ekstraksi serta
identifikasi senyawa. Senyawa diidentifikasi menggunakan kromatografi gasspektrometri massa (GCMS) Shimadzu. Bahan yang digunakan adalah gaharu dari
pohon Aquillaria malaccensis yang terinfeksi secara alami dengan berbagai mutu,

dari yang terendah sampai tertinggi, yaitu kemedangan, super tanggung A, dan
super A. Gaharu berasal dari daerah Bangka dan diperoleh dari eksportir gaharu
CV. Aromindo.

Ekstraksi Resin Gaharu

Serbuk gaharu yang telah dihaluskan diekstraksi masing-masing dengan
aseton dan etil asetat. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan nisbah bobot
serbuk dan pelarut 1:10 selama 24 jam. Ekstrak kemudian dipekatkan. Ekstrak
pekat yang diperoleh merupakan oleoresin gaharu yang berwarna cokelat
kehitaman. Bobot oleoresin dapat diketahui dengan menimbang labu penguap
putar yang telah diketahui bobot kosongnya.

Identifikasi

Komponen kimia ekstrak pekat dianalisis dengan GCMS. Analisis GCMS
dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri. Proses
analisis menggunakan metode ionisasi serangan elektron (EI) pada kromatograf
gas GC-17A (Shimadzu) yang ditandem dengan spektrometer massa MS QP
5050A; kolom kapiler DB-5 ms (J&W) (silika 30 m × 250 µm × 0.25 µm); suhu
kolom 50 °C (0 menit) hingga 290 °C pada laju 15 °C/menit; gas pembawa
helium pada tekanan tetap 7.6411 psi, dan pangkalan data yang digunakan adalah
Wiley 7N tahun 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Resin Gaharu

Rendemen resin gaharu dapat diperoleh dari proses ekstraksi dengan pelarut
aseton atau etil asetat. Pelarut etil asetat dipilih berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Anwar (2011), sedangkan pelarut aseton dipilih berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Ishihara et al. (1991) dan Alkhathlan et al.
(2005). Pelarut etil asetat memberikan rendemen lebih rendah dibandingkan
dengan aseton. Kadar resin ketiga mutu gaharu (Gambar 1).
Penentuan rendemen resin gaharu sangatlah penting karena salah satu
indikator yang menentukan mutu suatu gaharu adalah kadar damar wangi yang
dikandungnya. Rendemen resin hasil ekstrak aseton berkorelasi dengan mutu
gaharu, semakin tinggi mutu gaharu rendemennya semakin tinggi, dengan kisaran
8.5-19.9% (Gambar 1). Semakin tinggi rendemen resin gaharu, semakin tinggi

damar wanginya. Sementara rendemen resin untuk ekstrak etil asetat bevariasi
pada ketiga mutu gaharu, dengan kisaran 8,12-8,40% (Gambar 1). Hal ini
menunjukan kemampuan ekstraksi etil asetat untuk resin kurang baik dari pada
aseton.

30
19,91

% 20
10

13,32
8,12

8,52

8,4

8,32

0
Kemedangan

Super tanggung A

Super A

Gambar 1 Kandungan resin untuk ekstrak „etil asetat‟ ( ) dan „aseton‟ ( )
gaharu
Identitas Senyawa Berdasarkan GCMS

