The Influence Of Pyrolysis Temperature On Polycyclic Aromatic Hydrocarbon Compounds And Organic Acids From Palm Oil Shell Liquid Smoke

(1)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA

POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH)

DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR

CANGKANG KELAPA SAWIT

SKRIPSI

FADIL RAHMAD SIREGAR

110822027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA

POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH) DAN ASAM

ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai

gelas Sarjana Sains

FADIL RAHMAD SIREGAR

110822027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP

SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC

HYDROCARBON (PAH) DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT

Kategori : SKRIPSI

Nama : FADIL RAHMAD SIREGAR

Nomor Induk Mahasiswa : 110822027

Program Studi : EKSTENSI (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Prof. Dr. Thamrin, M.Sc NIP. 19520418 198002 1 001 NIP. 19600704 198903 1 003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 19540830 198503 2 001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC

AROMATIC HYDROCARBON (PAH) DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

FADIL RAHMAD SIREGAR 110822027


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Adapun skripsi ini disusun merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga dan kasih sayang yang tulus kepada Ayahanda Amran Siregar dan Ibunda tercinta Hj. Hamidah Lubis serta Abang-abang saya yang selama ini selalu sabar dan mendo’akan, memberi perhatian serta dukungan dan bantuan moril juga material yang telah diberikan kepada penulis.

Selanjutnya keberhasilan dari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Thamrin,M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku

ketua dan sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Kimia yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Seluruh rekan-rekan Asisten dan pegawai Laboratorium Kimia Fisika dan Polimer FMIPA USU serta Laboratorium Bengkel Mekanik POLMED USU 5. Sahabatku yang sangat baik Sri Sepadany yang selalu mengerti, membantu, dan

berbagi dalam suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman stambuk 2011, rika silvany, silvi yuliani, fairuz fauza, rizka meliala, yang telah berbagi banyak ilmu yang bermanfaat.

7. Semua saudara dan teman-teman yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah dengan sabar mendengarkan segala keluh kesah dan memberikan masukannya kepada penulis. Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda kepada kalian, amin ya Rabbalalamin.


(6)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH)

DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu 600 0C - 950 0C dengan interval suhu 50 0C menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) terhadap senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH) dan asam organik. Hasil analisis dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) menunjukkan tidak ada ditemukan senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH). Akan tetapi hasil analisis tersebut menunjukkan adanya senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat dan asam propanoat. Dimana dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis maka kadar senyawa-senyawa asam organik tersebut semakin meningkat.


(7)

THE INFLUENCE OF PYROLYSIS TEMPERATURE ON POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON COMPOUNDS AND ORGANIC ACIDS

FROM PALM OIL SHELL LIQUID SMOKE

ABSTRACT

Has done research into the effect of pyrolysis temperature liquid smoke palm oil shells at a temperature of 600 0C - 950 0C with temperature interval 50 0C, using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) for polycyclic aromatic hydrocarbon compounds (PAH) and organic acids. Results of analysis using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) showed no found polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) compounds. However, the results of this analysis indicate the presence of organic acid compounds such as acetic acid and propanoic acid. Where the pyrolysis temperature increasing the content of organic acid compounds is increasing.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 5

1.7. Lokasi Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cangkang Sawit 6

2.2. Pengawetan 7

2.3. Asap cair Sebagai Pengawet Makanan 7

2.4. Pembuatan Asap Cair 8

2.5. Kandungan Asap Cair 10

2.5.1 Senyawa Fenol 11

2.5.2 Senyawa Karbonil 11

2.5.3 Senyawa Asam 11

2.5.4 Senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatis 11

2.5.5 Senyawa Benzo(a)piren 12

2.6. Proses Pirolisis 12

2.6.1 Pirolisis Selulosa 12

2.6.2 Pirolisis Hemiselulosa 13

2.6.3 Pirolisis Lignin 13

2.7. Manfaat Kegunaan Asap Cair 13

2.7.1 Asap Cair Grade 3 14

2.7.2 Asap Cair Grade 2 14


(9)

2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon 15

2.9. Asam Organik 17

2.10. Gas Chromatografy Mass Spectrofotometry 18 BAB 3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat 20

3.2. Bahan-bahan 20

3.3. Metode Penelitian 20

3.3.1. Penyediaan Bahan Baku 20

3.3.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit 21

3.4. Skema Pengambilan Data 21

3.4.1. Penyediaan Bahan Baku 21

3.4.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit 22 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 23

4.1.1. Identifikasi Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan Gas Chromatografi Mass Spectra (GCMS) 24 4.1.2. Identifikasi Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan

Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) 29

4.2. Pembahasan

4.2.1. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair 33 4.2.2. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Asam-Asam

Organik 34

4.2.3. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Fenol 35 4.2.4. Senyawa PAH maupun turunannya dalam Asap Cair 36 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 38

5.2. Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang Bersifat

Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya 16 Tabel 4.1. Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisi Cangkang Sawit 23 Tabel 4.2. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada

Suhu ±600 oC menggunakan GCMS 25 Tabel 4.3. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada

Suhu ±750 oC menggunakan GCMS 27 Tabel 4.4. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Pada


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair 9

Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa 12

Gambar 4.1. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit

Pada Suhu ±600 oC 24

Gambar 4.2. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit

Pada Suhu ±750 oC 26

Gambar 4.3. Kromatogram Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit

Pada Suhu ±900 oC 28

Gambar 4.4. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit

Pada Suhu ±600 oC 30

Gambar 4.5. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit

Pada Suhu ±750 oC 31

Gambar 4.6. Spectrum Hasil analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit

Pada Suhu ±900 oC 32

Gambar 4.7. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair 33 Gambar 4.8. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Asam Organik 34 Gambar 4.9. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Fenol 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa 42

Lampiran 2. Spektra Puncak 6 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC 43 Lampiran 3. Spektra Puncak 9 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap

Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC 44 Lampiran 4. Spektra Puncak 10 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap

Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC 45 Lampiran 5. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap

Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC 46 Lampiran 6. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap

Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC 47 Lampiran 7. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap

Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900oC 48 Lampiran 8. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair


(13)

DAFTAR SINGKATAN

GCMS = Gas Chromatografi Mass Spectra FTIR = Fourier Transformasi Infra Red PAH = Polycyclic Aromatic Hydrocarbon DNA = Deoxyribo Nucleic Acid


(14)

PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP SENYAWA POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH)

DAN ASAM ORGANIK DARI ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh suhu pirolisis asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu 600 0C - 950 0C dengan interval suhu 50 0C menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) terhadap senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH) dan asam organik. Hasil analisis dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) dan Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR) menunjukkan tidak ada ditemukan senyawa polycyclic aromatic hydrokarbon (PAH). Akan tetapi hasil analisis tersebut menunjukkan adanya senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat dan asam propanoat. Dimana dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis maka kadar senyawa-senyawa asam organik tersebut semakin meningkat.


