Reproduction Characteristic and Population Dynamics of Etawah breads On Sand Post-mining Land

KARAKTERISTIK REPRODUKSI DAN PERKEMBANGAN
POPULASI KAMBING PERANAKAN ETAWAH
DI LAHAN PASCA GALIAN PASIR

SKRIPSI
NIA NUZUL KURNIASIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

1

RINGKASAN
Nia Nuzul Kurniasih. D14080213. 2012. Karakteristik Reproduksi dan
Perkembangan Populasi Kambing Peranakan Etawah di Lahan Pasca Galian
Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Asnath, M. Fuah. MS
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara
kambing Etawah dengan kambing lokal, yang sudah beradaptasi dengan baik
lingkungan Indonesia. Pada umumnya, kambing PE dipelihara oleh peternak di Jawa
Barat sebagai penghasil daging dan susu. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik reproduksi dan dinamika populasi kambing PE di
Sumedang, Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan selama satu bulan yaitu dari
bulan Juli sampai Agustus 2011, menggunakan metode survey ke lokasi peternakan
yang ada di Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang.
Responden terdiri dari 36 orang petani peternak yang ditentukan secara purposif
yaitu mereka yang memiliki ternak kambing PE, sebagai anggota kelompok tani dan
bersedia untuk diwawancara.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner
dan pengamatan langsung ke lokasi penelitian, dan data sekunder diperoleh dari
kantor statistik peternakan Sumedang dan pencacatan dari ketua kelompok.
Parameter yang diamati adalah kondisi dari lokasi pemeliharaan dan karakteristik
reproduksi ternak kambing PE yang ada di lokasi penelitian. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Berdasarkan karakteristik reproduksi ternak kambing yang didapat, dilakukan
estimasi dinamika populasi selama waktu pengembangan enam tahun dengan asumsi
kondisi yang ada tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan
Paseh rata-rata umur betina saat pertama kali birahi masing-masing 10,06±1,65 bulan
dan 12,89±3,86 bulan, umur betina saat pertama kali kawin 10,56±1,55 bulan dan
13,26±3,93 bulan, jarak kelahiran anak 7,75±0,58 bulan dan 7,17±1,11 bulan. Nilai
mortalitas kambing PE muda masing-masing sebesar 17,53% dan 77,78% di
Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan Paseh. Hasil estimasi dinamika populasi ternak
kambing PE selama enam tahun periode pengembangan menunjukkan adanya
kenaikkan populasi ternak sebesar 11,43% di Kecamatan Cimalaka, sehingga dalam
waktu enam tahun jumlah ternak betina produktif sebanyak 308 ekor. Untuk itu,
setiap tahun perlu disiapkan 79 ekor betina pengganti untuk proses reproduksi.
Populasi ternak di Kecamatan Paseh mengalami penurunan sebesar 23,37%.
sehingga dalam waktu enam tahun jumlah ternak betina produktif sebanyak 41 ekor.
Untuk itu, setiap tahun perlu disiapkan 8 ekor betina pengganti untuk proses
reproduksi.
Kata-kata kunci: kambing PE, reproduksi, dinamika populasi, Sumedang

2

ABSTRACT
Reproduction Characteristic and Population Dynamics of

Etawah breads On Sand Post-mining Land
Kurniasih, N.N., A. M. Fuah and R. Priyanto
The crossbreed of Etawah and local goats is generally called,” Peranakan Etawah
(PE)” which is well adapted to the enviromental of Indonesia. These animals are also
well maintained and kept by farmers as the main producers of meat and milk. The
aim of this research was to study the reproductive characteristics and population
dynamics of PE goats in Sumedang of West Java. This research was conducted for
two months from July to August of 2011, took place in Cimalaka and Paseh
subdistricts of Sumedang. Thirty six (36) farmers were purposively chosen as
respondents for this study. Primary data were obtained from the farmers by interview
using questionnaires, and observation was also conducted to their field to understand
the animal condition and management practiced by farmers. Secondary data were
collected from Sumedang livestock office and statistical report data from farmers
group. Data collected were analyzed descriptively to obtain reproductive
characteristics of goats. Based on the reproductive characteristics obtained,
estimation was made on the population dynamics of dairy goats in Cimalaka and
Paseh subdistricts. The average age of ewes at first estrus was 10,06±1,65 m and
12,89±3,86 m in Cimalaka and Paseh respectively. The first conception of ewes
occurred at 10,56±1,55 m and 13,26±3,93 m, and kidding interval was 7,75±0,58 m
and 7,17±1,11 m whereas, the mortality rate of young goats was 8% and 24% in

Cimalaka and Paseh respectively which was varied between region. The results of
estimation made of the population dynamics of dairy goats in the Cimalaka
subdistricts indicated that the increase rate of goats after six years was 11,43%, is
resulted in the increase of goat numbers obtain six years, to be 308 heads. Therefore,
the number of ewes should be kept in the flock was 79 heads in order to maintain
population.The results of estimation made of the population dynamics of dairy goats
in the Paseh subdistricts indicated that the decrease rate of goats after six years was
23,37%, is resulted in the decrease of goat numbers obtain six years, to be 41 heads.
Therefore, the number of ewes should be kept in the flock was 8 heads in order to
maintain population.
Keywords : goats, reproduction characteristic, population dynamics, Sumedang

3

KARAKTERISTIK REPRODUKSI DAN PERKEMBANGAN
POPULASI KAMBING PERANAKAN ETAWAH
DI LAHAN PASCA GALIAN PASIR

NIA NUZUL KURNIASIH
D14080213


Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

4

Judul :Karakteristik Reproduksi Dan Perkembangan Populasi Kambing
Peranakan Etawah Di Lahan Pasca Galian Pasir
Nama : Nia Nuzul Kurniasih
NIM : D14080213

