The Influence Soil Ameliorants and Liquid Fertilizer on the Oil Palm Nurseries on Ultisol Jasinga

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN PEMBENAH TANAH DAN

PUPUK CAIR TERHADAP PEMBIBITAN TANAMAN

KELAPA SAWIT PADA ULTISOL JASINGA

Bobby Marshall

A14053900

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

SUMMARY

BOBBY MARSHALL. The Influence Soil Ameliorants and Liquid Fertilizer on

the Oil Palm Nurseries on Ultisol Jasinga. Under the supervision of GUNAWAN DJAJAKIRANA.

The soil ameliorant of Baode root is an useful microbe for improving the growth of plant. These microbes are classified into types of microbes that can produce PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) substances. The main microbe in Baode soil ameliorant is Bacillus laterosporus. In the soil, this bacteria is very useful to reduce the negative effects of pathogens. The Baode leaf is an organic compounds that contains the growth hormone, which are useful for increasing plant growth by regulating enzymes, improving photosynthesis, and reducing the negative impact of disease on plants. The liquid fertilizer of GD is an of organic compound which has 10% humic material. Humic material is a substance that can be extracted from various types of soil which contains C, N, and S elements higher than its origin material.

This research aims to look to the influence of Baode soil ameliorant and GD liquid fertilizer to the oil palm plant nurseries. In this research there were seven treatment groups namely KT, BTSM, BTR, BTSMS, BTRS, GR, GRS. The doses of Baode soil root material was 2 g/l to immerse the seeds and pour directly into the soil and 1 g/l of Baode leaf to spray the leaf. The doses of GD liquid fertilizer was 2 ml/l to immerse the seeds and 1 ml/l to spray the leaf. The basic fertilizers were Urea 0.81 g/polybag, SP18 1.8 g/polybag, and technical KCl 0,4 g/polybag. The media that were used to plant were 11,52 kg/polybag (BKU) of Ultisol Jasinga with 208, 46 g/polybags compost and 42,4 g/polybags lime.

The results from the analysis of covariance showed that the treatment from the Baode soil material and GD liquid fertilizer have a significant effect in some of the results that has been analyzed and the parameters that were observed in the field. On the 3 MAP (Month after Planting) yields of crops, BTRS and BTR treatments have the best growth, but when entering the age of 6 MAP the best treatments were found in GR, GRS, BTR, BTRS. The plant growth in the GR treatment practically the best if seen from its height, as seen from the early days of planting. The condition of plant roots during 3 MAP, KT treatment had the best


(3)

length of roots. This condition changed when the plants were 6 MAP, GRS treatment has the best length of root among other treatments. The highest value of total dry weight of plants at 3 MAP was in BTRS treatment that was 2,25 g/polybag, whereas in 6 MAP was in the GR treatment that was 19,57 g/polybag. The highest value of plant nutrient uptake at 3 MAP was the element of N, P and K contained in the BTRS treatment, while at 6 MAP found in GR treatments. The high values of absorption on these two treatments were because their values on the dry weight were high. This was caused by the effect of the growth hormone on leaf Baode soil material and GD liquid fertilizer and the influence of B. laterosporus that exists on the root Baode soil material and growth hormones and enzymes which was found on the Baode leaf material.


(4)

RINGKASAN

BOBBY MARSHALL. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk

Cair terhadap Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit pada Ultisol Jasinga. Di bawah bimbingan GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Bahan pembenah tanah Baode akar merupakan mikrob yang berguna untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Mikrob ini termasuk ke dalam mikrob yang dapat memproduksi sejenis PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Mikrob utama yang terkandung dalam bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus. Bakteri B. laterosporus dalam tanah dapat berfungsi untuk mengurangi pengaruh buruk dari mikrob–mikrob patogen. Bahan pembenah tanah Baode daun merupakan senyawa organik yang berisi hormon pertumbuhan yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan dengan mengatur enzim, meningkatkan fotosintesis, dan mengurangi dampak negatif dari penyakit pada tanaman. Pupuk cair GD merupakan senyawa organik yang mengandung 10% bahan humat. Bahan humat merupakan suatu senyawa yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah di mana senyawa ini mengandung unsur C, N, dan S yang lebih tinggi dari bahan asalnya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD terhadap pembibitan tanaman kelapa sawit. Dalam penelitian ini terdapat tujuh kelompok perlakuan percobaan yakni KT, BTSM, BTR, BTSMS, BTRS, GR, GRS. Dosis bahan pembenah tanah Baode akar yang digunakan sebesar 2 g/l untuk merendam bibit dan disiram langsung ke tanah. Baode daun yang diberikan sebesar 1 g/l untuk disemprotkan ke daun. Dosis pupuk cair GD yang digunakan sebanyak 2 cc/l untuk merendam bibit dan 1 cc/l untuk disemprotkan ke daun. Pupuk dasar yang diberikan adalah urea 0.81 g/polibag, SP18 1.8 g/polibag, dan KCl teknis 0.4 g/polibag. Media tanam yang di gunakan adalah ultisol Jasinga seberat 11.52 kg/polibag (BKU) dengan 208, 46 g/polibag kompos dan 42.4 g/polibag kaptan.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD berpengaruh nyata terhadap beberapa hasil analisis dan parameter yang diamati di lapang. Pada hasil panen tanaman 3


(5)

BST, perlakuan BTRS dan BTR mempunyai pertumbuhan paling baik, namun saat memasuki umur 6 BST perlakuan paling baik ada pada perlakuan GR, GRS, BTR, BTRS. Pertumbuhan tanaman pada perlakuan GR terbilang paling baik yang terlihat dari tinggi tanamannya, yang terlihat dari semenjak masa awal tanam. Pada kondisi perakaran tanaman saat 3 BST, perlakuan KT memiliki panjang perakaran paling baik. Kondisi tersebut berubah pada saat tanaman berumur 6 BST, perlakuan GRS memiliki panjang akar paling baik di antara perlakuan lain. Nilai bobot kering total tertinggi tanaman pada 3 BST terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 2.25 g/polibag, sedangkan pada tanaman 6 BST terdapat pada perlakuan GR sebesar 19.57 g/polibag. Nilai serapan hara tanaman pada 3 BST tertinggi pada unsur N, P, dan K terdapat pada perlakuan BTRS, sedangkan pada tanaman 6 BST terdapat pada perlakuan GR. Tingginya nilai serapan kedua perlakuan tersebut dikarenakan tingginya nilai bobot kering pada perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari hormon pertumbuhan yang terdapat pada bahan pembenah tanah Baode daun dan pupuk cair GD serta pengaruh dari B. laterosporus yang terdapat pada bahan pembenah tanah Baode akar dan hormon serta enzim pertumbuhan yang terdapat pada bahan pembenah tanah Baode daun.


(6)

PENGARUH PEMBERIAN BAHAN PEMBENAH TANAH DAN

PUPUK CAIR TERHADAP PEMBIBITAN TANAMAN

KELAPA SAWIT PADA ULTISOL JASINGA

Bobby Marshall

A14053900

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk Cair terhadap Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit pada Ultisol Jasinga

Nama Mahasiswa : Bobby Marshall

NRP : A14053900

Disetujui :

Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc NIP. 19580824 198203 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1987. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Zulkifli Bermawi dan Devy Indasari. Penulis memulai pendidikannya di SD Pembangunan Jaya Bintaro Tangerang pada tahun 1994-1999, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPI Al–Azhar 3 Bintaro Tangerang. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 101 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dari Yayasan Kabogo Asri Pekanbaru Riau. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, mayor Manajemen Sumberdaya Lahan.

Selama menjalani pendidikan di IPB Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Biologi Tanah pada tahun ajaran 2008/2009 dan Asisten Praktikum Bioteknologi Tanah di tahun ajaran 2008/2009.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul

Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk Cair terhadap

Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit pada Ultisol Jasinga, sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Atas selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc selaku pembimbing skripsi pertama

yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan motivasi selama menjalani penelitian, dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

5. Bapak Bintoro dari PT. Biotech Indonesia yang telah menyediakan bahan pembenah tanah Baode akar dan daun serta biaya penelitian ini.

6. Staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan motivasi selama penelitian.

7. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa studi ini masih banyak terdapat kekurangan, tetapi penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, September 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

1.4. Hipotesis ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Kelapa Sawit ... 4

2.1.1. Akar ... 4

2.1.2. Batang ... 4

2.1.3. Daun ... 5

2.2. Persyaratan Tumbuh ... 5

2.2.1. Iklim ... 5

2.2.2. Tanah ... 6

2.2.3. Pembibitan ... 6

2.3. Ultisol ... 7

2.4. Bahan Pembenah Tanah Baode ... 7

2.4.1. Bacillus ... 8

2.5. Pupuk Cair GD ... 9

2.6. Pemupukan ... 9

2.6.1. Pemupukan Daun ... 10

2.7. Bahan Organik ... 10

2.8. Unsur Hara Makro ... 11

2.8.1. Unsur N... 11

2.8.2. Unsur P ... 11

2.8.3. Unsur K... 12

2.8.4. Unsur Na ... 13

2.8.5. Unsur Ca ... 13

2.8.6. Unsur Mg ... 14

2.9. Unsur Hara Mikro ... 14

2.9.1. Unsur Fe ... 14

2.9.2. Unsur Cu ... 14


(11)

2.9.4. Unsur Mn ... 15

2.10. pH Tanah ... 15

2.11. Salinitas Tanah ... 16

2.12. Pemberian Kapur ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 17

3.1. Waktu dan Lokasi ... 17

3.2. Bahan dan Alat ... 17

3.3. Metode Penelitian ... 17

3.3.1. Kegiatan Penelitian di Lapang ... 17

3.3.1.1. Persiapan Tanah ... 17

3.3.1.2. Penanaman ... 18

3.3.1.3. Pemupukan ... 18

3.3.1.4. Pemeliharaan dan Pengamatan ... 19

3.3.1.5. Panen ... 19

3.3.1.6. Analisis Tanah dan Jaringan Tanaman ... 19

3.3.1.7. Rancangan Peneltian ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Sifat Kimia Ultisol ... 20

4.2. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanah ... 20

4.3. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, Mn pada Tanah ... 22

4.4. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Na, Ca, Mg, C–organik pada Tanah…. ... 24

4.5. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap pH dan EC pada Tanah ... 26

4.6. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 27

4.7. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Tinggi Tanaman ... 29

4.8. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Panjang Akar Tanaman ... 30

4.9. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Bobot Kering Tanaman ... 31

4.10. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kadar Hara N, P, K pada Tanaman ... 33

4.11. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Tanaman ... 36

4.12. Penentuan Metode Aplikasi yang Paling Efektif ... 41


(12)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43 5.1. Kesimpulan ... 43 5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Hasil Analisis Awal Ultisol Jasinga ... 20

2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanah ... 22

3. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, dan Mn pada Tanah ... 24

4. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Na, Ca, Mg, dan C–organik pada

Tanah ... 25

5. pH dan EC pada Tanah 3 BST dan 6 BST ... 27

6. Bobot Kering Bagian Atas dan Akar pada Tanaman 3 BST dan

6 BST ... 32

7. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanaman 3 BST ... 35

8. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanaman 6 BST ... 36

9. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Bagian Atas dan Akar

Tanaman Umur 3 BST ... 38

10. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Serapan Hara N, P, K pada Bagian Atas dan Akar

Tanaman umur 6 BST ... 40

11. Pengaruh Jenis Aplikasi Pemberian Perlakuan terhadap Bobot


(14)

Lampiran

1. Analisis ragam N pada tanah 3 BST ... 48

2. Analisis ragam N pada tanah 6 BST ... 48

3. Analisis ragam P pada tanah 3 BST ... 49

4. Analisis ragam P pada tanah 6 BST ... 49

5. Analisis ragam K pada tanah 3 BST ... 50

6. Analisis ragam K pada tanah 6 BST ... 50

7. Analisis ragam N pada bagian atas 3 BST ... 51

8. Analisis ragam N pada bagian atas 6 BST ... 51

9. Analisis ragam P pada bagian atas 3 BST ... 52

10. Analisis ragam P pada bagian atas 6 BST ... 52

11. Analisis ragam K pada bagian atas 3 BST ... 53

12. Analisis ragam K pada bagian atas 6 BST ... 53

13. Analisis ragam N pada akar 3 BST ... 54

14. Analisis ragam N pada akar 6 BST ... 54

15. Analisis ragam P pada akar 3 BST ... 55

16. Analisis ragam P pada akar 6 BST ... 55

17. Analisis ragam K pada akar 3 BST ... 56

18. Analisis ragam K pada akar 6 BST ... 56

19. Analisis ragam Ec pada tanah 3 BST ... 57

20. Analisis ragam Ec pada tanah 6 BST ... 57

21. Analisis ragam bobot basah pada bagian atas 3 BST ... 58

22. Analisis ragam bobot basah pada bagian atas 6 BST ... 58

23. Analisis ragam bobot basah pada akar 3 BST ... 59

24. Analisis ragam bobot basah pada akar 6 BST ... 59

25. Analisis ragam bobot basah total 3 BST ... 60

26. Analisis ragam bobot basah total 6 BST ... 60

27. Analisis ragam bobot kering pada bagian atas 3 BST ... 61

28. Analisis ragam bobot kering pada bagian atas 6 BST ... 61

29. Analisis ragam bobot kering pada akar 3 BST ... 62


(15)

31. Analisis ragam bobot kering total 3 BST ... 63

32. Analisis ragam bobot kering total 6 BST ... 63

33. Analisis ragam Fe pada tanah 3 BST ... 64

34. Analisis ragam Fe pada tanah 6 BST ... 64

35. Analisis ragam Cu pada tanah 3 BST ... 65

36. Analisis ragam Cu pada tanah 6 BST ... 65

37. Analisis ragam Zn pada tanah 3 BST ... 66

38. Analisis ragam Zn pada tanah 6 BST ... 66

39. Analisis ragam Mn pada tanah 3 BST ... 67

40. Analisis ragam Mn pada tanah 6 BST ... 67

41. Analisis ragam Na pada tanah 3 BST ... 68

42. Analisis ragam Na pada tanah 6 BST ... 68

43. Analisis ragam Ca pada tanah 3 BST ... 69

44. Analisis ragam Ca pada tanah 6 BST ... 69

45. Analisis ragam Mg pada tanah 3 BST ... 70

46. Analisis ragam Mg pada tanah 6 BST ... 70

47. Analisis ragam C–organik pada tanah 3 BST ... 71

48. Analisis ragam C–organik pada tanah 6 BST ... 71

49. Analisis ragam serapan hara K pada akar 3 BST ... 72

50. Analisis ragam serapan hara K pada akar 6 BST ... 72

51. Analisis ragam serapan hara K pada bagian atas 3 BST ... 73

52. Analisis ragam serapan hara K pada bagian atas 6 BST ... 73

53. Analisis ragam serapan hara N pada akar 3 BST ... 74

54. Analisis ragam serapan hara N pada akar 6 BST ... 74

55. Analisis ragam serapan hara N pada bagian atas 3 BST ... 75

56. Analisis ragam serapan hara N pada bagian atas 6 BST ... 75

57. Analisis ragam serapan hara P pada akar 3 BST... 76

58. Analisis ragam serapan hara P pada akar 6 BST... 76

59. Analisis ragam serapan hara P pada bagian atas 3 BST... 77

60. Analisis ragam serapan hara P pada bagian atas 6 BST... 77

61. Analisis ragam serapan hara K total 3 BST ... 78


(16)

63. Analisis ragam serapan hara N total 3 BST ... 79

64. Analisis ragam serapan hara N total 6 BST ... 79

65. Analisis ragam serapan hara P total 3 BST ... 80

66. Analisis ragam serapan hara P total 6 BST ... 80


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. ... P

engaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 3 Bulan ... 28

2. ... P engaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD

terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 6 Bulan ... 28

3. ... T inggi Tanaman Umur 1 – 6 BST ... 29 4. ... P

anjang Akar Panen 3 BST ... 30

5. ... P

anjang Akar Panen 6 BST ... 31

6. ... U

lat Dasychira inclusa Walker dan Tanaman yang Terserang Hama


(18)

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang dapat digunakan untuk minyak makanan, minyak industri, maupun minyak bahan bakar nabati (biodiesel). Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas penting sebagai penghasil devisa utama minyak nabati baik untuk keperluan dalam negeri maupun luar negeri, hal inilah yang menyebabkan kelapa sawit menjadi tanaman perkebunan paling diunggulkan saat ini.

Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu di antaranya adalah bahan perbanyakan tanaman berupa bibit, untuk itu perlu tindakan kultur teknis atau perawatan bibit yang baik antara lain dengan jalan pemupukan pada waktu di pembibitan awal dan di pembibitan utama (Balai Informasi Pertanian, 1992).

Kualitas dari bibit yang baik tidak hanya ditentukan oleh sifat genetik bibit itu sendiri, tetapi juga berasal dari pengelolaan bibit tersebut hingga siap tanam di lahan. Salah satu tindakan untuk meningkatkan kualitas bibit tersebut adalah dengan melakukan pemupukan. Salah satu contoh dari bahan yang dapat digunakan dalam pemupukan adalah pemberian bahan pembenah tanah Baode akar dan daun serta pupuk cair GD. Bahan pembenah tanah adalah bahan–bahan sintetis atau bahan alami, organik ataupun mineral berbentuk padat dan cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Bahan pembenah tanah Baode merupakan sejenis PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang berfungsi sebagai bahan perangsang pertumbuhan yang bahan dasarnya adalah mikroba atau bakteri. Menurut Glick et al. (1999), PGPR dapat memberi dampak dan respon terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Secara tidak langsung, PGPR dapat mengurangi dampak negatif dari bakteri ataupun mikroba lain yang dapat merugikan dan menghambat pertumbuhan pada


(19)

tanaman. Dampak yang diberikan secara langsung oleh PGPR adalah dapat meningkatkan serapan hara dan pertumbuhan tanaman.