(15)

THE INFLUENCE OF PYROLYSIS TEMPERATURE ON POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON COMPOUNDS AND ORGANIC ACIDS

FROM PALM OIL SHELL LIQUID SMOKE

ABSTRACT

Has done research into the effect of pyrolysis temperature liquid smoke palm oil shells at a temperature of 600 0C - 950 0C with temperature interval 50 0C, using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) for polycyclic aromatic hydrocarbon compounds (PAH) and organic acids. Results of analysis using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) and Fourier Transform Infrared (FTIR) showed no found polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) compounds. However, the results of this analysis indicate the presence of organic acid compounds such as acetic acid and propanoic acid. Where the pyrolysis temperature increasing the content of organic acid compounds is increasing.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama.

Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi. Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Banyak cara memperoleh pengawet makanan yang ditempuh oleh berbagai pelaku industri makanan, namun atas dasar kepentingan ekonomi, dimana pengawet makanan yang dihasilkan adalah yang berbahan murah sehingga dapat menekan biaya operasional industri makanan, namun tidak jarang pengawet makanan yang dipilih adalah yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa pengawet makanan yang alami yang dapat diperoleh dari bahan organik dapat dilakukan, dan tentunya aman bagi kesehatan konsumen, salahsatunya adalah dengan asap cair. Pengembangan asap cair di Indonesia tentu sangat potensial, dikarenakan bahan dasar pembuatnya adalah limbah biomassa yang sebenarnya cukup banyak di Indonesia.

Asap cair adalah bahan pengawet yang diperoleh dari hasil kondensasi asap pada proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kelompok senyawa kimia yang dihasilkan dalam pengasapan adalah fenol, kabonil,


(17)

asam, furan, alkohol, ester, lakton, dan hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA). Dua senyawa dominan yang berperan sebagai bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri. Fenol diperoleh dari hasil pirolisis lignin, sedangkan asam-asam organik dari hasil pirolisis selulosa dan hemiselulosa (Kartika, 2009).

Lebih lanjut dikemukakan bahwa proses pirolisis untuk pembuatan asap cair dapat memakai bahan baku berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami pembakaran tidak sempurna menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium gas sebagai pendispersi. Reaksi–reaksi yang terjadi dalam proses pirolisis antara lain: dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi. (Tranggono dkk dalam Mansur, 2009).

Sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki limbah industri yang berupa biomassa .Limbah biomassa ini cukup melimpah dan sangat beraneka ragam yang berasal dari pertanian, pengolahan hutan maupun tanaman yang tumbuh liar. Limbah biomassa ini sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi bahan bakar terbarukan, makanan, pakan ternak, bahan kimia antara maupun produk lain yang lebih bernilai jual.

Untuk dapat menggali potensi biomassa, diperlukan kemampuan untuk dapat mengekstraks karbohidrat, minyak, lignin, dan bahan-bahan lain yang terkandung dalam yang terkandung dalam biomassa dan mengubahnya menjadi berbagai produk seperti bahan bakar maupun bahan kimia lain yang bernilai tinggi (Holladay, 2007)

Salah satu limbah biomassa yang menjadi fokus penelitian ini yang dikembangkan menjadi bahan baku pembuatan asap cair adalah cangkang kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping


(18)

dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air (8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan. (Prananta, 2009)

Beberapa peneliti terkini mengenai asap cair telah maju dan berkembang lebih jauh yaitu pemanfatan asap cair dalam berbagai keperluan. Salah satu pemanfatan dari asap cair yang menarik untuk dikaji adalah dalam pengawetan ikan, atau yang sering disebut pengasapan ikan. Penemuan A. S. Pimentaa, B. R. Vitala, J. M. Bayonabr* and R. Alzagab 29 Januari 1998 mengenai senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik (HPA) dari bahan Eucalyptus Grandis yang menyimpulkan bahwa senyawa ini sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Selain itu F. Chinnici_, N. Natali, U. Spinabelli, C. Riponi pada tanggal 9 November 2006 dari Departement Science University Degli Bologna, Italy, telah meneliti senyawa yang sama dari asap cair menggunakan bahan baku kayu.

Beberapa penelitian yang relevan tentang asap cair sebelumnya masih menemukan senyawa-senyawa berbahaya seperti adanya tar dan PAH, misalnya pada penelitian Sri Sunarsih, dkk (2012) tentang Pengaruh Suhu, Waktu Dan Kadar Air Pada Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Padat Pati Aren (Studi Kasus Pada Sentra Industri Sohun Dukuh Bendo, Daleman, Tulung, Klaten), dimana proses pirolisis dalam penelitian tersebut berlangsung hingga suhu 4000C, dan masih ditemukannya beberapa senyawa berbahaya seperti tar dan PAH, oleh karenanya pada penelitian selanjutnya penting melakukan pirolisis pada suhu dimana senyawa-senyawa berbahaya tersebut tidak dijumpai lagi.

Bertitik tolak dari yang telah dikemukakan di atas inilah, mendorong penulis untuk melakukan studi tentang penelitian asap cair dari cangkang kelapa sawit dengan variasi suhu pirolisis dari 600 hingga 9000C yang diharapkan dapat menghasilkan asap


(19)

cair yang memiliki zat antibakteri, antioksidan dan penahan citra rasa yang baik dan juga dapat menghindarkan terbentuknya senyawa-senyawa berbahaya.