Analisis GCMS menunjukkan adanya 41 senyawa seskuiterpena (Tabel 1)
pada kayu gaharu kualitas kemedangan, super tanggung A, dan super A yang
diekstraksi dengan etil asetat. Jumlah seskuiterpena yang terdeteksi pada resin
hasil ekstraksi dengan aseton lebih sedikit dari pada hasil ekstraksi dengan etil
asetat. Di antara senyawa-senyawa tersebut, ada 3 senyawa pada kemedangan, 2
senyawa pada super tanggung A, dan 9 senyawa pada super A yang terdeteksi
dengan kedua pelarut. Pada kemedangan, senyawa tersebut adalah α-agarofuran,
aromadendrena,
dan
3,5,8-trimetil-3a,4,4a,5,6,7,9,9a-oktahidroazuleno(6,5)furan-2(3H)-on (Lampiran 2). Pada super tanggung A, senyawa yang terdeteksi
dengan kedua pelarut adalah akorenon B dan aromadendrena, sedangkan pada
super A adalah α-agarofuran, aromadendrena, 2-(4a,8-dimetil-2,3,4,4a,5,6,7,8oktahidronaftalen-2-il)propan-2-ol, -eudesmol, -kosto, ledena, -selinena,
valensena, dan valerenal. Dengan demikian, hanya aromadendrena (Gambar 2)
yang selalu terdeteksi pada semua kualitas gaharu dan pada kedua pelarut.
Tabel 1 Jumlah seskuiterpena yang terdeteksi untuk kedua ekstrak
Jumlah seskuiterpena yang terdeteksi
Mutu gaharu
Yang sama pada
Etil asetat
Aseton
kedua pelarut
Kemedangan
11
12
3
Super tanggung A
11
5
2
Super A
19
17
9
Total
41
34
14
Aromadendrena (Gambar 2) merupakan senyawa seskuiterpena turunan dari
1,2,3,4,5,6,7,8-oktahidroazulena (Gambar 3). Bhuiyan et al. (2009) dan Anwar
(2011) menemukan isomer dari aromadendrena, yaitu -gurjunena (Gambar 2).
Perbedaan yang terlihat antara aromadendrena dan -gurjunena adalah adanya

cincin siklopropana pada aromadendrena, sedangkan pada -gurjunena tidak ada.
Cincin siklopropna ini sangat tidak stabil dan mudah terurai bila adanya panas.
Bhuiyan et al. (2009) dan Anwar (2011) melakukan ekstraksi dengan media panas
sehingga tidak adanya aromadendrena yang teridentifikasi. Kadar -gurjunena
yang diperoleh Bhuiyan et al. (2009) hanya 0.96%. Hal ini karena ekstraksi
dilakukan dengan pelarut air. Pada ekstrak aseton pada penelitian ini, kadar
aromadendrena meningkat dengan meningkatnya mutu gaharu (Gambar 4). Dari
hasil yang diperoleh tersebut, aromadendrena merupakan senyawa penciri dari
gaharu dan dapat dijadikan salah satu parameter untuk menentukan mutu gaharu.

-gurjunena

aromadendrena

Gambar 2 Struktur -gurjunena dan aromadendrena
a pada ekstrak etil asetat (

valensena
-kadinena

1,2,3,4,5,6,7,8-oktahidroazulena

1,2,3,4,4a,5,6,7-oktahidronaftalena

Gambar 3 Struktur seskuiterpena
%

Gambar 4 Kadar aromadendrena pada ekstrak etil asetat ( ) dan ekstrak aseton
( )gaharu
Selain aromadendrena, teridentifikasi pula senyawa -kadinena dan
valensena (Gambar 3) yang sebelumnya ditemukan juga oleh Bhuiyan et al.
(2009). Bhuiyan et al. (2009) menggunakan gaharu jenis A. agallocha dari
Bangladesh, jenis seskuiterpena lainnya yang ditemukan ialah kariofilena oksida,
-gurjunena, 4a,5-dimetil-3-(prop-1-en-2-il)-1,2,3,4,4a,5,6,7-oktahidronaftalena,
aromadendrena oksida, dan isolongifolen-5-on. Senyawa (-)-prezizanol (Gambar
4) merupakan isomer dari (-)-jinkohol. (-)-Jinkohol sebelumnya ditemukan pada