Mikroba yang menjadi bahan dasar dari bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus. Menurut World Intellectual Property Organization (1996), B. laterosporus dapat berfungsi untuk menjaga alkalinitas pada tanah, meningkatkan fiksasi hara pada tanaman, mengurangi jumlah bakteri coliform, dan menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur patogen pada tanaman.

Pupuk cair GD merupakan pupuk yang diformulasikan oleh staf DITSL yang berisi suatu senyawa organik yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan. Pupuk cair GD terbuat dari 10 % bahan humat. Bahan humat adalah suatu senyawa berwarna gelap yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah dengan berbagai pereaksi serta tidak larut dalam asam (Andalasari, 1997). Bahan humat mempunyai kandungan unsur C, N dan S yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Kadar N bahan humat berkisar 2-5 %, sedangkan kadar S sekitar 0.1-1.9 %. Bahan humat tidak hanya mengandung hara makro C, H, N dan S tetapi juga mengandung unit aromatik dan alifatik, dengan total kemasaman yang dipengaruhi oleh kandungan gugus fenol karboksil (Tan, 2000).

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membandingkan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk GD terhadap pertumbuhan pada pembibitan tanaman kelapa sawit dan menentukan cara pemberian yang tepat pada pembibitan tanaman kelapa sawit.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat yakni :

1. Mampu meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit. 2. Mampu menghindarkan bibit tanaman kelapa sawit dari penyakit.

3. Memberikan nutrisi tambahan yang tidak terdapat pada pupuk konvensional.


(20)

1.4. Hipotesis

1. Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD dapat memberikan respon positif terhadap pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit (tinggi tanaman, panjang akar, dan bobot kering), serta meningkatkan kadar N, P, dan K pada tanaman.

2. Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD dapat meningkatkan kadar hara makro dan mikro tambahan pada tanah.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa sawit

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli di Indonesia dan baru ditanam secara komersil pada tahun 1911. Nama latin dari kelapa sawit adalah Elaeis guineensis Jacq, berasal dari kata Elation yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, sedangkan Guineensis berasal dari Guinea (pantai Barat Afrika), dan Jacq berasal dari nama seorang Botanist Amerika Jacquin.

Berikut adalah klasifikasi Elaeis guineensis (Pahan, 2006): Divisi : Embryophyta Siphonagama

Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae ) Subfamili :Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : 1. E. guineensis Jacq

2. E. oleifera (H.B.K) Cortes 3. E. odora

2.1.1. Akar

Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar tersebut akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuartener. Fungsi utama dari akar adalah menyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara (Tim Penulis PS, 1999).

2.1.2. Batang

Batang pada tanaman berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, sehingga tanaman tersebut pada umumnya tidak berkambium yang menyebabkan pada umumnya batangnya menjadi tidak bercabang. Tinggi batang bertambah kira–kira 45 cm/tahun, tetapi dalam kondisi lingkungan yang sesuai dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan adalah 15 – 18 m, sedangkan di alam dapat mencapai 30


(22)

m. Tinggi tanaman di perkebunan dibatasi dikarenakan untuk memudahkan pekerja kebun untuk memetik buahnya (Tim Penulis PS, 1999).

2.1.3. Daun

Daun kelapa sawit mempunyai susunan daun majemuk. Daun–daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 – 9 m. Tanaman kelapa sawit yang tumbuh dengan normal mempunyai daun berjumlah 40 – 60 buah (Tim Penulis PS, 1999).

2.2. Persyaratan Tumbuh 2.2.1. Iklim

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar 12° LU - 12° LS. Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre-nursery. Kelapa sawit pada umumnya tumbuh pada ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut, dengan ketinggian optimal pada 0 – 400 m dpl. Kecepatan angin 5 – 6 km/jam sangat baik dalam proses penyerbukan, apabila angin bertiup terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring.

Temperatur untuk pertumbuhan yang optimal pada suhu 24 – 28 °C, dengan suhu terendah 18°C dan tertinggi 32°C. Kelembaban 80 % dengan lama penyinaran matahari 5 – 7 jam/hari. Kelembaban rata–rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit, hal ini juga ada hubungannya dengan rendahnya lama penyinaran matahari. Apabila lama penyinaran matahari kurang dari 5 jam/hari, dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit, dan lain–lain (Lubis, 1992). Menurut Setyamidjaja (1991), budidaya tanaman kelapa kelapa sawit di pulau Jawa berkembang di daerah Banten Selatan yang keadaan iklimnya relatif cukup basah. Sedangkan di pulau Jawa bagian timur, yang musim kemaraunya tegas dan berlangsung selama 4 – 5 bulan, kurang cocok untuk kelapa sawit. Pada keadaan iklim demikian, produksi buah menjadi tidak merata. Witjaksana et al. (2005a) berpendapat bahwa kekeringan akan memberikan dampak terhadap aktivitas fisiologis, pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman.


(23)

Menurut Pahan (2006), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman dalam hidupnya, yaitu (1) innate, (2) induce, dan (3) enforce. Faktor innate merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat genetik dari tanaman, di mana faktor ini bersifat mutlak dan sudah ada semenjak terbentuknya embrio dalam biji. Faktor induce adalah faktor yang mempengaruhi ekspresi dari sifat genetik yang terkait dengan keadaan buatan manusia, seperti pemberian pupuk tepat dosis. Faktor enforce adalah faktor lingkungan atau alam yang dapat merangsang ataupun menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman.

2.2.2. Tanah

Menurut Setyamidjaja (1991), kelapa sawit dapat tumbuh pada bebagai jenis tanah, akan tetapi agar pertumbuhannya lebih optimal harus memerlukan tanah sesuai. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah jenis Latosol, Podsolik Merah Kuning, dan Aluvial yang kadang–kadang meliputi tanah gambut dan muara sungai. Meskipun demikian, kemampuan produksi kelapa sawit pada tiap jenis tanah tidaklah sama.

Sifat–sifat fisika dan kimia yang harus dipenuhi agar kelapa sawit dapat tumbuh dengan optimal adalah :

1. Drainase yang baik dan permukaan air tanah yang cukup dalam. 2. Solum yang cukup dalam.

3. Reaksi tanahnya masam dan pH berkisar antara 4 – 6.

2.2.3. Pembibitan

Pertumbuhan bibit adalah suatu periode yang paling menentukan keberhasilan tanaman dalam mencapai pertumbuhan yang paling baik pada pembibitan. Pembibitan tanaman kelapa sawit adalah suatu kegiatan budidaya pada benih (kecambah) atau hasil kultur jaringan kelapa sawit untuk menyiapkannya agar dapat hidup dan tumbuh berkembang normal disertai dengan karakteristik yang dikehendaki (seleksi) saat ditanam di areal penaman (Ratnawati et al., 2006).

Sistem pembibitan kelapa sawit umumnya terdiri dari dua sistem pembibitan, yaitu sistem pembibitan di lapang dan sistem pembibitan di polythene


(24)

(polibag). Sistem pembibitan di polibag terdiri dari dua macam, yaitu sistem pembibitan polibag satu tahap dan sistem pembibitan dua tahap. Pada sistem pembibitan dua tahap terdapat adanya pembibitan pendahuluan dan pembibitan utama. Sistem pembibitan satu tahap umumnya direkomendasikan untuk jumlah bibit yang tidak terlalu banyak, terutama untuk keperluan replanting (Pahan, 2006).

2.3. Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran cukup luas. Ultisol dapat berkembang dari bebagai bahan induk yang bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Sarief (1984) berpendapat bahwa ultisol memiliki banyak faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman. Faktor penghambat tersebut adalah kemasaman tanah yang tinggi, keracunan akan unsur aluminium (Al), rendahnya kandungan unsur P, Mg, dan bahan organik. Ginting dan Rahutomo (2007) berpendapat bahwa tanah marjinal memiliki masalah terhadap ketersediaan unsur hara P, ini dikarenakan adanya fiksasi unsur P oleh ion–ion logam seperti Al, Fe, dan Mn sehingga unsur P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Salah satu cara untuk mengatasi faktor penghambat ini di antaranya dengan pemberian kapur.

Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Di Indonesia, Ultisol umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri.

2.4. Bahan Pembenah Tanah Baode

Bahan pembenah tanah Baode terdiri dari dua jenis, yaitu Baode akar dan Baode daun. Bahan pembenah tanah Baode daun adalah suatu senyawa organik yang berisikan hormon–hormon dan enzim pertumbuhan. Bahan pembenah tanah Baode daun ini berfungsi untuk mengatur reaksi enzim, meningkatkan


(25)

fotosintesis, memberikan berbagai nutrisi untuk mendorong pertumbuhan, meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Bahan pembenah tanah Baode akar adalah suatu senyawa organik yang berbahan dasar mikrob. Bahan pembenah tanah Baode akar adalah sejenis Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Plant Growth Promoting Rhizobacteria adalah sejenis bakteri yang hidup di daerah perakaran yang memberi keuntungan dalam proses fisiologi dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, PGPR juga mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar dengan meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi, dan tembaga, serta mampu mengurangi penyakit dan kerusakan oleh serangga.