1.2. Permasalahan

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah :

1. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya senyawa PAH yang bersifat karsinogenik.

2. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya volume asap cair. 3. Bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap terbentuknya senyawa asam-asam

organik yang berfungsi sebagai antibakteri.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Suhu pemanasan yang digunakan untuk menghasilkan asap cair dilakukan pada suhu 600 oC sampai 900 oC.

2. Analisa senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon dan asam-asam organik dilakukan menggunakan gas kromatografi mass spectran (GCMS) dan FT-IR.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu pirolisis terhadap senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan asam-asam organik yang terbentuk.

2. Untuk mengetahui kandungan senyawa di dalam asap cair cangkang kelapa sawit pada suhu pirolisis 600 oC sampai 900 oC yang dianalisa dengan menggunakan FT-IR dan GC-MS.


(20)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi pemanfaatan cangkang sawit untuk menghasilkan asap cair yang dapat bermanfaat sebagai pengawet yang aman bagi kesehatan manusia dalam berbagai keperluan seperti bahan pengawet untuk makanan dan penggumpal lateks.

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam pembuatan asap cair, cangkang sawit tersebut dipanaskan dalam tungku pengarangan dari bahan tahan api pada suhu 600°C sampai 900°C , dimana asap dialirkan melalui pipa spiral dalam kolom pendingin dan ditampung hasilnya sebagai asap cair dengan perbedaan suhu penampungan 50 0C, kemudian didestilasi untuk memisahkan tar dari asap cair. Asap cair yang dihasilkan di analisis dan di identifikasi dengan menggunakan GC-MS dan FTIR.

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

- Variabel bebas : suhu pirolisis yang digunakan yaitu 600°C sampai 900°C - Variabel tetap : cangkang sawit yang digunakan sebanyak 10 Kg

- Variabel terikat : analisa kandungan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan asam-asam organik menggunakan FT-IR dan GC-MS.

1.7.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Bengkel Mekanik Politeknik Medan dan laboratorium Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara serta Analisa GC-MS dilaboratorium Organik Universitas Gajah Mada sedangkan Analisa FTIR dilakukan di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Bea dan Cukai.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cangkang Sawit

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Dengan kondisi yang semacam itu sebenarnya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan cangkang sawit tersebut. Salah satunya apabila dilakukan pirolisis terhadap cangkang sawit tersebut akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang dapat diguakan sebagai biopreservatif baru pengganti presetvatif kimia, arang maupun tar. Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Anonymous, 2006).

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu jenis limbah padat hasil samping dari industri pengolahan kelapa sawit, yang saat ini masih menimbulkan permasalahan bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena limbah ini diproduksi dalam jumlah besar dan sukar terdegradasi atau terurai secara alami di lingkungan. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air (8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan (Prananta, 2009).


(22)

2.2. Pengawetan

Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan (Imam,S.2008).

Menurut Boedihardjo dalam Imam (2008) tujuan para pembuat makanan mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable), dengan pengawetan makanan dapat disimpan lebih lama sehingga menguntungkan pedagang, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nilai gizi makanan.

2.3. Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan

Asap cair (liquid smoke) merupakan suatu hasil

dar yang banyak mengandung (Darmadji, P. 2002). Sedangkan Asap cair menurut Girrard, 1992 cit Prananta, 2007 merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair tersebut memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan flavor dan juga sebagai antioksidan dan antimikroba.

Asap cair mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika


(23)

asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada besama-sama (Darmadji, 1995).

Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana (2006) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3 % dan asam 10,2%.

Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat pertumbuhanmikroorganisme (Buckle et al., 1987).

2.4. Pembuatan Asap Cair

Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan diendapkan dengan destilasi multi tahap untuk mengendapkan komponen larut. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik (Tranggono dkk, 1997).

Menurut Pakan (2005), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua bahan drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga


(24)

dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap.

Gambar. 2.1. Alat Untuk membuat Asap Cair.

Keterangan :

1. Drum Pemanasan serbuk kayu 2. Tutup yang dapat dibuka

3. Pipa penghubung (tempat mengalirnya asap) 4. Drum pendingin asap

5. Pipa Spiral

6. Saluran keluarnya asap cair 7. Saluran pemasukan air 8. Saluran pengeluaran air 9. Penyangga

Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan

3

1

8 2

5

9

4

7 6


(25)

dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap. Saat ini asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO, propane, metana, etilen, methanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut (Pszczola, 1995).

Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat dan senyawa karbonil seperti dan bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988).

2.5. Kandungan Asap Cair

Tranggono dkk (1996) menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa fenol 2,10-5,13% dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1, siklopentadion, metoksifenol, 2-metoksi-4 metilfenol, 2,6-dimetoksifenol, 4 etil-2- metoksifenol dan 2,5-dimetoksi-benzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6-dimetoksi fenol).

Girrard (1992) melaporkan bahwa komponen terdeteksi di dalam asap dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:

Fenol, 85 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Karbonol, keton, dan aldehid, 45 macam diidentifikasi dalam kondensat.


(26)

Asam-asam 35 macam diidentifikasi dalam kondensat. Furan, 11 macam Alkohol dan ester, 15 macam diidentifikasi dalam kondensat. Lakton, 13 macam. Hidrokarbon alifatis 1 macam, diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan. Poli Aromatik Hidrokarbon (PAH) 47 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produksi asapan.

Asap cair memiliki banyak komponen, berikut komponen-komponen penyusun asap cair yang meliput i:

2.5.1 Senyawa-senyawa fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girrard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.

Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

2.5.2 Senyawa-senyawa karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siring aldehida.

2.5.3 Senyawa-senyawa asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat.


(27)

2.5.4 Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girrard, 1992).

Girrard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

2.5.5 Senyawa benzo(a)pirena

Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Girrard, 1992 cit Prananta, 2007).

2.6. Proses Pirolisis

Adapun pada proses pirolisis cangkang sawit dalam pembuatan asap cair adalah sebagai berikut :

2.6.1. Pirolisis Selulosa

Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100 – 1000 unit glukosa. Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280 – 350oC. Girard (1992) menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap yaitu :

a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa

b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya bersama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.