Menyetujui,


Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Asnath M. Fuah. MS)
NIP: 19541015 19790 3 2001

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rudy Priyanto)
NIP: 19601216 19860 3 1003

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 24 Juli 2012

Tanggal Lulus:

5

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 April 1990 di Bogor, Jawa Barat. Sebagai
anak ke lima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Arifin dan Ibu Hj.
Rohima.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Limo 03 Kota Depok pada
tahun 2002, pendidikan menengah pertama di SLTP Tadika Pertiwi Kota Depok
diselesaikan pada tahun 2005 dan pendidikan menengah atas di SMA Cenderawasih
1 Jakarta diselesaikan pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor pada melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis
pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2009-2010.
Selama kuliah, pernah mengikuti kegiatan magang di D’Farm Fakultas Peternakan
pada tahun 2009.
Program peningkatan keterampilan yang pernah diikuti adalah Program
Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian Masyarakat (PKMM) yang didanai oleh
Dikti pada tahun 2011 dengan judul “MAPASA” Metode Pengembangan Sistem
Pendidikan Berbasis Aplikasi Sains Peningkat Daya Kreativitas Dan Inovasi Siswa

Di SDN Carangpulang 01 Kabupaten Bogor dan Sistem Bank Rumput Syariah,
Solusi Penyediaan Hijauan Pakan yang Berkelanjutan di Desa Tegal Waru, Bogor
pada tahun 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk MK.
Teknologi Hasil Ikutan Ternak pada semester genap tahun ajaran 2011-2012.

6

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrahiim
Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Robbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan

skripsi

yang

berjudul


“Karakteristik

Reproduksi

dan

Perkembangan Populasi Kambing Peranakan Etawah (PE) di Lahan Pasca
Galian Pasir “ dengan lancar. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya yang senantiasa
istiqomah hingga akhir zaman.
Kambing merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki dwi
fungsi yaitu sebagai penghasil daging dan susu. Kambing Peranakan Etawah adalah
salah satu ternak kambing yang dimanfaatkan sebagai ternak perah dan pedaging
(jika sudah afkir). Lahan kritis seperti yang ada di Kabupaten Sumedang merupakan
lahan bekas galian pasir , dengan kondisi lahan yang gersang sehingga kurang baik
untuk pertumbuhan ternak perah. Namun kambing memiliki daya adaptasi yang
cukup baik terhadap kondisi lingkungan yang kurang memadai bagi ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik reproduksi kambing PE di
lahan bekas galian pasir, menganalisis perkembangan populasi kambing PE, dan
menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi

kambing PE di Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan Paseh, Sumedang.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini,
oleh karena itu sebagai saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan
skripsi ini akan sangat membantu penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, September 2012
Penulis

7

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN

i

ABSTRACT


ii

LEMBAR PERNYATAAN

iii

LEMBAR PENGESAHAN

iv

RIWAYAT HIDUP

v

KATA PENGANTAR

vi

DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul Ternak Kambing
Potensi Ternak Kambing
Faktor Lingkungan
Faktor Pakan
Potensi Pakan
Faktor Ekonomi
Permintaan Terhadap Kambing dan Susu
Harga Susu dan Kambing
Sosial Budaya Masyarakat
Karakteristik Produksi
Bobot Badan Ternak Kambing
Produksi Susu dan Daging
Karakterisktik Reproduksi Kambing PE
Produktivitas Kambing PE
Tingkat Kelahiran dan Kematian
Penyakit dan Penanganan
Dinamika Populasi
Potensi Ternak Kambing di Jawa Barat
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Materi

1
2
3
3
4
4
5
7
8
9
10
11
12
12
14
15
15
17
19
19
21
22
22
22

vii

Metode
Rancangan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Cimalaka
Kecamatan Paseh
Populasi dan Kepemilikkan Ternak
Karakteristik Petani
Jumlah Ternak
Karakteristik Reproduksi Kambing PE
Penyakit dan Penanganan
Sistem Pemeliharaan
Jenis Pakan dan Pemberiannya
Dinamika Populasi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kambing PE
KESIMPULAN DAN SARAN

22
23
24
24
25
28
30
30
33
34
40
41
43
44
45
46

Kesimpulan
Saran

46
46

UCAPAN TERIMAKASIH

47

DAFTAR PUSTAKA

49

LAMPIRAN

54

viii

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.

Halaman
Penjualan Kambing Selama Setahun Terakhir
Dilakukan Peternak Di Sukabumi dan Lampung

yang

11

Rataan Lahir Anak Kambing PE Jantan Betina

13

3.

Komposisi Susu Kambing dari Berbagai Penelitian

14

4.

Umur dan Berat Badan Pubertas Kambing Peranakan
Etawah

16

5.

Rataan Angka Kelahiran Kambing PE

18

6.

Karakteristik Petani di Lahan Bekas Tambang Pasir

31

7.

Pendapatan Petani di Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan
Paseh

32

8.

Jumlah Ternak Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan
Cimalaka dan Kecamatan Paseh Bulan Juli 2011

33

9.

Karakteristik Reproduksi Kambing PE di Lahan Bekas
Tambang Pasir di Kabupaten Sumedang

35

10.

Angka Kematian Kambing PE Bulan Juli 2011

39

11.

Proyeksi Kambing PE Induk Selama Enam Tahun
Pengembangan di Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan
Paseh

44

vii

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
Kambing PE

Halaman
4

2.

Lokasi Lahan Tambang Pasir di Kecamatan Cimalaka

25

3.

Lahan yang Sudah Direklamasi dengan Pohon Gamal

26

4.

Kambing PE di Kecamatan Cimalaka

27

5.

Lahan Galian Pasir yang Ditanami Buah Naga di
Kecamatan Cimalaka

28

6.

Lahan Bekas Tambang Pasir yang Belum Direklamasi di
Kecamatan Paseh

29

7.