gaharu A. malaccenensis dari Indonesia (Burfield 2005). Seskuiterpena yang
terkandung dari gaharu jenis A. crassna dari Thailand adalah -selinena dan
selina-4,11-dien-14-al (Wetwitayaklung et al. 2009). Selina-4,11-dien-14-al juga
ditemukan pada gaharu jenis A. agallocha dari Vietnam (Ishihara et al. 1993).
Senyawa-senyawa seskuiterpena yang teridentifikasi merupakan turunan dari
1,2,3,4,5,6,7,8-oktahidroazulena seperti (-)-prezizanol dan 1,2,3,4,4a,5,6,7oktahidronaftalena seperti -kadinena dan valensena (Gambar 3).
Kadar seskuiterpena pada penelitian Anwar (2011) (Tabel 2) berkorelasi
dengan mutu gaharu, kecuali pada medang B. Gaharu medang B mengandung
kadar seskuiterpena lebih tinggi daripada gaharu medang A. Berdasarkan kadar
seskuiterpena, seharusnya kayu gaharu medang B memiliki mutu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kayu gaharu medang A. Kekeliruan dalam penentuan mutu
gaharu sering terjadi karena tidak ada parameter kuantitatif untuk menentukan
mutu. Kekeliruan ini akan sangat merugikan para petani gaharu karena perbedaan
harga antara medang A dan medang B bisa mencapai Rp300000 per kg
Tabel 2 Kadar seskuiterpena berdasarkan klasifikasi mutu berbeda (Anwar 2011)
Sampel
Seskuiterpena (%)
Medang B
0.88
Medang A
0.25
Teri B
2.68
Kacangan
5.46
B
Kadar senyawa seskuiterpena ketiga mutu gaharu untuk kedua ekstrak
(Tabel 3) memperlihatkan semakin tinggi mutu gaharu, kadar seskuiterpena yang
didapat semakin tinggi. Ekstrak etil asetat menghasilkan kadar seskuiterpena yang
lebih tinggi daripada ekstrak aseton. Namun, pada kemedangan kadar
seskuiterpena untuk ekstrak etil asetat lebih kecil daripada ekstrak aseton. Hal ini
terjadi karena jumlah resin pada kemedangan sedikit dan tidak merata di seluruh
material. Dari hasil yang diperoleh tersebut, kadar seskuiterpena dapat dijadikan
salah satu parameter untuk menentukan mutu gaharu.
Tabel 3 Kadar seskuiterpena
Seskuiterpena (%)
Mutu gaharu
Etil asetat
Aseton
Kemedangan
5.39
6.14
Super
9.55
7.10
tanggung A
Super A
13.41
11.91

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Mutu gaharu (super A, super tanggung A, dan kemedangan) berkorelasi
dengan rendemen ekstrak aseton. Semakin tinggi mutu suatu gaharu, semakin
tinggi rendemen ekstrak aseton yang dihasilkan, dengan kisaran 8.5−19.9%.
Kadar seskuiterpena berkorelasi dengan mutu gaharu (super A, super tanggung A,
dan kemedangan). Semakin tinggi mutu suatu gaharu, semakin tinggi kadar
seskuiterpena baik untuk ekstrak aseton maupun ekstrak etil asetat, dengan kisaran
6.1−11.9%, dan untuk ekstrak etil asetat 5.4−13.4%. Senyawa penciri yang dapat
dijadikan parameter untuk menentukan mutu gaharu adalah aromadendrena.
Kadar aromadendrena untuk ekstrak aseton meningkat dengan meningkatnya
mutu gaharu, dengan kisaran 1.2−2.2%.

Saran
Homogenitas sampel perlu diperhatikan dengan memperkecil ukuran
sampel. Kondisi ekstraksi yang disarankan oleh penulis adalah penggunan pelarut
aseton dan tidak menggunakan bantuan panas. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk sampel gaharu pada setiap mutu agar diketahui batas kadar seskuiterpena
dan aromadendrena setiap mutu gaharu. Selain itu, temuan dalam penelitian ini
masih perlu dimantapkan untuk mutu gaharu dari seluruh Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Alkhathlan HZ, Al-Hazimi HM, Al-Dhalaan FS, Mousa AA. 2005. Three 2-(2phenylethyl) chromones and two terpenes from agarwood. Nat Prod Res.
19(7):367-371.
Anwar F. 2011. Identifikasi komponen kimia empat tingkat mutu gaharu [skripsi].
Bogor(ID): Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Aza NMA et al. 2008. Comparison of chemical profiles of selected gaharu oils
from peninsular Malaysia. Anal Sci. 12(2):338-340.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Gaharu. SNI 7631:2011.
Bhuiyan MdNI, Jaripa B, Nurul HB. 2009. Analysis of essential oil of eaglewood
(A. agallocha) by gas chromatography mass spectrometry. Bangladesh J
Pharmacol. 4:24-28.
Burfield T. 2005. Agarwood Chemistry. [diunduh 3 Juli 2012]. Tersedia pada:
http://www.cropwat.org/Agarchem.html..