(28)

CH2OH OH CH2OH OH

OH CH2OH OH CH2OH Struktur Selulosa

CH2OH OH CH2OH n OH

Reaksi 1

OH CH2OH OH β - Glukosa

n β – Glukosa Reaksi 2 Asam asetat (CH3COOH) dan homolognya

Air (H2O)

Furan Fenol

Gambar 2.2. Struktur dan Pirolisis Selulosa (Girard, 1992)

2.6.2. Pirolisis Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan

furfural, furan, dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200 – 250oC.

2.6.3. Pirolisis Lignin

Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur dasar lignin berperan penting dalam

OH OH OH OH OH OH OH


(29)

memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol, seperti guaiakol dan siringol dan homolognya beserta derivatnya. (Girard, 1992 dalam Endah Himawati, 2010).

2.7. Manfaat Kegunaan Asap Cair

Menurut wastono (2006) asap cair (liquid smoke) dari distilat tempurung kelapa dapat digunakan sebagai pengawet karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan makanan. Asap cair dapat juga digunakan sebagai fungisida untuk penanggulangan serangan patogen penyebab penyakit pasca panen hortikultura yang berperan sebagai desinfektan untuk mencegah serangan penyakit pasca panen pada buah-buahan.

Asap cair yang diperoleh dari tahap destilasi pertama atau grade 2 dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. Namun, untuk membuat pengawet makanan dibutuhkan tahap lebih lanjut penyaringan dengan zeolit dan karbon aktif. Selama pembuatannya, asap cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (1) selama pembuatannya, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2) konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir menjadi lebih seragam, (3) polusi udara dapat ditekan, dan (4) pemakaian asap cair lebih mudah (direndam atau disemprotkan ke bahan yang akan diawetkan).

Tingkat asap cair dibedakan menjadi 3 yaitu, grade 3, grade 2, dan grade 1:

2.7.1. Asap cair grade 3

Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan karena masih banyak mengandung tar karsinogenik. Asap cair grade 3 digunakan pada pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu agar tahan dari rayap. Untuk mengawetkan kayu, 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 ml air, semprotkan atau rendam kayu dalam larutan.


(30)

2.7.2. Asap cair grade 2

Asap cair digunakan untuk mengawetkan makanan dengan rasa asap seperti daging asap, ikan asap, dan bandeng asap. Untuk mengawetkan ikan, celupkan ikan selama 1 menit yang telah dibersihkan ke dalam 50% asap cair, tambahkan garam. Ikan yang diawetkan dengan asap cair grade 2 tahan selama 3 hari.

2.7.3. Asap cair grade 1

Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, dan bumbu-bumbu barbeque. Asap cair grade 1 berwarna kuning bening, rasa sedikit asam, dan beraroma netral. Untuk mengawetkan bakso, 5 – 15 cc asap cair dilarutkan ke dalam 1 liter air, campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie, atau tahu. Bakso yang menggunakan pengawet asap cair grade 1 tahan selama 6 hari. Asap cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa berbahaya seperti hidrokarbon aromatic polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon) atau PAH. Selain itu, asap cair yang digunakan sebagai bahan pangan harus memiliki rasa atau aroma yang dapat diterima konsumen. (Sumber: ipb.ac.id, lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com)

2.8. Polisiklik Aromatis Hidrokarbon

Hidrokarbon Polisiklik Aromatik adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik, biasanya dihasilkan dari pembakaran tak sempurna bahan bakar fosil, kayu atau selama pengolahan makanan seperti pembakaran dan pengasapan. Walaupun mekanisme reaksi pembentukan Hidrokarbon Polisiklik Aromatik belum diketahui secara pasti, para ahli memperkirakan bahwa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik dapat dibentuk melaui radikal bebas, adisi intra molekuler atau polimerisasi molekul kecil (Chen et al, 1996).

Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan kelompok senyawa yang memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan memiliki struktur dengan


(31)

banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas. Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis PAH yang telah diidentifikasi, baik yang berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau prisma, serta dari tidak berwarna, berwarna kuning pucat, hingga kuning keemasan. Sifat kelarutan setiap jenis senyawa PAH juga bervariasi, namun sebagian besar senyawa PAH bersifat kurang larut dalam etanol dan larut atau sedikit larut dalam asam asetat, benzena, dan aseton. Beberapa senyawa PAH bersifat larut dalam minyak mineral dan minyak nabati, namun jenis PAH ini tidak larut dalam dietil eter, petroleum eter, dan air (Anonim, 1998).

Banyak senyawa-senyawa aromatik, termasuk PAHs, yang bersifat karsinogenik. Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik (tidak suka akan air), dan tidak memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat (adenosin, timin, guanin, dan sitosin), molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth, 2000).

Diantara banyak jenis senyawa PAHs, ada 15 jenis yang diketahui bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya, benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi sebagai senyawa PAHs yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Pada tabel 1 berikut ini tertera jenis-jenis senyawa PAH yang bersifat karsinogenik dan masing-masing nilai faktor potensi relatifnya dapat menyebabkan penyakit kanker dengan benzo(a) pyrene yang digunakan sebagai acuan.


(32)

Tabel 2.1. Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon yang bersifat Karsinogenik dan Faktor Potensi Relatif Karsinogenitasnya

Keterangan : 1) US Unviromental Protection Agency

2) International Agency For Research on Cancer

B2 dan 2A : Karsinogenik bagi manusia (terbukti secara in vivo) 2B : Dapat bersifat karsinogenik bagi manusia

D dan 3 : Belum diklasifikasikan NA : Data tidak tersedia (Elisabeth, 2000).