Lahan yang Sudah Direklamasi dengan Pohon Gamal

29

8.

a. Kandang di Kecamatan Cimalaka

43

b. Kandang di Kecamatan Paseh

43

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.

Perhitungan Dinamika Populasi Kambing PE di Kabupaten
Sumedang
Kuisioner Penelitian

Halaman
55
59

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak kambing merupakan hasil domestikasi kambing liar untuk
diternakkan yang tersebar dan beradaptasi di berbagai daerah, serta menghasilkan
nilai fungsional berbeda–beda yaitu sebagai kambing pedaging, kambing penghasil
susu, diambil bulunya maupun kambing penghasil susu sekaligus daging (Dinas
Kesehatan Hewan, 2010). Investasi yang sedikit, dewasa tubuh dan kelamin yang
cepat, jumlah anak per kelahiran sering lebih dari satu, kidding interval yang pendek
serta masa kebuntingan yang relatif cepat menyebabkan perputaran modal menjadi
relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan ternak lain. Ternak kambing memiliki
beberapa keunggulan lain yaitu tidak membutuhkan lahan yang luas, tenaga kerja
yang diperlukan sedikit dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan
dan pakan yang buruk. Hal tersebut yang membuat banyak petani di pedesaan
memelihara kambing, terutama di Pulau Jawa. Kurangnya pemahaman terhadap
manfaat ternak kambing menyebabkan petani kurang menerapkan sistem
pemeliharaan kambing yang benar, sehingga beternak kambing hanya dijadikan
sebagai usaha sambilan, dan sebagai tabungan yang dijual untuk memenuhi
kebutuhan mendesak.
Menurut data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011), peningkatan
terbesar populasi kambing terjadi di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan salah
satu daerah sentra ternak kambing nasional. Hal ini terlihat bahwa Provinsi Jawa
Tengah merupakan populasi kambing terbesar di Indonesia, yaitu mencapai
3.691.096 ekor pada tahun 2010, Jawa Timur sejumlah 2.822.912 ekor, dam dikuti
oleh Jawa Barat berada pada urutan ketiga terbesar dengan populasi kambing
sejumlah 1.801.320 ekor. Populasi ternak kecil secara nasional pada tahun 2010
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan populasi pada tahun 2009 yaitu:
kambing 16,62 juta ekor (peningkatan 5,08%), domba 10,72 juta ekor (peningkatan
5,16%), dan babi 7,47 juta ekor (peningkatan 7,19%). Menurut BPS (2011),
menunjukkan bahwa peningkatan populasi ternak kambing setiap tahun adalah
sebesar 2,91%, menyatakan bahwa ternak kambing merupakan salah satu komoditas
unggulan di provinsi Jawa Barat dan berpotensi untuk dikembangkan.

1

Tipe kambing yang banyak diternakkan di Indonesia adalah kambing
pedaging dan kambing perah. Kambing perah jenis Etawah berpotensi untuk
dikembangkan, penyebarannya cukup luas sampai ke beberapa negara yaitu India,
Indonesia, Pakistan, Amerika Selatan, dan lain-lain (Devendra dan Burn, 1994).
Kambing Etawah menyebar dibeberapa negara dan banyak digunakan untuk
memperbaiki kualitas kambing lokal, dengan cara mengawinkan kambing Etawah
dengan kambing lokal seperti yang ada di Kaligesing. Kambing Etawah memiliki
perfoma produksi dan reproduksi yang baik. Berbeda dengan sapi, yang memiliki
empat puting dan satu ambing, kambing hanya memiliki dua puting dan dua ambing
saja. Hasil perkawinan antara kambing Etawah dan kambing lokal menghasilkan
kambing yang disebut Peranakan Etawah (PE), dengan karakteristik yang hampir
sama dengan kambing Etawah, mengakibatkan sebagian besar masyarakat
memelihara kambing hasil persilangan tersebut. Kambing PE dapat beradaptasi
dengan baik terhadap kondisi alam Indonesia, mudah dipelihara dan merupakan
ternak jenis unggul penghasil daging serta susu. Produksi daging Kambing PE lebih
tinggi dibanding kambing lokal (Dinas Peternakan dan Perikanan Wonosobo, 2011).
Lahan kritis di Kabupaten Sumedang merupakan lahan bekas galian pasir
yaitu lahan yang kurang produktif dengan kondisi cuaca yang panas sehingga kurang
cocok untuk pemeliharaan ternak terutama ternak perah. Cuaca dan iklim yang
kurang nyaman dapat menurunkan produksi dan reproduksi tenak perah. Daya
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan menyebabkan ternak ruminansia tersebut
mampu hidup di lingkungan yang paling ekstrim, contohnya kekurangan pakan dan
manajemen pemeliharaan yang kurang memadai.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik reproduksi dan
menganalisis perkembangan populasi kambing PE di lahan pasca galian pasir.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi
kambing PE di lahan pasca galian pasir di Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan
Paseh, Sumedang.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul Ternak Kambing
Kambing merupakan hasil domestikasi dari hewan liar. Penjinakan kambing
diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat selama abad ke-7 sampai ke-9
sebelum masehi. Awalnya kambing yang dijinakkan untuk diperoleh dagingnya.
Kambing dimanfaatkan sebagai sumber daging pada awalnya. Kambing sebagai
hewan perah juga dianggap hewan yang tertua, jika dipandang dari kemudahannya
diperah. Berbagai metode telah digunakan oleh para peneliti terdahulu untuk
menggolongkan kambing sebagai hewan peliharaan, dengan mendasarkannya pada
berbagai sifat seperti fungsi, daerah asal geografis, serta sikap kepala dan tubuh
ketika berjalan (Devendra dan Burns, 1994).
Kambing adalah hewan yang sangat penting dalam pertanian subsistem
karena kemampuannya yang unik untuk mengadaptasikan dan mempertahankan
dirinya dalam lingkungan yang keras. Asal-usul kambing masih ditentukan dengan
jelas meskipun bukti-bukti yang tersedia menunjukkan bahwa bezoar Asia Barat
daya adalah nenek moyang kambing yang utama. Ada empat cara pengklasifikasian
kambing yaitu berdasarkan asal-usulnya, kegunaannya, besar tubuhnya, dan bentuk
serta panjang telinganya (Williamson dan Payne, 1993).
Kambing Etawah, masuk ke Indonesia pertama oleh orang Belanda pada
tahun 1920-an, orang Belanda tersebut membawa banyak kambing Etawah pertama
kali ke Pulau Jawa, tepatnya di Jogyakarta. Kambing ini lebih terkenal sebagai
kambing perah atau penghasil susu, dimana saat itu kambing ini disebut dengan
kambing Benggala atau kambing Jamnapari sesuai dengan asalnya di India.
Selanjutnya kambing Etawah ini dikembangbiakkan di daerah perbukitan Menoreh
sebelah barat Jogyakarta dan di Kaligesing, Purworejo. Seiring dengan perjalanan
waktu terjadilah perkawinan silang antara kambing Etawah dengan kambing lokal
(seperti kambing Jawarandu atau kambing Kacang,) dan ternyata keturunan yang
dihasilkan lebih bagus daripada kambing lokal (Dinas Kesehatan Hewan, 2010).