Bahan pembenah tanah Baode akar merupakan bakteri aktif yang diproduksi dalam keadaan dorman yang berasal dari strain utama hasil dari teknologi terkonsentrasi dan fermentasi. Bakteri yang terdapat dalam bahan pembenah tanah Baode tersebut terdapat dalam jumlah banyak, cepat bereproduksi, dan mempunyai ketahanan hidup yang cukup tinggi. Bakteri tersebut berguna dalam memilih dan mengatur fungsi akar dalam penyerapan dan pengeluaran nutrisi. Dalam prosesnya, bakteri tersebut menyerap nutrisi dan oksigen, menahan sekresi zat aktif, dan membentuk lapisan pelindung di sekitar akar, mencegah berkembangnya bakteri dan mikroba yang merugikan dalam daerah perakaran. Hasilnya adalah penyakit yang ditularkan lewat tanah akan berkurang dan ketahanan akan penyakit pada tanaman akan lebih meningkat. Jenis bakteri yang terdapat pada bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus.

2.4.1. Bacillus

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang paling dominan keberadaannya di dalam tanah. Jumlahnya mungkin sama dengan satu setengah dari biomassa mikroba dalam tanah. Marga Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri yang mempunyai berbagai macam kemampuan yang dapat dikembangkan dalam skala industri. Campbell (1985) berpendapat bahwa, bibit yang diinokulasikan bakteri seperti Azotobacter, Clostridium, Bacillus, dan lain– lain dapat meningkatkan hasil panen di kebun. Bacillus merupakan bakteri yang


(26)

berbentuk batang yang dapat dijumpai di tanah dan air laut. Populasi Bacillus dalam tanah terbilang cukup sedikit (Subba Rao, 1977).

2.5. Pupuk Cair GD

Pupuk cair GD merupakan bahan pupuk yang diformulasikan oleh staf DITSL yang mengandung organik berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Bahan dasar dari pupuk cair GD adalah bahan humat. Kandungan bahan humat yang terdapat pada pupuk cair GD sebesar 10 %. Pupuk ini diformulasikan dengan komposisi hara yang dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman.

Menurut Andalasari (1997) bahan humat adalah suatu senyawa berwarna gelap yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah dengan berbagai pereaksi serta tidak larut dalam asam. Bahan humik atau asam humat secara tidak langsung dapat memperbaiki dan menunjang pertumbuhan tanaman, karena bahan humat dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi pada tanah sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan humat juga dapat memberikan dampak secara langsung terhadap tanaman dengan berdampaknya terhadap sejumlah proses fisiologi dan metabolisme pada tanaman. Tambas dan Gofar (1998) berpendapat bahwa fraksi humat dapat menjerap logam Al dan Fe. Fraksi humat tanah digolongkan menjadi (1) asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa, (2) asam krenik dan aprokrenik, yakni yang larut dalam air, dan (3) humin, yakni yang tidak larut dan lembam (inert). Senyawa humat ini bersifat amorf, berwarna kuning sampai coklat hitam dan memiliki bobot molekul tinggi (Tan, 1992).

2.6. Pemupukan

Kemampuan suatu lahan untuk menyediakan berbagai unsur hara secara terus–menerus bagi proses pertumbuhan tanaman sangatlah terbatas. Keterbatasan dari daya dukung lahan ini dapat diatasi dengan melakukan proses pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk memperoleh produksi yang tinggi dan bernilai dengan memperbaiki penyediaan hara sambil memperhatikan atau memperbaiki tanah tanpa merusak lingkungan (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Menurut Pahan (2006) unsur hara makro (N, P, K, Ca, dan Mg) dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sangat besar dengan nilai kritis antara 2 – 30 g/kg


(27)

berat kering tanaman, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih kecil kandungan nilai kritisnya berkisar antara 0.3 – 50 mg/kg. Soepardi (1983) berpendapat bahwa dari ketiga unsur hara yang biasanya diberikan sebagai pupuk (unsur N, P, dan K), unsur nitrogen memberikan pengaruh paling mencolok dan cepat, terutama untuk merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Menurut Tim Penulis PS (1999), unsur boron (B) merupakan salah satu unsur yang cukup penting pada tanaman muda, sebab tanaman muda yang mengalami kekurangan unsur B dapat mengalami kematian. Pemupukan yang baik dan efisien pada tanaman kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penempatan pupuk, waktu aplikasi, keseimbangan hara, kondisi gulma, jumlah pelepah, keadaan bangunan konservasi, dan keseragaman tanaman (Witjaksana et al., 2005b).

2.6.1. Pemupukan Daun

Penyerapan unsur hara melalui daun terjadi karena adanya difusi dan osmosis melalui lubang stomata. Proses mekanis pada stomata diatur oleh tekanan sel turgor dari sel–sel penutup. Pada siang hari yang terik dan kondisi angin yang terlalu cepat akan menyebabkan stomata menjadi menutup karena terjadi penguapan yang terlalu besar. Jika pada saat itu disemprotkan air akan, maka stomata akan kembali terbuka karena meningkatnya tekanan turgor. Jika air yang disemprotkan mengandung unsur hara yang tinggi, menyebabkan unsur–unsur hara tersebut terserap dan berdifusi kedalam stomata bersama dengan air (Sarief, 1984).

2.7. Bahan Organik

Sumber utama bahan organik adalah jaringan tanaman. Setiap tahun alam dapat menyediakan bahan organik yang berasal dari ranting, cabang, daun, batang, dan akar tanaman. Karbon atau unsur C merupakan penyusun utama bahan organik. Menurut Soepardi (1983) 25 % bagian dari tanaman terdiri atas 11 % C, 10 % O2, 2 % H, dan 2 % abu. Kadar C pada tanah bergantung dari kandungan N pada tanah atau yang dikenal dengan C/N ratio, di mana kedua unsur tersebut memiliki sifat persaingan di antaranya di dalam tanah. Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Isnaini (1997) bahwa pemupukan nitrogen


(28)

dengan tingkat dosis yang semakin meningkat akan meningkatkan kadar C– organik pada tanah, sedangkan tanpa pemupukan nitrogen akan menyebabkan kadar C–organik menjadi rendah.

2.8. Unsur Hara Makro 2.8.1. Unsur N

Bahan organik merupakan sumber utama dari nitrogen dalam tanah dan jumlah ketersediaannya dipengaruhi oleh ratio antara karbon (C) dengan nitrogen (N). Sebagian besar nitrogen pada tanah terikat dalam bentuk organik dan sebagian kecil lagi dalam bentuk anorganik. Unsur N organik tidak dapat diserap oleh tanaman. Tanaman hanya mampu menyerap nitrogen dalam bentuk ammonium (NH4) dan nitrat (NO3). Menurut Sarief (1984) nitrat yang terserap akan segera tereduksi menjadi ammonium dan diubah menjadi asam amino yang membuat daun pada tanaman menjadi lebih lebar.

Jika dilihat dari sifat unsur N yang mudah hilang dalam tanah, Sarief (1984) mengutarakan bahwa urea akan menjadi lebih efektif jika diberikan langsung pada daun tanaman dengan menyemprotkan larutan urea tersebut. Selain itu pengambilan unsur N melalui akar tanaman dinilai kurang efektif jika dibandingkan dengan pemberian melalui daun.

Dari tiga jenis unsur yang biasa diberikan sebagai pupuk, nitrogen memberikan reaksi dan pengaruh paling cepat. Pengaruh utama unsur N yaitu dalam merangsang pertumbuhan diatas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Apabila tanaman mengalami kekurangan unsur N akan berakibat pada terbatasnya sistem perakaran dan tanaman tumbuh kerdil (Soepardi, 1983).

2.8.2. Unsur P

Pada umumnya tanah–tanah di Indonesia khususnya pada lahan–lahan marjinal memiliki kandungan unsur P yang sangat rendah. Unsur P dalam bentuk P organik dapat dibebaskan menjadi bentuk anorganik melalui proses dekomposisi sehingga dapat diserap oleh tanaman. Ketersediaan unsur P yang dapat diserap oleh tanaman dipengaruhi oleh adanya mineral Fe, Al, dan Mn di dalam tanah yang dapat memfiksasi P, mikroorganisme, dan bahan organik. Sarief (1984) mengatakan bahwa unsur P di dalam tanah sangatlah stabil dan terpegang


(29)

kuat dalam tanah. Selain itu, unsur P dalam tanah sukar larut dan terikat oleh partikel tanah yang menyebabkan sebagian besar menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Unsur P merupakan komponen asam nukleat yang berfungsi untuk mengatur proses perkembangan. Menurut Rahardjo dan Rini (2010), kebutuhan tanaman akan unsur P relatif lebih sedikit dibandingkan dengan unsur N dan K, walau demikian fungsi unsur P sangat penting sebagai sumber energi pada setiap proses metabolisme tanaman. Gejala defisiensi yang ditimbulkan apabila kekurangan unsur ini adalah terhambatnya pertumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan akar.