No Jenis Senyawa Klasifikasi sifat

Karsinogenitasnya

Faktor Potensi Relatif USEPA 1) IARC 2)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Benzo(a)anthracene Benzo(b)fluoranthene Benzo(j)fluoranthene Benzo(k)fluoranthene Benzo(a)pyrene Dibenzo(a,h)acridine Dibenzo(a,j)acridine Dibenzo(a,h)anthracene 7H-Dibenzo(c,g)carbazole Dibenzo(a,e)pyrene Dibenzo(a,h)pyrene Dibenzo(a,i)pyrene Dibenzo(a,l)pyrene Indeno(1,2,3-cd)pyrene 5-Methylchrysene B2 B2 NA B2 B2 D D B2 D D D D D B2 B2 2A 2B 2B 2B 2A 3 3 NA 3 3 3 3 3 2B 3 0,1 0,1 NA 0,01 1 NA NA 1 NA NA NA NA NA 0,1 NA


(33)

Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen) dan perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap tidak hanya asap rokok,tetapi juga asap pada daging ikan yang dipanggang,dibakar,atau diasap,dicurigai sebagai agen kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa utama yang diklaim sebagai biang kerok kanker, yaitu kelompok senyawa piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH), N-nitroso compound (NNC), dan heterocyclic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanya ditemukan pada ikan asap, NNC pada daging asap, dan HHA pada ikan dan daging bakar atau panggang (Adawyah,2007).

2.9.Asam Organik

Porter et al. (1965), mengemukakan bahwa asam organic dengan 1 sampai 10 atom karbon merupakan penyusun asap secara keseluruhan. Hanya asam beratom karbon satu sampai empat saja yang banyak dijumpai pada fase uap dalam asap, sedang yang berantai 5 sampai 10 berada di fase partikel asap. Jadi asam-asam format, asetat, propionate, butirat dan isobutirat terdapat pada fase uap asap; sedang asam-asam valerat, isovalerat, kaproat, heptilat, nonilat dan kaprat berada di fase partikel asap. Menurut Tilgner et al. (1962) dalam Girard (1992), jumlah asam merupakan 40% dari destilat kondensat asap.

Asam asetat merupakan cairan jernih tak berwarna, dengan bau menyengat dan rasa asam yang tajam. Dalam larutan, asam asetat terionisasi lemah. Asam asetat merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organic, dapat bercampur dengan air, alcohol, gliserol, dan lemak. Tidak bereaksi dengan karbonat dan fosfat, titik didih 39oC, titik cair -8,5oC (Ratna, 2008).

Larutan asam asetat dapat disterilkan dengan autoklaf, penyimpanan harus dalam botol yang tertutup rapat. Asam asetat mempunyai aktivitas antibakteri dan pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien pH transmembran.


(34)

Dilaporkan bahwa senyawa ini efektif terhadap bakteri dari genus Haemophylus, Pseudomonas, Candida dan Trichomonas (Ratna, 2008).

Efek antimikrobia asam organic lemah dihasilkan dari efek kombinasi dari molekul yang tidak terdisosiasi dan molekul yang terdisosiasi. Efek antimikrobia yang diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan sitoplasma, merusak tegangan permukaan membrane dan hilangnya transport aktif makanan melalui membrane sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam fungsi dan struktur komponen sel. Efek antimikrobia asam organic lemah yang diakibatkan oleh molekul yang terdisosiasi (menghasilkan H+ dan anion) menyebabkan penurunan pH lingkungan hidupnya dan dapat kontak dengan dinding sel bakteri, membrane sel, ruang periplasmik dan permukaan luar sitoplasma atau membrane sebelah dalam sel sehingga menyebabkan efek perusakan dari sel bakteri. Pada pH lingkungan hidup yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup sel bakteri (Ratna, 2008).

2.10. Gas Cromatografy Mass Spectrometry (GCMS)

GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.

Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya


(35)

diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.

Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksional, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan itik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang lebih kecil yaitu mikro (pavia et al, 2006).


(36)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Nama Alat Merek

Selang

Thermometer digital 1000 0C Tungku Pengarang batu tahan api Tong Besi

GC-MS QP 2010S Shimadzu

FTIR PerkinElmer

Timbangan

Seperangkat alat destilasi

Botol Plastik

Pipa besi spiral 6 meter

3.2. Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cangkang Kelapa Sawit.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Penyediaan Bahan Baku

Cangkang sawit yang digunakan berasal dari PT. Indah Pontjan Kecamatan Perbaungan yang masih dalam keadaan basah dan sebelum digunakan terlebih dahulu


(37)

dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1 hari untuk mengurangi kadar air di dalam cangkang tersebut.

3.3.2. Proses pembuatan Asap Cair dari Cangkang Sawit

a. Cangkang sawit sebanyak 10 Kg dimasukan kedalam tungku pengarangan yang dilengkapi dengan thermometer.

b. Dihidupkan tungku pengarangan.

c. Dialirkan air sebagai pendingin melalui selang sirkulasi ke dalam tong pendingin pipa spiral.

d. Asap yang dihasilkan dari pembakaran dialirkan melalui pipa spiral kemudian di dinginkan melalui tong pendingin pipa spiral.

e. Asap cair yang dihasilkan ditampung dalam botol plastik pada saat pertama kali menetes, dan dicatat suhunya.

f. Setiap kenaikan suhu 50 oC asap cair yang dihasilkan ditampung dalam botol plastik yang lainnya.

g. Kemudian pemanasan dihentikan sampai tidak ada lagi asap cair yang menetes.

h. Asap cair yang diperoleh masih bercampur dengan tar, sehingga dilakukan pemisahan dengan mendestilasi asap cair tersebut

i. Setelah asap cair yang telah didestilasi tersebut dihasilkan maka dilakukan penentuan senyawa dengan menggunakan GCMS dan FTIR.

3.4. Skema Pengambilan Data

3.4.1. Penyediaan Bahan Baku

Penyediaan bahan baku cangkang kelapa sawit diperoleh dari PT. Indah Pontjan Kecamatan Perbaungan yang diambil secara acak ataupun random sebanyak 5 kali sampling pada titik yang berbeda dalam satu lokasi atau area pabrik.