3

Gambar 1. Kambing PE
Kambing Etawah atau kambing Jamnapari berasal dari distrik Etawah daerah
antara Sungai Yamuma dan Chambal Provinsi Utara Pradesh, India. Kambing
Etawah yang didatangkan ke Indonesia bertujuan untuk memperbaiki kambingkambing lokal yang memiliki tubuh kecil, karena kambing Etawah adalah bangsa
kambing tipe besar sehingga diharapkan melalui persilangan antara kambing Etawah
dan kambing Kacang akan muncul bangsa kambing baru yang lebih besar dari
kambing Kacang dan mampu menghasilkan susu dengan baik (Heriyadi, 2004).
Kambing Jamnapari atau Etawah sangat baik sebagai hewan perah dan sebagai
penghasil daging. Ciri-ciri dari kambing Etawah adalah telinganya menggantung
dengan panjang kurang lebih 30 cm, mempunyai berbagai warna (putih, merah
coklat, dan hitam), ambingnya berkembang baik, bentuk muka cembung, dan
biasanya bertanduk pendek yang berbentuk pedang lengkung (Devendra dan Burns,
1994).
Potensi Ternak Kambing
Faktor Lingkungan
Adaptasi fisiologi didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku ternak.
Kemampuan seekor ternak untuk mengatasi pengaruh lingkungan yang baru berasal
dari

kapasitasnya

untuk

menanggapi

peubah

lingkungan

sambil

tetap

mempertahankan keseimbangan tubuh. Perubahan lingkungan yang secara serius
cukup menantang bagi satu individu mungkin kurang menghasilkan respon yang
dapat diukur pada individu yang lain. Adaptasi kambing lokal meliputi: anatomis,

4

respon morfologis dan fisiologis, perubahan tingkah laku makan, metabolisme, dan
penampilan (Mastika, 1993).
Semua ternak domestik mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang
paling cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimum. Kisaran yang paling
normal pada jenis mamalia adalah 370C-390C, sedangkan pada burung adalah 400C440C. Produksi panas yang bervariasi tergantung pada cara ternak mengeluarkan
panasnya. Penguapan merupakan cara ternak domestik mengeluarkan panasnya.
Pengaruh iklim tidak langsung terhadap ternak terutama pada kuantitas dan kualitas
makanan yang tersedia bagi ternak. Pengaruh tersebut tidak langsung dari iklim
karena ada faktor lain yaitu penyakit dan parasit (Williamson dan Payne, 1993).
Kambing PE dapat beradaptasi dengan baik terhadap kondisi alam Indonesia,
mudah dipelihara dan merupakan ternak jenis unggul penghasil daging serta susu.
Produksi daging kambing PE lebih tinggi dibanding kambing Lokal (Dinas
Peternakan dan Perikanan Wonosobo, 2011). Daerah tropis memiliki iklim yang
tidak seragam dan sering terdapat perbedaan iklim yang tajam yang disebabkan oleh
berbagai faktor geografi, seperti ketinggian daerah dan tekanan udara sehingga
beberapa daerah tropis dapat mempunyai iklim subtropis, disamping kisaran utama
iklimnya panas-kering sampai panas-lembab. Oleh karena itu, tatalaksana
pemeliharaan dan bangsa kambing yang dikembangkan di daerah beriklim subtropis
dapat diterima dengan baik dibeberapa tempat (Devendra dan Burns, 1994).
Faktor Pakan
Setiap hari kambing membutuhkan pakan hijauan sebanyak 10% berat
badannya. Berhubung kambing mempunyai sifat memilih pakan yang disajikan,
maka hijauan perlu diberikan dua kali lipat dari kebutuhan yang disediakan pada pagi
dan sore. Selain hijauan, idealnya kambing diberi konsentrat (dedak padi, dedak
jagung, dan ketela), khususnya bagi kambing yang sedang tumbuh, bunting,
menyusui dan ternak jantan yang sedang aktif memacek. Jumlah konsentrat yang
diberikan 1% berat badan, disajikan pagi hari. Selain itu juga, kambing perlu diberi
garam dapur untuk meningkatkan palatabilitas terhadap pakan yang diberikan.
Sebaiknya garam disediakan dalam wadah tersendiri yang dipasang di dalam
kandang sehingga kambing bisa menjilat garam sesuai kebutuhan (Dinas Peternakan
dan Perikanan Wonosobo, 2011).
5