Ishihara M, Tsuneya T, Shiga M, Uneyama K. 1993. Three sesquiterpenes from
agarwood. Phytochemistry. 30(5):563-566.
Takemoto H, Ito M, Shiraki T, Yagura T, Honda G. 2008. Sedative effects of
vapor inhalation of agarwood oil and spikenard extract and identification of
their active components. J Nat Med. 62:41–46.
Wetwitayaklung P, Napaporn T, Juree C. 2009. Chemical constituents and
antimicrobial activity of essential oil and extracts of heartwood of Aquilaria
crassna obtained from water distillation and supercritical fluid carbon dioxide
extraction. Silpakorn U Sci. & Tech J. 3(1):25−33.
Yuan QS. 1995. Aquilaria spesies: in vitro culture and production of eaglewood
(agarwood). Di dalam: Bajaj YPS, editor. Biotechnology in Agriculture and
Forestry 33. Volume ke-15. New York(US): Springer. hlm 36-46.

Lampiran 1 Standar mutu gaharu SNI No. 7631:2011
Persyaratan mutu gubal gaharu
Mutu
Warna
Double
Hitam merata dan
super
mengilat
Hitam mengilat dan
Super A
tidak merata
Hitam, tidak
Super B
mengilat
Gubal
Super
gaharu
Tanggung
Hitam
A (under
water)
Super
tanggung A Hitam
(up water)

Bobot

Aroma (dibakar)

Tenggelam

Wangi halus

Tenggelam

Wangi lembut

Melayang

Wangi

Melayang

Wangi

Terapung

Wangi

Persyaratan mutu kemedangan

Cokelat kehitaman

Melayang

Aroma
(dibakar)
Wangi

Cokelat bergaris

Melayang

Wangi

Melayang

Wangi

Terapung

Wangi

Melayang

Wangi

Terapung

Wangi pedas

Mutu
Sabah
Kemedangan
A
Kemedangan
B
Kemedangan

TG. C
Kemedangan
hijau
Kemedangan
putih

Warna

Cokelat bergaris
putih tipis
Kecokelatan bergaris
putih lebar
Kecokelatan bergaris
hijau
Putih keabu-abuan
garis hitam tipis

Persyaratan mutu serbuk gaharu
Mutu
Serbuk gubal
Serbuk gaharu
Serbuk
kemedangan
Sumber: SNI No. 7631:2011

Bobot

Warna
Hitam kecokelatan

Aroma
Wangi

Putih kecokelatan

Agak wangi

Lampiran 2 Kadar seskuiterpena berdasarkan jenis pelarut dan mutu

Senyawa

Rt
(menit)

2-(4a,8-Dimetil-1,2,3,4,4a,5,6,7-oktahidronaftalen-2-il)-prop2-en-1-ol
8,9-Dehidro-neoisolongifolena
(-)-5-Epiprezizaena
4a,5-Dimetil-3-(prop-1-en-2-il)-1,2,3,4,4a,5,6,7oktahidronaftalena
-Selinena
-Kadinena

1.50

Aseton (%)
Super
Super
KemeA
tanggung dangan
A
8.8
-

Etil asetat (%)
Juga ditemukan di
negara
Super
Super
KemeA
tanggung dangan
A
- *Vietnam

6.72
6.94
7.17

0.4

-

-

-

1.7
0.7
-

7.17
7.27

0.5
0.7

-

-

13.3
-

-

Dihidro- -agarofuran
Elemol
α-Agarofuran

7.34
7.67
7.72

1.0
4.1

-

1.8

1.3
0.9
4.0

-

α-Guaiena

8.00

-

-

-

0.4

-

2-(4a,8-Dimetil-2,3,4,4a,5,6,7,8-oktahidronaftalen-2il)propan-2-ol
6-Isopropil-4,8α-dimetil-1,2,3,7,8,8a-heksahidronaftalena

8.13

1.3

-

-

1.3

-

8.13

10.6

-

-

-

-

1,1,4,7-Tetrametil-1a,β,γ,4,4a,5,6,7 -oktahidro-1Hsiklopropa[е]azulena
-Selinena

8.21

0.9

-

-

-

-

8.24

0.7

-

-

-

-

- *Bangladesh
- *Thailand;
*Bangladesh
- Thailand
- *Thailand;
*Bangladesh
- Cina
2.8 Malaysia; Thailand;
India; Singapura
- *Bangladesh ;Malaysia;
Thailand
- *Bangladesh:
*Thailand;*Malaysia
7.2 *Thailand;
*Bangladesh
- *Hongkong
- *Thailand