(38)

3.4.2. Proses Pembuatan Asap Cair dari Cangkang sawit

Dimasukan kedalam tungku pengarang yang telah dilengkapi termometer

Dihidupkan tungku pengarang

Dialirkan kedalam tong pendingin melalui pipa spiral

Dicatat suhu pemanasan pada saat asap cair pertama kali menetes

Ditampung pada botol plastik

Setiap kenaikan suhu 50 oC botol plastik penampung asap cair diganti

Dihentikan Pemanasan pada saat suhu pirolisis yang di inginkan telah tercapai

Didestilasi

Cangkang Sawit 10 Kg

Asap

Campuran Asap Cair dan Tar

Hasil dengan GC-MS Hasil

dengan FTIR


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh asap cair cangkang sawit pada suhu pemanasan 600°C sampai 900°C, dimana asap cair yang dihasilkan ditampung dengan variasi interval suhu 50°C, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 volume asap cair pada berbagai suhu pirolisis.

Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Cangkang Sawit

NO Suhu (oC) Volume Asap Cair (mL)

1. ± 600 42 2. ± 650 39 3. ± 700 35,5 4. ± 750 31,5 5. ± 800 29 6. ± 850 24 7. ± 900 20


(40)

4.1.1. Identifikasi kandungan senyawa asap cair menggunakan GCMS.

Berdasarkan Hasil identifikasi kandungan senyawa asap cair yang dilakukan dengan menggunakan GC-MS, diperoleh peak kromatogram serta nama senyawa yang diduga terkandung dalam asap cair pada suhu ±600°C, ±750°C, ±900° , dapat dilihat pada gambar 4.1; 4.2; dan 4.3, serta tabel data 4.2; 4.3; dan 4.4 dibawah ini :

Gambar 4.1 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±600°C


(41)

Tabel 4.2. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±600°C Menggunakan GC-MS

No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul (%) Retensi Fragmentasi yang Diduga

1. C3H6O 4.04 5.604 58,43,39 Dimetilketon

2. CH3OH 4.36 6.057 33,32,31 Metanol

3. C5H5N 0.47 12.425 79,52,39 Piridin

4. C5H6O 0.80 17.913 82,56,39 5-Metilfuran

5. C6H8O 0.43 18.120 96,81,67,53 2-Metil-2 Cyclopentanon

6. C2H4O2 44.97 20.386 60,43,41 Asam Asetat

7. C5H4O2 1.72 21.476 96,67,43,39 2-Furaldehid

8. C6H6O2 0.35 22.884 110,95,71 Asetilfuran

9. C3H6O2 4.32 23.646 74,57,45 Asam Propanoat

10. C4H8O2 0.68 26.512 88,73,60,41 Asam Butanoat

11. C5H6O2 0.21 27.748 98,81,42 Furfuril Alkohol

12. C7H8O2 0.63 33.675 124,109,81,53 p-Metoksifenol

13. C6H6O 35.39 37.461 94,66,39 Fenol

14. C7H8O 0.30 39.472 108,91,79,51 p-Metilfenol

15. C7H8O 0.28 39.659 108,91,79,51 o-Metilfenol


(42)

Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±750°C


(43)

Tabel 4.3. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±750°C Menggunakan GC-MS

No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul (%) Retensi Fragmentasi yang Diduga

1. C3H6O 2.75 5.604 58,43,39 Dimetilketon

2. C3H6O 0.43 5.892 58,43,39 Dimetilketon

3. C2H4O2 63.51 20.202 60,43,41 Asam Asetat

4. C5H4O2 0.38 21.487 96,67,43,39 2-Furaldehid

5. C3H6O2 3.52 23.643 74,57,45 Asam Propanoat

6. C4H6O2 0.81 27.331 86,56,42 Butirolakton

7. C7H8O2 0.39 33.681 124,109,81,53 o-Metoksifenol

8. C6H6O 27.92 37.462 94,66,39 Fenol


(44)

Gambar 4.3 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair Cangkang Sawit pada Suhu ±900°C


(45)

Tabel 4.4. Data Senyawa Analisa Asap Cair Cangkang Sawit Suhu ±900°C Menggunakan GC-MS

No Rumus Area Waktu Puncak Nama Senyawa Molekul (%) Retensi Fragmentasi yang Diduga

1. C3H6O 1.28 5.608 58,43,39 Dimetilketon

2. CH3OH 1.06 6.072 33,32,31 Metanol

3. C2H4O2 78.26 20.203 60,43,41 Asam Asetat

4. C5H4O2 0.86 21.491 96,67,43,39 2-Furaldehid

5. C3H6O2 3.08 23.665 74,57,45 Asam Propanoat

6. C4H6O2 0.70 27.328 86,56,42 Butirolakton

7. C7H8O2 0.28 33.608 124,109,81,53 o-Metoksifenol

8. C6H6O 14.49 37.342 94,66,39 Fenol

4.1.2. Identifikasi kandungan senyawa asap cair menggunakan FTIR.

Berdasarkan Hasil identifikasi kandungan senyawa asap cair yang dilakukan dengan menggunakan FTIR, diperoleh daerah spektrum inframerah dari masing-masing senyawa yang terkandung dalam asap cair pada suhu ±600°C, ±750°C , ±900°C, dapat dilihat pada gambar 4.4; 4.5; dan 4.6 dibawah ini :


(46)

Gambar 4.4. Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit pada suhu ±600°C

3435,0

2067,14


(47)

Gambar 4.5. Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit pada suhu ±750°C


(48)

Gambar 4.6. Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit pada suhu ±900°C

3435,0

2075,8

1637,2


(49)

4.2 Pembahasan

4.2.1. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair

Hubungan kenaikan suhu pembakaran dengan volume asap cair yang dihasilkan dapat dilihat dari grafik yang merupakan plot hasil pengukuran volume Asap Cair Cangkang Sawit untuk beberapa variasi suhu, sebagai berikut.

Gambar 4.7. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Volume Asap Cair

Dari gambar di atas diperoleh bahwa kenaikan suhu pembakaran pada proses pirolisis akan membentuk penurunan volume asap cair yang dihasilkan. Koefisien regresinya adalah sebesar 0,994. Hal ini bermakna bahwa hubungan kenaikan suhu dengan penurunan volume asap cair adalah sangat kuat/sangat signifikan.