Unsur P juga mempunyai peranan penting lainnya yang juga merupakan komponen berbagai sistem fisiologis yang ada hubungannya dengan nutrisi, respirasi, pemasakan buah, dan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Pernyataan ini juga sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Soepardi (1983) bahwa unsur P merupakan unsur yang sangat penting keberadaannya pada tanaman. Apabila tanaman kekurangan unsur tersebut akan menyebabkan tanaman tidak dapat menyerap unsur lain.

2.8.3. Unsur K

Kalium (K) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman. Unsur K diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Sumber utama K di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral seperti feldspar, mika, biotit, dan lain–lain. Pada umumnya unsur K mempunyai reaksi antagonisme terhadap unsur Ca, Na, Mg. Sehingga apabila ketersedian unsur K cukup tinggi, maka unsur Ca, Na, Mg akan mempunyai jumlah ketersediaan yang rendah. Sarief (1984) berpendapat bahwa jumlah unsur K yang cukup akan menyebabkan meningkatnya efisiensi unsur N dan P. Jumlah ketersediaan unsur K juga dipengaruhi oleh kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah dan mineral liat tipe 2:1. Pada perubahan kondisi tanah basah menjadi kering, akan menyebabkan unsur K pada tanah menyebabkan menjadi terfiksasi oleh mineral liat 2:1.

Unsur K di dalam metabolisme tumbuhan adalah sebagai katalisator dan memegang peranan penting di dalam sintesa protein dari asam–asam amino dan


(30)

hidrat arang, selain itu unsur K juga dapat memacu hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman lain (Rahardjo dan Rini, 2010). Menurut Sarief (1984) apabila tanaman mengalami kekurangan unsur K, maka akan berakibat batang tanaman menjadi kerdil dan akar tanaman menjadi kurang berkembang.

2.8.4. Unsur Na

Natrium banyak dijumpai di dalam mineral feldspar (albit plagiokas) dan sedikit di dalam mineral mika, piroksen, dan amfibol (Tisdale et al., 1990). Ion Na+ yang telah dibebaskan ke dalam larutan tanah tidak segera difiksasi, dan terikat dalam kompleks jerapan dengan energi ikatan yang lebih lemah dibanding ion-ion K+,Ca2+, ataupun Mg2+. Kandungan Na yang tinggi mampu merusak sifat-sifat tanah. Kadar Na rata-rata dalam tanah adalah sebesar 0.6 %.

Natrium dalam tanaman berperan sebagai regulator nitrat reduktase, pembukaan stomata, akumulasi asam oksalat, dan menggantikan fungsi K. Hara Na diketahui mampu meningkatkan lebar daun tebu, tetapi bila Na berlebihan akan berakibat menekan kandungan klorofil dan menurunkan sintesa netto per unit luas daun. Menurut penelitian Ismail (1998), bahwa pemberian NaCl dapat meningkatkan ukuran diameter batang dan bobot tebu akibat penambahan NaCl yang disebabkan oleh pembesaran ukuran sel.

2.8.5. Unsur Ca

Unsur kalsium (Ca) merupakan unsur mineral esensial sekunder seperti halnya Mg dan S. Unsur Ca berasal dari mineral–mineral yang mengandung kalsium dan endapan–endapan kalsium. Bentuk kalsium yang dapat diserap oleh tanaman adalah Ca2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kalsium yang paling banyak terbentuk adalah kalsium yang dapat dipertukarkan.

Unsur Ca merupakan salah satu unsur utama yang juga dibutuhkan dalam pertumbuhan meristem dan meningkatkan fungsi dari ujung–ujung akar tanaman (Sarief, 1984). Leiwakabessy dan Sutandi (2004) berpendapat bahwa kalsium pada tanaman berperan sebagai penguat dinding sel, mendorong perkembangan akar, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan daun, berperan dalam proses pemanjangan sel, sintesis protein, dan pembelahan sel.


(31)

2.8.6. Unsur Mg

Magnesium merupakan unsur yang mobile dalam tanaman. Ketersediaan magnesium dalam tanah berasal dari mineral primer seperti biotit, hornblende, dan lain sebagainya dan juga berasal dari mineral–mineral sekunder seperti illit, monmorilonit, dan mineral sekunder lainnya.

Unsur magnesium (Mg) diserap tanaman dalam bentuk ion (Mg2+) dan merupakan satu–satunya mineral penyusun klorofil. Unsur Mg juga berfungsi sebagai penyerap unsur lain seperti P dan K, merangsang pembentukan senyawa lemak dan minyak, membantu translokasi pati dan distribusi P di dalam tanaman, dan sebagai aktivator berbagai jenis enzim tanaman. Menurut Sarief (1984) ketersediaan unsur Mg dalam tanah di antaranya bergantung dari temperatur, kelembaban, dan pH pada tanah.

2.9. Unsur Hara Mikro 2.9.1. Unsur Fe

Unsur besi (Fe) hanya dibutuhkan sedikit pada tanaman. Unsur Fe diserap oleh akar dalam bentuk Fe3+ dan direduksi menjadi Fe2+ sebelum penyerapan. Unsur Fe sangat dibutuhkan pada tanaman dalam proses pembentukan khlorofil, oksidasi reduksi dalam pernafasan, dan penyusun enzim dan protein (Hardjowigeno, 2003).

2.9.2. Unsur Cu

Unsur tembaga (Cu) diserap tanaman dalam bentuk ion (Cu2+) atau (Cu3+). Unsur ini mempunyai peran pada tanaman sebagai katalis pernafasan, penyusun enzim, pembentukan khlorofil, dan metabolisme karbohidrat dan protein (Hardjowigeno, 2003).

2.9.3. Unsur Zn

Pada tanaman, kebutuhan akan unsur seng (Zn) sangatlah kecil. Apabila terjadi kelebihan jumlah Zn pada tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Unsur Zn di dalam tanaman tidak dapat dipindahkan dari jaringan tua menuju jaringan muda, sehingga gejala–gejala defisiensi akan terlihat lebih awal pada daun muda. Pada tanah masam unsur Zn dapat larut dan merusak


(32)

tanaman, selain itu unsur Zn biasanya terakumulasi di permukaan tanah (Jones, 1979).

Unsur Zn berperan penting sebagai katalisator dalam pembentukan protein, mengatur pembentukan zat pengatur pertumbuhan, dan pematangan biji (Hardjowigeno, 2003). Jumlah ketersediaan Zn dalam tanah adalah 1 – 20 ppm, sedangkan kebutuhan normal pada tanaman akan unsur Zn adalah 25 – 125 ppm.

2.9.4. Unsur Mn

Unsur mangan (Mn) diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn2+. Unsur Mn diperlukan oleh tanaman untuk metabolisme nitrogen dan asam anorganik, fotosintesis (asimilasi CO2), perombakan karbohidrat, riboflavin, serta asam askorbat (Hardjowigeno, 2003).

2.10. pH Tanah

Reaksi tanah (pH) sangatlah penting untuk dipertimbangkan dalam tanah. Pengetahuan akan pH tanah menjadi begitu penting dikarenakan memberikan dampak terhadap perbaikan sifat fisik, sifat kimia, dan biologi tanah yang sudah tentu akan berakibat secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Hardjowigeno (2003), pH pada tanah menjadi begitu penting karena: (1) dapat menentukan mudah tidaknya unsur–unsur hara diserap tanaman, (2) menunjukan kemungkinan adanya unsur–unsur hara beracun, dan (3) mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah.

Kondisi pH tanah yang optimal dalam tanah adalah pada kondisi netral, yaitu pH (6,5 – 7,5). Kondisi pH tanah netral dikatakan optimal pada tanah karena mengakibatkan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah menjadi lebih banyak tersedia. Pada kondisi pH kurang dari 6,0, menyebabkan ketersediaan akan unsur hara seperti P, K, S, Ca, Mg, dan Mo menjadi berkurang. Sedangkan pada kondisi pH tanah yang lebih tinggi dari 8,0 dapat menyebabkan ketersedian akan unsur–unsur seperti N, Fe, Mn, B, Cu, dan Zn menjadi relatif lebih sedikit (Sarief, 1984).


(33)

2.11. Salinitas Tanah

Menurut Tan (1992) tanah disebut bergaram jika ECs lebih dari 4 mmho.cm-1. Secara alternatif, jika tanah dinyatakan dalam konteks konsentrasi garam, tanah bergaram adalah tanah yang mengandung garam lebih dari 0.1 % (1000 ppm). Penentuan salinitas tanah (ECe) berdasarkan hasil pengukuran konduktifitas hidraulik (ECa) adalah sebagai berikut: bila ECa dari pengukuran EM38 tercatat < 2 dS/m, maka salinitas tanah (ECe) dikategorikan rendah, 2 – 4 dS/m (sedang), 4 – 8 dS/m (tinggi), dan > 8 dS/m (sangat tinggi) (Marwanto et al., 2009).