α-Amorfena
δ-Selinena
-Eudesmol

8.25
8.29
8.36

19.1

-

9.6
-

0.6
2.6

-

Dihidro-cis-α-kopaen-8-ol
Valensena
5 H,7 ,10α-Selina-4(19),11-diena

8.39
8.39
8.47

9.8
-

-

12.7
-

9.4
10.6

-

Selina-3,7(11)-diena

8.52

-

-

-

-

-

-Kadinena
Isolongifolena
(-)-Prezizanol
Kadina-1,4-diena

8.53
8.59
8.63
8.72

8.0
-

55.1
-

6.5
-

-

30.5
3.9

Ledena
Valerenal
Akorenon B
Aromadendrena
1-Metil-4-metilena-2-(2-metil-1-propen-1-il)-1vinilsikloheptana
cis-α-Bisabolena
4,8a-Dimetil-6-(prop-1-en-2-il)-3,5,6,7,8,8aheksahidronaftalen -2(1H)-on
Valerenol
-Kosto
(11S)-12-Hidroksi-7α-eudesm-4-en-6-on

8.73
8.81
8.82
8.87
8.87

4.9
5.4
18.6
-

6.9
21.8
-

19.9
-

5.1
3.9
9.5
2.2

3.6
26.8
-

8.91
9.07

-

-

-

3.4
-

2.9

-

9.07
9.20
9.22

5.3
-

-

5.7
-

1.9
19.0
-

2.5

-

- Thailand; *Bangladesh
18.6 Thailand
- Bangladesh; Malaysia;
Thailand; Kamboja;
Singapura
23.9 Bangladesh
- *Thailand;
*Bangladesh
8.9 *Thailand;
*Bangladesh
- Bangladesh
- Bangladesh
- Malaysia; Thailand
- *Bangladesh;
*Thailand
- *Hongkong
1.3 *Bangladesh
-

1,2-Dimetil-3,5-di(prop-1-en-il)sikloheksana
Isoaromadendrena epoksida
Vulgarol B
-Kariofilena
Nootkaton
4,6,6-Trimetil-2-(3-metilbuta-1,3-dienil)-3-oksatrisiklo[5.1.(2, 4)]oktana
Eremofilena

9.44
9.81
10.11
10.21
10.35
10.35

-

-

1.1
1.5
5.7
2.0
-

3.0

-

11.5
3.7

10.49

-

-

-

-

-

1-Metil-2,4-di(prop-1-en-2-il)-1-vinilsikloheksana
10.57
3,5,8-Trimetil-3a,4,4a,5,6,7,9,9a-oktahidroazuleno(6,510.72
9.6
)furan-2(3H)-on
Peruviol
10.80
Aromadendrena oksida-(2)
11.04
Germakrena B
11.15
7.0
2-(Hidroksimetil)-2,5,9-trimetilsikloundeka-4,8-dien-1-ol
11.50
9.2
1,1,4,7-Tetrametildekahidro-1H-sikloprop[e]azulena
11.52
1,4-Dimetil-7-(prop-1-en-2-il)-1,2,3,3a,4,5,6,711.55
oktahidroazulen-1-ol
(+)-Longisiklena
12.23
23.9
Keterangan: (-) tidak terdeteksi
(*) merupakan isomer dari senyawa yang ditemukan
Azah et al. (2008) menggunakan gaharu asal Malaysia
Bhuiyan et al. (2009) menggunakan gaharu asal Bangladesh
Ishihara et al. (1993) menggunakan gaharu asal Vietnam
Maheswari et al. dalam Yuan (1995) menggunakan gaharu asal India
Nagashima et al. dalam Yuan (1995) menggunakan gaharu asal Kamboja
Takemoto et al. (2008) menggunakan gaharu asal Hongkong

7.4
-

-

-

12.7
4.4
10.4

-

-

-

4.1

-

-

-

8.5 *Thailand;
*Bangladesh
9.5

Wetwitayakklung et al. (2009) menggunakan gaharu asal Thailand
Yang ang Ceng dalam Yuan (1995) mengunakan gaharu asal Cina
Yoneda et al. dalam Yuan (1995) menggunakan gaharu asal Singapura