Novita et al. (2006), melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi
dengan urea dan probiotik baik yang dipotong maupun digiling dan dikombinasikan
dengan konsentrat mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan induk kambing selama
bunting dan laktasi, pertumbuhan anak kambing, produksi susu dan kualitas susu,
sehingga dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber serat dalam ransum.
Namun penggunaannya dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan karena
pemberian dalam bentuk potongan atau cacah dapat menurunkan kondisi tubuh
induk. Kambing memiliki kebiasaan makan yang berbeda dengan ruminansia lainnya
dan bila tidak dikontrol dapat mengakibatkan kerusakan. Kambing mampu
merumput pada bagian rumput yang sangat pendek dan meragut dedauanan yang
biasanya tidak dimakan oleh ternak lainnya (Devendra dan Burns, 1994).
Pemberian pakan yang sangat tinggi (200% maintenance) pada periode
sebelum implantasi dapat mempengaruhi daya hidup embrio. Pakan yang terlalu
tinggi selama akhir kebuntingan dapat mengakibatkan distokia, akibatnya induk dan
anak menjadi lemah dan mati oleh lamanya proses kelahiran. Kekurangan pakan juga
berakibatkan menurunkan bobot lahir lahir anak yang lahir, sehingga ternak menjadi
lemah (Feradis, 2010).
Kambing memiliki kebiasaan makan yang unik yaitu kambing akan menolak
makanan yang telah dikotori hewan lain. Kambing menyukai pakan beragam dan
tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu
lama. Kambing memiliki indera pengecap yang baik, sehingga dapat membedakan
rasa pahit, manis, asin, dan asam. Kambing mempunyai toleransi yang lebih tinggi
terhadap rasa pahit dibandingkan sapi (Devendra dan Burns, 1994). Berdasarkan
hasil penelitian Mathius, et al. (2002), Kambing PE muda yang mendapat pakan
perlakuan dengan kandungan protein kasar dan energi sebanyak 14,4% BK dan 2,63
Mkal EM/kg BK memberikan respon terbaik dengan pertambahan bobot hidup
harian 123 gram. Kebutuhan hidup pokok kambing PE muda dibutuhkan energi
metabolis dan protein kasar adalah 0,106 Mkal EM/kg BH0,75 dan 4,40 g/kg BH

0,75

.

Sementara untuk setiap gram pertambahan bobot hidup dibutuhkan protein kasar
sejumlah 0,315 gram dan energi metabolis sejumlah 7,59 kkal. Munier (2006)
melaporkan bahwa pemberian pakan tambahan gamal (Gliricidia sepium) pada

6

kambing meskipun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap PBHH tetapi
masih dapat meningkatkan PBHH kambing betina.
Potensi Pakan
Leguminosa Indigofera sp. cukup potensial dimanfaatkan sebagai pakan
kambing karena menujukkan pertumbuhan yang baik dengan produksi yang tinggi
(51 ton segar/ha/panen) serta nilai nutrisi yang tinggi (protein kasar 24,17% dan
energi bruto 4,038 Kkal/kg). Palatabilitas Indigofera sp. tidak berbeda nyata dengan
Leucaena

leucocephala

(konsumsi

bahan

kering

masing-masing

sebesar

187,38±29,69 dan 193,85±21,83 g/ekor/hari) (Sirait, et al., 2012). Program
pengembangan pakan alternatif berbasis limbah pertanian dan industri agro yang
telah dilaksanakan menunjukkan potensi beberapa tanaman hortikultura sebagai
sumber bahan baku pakan. Pakan alternatif yang digunakan adalah limbah hasil
pengolahan buah markisa dan buah nnenas, keduanya digunakan sebagai penyusun
konsentrat (sumber energi atau protein) maupun sebagai pakan dasar. Potensi ini
menyebabkan ketergantungan yang minimal akan hijauan pakan yang pada dasarnya
sangat terbatas pada agroekosistem hortikultura, sehingga produksi kambing
sepenuhnya didukung oleh limbah hortikultura.(Simon et al., 2003). Rumput S.
secundatum atau B. Humidicola yang memiliki toleransi yang baik terhadap
naungan, secara kualitatif juga memiliki potensi yang baik sebagai hijauan pakan
untuk ternak kambing. Walaupun kandungan protein termasuk sedang, namun berada
diatas ambang batas yang dapat menyebabkan rendahnya konsumsi pada ternak, hal
ini terlihat pada taraf konsumsi ternak pada kisaran standar. Koefisien cerna
beberapa unsur nutrisi yang penting bagi ternak berada pada kisaran sedang sampai
tinggi, sehingga sebagai hijauan pakan dapat menyediakan nutrisi bagi kebutuhan
hidup pokok maupun produksi. Kedua jenis rumput dapat direkomendasikan sebagai
alternatif tanaman pakan ternak pada sistem integrasi tanaman-ternak, khususnya
tanaman perkebunan dengan ternak kambing. (Simon et al., 2006).
Ada beberapa tanaman hortikultura dan perkebunan yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan alternatif untuk kambing yaitu anakan tanaman pisang dapat
digunakan sebagai pakan dasar sebanyak 20% total ransum pada kambing dewasa.
pemberian kulit nenas dalam bentuk tepung ad libitum pada kambing menghasilkan