2.12. Pemberian Kapur

Menurut Soepardi (1983) Kemasaman tanah dan ketersediaan unsur hara merupakan akibat dari kekurangan kation basa yang dapat dipertukarkan. Kation– kation yang paling bagus untuk mengurangi kemasaman tanah ialah kalsium dan magnesium. Pemberian kapur dapat memberikan pengaruh pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Pengaruh pemberian kapur pada sifat kimia menurut Soepardi (1983) di antaranya, yaitu :

1. Kepekatan ion hidrogen akan menurun 2. Kepekatan ion hidroksil akan naik 3. Daya larut Fe, Al, dan Mn akan menurun 4. Ketersediaan P dan Mo akan diperbaiki 5. Ca dan Mg dapat dipertukarkan akan naik


(34)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2009 sampai September 2010. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yakni: pengambilan contoh tanah, penanaman, pengamatan, dan analisis sifat kimia terhadap tanah dan jaringan tanaman. Pengambilan contoh tanah dilakukan di komplek percobaan BPN Jasinga. Penanaman dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Pengembangan dan Sumberdaya Fisik Lahan (Wing 17 Level 5), Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pembenah tanah Baode untuk akar dan daun, pupuk GD, kecambah tanaman kelapa sawit, pupuk kandang, pupuk NPK, kaptan (kapur tanah), polibag 40cm x 40cm dan tanah yang digunakan untuk media tanam adalah ultisol Jasinga.

Alat yang digunakan selama penelitian adalah alat–alat pertanian, alat–alat ukur, alat–alat laboratorium untuk melakukan analisis tanah dan jaringan tanaman, dan komputer untuk melakukan analisis data.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Kegiatan Penelitian di Lapang

3.3.1.1. Persiapan Tanah

Pengambilan contoh tanah yang digunakan adalah Ultisol Jasinga yang dilakukan dengan metode komposit dan sudah melalui proses pengayakan dengan ukuran ayakan 1 cm. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini melewati proses kering udara dengan cara diletakkan di bawah sinar matahari langsung selama satu minggu. Jumlah bahan Ultisol Jasinga yang digunakan untuk media tanam adalah 11,52 kg/polibag (BKU) yang dimasukkan pada polibag ukuran 40cm x 40cm. Penelitian ini menggunakan paranet yang bertujuan untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung.


(35)

3.3.1.2. Penanaman

Kecambah kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini ditanam dengan kedalaman 5 cm dari atas permukaan tanah. Penggunaan kedalaman 5 cm ini bertujuan untuk mempermudah calon akar dan calon tunas dalam memperoleh oksigen. Dalam proses penaman tersebut perlu diperhatikan letak posisi calon akar dan calon tunas jangan sampai terbalik.

3.3.1.3. Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah kompos, urea, SP 18, KCl, dolomit, bahan pembenah tanah Baode akar, bahan pembenah tanah Baode daun, dan pupuk cair GD. Pemberian kompos sebanyak 208,46 g/polibag kompos dan 42,4 g/polibag dolomit diberikan pada saat persiapan media tanam. Pupuk dasar yang diberikan berupa urea 0.81 g/polibag, SP 18 1.8 g/polibag, dan KCl teknis 0.4 g/polibag. Dosis Pupuk pada perlakuan:

KT = pupuk dasar.

BTSM = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l dan disiramkan 100 ml perpolybag. BTR = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l untuk merendam bibit selama 15

menit.

BTSMS = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l dan disiramkan 100 ml + disemprotkan Baode daun 1 gr/ l.

BTRS = pupuk dasar + Baode akar 2 g/l untuk merendam bibit 15 menit + disemprotkan Baode daun 1 gr / l.

GR = pupuk dasar + Pupuk Cair GD 2 cc / l untuk merendam bibit 15 menit.

GRS = pupuk dasar + Pupuk Cair GD 2 cc / l untuk merendam bibit 15 menit + Pupuk Cair GD 1 cc / l disemprotkan.

Pupuk dasar diberikan pada saat masa inkubasi sebelum tanam dan diberikan lagi dengan dosis yang sama pada saat tanaman memasuki 4 BST. Pemberian pupuk cair GD pada daun dan bahan pembenah tanah Baode daun diberikan pada saat tanaman sudah memiliki daun, serta diberikan sebanyak dua minggu sekali.


(36)

3.3.1.4. Pemeliharaan dan Pengamatan

Pemeliharaan tanaman selama penelitian meliputi pemberantasan terhadap hama dan gulma yang menyerang tanaman. Pengamatan yang dilakukan selama penelitian meliputi tinggi tanaman, panjang akar, dan bobot kering tanaman. Pengamatan dan pengukuran tinggi tanaman dilakukan satu bulan sekali. Kegiatan pengukuran panjang akar dan bobot kering dilakukan pada saat panen 3 BST dan 6 BST.

3.3.1.5. Panen

Kegiatan panen pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan saat tanaman sudah memasuki 3 BST. Tahap panen berikutnya dilakukan setelah tanaman memasuki masa tanam 6 BST.

3.3.1.6. Analisis Tanah dan Jaringan Tanaman

Kegiatan analisis tanah yang dilakukan selama penelitian berlangsung meliputi analisis pH, EC, C–organik, N, P, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, dan KTK. Sedangkan analisis yang dilakukan pada jaringan tanaman meliputi unsur N, P, dan K.

3.3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Penelitian ini terdiri dari 7 perlakuan individual masing–masing diulang sebanyak 21 kali sehingga terdapat 147 satuan percobaan.

Model pendekatan statistika yang digunakan:

Yij = µ + αi + εij

Ket : Yij = pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan

αi = pengaruh perlakuan ke-i


(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Kimia Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran cukup luas. Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah dikarenakan pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.

Berdasarkan hasil analisis awal Ultisol yang ditunjukkan pada Tabel 1 terlihat bahwa Ultisol yang digunakan sebagai bahan penelitian termasuk tanah marjinal dan rendah akan kandungan unsur hara. Prasetyo dan Suriadikarta (2006) berpendapat bahwa Ultisol memiliki kemasam tinggi, pH rata–rata < 4.5, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama unsur P, K, Ca, dan Mg, dan rendahnya kandungan bahan organik.

Tabel 1. Hasil Analisis Awal Ultisol Jasinga

Jenis Analisis Hasil Pengukuran Jenis Analisis Hasil Pengukuran

pH 4.1 - 4.13 Ca (me/100g) 1.13

Ec (µs/cm) 172.1 Mg (me/100g) 0.21

C (%) 2.41 KTK (me/100g) 28.57

N (%) 0.25 Fe (ppm) 5.3

P (ppm) 13.8 Cu (ppm) 2.2

K (me/100g) 0.53 Zn (ppm) 7.3

Na (me/100g) 0.42 Mn (ppm) 69.1

Tan (2000) berpendapat bahwa di Amerika Ultisol dapat menjadi cukup produktif dengan cara pemberian kapur yang cukup, penambahan bahan organik, pemberian pupuk, dan manajemen yang tepat.

4.2. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara N, P, dan K pada Tanah

Berdasarkan Tabel 2, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur N dan P tanah


(38)

pada tanaman umur 3 bulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap unsur N pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 0.227 %, sedangkan kandungan unsur N tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM dan BTRS sebesar 0.253 %. Pada kandungan unsur N, hanya perlakuan GR yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada analisis unsur P pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 16.8 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 20.5 ppm. Pada kandungan unsur P, hanya perlakuan BTSM, BTRS, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur K tanah 3 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTSM mempunyai nilai paling tinggi. Pada analisis unsur K pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 0.45 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.51 me/100g.

Pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan, pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur P dan K tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan unsur P pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 17.4 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 27.9 ppm. Pada kandungan unsur P, hanya perlakuan GR dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada hasil analisis kandungan unsur K pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 0.47 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan KT sebesar 0.59 me/100g. Pada kandungan unsur K, hanya perlakuan BTR, GR, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.


(39)

Tabel 2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Tanah

Perlakuan Kadar N (%) Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g)

3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST

KT 0.247 ab* 0.24 a 16.8 d 25.9 a 0.49 a 0.59 a

BTSM 0.253 a 0.25 a 20.5 a 27.9 a 0.51 a 0.58 a

BTR 0.240 abc 0.24 a 17.5 cd 24.8 a 0.49 a 0.49 b

GR 0.227 c 0.25 a 17.7 bcd 17.4 b 0.47 a 0.47 b

BTSMS 0.243 ab 0.25 a 18.5 abcd 24.4 a 0.45 a 0.53 ab

BTRS 0.253 a

0.26 a 19.7 ab 24.1 a 0.49 a 0.52 ab

GRS 0.233 bc 0.25 a 19.3 abc 17.8 b 0.48 a 0.48 b

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur N tanah 6 bulan. Walaupun demikian hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya perbedaan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTRS mempunyai nilai paling tinggi. Pada hasil analisis kandungan unsur N pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR dan KT sebesar 0.24 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 0.26 %.

4.3. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, dan Mn pada Tanah

Berdasarkan Tabel 3, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur Cu, Zn, dan Mn tanah pada tanah umur 3 bulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap unsur Cu pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 1.4 ppm, sedangkan kandungan unsur Cu tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 1.8 ppm. Pada kandungan unsur Cu, hanya perlakuan BTSM yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada analisis kandungan unsur Zn 3 bulan didapatkan kandungan terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 7.1 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 7.9 ppm. Pada kandungan unsur


(40)

Zn, hanya perlakuan GR yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol. Pada analisis unsur Mn 3 bulan didapatkan kandungan terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 56.5 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 70.1 ppm.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur Fe tanah 3 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTSM mempunyai nilai paling tinggi. Pada analisis unsur Fe pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT sebesar 4.1 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 6.1 ppm.

Pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan, pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berbpengaruh nyata pada unsur Fe, Cu, dan Mn tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan unsur Fe pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 4.2 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 9.1 ppm.

Pada hasil analisis kandungan unsur Cu pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 1.2 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 1.8 ppm. Pada hasil analisis kandungan unsur Mn pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 57.2 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 74.6 ppm.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur Zn tanah 6 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTSMS mempunyai nilai paling tinggi. Pada hasil analisis kandungan unsur Zn pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 7.1 ppm, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 8.0 ppm.


(41)

Tabel 3. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Fe, Cu, Zn, dan Mn pada Tanah

Perlakuan Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm)

3 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan

KT 4.1 a* 5.8 ab 1.4 b 1.5 ab 7.8 ab 7.7 a 65.0 abc 66.2 ab

BTSM 6.1 a 6.7 ab

1.8 a 1.8 a 7.9 a 7.6 a

70.1 a 64.3 ab

BTR 4.3 a 4.2 b 1.6 ab 1.2 b 7.2 bc 7.2 a 63.3 abc 57.2 b

GR 4.9 a 7.0 ab 1.6 ab 1.4 ab 7.1 c 7.1 a 56.5 c 66.0 ab

BTSMS 4.2 a 9.1 a 1.6 ab 1.4 ab 7.3 abc 8.0 a 67.2 abc 74.6 a

BTRS 4.7 a 5.5 ab 1.7 ab 1.3 b 7.4 abc 7.6 a 69.7 ab 69.6 ab

GRS 5.6 a 5.3 b 1.7 ab 1.4 b 7.2 bc 7.2 a 56.9 bc 66.8 ab

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

4.4. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair

GD terhadap Kandungan Hara Na, Ca, Mg, dan C–Organik pada

Tanah

Berdasarkan Tabel 4, bahwa hasil perlakuan bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur Ca dan C– organik tanah pada tanah umur 3 bulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap unsur Ca pada tanah 3 bulan didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan GR sebesar 0.97 me/100g, sedangkan kandungan unsur Ca tertinggi terdapat pada perlakuan KT sebesar 1.16 me/100g. Pada kandungan unsur Ca, hanya perlakuan GR dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada analisis unsur C–organik 3 bulan didapatkan kandungan terendah terdapat pada perlakuan GRS sebesar 2.00 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 2.26 %. Pada kandungan unsur C–organik, hanya perlakuan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur Na dan Mg tanah 3 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTSM mempunyai nilai paling tinggi pada kandungan unsur Na dan perlakuan GRS mempunyai nilai paling tinggi pada


(42)

kandungan unsur Mg. Pada analisis unsur Na pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan KT, BTSMS, dan BTRS sebesar 0.32 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.35 me/100g. Pada analisis kandungan unsur Mg, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR dan BTSMS sebesar 0.16 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan GRS dan BTRS sebesar 0.19 me/100g.

Tabel 4. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Kandungan Hara Na,Ca, Mg, dan C–organik pada Tanah

Perlakuan

Na (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) C-organik (%)

3 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan

KT 0.32 a 0.44 ab

1.16 a 1.13 a 0.17 a 0.17 ab 2.21 ab 2.38 ab

BTSM 0.35 a* 0.47 a 1.10 ab 1.16 a 0.17 a 0.17 ab 2.26a 2.32 b

BTR 0.33 a 0.38 c 1.10 ab 1.04 a 0.16 a 0.14 b 2.12 bc 2.43 ab

GR 0.34 a 0.39 c 0.97 b 1.09 a 0.17 a 0.20 a 2.09 bc 2.44 ab

BTSMS 0.32 a 0.40 bc 1.05 ab 1.04 a 0.16 a 0.16 b 2.16 ab 2.39 ab

BTRS 0.32 a 0.42 bc 1.05 ab 1.24 a 0.19 a 0.20 a 2.08 bc 2.47 a

GRS 0.33 a 0.39 c 0.98 b 1.16 a 0.19 a 0.20 a 2.00 c 2.38 ab

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan, pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD secara statistik berpengaruh nyata pada unsur Na, Mg, dan C–organik tanah. Berdasarkan hasil analisis kandungan unsur Na pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 0.38 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 0.47 me/100g. Pada kandungan unsur Na, hanya perlakuan BTR, GR, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Pada hasil analisis kandungan unsur Mg pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 0.14 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS, GR, dan GRS sebesar 0.20 me/100g. Pada hasil analisis kandungan unsur C–organik pada tanah, didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTSM sebesar 2.32 %, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 2.47 %.


(43)

Pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan unsur Ca tanah 6 bulan. Walaupun demikian, hasil analisis yang diperoleh tetap memberikan adanya kecenderungan. Hal ini dapat ditunjukan sesuai data pada statistik, namun kecenderungan bahwa perlakuan BTRS mempunyai nilai paling tinggi. Pada hasil analisis kandungan unsur Ca pada tanah didapatkan kandungan unsur terendah terdapat pada perlakuan BTR dan BTSMS sebesar 1.04 me/100g, sedangkan kandungan unsur tertinggi terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 1.24 me/100g.

4.5. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap pH dan EC pada Tanah

Salah satu sifat fisiologik dari larutan tanah yang menyolok ialah reaksinya. Jazad mikro dan tanaman memberikan respon nyata terhadap lingkungan kimia tanah, reaksi tanah, dan faktor–faktor yang berkaitan dengan reaksi tersebut. Ada dua faktor yang menyebabkan pH tanah dapat berubah, yaitu: (1) yang menghasilkan tambahan hidrogen yang terjerap dan (2) yang menaikkan jumlah basa terjerap (Soepardi, 1983).

Menurut data yang ditunjukkan pada Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH tanah, hal ini terlihat pada saat masa tanam umur tanaman 3 bulan ataupun 6 bulan. Berdasarkan hasil analisis dengan pH H2O pada saat tanaman berumur 3 bulan didapatkan hasil berkisar pH 4.2 – 4.5 dan pada saat tanaman memasuki umur 6 bulan didapatkan hasil berkisar pH 4.24 – 4.9. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa adanya peningkatan pH pada saat tanaman berumur 3 bulan hingga mencapai umur 6 bulan walaupun nilainya sangatlah rendah.

Berdasarkan data yang ditunjukkan Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan pemberian bahan pembenah tanah Baode dan pupuk cair GD terhadap kadar salinitas tanah yang ditunjukan melalui nilai EC memberikan pengaruh nyata pada saat tanaman berumur 3 bulan dan 6 bulan. Pada analisis nilai EC tanah 3 bulan, didapatkan kandungan nilai EC terendah terdapat pada perlakuan BTRS sebesar 77.833 µs/cm, sedangkan kandungan nilai EC tertinggi terdapat pada perlakuan


(44)

GR sebesar 195.853 µs/cm. Pada kandungan nilai EC perlakuan BTSM, BTR, BTRS, GR, dan GRS yang mempunyai nilai berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

Tabel 5. pH dan EC pada Tanah 3 BST dan 6 BST

Perlakuan pH EC (µs/cm)

3 BST 6 BST 3 BST 6 BST

KT 4.20 - 4.50 4.24 - 4.94 107.700 c* 66.223 ab

BTSM 4.34 - 4.45 4.28 - 4.52 128.967 b 64.260 ab

BTR 4.37 - 4.45 4.40 - 4.60 83.600 d 57.197 b

GR 4.21 - 4.23 4.29 - 4.54 195.853 a 66.034 ab

BTSMS 4.33 - 4.39 4.45 - 4.54 106.400 c 74.546 a

BTRS 4.44 - 4.46 4.33 - 4.59 77.833 d 69.591 ab

GRS 4.26 - 4.27 4.29 - 4.56 192.533 a 66.840 ab

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.

Pada analisis nilai EC tanah 6 bulan, didapatkan kandungan nilai EC terendah terdapat pada perlakuan BTR sebesar 57.197 µs/cm, sedangkan kandungan nilai EC tertinggi terdapat pada perlakuan BTSMS sebesar 74.546 µs/cm.

4.6. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa tanaman yang terlihat baik pada masa pertumbuhannya terdapat pada perlakuan BTRS dan BTR. Ini dikarenakan perlakuan perlakuan BTRS dan BTR memiliki jumlah daun yang banyak, ukuran lebih besar, dan perakaran yang baik.


(45)

Gambar 1. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 3 Bulan

Gambar 2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Pertumbuhan Tanaman Umur 6 Bulan

Berdasarkan Gambar 2 dapat di lihat bahwa, tanaman yang terlihat baik dalam pertumbuhannya adalah pada perlakuan GR, GRS, BTR, dan BTRS. Pada perlakuan GR, GRS, BTR, dan BTRS terlihat pertumbuhan daun dan akar terlihat lebih baik dari perlakuan yang lain. Pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit yang


(46)

baik menurut Lubis (1992) dapat diukur dari pengukuran tinggi, lilit atau diameter batang, banyak anak daun, dan pengukuran bobot basah atau kering pada organ tanaman.