Kondisi tersebut setara dengan penjelasan Sumasroh (2010) mengatakan bahwa komposisi asap cair juga bergantung pada bahan baku yang meliputi jenis, kadar air, ukuran partikel bahan, suhu pembakaran, kecukupan oksigen dan tahapan proses. Jika dicermati variasi suhu yang terus mengalami peningkatan hingga 5x dengan kelipatan 500C, maka dipastikan kandungan kadar air dalam bahan baku (cangkang) akan terus mengalami penyusutan karena terjadi penguapan karena pirolisis berlangsung pada suhu yang tinggi, padahal kandungan air dalam bahan baku adalah variabel penting dalam terbentuknya asap cair.

42 39 35,5 31,5 29 24 20 y = -3,660x + 46,21

R² = 0,994 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

600 650 700 750 800 850 900

V o lu m e A sa p c a ir ( m l)


(50)

Kondisi ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Darmadji dkk dalam Manshuri (2009) menyatakan bahwa kandungan maksimum (nilai optimum) senyawa senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600 oC. Tetapi suatu

produk yang diberi asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400 oC dinilai mempunyai kuantitas dan kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.

4.2.2. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Asam-Asam Organik

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Di dalam asap cair terdapat asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asamasetat, propionat, butirat dan valerat dan beberapa derivate dari asam karboksilat. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap cair telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis bahan biomassa, umur tanaman sumber biomassa, dan kondisi pertumbuhan biomassa.

Berdasarkan hasil pengukuran Spectrum Hasil Analisa GCMS Asap Cair Cangkang Sawit, maka dikompilasikan beberapa data dari pengukuran yang berbeda khusus untuk melihat pengaruh kenaikan suhu dengan terbentuknya asam-asam organik. Kompilasi data tersebut ditampilkan dalam grafik berikut ini.


(51)

Gambar 4.8. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Asam Organik

Dari grafik di atas, jumlah asam asetat (yang dinotifikasikan sebagai luas area) terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu proses pirolisis. Sedangkan untuk asam propanoat dan asam butanoat, sedikit mengalami penurunan.

Keadaan di atas dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa suhu pirolisis yang secara terus-menerus meningkat maka akan memutus rantai-rantai panjang molekul kompleks senyawa asam karboksilat menjadi rantai yang lebih pendek dan sederhana. Rantai senyawa organik yang pendek dan sederhana (dalam hal ini, asam asetat) akan lebih stabil dan kuat ikatan-ikatan antara atom-atomnya dibandingkan dengan rantai senyawa organik yang panjang dan kompleks (dalam hal ini, asam propanoat dan asam butanoat).

4.2.3. Hubungan Kenaikan Suhu dengan Pembentukan Fenol

Jika kandungan selullosa dalam bahan baku cangkang sawit, melalui proses pirolisis terdekomposisi menjadi asam-asam karboksilat, maka kandungan lignin akan terdekomposisi menjadi fenol.

Fenol merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan. Fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Jumlah dan macam senyawa fenol

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

600 750 900

Ar e a ( % )

Suhu (0C)

Asam Asetat Asam Propanoat Asam Butanoat


(52)

dalam asap cair sangat tergantung pada suhu pirolisis kayu. Fenol juga memilikisifat

sebagai pembentuk cita rasa pada produk pengasapan. Senyawa golongan fenol yang

terdapat pada asap merupakan hasil peruraian termal dari komponenlignin dalam kayu.

Berdasarkan hasil pengukuran Spectrum Hasil Analisa FTIR Asap Cair Cangkang Sawit, maka dikompilasikan beberapa data dari pengukuran yang berbeda khusus untuk melihat pengaruh kenaikan suhu dengan terbentuknya fenol. Kompilasi data tersebut ditampilkan dalam grafik berikut ini.

Gambar 4.9. Grafik Hubungan kenaikan Suhu dengan Luas Area Fenol

Dari grafik diatas dijelaskan bahwa jumlah optimum luas area fenol yang terbentuk adalah pada berada suhu pirolisis 600 0C dan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis.

Penjelasan yang memperkuat fakta ini adalah sebagai berikut. Fenol memiliki rumus bangun utama cincin benzene yang berikatan dengan gugus hidroksil. Cincin benzene dimaksud sesungguhnya merupakan monomer-monomer lignin yang pada umumnya memiliki gugus/senyawa aromatik (yang berbangun siklik). Gugus hidroksil yang berikatan dengan senyawa aromatik (monomer-monomer lignin) disumbangkan dari hasil oksidasi (pembakaran) selama proses pirolisis.

Bila dicermati untuk kenaikan suhu 750 hingga 900 0C, ternyata luas area (%) fenol semakin menurun, hal ini dikarenakan gugus aromatik yang berikatan tersebut

35,39 27,92 14,49 0 5 10 15 20 25 30 35 40

600 750 900

Ar e a ( % )


(53)

terus menerus dioksidasi sehingga menjadi senyawa-senyawa alifatik, sehingga pada akhirnya jumlah fenol yang terbentuk mengalami penurunan.

4.2.4. Senyawa PAH maupun turunannya dalam Asap Cair

Asap cair juga mengandung senyawa yang merugikan yaitu tar dan senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik (HPA) seperti benzopiren yang bersifat toksik dan karsinogenik serta menyebabkan kerusakan asam amino esensial dari protein dan vitamin. Pengaruh ini disebabkan adanya sejumlah senyawa kimia di dalam asap cair yang dapat bereaksi dengan komponen bahan makanan.

Upaya untuk memisahkan komponen berbahaya di dalam asap cair dapat dilakukan dengan cara redistilasi, yaitu proses pemisahan kembali suatu larutan berdasarkan titik didihnya. Redistilasi dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya sehingga diperoleh asap cair yang jernih, bebas tar, polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan benzopiren pendispersi.

Senyawa benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310°C dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.