7

pertambahan bobot badan yang baik (60,0 g/h) dengan tingkat konsumsi yang tinggi.
Lumpur minyak sawit (decanter) dapat digunakan sebagai suplemen tunggal pada
taraf 1,0% bobot badan dan menghasilkan pertambahan bobot badan 50-60 g/h. Daun
kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan dasar pengganti rumput, walaupun
palatabilitasnya. rendah, sehingga membutuhkan waktu adaptasi panjang (>1 bulan)
sebelum kambing mampu mengkonsumsi dalam jumlah cukup. Untuk meningkatkan
konsumsi daun kelapa sawit pemberiannya dapat digunakan sebagai sumber serat
dalam pakan komplit. Penggunaan daun kakao sebagai suplemen tunggal (20%)
dengan pakan dasar gamal (80%) menghasilkan pertuymbuhan yang sangat baik
pada kambing (78 g/h). Penggunaan tepung limbah kopi disarankan tidak melebihi
20% total ransum. Penggunaan 40% dalam ransum menurunkan konsumsi sebesar
22% dan menekan pertumbuhan, sedang penggunaan 60% dalam ransum bahkan
menggangu kesehatan kambing, walaupun kecernaan bahan organik ampas kopi
cukup tinggi. Pucuk tebu (Saccharum officinarum) dapat digunakan sebagai
suplemen tunggal, dan konsumsi dapat ditingkatkan bila pucuk tebu dicacah menjadi
potongan ukuran kecil 1-3 cm dibandingkan dengan potongan lebih panjang,
misalnya 20 cm. Ampas teh dapat digunakan baik sebagai pakan dasr pengganti
rumput (20%) maupun sebagai suplemen, terutama sebagai sumber protein pada
kambing (Simon dan Ginting, 2005).
Faktor Ekonomi
Beternak kambing PE lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan
memelihara kambing lokal atau domba. Beberapa nilai ekonomis dari berternak
kambing PE antara lain: (a) Penghasil susu ,di Indonesia susu kambing dikonsumsi
sebagai obat alternatif, bukan sebagai pelengkap gizi. Umumnya, orang
mengkonsumsi susu ini untuk membantu penyembuhan penyakit asma, tuberkolosis
(TBC), eksim, membantu penyehatan kulit, mencegah penuaan dini dan mencegah
osteoporosis. (b) Kambing ketika masa laktasi mampu menghasilkan 0,8 l - 2,5 l
susu perhari, dengan harga jual antara Rp15.00 - 20.000/l. (c) Penghasil pupuk dan
kulit, kotoran kambing PE dapat digunakan sebagai pupuk organik sedangkan
kulitnya karena mempunyai ukuran yang lebih besar daripada kulit kambing lokal,
maka kulit kambing PE banyak dicari orang untuk digunakan sebagai bahan
kerajinan kulit. (d) Sebagai sumber pendapatan beternak kambing PE, dapat
8

digunakan sebagai sumber pendapatan alternatif di pedesaan yang sangat
menjanjikan bila ditekuni secara serius, biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan
kandang dan biaya perawatan relatif sama bila dibandingkan dengan biaya
memelihara kambing lokal (Dinas Kesehatan Hewan, 2010).
Manfaat utama berternak kambing dan domba adalah bisa dimiliki oleh
petani miskin dan petani penggarap dimana pemilihan ternak tersebut sering
dijadikan sebagai sumber mata pencaharian utama. Ternak ruminansia kecil
merupakan satu-satunya sumber pendapatan bagi mereka yang tidak mempunyai
lahan pertanian bagi petani tersebut (Mastika, 1993). Menurut Sutama (2008),
diilihat dari prospek ekonomi, permintaan akan susu di Indonesia semakin meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Dengan demikian, produksi susu
kambing dapat menjadi bagian dari usaha peningkatan produksi susu dalam negeri.
Ukuran tubuh yang kecil, berarti untuk mengembangkan usaha peternakan kambing
diperlukan investasi awal yang relatif lebih rendah dan kerugian karena kematian
atau kehilangan juga lebih kecil. Hal ini sangat sesuai dan menarik bagi petani
miskin di pedesaan.
Permintaan Terhadap Kambing dan Susu
Menurut Siregar (1996), bahan baku pakan yang dapat diberikan untuk
kambing terdiri atas dua jenis yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan
hijauan merupakan pakan kasar yang dapat berupa rumput lapang, rumput jenis
unggul dan jenis kacang-kacangan. Pakan konsentrat merupakan pakan penguat yang
terdiri dari bahan yang kaya karbohidrat dan protein seperti jagung, bekatul, dedak
gandum dan bungkil. Konsentrat untuk kambing laktasi disarankan 0,5-1 kg/hari.
Menurut Atabany (2002), tipe dan jumlah pakan harus disesuaikan dengan fungsi
dan tujuan pemeliharaan. Kambing jantan yang tidak aktif dan induk kering
dibedakan pakannya dengan induk laktasi dan kambing jantan aktif. Pemberian
konsentrat diperlukan, akan tetapi jangan terlalu banyak karena akan menyebabkan
kegemukan. Seekor kambing dengan berat badan 40 kg dan berproduksi 2 liter per
hari diberikan 5 kg hijauan dan 0,5 – 1,0 kg konsentrat. Kadang – kadang kambing
sedang laktasi diberikan hijauan secara ad libitum dan konsentrat yang mengandung
protein kasar 16% sebanyak 0,5 kg per ekor per hari. Persentase pakan hijauan dan