4.7. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Tinggi Tanaman

Menurut Pahan (2006), pada umumnya tanaman kelapa sawit mengalami pertambahan tinggi pada batang bisa mencapai 35 – 75 cm per tahun. Pertambahan tinggi tersebut tentunya bergantung pada kondisi lingkungan tumbuh dan keragaman genetik pada tanaman kelapa sawit.

Berdasarkan Gambar 3, didapatkan grafik tinggi tanaman dari 1 BST hingga 6 BST. Hasil yang didapat adalah perlakuan GR memiliki pertumbuhan paling tinggi dari awal masa tanam hingga 6 BST, dan perlakuan yang lain menunjukan hasil pertambahan tinggi yang tidak konsisten antar perlakuan pada tiap bulannya. Kondisi pertambahan tinggi pada perlakuan GR memiliki pertumbuhan paling cepat di antara perlakuan lain, akan tetapi tidak diikuti oleh tingginya serapan kadar hara N, P, dan K pada akar dan daun.


(47)

4.8. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Panjang Akar Tanaman

Sistem perakaran tanaman kelapa sawit secara umum lebih banyak berada dekat dengan permukaan tanah, tetapi pada keadaan tertentu perakaran tersebut dapat tumbuh dan menjelajah lebih dalam lagi. Kondisi perakaran tanaman kelapa sawit sangat berhubungan erat dengan kegiatan pemupukan, pemeliharaan piringan, panen, pemberantasan gulma, dan hama (Lubis, 1992). Menurut Widiastuti et al. (2003a) bahwa panjang akar merupakan peubah yang menggambarkan lebih luasnya jangkauan tanaman dalam menyerap hara dalam tanah.

Berdasarkan data pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa perlakuan KT mempunyai akar yang paling panjang jika dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu 40.63 cm dan yang memiliki panjang akar terendah terdapat pada perlakuan BTSMS senilai 29.39 cm.

Gambar 4. Panjang Akar Panen 3 BST

Perlakuan KT memperlihatkan adanya keanehan dikarenakan perlakuan KT mempunyai panjang akar yang paling panjang di antara perlakuan lainnya, akan tetapi tidak diikuti dengan tingginya serapan hara N, P, dan K yang terdapat pada akar. Perlakuan KT memiliki hasil yang bertentangan dengan yang dikemukakan


(48)

oleh Sarief (1984) bahwa apabila tanaman mengalami kekurangan unsur P dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar, dimana akar akan kelihatan menjadi lebih kecil. Namun, pernyataan Sarief (1984) tersebut berlaku pada data yang ditunjukkan pada Tabel 7.

Berdasarkan data pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa perlakuan GRS mempunyai akar yang paling panjang jika dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu 57.19 cm dan yang memiliki panjang akar terendah terdapat pada perlakuan BTR senilai 48.16 cm.

Perlakuan GRS dan GR mempunyai panjang akar paling panjang disebabkan oleh efek dari asam humat yang terkandung pada pupuk cair GD yang sesuai dengan pernyataan Brady dan Weil (2002) bahwa bahan humat akan memberikan pengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman, diantaranya adalah mempercepat perkecambahan benih, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pertumbuhan tunas dan akar tanaman jika diberi dalam jumlah yang tepat.

Gambar 5. Panjang Akar Panen 6 BST

4.9. Pengaruh Pemberian Bahan Pembenah Tanah Baode dan Pupuk Cair GD terhadap Bobot Kering Tanaman

Bobot kering pada suatu tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah serapan unsur hara pada tanaman.


(1)

Tabel Lampiran 55. Analisis ragam serapan hara N pada bagian atas 3 BST Dependent Variable: serapan hara N bagian atas 3 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 1063.386163 177.231027 1.90 0.1039

Error 42 3923.916657 93.426587

Corrected Total 48 4987.302820

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.213219 46.45807 9.665743 20.80531

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 1063.386163 177.231027 1.90 0.1039

Tabel Lampiran 56. Analisis ragam serapan hara N pada bagian atas 6 BST Dependent Variable: serapan hara N bagian atas 6 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 32778.6847 5463.1141 0.88 0.5200

Error 42 261648.4811 6229.7257

Corrected Total 48 294427.1658

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.111330 29.19872 78.92861 270.3153

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F


(2)

Tabel Lampiran 57. Analisis ragam serapan hara P pada akar 3 BST Dependent Variable: serapan hara P akar 3 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 3.66539184 0.61089864 1.84 0.1138

Error 42 13.92145714 0.33146327

Corrected Total 48 17.58684898

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.208417 101.1861 0.575728 0.568980

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 3.66539184 0.61089864 1.84 0.1138

Tabel Lampiran 58. Analisis ragam serapan hara P pada akar 6 BST Dependent Variable: serapan hara P akar 6 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 39.8063837 6.6343973 1.29 0.2839

Error 42 216.4468286 5.1534959

Corrected Total 48 256.2532122

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.155340 36.94581 2.270131 6.144490

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F


(3)

Tabel Lampiran 59. Analisis ragam serapan hara P pada bagian atas 3 BST Dependent Variable: serapan hara P bagian atas 3 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 9.11680000 1.51946667 1.49 0.2055

Error 42 42.87160000 1.02075238

Corrected Total 48 51.98840000

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.175362 49.49098 1.010323 2.041429

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 9.11680000 1.51946667 1.49 0.2055

Tabel Lampiran 60. Analisis ragam serapan hara P pada bagian atas 6 BST Dependent Variable: serapan hara P bagian atas 6 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 531.132106 88.522018 0.67 0.6764

Error 42 5571.676514 132.658965

Corrected Total 48 6102.808620

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.087031 33.28383 11.51777 34.60469

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F


(4)

Tabel Lampiran 61. Analisis ragam serapan hara K total 3 BST Dependent Variable: serapan hara K total 3 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 2256.05376 376.00896 1.41 0.2344

Error 42 11219.84260 267.13911

Corrected Total 48 13475.89636

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.167414 49.65805 16.34439 32.91388

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 2256.053763 376.008961 1.41 0.2344

Tabel Lampiran 62. Analisis ragam serapan hara K total 6 BST Dependent Variable: serapan hara K total 6 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 11411.0723 1901.8454 0.57 0.7499

Error 42 139538.6284 3322.3483

Corrected Total 48 150949.7007

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.075595 30.54756 57.63982 188.6888

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F


(5)

Tabel Lampiran 63. Analisis ragam serapan hara N total 3 BST Dependent Variable: serapan hara N total 3 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 1450.912812 241.818802 1.81 0.1201

Error 42 5606.825514 133.495846

Corrected Total 48 7057.738327

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.205578 48.08418 11.55404 24.02878

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 1450.912812 241.818802 1.81 0.1201

Tabel Lampiran 64. Analisis ragam serapan hara N total 6 BST Dependent Variable: serapan hara N total 6 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 43242.8238 7207.1373 0.90 0.5007

Error 42 334528.0931 7964.9546

Corrected Total 48 377770.9168

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.114468 29.03377 89.24659 307.3890

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F


(6)

Tabel Lampiran 65. Analisis ragam serapan hara P total 3 BST Dependent Variable: serapan hara P total 3 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 21.5806204 3.5967701 1.70 0.1454

Error 42 88.9856286 2.1187054

Corrected Total 48 110.5662490

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.195183 55.79106 1.455577 2.608980

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 21.58062041 3.59677007 1.70 0.1454

Tabel Lampiran 66. Analisis ragam serapan hara P total 6 BST Dependent Variable: serapan hara P total 6 BST

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 6 781.858420 130.309737 0.77 0.5992

Error 42 7125.188171 169.647337

Corrected Total 48 7907.046592

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.098881 31.96320 13.02487 40.74959

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 6 781.8584204 130.3097367 0.77 0.5992

Tabel Lampiran 67. Bobot basah akar dan bagian atas tanaman 3 BST dan 6 BST

Perlakuan

3 BST 6 BST

Bagian Atas

(g) Akar (g) Total (g)

Bagian Atas

(g) Akar (g) Total (g)

KT 14.253 ab* 0.879 ab 5.131 ab 32.287 b 7.438 a 36.770 b

BTSM 3.453 b 0.704 b 4.517 b 47.687 ab 9.330 a 57.017 ab

BTR 4.727 ab 0.939 ab 5.666 ab 55.877 a 11.074 a 66.951 a

GR 4.160 ab 0.797 ab 4.957 ab 55.780 a 10.273 a 66.053 a

BTSMS 3.776 ab 0.794 ab 4.570 ab 46.079 ab 9.299 a 55.377 ab

BTRS 6.004 a 1.340 a 7.344 a 53.221 a 9.371 a 62.593 a

GRS 4.389 ab 0.954 ab 5.343 ab 55.260 a 10.981 a 66.151 a

*Angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan taraf α = 0.05 %.