Berdasarkan hasil pengukuran Spectrum Hasil Analisa GCMS Asap Cair

Cangkang Sawit untuk rentang suhu 600 0C hingga 9000C dimana senyawa Polisiklik Aromatis Hidrokarbon maupun turunannya dalam asam cair penelitian ini sudah tidak ada lagi dan telah bebas dari Polisiklik Aromatis Hidrokarbon maupun senyawa benzo(a)pirena yang bersifat toksik dan karsinogenik, kemungkinan disebabkan karena adanya perlakuan pengendapan dan sentrifius pada 2000 rpm selama lebih kurang 2 jam serta destilasi asap cair pada suhu 120 oC pada saat penelitian dilakukan.


(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil analisa GC-MS untuk asap cair dari cangkang sawit yang dihasilkan

pada suhu 600°C - 950°C menunjukkan bahwa kandungan terbesar yang terdapat pada asap cair cangkang sawit tersebut adalah senyawa asam asetat, fenol , dan asam propanoat.

2. Hasil analisa menunjukkan bahwa didalam asap cair yang dihasilkan tidak ditemukan senyawa Policyclyc Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang bersifat karsinogenik.

3. Hasil analisa menunjukkan bahwa semangkin tinggi suhu pirolisis yang digunakan maka akan semakin tinggi konsentrasi dari Asam-asam organik yang terkandung di dalam asap cair tersebut.

5.2 Saran

Disarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan penentuan kandungan senyawa asap cair diatas suhu 600 0C dengan menggunakan nitrogen pada reaktor pirolisa.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara. Anonim, 1998, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, US Dept of Health and Human

Services, Public Health Services. http//ntp-server.niehs.nih.gov/htdocs/PAHs- 15html.

Anonymous. 2006. Pedoman Pengelolaan Industri Kelapa Sawit. Subdit Pengelolaan Lingkungan-Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta

Buckle, K.A.; Edward, R.A.; Fleet, G.H.; Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan. UIPress, Jakarta. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono.

Chen, B.H., Wang, C.Y. and Chiu, C.P., 1996, Evaluation of Analysis of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Meat Products by Liquid Chromatography, Agric. Food Chem.

Chinnici, F., and N. Natali. 2006. Presence of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Woody Chips Used as Adjuvant in Wines, Vinegars and Distillate. Jurnal. 40 : 1587-1592.

Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metoda Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3), 267-271.

Darmadji, Purnomo dan Triyudiana. 2006. Proses Pemurnian Asap Cair dan Simulasi Akumulasi Kadar Benzopyren pada Proses Perendaman Ikan. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. Vol.XXVI, No.2 Th. 2006.

Elisabeth, 2000, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) : Kaitannya dengan minyak sawit dan kesehatan, dalam warta PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), Medan.

Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis Horwood,

Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Dalam Endah Himawati, 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris


(56)

Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Gumanti, F. M. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanendoyo, C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair dengan Sistem Kondensasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Imam, Saeful. 2008. Zat Pengawet. http://www.mail-archive.com/milisnakita@ news.gramedia-majalah.com. Diakses tanggal 24 November 2012. Ipb.ac.id, lordbroken.wordpress.com, dan awalsholeh.blogspot.com

Kartika. 2009. Impregnasi Kayu Kelapa Sawit dengan Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa, Stirena dan Toluena Diisosianat (TDI). Tesis. Jurusan Kimia Program Pasca Sarjana USU. Medan.

Maga, J.A. 1987. Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton,Florida. Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton,

1-3 : 131-138.

Pakan, R. 2005. Study Pembuatan Asap Cair dari Jenis Bahan Baku Kayu Bervariasi. Skripsi. Banjabaru : Fakultas Perikanan Unlam.

Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kritz, Randall G. Engel. 2006. Introduction to Organic Laboratory Techniques (4th Ed.). Thomson Brooks/Cole : 797–817.

Pimenta, A. S., B. R. Vital, J.M. Bayona. and R. Alzaga. 1998. Characterisation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Liquid Products From Pyrolisis of Eucalyptus Grandis by Supercritical Fluid Extraction and GC/MS Determination. Jurnal. Volume 7. Nomor 11 : 1133-1139.

Porter, R. W., L. J. Bratzler and A. M. Pearson. 1965. Fractionation and Study of Compound in Wood Smoke. Journal of Food Sci.

Pranata, J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami. [Skripsi]. Teknik Kimia Universitas Malikussaleh. Lhoksumawe.

Prananta, J. 2009. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa Sawit untuk Pembuatan

Asap Cair Sebagai Pengawet Makan Alam

Pszcola, D.E. 1995. Tour highlights production and uses of smoke house base flavors. J Food Tech 49: 70-74.


(57)

Ratna, yulistiani. 2008. Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami pada Produk Daging dan Ikan. Edisi pertama. Cetakan Petama. UPN Veteran Jawa Timur. Surabaya.

Tranggono, Suhardi., Bambang Setiadji, Purnama Darmadji, Supryanto dan Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap Cair Dari Berbagai Jenis Kayu Dan Tempurung Kelapa. Journal Ilmu dan Teknologi Pangan I (2) : 15-24.

Tranggono, Suhardi dan Bambang Setiaji. 1997. Produksi Asap Cair Dan Penggunannya Pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Khas Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu III. Kantor Menristek.Puspitek. Jakarta.

Wastono. 2006. Kajian Sistem Produksi Destilat Asap Tempurung Kelapa dan Aplikasinya sebagai Disinfektan untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(58)

(59)

Lampiran 1. Gambar Alat Reaktor Pirolisa

Spesifikasi Alat.

Merek : Nabertherm Model : N21/13 Suhu Maks. : 1300oC

Termokopel


(60)

Lampiran 2. Spektra Puncak 6 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC


(61)

Lampiran 3. Spektra Puncak 9 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC


(62)

Lampiran 4. Spektra Puncak 10 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC


(63)

Lampiran 5. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC


(64)

Lampiran 6. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC


(65)

Lampiran 7. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900oC


(66)

Lampiran 8. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900oC


(1)

Lampiran 3. Spektra Puncak 9 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC


(2)

Lampiran 4. Spektra Puncak 10 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±600oC


(3)

Lampiran 5. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC


(4)

Lampiran 6. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±750oC


(5)

Lampiran 7. Spektra Puncak 3 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900oC


(6)

Lampiran 8. Spektra Puncak 5 pada Kromatogram Hasil Analisa Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Suhu ±900oC