9

konsentrat agar diperoleh ransum yang murah dan koefisien cerna yang tinggi
digunakan perbandingan pakan hijauan 60% dan konsentrat 40%. Atabany (2001)
mengungkapkan bahwa persentase pakan untuk kambing laktasi di Peternakan
Barokah adalah 60,9% konsentrat dan 39,1% rumput. anak kambing yang baru lahir
perlu diberikan kolostrum. Anak kambing minum susu sampai 35 hari sebanyak 1,2
liter/hari. Umur 35 – 70 hari, anak kambing yang menyusu pada induknya minum 1,6
liter/hari dan yang dibesarkan dengan susu pengganti minum sebanyak 2 liter/hari.
Anak kambing mulai mencicipi makanan padat ketika berumur sekitar 2–3 minggu.
Tingkat permintaan daging kambing tidak terlalu fluktuatif sepanjang tahun,
namun permintaan akan meningkat dengan cepat pada saat Hari raya Idul Adha. Pada
hari raya tersebut, biasanya permintaan daging akan meningkat dan harga akan
meningkat pula. Pada Hari raya Idul Adha, dijual kambing hidup yang sehat untuk
digunakan pada kegiatan keagamaan. Laju peningkatan populasi yang tidak
seimbang

dengan

laju

permintaan

kambing

tersbut

akan

menciptakan

ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi tersebut. Jika diperkirakan
seekor kambing dapat menghasilkan daging seberat 10 kg, laju permintaan daging
kambing 6% per tahun dan laju peningkatan populasi kambing sebesar 3% per tahun
(Dhican, 2006). Kebutuhan daging termasuk daging kambing yang semakin
meningkat belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari produksi di dalam negeri sehingga
jumlah impor komoditi tersebut cenderung meningkat. Hal ini menjadi peluang bagi
produsen di dalam negeri untuk meningkatkan produksinya sehingga kebutuhan di
dalam negeri terpenuhi dan kelebihan produksi dapat diekspor (Makka, 2004).
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2006), permintaan susu sapi maupun
kambing di Jawa Barat terus meningkat

dari 176.650 di tahun 2005

menjadi

208.698 ton pada tahun 2006. Adapun produksi riil susu secara nasional tahun 2006
adalah 0,577 juta ton sehingga masih perlu 2,493 juta ton lagi untuk memenuhi
kebutuhan susu nasional. Konsumsi susu dari tahun ke tahun terus meningkat.
Harga Susu dan Kambing
Harga yang sangat menarik karena harga susu kambing jika dibandingkan
harga susu sapi yang dapat mencapai 10 kali lipat. Harga susu kambing Etawah segar
adalah Rp 12.000/liter di Jakarta, sebaliknya harga susu sapi Rp 2000–3000,-/liter
(Dhican, 2006). Menurut Asmoro ( 2012), susu kambing murni dijual seharga Rp
10

39.000 / liter. Sedangkan susu kambing kolostrum atau susu yang baru pertama kali
keluar dijual lebih mahal. Yaitu Rp 300.000 / liter.
Harga kambing kontes jauh lebih mahal dibanding dengan harga kambing
perah. Kambingkontes menjapai harga Rp 10 juta, sedangkan kambing perah Rp 1,5–
2,5 juta. Kambing perah ini tidak butuh perawatan khusus. Setiap ekor kambing
butuh biaya hidup Rp 5.000 / hari, seudah termasuk biaya tenaga perawat (Asmoro,
2012). Berikut adalah hasil penjualan kambing di Sukabumi dan Lampung pada
tahun 2001.
Tabel 1. Penjualan Kambing Selama Setahun Terakhir yang Dilakukan Peternak Di
Sukabumi dan Lampung
Status
Fisiologis
Jantan dewasa
Betina dewasa
Jantan muda
Betina muda
Jantan anak
Betina anak
Total
Rata/peternak

Sukabumi
Ekor total (RP)
23
5.800.000
9
1.880.000
4
800.000
7
255.000
43
8.935.000
1,59
330.925

rataan (Rp)
252.000
208.900
200.000
65.000
-

Lampung
Ekor total (RP) rataan (Rp)
9
5.940.000
660.000
4
675.000
168.750
8
1.075.000
134.475
10
1.210.000
121.000
2
150.000
75.000
3
250.000
83.333
36
10.650.000
1,89
560.526
-

Sumber: Priyanto et al., 2001

Sosial Budaya Masyarakat
Masyarakat Indonesia mengenal produk kambing berupa daging, kulit, dan
susu kambing. Ternak dapat dijual saat dibutuhkan karenanya penjualan terjadi setiap
saat dengan harga cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan permintaan akan daging
kambing meningkat, akan tetapi untuk pemasaran susu kambing masih memerlukan
proses yang cukup lama. Peran kambing bagi petani dalam sistem usahatani
umumnya masih sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dijual untuk memenuhi
kebutuhan dana yang relatif besar dan mendesak seperti pembayaran biaya sekolah,
biaya pernikahan anak, kelahiran, biaya kesehatan, pembangunan/perbaikan rumah,
dan lain sebagainya. Permintaan akan kambing untuk Idul Adha cukup besar dengan
meningkatnya kondisi ekonomi masyarakat, dikaitkan dengan kewajiban sebagai
umat beragama. Dalam konteks sosial-budaya masyarakat Indonesia maka bagi
petani ketersediaan pangan dari tanaman pangan umumnya cukup, dan selama empat
dekade lalu tidak ada laporan kejadian kelaparan (honger oedeem = HO). Sebagai

11

suatu usaha integrasi tanaman pangan-kambing, kesenangan petani akan kambing
dikaitkan dengan kemudahan dan harga yang relatif terjangkau petani disamping
ketersediaanya, maka usaha ternak kambing cukup menarik. Masyarakat Indonesia
mengenal produk kambing berupa daging, kulit dan susu kambing. Ternak dapat
dijual saat membutuhkan karenanya penjualan terjadi setiap saat dengan harga cukup
tinggi. Karena kondisi ini maka permintaan akan daging kambing bukan masalah,
akan tetapi untuk pemasaran susu kambing masih memerlukan proses yang cukup
lama (Djajanegara dan Misniwaty, 2003).
Nilai positif ternak kambing bagi kepentingan petani di pedesaan, antara lain:
(1) Ternak kambing dapat dipotong sewaktu-waktu untuk keperluan sendiri, pesta
adat, atau menjamu tamu yang datang. (2) Kambing merupakan sumber penghasilan
dan tabungan. (3) Kambing mudah dirawat, karena hampir semua jenis tanaman
dapat digunakan sebagai sumber pakan. (4) Kambing dapat berkembang biak dengan
cepat. (5) Kotoran kambing yang terkumpul dapat digunakan untuk pupuk sehingga
dapat menyuburkan tanaman dan memperbaiki mutu tanah pertanian. (6) Modal yang
diperlukan untuk memulai beternak kambing tidak besar (Sitepu, 2008).
Menurut Diwyanto el al. (2001), memelihara ternak dengan alasan
menabung ternyata memperoleh banyak keuntungan, antara lain: ternak akan tumbuh
atau berkembang sehingga nilainya bertambah; resiko kematiannya ternak relatif
kecil; serta untuk beberapa peternak menggunakan pendekatan ini untuk tujuan
tertentu. Oleh karena itu mengkombinasikan budaya menabung, bekerja, dan
menerapkan teknologi tepat guna dalam memelihara ternak dapat menjadi salah satu
pilihan untuk menciptakan kondisi agar petani mau memelihara ternak. Indonesia
merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, produk-produk
yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan bagi umat muslim sangat berpotensi
untuk dikembangkan. Salah satu produk peternakan yang berhubungan dengan
kegiatan keagamaan adalah ternak kambing. Kebutuhan akan hewan kurban di
Provinsi Jawa Barat mencapai 40 ribu ekor per tahun, sementara kemampuan suplai
hanyalah setengah dari permintaan. Kondisi ini mengidentifikasi bahwa permintaan
akan daging kambing sangat tinggi. Selain itu, susu kambing banyak diyakini orang
memiliki khasiat dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti penyakit kuning,
asma, kulit, bronchitis, TBC, asam urat, impotensi dan darah tinggi. Hal ini

12

menyebabkan permintaan susu kambing terus meningkat. oleh karena itu kedua hal
tersebut dapat menjadi peluang bagi peternak kambing PE (Prihatini, 2008).
Karakteristik Produksi
Bobot Badan Ternak Kambing
Rataan berat lahir anak kambing PE yang diamati 3,84 kg (kisaran 2,O-6,0
kg). Berat lahir anak jantan 3,97 kg dan anak betina 3,73 kg. Berat lahir anak tunggal
4,26 kg, kembar dua 4,08 kg dan kembar tiga 3,17 kg dan kembar empat 2,63 kg
(Atabany et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian Mahmilia et al. (2008), bobot
lahir dipengaruhi oleh jenis kelamin dan tipe kelahiran. Bobot lahir jantan (2,21±0,51
kg) lebih tinggi dibandingkan dengan betina (2,01±0,52 kg) dan tipe kelahiran
tunggal (2,30±0,48 kg) lebih tinggi dibandingkan kelahiran kembar (1,84±0,46 kg).
Tinggi rendahnya bobot lahir (birth weight) anak kambing sangat dipengaruhi
oleh kondisi induknya saat masa kebuntingan. Faktor utama yang paling menentukan
adalah pakan yang berkaitan dengan jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi
kambing. Kebutuhan pakan bagi kambing yang sedang bunting melebihi porsi pada
kambing yang tidak bunting karena kebutuhan untuk hidup pokok calon induk untuk
pertumbuhan calon anak yang dikandungnya. Kekurangan pakan (unsur nutrisi)
umumnya mengakibatkan lemahnya fisik calon induk, produksi air susu rendah
menjelang kelahiran, kondisi fisik anak lemah dan bobot lahir rendah (Munier,
2008). Rataan bobot lahir anak kambing PE jantan dan betina setelah diberikan
perlakuan pakan kulit buah kakao (KBK) dapat dilihat pada Tabel 2 :
Tabel 2. Rataan Bobot Lahir Anak Kambing PE Jantan dan Betina
Perlakuan

Bobot lahir jantan (kg)

Bobot lahir betina (kg)

Rataan

P0

2,70a

2,40a

2,55

P1

b

3,05

b

2,60

2,83

P2

3,15b

2,90c

3,03

Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata
(P0,05). Rataan lama bunting untuk anak
jantan adalah 148,32±3,05 dan anak betina 147,53±2,95 hari. Partus kelahiran
tunggal terjadi dengan rentang waktu yang lebih panjang (144-158 hari), di mana
persentase tertinggi 16,90% terjadi pada lama bunting 150 hari, sedangkan partus
pada kelahiran kembar dua terjadi dengan rentang waktu yang lebih singkat (142-151
hari), dan persentase terbanyak 29,62% terjadi pada lama bunting 148 hari.
Aktivitas seksual setelah beranak pada kambing PE terjadi relatif cepat
(semasa ternak masih menyusui anaknya), sehingga interval beranak 7-8 bulan bisa
terjadi. Kambing PE dengan produksi susu rendah cenderung menunjukkan aktivitas
seksual lebih awal dari pada kambing PE dengan produksi susu sedang dan tinggi.
Interval beranak adalah periode antara dua beranak yang berurutan dan terdiri atas
periode perkawinan (periode dari beranak sampai konsepsi) dan periode bunting
(Sutama et al ., 1997).

17

Tingkat Kelahiran dan Mortalitas
Angka kelahiran anak jantan 52,35% dan anak betina 47,45%. Kelahiran
jantan menunjukkan berat lahir, berat sapih, dan berat dewasa yang lebih berat
dibandingkan kelahiran betina. Hal ini dapat dimaklumi bahwasanya secara alamiah
berat lahir suatu individu akan dipengaruhi oleh tipe kelahirannya dan status kelamin
dari indvidu yang bersangkutan atau yang kita kenal dengan istilah sexual
dimorphism (Mulyadi, 1992). Salah satu sumber kerugian yang cukup besar terjadi
pada kambing PE adalah tingginya kematian anak pra-sapih (36-71%) pada umur 0-4
bulan. Upaya untuk mengurangi tingkat kematian anak sangat